You are on page 1of 19

MAKALAH PRAKTIK LAPANGAN

EVALUASI DAYA TAMPUNG SUNGAI CIDANAU, PT KRAKATAU TIRTA INDUSTRI, CILEGON, BANTEN

oleh : RIZQAH WAHIDAH PANGESTU NIM. F44100042

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan semua makhluk hidup membutuhkan air. Air merupakan material yang membuat kehidupan terjadi. Menurut dokter dan ahli kesehatan manusia wajib minum air putih 8 gelas per hari. Tumbuhan dan binatang juga membutuhkan air. Semua organisme yang hidup tersusun dari sel-sel yang berisi air sedikitnya 60% dan aktivitas metaboliknya mengambil tempat di larutan air. Cidanau dengan luas 22.620 hektar merupakan daerah aliran sungai (DAS) yang memiliki andil penting dalam mendukung kontinuitas pembangunan di Provinsi Banten, khususnya di wilayah Serang Barat dan Kota Cilegon. Dalam dua puluh tahun terakhir DAS Cidanau mengalami degradasi lingkungan yang tidak saja mengancam eksistensi cagar alam Rawa Danau, tetapi juga pada keberlanjutan ketersediaan dan kualitas air. Penurunan daya tampung dan daya dukung sungai Cidanau akan menurunkan kualitas airnya. Pencegahan penurunan kualitas sangat perlu dilakukan melalui pengelolaan sungai yang baik. Pengelolaan sungai dimulai dari penentuan volume dan kualitas limbah potensial yang masuk ke dalam sungai dan penentuan titik kritis atau titik pada sungai yang memiliki kualitas air yang sangat rendah. Kedua hal ini yang menjadi dasar untuk mengetahui daya tampung dan daya dukung sungai yang kemudian menjadi dasar untuk melakukan pengelolaan sumber daya air sungai sehingga perbaikan kondisi sungai dapat terwujud. 1.2 Tujuan Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui berbagai kegiatan kerja yang dilakukan oleh PT.Krakatau Tirta Industri yang sejalan dengan program studi Teknik Sipil dan Lingkungan. 2. Mengetahui pengelolaan sungai, salah satunya dengan penentuan volume sungai di DAS Cidanau sebagai air baku PT. Krakatau Tirta Industri 3. Memperoleh pengalaman bekerja sesuai dengan bidang profesi yang ditekuni oleh mahasiswa yang bersangkutan dan menambah kemampuan beradaptasi dengan lingkungan kerja pada suatu wilayah industri.

2. METODOLOGI
Kegiatan praktik lapangan dilaksanakan di divisi operasi PT Krakatau Tirta Industri kantor Cilegon. Evaluasi daya tampung Sungai Cidanau dilakukan melalui dua tahapan, yaitu tahapan pengumpulan data dan tahap analisis. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data-data terkait yang akan digunakan pada proses analisis. Data yang diperlukan di antara lain: 1. Data pembagian jenis lahan yang ada di DAS Cidanau 2. Data klimatologi Stasiun Ciomas, Serang, dan Padarincang 1996-2012 Analisis debit aliran sungai DAS Cidanau dilakukan dengan menggunakan model HEC-HMS yang dibandingkan dengan debit banjir yang dihitung dengan metode Nakayasu. Kemudian akan dibandingkan dengan kurva lengkung debit Sungai Cidanau data hasil AWLR (Automatic Water Level Recorder) yang dimiliki PT Krakatau Tirta Industri. Data input berupa tata guna lahan, intensitas hujan, dan hidrologi yang telah disiapkan. Kegiatan praktik lapangan mengenai evaluasi daya tampung dapat dilihat dalam gambar 3.1.
Mulai

Pengumpulan dan persiapan data (data tata guna lahan dan hidrologi DAS)

Jenis-jenis distribusi

Tidak
Uji Smirnov Kolmogorov

Ya Analisa Banjir Rencana

Metode Nakayasu dan Model HEC-HMS

Elevasi Muka Air dan Debit Banjir Gambar 2.1 Bagan Alir Perhitungan Daya Tampung Sungai

Permodelan HEC-HMS menggunakan enam komponen, yakni komponen meteorologi, komponen loss, komponen baseflow, komponen direct runoff, komponen routing, dan komponen reservoir. Tahapan dalam permodelan HECHMS disajikan dalam gambar 3.2.
Komponen Meteorologi

Curah Hujan

Permukaan Pervious
Komponen Loss

Permukaan Impervious
Komponen Direct Runoff

Losses

Direct Runoff

Akuifer
Komponen Baseflow Komponen Routing

Baseflow

Saluran Sungai

Komponen Reservoir

Reservoir Operator

Outlet DAS

Gambar 2.2. Tahapan Permodelan di HEC-HMS

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Kondisi DAS Cidanau DAS Cidanau secara geografis terletak pada 105 57 00 - 106 22 00 Bujur Timur dan 5 21 00 - 6 21 00 Lintang Selatan, dibatasi oleh sebelah utara Gunung Tukung Gede dan Gunung Saragian, sebelah timur Gunung Pule dan Gunung Karang, sebelah selatan Gunung Aseupan dan Gunung Condong, dan sebelah barat dibatasi oleh Selat Sunda. Secara administratif terletak di Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang. Di Kabupaten Serang meliputi lima kecamatan yaitu Kecamatan Padarincang, Ciomas, Mancak, Pabuaran dan Cinangka. Kabupaten Pandeglang di Kecamatan Mandalawangi. Luas DAS Cidanau sekitar 22620 Ha dan secara garis besar DAS Cidanau terbagi atas kawasan lahan datar (rawa danau dan persawahan) seluas 8821 Ha dan Sub-DAS yang aliran airnya bermuara ke kawasan lahan datar mempunyai ketinggian sekitar 100 m dpl. DAS Cidanau merupakan salah satu DAS penting di wilayah. Jumlah curah hujan dapat diketahui dari hasil data curah hujan di wilayah DAS Cidanau, yaitu dapat dijumpai di stasiun Padarincang, Ciomas, Pabuaran, dan Mancak. Dari hasil data aktual stasiun klimatologi Serang didapat hujan rata rata tahunan sebesar 2650 mm. Aliran air Sungai Cidanau ini ditangkap melaui bangunan bendung Cidanau. Bangunan ini terletak 600 meter dari hilir sungai Cidanau dengan panjang 30 meter membendung bagian sungai Cidanau. Debit diatur dengan slice gate yang dioperasikan dari rumah pompa 1, saluran inletterletak di sebelah kanan sungai, air dialirkan melaui sand trap, by pass dan sum pump. Dan terdapat Rawa Danau sebagai bagian dari DAS Cidanau merupakan tempat penampungan air.Satusatunya sungai yang mengalir dari Rawa Danau ke laut adalah Sungai Cidanau yang merupakan catchments area hidrologi dan merupakan buffer. Sungai Cidanau inilah merupakan sumber air utama untuk memenuhi kebutuhan air industri dan masyarakat di wilayah kota Cilegon. 3.2 Penggunaan lahan Data tutupan lahan dibagi menjadi tujuh jenis, diantaranya adalah hutan sekunder, perumahan, perkebunan, sawah, semak, dan rawa. Berdasarkan table pada lampiran 6, DAS Cidanau didominasi oleh lahan pertanian dan hutan sekunder. Sebaran wilayah tutupan lahan pada DAS Cidanau disajikan pada Gambar 3.1.

3.19% 0.13% 20.07% 8.57% 23.11% 44.50% 0.43% PERUMAHAN JALAN KENDARAAN JALAN SETAPAK LAHAN PERTANIAN SEMAK BELUKAR RAWA HUTAN SEKUNDER

Gambar 3.1. Prosentase Tutupan Lahan

3.3 Analisis Hujan Rencana 3.3.1 Data Curah Hujan 1. Melengkapi Data Curah Hujan yang Hilang Terdapat data yang hilang pada Stasiun Ciomas, yaitu pada tahun 2007 hingga 2010. Kehilangan data dapat diakibatkan oleh rusaknya alat pencatat hujan di stasiun atau pun hilangnya data karena kealpaan petugas. Sehingga untuk melengkapinya digunakan Metode Perbandingan Normal. Metode perbandingan Normal menggunakan nilai perkiraan berdasarkan data dari dua terdekat disekitarnya, yaitu Stasiun Serang dan Stasiun Padarincang. Metode Perbandingan Normal dipakai, sehingga contoh perhitungannya adalah sebagai berikut : 1. Menghitung curah hujan pada Sta Ciomas(Rx) = bulan Januari tahun 2007 - Curah hujan Sta Padarincang Januari tahun 2007 (RA) = 242 mm - Rata-rata curah hujan Sta Radarincang = 2334 mm - Curah hujan Sta Serang Januari tahun 2007 (RB) = 207 mm - Rata-rata curah hujan Sta Serang = 1528 mm - Rata-rata curah hujan Sta Ciomas = 2336 mm Maka Curah hujan Sta Ciomas Januari tahun 2007 = 438 mm 2. Pemeriksaan konsistensi data Konsistensi dari pencatatan hujan diperiksa dengan metode kurva massa ganda (double mass curve). Metode ini membandingkan hujan tahunan kumulatif di stasiun Ciomas terhadap stasiun referensi yaitu Stasiun Serang dan Stasiun Padarincang .

10000 Kumulatif Stasiun Ciomas 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 Rata-Rata Kumulatif Stasiun Serang dan Padarincang 8000

Gambar 4.6. Kurva Lengkung Massa Ganda untuk Serang dan Padarincang Gambar 4.6. memperlihatkan bahwa hubungan antara rata-rata stasiun Serang dan Padarincang terhadap stasiun Ciomas didapat nilai = 1.082 dan = 0.756 sehingga faktor koreksi didapatkan sebesar 0.7. Kemudian dilakukan koreksi terhadap data stasiun Ciomas dari tahun 1996 hingga 1999 dengan cara membagi data tersebut dengan factor koreksi sehingga diperoleh data seperti Gambar 4.7.

10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 Rata-Rata Kumulatif Stasiun Serang dan Padarincang

Kumulatif Stasiun Ciomas

Gambar 4.7. Kurva Massa Ganda Setelah Koreksi Data Stasiun Ciomas

Berdasarkan Gambar 4.7.,terlihat tidak terjadi perubahan kemiringan kurva secara berarti, jika dibandingkan dengan Gambar 1. Sehingga data stasiun Ciomas menjadi konsisten. 3. Perhitungan Curah Hujan Rata-Rata Kawasan Metode yang digunakan adalah metode Thiessen dengan 3 Stasiun pencatat dengan jarak masing-masing stasiun. Aplikasi yang digunakan untuk membuat polygon Thiessen adalah Google Earth update 2012 kemudian ditentukan titik-titik stasiun dan luas cakupannya terhadap luas DAS Cidanau. Metode ini memiliki kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan metode lain diantaranya: a. Metode Polygon Thiessen lebih memiliki ketelitian yang cukup tinggi b. Metode Polygon Thiessen lebih mudah alam perhitungannya dibandikan dengan metode yang lain c. Metode Polygon Thiessen tidak memerlukan data yang banyak, cukup dengan data tinggi curah hujan maksimum dan data luas daerah catchment area

Gambar 4.8. Pembagian Daerah DAS Cidanau dengan Polygon Thiessen Sehingga seperti yang tersaji pada Gambar 3, luasan yang dipengaruhi oleh Stasiun Padarincang adalah pada daerah yang berwarna putih, yang dipengaruhi oleh Stasiun Ciomas adalah pada daerah yang berwarna hijau, dan untuk dipengaruhi oleh Stasiun Cilegon adalah daerah

yang berwarna jingga. Data luas yang diperoleh terhadap pembagian luasan disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 3.1. Luas Pengaruh Sta. Curah Hujan Terhadap DAS Cidanau No Stasiun Luas Faktor (km2) Pembobot Daerah Serang Ciomas 2 Padarincang 3 Luas Total 1 76.984 62.010 83.291 222.286 0.346 0.279 0.375 1.000

Hujan rerata kawasan dari persamaan Metode Thiessen didapatkan dengan persamaan (3.2), sehingga didapatkan hasil rekapitulasi curah hujan gabungan seperti pada Tabel 4.2. Tabel 3.2. Rekapitulasi Curah Hujan Gabungan Tahun Hujan Max 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 3.3.2 Analisa Frekuensi Hujan Rencana 1. Parameter Statistik Parameter yang digunakan dalam perhitungan analisis frekuensi meliputi parameter nilai rata-rata ( X ), standar deviasi ( d S ), koefisien variasi (Cv), koefisien kemiringan (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck). Perhitungan parameter tersebut didasarkan pada data catatan tinggi hujan harian rata-rata maksimum 20 tahun terakhir. 19 15 17 18 18 21 19 21 15 16 18 49 77 82 69 21 27

Tabel 3.3. Hasil Parameter Statistik

Parameter Statistik jumlah data Standart Deviasi Coef Variety Coef Skewness Coef Kurtosis Median

variable n SD Cv Cs Ck (Sx)

hasil perhitungan 17.000 22.906 0.745 1.564 2.937 19.399

2. Pemilihan Jenis Sebaran Masing-masing distribusi memilikisil parameter stastistik. Setelah dibandingkan antara hasil perhitungan dengan persyaratan, maka yang memenuhi adalah distribusi Log Pearson III seperti yang disajikan pada tabel 4.4.

Tabel 3.4. Parameter statistik untuk menentukan jenis distribusi No Distribusi Persyaratan Hasil Perhitungan Normal Cs = 1.564 1 = 68.27% Ck = 2.937 = 95.44%

Log Normal

Cs = 0.9 Ck = 1.8 Cs = 0.9 Ck = 1.8

3 4

Gumbel Log III Pearson Selain dari nilai di atas


(sumber: Perhitungan)

Cs = 1.56 Ck = 2.937 Cs = 0.9 Ck = 1.8

3. Uji Smirnov - Kolmogorov Perhitungan dengan uji Smirnov Kolmogorov didapatkan nilai n=17, =0.05 dkritik = 0.32, dmax < d kritik sehingga data log untuk distribusi log pearson III dapat digunakan. Hal tersebut dapat dilihat pada lampiran 7.

4. Perhitungan Hujan Rencana Metode Mononobe dengan hujam jam-jaman yang seharian digunakan untuk menghitung nilai intensitas curah hujan (I), maka di dapatkan hasil pada tabel lampiran 9. 3.4 Analisa Debit Banjir Rencana 3.4.1 HSS Nakayasu Debit banjir perencanaan dihitung dengan menggunakan metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu. Pada prinsipnya metode ini terpola hujan dan hujan efektif yang jatuh merata dalam selang waktu 6 jam sehingga curah hujan dan curah hujan efektif jatuh merata selama waktu tersebut menurut rasio intensitasnya (Soewarno, 1995). Untuk menghitung debit banjir rencana digunakan hasil perhitungan intensitas curah hujan periode ulang 100 tahun dan PMF (Probability Maximum Flood). Besarnya debit rencana dapat ditentukan berdasarkan besarnya curah hujan rencana dan karakteristik daerah aliran sungai. Luasan yang diambil adalah luas wilayah sebelum Curug Betung. Adapun data yang tersedia adalah : 1. Luas DAS Cidanau sebelum Curug (A1) = 192.56 km2 2. Panjang Sungai utama sebelum Curug (L1) = 18.31 km 3. Kemiringan DAS sebelum Curug ( I1 ) = 0.11358 4. Luas DAS Cidanau sesudah Curug (A1) = 21.37 km2 5. Panjang sungai utama sesudah Curug (L1) = 8.0595 km 1. Perhitungan Banjir Rencana Perhitungan debit banjir ditentukan berdasarkan hasil perhitungan curah hujan dan pendekatan secara teoritis dengan persamaan-persamaan dan besaran-besaran yang lazim digunakan dalam perhitungan hidrologi.

5.0000 4.5000 Hidrograf Satuan (m3/det/mm) 4.0000 3.5000 3.0000 2.5000 2.0000 1.5000 1.0000 0.5000 0.0000 0 20 40 60 waktu (jam) 80 100 120

Gambar 4.9. Grafik Hidrograf Satuan Metode Nakayasu

Dari uraian tersebut di atas maka dilakukan analisa dan perhitungan banjir rancangan dengan rekapitulasi hasil sebagai berikut: Tabel 3.5 Rekapitulasi Debit Banjir No. 1 2 Periode Ulang 100 Tahun PMF Nakayasu (m3/s) 763.96 2225.27

2. Penelusuran Banjir (Flood Routing) Perhitungan Penelusuran banjir atau Flood Routing adalah dasar untuk menghitung tinggi muka air waduk maksimum dan debit outflow maksmum dari Spillway suatu bendungan. Perhitungan ini merupakan pendugaan dari hidrograf banjir di suatu titik pada suatu daerah pengaliran sungai yang disebut sebagai hidrograf inflow kesuatu titik pengamatan atau spillway untuk membentuk hidrograf banjir lain yang disebut hidrograf outflow. Prinsip dari perhitungan penelusuran banjir adalah dengan menggunakan persamaan kontinuitas sebagai berikut: Qinflow Qoutflow = ds/dt Keterangan: Q inflow : Debit aliran masuk (m3/detik) Q outflow : Debit aliran keluar (m3/detik) S : Tampungan Air dalam Waduk atau Storage (m3)

: Waktu sesuai hidrograf banjir (detik) Sebagai parameter outflow adalah kapasitas limpasan yang melewati bangunan pelimpah (spillway) yang dipengaruhi oleh hidrograf inflow. Keluaran dari outflow Spillway adalah hidrograf outflow.Untuk keamanan bendungan, dengan melihat hasil perhitungan debit banjir di atas, maka sebagai dasar perhitungan penelusuran banjir dipakai 100 tahun, dan PMF. 3. Perhitungan Kapasitas Spillway Lebar : 25 meter Elevasi Spillway : 87.5 meter Kapasitas Spillway dihitung dengan rumus sebagai berikut: Q = C.B. H3/2 (4.1) Keterangan: Q = Debit limpahan (m3/det) B = Panjang ambang bangunan (m) H = Tinggi energy di atas ambang bangunan pelimpah (m) C = Koefisien debit bangunan pelimpah 4. Hasil Penelusuran Banjir (Flood Routing) Hasil perhitungan penelusuran banjir (Flood Routing) dengan periode ulang 100 dan PMF dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.6. Rekapitulasi hasil perhitungan penelusuran banjir dengan Metode Nakayasu No. Uraian Debit Debit El Muka Storage Inflow Outflow Air (m) (1000 m3) (m3/det) (m3/det) 1 100 763.96 39.23 + 93.88 49834.52 2 PMF 1892.82 70.625 + 95.14 110215.86 3.4.2 Metode HEC-HMS Terdapat tiga jenis hidrograf aliran HEC-HMS yang dihitung dalam penelitian, yaitu hidrograf aliran Snyder, SCS dan Clark. Untuk mendapakan hidrograf aliran hasil model diperlukan data-data sebagai berikut: 1. Data curah hujan harian sesaat minimal dari satu titik pengamatan dan data yang digunakan adalah data curah hujan per 10 menit dari Stasiun Serang, Stasiun Ciomas, dan Stasiun Padarincang. 2. Bobot luas Sub DAS yang diwakili tiap stasiun curah hujan berdasarkan metode poligon Thiessen. 3. Luas wilayah masing-masing Sub DAS. 4. Semua parameter yang terdapat dalam basin model, meliputi loss, direct runoff, serta channel flow model. 5. Control specification, yaitu input waktu (hari dan jam) kapan dimulai dan berakhirnya eksekusi (running) dari program, termasuk interval waktu yang digunakan.

6. Metode analisis presipitasi yang digunakan sebagai salah satu masukan HEC-HMS adalah metode user gage weights, yaitu menentukan bobot curah hujan untuk setiap satu titik pengamatan sebagai dasar perhitungan curah hujan.

Gambar 3.10 Grafik Debit pada Reservoir untuk Periode Ulang 100 tahun

Gambar 3.11. Data Inflow, Outflow, Storage, dan Perubahan Elevasi untuk Periode Ulang 100 Tahun

Gambar 3.12. Grafik Debit pada Reservoir untuk PMF

Gambar 3.13. Data Inflow, Outflow, Storage, dan Perubahan Elevasi untuk PMF

Hasil perhitungan dengan Permodelan HEC-HMS


Tabel 4.7 Rekapitulasi Hasil perhitungan dengan Permodelan HEC-HM

No.

Uraian

1 2i

100 PMF

Debit Inflow (m3/det) 253.86 736.72

Debit Outflow (m3/det) 210.63 310.93

El Muka Air (m) + 92.11 + 93.48

Storage (1000 m3 ) 9638.92 37672.70

4. SIMPULAN DAN SARAN


4.1 Simpulan Perhitungan storage dengan Metode Nakayasu dan permodelan HEC-HMS didapat untuk debit banjir pada periode 100 tahun adalah 49834.52 (1000m3) dan pada PMF adalah 110215.86 (1000m3). Sehingga evaluasi daya tampung terhadap sungai Cidanau masih mencukupi jika keadaan ekosistem biotik maupun abiotik di sekotar Sungai Cidanau tetap terjaga dibuktikan dengan data pada AWLR pada kurva lengkung debit dengan elevasi maksimum di atas bendung adalah +1.7 meter.

4.2 Saran Sedimentasi merupakan salah satu penyebab untuk penurunan kapasitas sungai yang dapat menyebabkan daya tampung menurun, sehingga harus ada penanganan yang terpadu untuk memelihara ekosistem sehitar Sungai Cidanau.

5. DAFTAR PUSTAKA
Kamiama. 2011. Analisis Hidrologi. Jogjakarta Soewarn. 2005. Hidrologi Aplikasi Metode statistik untuk analisa data Jilid 1. ITB: Bandung Triatmojo, Bambang.. 1995. Hidrologi Teknik. UGM: Yogyakarta

You might also like