You are on page 1of 81

SKENARIO A Mr. X, 30 year old truck driver, was admitted to hospital with massive hemaptoe.

He complained that 6 hour ago he had severe bout coughing with fresh blood of about 3 glasses. He also said that in the previous month he had had productive cough with a lot of phlegm, mild fever, loss of appetite and rapid loss of body weight, and shortness of breath. Since a week ago, he felt his symptom were worsening. Physical examination : General appearance; he looked severely sick and pale. Body height: 170 cm, body weight: 50 kg BP: 100/70 mmHg, HR 100 x/minute, RR : 36 x/minute temp 37,8 0C. There was a tattoo on the left arm and enlargement of the right neck lymph node, and stomatitis. In chest auscultation there was an increase of vesicular sound at the right upper lung with moderate rales. Additional information ; Laboratory : Hb ; 8g%, WBC : 7000/uL, ESR 70 MM/hr, diff count -/3/2/75/15/5, Ac id Fast Bacilli (-), HIV test (+), CD4 140/uL. Radiology ; Chest radiograph showed infiltrate at the right upper lung.

I.

KLARIFIKASI ISTILAH :

1. Massive hemaptoe : batuk darah, ekspulsi udara secara tiba-tibna 2. Productive cough : batuk yang disertai pengeluaran bahan-bahan dari bronkus 3. Phlegm : mukus kental berlebih yang dieksresikan dari saluran napas 4. Stomatitis 5. Vesicular sound : radang generalisata mukosa mulut : suara pernapasan normal yang terdengar saat auskultasi, seperti bunyi tiupan angin.

6. Shortness of breath : Keadaan dimana tubuh kekurangan oksigen sehingga terjadi mekanisme kompensasi berupa peningkatan pernafasan 7. Moderate rales : ronki basa sedang ; suara berisik dan terputus akibat aliran udara yang melewati cairan 8. Infiltrate : gambaran difusi atau penimbunan substansi yang seharusnya tidak ada pada daerah tersebut dalam keadaan normal 9. Acid Fast Bacilli : Basil tahan asam, bakteri yang tetap memberikan warna merah meskipun telah didekolorisasi menggunakan alcohol. 10. Lymp node 11. CD4 : ,akumulasi jaringan limfoid ; cluster of differentiation 4, jenis limfosit T yang dihasilkan pada respon imun seluler

II.
1.

Identifikasi Masalah
Mr.X, 30 tahun supir truk, dibawa ke RS karena massive hemaptoe dengan keluarnya darah segar kurang lebih 3 gelas saat batuk 6 jam yang lalu.

2.

Keluhan tambahan : - batuk produktif disertai phlegm - demam ringan - berkurangnya nafsu makan - penurunan BB drastis - sesak nafas Mulai dari sebulan lalu, dan semakin parah semenjak 1 minggu yang lalu

3.

Pemeriksaan Fisik: - Keadaan Umum : Sakit berat dan pucat - Berat Badan : 50kg - Tinggi Badan 170cm - TD : 100/70mmHg - HR : 100x/menit

- RR : 36x/menit - Temperatur : 37.8oC - tato di tangan kiri - pembesaran nodus limfatikus bagian leher kanan - stomatitis - Auskultasi dada : peningkatan suara vesiculer di bagian paru kanan atas dengan ronki basah sedang 4. Pemeriksaan tambahan Laboratorium: Hb : 8g%, WBC 7.000/L, ESR 70 mm/hr, Diff Count : -/3/2/75/15/5 Acid Fast Bacilli (BTA): - , HIV test (+), CD4 140/L Radiology: Infiltrat pada paru kanan atas

III.

Analisis Masalah
dialami? Usia produktif yaitu 20-49 tahun. Namun, saat ini tengah terjadi pergeseran prevalensi kasus ke usia tua di atas 60 tahun Jenis kelamin Sebenarnya, tidak terdapat korelasi secara langsung antara penyakit pada kasus ini dengan jenis kelamin tertentu, seperti pada kasus ini, yaitu pria. Namun, beberapa data statistik menunjukkan penderita pria lebih banyak jumlahnya daripada penderita wanita. Hal ini mungkin disebabkan karena kebanyakan pria lebih dekat dengan faktor-faktor risiko tertentu. Tbc lebih tinggi terjadi pada orang yang bekerja di daerah yang tinggi prevalensi Tb nya, pada pekerjaan yang mengharuksan melakukan perjalanan, dan pada pekerjaan yang mudah terpajan dengan iritan saluran nafas.

1. Apa hubungan antara umur JK dan pekerjaan dengan keluhan yang

2.

Apa etiologi dari gejala yang dialami? - batuk darah Alergi dan asthma Infeksi paru-paru seperti pneumonia atau bronkitis akut. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau bronkitis kronik, emphysema Sinusitis yang menyebabkan postnasal drip. Penyakit paru seperti bronkiektasis, tumor paru. Merokok Terpapar polutan udara

Batuk darah biasanya berupa garis atau bercak bercak darah, gumpalan gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Terjadinya batuk darah ini dikarenakan ekskavasi dan ulserasi pembuluh darah pada dinding kavitas. Kavitas yang berdinding tebal dinamakan kaverne. Keradangan arteri yang terdapat didinding kaverne akan menimbulkan anuerisma yang disebut aneurisma dari Rasmussen, pada arteri yang berasal dari cabang arteria pulmonalis. Bila aneurisma ini pecah maka akan menimbulkan batuk darah. Batuk darah yang massif terjadi bila ada robekan dari aneurisma Rasmussen pada dinding kavitas atau ada perdarahan yang berasal dari bronkiektasis atau ulserasi trakeo-bronkial. Keadaan ini dapat

menyebabkan kematian karena penyumbatan saluran pernafaan oleh bekuan darah. Klasifikasi berat ringannya didasarkan dari jumlah darah yang dibatukkan: a. Bercak ( streaking ) : darah bercampur dengan sputum hal yang sering terjadi, paling umum pada bronchitis. Volume darah berkisar 15-20 mL/hari.

b. Hemoptisis : total volume darah yang dibatukkan 20-600 mL/hari, biasanya terjadi pada kanker paru, pneumonia, TB atau emboli paru. c. Hemoptisis massif : darah yang dibatukkan > 600 mL/hari, biasanya kanker paru, kavitas pada TB, bronkiektasis. d. Pseudohemoptisis : batuk darah dari struktur saluran nafas bagian atas dan saluran cerna atas. Etiologi Infeksi : TB, abses, bronchitis, bronkiektasis, jamur, parasit, pneumonia Neoplasma : Ca bronkogenik, lesi metastasis, adenoma bronkus CV : emboli paru, MS, AV malformation, aneurisma aorta, edem paru Lain : bronkolitiasis, Goodpasture, hemosiderosis idiopatik Insidensi 60 % 20 % 5-10 % 2-10 %

- batuk produktif o Virus o Infeksi, baik pada paru ataupun saluran napas atas o Penyakit paru-paru kronis o Refluks asam lambung yang masuk ke kerongkongan. Misalnya pada gejala penyakit gastroesophangeal reflux (GERD) o Nasal discharge (postnasal drip) pengeringan di belakang tenggorokan. Hal ini menyebabkan batuk produktif atau perasaan bahwa penderita terus menerus merasa perlu membersihkan tenggorokan o Merokok Produksi mukus (sekret kelenjar) sebanyak 100 ml dalam saluran napas setiap hari. Mukus ini digiring ke faring dengan mekanisme pembersihan silia dari epitel yang melapisi saluran pernapasan. Keadaan abnormal produksi mukus yang berlebihan (karena gangguan fisik, kimiawi, atau infeksi yang terjadi pada membran mukosa), menyebabkan proses pembersihan tidak berjalan secara adekuat dan normal, sehingga mukus ini banyak tertimbun. Bila

hal ini terjadi, membran mukosa akan terangsang, dan mukus akan dikeluarkan dengan tekanan intrathorakal dan intraabdominal yang tinggi. Dibatukkan, udara keluar dengan akselerasi yg cepat beserta membawa sekret mukus yang tertimbun tadi. Mukus tersebut akan keluar sebagai sputum (dahak).

-demam ringan Penyebab Infeksi


v v v v v

Parasit Bakteri Virus Jamur dll

Penyebab Non Infeksi


v v v v v

Neoplasma Nekrosis Jaringan Kelainan Kolagen Vaskular Emboli Paru / Trombosis vena dalam Obat , metabolism, dl

- berkurangnya nafsu makan Psikosomatik : tertekan, cemas, kesedihan, dan depresi. Infeksi akut dan kronik seperti pneumonia, tuberculosis, hepatitis,
HIV, influenza.

Penyakit hati, jantung dan ginjal yang serius. Seperti: chronic renal
failure, cirrhosis, atau congestive heart failure.

Inflammasi di lambung atau usus. Kehamilan (first trimester)

- berkurangnya BB o PPOK TBC Thalasemia Malnutrisi Defisiensi protein Infeksi akut Psikosomatik Penyakit hati dan ginjal kronik

- Sesak nafas Penyakit PPOK o Asma o Pneumotoraks o Penyakit neuromuscular o Gagal jantung kongestifs o Adanya obstruksi ataupun kerusakan pada saluran napas, baik atas maupun bawah o Alergi: Asma Bronkiale o Kardiologi: Payah Jantung o Pulmonologi: Efusi pleura masif, Pneumonia, Pneumothoraks, Penyakit Paru Obstruksi Menahun (PPOM) o Penyakit dalam: Gastritis, Esofagitis o Psikiatri: Kesakitan atau ketegangan

3.

Bagaimana batuk produktif sejak sebulan lalu dapat berkembang menjadi batuk berdarah masif? Perkembangan ini sejalan dengan progresifitas penyakit tuberculosis itu sendiri. Pada awal penyakit, batuk mungkin non produktif atau tidak kering dikarenakan infeksi pada alveolus. Saat infeksi menyebar ke

bronkus batuk akan berubah menjadi mukoid. Bila terjadi reaksi peradangan sebagai mekanisme pertahanan melawan mikroorganisme maka akan dihasilkan eksuat purulen yang merupakan akumulasi dari sel imun, jaringan yang lisis dan bakteri itu sendiri, dahak yang muncul pada saat ini adalah purulen atau bersama mucus disebut mukopurulen. Batuk ini disebut batuk produktif. Seiring berjalannya penyakit, infeksi dan focus inflamasi dapat mengenai pembuluh darah atau erosi pada dinding pembuluh darah sehingga darah akan bercampur dengan dahak menjadi batuk berdarah. Perjalanan dari batuk non produktif sampai batuk berdarah memerlukan waktu sesuai perkembangan imunitas dalam paru dan hal ini tampak sebagai batuk yang semakin progresif pada kasus. 4. Apa saja tipe dan jenis dari batuk?

Jenis-jenis batuk Berdasarkan produktivitasnya, dikenal ada 2 jenis batuk,

Batuk produktif (sering disebut batuk berdahak) Batuk berdahak ditandai dengan pengeluaran dahak (sputum) serupa lendir dari tenggorokan pada saat terjadinya batuk. Dahak diproduksi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh.

Batuk tidak produktif (lebih dikenal sebagai batuk kering). Pada batuk kering tidak diproduksi dahak. Batuk kering biasanya bukan merupakan mekanisme pengeluaran zat asing, dan mungkin merupakan bagian dari penyakit lain. Batuk yang disebabkan oleh infeksi virus biasanya akan sembuh sendiri, tetapi batuk yang

merupakan gejala infeksi pernafasan karena bakteri mungkin butuh waktu

lebih

lama

dan

memerlukan tambahan antibiotika. Batuk jenis ini biasanya ditandai dengan dahak yang

banyak, kental, dan berwarna kuning kehijauan. Berdasarkan waktu berlangsungnya, batuk dibedakan: 1. Batuk Akut Batuk akut adalah gejala yang terjadinya 1-2 minggu. 2. Batuk Sub-Akut Gejala yang terjadinya 3-8 minggu. Batuk akut dan sub-akut umumnya relatif ringan dan bisa sembuh sendiri, walaupun seringkali perlu penanganan dengan obat batuk dan obat lain untuk mengurangi gejala dan menghilangkan penyebabnya. 3. Batuk Kronis. Batuk kronis adalah gejala batuk yang terjadi > 8 minggu. Batuk kronis perlu perhatian tersendiri karena batuk kronis biasanya adalah tanda atau gejala adanya penyakit lain yang lebih berat. Banyak penyakit berat yang ditandai dengan batuk kronis, misalnya: asma, TBC, gangguan refluks jantung, Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), sampai Kanker paru-paru. Pembagian batuk darah: Pursel: Derajat 1: bloodstreak Derajat 2: 1 30 ml / 24 jam Derajat 3: 30 150 ml / 24 jam Derajat 4: 150 500 ml / 24 jam Massive : > 500 ml / 24 jam Johnson: Single hemoptysis: < 7 hari Repeated hemoptysis: > 7 hari

Frank hemoptysis: darah saja

5.

Mengapa Mr.X merasakan gejala-gejala tersebut semakin memburuk sejak satu minggu lalu? Gejala yang dialami terasa semakin memburuk dikarenakan progresifitas dari penyakit itu sendiri. Ketika Mycobacterium tuberculosis telah berhasil melakukan invasi lebih lanjut, maka gejala akan dirasakan semakin hebat. Semakin banyak terdapat infiltrate, masa, atau cairan pada paru yang berkembang seiring berjalanya penyakit akan membuat penderita semakin merasa sesak nafas. Begitu juga dengan keluhan lain yang terjadi.

6. -

Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik? Keadaan Umum : Sakit berat dan pucat Berat Badan : 50kg. Tinggi Badan 170cm BMI: 17,24 ; normal TD : 100/70mmHg hipotensi ringan HR : 100x/menit normal (60-100) RR : 36x/menit takipneu (normal: 16-24) Temperatur : 37.8oC febris, ada infeksi tato di tangan kiri factor resiko penularan HIV pembesaran nodus limfatikus bagian leher kanan peningkatan poliferasi sel imun, ada infeksi stomatitis ada infeksi pada rongga mulut Stomatitisadalah radang mukosa mulut, akibat faktor-faktor lokal atau sistemik, yang dapat mengenai mukosa pipi dan bibir, palatum, lidah, dasar mulut, dan gusi. Stomatitis bisa disebabkan oleh beberapa hal : makanan yang terlalu pedas, obat-obatan, reaksi alergi, terapi radiasi, dan infeksi, bisa juga disebabkan oleh cigarettes Pada auskultasi: terdengar bunyi vesikuler yang meningkat pada paru-paru kanan atas Bunyi Vesikular adalah

Bunyi napas, dimana fase inspirasi terdengar lebih panjang dan lebih keras dibanding fase ekspirasi. Pada kondisi normal, bunyi vesikular akan terdengar pada semua lapangan paru, kecuali pada daerah interscapularis. Bunyi vesikular dapat menurun pada kerusakan alveoli (gangguan sumber suara), efusi pleura (jarak sumber suara ke dinding dada menjauh) atau tumor paru dan emfisema (media penghantar yang jelek, jarak menjauh).

Bunyi vesikular akan meningkat pada TB paru lesi minimal, oleh karena sumber suaranya (alveoli) masih baik dan infiltrat (lesi TB) adalah media penghantar suara yang baik.

Juga terdengar moderate rales: Rale: bunyi yang terputus, terdiri dari rangkaian bunyi nonmusikal pendek, terdengar terutama selama inhalasi Suara yang terdengar jelas inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter suara terdengan perlahan, nyaring, dan suara ngorok terus menerus, berhubungan dnengan sekresi kental dan produksi sputum.

7.

Apa simpulan hasil laboratorium? Nilai normal 14-16gr% 5000-10000/ L <15 mm/hr 0-3/1-3/0-3/4060/20-45/2-6 Kasus 8gr%, 7.000/L 70 mm/hr -/3/2/75/15/5 Ket Anemia Normal Infeksi Inflamasi

Kategori Hb WBC ESR Diff. Count

BTA HIV test

Normal HIV

CD4

500-1500/L

140/L

Infeksi oportunistik AIDS

8.

Apa interpretasi hasil pemeriksaan radiologi? Infiltrat pada paru menunjukkan adanya akumulasi suatu substansi yang seharusnya tidak berada di paru dan substansi tersebut berada dalam jumlah yang berlebihan. In filtrate dalam kasus ini dapat disebabkan oleh adanya akumulasi cairan pus atau darah di alveolus, dapat juga berupa gambaran masa tuberkel atu granuloma yang menyertai infeksi tuberculosis.

9.

Apa diagnosis banding untuk kasus ini?

Indikator

Kasus

Tb paru

Pneumonia (typical)

Bronkietaksis

Karsinoma bronkogenik

Hemoptisis Demam

+ Ringan (subfebris)

+ Ringan (subfebris) + + +

+ Tinggi

+ Tinggi, berulang

+ Ringan

Sesak napas BB , anoreksia Productive cough Pembesaran kelenjar limfe WBC Gambaran Radiologi

+ + +

+ + +

+ + +

+ + +

Infiltrate

infiltrat

+ Konsolidasi biasanya

+ Kista-kista pada kecil

Nodul soliter

pada lobus biasanya

seperti sirkumskripta atau coin lesion

kanan atas pada apeks basis paru paru paru

gambaran sarang tawon, bronchovascul

ar marking

10.

Apa saja pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis kasus ini?

Menurut Soeparman (1994), ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pemeriksaan TB Paru, sebagai berikut: 1. Radiologi Pada hasil foto toraks posterior anterior (PA), lateral terlihat gambaran infiltrat atau nodular terutama pada lapangan atas paru, terlihat kavitas, serta tuberkuloma atau tampak seperti bayangan atau coin lesion. Pada TB primer tampak gambaran radiologi berupa infiltrat pada paru-paru unilateral yang disertai pembesaran kelenjar limfe di bagian infiltrat berada. 2. Mikrobiologi Pemeriksaan sputum sebanyak 3 kali setiap hari, berdasarkan pemeriksaan pada basil tahan asam (BTA) guna memastikan hasil diagnosis. Akan tetapi hanya 30% 70% saja yang dapat didiagnosis dengan pemeriksaan ini karena diduga tidak terlalu sensitif. 3. Biopsi jaringan Dilakukan terutama pada penderita TB kelenjar leher dan bagian lainnya, dimana dari hasil terdapat gambaran perkejuan dengan sel langerhan akan tetapi bukanlah merupakan diagnosis positif dari tuberkulosis oleh karena dasar dari diagnosis yang positif adalah ditemukannya kuman

mycobacterium tuberkulosa. 4. Bronkoskopi

Hasil dari biopsi pleura dapat memperlihatkan suatu gambaran dan dapat digunakan untuk bahan pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA). 5. Tes tuberculosis Tes mantouk diberikan dengan menyuntikan 0,1 cc Derivat Protein Murni (PPD) secara intra muskuler (IM), kemudian dapat terlihat dalam 48 72 jam setelah dites, dikatakan positif bila diameter durasi lebih besar dari 10 mm. Gambar berikut ini merupakan gambaran pemeriksaan tes mantouk. 6. Tes Peroksida Anti Peroksidase (PAP) Merupakan uji serologi imunoperoksidase mengunakan alat histogen imunoperoksidase skrining untuk menentukan IgG sepesifik terhadap basil tuberkulosis paru. 7. ELISA ( Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) terhadap serum : bila positive lebih aman diulangi untuk dikonfirmasi. Bila tes kedua negative, lakukan tes dua kali lagi utuk memastikan bahwa hasil positive bukan merupakan kesalahan. Di Negara miskin hanya dapat dilakukan satu kali tes dan langsung ditentukan hasilnya.

11.

Apa diagnosis kerja untuk kasus ini? Dan bagaimana cara penegakkan diagnosisnya? Penegakkan diagnosis pasien tuberkulosis dengan : 1. Anamnesis Identitas pasien Nama, usia (balita atau orang tua), pekerjaan, tempat tinggal (sosioekonomi rendah) Keluhan utama Batuk darah massive. Keluhan tambahan

Sesak napas, demam ringan, penurunan berat badan dan nafsu makan menurun. Riwayat penyakit lain HIV. 2. Pemeriksaan fisik Inspeksi : Sakit berat, pucat, pembesaran limfa nodul di leher kanan.

Auskultasi : Ronki basah, vesikular meningkat

3. Pemeriksaan laboratorium Untuk tuberculosis paru pada orang dewasa, maka perlu dilakukan : Pemeriksaan dahak mikroskopis (cara diagnosis utama) BTA (-) Pemeriksaan darah rutin Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan proses kronis dan disertai LED yang tinggi (salah satu tanda infeksi). 4. Pemeriksaan penunjang Foto toraks Infiltrat dengan lokasi dilapangan atas paru (apeks) kanan.

12.

Apa etiologi dan faktor resiko dari kasus ini?


Tuberculosis : Mycobacterium tuberculosis adalah suatu jenis kuman yang

berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam. MTB memiliki dinding yang sebagian besar terdiri atas lipid, kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan asam dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin ( dapat tahan bertahun - tahun dalam lemari es ) dimana kuman

dalam keadaan dormant. Dari sifat ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi. Kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag didalam jaringan. Makrofag yang semula memfagositosis kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit

tuberculosis.

Kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag di dalam jaringan. Makrofag yang semula memfagositosis kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal lain, sehingga bagian apikal ini paru lebih tinggi dari bagian merupakan tempat predileksi

penyakit tuberkulosis 2. Faktor resiko5-7 Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya TB dibagi menjadi faktor risiko infeksi dan faktor risiko menjadi penyakit. Risiko infeksi TB Faktor risiko terjadinya infeksi TB yang utama adalah : anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TB aktif. Berarti, bayi dari

seorang ibu dengan BTA sputum positif memiliki risiko tinggi terinfeksi TB. Semakin dekat bayi tersebut dengan ibunya, makin besar pula kemungkinan bayi tersebut terpajan droplet nuclei yang infeksius. Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak-anak akan lebih tinggi lagi jika orang dewasa tersebut selain mempunyai BTA sputum positif juga terdapat infiltrat yang luas pada lobus atas atau kavitas, produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara yang tidak baik. Faktor risiko lainnya antara lain : daerah endemis, penggunaan obatobatan intravena, kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat ( tempat penampungan atau panti perawatan ). Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa disekitarnya. Hal ini disebabkan karena kuman TB sangat jarang ditemukan dalam sekret endobronkial dan jarang terdapat batuk. Risiko penyakit TB Orang yang telah terinfeksi kuman TB, tidak selalu akan menderita penyakit TB. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan progresi infeksi TB menjadi sakit TB antara lain : Usia. Anak usia < 5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit Tb, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna ( imatur ). Namun, risiko sakit TB akan berkurang secara bertahap seiring pertambahan usia. Pada bayi usia < 1 tahun yang terinfeksi TB, 43%-nya akan menjadi sakit TB, sedangkan pada anak usia 1-5 tahun, yang menjadi sakit hanya 24%. Pada usia remaja 15% dan pada dewasa 5-10%. Anak < 5 tahun memiliki risiko lebih tinggi mengalami TB diseminata ( seperti TB milier dan TB meningitis ), dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Risiko tertinggi terjadinya progresivitas TB adalah pada dua tahun pertama

setelah infeksi. Pada bayi, rentang waktu antara terjdinya infeksi dan timbulnya sakit TB sangat singkat dan biasanya timbul gejala yang akut. Faktor risiko yang lain adalah konversi tes tuberculin dalam 1-2 tahun terakhir, malnutrisi, keadaan imunokompromais ( misal infeksi HIV, keganasan, tranplantasi organ, pengobatan iminosupresi ), diabetes mellitus, gagal ginjal kronik dan silicosis. Pada infeksi HIV, terjadi kerusakan imun sehingga kuman TB yang dorman mengalami aktivasi. Pandemi infeksi HIV dan AIDS menyebabkan peningkatan pelaporan TB secara bermakna dibeberapa Negara. Status sosio ekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan hunian, pengangguran, pendidikan yang rendah dan kurangnya dana untuk pelayanan masyarakat juga mempengaruhi timbulnya penyakit TB di negar berkembang. Di Negara maju, migrasi penduduk termasuk faktor risiko. HIV Etiologi: retrovirus RNA yang disebut Human Immunodefficiency Virus (HIV) Factor resiko: homoseksual pria dan biseksual, penyalahgunaan obat intravena, pasien yang ditransfusi dengan produk darah(hemofilia), heteroseksual yang aktif secara seksual Tabel 1. Faktor resiko infeksi TB dan faktor resiko penyakit TB Faktor resiko infeksi TB Anak-anak yang terekspose dengan orang dewasa resiko tinggi Orang asing yang lahir di negara prevalensi tinggi Orang-orang yang miskin dan kumuh, terutama di kota-kota besar Orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal Orang-orang pengguna obat-obatan suntik

Petugas kesehatan yang merawat pasien beresiko tinggi Faktor resiko penyakit TB Bayi dan anak-anak usia 4 tahun, terutama usia < 2 tahun Dewasa dan dewasa muda Pasien dengan infeksi penyertanya HIV Orang dengan tes kulit konversi 1 2 tahun yang lalu Orang dengan imunokompromais, terutama kasus keganasan dan

tranplantasi organ, pengobatan imunosupresif, diabetes melitus, gagal ginjal kronik, silikosis dan malnutrisi. ( Dikutip dari : Nelson textbook of pediatrics. 17th ed. Philadelphia : saunders, 2004; 197 : 958-72

13.

Bagaimana epidemiologi untuk kasus ini? (HIV disertai TB)

Jumlah kasus TB HIV meningkat2 kali lipat pada tahun2007. Th 2006 : 0,7 juta, Th 2007 : 1,37 juta Daerah dengan prevalensi tinggi: Sub-Sahara Afrika (28, 5 juta) Indonesia ; beberapa daerah tertentu di:Papua, Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat, Bali, Kepri, Kalimantan Barat, Jawa Tengah dan Sumatra Utara TB adalah penyebab kematian tertinggi penderita AIDS Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk.

14.

Bagaimana mekanisme abnormalitas yang terjadi dari hasil pemeriksaan fisik, radiologi dan laboratorium? Pucat. Pucat terjadi akibat tuan X mengalami anemia sehingga jumlah oksigen dalam hb yang dibawa ke jaringan perifer akan menurun sebagai mekanisme kompensasi untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada organ utama tubuh. Akibat berkurangya jumlah hemoglobin dan oksigen maka kulit akan terlihat pucat. Penurunan berat badan dalam kasus ini terjadi akibat pasien mengalami anorexia. Pada infeksi M. Tbc, system imun akan menghasilkan TNF alpha dan IL-2 yang pada akhirnya akan menyebabkan anorexia dan penurunan berat badan, selain itu M. Tbc akan menghasilkan cachexin yang juga akan menekan nafsu makan sehingga berat badan turun dan BMI jatuh di b awah normal. RR : 36 x/minute Peningkatan nafas terjadi sebagai upaya kompensasi akibat anemia. Pada kasus kita ketahui bahwa pasien mengalami anemia. Akibat rendahnya jumlah hb, maka tubuh akan melakukan kompensasi berupa peningkatan kecepatan nafas supaya jumlah oksigen yang diikat oleh hb yang rendah tersebut menjadi meningkat. Selian itu akibat adanya infeksi dan terbentuknya jaringan parut pada paru akibat mekanisme imun, akan terjadi peningkatan ventilasi akibat menurunya kemampuan difusi oksigen dan CO2 pada paru yang mengalami kerusakan Temp : 37,8 C Suhu meningkat akibat terjadinya proses inflamasi. Infeksi akan mengakibatkan dihasilkanya prostaglandin yang me naikan thermostat suhu di hipotalamus sehingga suhu naik sebagai upaya kompensasi menghambat pertumbuhan bakteri.

Demam khas pada Tb adalah demam ringan, hal ini dikarenakan M.Tb dapat hidup dalam makrofag dan menghindari system imun selular maupun humoran karena menghasilkan beberapa factor virulensi yang akan menghambat peran system imun yang dalam kelanjutanya akan menghambat pembentukan prostaglandin. Seperti adanya cord factor yang menghambat migrasi PMN, kadar lipid yang tinggi di sel yang membuat M. Tb tahan terhadap antibody, lisis osmotic via komplemen, dan leptoarabinominan yang membuat M. Tb bisa hidup dalam makrofag dan tidak terdeteksi oleh imun. Pembesaran KGB terjadi akibat meluasnya Tb atau disebut Tb ekstra paru. Saat mikobakterium berhasil lolos dari jaringan granuloma yang dibentuk makrofag di paru, maka mikobakterium dapat menyebar ke percabangan trakeobronkial dan masuk ke pembuluh limfe para hilus. Dari pembuluh limfe ini mikobakterium akan dibawa ke kgb di leher. Akibat besarya infeksi yang terjadi di KGB sebagai pertahanan pertama tubuh terhadap infeksi, maka KGB akan membesar. KGB di leher merupakan salah satu lini pertama dari menetralisir infeksi. Stomatitis merupakan infeksi oportunis yang terjadi di mukosa mulut akibat rendahnya kadr CD4 peningkatan suara veskikular pada salah satu bidang paru terjadi akibat adanya kelainan pada bagian paru yang bersangkutan dan atau juga karena adanya infiltrate pada bagian paru tersebut. Ronki basah sedang terdengar ketika suara inspirasi melewati paru yang tertimbun oleh cairan yang dibentuk pada proses inflamasi berupa timbunan bakteri yang mati, PMN atau makrofag yang mati dan juga jaringan yang dilisiskan. Hb ; 8, menunjukkan adanya anemia. Hal ini dapat terjadi akibat penurunan nafsu makan sehingga rendahnya asupan

nutrisi dalam hal ini protein yang dib utuhkan untuk membuat globin. Adanya muntah darah massif juga dapat mengkibatkan terjadinya anemia. Adanya tb ekstra paru ke sumsum tulang dapat juga mengakibatkan anemia karena penekanan pada produksi RBC. Peningkatan LED terjadi akibat adanya infeksi Peningkatan neutrofil juga menunjukkan adanya infeksi. HIV + dan CD4 140 adalah bukti bahwa pada penderita telah mengalami HIV. Penurunan kadar CD4 terjadi akibat virus HIv yang menyerang CD4 dan men jadikanya sebagai inang. Ketika replikasi telah berhasil, maka CD4 akan dilisiskan. Inilah mengapa CD4 menjadi menurun. Infiltrat di paru atas kanan. Infiltrat terjadi akibat akumulasi cairan di paru dan juga bentukan radang granulomatus dan tuberkel yang terjadi akibat mekanisme tubuh dalam hal ini makrofag untuk membatasi invasi m. Tbc 15. Bagaimana patogenesis penyakit ini? (HIV AIDS, TB)

Pathogenesis of TB Infection and Disease.

Droplet nuclei containing tubercle bacilli are inhaled, enter the lungs, and travel to the alveoli.

Tubercle bacilli multiply in the alveoli.

A small number of tubercle bacill enter the bloodstream and spread throughout the body. The bacilli may reach any part of the body, including areas where TB disease is more likely to develop (such as the lungs, kidneys, brain, or bone).

Within 2-10 weeks, the immune system produces special immune cells called macrophages that surround the tubercle bacilli. The cells form a hard shell that keeps the bacilli contained and under control (TB infection)

If the immune system cannot keep the bacilli under control, the bacilli begin to multiply rapidly (TB disease). This process can occur in different places in the body, such as the lungs, kidneys, brain, or bone (see diagram in box 3).

16.

Bagaimana patofisiologi untuk kasus ini? (WD gejala) (habibi, leo, kiki ami)
HIV/AIDS Sistem imun tubuh Timbul infeksi oportunistik Infeksi TBC Infeksi kandida stomatitis

pembesaran KGB neutrofil,makrofag IL1,IL6,TNF Set point demam

infeksi meluas

granuloma menghancurkan jar.ikat

anorexia
BB

berkeringat>>

nekrosis(pengkijuan)
terbentuk kavitas infiltrsasi jar.fibroblas kavitas menebal sclerotik

reflex batuk

erosi p.darah bronkus


batuk berdarah

mengeluarkan pengkijuan

sesak nafas

vesikuler sound

17.

Bagaimana staging dan manifestasi klinik untuk kasus ini?

Gejala sistemik/umum:

Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.

Penurunan nafsu makan dan berat badan. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Gejala ini sering ditemukan. Batuk terjadi karena ada iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang keluar produk produk radang. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu minggu atau berbulan bulan sejak awal peradangan 2. Sifat batuk dimulai dari batuk kering ( non-produktif ) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif ( menghasilkan sputum ). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus 2.

Perasaan tidak enak (malaise), lemah. Nafsu makan berkurang. Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas, dan tidak naik setelah penanganan gizi adekuat.

Diare kronik yang tidak ada perbaikan setelah ditangani.

Gejala khusus:

Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.

Kalau ada cairan dirongga pleura, dapat disertai dengan keluhan sakit dada.

Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Stadium TBC 1. Kelas 0 Tidak ada jangkitan tuberkulosis, tidak terinfeksi (tidak ada riwayat terpapar, reaksi terhadap tes kulit tuberkulin tidak bermakna). 2. Kelas 1 Terpapar tuberkulosis, tidak ada bukti terinfeksi (riwayat pemaparan, reaksi tes tuberkulosis tidak bermakna) 3. Kelas 2 Ada infeksi tuberkulosis, tidak timbul penyakit (reaksi tes kulit tuberkulin bermakna, pemeriksa bakteri negatif, tidak bukti klinik maupun radiografik). Status kemoterapi (pencegahan) : Tidak ada Dalam pengobatan kemoterapi Komplit (seri pengobatan dalam memakai resep dokter) Tidak komplit

4. Kelas 3 Tuberkuosis saat ini sedang sakit (Mycobacterium tuberkulosis ada dalam biakan, selain itu reaksi kulit tuberkulin bermakna dan atau bukti radiografik tentang adanya penyakit). Lokasi penyakit : paru, pleura,

limfatik, tulang dan/atau sendi, kemih kelamin, diseminata (milier), menigeal, peritoneal dan lain-lain. Status bakteriologis : a. Positif dengan : Mikroskop saja Biakan saja Mikroskop dan biakan

b. Negatif dengan : Tidak dikerjakan

Status kemoterapi : Dalam pengobatan kemoterapi sejak kemoterapi diakhiri, tidak lengkap reaksi tes kulit tuberkulin : a. Bermakna b. Tidak bermakna 5. Kelas 4 Tuberkulosis saat ini tidak sedang menderita penyakit (ada riwayat mendapat pengobatan pencegahan tuberkulosis atau adanya temuan radiografik yang stabil pada orang yang reaksi tes kulit tuberkulinya bermakna, pemeriksaan bakteriologis, bila dilakukan negatif. Tidak ada bukti klinik tentang adanya penyakit pada saat ini). Status kemoterapi : a. Tidak mendapat kemoterapi b. Dalam pengobatan kemoterapi c. Komplit d. Tidak komplit 6. Kelas 5 Orang dicurigai mendapatkan tuberkulosis (diagnosis ditunda) Kasus kemoterapi : a. Tidak ada kemoterapi

b. Sedang dalam pengobatan kemoterapi.

Stadium Klinis HIV/AIDS Untuk Dewasa Dan Remaja Stadium Klinis HIV/AIDS Untuk Dewasa dan Remaja adalah sebagai berikut : 1.Infeksi primer HIV a) Asimptomatik b) Sindroma retroviral akut 2.Stadium Klinis 1 a) Asimptomatik b) Limfadenopati meluas persisten 3.Stadium Klinis 2 a) Berat badan menurun yang sebabnya tidak dapat dijelaskan b) Infeksi saluran napas berulang (sinusitis, tonsilitis, bronkitis, otitis media, a) faringitis) b) Herpes zoster c) Cheilits angularis d) Ulkus mulut berulang e) Pruritic papular eruption (PPE) f) Dermatitis seboroika g) Infeksi jamur kuku 4.Stadium Klinis 3 a) Berat badan menurun yang tidak dapat dijelaskan sebabnya ( > 10%) b) Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan sebabnya lebih dari 1 bulan c) Demam yang tidak diketahui sebabnya (intermiten maupun tetap selama a) lebih dari 1 bulan) d) Kandidiasis oral persisten e) Oral hairy leukoplakia f) Tuberkulosis (TB) paru g) Infeksi bakteri yang berat (empiema, piomiositis, infeksi tulang atau sendi, b) meningitis, bakteriemi selain pneumonia) h) Stomatitis, gingivitis atau periodontitis ulseratif nekrotikans yang akut

i) Anemia (Hb < 8 g/dL), netropeni (< 500/mm3), dan/atau trombositopeni kronis c) (< 50.000/mm3) yang tak dapat diterangkan sebabnya 5.Stadium Klinis 4 a) HIV wasting syndrome (berat badan berkurang >10% dari BB semula, disertai d) salah satu dari diare kronik tanpa penyebab yang jelas (>1 bulan) atau e) kelemahan kronik dan demam berkepanjangan tanpa penyebab yang jelas). b) Pneumonia pneumocystis c) Pneumonia bakteri berat yang berulang d) Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial, anorektal atau genital lebih dari f) sebulan atau viseral dimanapun) e) Kandidiasis esofagus (atau di trakea, bronkus atau paru) f) Tuberkulosis ekstra paru g) Sarkoma Kaposi h) Infeksi Cytomegalovirus (retinistis atau infeksi organ lain) i) Toksoplasmosis susunan saraf pusat j) Ensefalopati HIV k) Kriptokokus ekstra paru termasuk meningitis l) Infeksi mikobakterium non-tuberkulosis yang luas (diseminata) m) Progressive multifocal leucoencephalopathy n) Kriptosporidiosis kronis o) Isosporiosis kronis p) Mikosis diseminata (histoplasmosis, koksidioidomikosis, penisiliosis ekstra g) paru) q) Septikemi berulang (termasuk salmonella non-tifoid) r) Limfoma (otak atau non-Hodgkin sel B) s) Karsinoma serviks invasif t) Leishmaniasis diseminata atipikal

18.

Bagaimana tatalaksana untuk kasus ini? Usulan

Keadaan

TB paru dengan CD4 di bawah 200 atau limfosit total di bawah 1.200, atau TB di luar paru TB paru dengan CD4 200-350, atau CD4/limfosit tidak diketahui

Mulai OAT Mulai ART segera setelah tidak ada keluhan dengan OAT Mulai OAT Mempertimbangkan ART setelah selesai fase intensif OAT

TB paru dengan CD4 di atas 350

Mulai OAT Mempertimbangkan ART setelah terapi TB selesai

Penatalaksanaan Pasien TB Promotif Memberikan penyuluhan dan penjelasan mengenai penularan penyakit, faktor-faktor resiko, dan cara untuk mencegahnya. Kuratif Prinsip pengobatan TB paru:

Pengobatan sekurang-kurangnya menggunakan 2 macam OAT.


Guna mencegah terjadinya relaps dan resistensi.

Pengobatan dibagi menjadi 2 fase: Fase awal( efek bakterisidal)


dan Fase lanjutan(efek sterilisasi).

Panduan yang diberikan sebaiknya panduan jangka pendek 6


bulan.

Lakukan uji resistensi pada kasus gagal dan kambuh. Pemberian dosis berdasarkan berat badan.
Regimen pengobatan berdasarkan kategori WHO

Kategori

Kriteria penderita

Regimen pengobatan

Fase awal

Fase lanjutan

Kasus BTA (+) Kasus BTA (-)

baru

2 RHZE (RHZS) 2 RHZE (RHZS)

6 EH 4 RH 4 R3H3*

baru

2 RHZE (RHZS)*

Ro (+) sakit berat Kasus berat II Kasus BTA positif Kambuh Gagal Putus berobat III Kasus BTA (-) TBEP ringan IV Kasus kronik baru 2 RHZ (E) 2 RHZ (E) 2 RHZ* (E) 6 EH 4 RH 4 R3H3* 2 RHZES / 1 RHZE 2 RHZES / 1 RHZE* 5 RHE 5 R3H3E3* TBEP

Rujuk ke spesialis untuk mendapatkan obat-obat sekunder

*yang diterapkan di Indonesia Pada kasus Tn. X, kategori pengobatan yang diberikan padanya berdasarkan kriteria WHO adalah kategori 3, di mana kategori ini berisisi batasan pada kasus baru dengan BTA yang masih negatif (-).

19. -

Bagaimana prognosis pasien? Vitam: malam Fungsionam: dubia et malam

20.

Apa komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien?

Komplikasi HIV Pulmonary complications Pneumonia Tuberculosis Mycobacterium avium complex Fungal infection (Cryptococcus)

CNS complication Cryptococcal meningitis Cerebral toxoplasmosis

Peripheral neuropathy and myelopathy

Ocular disease CMV retinitis

Tumors Caposi sarcoma Non-Hodgkins lymphoma

Oesophageal candidiasis

Komplikasi TB TB paru yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, poncets arthropathy Komplikasi lanjut : obstruksi jalan nafas SOFT, kerusakan parenkim berat fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal nafas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

21.

Apa tindakan preventif ?

Beberapa cara untuk mencegah penluaran penyakit HIV AIDS yaitu : 1. Tidak melakukan hubungan seks pra nikah atau hubungan seks bebas. 2. Saling setia, hanya melakukan hubungan seks dengan pasangan yang sah. 3. Menggunakan kondom bila melakukan hubungan beresiko. 4. Tolak penggunaan narkoba ,khususnya narkoba suntik. 5. Jangan memakai jarum suntik bersama. Pencegahan Penyebaran TBC Yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC, hal yang paling efektif adalah mengurangi penderita TBC. Ada dua cara yang dilakukan pada saat ini dalam mengatasi penyebaran, yaitu terapi dan imunisasi.

Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi DOTS. Dalam hal ini ada tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan dan melakukan pengawasan langsung.

Cara kedua adalah imunisasi. Imunisasi akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit TBC. Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama BCG (Bacillus Calmette Guerin) terbuat dari bakteri Mycobacteria Tubercolusis strain BCG. Bakteri ini menyebabkan TBC pada sapi, tapi tidak pada manusia. Vaksin BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup. Di Indonesia diberikan kepada balita sebelum berumur dua bulan.

22.

Bagaimana KDU untuk kasus ini? Kemampuan 4 yaitu, mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.

IV. HIPOTESIS Mr. X, 30 tahun, supir truk terkena HIV dan menderita hemaptoe akibat TB paru BTA negatif

KERANGKA KONSEP
Tato tuan X, 30 tahun, supir (HIV +)

Stomatitis

Defisiensi CD4

Infeksi oportunistik (TB) Limfadenepati Sesak nafas

Infiltrat apeks paru kanan

Ruptur Pembuluh darah

Cachexin

Secret bronkus

hemaptoe Anemia

Penurunan nafsu makan

Ronki basah Batuk produktif

Pucat

Penurunan BB

SINTESIS A. Anatomi Sistem Respirasi

Sistem respirasi dibedakan menjadi dua saluran yaitu, saluran nafas bagian atas dan saluran nafas bagian bawah. Saluran nafas

bagian atas terdiri dari: rongga hidung, faring dan laring. Saluran nafas bagias bawah terdiri dari trakea, bronkus, bronkiolus, dan paru-paru.

1. Saluran Nafas Bagian Atas

a. Hidung Hidung atau naso adalah saluran pernafasan yang pertama. Ketika proses pernafasan berlangsung, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung akan menjalani tiga proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan pelembaban. Hidung terdiri atas bagian- bagian sebagai berikut:

Bagian luar dinding terdiri dari kulit. Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan. Lapisan dalam terdiri dari selaput lender yang berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung ( konka nasalis ), yang berjumlah 3 buah yaitu: konka nasalis inferior, konka nasalis media, dan konka nasalis superior.

Diantara konka nasalis terdapat 3 buah lekukan meatus, yaitu: meatus superior, meatus inferior dan meatus media. Meatus-meatus ini yang dilewati oleh udara pernafasan , sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak yang disebut koana.

Dasar rongga hidung dibentuk oleh rahang atas ke atas rongga hidung berhubungan dengan rongga yang disebut sinus paranasalis yaitu sinus maksilaris pada rahang atas, sinus frontalis pada tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji, dan sinus etmoidalis pada rongga tulang tapis.

Pada sinus etmoidalis keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju ke konka nasalis . Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman , sel tersebut terutama terdapat pada di bagian atas. Pada hidung di bagian mukosa terdapat serabut saraf atau reseptor dari saraf penciuman ( nervus olfaktorius ).

Di sebelah konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit-langit terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan rongga pendengaran tengah . Saluran ini disebut tuba auditiva eustachi yang menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring. Hidung juga berhubungan dengan saluran air mata atau tuba lakrimalis.

Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir di sekresi secara terus-menerus oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia.

b. Faring

Merupakan pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius). Nasofaring terletak tepat di belakang cavum nasi , di bawah basis crania dan di depan vertebrae cervicalis I dan II. Nasofaring membuka bagian depan ke dalam cavum nasi dan ke bawah ke dalam orofaring. Tuba eusthacius membuka ke dalam didnding lateralnya pada setiap sisi. Pharyngeal tonsil (tonsil nasofaring) adalah bantalan jaringan limfe pada dinding posteriosuperior nasofaring. Orofaring Merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah). Orofaring adalah gabungan sistem respirasi dan pencernaan , makanan masuk dari mulut dan udara masuk dari nasofaring dan paru. Laringofaring(terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan) Laringofaring merupakan bagian dari faring yang terletak tepat di belakang laring, dan dengan ujung atas esofagus.

c. Laring (tenggorok) Saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara. Pada bagian pangkal ditutup oleh sebuanh empang tenggorok yang disebut epiglottis, yang terdiri dari tulang-tulanng rawan yang berfungsi ketika menelan makanan dengan menutup laring. Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas esopagus. Cartilago / tulang rawan pada laring ada 5 buah, terdiri dari sebagai berikut: Cartilago thyroidea 1 buah di depan jakun ( Adams apple) dan sangat jelas terlihat pada pria. Berbentuk V, dengan V menonjol kedepan

leher sebagai jakun. Ujung batas posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligamen thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat beratikulasi dengan bagian luar cartilago cricoidea. Cartilago epiglottis 1 buah. Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring. Cartilago cricoidea 1 buah yang berbentuk cincin. Cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah cartilago tyroidea, dihubungkan dengan cartilago tersebut oleh membrane cricotyroidea. Cornu inferior cartilago thyroidea

berartikulasi dengan cartilago tyroidea pada setiap sisi. Membrana cricottracheale menghubungkan batas bawahnya dengan cincin trachea I. Cartilago arytenoidea 2 buah yang berbentuk beker. Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago cricoidea. Plica vokalis pada tiap sisi melekat dibagian posterio sudut piramid yang menonjol kedepan Laring dilapisi oleh selaput lender , kecuali pita suara dan bagian epiglottis yang dilapisi olehsel epithelium berlapis.

2. Saluran Nafas Bagian Bawah

a.

Trachea atau Batang

tenggorok Merupakan tabung

fleksibel dengan panjang kirakira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. trachea berjalan dari

cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.

b. Bronchus Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kirakira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah.

Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru yaitu alveolus.

c. Paru-Paru Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri atas gelembung-

gelembung kecil ( alveoli ). Alveolus yaitu tempat

pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan

respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn. Paru-paru dibagi menjadi dua bagian, yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari 3 lobus ( lobus pulmo dekstra superior, lobus pulmo dekstra media, lobus pulmo dekstra inferior) dan paru-paru kiri yang terdiri dari 2 lobus ( lobus sinistra superior dan lobus sinistra inferior). Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil yang bernama segmen. Paru-paru kiri memiliki 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior dan lima lobus inferior. Paru-paru kiri juga memiliki 10 segmen, yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.

Letak paru-paru di rongga dada datarnya menghadap ke tengah rongga dada / kavum mediastinum.. Pada bagian tengah terdapat tampuk paruparu atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung.

Paru-paru dibungkus oleh selapus tipis yang pernama pleura . Pleura dibagi menjadi dua yaitu pleura visceral ( selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru dan pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua lapisan ini terdapat rongga kavum yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum/ hampa udara.

Suplai Darah Setiap arteria pulmonalis, membawa darah deoksigenasi dari ventrikel kanan jantung, memecah bersama dengan setiap bronkus menjadi cabang-cabang untuk lobus, segmen dan lobules. Cabang-cabang terminal berakhir dalam sebuah jaringan kapiler pada permukaan setiap alveolus. Jaringan kapiler ini mengalir ke dalam vena yang secara progresif makin besar, yang akhirnya membentuk vena pulmonalis, dua pada setiap sisi, yang dilalui oleh darah yang teroksigenasi ke dalam atrium kiri jantung. Artheria bronchiale yang lebih kecil dari aorta menyuplai jaringan paru dengan darah yang teoksigenasi.

B. Fisiologi sistem respirasi

Respirasi dibagi menjadi 2 bagian , yaitu respirasi eksternal dimana proses pertukaran O2 & CO2 ke dan dari paru ke dalam O2 masuk ke dalam darah dan CO2 + H2O masuk ke paru paru darah. kemudian dikeluarkan dari tubuh dan respirasi internal/respirasi sel dimana proses pertukaran O2 & peristiwaCO2 di tingkat sel biokimiawi untuk proses kehidupan.

Proses pernafasan terdiri dari 2 bagian, yaitu sebagai berikut : Ventilasi pulmonal yaitu masuk dan keluarnya aliran udara antara atmosfir dan alveoli paru yang terjadi melalui proses bernafas

(inspirasi dan ekspirasi) sehingga terjadi disfusi gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveoli dan kapiler pulmonal serta ransport O2 & CO2 melalui darah ke dan dari sel jaringan. Mekanik pernafasan Masuk dan keluarnya udara dari atmosfir ke dalam paru-paru dimungkinkan olen peristiwa mekanik pernafasan yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi (inhalasi) adalah masuknya O2 dari atmosfir & CO2 ke dlm jalan nafas. Dalam inspirasi pernafasan perut, otot difragma akan berkontraksi dan kubah difragma turun ( posisi diafragma datar ), selanjutnya ruang otot intercostalis externa

menarik dinding dada agak keluar, sehingga volume paru-paru membesar, tekanan dalam paru-paru akan menurun dan lebih rendah dari lingkungan luar sehingga udara dari luar akan masuk ke dalam paru-paru. Ekspirasi (exhalasi) adalah keluarnya CO2 dari paru ke atmosfir melalui jalan nafas. Apabila terjadi pernafasan perut, otot difragma naik kembali ke posisi semula ( melengkung ) dan muskulus intercotalis interna relaksasi. Akibatnya tekanan dan

ruang didalam dada mengecil sehingga dinding dada masuk ke dalam udara keluar dari paru-paru karena tekanan paru-paru

meningkat.

Transportasi gas pernafasan a. Ventilasi Selama inspirasi udara mengalir dari atmosfir ke alveoli. Selama ekspirasi sebaliknya yaitu udara keluar dari paru-paru. Udara yg masuk ke dalam alveoli mempunyai suhu dan kelembaban atmosfir. Udara yg dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu sama dengan tubuh. b. Difusi Yaitu proses dimana terjadi pertukaran O2 dan CO2 pada pertemuan udara dengan darah. Tempat difusi yg ideal yaitu di membran

alveolar-kapilar karena permukaannya luas dan tipis. Pertukaran gas antara alveoli dan darah terjadi secara difusi. Tekanan parsial O2 (PaO2) dalam alveolus lebih tinggi dari pada dalam darah O2 dari alveolus ke dalam darah. Sebaliknya (PaCO2) darah > (PaCO2) alveolus sehingga perpindahan gas tergantung pada luas permukaan dan ketebalan dinding alveolus. Transportasi gas dalam darah O2 perlu ditrasport dari paru-paru ke jaringan dan CO2 harus ditransport kembali dari jaringan ke paru-paru. Beberapa faktor yg

mempengaruhi dari paru ke jaringan , yaitu: o Cardiac out put.

o Jumlah eritrosit. o Exercise o Hematokrot darah, akan meningkatkan vikositas darah mengurangi transport O2 menurunkan CO. c. Perfusi pulmonal Merupakan aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal dimana O2 diangkut dalam darah membentuk ikatan (oksi Hb) /

Oksihaemoglobin (98,5%) sedangkan dalam eritrosit bergabung dgn Hb dalam plasma sbg O2 yg larut dlm plasma (1,5%). CO2 dalam darah ditrasportasikan sebagai bikarbonat, alam eritosit sebagai natrium bikarbonat, dalam plasma sebagai kalium bikarbonat , dalam larutan bergabung dengan Hb dan protein plasma. C02 larut dalam plasma sebesar 5 7 % , HbNHCO3 Carbamoni Hb (carbamate) sebesar 15 20 % , Hb + CO2 HbC0 bikarbonat sebesar 60 80% .

Pengukuran volume paru Fungsi paru, yg mencerminkan mekanisme ventilasi disebut volume paru dan kapasitas paru. Volume paru dibagi menjadi : o Volume tidal (TV) yaitu volume udara yang dihirup dan

dihembuskan setiap kali bernafas. o Volume cadangan inspirasi (IRV) , yaitu volume udara maksimal yg dapat dihirup setelah inhalasi normal. o Volume Cadangan Ekspirasi (ERV), volume udara maksimal yang dapat dihembuskan dengan kuat setelah exhalasi normal. o Volume residual (RV) volume udara yg tersisa dalam paru-paru setelah ekhalasi maksimal.

Kapasitas Paru o Kapasitas vital (VC), volume udara maksimal dari poin inspirasi maksimal.

o Kapasitas inspirasi (IC) Volume udara maksimal yg dihirup setelah ekspirasi normal. o Kapasitas residual fungsiunal (FRC), volume udara yang tersisa dalam paru-paru setelah ekspirasi normal. o Kapasitas total paru (TLC) volume udara dalam paru setelah inspirasi maksimal.

Pengaturan pernafasan Sistem kendali memiliki 2 mekanismne saraf yang terpisah yang mengatur pernafasan. Satu system berperan mengatur pernafasan volunter dan system yang lain berperan mengatur pernafasan otomatis. 1. Pengendalian Oleh saraf Pusat ritminitas di medula oblongata langsung mengatur otot otot pernafasan. Aktivitas medulla dipengaruhi pusat apneuistik dan pnemotaksis. Kesadaran bernafas dikontrol oleh korteks serebri. Pusat Respirasi terdapat pada Medullary Rhythmicity Area yaitu area inspirasi & ekspirasi, mengatur ritme dasar respirasi , Pneumotaxic Area terletak di bagian atas pons dan berfungsi untuk membantu koordinasi transisi antara inspirasi & ekspirasi, mengirim impuls inhibisi ke area inspirasi paru-paru terlalu mengembang, dan Apneustic Area yang berfungsi membantu koordinasi transisi antara inspirasi & ekspirasi dan mengirim impuls ekshibisi ke area inspirasi. 2. Pengendalian secara kimia pernafasan dipengaruhi oleh : PaO2, pH, dan PaCO2. Pusat khemoreseptor : medula, bersepon terhadap perubahan kimia pd CSF akibat perub kimia dalam darah. Kemoreseptor perifer : pada arkus aortik dan arteri karotis

C. Histopatologi Sistem Respirasi

1. Rongga Hidung

Rongga Hidung terdiri dari dua struktur yaitu vestibulum di luar dan fosa nasalis di dalam Vestibulum Di dalam vestibulum, epitelnya tidak berlapis tanduk lagi dan beralih menjadi epitel respirasi. Epitel respirasi terdiri dari lima jenis sel. Sel silindris bersilia adalah sel yang terbanyak. sel terbanyak kedua adalah sel goblet mukosa,selanjutnya adalah sel basal dan jenis sel terakhir adalah sel granul kecil,yang mirip dengan sel basal kecuali pada sel ini terdapat banyak granul. Fosa Nasalis Dari masing masing dinding lateral keluar tiga tonjolan tulang mirip rak yang disebut Konka yang tediri dari konka superior, konka media dan konka inferior. Konka media dan konka inferior yang ditutupi oleh epitel respirasi, dan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius khusus. Celah celah kecil yang terjadi akibat adanya

konkamemudahkan pengkondisian udara inspirasi. 2. Sinus Paranasal Adalah rongga tertutup dalam tulang frontal, maksila,etmoid,dan sphenoid. Sinus sinus ini dilapisi oleh sel respirasi yang lebih tipis dan sedikit mengandung sel goblet. Sinus pranasal berhubungan langsung dengan rongga hidung melalui lubang lubang kecil. 3. Nasofaring Adalah bagian pertama faring yang berlanjut sebagai orofaring kea rah kaudal. Dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum molle.

4. Laring Adalahtabung tak teratur yang menghubungkan faring dengan trakea. di dalam lamina propia, terdapat sejumlah tulang rawan laring. Yang lebih besar,seprti tiroid, krikoid, dan kebanyakan aritenoid merupakan tulang rawan hyaline. Tulang rawan yang lebih kecil seperti,

epiglottis,kuneiformis,kurnikulatum,dan ujung aritenoid merupakan tulang rawan elastic. 5. Trakea Trakea dilapisi mukosa respirasi yang khas. di dalam lamina trakea terdapat cincing tulang rawan hyaline berbentuk C yang menjaga agar lumen trakea tetap terbuka dan terdapat banyak kelenjer serumukosa yang menghasilkan mucus yang lebih cair. 6. Percabangan Bronkus a. Bronkus Trakea, bercabang menjadi dua bronkus. Setiap bronkus bercabang sebanyak 9 sampai 12 kali dan masing masing cabang semakin mengecil.Terdapat kelenjer getah bening terutama banyak dijumpai di tempat percabangan bronkus b. Bronkiolus Yaitu jalan intralobular berdiameter 5 mm atau kurang. tidak memiliki tulang rawan maupun kelenjer dalam mukosanya, hanya terdapat sebaran sel goblet di dalam epitel segmen awal. c. Bronkiolus Respiratorius Setiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi dua atau lebih bronkiolus respiratorius. mukosa bronkiolus terminalis identik dengan bronkiolus respiratoris, kecuali dindingnya yang banyak diselubungi alveolus. d. Duktus Alveolaris Makin ke distal dari pada bronkiolus respiratorius, jumlah muara alveolus ke dalam dinding alveolus semakin banyak dan saluran nafas tersebut dinamai duktus alveolaris. e. Alveolus Alveoli bertanggung jawab pada terbentuknya struktur berongga paru. Secara structural, alveolus menyerupai kantung kecil yang terbuka pada satu sisinya.

D. HIV HIV, yang merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus adalah Virus penyebab AIDS.

HIV terdapat di dalam cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi seperti di dalam darah, air mani atau cairan vagina

Sebelum HIV berubah menjadi AIDS, penderitanya akan tampak sehat dalam waktu kira-kira 5 sampai 10 tahun.

Walaupun tampak sehat, mereka dapat menularkan HIV pada orang lain melalui hubungan seks yang tidak aman, tranfusi darah atau pemakaian jarum suntik secara bergantian.

HIV dapat ditularkan melalui 3 cara, yaitu :

Hubungan seks (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi dengan orang yang telah terinfeksi HIV.

Transfusi darat atau penggunaan jarum suntik secara bergantian. Melalui Alat Suntik.

HIV tidak ditularkan melalui jabatan tangan, sentuhan, ciuman, pelukan, menggunakan peralatan makan/minum yang sama, gigitan nyamuk, memakai jamban yang sama atau tinggal serumah. Etiologi Penyebab penyakit HIV/AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus yang menyebabkan penurunan daya kekebalan tubuh. HIV termasuk genus retrovirus dan tergolong ke dalam family lentivirus. Infeksi dari family lentivirus ini khas ditandai dengan sifat latennya yang lama, masa inkubasi yang lama, replikasi virus yang persisten dan keterlibatan dari susunan saraf pusat (SSP). Sedangkan ciri khas untuk jenis retrovirus yaitu : dikelilingi oleh membran lipid, mempunyai kemampuan variasi genetik yang tinggi, mempunyai cara yang unik untuk replikasi serta dapat menginfeksi seluruh jenis vertebra.

Struktur HIV

Gambar 1 : Struktur HIV Envelope berisi: a. lipid yang berasal dari membran sel host. b. mempunyai 72 semacam paku yang dibuat dari gp 120 dan gp 41, setiap paku disebut trimer dimana terdiri dari 3 copy dari gp 120, gp 41. c. Protein yang sebelumnya terdapat pada membran sel yang terinfeksi. d. gp 120 : glikoprotein yang merupakan bagian dari envelope (sampul) yang tertutup oleh molekul gula untuk melindungi dari pengenalan antibodi, yang berfungsi mengenali secara spesifik reseptor dari permukaan target sel dan secara tidak langsung berhubungan dengan membran virus lewat membran glikoprotein. e. gp 41 : transmembran glikoprotein yang berfungsi melakukan trans membran virus, mempercepat fusion (peleburan) dari host dan membran virus dan membawa HIV masuk ke sel host. f. RNA dimer dibentuk dari 2 single strand dari RNA. g. Matrix protein : garis dari bagian dalam membran virus dan bisa memfasilitasi perjalanan dari HIV DNA masuk ke inti host. h. Nukleocapsid : mengikat RNA genome.

i. Capsid protein : inti dari virus HIV yang berisikan 2 kopi dari RNA genom dan 3 macam enzim (reverse transcriptase, protease dan integrase).

Siklus Replikasi Virus Virus hanya dapat bereplikasi dengan menggunakan atau memanfaatkan sel hostnya. Siklus replikasi dari awal virus masuk ke sel tubuh sampai menyebar ke organ tubuh yang lain melalui 7 tahapan, yaitu: 1) Sel - sel target mengenali dan mengikat HIV HIV berfusi (melebur) dan memasuki sel target gp 41 membran HIV merupakan mediator proses fusi RNA virus masuk kedalam sitoplasma Proses dimulai saat gp 120 HIV berinteraksi dengan CD4 dan ko-reseptor

2) RNA HIV mengalami transkripsi terbalik menjadi DNA dengan bantuan enzim reverse transcriptase 3) Penetrasi HIV DNA ke dalam membran inti sel target 4) Integrasi DNA virus ke dalam genom sel target dengan bantuan enzim integrase 5) Ekspresi gen-gen virus 6) Pembentukan partikel-partikel virus pada membran plasma dengan bantuan enzim protease 7) Virus-virus yang infeksius dilepas dari sel, yang disebut virion

Gambar 2 : Siklus Replikasi HIV Transmisi HIV HIV terdapat dalam cairan tubuh ODHA, dan dapat dikeluarkan melalui cairan tubuh tersebut. Seseorang dapat terinfeksi HIV bila kontak dengan cairan tersebut. Meskipun berdasarkan penelitian,virus terdapat dalam saliva, air mata, cairan serebrospinal dan urin, tetapi cairan tersebut tidak terbukti berisiko menularkan infeksi karena kadarnya sangat rendah dan tidak ada mekanisme yang memfasilitasi untuk masuk ke dalam darah orang lain, kecuali kalau ada luka. Cara penularan yang lazim adalah melalui hubungan seks yang tidak aman (tidak menggunakan kondom) dengan mitra seksual terinfeksi HIV, kontak dengan darah yang terinfeksi (tusukan jarum suntik, pemakaian jarum suntik secara bersama, dan produk darah yang terkontaminasi) dan penularan dari ibu ke bayi (selama kehamilan, persalinan dan sewaktu menyusui). Cara lain yang lebih jarang seperti, tato, transplantasi organ dan jaringan, inseminasi buatan, tindakan medis semi invasif. Cara penularan yang tersering di dunia adalah secara seksual melalui mukosa genital dengan angka kejadian sampai 85%. Risiko penularan tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya adanya ulkus genital atau infeksi

menular seksual (IMS) dan faktor genetik. Tidak ada risiko penularan pada hubungan sosial, kontak non-seksual seperti, berciuman, pemakaian bersama alat makan (misalnya gelas), tubuh yang bersentuhan, atau penggunaan toilet umum. HIV tidak disebarkan oleh nyamuk atau serangga lainnya.

Perjalanan penyakit HIV/AIDS Perjalanan infeksi HIV ditandai dalam tiga tahap: penyakit primer akut, penyakit kronis asimtomatis dan penyakit kronis simtomatis.

Infeksi Primer (sindrom retroviral akut) Setelah terjadi infeksi HIV mula-mula bereplikasi dalam kelenjar limfe regional. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah virus secara cepat di dalam plasma, biasanya lebih dari 1 juta copy/l. Tahap ini disertai dengan penyebaran HIV ke organ limfoid, saluran cerna dan saluran genital. Setelah mencapai puncak viremia, jumlah virus atau viral load menurun bersamaan dengan berkembangnya respon imunitas seluler. Puncak viral load dan perkembangan respon imunitas seluler berhubungan dengan kondisi penyakit yang simptomatik pada 60 hingga 90% pasien.

Penyakit ini muncul dalam kurun waktu 3 bulan setelah infeksi. Penyakit ini menyerupai glandular fever like illness dengan ruam, demam, nyeri kepala, malaise dan limfadenopati luas. Sementara itu tingginya puncak viral load selama infeksi primer tidak menggambarkan perkembangan penyakit tapi terkait dengan beratnya keluhan yang menandakan prognosis yang jelek. Fase ini mereda secara spontan dalam 14 hari. Infeksi HIV Asimptomatis/ dini Dengan menurunnya penyakit primer, pada kebanyakan pasien diikuti dengan masa asimtomatis yang lama, namun selama masa tersebut replikasi HIV terus berlanjut, dan terjadi kerusakan sistem imun. Beberapa pasien mengalami limfadenopati generalisata persisten sejak terjadinya serokonversi (perubahan tes antibodi HIV yang semula negatif menjadi positif) perubahan akut (dikenal dengan limfadenopati pada dua lokasi non-contiguous dengan sering melibatkan rangkaian kelenjar ketiak, servikal, dan inguinal). Komplikasi kelainan kulit dapat terjadi seperti dermatitis seboroik terutama pada garis rambut atau lipatan nasolabial, dan munculnya atau memburuknya psoriasis. Kondisi yang berhubungan dengan aktivasi imunitas, seperti purpura trombositopeni idiopatik, polimiositis, sindrom Guillain-Barre dan Bells palsy dapat juga muncul pada stadium ini. Infeksi Simptomatik Komplikasi kelainan kulit, selaput lendir mulut dan gejala konstitusional lebih sering terjadi pada tahap ini. Meskipun dalam perjalanannya jarang berat atau serius, komplikasi ini dapat menyulitkan pasien. Penyakit kulit seperti herpes zoster, folikulitis bakterial, folikulitis eosinofilik, moluskum kontagiosum, dermatitis seboroik, psoriasis dan ruam yang tidak diketahui sebabnya, sering dan mungkin resisten terhadap pengobatan standar. Kutil sering muncul baik pada kulit maupun pada daerah anogenital dan mungkin resisten terhadap terapi. Sariawan sering juga muncul pada stadium ini. Seperti juga halnya kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, dan eritema ginggivalis (gusi) linier. Gingivitis ulesartif nekrotik akut, merupakan komplikasi oral yang sulit diobati.

Gejala konstitusional yang mungkin berkembang seperti demam, berkurangnya berat badan, kelelahan, nyeri otot, nyeri sendi dan nyeri kepala. Diare berulang dapat terjadi dan dapat menjadi masalah. Sinusitis bakterial merupakan manifestasi yang sering terjadi. Nefropati (kelainan ginjal) HIV dapat juga terjadi pada stadium ini. Stadium Lanjut Penyakit stadium lanjut ditandai oleh suatu penyakit yang berhubungan dengan penurunan imunitas yang serius. Keadaan tersebut disebut sebagai infeksi oportunistik.

Kecepatan Perkembangan Infeksi HIV Kecepatan perkembangan penyakit bervariasi antar individu, berkisar antara 6 bulan hingga lebih 20 tahun. Waktu yang diperlukan untuk berkembang menjadi AIDS adalah sekitar 10 tahun, bila tanpa terapi antiretroviral. Dalam 5 tahun, sekitar 30% ODHA dewasa akan berkembang menjadi AIDS kecuali bila diobati dengan ARV.

Petanda perkembangan HIV Jumlah CD4 Kecepatan penurunan CD4 (baik jumlah absolut maupun persentase CD4) telah terbukti dapat dipakai sebagai petunjuk perkembangan penyakit AIDS. Jumlah CD4 menurun secara bertahap selama perjalanan penyakit. Kecepatan penurunannya dari waktu ke waktu rata-rata 100 sel/tahun. Jumlah CD4 lebih menggambarkan progresifitas AIDS dibandingkan dengan tingkat viral load, meskipun nilai prediktif dari viral load akan meningkat seiring dengan lama infeksi. Viral Load Plasma Kecepatan peningkatan Viral load (bukan jumlah absolut virus) dapat dipakai untuk memperkirakan perkembangan infeksi HIV. Viral load meningkat secara bertahap dari waktu ke waktu. Pada 3 tahun pertama setelah terjadi serokonversi,

viral load berubah seolah hanya pada pasien yang berkembang ke arah AIDS pada masa tersebut. Setelah masa tersebut, perubahan viral load dapat dideteksi, baik akselerasinya maupun jumlah absolutnya, baru keduanya dapat dipakai sebagai petanda progresivitas penyakit. Testing HIV Diagnosis infeksi HIV biasanya dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan menunjukkan adanya antibodi spesifik. Berbeda dengan virus lain, antibodi tersebut tidak mempunyai efek perlindungan. Pemeriksaan secara langsung juga dapat dilakukan, yaitu antara lain dengan melakukan biakan virus, antigen virus (p24), asam nukleat virus. Pemeriksaan adanya antibodi spesifik dapat dilakukan dengan Rapid Test, Enzime Linked Sorbent Assay (ELISA) dan Western Blot. Sesuai dengan pedoman nasional, diagnosis HIV dapat ditegakkan dengan 3 jenis pemeriksaan Rapid Test yang berbeda atau 2 jenis pemeriksaan Rapid Test yang berbeda dan 1 pemeriksaan ELISA. Setelah mendapat infeksi HIV, biasanya antibodi baru terdeteksi setelah 3 12 minggu, dan masa sebelum terdeteksinya antibodi tersebut dikenal sebagai periode jendela. Tes penyaring (antibodi) yang digunakan saat ini dapat mengenal infeksi HIV 6 minggu setelah infeksi primer pada sekitar 80% kasus, dan setelah 12 minggu pada hampir 100% kasus. Sehingga untuk mendiagnosis HIV pada periode jendela dapat dilakukan dengan pemeriksaan antigen p24 maupun Polymerase Chain Reaction (PCR).

STADIUM KLINIS HIV/AIDS WHO telah menetapkan Stadium Klinis HIV/AIDS untuk dewasa maupun anak yang sedang direvisi. Untuk dewasa maupun anak, stadium klinis HIV/AIDS masing-masing terdiri dari 4 stadium. Jika dilihat dari gejala yang terjadi pembagian stadium klinis HIV/AIDS adalah sebagai berikut :

Stadium Klinis HIV/AIDS Untuk Dewasa Dan Remaja Stadium Klinis HIV/AIDS Untuk Dewasa dan Remaja adalah sebagai berikut : 1. Infeksi primer HIV a) Asimptomatik b) Sindroma retroviral akut 2. Stadium Klinis 1 a) Asimptomatik b) Limfadenopati meluas persisten 3. Stadium Klinis 2 a) Berat badan menurun yang sebabnya tidak dapat dijelaskan b) Infeksi saluran napas berulang (sinusitis, tonsilitis, bronkitis, otitis media, a) faringitis) b) Herpes zoster c) Cheilits angularis d) Ulkus mulut berulang e) Pruritic papular eruption (PPE) f) Dermatitis seboroika g) Infeksi jamur kuku 4. Stadium Klinis 3 a) Berat badan menurun yang tidak dapat dijelaskan sebabnya ( > 10%) b) Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan sebabnya lebih dari 1 bulan c) Demam yang tidak diketahui sebabnya (intermiten maupun tetap selama a) lebih dari 1 bulan) d) Kandidiasis oral persisten e) Oral hairy leukoplakia f) Tuberkulosis (TB) paru

g) Infeksi bakteri yang berat (empiema, piomiositis, infeksi tulang atau sendi, b) meningitis, bakteriemi selain pneumonia) h) Stomatitis, gingivitis atau periodontitis ulseratif nekrotikans yang akut i) Anemia (Hb < 8 g/dL), netropeni (< 500/mm3), dan/atau trombositopeni kronis c) (< 50.000/mm3) yang tak dapat diterangkan sebabnya 5. Stadium Klinis 4 a) HIV wasting syndrome (berat badan berkurang >10% dari BB semula, disertai d) salah satu dari diare kronik tanpa penyebab yang jelas (>1 bulan) atau e) kelemahan kronik dan demam berkepanjangan tanpa penyebab yang jelas). b) Pneumonia pneumocystis c) Pneumonia bakteri berat yang berulang d) Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial, anorektal atau genital lebih dari f) sebulan atau viseral dimanapun) e) Kandidiasis esofagus (atau di trakea, bronkus atau paru) f) Tuberkulosis ekstra paru g) Sarkoma Kaposi h) Infeksi Cytomegalovirus (retinistis atau infeksi organ lain) i) Toksoplasmosis susunan saraf pusat j) Ensefalopati HIV k) Kriptokokus ekstra paru termasuk meningitis l) Infeksi mikobakterium non-tuberkulosis yang luas (diseminata) m) Progressive multifocal leucoencephalopathy n) Kriptosporidiosis kronis o) Isosporiosis kronis p) Mikosis diseminata (histoplasmosis, koksidioidomikosis, penisiliosis ekstra g) paru) q) Septikemi berulang (termasuk salmonella non-tifoid) r) Limfoma (otak atau non-Hodgkin sel B)

s) Karsinoma serviks invasif t) Leishmaniasis diseminata atipikal

E. TUBERCULOSIS Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia. Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru. Penyebab Penyakit TBC Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).

Bakteri Mikobakterium tuberkulosa

Cara Penularan Penyakit TBC


Pathogenesis of TB Infection and Disease.

Droplet nuclei containing tubercle bacilli are inhaled, enter the lungs, and travel to the alveoli.

Tubercle bacilli multiply in the alveoli.

A small number of tubercle bacill enter the bloodstream and spread throughout the body. The bacilli may reach any part of the body, including areas where TB disease is more likely to develop (such as the lungs, kidneys, brain, or bone).

Within 2-10 weeks, the immune system produces special immune cells called macrophages that surround the tubercle bacilli. The cells form a hard shell that keeps the bacilli contained and under control (TB infection)

If the immune system cannot keep the bacilli under control, the bacilli begin to multiply rapidly (TB disease). This process can occur in different places in the body, such as the lungs, kidneys, brain, or bone (see diagram in box 3).

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paruparu.

Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen. Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.

Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC. Gejala Penyakit TBC Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik. Gejala sistemik/umum

Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.

Penurunan nafsu makan dan berat badan. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

Gejala khusus

Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.

Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.

Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah. Penegakan Diagnosis Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
o o o o o o

Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya. Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak). Pemeriksaan patologi anatomi (PA). Rontgen dada (thorax photo). Uji tuberkulin. Uji Tuberkulin dan Klasifikasi TBC

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.

Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 12 tahun 92%, 24 tahun 78%, 46 tahun 75%, dan umur 6 12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paruparu. 1. Pembengkakan (Indurasi) : 04mm,uji mantoux negatif. Arti klinis : tidak ada infeksi Mikobakterium tuberkulosa. 2. Pembengkakan : 39mm,uji mantoux meragukan.

(Indurasi)

Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mikobakterium atipik atau setelah vaksinasi BCG.

3. Pembengkakan (Indurasi)

: 10mm,uji mantoux positif. Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa.

Pemeriksaan radiologis dapat memperkuat diagnosis, karena lebih 95% infeksi primer terjadi di paru-paru maka secara rutin foto thorax harus dilakukan. Ditemukannya kuman Mikobakterium tuberkulosa dari kultur merupakan diagnostik TBC yang positif, namun tidak mudah untuk menemukannya. Klasifikasi TBC (menurut The American Thoracic Society, 1981) Klasifikasi 0 Tidak pernah terinfeksi, tidak ada kontak, tidak menderita TBC Klasifikasi I Tidak pernah terinfeksi,ada riwayat kontak,tidak menderita TBC

Klasifikasi II Terinfeksi TBC / test tuberkulin ( + ), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif). Klasifikasi III Klasifikasi IV

Sedang menderita TBC

Pernah TBC, tapi saat ini tidak ada penyakit aktif

Klasifikasi V Dicurigai TBC

PENGOBATAN TBC Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 510 mg/kgbb/hari. 1. Pencegahan (profilaksis) primer Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+). INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-). Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada. 2. Pencegahan (profilaksis) sekunder Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC. Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan. Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
o

Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.

Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.

Dosis obat antituberkulosis (OAT)

Obat

Dosis harian (mg/kgbb/hari)

Dosis 2x/minggu (mg/kgbb/hari) 15-40 (maks. 900 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 50-70 (maks. 4 g) 50 (maks. 2,5 g)

Dosis 3x/minggu (mg/kgbb/hari) 15-40 (maks. 900 mg) 15-20 (maks. 600 mg) 15-30 (maks. 3 g) 15-25 (maks. 2,5 g)

INH

5-15 (maks 300 mg)

Rifampisin

10-20 (maks. 600 mg) 15-40 (maks. 2 g) 15-25 (maks. 2,5 g) 15-40 (maks. 1 g)

Pirazinamid Etambutol Streptomisin

25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)

Sejak 1995, program Pemberantasan Penyakit TBC di Indonesia mengalami perubahan manajemen operasional, disesuaikan dengan strategi global yanng direkomendasikan oleh WHO. Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjuti Indonesia WHO joint Evaluation dan National Tuberkulosis Program in Indonesia pada April 1994. Dalam program ini, prioritas ditujukan pada peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat yang rasional untuk memutuskan rantai penularan serta mencegah meluasnya resistensi kuman TBC di masyarakat. Program ini dilakukan dengan cara mengawasi pasien dalam menelan obat setiap hari,terutama pada fase awal pengobatan. Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk dapat mengakses pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari.

Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan cepat, karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan indikator program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi dan pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka banyak pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan, dan mungkin menimbulkan kekebalan obat. Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT akan menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR (Multi-drugs Resistant). Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan TBC yaitu obat fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan). Pengobatan TBC pada orang dewasa

Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3 Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada:
o o

Penderita baru TBC paru BTA positif. Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.

Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3 Diberikan kepada:


o o o

Penderita kambuh. Penderita gagal terapi. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3 Diberikan kepada:


o

Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Pengobatan TBC pada anak Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu: 1. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH). 2. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH). Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb. Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus: TB tidak berat INH Rifampisin : 5 mg/kgbb/hari : 10 mg/kgbb/hari

TB berat (milier dan meningitis TBC) INH Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari : 15 mg/kgbb/hari

Dosis prednison : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)

OBAT TBC Tuberkulosis (TBC) dapat menyerang berbagai organ tubuh tetapi yang akan dibahas adalah obat TBC untuk paru-paru. Tujuan pengobatan TBC ialah memusnahkan basil tuberkulosis dengan cepat dan mencegah kambuh. Idealnya pengobatan dengan obat TBC dapat menghasilkan pemeriksaan sputum negatif baik pada uji dahak maupun biakan kuman dan hasil ini tetap negatif selamanya. Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.

Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.

Meskipun demikian, pengobatan TBC paru-paru hampir selalu menggunakan tiga obat yaitu INH, rifampisin dan pirazinamid pada bulan pertama selama tidak ada resistensi terhadap satu atau lebih obat TBC primer ini. Isoniazid Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang disingkat dengan INH. Isoniazid secara in vitro bersifat tuberkulostatik (menahan perkembangan bakteri) dan tuberkulosid (membunuh bakteri). Mekanisme kerja isoniazid memiliki efek pada lemak, biosintesis asam nukleat,dan glikolisis. Efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium. Isoniazid menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan jumlah lemak yang terekstrasi oleh metanol dari mikobakterium.

Isoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral. Kadar puncak diperoleh dalam waktu 12 jam setelah pemberian oral. Di hati, isoniazid mengalami asetilasi dan pada manusia kecepatan metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor genetik yang secara bermakna mempengaruhi kadar obat dalam plasma. Namun, perbedaan ini tidak berpengaruh pada efektivitas dan atau toksisitas isoniazidbila obat ini diberikan setiap hari. Efek samping Mual, muntah, anoreksia, letih, malaise, lemah, gangguan saluran pencernaan lain, neuritis perifer, neuritis optikus, reaksi hipersensitivitas, demam, ruam, ikterus, diskrasia darah, psikosis, kejang, sakit kepala, mengantuk, pusing, mulut kering, gangguan BAK, kekurangan vitamin B6, penyakit pellara, hiperglikemia, asidosis metabolik, ginekomastia, gejala reumatik, gejala mirip Systemic Lupus Erythematosus. Resistensi Resistensi masih merupakan persoalan dan tantangan. Pengobatan TBC dilakukan dengan beberapa kombinasi obat karena penggunaan obat tunggal akan cepat dan mudah terjadi resistensi. Disamping itu, resistensi terjadi akibat kurangnya kepatuhan pasien dalam meminum obat. Waktu terapi yang cukup lama yaitu antara 69 bulan sehingga pasien banyak yang tidak patuh minum obatselama menjalani terapi. Isoniazid masih merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua tipe TBC. Efek sampingnya dapat menimbulkan anemia sehingga dianjurkan juga untuk mengkonsumsi vitamin penambah darah seperti piridoksin (vitamin B6). TB vit B6 sudah mengandung isoniazid dan vitamin B6 dalam satu sediaan, sehingga praktis hanya minum sekali saja. TB vit B6 tersedia dalam beberapa kemasan untuk memudahkan bila diberikan kepada pasien anak-anak sesuai dengan dosis yang diperlukan. TB Vit B6 tersedia dalam bentuk:

1. Tablet Mengandung INH 400 mg dan Vit B6 24 mg per tablet 2. Sirup Mengandung INH 100 mg dan Vit B6 10 mg per 5 ml, yang tersedia dalam 2 kemasan :
o o

Sirup 125 ml Sirup 250 ml

Perhatian:

Obat TBC di minum berdasarkan resep dokter dan harus sesuai dengan dosisnya.

Penghentian penggunaan obat TBC harus dilakukan atas seizin dokter.

Tentang Penyakit TBC

F. TBC DAN HIV TB HIV

Perkembangan epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Indonesia termasuk yang tercepat di kawasan Asia meskipun secara Nasional angka prevalensinya masih termasuk rendah, diperkirakan pada tahun 2009 sekitar 0,2% pada orang dewasa. Dengan estimasi ini maka pada tahun 2009 di Indonesia diperkirakan terdapat 142.187 (97652 187.029) Orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Penggunaan jarum suntik merupakan cara transmisi HIV yang terbanyak (53%) diikuti dengan transmisi heteroseksual (42%).

Salah satu masalah dalam epidemiologi HIV di Indonesia adalah variasi antar wilayah baik dalam hal jumlah kasus maupun faktor-faktor yang mempengaruhi. Epidemi HIV di Indonesia berada pada kondisi epidemi

terkonsentrasi dengan potensi menjadi epidemi meluas pada beberapa Provinsi.

Diperkirakan sepertiga dari 40 juta ODHA di seluruh dunia terinfeksi oleh Tuberkulosis (TB). Di Asia Tenggara sekitar 40-50% dari sekitar 6 juta orang ODHA dewasa memiliki kemungkinan terinfeksi TB. Orang dengan HIV/AIDS mempunyai risiko menjadi sakit TB sebesar enam kali lebih besar dari pada mereka yang tanpa HIV. Tingkat kematian ODHA dengan TB mencapai 20% sedangkan pada TB tanpa HIV hanya 5%.

Di Indonesia, TB merupakan tantangan bagi pengendalian Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) karena merupakan infeksi oportunistik terbanyak (49%) pada ODHA. Sebaliknya diperkirakan sekitar 3% pasien TB dengan status HIV positif.

Pada tingkat Dunia, berbagai upaya pengendalian dilakukan untuk merespons dampak ko-infeksi TB-HIV bagi kedua program. World Health Organization bekerja sama dengan Stop TB Partnership telah

mengembangkan pedoman untuk pelaksanaan kegiatan kolaborasi TBHIV yang disusun berdasarkan tingkat prevalens HIV. Di banyak negara yang telah melaksanakan kegiatan perawatan, dukungan dan pengobatan (PDP) HIV, kegiatan kolaborasi ini dimulai sebagai bagian dari upaya pengendalian TB dan upaya meningkatkan keberhasilan Program Pengendalian AIDS.

Di Indonesia, kegiatan kolaborasi TB-HIV mulai diujicobakan di Provinsi DKI Jakarta (2004), di Kabupaten Merauke Provinsi Papua dan di Kota Denpasar Provinsi Bali (2006) yang merupakan wilayah dengan epidemi HIV AIDS yang terkonsentrasi. Kegiatan ini dikembangkan ke 9 Provinsi lainnya (2008) dan pada tahun 2010 diperluas ke 12 Provinsi (Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Papua Barat dan Papua) sedangkan sosialisasi kegiatan kolaborasi TB-HIV kepada stakeholder telah dilakukan di 33 Provinsi.

DAFTAR PUSTAKA

You might also like