TENTANG 8l808 FlN886088 l86k NlNl868 0l88 F80l8$l $0lNl$l $ll18 1808 Z008Z01J Diperbanyak oleh: BADAN PLRLNCANAAN PLMBANGUNAN DALRAH (BAPPLDA) PROVINSI SULAWLSI SLLA1AN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR: TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2008-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, Menimbang : a. bahwa Provinsi Sulawesi Selatan memerlukan perencanaan pembangunan jangka menengah sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa pembangunan daerah Provinsi Sulawesi Selatan sebagai upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen daerah untuk mencapai tujuan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. bahwa sebagai tindak lanjut ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, mengamanatkan suatu rencana pembangunan jangka menengah daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah; d. bahwa memperhatikan ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 10 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2028 yang pada pokoknya menegaskan bahwa RPJP Daerah menjadi pedoman dalam penyusunan RPJMD Provinsi dengan memperhatikan RPJM Nasional, kondisi lingkungan strategis di daerah, serta hasil evaluasi terhadap pelaksanaan RPJMD periode sebelumnya, yang memuat visi dan misi serta program kerja Gubernur; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana 2 Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2013. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 47 Prp. Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2102), Jo Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dengan mengubah Undang- Undang Nomor 47 Prp. Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2687); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310); 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 3 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 10. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817); 4 17.Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang- Undangan; 18. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 235); 19.Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 239); 20.Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 7 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 240); 21.Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 8, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 241); 22.Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah, dan Lembaga Lain Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 242); 23. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 10 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2028 (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008, Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 243); 5 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN dan GUBERNUR SULAWESI SELATAN MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2008-2013 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Provinsi adalah Provinsi Sulawesi Selatan. 2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi. 3. Gubernur adalah Gubernur Sulawesi Selatan. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi. 5. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. 6. Pembangunan Daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan, berdaya saing, maupun peningkatan indeks pembangunan manusia. 7. Perencanaan Pembangunan Daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumberdaya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu. 8. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2008-2028 yang selanjutnya disingkat RPJPD Provinsi adalah dokumen perencanaan pembangunan provinsi sulawesi selatan untuk periode 20 (duapuluh) tahun terhitung sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2028. 9. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang selanjutnya disingkat RPJM Nasional adalah dokumen perencanaan nasional untuk periode 5 (lima) tahun terhitung mulai Tahun 2005 sampai dengan tahun 2010. 10. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJM Daerah adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah Sulawesi Selatan untuk 6 periode Tahun 2008-2013, yang merupakan penjabaran dari Visi, Misi, dan program gubernur/kepala daerah dengan berpedoman pada RPJP Daerah serta memperhatikan RPJM Nasional. 11. Visi Daerah adalah rumusan umum tentang arah yang akan dituju melalui upaya yang akan dilaksanakan pada akhir periode perencanaan pada tahun 2013. 12. Misi Daerah adalah rumusan kebijakan umum sebagai upaya yang akan dilaksanakan untuk mendukung terwujudnya visi daerah. 13. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah yang selanjutnya disingkat Musrenbang adalah forum antar pelaku dalam rangka menyusun perencanaan pembangunan daerah. 14. Bappeda adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi perencanaan pembangunan di daerah. 15. Satuan Kerja Perangkat Daerah selanjutnya disingkat SKPD adalah SKPD lingkup Pemerintah Provinsi. BAB II PRINSIP PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Pasal 2 (1) Perencanaan Pembangunan Daerah merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. (2) Perencanaan Pembangunan Daerah dilakukan pemerintah daerah bersama para pemangku kepentingan berdasarkan peran dan kewenangan masing-masing. (3) Perencanaan pembangunan daerah mengintegrasikan rencana tata ruang dengan rencana pembangunan daerah. (4) Perencanaan pembangunan daerah dilaksanakan berdasarkan kondisi dan potensi yang dimiliki masing-masing daerah sesuai dinamika perkembangan daerah dan nasional. Pasal 3 Perencanaan pembangunan Daerah dirumuskan secara transparan responsif, efisien, efektif, akuntabel, partisipatif, terukur, berkeadilan dan berkelanjutan. BAB III MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 4 (1) Penyusunan RPJM Daerah, dimaksudkan : a. menyediakan kebijakan dan program pembangunan dalam skala prioritas yang lebih tajam dan merupakan indikator perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan; 7 b. tersedianya rumusan program pembangunan yang akan dilaksanakan di Sulawesi Selatan; c. pedoman bagi SKPD dalam penyusunan Renstra SKPD; d. mewujudkan komitmen bersama antara eksekutif, legislatif, swasta dan masyarakat terhadap program-program pembangunan daerah yang akan dibiayai oleh APBD Provinsi; e. Menjadi bahan dalam penyusunan RKPD. (2) RPJM Daerah disusun dengan tujuan untuk merumuskan kebijakan dan program pembangunan yang mengakomodir berbagai kepentingan dan aspirasi segenap lapisan masyarakat, terutama untuk lebih memantapkan pencapaian visi Pemerintah Provinsi, yakni menjadikan Sulawesi Selatan sebagai Provinsi sepuluh terbaik dalam pelayanan hak dasar. BAB IV RPJM DAERAH Pasal 5 (1) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2008-2013 memuat visi, misi, strategi dan arah pembangunan serta program prioritas daerah berpedoman pada RPJP Daerah, serta memperhatikan RPJPMNasional. (2) Sistematika RPJM Daerah Tahun 2008-2013 sebagai berikut : BAB I Pendahuluan BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah BAB III Analisis Lingkungan dan Isu-Isu Strategis BAB IV Visi, Misi dan Nilai-Nilai Dasar. BAB V Strategi dan Kebijakan Keuangan Daerah. BAB VI Kebijakan Umum Pembangunan Daerah. BAB VII Program Pembangunan Daerah. BAB VIII Penutup (3) Rincian dari rencana pembangunan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum pada lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 6 (1) RPJM Daerah menjadi pedoman dalam penyusunan RPJM Kabupaten/Kota dengan memperhatikan RPJM Nasional, kondisi lingkungan strategis di daerah serta hasil evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah periode sebelumnya. (2) RPJM Daerah memuat visi, misi, arah kebijakan, dan program prioritas Gubernur. 8 BAB V PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RPJM DAERAH Pasal 7 (1) Bappeda menyusun rancangan awal RPJM Daerah dengan meminta masukan dari SKPD dan pemangku kepentingan. (2) Musrenbang dilaksanakan dengan rangkaian kegiatan penyampaian, pembahasan dan penyepakatan rancangan awal RPJMDaerah . (3) Rancangan akhir RPJM Daerah dirumuskan berdasarkan hasil Musrenbang. (4) Rancangan akhir RPJM Daerah dirumuskan paling lama 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang sedang berjalan. Pasal 8 (1) Dalam proses penetapan Peraturan Daerah tentang RPJM Daerah, DPRD melakukan konsultasi dengan masyarakat, Departemen Dalam Negeri maupun pihak-pihak yang berkepentingan. (2) Gubernur menyampaikan Peraturan Daerah tentang RPJM Daerah paling lama 1 (satu) bulan setelah ditetapkan kepada Menteri Dalam Negeri. (3) Gubernur menyebarluaskan Peraturan Daerah tentang RPJM Daerah kepada masyarakat. BAB VI PENGENDALIAN DAN EVALUASI RPJM DAERAH Bagian Kesatu Pengendalian Pasal 9 (1) Gubernur melakukan pengendalian terhadap perencanaan pembangunan daerah, antar- kabupaten/kota dalam Provinsi. (2) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengendalian terhadap: a. kebijakan perencanaan pembangunan daerah; dan b. pelaksanaan rencana pembangunan daerah. Pasal 10 (1) Pengendalian oleh Gubernur dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Bappeda untuk keseluruhan perencanaan pembangunan daerah dan oleh Kepala SKPD untuk program dan/atau kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. (2) Pengendalian oleh Bappeda meliputi pemantauan, supervisi dan tindak lanjut penyimpangan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran agar program dan kegiatan sesuai dengan kebijakan pembangunan daerah. 9 (3) Pemantauan pelaksanaan program dan/atau kegiatan oleh SKPD sebagaimama dimaksud pada ayat (1) meliputi realisasi pencapaian target kinerja, penyerapan dana, dan kendala yang dihadapi. (4) Hasil pemantauan pelaksanaan pogram dan/atau kegiatan sebagaiman dimaksud pada ayat (3) disusun dalam bentuk laporan triwulan untuk disampaikan kepada Bappeda. (5) Kepala Bappeda melaporkan hasil pemantauan dan supervisi rencana pembangunan kepada Gubernur, disertai dengan rekomendasi dan langkah-langkah yang diperlukan. Bagian Kedua Evaluasi Pasal 11 (1) Gubernur melakukan evaluasi terhadap perencanaan pembangunan daerah, antar- kabupaten/kota dalam Provinsi. (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi evaluasi terhadap: a. kebijakan perencanaan pembangunan daerah; dan b. pelaksanaan rencana pembangunan daerah; dan c. hasil rencana pembangunan daerah. Pasal 12 (1) Evaluasi oleh Gubernur dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Bappeda untuk keseluruhan perencanaan pembangunan daerah dan oleh Kepala SKPD untuk capaian kinerja pelaksanaan program dan kegiatan SKPD periode sebelumnya. (2) Evaluasi oleh Bappeda meliputi : a. penilaian terhadap pelaksanaan proses perumusan dokumen rencana pembangunan daerah, dan pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan daerah; dan b. menghimpun, manganalisis dan menyusun hasil evaluasi Kepala SKPD dalam rangka pencapaian rencana pembangunan daerah. (3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi bahan bagi penyusunan rencana pembangunan daerah untuk periode berikutnya. Pasal 13 Gubernur berkewajiban memberikan informasi mengenai hasil evaluasi pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah kepada masyarakat. Bagian Ketiga Perubahan Pasal 14 (1) Rencana pembangunan daerah dapat diubah dalam hal : 10 a. hasil pengendalian dan evaluasi menunjukkan bahwa proses perumusan dan substansi yang dirumuskan belum sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan; b. terjadi perubahan yang mendasar; atau c. merugikan kepentingan nasional. (2) Perubahan rencana pembangunan daerah ditetapkan dengan peraturan daerah. Pasal 15 Pedoman pengendalian dan evaluasi rencana pembangunan daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. Bagian Keempat Peran Serta Masyarakat Pasal 16 (1) Masyarakat dapat melaporkan program dan kegiatan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan data dan informasi yang akurat. (3) Pemerintah Daerah menindaklanjuti laporan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pertimbangan Kepala Bappeda dan Kepala SKPD terkait. (4) Mekanisme penyampaian dan tindak lajut laporan dari masyarakat diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 17 Pemerintah kabupaten/kota yang telah menetapkan Peraturan Daerah tentang RPJM Daerah kabupaten/kota wajib menyesuaikan dengan RPJM Daerah menurut Peraturan Daerah ini. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 18 Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 3 Tahun 2003 tentang Rencana Strategis (Renstra) Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2003-2008 (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2003 Nomor 23) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. 11 Pasal 19 Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Ditetapkan di Makassar pada tanggal September 2008 GUBERNUR SULAWESI SELATAN, Dr. H. SYAHRUL YASIN LIMPO, SH., M.Si., M.H. Diundangkan di Makassar pada tanggal September 2008 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN, H. A. MUALLIM, SH, M.Si. LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2008 NOMOR i DAFTAR ISI DAFTAR ISI ......................................................................................................................i DAFTAR TABEL ................................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................................iv BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1 A. Latar Belakang.............................................................................................1 B. Maksud dan Tujuan .....................................................................................2 C. Landasan Hukum.........................................................................................2 D. Hubungan RPJM Daerah dengan Dokumen Perencanaan Lainnya ............4 E. Pendekatan dan Sistematika ........................................................................5 BAB II GAMBARAN UMUMKONDISI DAERAH......................................................7 A. Kondisi Geomorfologis ...............................................................................7 B. Perekonomian Wilayah..............................................................................16 C. Sarana dan Prasarana Transportasi ...........................................................25 D. Prasarana Wilayah .....................................................................................26 E. Sarana dan Parasaran Sosial ......................................................................30 F. Kelembagaan Masyarakat..........................................................................32 G. Kelembagaan Pemerintah..........................................................................33 BAB III ISU-ISU STRATEGIS.........................................................................................35 A. Isu-Isu Strategis .........................................................................................35 BAB IV VISI, MISI DAN NILAI-NILAI DASAR DAN STRATEGI...........................45 A. Visi.............................................................................................................45 B. Misi ...........................................................................................................45 C. Nilai-Nilai Dasar........................................................................................46 D. Strategi. ......................................................................................48 BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH................................................50 A. Kebijakan Keuangan Daerah ....................................................................50 B. Kebijakan Umum Anggaran......................................................................57 ii BAB VI KEBIJAKAN UMUM PEMBANGUNAN DAERAH......................................63 A. Arah Kebijakan ..... ....................................................................................63 B. Agenda Pembangunan ..............................................................................65 BAB VII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH.......................................................91 A. Agenda dan Kebijakan Lima Tahunan RPJMD........................................91 B. Matriks Program Pembangunan Lima Tahunan dan Tahunan RPJMD....93 BAB VIII PENUTUP ............................................................................................................94 A. Kaidah Pelaksanaan...................................................................................94 B. Penutup ......................................................................................................95 LAMPIRAN .................................................................................................................................96 iii DAFTAR TABEL Tabel 1 Penggunaan Lahan Provinsi Sul Sel ...............................................................10 Tabel 2 Jumlah Penduduk di Propinsi Sulawesi Selatan..............................................12 Tabel 3 Kepadatan Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan.............................................13 Tabel 4 Penduduk menurut umur Jenis Kelamin Propinsi Sul Sel ..............................14 Tabel 5 PDRB Menurut Lapangan Usaha ...................................................................17 Tabel 6 Laju Pertumbuhan Ekonomi ............................................................................18 Tabel 7 Penjabaran APBD Provinsi Sulawesi Selatan ................................................19 Tabel 8 Neraca Daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan....................................20 Tabel 9 Bendungan di Provinsi Sulawesi Selatan ........................................................27 Tabel 10 Jumlah dan Luas Irigasi Desa di Provinsi Sulawesi Selatan ...........................28 Tabel 11 Jumlah Sarana Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan ....................................31 Tabel 12 Proyeksi Pendapatan dan PAD Provinsi Sul Sel ............................................56 Tabel 13 Proyeksi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan 2008-2013... 61 Tabel 14 Proyeksi Pertumbuhan penduduk Sulawesi Selatan 2008-2013..62 iv DAFTAR GAMBAR / MATRIKS Gambar 1 Alur Penyusunan RPJMD..............................................................................................5 Gambar 2 Keterkaitan Antar Agenda Pembangunan ..................................................................64 Lampiran 1 : Matriks Program Lima Tahunan RPJMD Lampiran 2 : Matriks Program Tahunan RPJMD Agenda 1 : Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Kesehatan Masyarakat Agenda 2 : Peningkatan dan Pemerataan Kesejahteraan Agenda 3 : Perwujudan Keunggulan Lokal untuk memicu laju pertumbuhan perekonomian Agenda 4 : Mewujudkan Sulsel sebagai Entitas Sosial Ekonomi yang berkeadilan Agenda 5 : Penciptaan Lingkungan Kondusif bagi Kehidupan Inovatif Agenda 6 : Penguatan Kelembagaan Masyarakat Agenda 7 : Penguatan Kelembagaan Pemerintah SIKKI S I K K I B A P E D A F ! J a n g a n M e n y i m p a n D a t a D i D r i v e C : Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 1 LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN TENTANG : RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2008-2013 NOMOR : 12 TAHUN 2008 TANGGAL : 22 SEPTEMBER 2008 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, mengatur bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Selatan disusun dengan berpedoman kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2008-2028 dan memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009. Dokumen RPJMD wajib dibuat oleh provinsi yang telah melakukan pemilihan Kepala Daerah secara langsung dalam rangka tetap menjaga kesinambungan pembangunan daerah. RPJMD periode 2008-2013 disusun berdasarkan penjabaran Visi, Misi dan Kebijakan Program Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih. RPJMD bukan hanya merupakan penjabaran ke dalam program-program pembangunan sektor yang akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan saja, tetapi juga merupakan program pembangunan wilayah yang akan dilaksanakan oleh semua pihak yang terlibat dalam proses pembangunan di wilayah Sulawesi Selatan. Artinya, RPJMD ini merupakan perwujudan komitmen pemerintah, swasta, dan masyarakat di Sulawesi Selatan dalam upaya pembangunan yang akan dilaksanakan secara bersama dalam kurun waktu lima tahun ke depan. RPJMD ini tidak saja menjadi acuan utama penyusunan Rencana Strategis (Renstra) bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi Sulawesi Selatan, tetapi juga dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) yang merupakan dasar penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sulawesi Selatan, serta menjadi acuan dalam penyusunan RPJM Daerah Kabupaten/Kota agar pembangunan setiap daerah dapat saling-terkait dan saling-menunjang dalam upaya pencapaian tujuan dan sasaran masing-masing dalam kerangka pencapaian Visi dan pelaksanaan Misi Provinsi dan Nasional. RPJMD mencakup strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, program dan kegiatan prioritas yang bersifat indikatif yang berfokus pada: Pertama, aspirasi dan kepentingan segenap masyarakat Sulawesi Selatan; Kedua, pengidentifikasian dan penanganan isu-isu strategis dengan sasaran yang dinamis (moving target); Ketiga, mengikuti perkembangan zaman; dan Keempat, berorientasi pada tindakan adaptif. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 2 B. Maksud dan Tujuan Penyusunan RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2013 bertujuan untuk merumuskan kebijakan dan program pembangunan dengan mengakomodir berbagai kepentingan dan aspirasi segenap lapisan masyarakat, sehingga lebih memantapkan pencapaian Visi Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, yakni menjadikan "Sulawesi Selatan sebagai Provinsi Sepuluh Terbaik dalam Pemenuhan Hak Dasar." Penyusunan RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan dimaksudkan : (1) Menyediakan kebijakan dan program pembangunan dalam skala prioritas yang lebih tajam agar menjadi indikator perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pengawasan pembangunan; (2) Tersedianya rumusan program pembangunan yang akan dilaksanakan di Sulawesi Selatan; (3) Pedoman bagi SKPD dalam penyusunan Renstra SKPD; (4) Mewujudkan komitmen bersama antara eksekutif, legislatif, swasta dan masyarakat terhadap program-program pembangunan daerah yang akan dibiayai melalui APBD Provinsi; (5) Menjadi bahan dalam penyusunan RKPD C. Landasan Hukum 1. Undang-Undang Nomor 47 Prp. Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2102), Jo Undang- Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dengan mengubah Undang-Undang Nomor 47 Prp. Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2687); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310); Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 3 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 10. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 4 Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817); 17. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang- Undangan; 18. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 235); 19. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 239); 20. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 7 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 240); 21. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 8, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 241); 22. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah, dan Lembaga Lain Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 242); 23. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 10 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2028 (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008, Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 243) D. Hubungan RPJM Daerah dengan Dokumen Perencanaan Lainnya Rencana Pembangunan Jangka Manengah Daerah (RPJMD) Sulawesi Selatan adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah yang mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Manengah Nasional (RPJMN), Visi dan Misi Gubernur terpilih yang disesuaikan dengan potensi, kondisi, dan aspirasi masyarakat. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 5 RPJMD Sulawesi Selatan merupakan dokumen induk yang memuat arah kebijakan pembangunan daerah selama 5 (lima) Tahun dan menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Strategis (RENSTRA) bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang disusun berdasarkan tahapan yang melibatkan berbagai stakeholders termasuk pemerintah Kabupaten dan Kota. RPJMD Sulawesi Selatan ini kemudian dijabarkan di dalam rencana pembangunan tahunan dalam bentuk dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dimnan dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) ini menjadi dasar penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA), Rencana Kerja (Renja) serta prioritas dan plafon anggaran (PPA) setiap tahunnya. Dengan demikian diharapkan sasaran dan tujuan pembangunan di dalam RPJMD ini dapat dicapai secara bertahap setiap tahunnya, sehingga diharapkan proses pembangunan terwujud dalam suatu sistem yang terencana dan berkelanjutan. Untuk lebih jelasnya penyusunan RPJMD dapat dilihat pada bagan alur dibawah ini. Gambar 1 Bagan Alur Penyusunan RPJMD 6 Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah KDH Dilantik 3 bulan 2 bulan B a p p e d a S K P D M a s y a r a k a t K D H Visi, Misi, Program Calon Kepala Daerah RPJM Pem. Atasnya Pembhs. Raperda Renstra SKPD Aspirasi Masyarakat yg Teramati PILKADA Perencanaan Teknokratik Raker Daerah Analisis Keuangan dan Kondisi Umum Daerah RKP Daerah RPJP Daerah Visi, Misi, Program KDH Terpilih Pemangku Kepentingan Pembangunan Muatan RPJMD : arah kebijakan keuangan daerah Strategi pembangunan daerah kebijakan umum Program SKPD/lintas SKPD/ kewilayahan Rencana kerja : a. kerangka regulasi b. kerangka pendanaan yang bersifat indikatif Ditetapkan dengan Perda RPJM Daerah Musrenbang Jangka Menengah Rancangan Renstra SKPD Rancangan Awal RPJM Daerah Rancangan RPJM Daerah Rancangan Akhir RPJM Daerah P r o v / N a s i o n a l diperhatikan E. Pendekatan dan Sistimatika Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Manengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Selatan pada dasarnya merupakan kewajiban Gubernur terpilih berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengedalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana RPJMN dan RPJPN Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 6 Pembangunan Daerah. Rencana Pembangunan Jangka Manengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Selatan merupakan penjabaran dari Visi dan Misi Gubernur terpilih yang dituangkan ke dalam Agenda, kebijakan dan program pembangunan yang akan di laksanakan dalam kurun waktu 5(lima) tahun ke depan. Untuk menjaga kesinambungan pembangunan, maka rumusan visi dan misi serta berbagai kebijakan strategis lainnya yang ditetapkan, dikaji lebih jauh tingkat relevansinya dengan aspirasi masyarakat serta kondisi daerah Sulawesi Selatan pada saat ini. Demikian pula halnya dengan berbagai arahan kebijakan yang ditetapkan pada RPJPD Provinsi Sulawesi Selatan. Hasil kajian itu bermuara pada perumusan kembali visi dan misi serta strategi dasar pembangunan Sulawesi Selatan dalam kurun waktu 2008-2013. Pendekatan yang diuraikan di atas pada dasarnya merupakan wujud dari pendekatan teknokratik yang kemudian disempurnakan dengan menyerap aspirasi masyarakat melalui pendekatan partisipatif yang dihimpun pada saat Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) secara bertahap pada beberapa kabupaten dan di tingkat provinsi. RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan, dimana hasil dari pendekatan yang disebutkan di atas telah melalui pembahasan secara mendalam di DPRD Sulawesi Selatan. Sistematika disusun sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan Bab II : Gambaran Umum Kondisi Daerah Bab III : Isu-Isu Strategis Bab IV : Visi, Misi, Nilai Dasar dan Strategi Bab V : Arah Kebijakan Keuangan Daerah Bab VI : Kebijakan Umum Pembangunan Daerah Bab VII : Program Pembangunan Daerah Bab VIII : Penutup Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 7 BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH Identifikasi kondisi dan karakteristik wilayah Provinsi Sulawesi Selatan meliputi, kondisi umum wilayah, karakteristik fisik dan sumberdaya alam, sosial kependudukan, perekonomian, prasarana dan sarana kota serta sistem transportasi. Tinjauan terhadap kondisi wilayah provinsi ini menjadi dasar kajian dalam melahirkan arah kebijakan dan strategi pembangunan daerah ke depan. A. KONDISI GEOMORFOLOGIS 1. Letak Geografis Secara geografis wilayah darat Provinsi Sulawesi Selatan dilalui oleh garis khatulistiwa yang terletak antara 0 0 12~8 0 Lintang Selatan dan 116 0 48~122 36 Bujur Timur, yang berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat di sebelah utara dan Teluk Bone serta Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah timur, serta berbatasan dengan Selat Makassar di sebelah barat dan Laut Flores di sebelah timur. Luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan khususnya wilayah daratan mempunyai luas kurang lebih 45.519,24 km2, dimana sebagian besar wilayah daratnya berada pada jazirah barat daya Pulau Sulawesi serta sebagian lainnya berada pada jazirah tenggara Pulau Sulawesi. 2. Topografi Wilayah Sulawesi Selatan membentang mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Kondisi Kemiringan tanah 0 sampai 3 persen merupakan tanah yang relatif datar, 3 sampai 8 persen merupakan tanah relatif bergelombang, 8 sampai 45 persen merupakan tanah yang kemiringannya agar curam, lebih dari 45 persen tanahnya curam dan bergunung. Wilayah daratan terluas berada pada 100 hingga 400 meter DPL, dan sebahagian merupakan dataran yang berada pada 400 hingga 1000 meter DPL. Terdapat sekitar 65 sungai yang mengalir di provinsi ini, dengan jumlah sungai terbesar ada di bagian utara wilayah provinsi ini. Lima danau besar menjadi rona spesifik wilayah ini, yang tiga di antaranya yaitu Danau Matana, Danau Towuti dan Danau Mahalona di Kabupaten Luwu Timur, serta dua danau lainnya yaitu Danau Tempe dan Danau Sidenreng yang berada di Kabupaten Wajo. 3. Geologi Struktur geologi batuan di Provinsi Sulawesi Selatan memiliki karakteristik geologi yang dicirikan oleh adanya berbagai jenis satuan batuan yang bervariasi. Struktur dan formasi geologi wilayah Provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari volkan tersier, Sebaran formasi volkan tersier ini relatif luas mulai dari Cenrana sampai perbatasan Mamuju, daerah Pegunungan Salapati (Quarles) sampai Pegunungan Molegraf, Pegunungan Perombengan sampai Palopo, dari Makale sampai utara Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 8 Enrekang, di sekitar Sungai Mamasa, Sinjai sampai Tanjung Pattiro, di deretan pegunungan sebelah barat dan timur Ujung Lamuru sampai Bukit Matinggi. Batuan volkan kwarter, Formasi batuan ini ditemukan di sekitar Limbong (Luwu Utara), sekitar Gunung Karua (Tana Toraja) dan di Gunung Lompobatang (Gowa). Kapur kerang terdapat di sebelah barat memanjang antara Enrekang sampai Rantepao, utara Parepare, di Pegunungan Bone Utara sebelah barat Watampone, bagian barat Pulau Selayar, dan di Tanjung Bira (Bulukumba). Alluvium kwarter, dijumpai di dataran sepanjang lembah sungai antara Sungai Saddang dan Danau Tempe, Sungai Cenrana di dataran antara Takalar Sumpang Binangae (Barru), di selatan Parepare, di dataran Palopo Malili, di selatan Palopo sampai Umpu, di sekitar Sinjai serta di Rantepao (Tana Toraja) dan Camba (Maros). Sekis hablur, formasi ini ditemukan di beberapa tempat seperti di bagian barat Sabbang (Luwu Utara), Pegunungan Latimojong, di sebelah tenggara Barru dan di Bukit Tanjung Kerambu di Kabupaten Pangkep. Batuan sedimen mesozoikum, Formasi ini ditemukan di daerah Tana Toraja (Pegunungan. Kambung dan di sebelah barat Masamba) batuan terdiri dari serpih, napal, batu tulis, batu pasir, konglomerat yang umumnya berwarna merah, ungu, biru, dan hijau. Batuan plutonik basa, dijumpai di bagian timur Malili dan tersebar sebagai intrusi antara lain di bagian utara Palopo, di Gunung Maliowo dan Gunung Karambon. Batuan plutonik masam, ditemukan di sekitar Sungai Mamasa, sedangkan granodiorit dijumpai di barat laut Sasak. Di antara Masamba dan Leboni. Batuan sediment paleogen, Tersebar di bagian utara Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu di bagian timur Pangkajene sampai di timur Maros, memanjang di bagian timur lembah Walane dan di tenggara Sungai Sumpatu. Batuan sedimen neogen, penyebarannya di sekitar Lodong, sebelah timur Masamba memanjang dari utara Enrekang sampai Pompanua, dari Sengkang ke tenggara sampai Rarek dan ke selatan sampai Sinjai, di Pulau Selayar bagian timur dan di selatan Sinjai sampai Kajang. 4. Hidrologi Pada wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, terdapat sekitar 65 sungai mengaliri berbagai kabupaten khususnya yang berada di dataran tinggi. Di wilayah Luwu terdapat 25 aliran sungai. Kabupaten Tana Toraja, Enrekang, dan Pinrang dialiri oleh sungai terpanjang yakni sungai Saddang (150 km). DAS Jeneberang meliputi wilayah 8 (delapan) kabupaten di bagian selatan Sulawesi Selatan, termasuk kota Makassar, mencakup wilayah seluas 825,607 Ha dan kawasan hutan seluas 204,427 Ha. Sungai Walanae mengalir di kawasan Bone dan Wajo, sementara di Gowa dan Makassar mengalir sungai Jeneberang. Danau Tempe dan Sidenreng terdapat di Kabupaten Wajo dan sekitarnya, sementara di wilayah Luwu terdapat danau Matana dan Towuti. Pada wilayah bagian tengah wilayah Sulawesi Selatan, Formasi Walanae merupakan suatu formasi lapisan batuan pembawa air yang bersifat tertekan dengan debit kecil sampai sedang. Air tanah bebas dijumpai pada endapan Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 9 alluvial dan endapan pantai, endapan formasi walanae serta pada lembah-lembah yang ditempati oleh endapan batuan formasi Camba. 5. Klimatologi Provinsi Sulawesi Selatan terdapat dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau, dimana musim hujan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. November sampai Maret angin bertiup sangat banyak mengandung uap air yang berasal dari Benua Asia dan Samudera Pasifik sehingga pada bulan-bulan tersebut sering terjadi musim hujan. Berdasarkan klasifikasi tipe iklim menurut Oldeman, Provinsi Sulawesi Selatan memiliki 5 jenis iklim, yaitu Tipe iklim A termasuk kategori iklim sangat basah dimana curah hujan rata-rata 3500-4000 mm/tahun. Wilayah yang termasuk ke dalam tipe ini adalah Kabupaten Enrekang, Luwu, Luwu Utara dan Luwu Timur. Tipe Iklim B, termasuk iklim basah dimana Curah hujan rata-rata 3000 3500 mm/tahun. Wilayah tipe ini terbagi 2 tipe yaitu (B1) meliputi Kabupaten Tana Toraja, Luwu Utara, Luwu Timur, Tipe B2 meliputi Gowa, Bulukumba, dan Bantaeng. Tipe iklim C termasuk iklim agak basah dimana Curah hujan rata-rata 2500 3000 mm/tahun. Tipe iklim C terbagi 3 yaitu Iklim tipe C1 meliputi Kabupaten Wajo, Luwu, dan Tana Toraja. Iklim C2 meliputi Kabupaten Bulukumba, Bantaeng, Barru, Pangkep, Enrekang, Maros dan Jeneponto. Sedangkan tipe iklim C3 terdiri dari Makassar, Bulukumba, Jeneponto, Pangkep, Barru, Maros, Sinjai, Gowa, Enrekang, Tana Toraja, Parepare, Selayar. Tipe iklim D dengan Curah hujan rata-rata 2000 2500 mm/tahun. Tipe iklim ini terbagi 3 yaitu Wilayah yang masuk ke dalam iklim D1 meliputi Kabupaten Wajo, Bone, Soppeng, Luwu, Tana Toraja, dan Enrekang. Wilayah yang termasuk ke dalam iklim D2 terdiri dari Kabupaten Wajo, Bone, Soppeng, Sinjai, Luwu, Enrekang, dan Maros. Wilayah yang termasuk iklim D3 meliputi Kabupaten Bulukumba, Gowa, Pangkep, Jeneponto, Takalar, Sinjai dan Kota Makassar Tipe iklim E dengan Curah hujan rata-rata antara 1500 2000 mm/tahun dimana tipe iklim ini disebut sebagai tipe iklim kering. Tipe iklim E1 terdapat di Kabupaten Maros, Bone dan Enrekang. Tipe iklim E2 terdapat di Kabupaten Maros, Bantaeng, dan Selayar. 6. Penggunaan lahan Luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 45.751,91 km 2 , penggunaan lahan dalam jumlah yang terbesar adalah hutan negara yang luasnya mencapai 28,45% dari total wilayah atau mencapai 13.014,56 km2, kemudian lahan sawah yang secara keseluruhan luasnya mencapai 5.983,89 km2 atau 13,08% dari total luas lahan yang ada terdiri dari lahan sawah seluas 5.983,89 km2 dan lahan bukan sawah seluas 39.768,91 km 2 . Penggunaan lahan lain yang cukup signifikan adalah kebun/tegalan yang luasnya mencapai 12,10% dari luas wilayah keseluruhan Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 10 yaitu seluas 5.534,24 km2. Penggunaan lahan terendah adalah kolam/empang yang hanya sebesar 145,79 km2 (0,32%) dan rawa seluas 194,12 km2 (0,42%). Tabel. 1 : Penggunaan Lahan di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2005 No. Kabupaten / Kota Lahan Sawah Lahan Bukan Sawah Jumlah 1 Selayar 26,18 877,17 903,35 2 Bulukumba 240,56 914,11 1.154,67 3 Bantaeng 72,53 323,30 395,83 4 Jeneponto 168,98 580,81 749,79 5 Takalar 163,14 403,37 566,51 6 Gowa 343,68 1.539,65 1.883,33 7 Sinjai 138,36 681,60 819,96 8 Maros 257,21 1.361,94 1.619,15 9 Pangkep 161,67 950,62 1.112,29 10 Barru 134,16 1.040,55 1.174,71 11 Bone 983,46 3.575,54 4.559,00 12 Soppeng 250,75 1.249,25 1.500,00 13 Wajo 861,42 1.644,77 2.506,19 14 Sidrap 469,85 1.413,40 1.883,25 15 Pinrang 466,15 1.495,62 1.961,77 16 Enrekang 88,19 1.697,82 1.786,01 17 Luwu 362,51 2.637,74 3.000,25 18 Tana Toraja 271,26 2.934,51 3.205,77 19 Luwu Utara 247,82 7.254,76 7.502,58 20 Luwu Timur 206,51 6.738,37 6.944,88 21 Makassar 30,33 145,44 175,77 22 Parepare 9,33 90,00 99,33 23 Palopo 29,84 217,68 247,52 Jumlah 5.983,89 37.768,02 45.751,91 Sumber : BPS Sulsel, 2006 & BPS Kabupaten-Kabupaten di Sulsel Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 11 Penggunaan lahan sebagai hutan negara terluas terdapat di Kabupaten Luwu Utara yang mencapai 3.732,79 km2 atau 28,68% dari total luas hutan negara yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan. Selain Kabupaten Luwu Utara, daerah yang memiliki hutan negara yang relatif luas adalah Kabupaten Luwu Timur 2.311,25 km2 atau 17,75% dari total luas hutan negara dan Kabupaten Bone yang memiliki hutan seluas 1.489,71 km2 atau 11,45% dari total luas hutan negara di Provinsi Sulawesi Selatan. Terdapat dua kabupaten/kota yang tidak memiliki hutan negara yaitu Kota Makassar dan Kabupaten Takalar. Penggunaan lahan sebagai sawah terbesar terdapat di Kabupaten Bone dan Kabupaten Wajo. Luas lahan sawah di Kabupaten Bone mencapai 983,46 km2 atau 16,44% dari total luas sawah sedangkan luas lahan sawah di Kabupaten Wajo mencapai 861,42 km2 atau 14,40% dari total luas sawah di Provinsi Sulawesi Selatan. Dari keseluruhan luas sawah di kedua kabupaten tersebut, sebagian besar berupa sawah tadah hujan yang luasnya mencapai 641,95 km2 di Kabupaten Bone dan 657,80 km2 di Kabupaten Wajo. Penggunaan lahan sebagai sawah yang menggunakan irigasi teknis terbesar terdapat di Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Sidenreng Rappang. Penggunaan lahan sawah irigasi mencapai 375,75 km2 di Kabupaten Pinrang dan 298,90 km2 di Kabupaten Sidenreng Rappang. Penggunaan lahan sawah terendah terdapat di Kota Parepare yang lahan sawahnya hanya mencapai 9,33 km2. Selain Kota Parepare, daerah yang memiliki lahan sawah yang relatif sedikit adalah Kabupaten Selayar, Kota Palopo, dan Kota Makassar. Luas areal sawah di ketiga wilayah tersebut masing-masing 26,18 km2 di Kabupaten Selayar, 29,84 km2 di Kota Palopo, dan 30,33 km2 di Kota Makassar. 7. Kependudukan dan Ketenagakerjaan Berdasarkan data BPS Tahun 2006, jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2001 adalah sebesar 7.006.066 jiwa, kemudian berkembang menjadi 7.629.138 pada tahun 2006 atau mengalami pertambahan sebesar 623.072 jiwa periode waktu 5 tahun terakhir (2001-2006), atau tumbuh rata-rata sebesar 1,74% pertahun. Jumlah penduduk terbesar terdapat di Kota Makassar yang merupakan pusat kegiatan di Provinsi Sulawesi Selatan dengan jumlah penduduk sebesar 1.223.530 jiwa, sedang yang paling rendah adalah di Kota Parepare sebesar 115.076 jiwa pada tahun 2006. Kabupaten/Kota yang menjadi pusat-pusat kegiatan wilayah seperti Parepare, Barru, Pangkajene, Palopo, Bulukumba, dan Bone (Watampone) memiliki jumlah penduduk yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan Kota Makassar. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 12 Tabel 2 : Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2001-2006 No. Kabupaten / Kota 2001 2002 2003 2004 2005 2006 1 Selayar 104.079 104.205 109.415 111.458 111.220 116.415 2 Bulukumba 353.970 354.796 371.453 374.247 379.371 383.730 3 Bantaeng 160.072 160.840 164.841 167.284 169.102 170.548 4 Jeneponto 320.426 321.754 323.245 327.489 331.848 329.028 5 Takalar 232.178 232.681 240.578 244.582 248.162 250.480 6 Gowa 522.105 528.313 552.293 565.252 575.295 586.398 7 Sinjai 205.423 207.416 216.589 217.374 220.141 221.915 8 Maros 275.548 278.833 286.260 290.173 296.336 297.639 9 Pangkep 265.290 268.008 275.151 277.223 279.801 289.302 10 Barru 151.464 152.412 156.661 157.680 158.500 158.958 11 Bone 651.746 654.213 679.904 686.986 649.320 696.698 12 Soppeng 218.943 218.859 224.121 225.183 229.292 227.190 13 Wajo 357.742 358.677 362.683 363.508 364.290 373.989 14 Sidrap 238.926 239.795 246.259 247.723 246.993 246.880 15 Pinrang 312.124 313.801 331.592 334.090 335.554 340.188 16 Enrekang 168.337 169.812 175.962 178.658 182.174 183.861 17 Luwu 403.931 407.277 311.005 309.588 315.294 317.814 18 Tana Toraja 395.744 398.796 416.610 420.733 427.286 446.782 19 Luwu Utara 442.267 449.836 462.437 475.092 287.295 298.863 20 Luwu Timur - - - - 206.180 219.492 21 Makassar 1.116.834 1.127.785 1.145.406 1.164.380 1.193.451 1.223.530 22 Parepare 108.917 111.660 113.057 114.933 115.221 115.076 23 Palopo - - - 125.734 127.575 134.362 Jumlah 7.006.066 7.059.769 7.279.798 7.379.370 7.494.701 7.629.138 Sumber : Sulawesi Selatan Dalam Angka 2007 a. Kepadatan dan Distribusi Penduduk Distribusi penduduk sebagian besar masih terkonsentrasi di bagian selatan Provinsi Sulawesi Selatan. Mayoritas penduduk pada tahun 2005 terkonsentrasi di Kota Makassar dengan proporsi penduduk sebesar 15,92%. Konsentrasi penduduk yang relatif tinggi juga terdapat di Kabupaten Bone dengan proporsi penduduk sebesar 9,26%. Distribusi penduduk yang terendah terdapat di Kabupaten Selayar yang letaknya berada di luar Pulau Sulawesi dengan proporsi sebesar 1,48%. Kepadatan penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2006 adalah 165 jiwa/km2. Angka kepadatan penduduk tersebut bervariasi pada setiap Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 13 kabupaten/kota. Kepadatan penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan masih belum merata. Kota Makassar yang memiliki luas wilayah sebesar 175,77 km2 dihuni oleh 1.223.530 jiwa penduduk. Hal tersebut mengakibatkan kepadatan penduduk di Kota Makassar berada jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kepadatan penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan. Kepadatan penduduk di Kota Makassar pada tahun 2006 mencapai 6.961 jiwa/km2. Sedangkan daerah yang memiliki kepadatan penduduk sangat rendah adalah Kab.Luwu Timur yaitu 32 jiwa/km2. Angka tersebut berada jauh di bawah kepadatan penduduk Provinsi Sulawesi Selatan secara keseluruhan. Tabel 3: Kepadatan Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2006 No. Kabupaten / Kota Jumlah Penduduk (Jiwa) Luas Wilayah (Km2) Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) Distribusi Penduduk (%) 1 Selayar - - - - 2 Bulukumba 379.371 1.154,67 332 5,05 3 Bantaeng 169.102 395,83 431 2,26 4 Jeneponto 331.848 749,79 439 4,43 5 Takalar 248.162 566,51 442 3,31 6 Gowa 575.295 1.883,33 311 7,68 7 Sinjai 220.141 819,96 271 2,94 8 Maros 296.336 1.619,15 184 3,95 9 Pangkep 279.801 1.112,29 260 3,73 10 Barru 158.500 1.174,71 135 2,11 11 Bone 694.320 4.559,00 153 9,26 12 Soppeng 229.292 1.500,00 151 3,06 13 Wajo 364290 2.506,19 149 4,86 14 Sidrap 246.993 1.883,25 131 3,30 15 Pinrang 335.554 1.961,77 173 4,48 16 Enrekang 182.174 1.786,01 103 2,43 17 Luwu 315.294 3.000,25 106 4,21 18 Tana Toraja 427.286 3.205,77 139 5,70 19 Luwu Utara 287.295 7.502,58 40 3,83 20 Luwu Timur 206.180 6.944,88 32 2,75 21 Makassar 1.193.451 175,77 6961 15,92 22 Parepare 115.221 99,33 1159 1,54 23 Palopo 127.575 247,52 543 1,70 Jumlah 7.494.701 45.751,91 170 100,00 Sumber : Hasil Perhitungan, 2006 Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 14 b. Komposisi Penduduk Uraian mengenai komposisi penduduk terdiri dari komposisi penduduk menurut umur dan komposisi penduduk menurut jenis kelamin. Struktur umur penduduk di suatu daerah akan dapat menentukan tingkat produktivitas penduduk di daerah tersebut karena hal ini berkaitan dengan jumlah penduduk usia produktif di suatu daerah. Penduduk usia produktif artinya penduduk yang masih memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaannya dan tidak bergantung kepada orang lain. Kelompok usia produktif meliputi usia 15-64 tahun. Sebagian besar penduduk Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2005 berada dalam kelompok umur 5 9 tahun yaitu sebesar 809.221 jiwa. Sedangkan kelompok umur dengan jumlah terkecil adalah kelompok penduduk usia di atas 60 tahun yaitu sebesar 612.094 jiwa. Lebih dari 50% penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan berada di kelompok usia produktif. Tabel 4: Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2005 Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis Kelamin 0 4 367.541 394.150 716.691 105,27 5 9 421.054 388.197 809.221 108,46 10 14 419.723 383.197 802.920 109,53 15 19 366.074 374.226 740.300 97,82 20 24 289.492 347.544 637.036 83,30 25 29 276.180 329.640 605.820 83,78 30 34 289.708 314.632 604.340 92,08 35 39 268.273 295.714 563.987 90,72 40 44 215.566 230.580 446.146 73,49 45 49 184.282 196.427 380.709 93,82 50 54 153.949 167.853 321.802 91,72 55 59 114.968 138.677 253.635 82,90 60 + 275.044 337.050 612.094 81,60 Jumlah 3.641.844 3.852.857 7.494.701 94,52 Sumber : Sulawesi Selatan Dalam Angka 2006 c. Sosial Budaya Kekayaan dan keragaman budaya dalam tatanan Sulawesi Selatan sangat bervariasi sebagai satu rumpun budaya yang terdiri dari Bugis, Makassar, dan Toraja. Rumpun Makassar dominan berada pada Kabupaten di wilayah Selatan Sulawesi Selatan. Rumpun Toraja tersebar di Kabupaten Tana Toraja dan Luwu. Rumpun Bugis tersebar di wilayah utara Sulawesi Selatan. Gambaran ini Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 15 menunjukkan keragaman budaya yang tersebar pada wilayah yang beragam pula. Di balik keragaman tersebut, terdapat pula keragaman sistem nilai dan norma serta adat-istiadat yang spesifik. Variasi-variasi ini terkait pula dengan potensi kearifan lokal yang bisa berkembang dalam tatanan sosial budaya. Selain itu, terkandung pula potensi berkembangnya interaksi sosial dan komunikasi lintas budaya, yang dapat mendorong dinamika perubahan secara lebih kreatif dalam menanggapi spirit zaman. Komunitas pedesaan terdiri dari nelayan, petambak, petani, dan pengrajin. Komunitas ini merupakan suatu komunitas berskala kecil namun tetap memiliki kearifan lokal. Komunitas petani adalah komunitas yang terbesar di seluruh wilayah Sulawesi Selatan. Disamping itu berapa komunitas yang berbasis pada aktivitas ekonomi sekunder, antara lain pengrajin besi di Massepe Sidrap dan pengrajin perahu di Bira Bulukumba yang berkaitan dengan sumberdaya alam yang ada disekitarnya. Komunitas petani misalnya, memahami kapan waktu yang tepat untuk mulai menanam serta bagaimana menangani hama, demikian pula dengan komunitas nelayan yang telah menyatu dengan pantai dan laut, sehingga mereka dapat memprediksi lebih awal kondisi dan permasalahan yang akan terjadi baik di pantai maupun di laut. Pada era globalisasi, eksistensi keberadaan beberapa komunitas yang terkait dengan sektor pertanian masih ada yang mengalami ketertinggalan akibat dari ketidakmampuan bersaing dengan berbagai produk lainnya yang beredar dipasaran. Disamping itu juga umumnya masih mengalami masalah persyaratan dalam mengakses permodalan pada kelembagaan keuangan seperti Bank Rakyat yang ditawarkan pemerintah melalui berbagai program perkreditan. Disamping itu juga terdapat komunitas tradisional yang mampu bertahan di antaranya adalah komunitas Ammatoa di Kajang Bulukumba, Karangpuang di Sinjai, Tolotang di Sidrap, Aluk Todolo di Toraja, Pua Cerekang di Luwu. Senyatanya, komunitas ini benar-benar merupakan suatu komunitas yang memiliki karakteristik tersendiri. Komunitas ini masih tetap eksis walaupun secara sosial dikelilingi oleh berbagai informasi dan iptek namun karakteristik tetap dipertahankan. d. Ketenagakerjaan Data statistik tenaga kerja tahun 2007 menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja sebanyak 3.276.857 orang dan yang bekerja 2.933.093 orang, sementara masih terdapat penganggur murni 343.764 orang atau sebesar 10,49%, yang mengalami penurunan sebesar 2% jika dibandingkan pada tahun 2006 sebesar 370.309 orang atau sebesar 12,32%. Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan yang bekerja pada sektor pertanian mencapai 54,20% (1.503.385 jiwa) dari jumlah penduduk yang berumur di atas 10 tahun. Tingginya jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan penduduk terhadap sektor pertanian masih sangat tinggi. Sebagian besar daerah di Provinsi Sulawesi Selatan penduduknya bekerja pada sektor pertanian. Hanya penduduk Kota Makassar dan Kota Parepare yang Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 16 sebagian besar penduduknya bekerja di sektor non pertanian yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran, masing-masing sebesar 161.583 jiwa dan 12.171 jiwa. B. PEREKONOMIAN WILAYAH Pada sektor perekonomian wilayah, lembaga-lembaga yang mengkhususkan diri di bidang ini menunjukkan kecenderungan bertumbuh dengan laju yang cukup tinggi, walaupun dari sisi identitas umumnya mirip satu dengan lainnya. Kebanyakan lembaga dimaksud menyandang identitas sebagai lembaga ekonomi modern yang memposisikan keuntungan sebagai orientasi utama dengan seperangkat aturan dan nilai yang cenderung serupa pula. Keberadaan lembaga ini bukannya menambah kualitas keragaman tetapi justru sebaliknya, karena memarginalkan lembaga tradisional. Kehadiran lembaga ekonomi modern dalam bentuk Bank dan Koperasi telah menggeser lembaga tradisional. Demikian pula kehadiran lembaga pasar modern cenderung meminggirkan eksistensi pasar tradisional. Kehadiran pasar modern yang mestinya menambah keragaman, justru melemahkan entitas yang sudah ada. Kehadiran perusahaan besar sebagai lembaga ekonomi yang lebih terkonsentrasi pada bidang otomotif dan konstruksi, kurang mendorong produksi manufaktur dan agroindustri, juga menjadi fenomena di balik rendahnya keragaman dalam kelembagaan ekonomi. Lembaga ekonomi dalam perdagangan komoditas utama seperti Kakao, Beras dan Rumput Laut, belum bergeser dari sekedar pedagang pengumpul kearah pencipta nilai tambah melalui industri pengolahan. 1. Struktur Ekonomi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu pencerminan kemajuan ekonomi suatu daerah. Sementara itu, potensi ekonomi pada suatu wilayah dapat diukur dari kontribusi masing-masing sektor terhadap nilai PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Variabel yang digunakan dalam PDRB terdiri dari 9 (sembilan) sektor lapangan usaha, yaitu sektor pertanian, pertambangan dan galian, industri dan pengolahan, listrik, gas dan air minum, bangunan, perdagangan, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa. PDRB Sulawesi Selatan atas dasar harga berlaku pada tahun 2007 sekitar 69.271.925 Milyar Rupiah, dengan kontribusi terbesar diberikan oleh sektor pertanian sebesar 30,17% dan disusul oleh sektor perdagangan, restoran dan hotel yaitu sebesar 15,86%. Sedangkan PDRB Sulawesi Selatan atas dasar harga konstan 2000 pada tahun 2007 sebesar 41.332.426 milyar rupiah. Secara umum pertumbuhan tersebut di atas rata-rata pertumbuhan PDRB Nasional. Karakteristik penting yang melekat dalam proses pertumbuhan ekonomi yaitu tingkat perubahan struktural dan pergeseran sektoral. Komponen utama dari perubahan struktural ini meliputi pergeseran secara bertahap kegiatan-kegiatan dari Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 17 bidang pertanian ke non pertanian. Struktur perekonomian Provinsi Sulawesi Selatan dari tahun 2000 2007 tidak mengalami banyak perubahan. Tabel 5 : Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003-2007 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta) Tahun No. Lapangan Usaha 2003 2004 2005 2006 2007 1 Pertanian 10.816.736 10.646.081 11.337.555 11.802.563 12.181.818 2 Pertambangan & Penggalian 3.190.333 3.482.033 3.649.470 3.891.338 4.157.151 3 Industri Pengolahan (tanpa migas) 4.486.097 4.764.787 5.112.433 5.481.512 5.741.389 4 Listrik & Air Bersih 324.826 321.423 342.429 368.274 400.881 5 Bangunan 1.443.797 1.603.011 1.712.295 1.787.872 1.942.088 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 4.753.954 5.065.354 5.386.350 5.770.903 6.322.425 7 Pengangkutan 2.294.053 2.558.627 2.757.776 2.945.640 3.244.612 a. Angkutan 1854.681 2.074.119 2.215.224 2.367.076 2.596.386 b. Komunikasi 439.372 484.508 542.552 578.564 648.226 8 Keuangan,Persewaan & Jasa Perusahaan 1.591.671 2.063.661 2.152.675 2.340.471 2.610.477 9 Jasa-jasa 3.723.914 3.840.104 3.970.805 4.479.101 4.731.580 a. Pemerintahan Umum 3.461.933 3.563.912 3.676.176 4.164.572 4.390.144 b. Swasta 261.881 276.192 294.629 314.528 341.436 Total Sektor 32.627.380 34.345.081 36.421.787 38.867.679 41.332.426 Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Selatan, 2007 2. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat diartikan sebagai kemampuan daerah dalam menyediakan berbagai sumberdaya ekonomi dalam jangka panjang yang terus meningkat dalam memenuhi kebutuhan penduduknya. Tingkat pertumbuhan ekonomi ini ditentukan oleh pertambahan nilai yang diperoleh dari produksi barang dan jasa. Berdasarkan tingkat pertumbuhan yang dicapai dari tahun ke tahun maka secara kasar dapat dinilai prestasi dan kesuksesan suatu daerah jika mempunyai kemampuan untuk meningkatkan nilai tambah terhadap produksi barang dan jasa yang sifatnya jangka panjang. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 18 Pertumbuhan PDRB merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui perkembangan ekonomi suatu wilayah dalam suatu periode tertentu. Rata-rata Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan selama kurun waktu tahun 2003-2006 sekitar 5.86%. Tabel 6: Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2003 2006 (%) Tahun No. Lapangan Usaha 2003 2004 2005 2006 1 Pertanian 0,60 -1,60 6,50 4,10 2 Pertambangan & Penggalian 11,08 9,14 4,81 6,63 3 Industri Pengolahan (tanpa migas) 7,75 6,21 7,30 7,22 4 Listrik dan Air Bersih 5,38 -1,05 6,54 7,55 5 Bangunan 6,26 11,03 6,82 4,41 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 6,96 6,55 6,34 7,14 7 Pengangkutan 10,87 11,53 7,78 6,81 a. Angkutan 12,17 11,83 6,80 6,85 b. Komunikasi 6,92 10,27 11,98 6,64 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 21,97 29,65 4,31 8,72 9 Jasa-jasa 1,38 3,12 3,40 12,80 a. Pemerintahan Umum 1,02 2,95 3,15 13,29 b. Swasta 6,26 5,42 6,68 6,75 Total Sektor 5,42 5,26 6,05 6,72 Sumber : Indikator sosial ekonomi, BPS 2006 3. Keuangan a. Keuangan Daerah Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu aspek penggunaan sumber daya ekonomi yang secara langsung dikuasai dan dimiliki oleh pemerintah dan secara tidak langsung berasal dari masyarakat melalui pembayaran pajak. Realisasi Pengeluaran pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tahun anggaran 2007 sebesar Rp.1.834.2 Milyar yang terdiri dari belanja tidak langsung Rp 1.047 Milyar dan belanja langsung Rp 787.3 Milyar. Posisi Keuangan sebagaimana dalam Tabel Ringkasan Realisasi APBD 2007 dan RAPBD 2008 serta Tabel Neraca Daerah tahun anggaran 2006 dan 2007 digambarkan sebagai berikut: Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 19 Tabel 7: Ringkasan Penjabaran APBD Tahun 2007 dan 2008 Nomor Uraian Realisasi 2007 Anggaran 2008 Bertambah/ Berkurang 1 2 3 4 5 4 PENDAPATAN DAERAH 4.1 Pendapatan Asli Daerah 992,252.45 1,094,861.81 102,609.36 4.1.1 Pajak daerah 850,491.37 960,441.09 109,949.72 4.1.2 Retribusi daerah 56,489.99 60,578.24 4,088.25 4.1.3 Hasil pengelolaan kekayaan daerah 46,243.08 48,021.19 1,778.11 4.1.4 Lain-lain pendapatan asli yang sah 39,028.01 25,821.29 (13,206.72) 4.2 Dana perimbangan 810,026.11 908,790.03 98,763.92 4.2.1 Dana bagi hasil pajak / bukan pajak 210,518.11 216,943.50 6,425.40 4.2.2 Dana alokasi umum 599,508.00 656,709.52 57,201.52 4.2.3 Ana alokasi khusus - 35,137.00 35,137.00 4.3 Lain-lain pendapatan daerah yang sah 7,220.32 - Jumlah Pendapatan 1,809,498.88 2,003,651.84 5 BELANJA DAERAH 5.1 Belanja Tidak Langsung 1,046,948.70 1,243,499.17 196,550.47 5.2 Belanja Langsung 787,341.70 849,139.61 61,797.92 Jumlah Belanja 1,834,290.40 2,092,638.78 Surplus / (Defisit) (24,791.52) (88,986.94) (64,195.42) 6 PEMBIAYAAN DAERAH 6.1 Penerimaan pembiayaan 266,251.11 90,186.94 (176,064.17) Jumlah pengeluaran pembiayaan 33,225.83 1,200.00 (32,025.83) Pembiayaan neto 233,025.28 88,986.94 (322,012.22) 6.3 Sisa anggaran tahun berkenaan (SILPA) 208,233.76 - Sumber : Sisa Hasil Perhitungan APBD 2007 dan RAPBD 2008 Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 20 Sumber : Perhitungan APBD 2007 Tabel 8 Neraca Daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan 31 Desember 2006 Dan 31 Desember 2007 JUMLAH JUMLAH KENAIKAN URAIAN 2006 2007 (PENURUNAN) AKTIVA Rp. 238,167.63 Rp. 296,013.12 Rp. 57,845.49 AKTIVA LANCAR INVESTASI JANGKA PANJANG Rp. 184,232.99 Rp. 216,733.00 Rp. 32,500.01 AKTIVA TETAP Tanah Rp. 4,234,304.39 Rp. 4,257,816.35 Rp. 23,511.96 Jalan, Jembatan Rp. 3,522,913.72 Rp. 3,638,225.98 Rp. 115,312.26 Bangunan Air Rp. 19,917.64 Rp. 42,692.65 Rp. 22,775.01 Instalasi Rp. 31,219.21 Rp. 32,693.58 Rp. 1,474.37 Jaringan Rp. 26,173.34 Rp. 27,131.32 Rp. 957.98 Gedung, Bangunan Rp. 459,328.58 Rp. 607,408.00 Rp. 148,079.42 Monomen dan tuguh Rp. 2,199.80 Rp. 5,890.38 Rp. 3,690.58 Alat Berat Rp. 8,148.03 Rp. 15,405.36 Rp. 7,257.34 Angkutan / Kendaraan Rp. 92,341.32 Rp. 114,169.46 Rp. 21,828.14 Alat Bengkel Rp. 1,164.37 Rp. 1,874.30 Rp. 709.93 Alat Ukur Rp. 3,946.26 Rp. 4,312.41 Rp. 366.15 Alat Pertanian Rp. 3,975.55 Rp. 9,092.08 Rp. 5,116.53 Alat Kantor & Rumah Tangga Rp. 135,492.12 Rp. 164,670.23 Rp. 29,178.11 Alat Studio & Alat Komunikasi Rp. 7,350.35 Rp. 11,258.67 Rp. 3,908.32 Alat Kedokteran Rp. 36,177.36 Rp. 47,727.28 Rp. 11,549.92 Alat Laboratorium Rp. 30,993.77 Rp. 36,251.96 Rp. 5,258.19 Buku/Perpustakaan Rp. 6,440.03 Rp. Rp. (6,440.03) Barang Bercorak Seni & Budaya Rp. 1,007.78 Rp. 1,208.38 Rp. 200.60 Hewan Ternak dan Tanaman Rp. 3,435.69 Rp. 5,594.68 Rp. 2,158.99 Peralatan Keamanan Rp. 229.61 Rp. 339.74 Rp. 110.13 Jumlah Aktiva Tetap Rp. 8,710,838.20 Rp. 9,026,820.45 Rp. 315,982.25 AKTIVA TETAP LAINNYA Rp. 60,000.00 Rp. - Rp. (60,000.00) DANA CADANGAN Rp. 60,000.00 Rp. - Rp. (60,000.00) AKTIVA LAIN-LAIN Rp. - Rp. 374.19 Rp. (374.19) TOTAL AKTIVA Rp. 9,193,238.82 Rp. 9,539,940.75 Rp. 465,953.55 UTANG UTANG JANGKA PENDEK Rp. 53,248.64 Rp. 3,810.31 Rp. (49,438.33) UTANG JANGKA PANJANG Rp. 3,550.10 Rp. 2,098.87 Rp. (1,451.23) EKUITAS DANA Rp. 9,136,440.10 Rp. 9,539,571.42 Rp. 403,131.32 TOTAL UTANG DAN EKUITAS Rp. 9,193,238.84 Rp. 9,545,480.59 Rp. 352,241.75 Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 21 b. Perbankan Jasa perbankan dari tahun ketahun menunjukan kecenderungan yang meningkat seiring dengan semakin meningkatnya kegiatan perekonomian masyarakat yang membutuhkan jasa perbankan. Berdasar data yang ada jumlah bank yang ada di Sulawesi Selatan tahun 2006 tercatat sebanyak 62 bank dengan 552 unit kantor yang tersebar di berbagai daerah Sulawesi Selatan. Jumlah dana masyarakat yang tersedia pada bank-bank di Sulawesi Selatan tahun 2007 sebesar Rp 25,20 trilyun yang terdiri dari deposito sebesar Rp. 7,30 trilyun, Giro sebesar Rp 5,06 trilyun dan dalam bentuk tabungan sebesar Rp 12,84 trilyun. 4. Pendapatan Masyarakat Tingkat pertumbuhan PDRB per kapita dapat dipakai sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat pendapatan masyarakat. Dimana PDRB per kapita atas dasar harga berlaku menggambarkan besarnya nilai tambah bruto per penduduk. Sedangkan PDRB per kapita atas dasar harga konstan dapat digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan nyata pendapatan perkapita. Angka Perkapita Bruto (atas dasar harga konstan tahun 2000) penduduk Sulawesi Selatan pada tahun 2002 sebesar 3.782.288 rupiah meningkat menjadi 4.354.326 rupiah pada tahun 2006. 5. Produksi Sektor-sektor Unggulan Sektor pertanian, pertambangan, industri, dan pariwisata merupakan sektor unggulan yang menjadi penggerak roda perekonomian dalam pengembangan wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Untuk mendapatkan gambaran sektor-sektor perekonomian tersebut, akan dilakukan kajian terhadap potensi masing-masing sub sektor yang digambarkan secara spasial ke dalam bentuk peta penyebaran lokasi untuk analisis pemusatannya. a. Sektor Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Tanaman padi terutama padi sawah merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi Sulawesi Selatan. Produksi tanaman padi sawah di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2005 mencapai sekitar 3.375.210 ton dari areal seluas 725.7663 Ha dengan tingkat produktivitas sebesar 4,65 ton/Ha. Kabupaten penghasil padi sawah terutama adalah Kabupaten Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang dan Luwu yang dikenal dengan sebutan Kawasan Bosowasipilu. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai LQ yang lebih besar dari 1, yang berarti disamping memenuhi kebutuhan wilayah itu sendiri, produksi padi juga dapat memenuhi kebutuhan wilayah provinsi. Produksi jagung di Provinsi Sulawesi Selatan memiliki tingkat produktivitas sebesar 3,42 ton/ha. Sentra tanaman jagung terdapat di Kabupaten Bantaeng, Jeneponto, Gowa, Enrekang dan Bulukumba. Selanjutnya, Tanaman ubi memiliki produktivitas cukup tinggi bila dibandingkan dengan jenis tanaman pangan lainnya. Jenis tanaman ubi yang ditanam yaitu ubi jalar dan ubi kayu. Produksi tanaman ubi jalar mencapai produktivitas sekitar 13,38 ton/Ha, sedangkan produktivitas tanaman Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 22 ubi kayu sekitar 16,85 ton/Ha. Tanaman ubi jalar terutama terdapat di Kabupaten Tana Toraja, Bulukumba, Selayar, Gowa dan Luwu Utara. Sedangkan tanaman ubi kayu terdapat di Kabupaten Selayar, Gowa, Jeneponto, Takalar dan di sekitar Makassar. Tingkat produktivitas tanaman kacang-kacangan baik kacang tanah, kedelai maupun kacang hijau berkisar sekitar 1 ton/ha. Luas lahan areal perkebunan kacang- kacangan saat ini masih relatif kecil. Kabupaten penghasil kacang kedelai terutama adalah Kabupaten Jeneponto, Bone, Soppeng, Wajo, Takalar, Enrekang. Tanaman kacang tanah terdapat di Kota Parepare, Kabupaten Selayar dan Bone, sedangkan tanaman kacang hijau terutama terdapat di Kabupaten Takalar, Pangkep, Selayar dan Jeneponto. Disamping tanaman pangan, terdapat juga potensi sayur-sayuran dan buah- buahan. Jenis sayur-sayuran yang banyak diusahakan di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan adalah kentang, kubis, sawi, bawang merah, kacang panjang, cabe, ketimun, labu siam, kangkung, bayam dan wortel. b. Sektor Perkebunan Sektor perkebunan di Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap devisa negara melalui beberapa komoditas eksport unggulan diantaranya kakao. Produksi tanaman kakao tahun 2007 sebesar 117 ribu ton. Biji kakao merupakan salah satu komoditi utama ekspor dari Provinsi Sulawesi Selatan. Daerah penghasil kakao terutama adalah Kabupaten Luwu Utara, Luwu Timur dan Luwu. Komoditas ekspor lainnya adalah kopi baik kopi arabika maupun robusta, sentra penanaman kopi terutama di Kabupaten Tana Toraja. Komoditas perkebunan lainnya adalah kelapa, cengkeh, pala, tembakau, tebu, kayu manis, vanili dan lada. c. Sektor Perikanan Usaha perikanan laut di Provinsi Sulawesi Selatan lebih dominan dibanding perikanan darat. Produksi perikanan darat berasal dari perairan umum (danau, sungai dan rawa) dan budidaya ikan (tambak air payau dan kolam/sawah). Produksi perikanan dari perairan umum dan tambak air payau terdapat hampir di seluruh wilayah kabupten/kota. Hasil perikanan darat pada tahun 2005 mencapai 315.734 ton. Komoditas yang menonjol adalah udang dengan total produksi sebesar 6.668 ton, rumput laut 17.161 ton, lainnya 1.115.295 ton. Jenis komoditi perikanan lainnya adalah ikan cakalang, tuna, tongkol, udang, rumput laut, teripang, cumi-cumi dan lain-lain. Produksi perikanan laut terutama berasal dari Kabupaten Bone, Jeneponto dan Takalar. Sedangkan produksi perikanan darat terutama terdapat di Kabupaten Wajo, Bone, Sinjai dan Pinrang. d. Sektor Peternakan Jenis ternak yang diusahakan di Provinsi Sulawesi Selatan antara lain sapi, kambing, ayam buras, itik. Arahan kawasan sentra peternakan di Provinsi Sulawesi Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 23 Selatan adalah kawasan Jeneponto, Bulukumba, Watampone, Parepare dan sekitarnya. e. Sektor Kehutanan Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan nomor 890/Kpts-II/1999 dan SK Gubernur KDH Tk. I Provinsi Sulawesi Selatan nomor 276/II/Tahun 1999 tentang Paduserasi antara TGHK dan RTRWP, kawasan hutan di Sulawesi Selatan seluas 2.712.811,75 ha terdiri atas 1.224.279,65 ha hutan lindung, 488.551 ha hutan produksi terbatas, 131.041,10 ha hutan produksi biasa, 23.630 ha hutan produksi konversi dan 242.110 ha hutan konservasi. Produksi kayu bulat di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2007 mencapai 100.014,13 m3. Hasil lainnya yakni rotan 4.241,40 ton, getah pinus 502.023,50 m3 dan Damar 99,13 ton. Disamping hasil hutan kayu dan bukan kayu tersebut, terdapat juga produksi hasil hutan yang diperoleh dari persuteraan alam sebagai komoditi unggulan khas Sulawesi Selatan. Sektor Kehutanan sebagai sektor yang mendukung segmen hulu memberikan fasilitasi pada penyediaan kokon sebagai bahan baku produk. Untuk tahun 2007, produksi kokon Sulawesi Selatan sebesar 382.444,27 kg. f. Sektor Pertambangan Kontributor terbesar sektor pertambangan adalah pertambangan non migas. Sejauh ini pertambangan yang dieksploitasi adalah nikel. Pertambangan nikel terdapat di Soroako, Kabupaten Luwu Utara yang dikelola oleh PT. Internastional Nickel Company (INCO). Pada tahun 2004 volume export hasil pertambangan nikel mencapai 73.283 ton dengan nilai eksport sekitar USD 386 juta. Disamping nickel Provinsi Sulawesi Selatan juga memiliki potensi tambang lainnya diantaranya tembaga, pasir besi hitam, kramit, emas, pirit, belerang, batu bara, batu mulia dan bahan bangunan seperti batu gunung, endapan lahar dan batu kasar. Beberapa wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan juga memiliki cadangan minyak bumi yaitu di Laut Sulawesi, Enrekang dan Selayar, yang saat ini belum dieksploitasi. g. Sektor Industri Dari sektor industri tercatat sejumlah perusahaan industri pengolahan hasil pertanian dan kehutanan, industri logam, mesin dan aneka, serta industri kecil. Termasuk dalam kategori industri hasil pertanian adalah industri makanan, industri pengolahan tembakau (industri rokok kretek), industri kayu, bambu dan rotan. Termasuk dalam kategori industri aneka antara lain adalah industri bordiran, penjahitan, service elektronik. Perusahaan di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2004 tercatat sebanyak 65.906 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 210.689 orang. Terjadi penurunan dibanding tahun-tahun sebelumnya, dimana tercatat sebanyak 74.212 buah yang menyerap tenaga kerja sebanyak 209.319 orang. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 24 h. Sektor Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan memliki aneka ragam obyek dan daya tarik wisata tersebar di wilayah Kabupaten/Kota, beberapa diantaranya belum dikembangkan dan dipasarkan. Obyek dan daya tarik wisata tersebut berupa hamparan pemandangan pantai dan sawah yang indah, seni budaya yang khas dari pesisir hingga pegunungan, dan bahari yang kaya dengan bio diversity. Beberapa obyek wisata unggulan seperti : 1) Toraja : Keunikan pemukiman dan arsitektur tradisional yang menjadi nominasi World Heritage, warisan budaya yang tetap terpelihara hingga sekarang, merupakan kekuatan daya tarik ditunjang kondisi geografis dataran tinggi (highland); 2) Tanjung Bira merupakan tempat wisata bahari di Kabupaten Bulukumba yang berada di pesisir Laut Flores dengan air laut yang jernih.dan batu karang di sekitar Pulau Kambing memiliki panorama yang indah; 3) Malino merupakan kawasan taman wisata alam dengan udara yang sejuk karena terletak 1500 dpl. Taman ini terkenal dengan bunga-bunga dan buah-buahan torpisnya terutama markisa. Taman Wisata Malino terletak di Kecamatan Tinggi Moncong, Kabupaten Gowa, sekitar 70 km dari Kota Makasar. 4) Tanah Beru adalah salah satu desa di Kabupaten Bulukumba yang sangat terkenal dengan tempat pembuatan perahu tradisional Bugis yang berukuran kecil maupun besar. Termasuk perahu Phinisi Nusantara yang telah melayari Samudra Pasifik melalui Vancoucer, dan Amanna Gappa yang telah berlayar sampai di madagaskar. 5) Tana Towa Kajang adalah salah satu sub etnik dari etnik madagaskar. Pola hidup penduduknya agak unik, dipimpin oleh kepala suku yang disebut ammatoa yang dianggap sebagai pemimpin politik dan spiritual. Mereka hidup menyatu dengan alam dan tidak ada kehidupan dengan peralatan modern. Pada saat-saat tertentu mengadakan upacara-upacar adat yang ritual dan sakral. Untuk bertemu muka dengan ammatoa tamu harus memakai pakaian hitam. 6) Benteng Makassar (Fort Rotterdam) terletak di Makassar. Banteng ini dibangun oleh raja gowa X Karaeng Tunipalangga Ulaweng pada tahun 1545 untuk melawan Belanda. Tapi pada tahun 1667 benteng ini berhasil direbut Belanda dan diberi nama Fort Rotterdam dan digunakan sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan. Selama pendudukan Jepang, benteng ini berfungsi sebagai pusat studi pertanian dan bahasa. Saat ini Benteng Fort Rotterdam dimanfaatkan oleh Suaka Peninggala Sejarah dan Purbakala, juga dimanfaatkan sebagai museum (Musium La Galigo) yang dahulu merupakan gudang rempah-rempah. 7) Gugusan kepulauan Spermonde membentang dari Makassar hingga perairan Kabupaten Pangkep, dengan daya tarik aktifitas bahari berupa selam dan mancing. 8) Museum Balla lompoa; museum ini merupakan rekonstruksi bentuk istana tua raja Gowa, dalam susunan kayu yang dibangun sejak tahun 1939 dan telah direnovasi pada tahun 1978/1980. Museum ini terletak dikecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, sekitar 11 km dari Kota Makassar. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 25 9) Miniatur Sulawesi Selatan Benteng Somba Opu; merupakan pusat budaya dan sejarah Sulawesi Selatan. Disekitar Benteng Soma Opu ini dibangun kembali berbagai rumah adat tradisional dari beberapa etnis di Sulawesi Selatan antara lain rumah adat Kajang (Makassar), Bugis, Mandar dan Toraja. Terletak sekitar 2 km kearah Selatan dari Kota Makassar. 10) Bantimurung; merupakan hutan cagar alam yang dilindungi.di Kawasan ini pengunjung dapat menikmati air terjun yang jernih serta menyaksikan aneka spesies kupu-kupu. Di lokasi ini terdapat Goa Mimpi, yang kaya akan keindahan stalaktit dan stalakmit. Cagar Alam Bantimurung terletak di Kabupaten Maros. 11) Kawasan Karst Maros-Pangkep, yang memiliki keunikan bentangan pegunungan kapur dengan variasi peninggalan purbakala 12) Taman Laut Takabonerate yang berada di pesisir timur dan barat pulau Selayar sebagai diving spot area terbaik di kawasan Asia pasifik C. SARANA DAN PRASARANA TRANSPORTASI Perkembangan moda transportasi darat, telah dapat menghubungkan antar ibukota Kabupaten kota, dimana untuk mendukung percepatan pertumbuhan arus barang dan penumpang membutuhkan perluasan dan pelebaran jalan walaupun pada umumnya memiliki kualitas yang cukup baik, khususnya jalan poros kota Makassar Parepare, Palopo hingga Poso Sulawesi Tengah. Demikian juga Sarana dan prasarana transportasi laut yang terus mengalami perkembangan. Terkait dengan transportasi udara telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan terhadap perkembangan dunia penerbangan. Namun secara umum keterpaduan aktifitas antar moda transporatsi darat, laut, dan udara belum berjalan secara optimal. 1. Transportasi Darat Panjang jalan di Sulawesi Selatan pada tahun 2006 sepanjang 2770,53 km. Jika dilihat dari status kewenangannya, 1556,13 km jalan di Sulawesi Selatan merupakan kewenangan Pemerintah Pusat dan 1.209,40 km menjadi kewenangan Pemerintah Sulawesi Selatan. Kondisi permukaan jalan yang merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan diklarifikasikan sebagai berikut : a. Panjang jalan provinsi yang berkategori baik yaitu 1335,59 km; b. Panjang jalan kondisi sedang adalah 1001,55 km; c. Panjang jalan dengan kondisi rusak 198,94 km; d. Panjang jalan dengan rusak berat adalah 234,45 km; 2. Transportasi Laut Keberadan sarana dan prasarana transportasi laut merupakan salah satu hal yang penting bagi pengembangan wilayah Republik Indonesia yang merupakan Negara kepulauan. Pengembangan prasarana transportasi laut khususnya pelabuhan di Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu hal yang penting bagi pergerakan penumpang dan barang untuk menggerakkan roda perekonomian di Provinsi Sulawesi Selatan. Pelabuhan laut yang terdapat Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan hirarkinya terdiri dari pelabuhan internasional, pelabuhan nasional dan pelabuhan regional. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 26 Pelabuhan Makassar merupakan satu-satunya pelabuhan internasinal yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan. Karena fungsinya sebagai pelabuhan internasional, pelabuhan tersebut memiliki volume bongkar muat barang dan naik penumpang yang paling tinggi baik dari dalam maupun dari luar negeri. Volume bongkar dan muat barang dari dalam negeri di pelabuhan Makassar pada tahun 2004 mencapai 1.327.330 ton dan 957.422 ton. Volume bongkar dan muat barang dari luar negeri dipelabuhan tersebut mencapai 676.816 ton dan 1.087.440 ton. Jumlah kunjungan kapal dipelabuhan ini pun meupakan yang trtinggi dibandingkan dengan jumlah kunjungan di pelabuhan-pelabuhan lainnya. Kunjungan kapal di pelabuhan Makassar pada tahun 2004 mencapai 3.598 unit yang berasal dari pelayaran dalam negeri dan 319 unit yang berasal dari pelayaran luar negeri. 3. Transportasi Udara Transportasi udara didalam wilayah Sulawesi Selatan masih dalam taraf awal pengembangan seperti Bandara Pong Tiku di Kabupaten Tator, Bandara Arupala di kabupaten Selayar secara umum dapat melayani kebutuhan lalu lintas udara antara Makassar dengan wilayah Sulawesi Selatan bagian Utara dan ke Pulau Selayar. Sejak beberapa tahun sebelumnya, bandara ini telah memberikan kontribusi bagi pengembangan sektor transportasi. Untuk Kabupaten Tator kendala yang dihadapi adalah selain stabilitas jumlah penumpang juga faktor sarana dan prasarana yang belum secara optimal memenuhi standar bagi penerbangan pesawat udara. Di Soroako terdapat bandara yang dioperasikan oleh PT. INCO memiliki strategis karena menghubungkan Makassar dengan wilayah Luwu yang relatif jauh jika menggunakan transportasi darat. Pengembangan wilayah di kawasan itu cukup terdorong oleh keberadaan bandara itu. Bandara internasional Sultan Hasanuddin merupanan bandara yang secara fisik telah masuk kedalam internasional hubs dimana memiliki dua pilihan run way yang lebih panjang sesuai persyaratan serta terminal penumpang dan pesawat yang mampung lebih dari 12 pesawat udara. Secara geografis posisi Makassar yang berada ditengah wilayah indonesia juga merupakan jembatan antara Kawasan Barat dan Kawasan Timur Indonesia dimana akan mempengaruhi tingkat perkembangan Provinsi Sulawesi Selatan pada sektor perhubungan udara yang semakin baik, disamping itu perhubungan laut dengan pelabuhan Soekarno-Hatta yang juga mengalami kemajuan lebih baik dimana arus barang dan jasa dengan sistem kontainer. Menghadapi kondisi perkembangan dunia penerbangan, bandara internasional Sultan Hasanuddin akan terus berbenah diri khusunya dari aspek manajemen pengelolaan penerbangan bertaraf internasional. Kondisi fisik telah mampu melayani jumlah penumpang domestik dan mancanegara yang terus meningkat termasuk kelengkapan sarana jasa angkutan barang (cargo). D. PRASARANA WILAYAH Uraian mengenai sarana dan prasarana wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan meliputi berbagai prasarana yaitu prasarana pengairan, prasarana air bersih, prasarana persampahan, prasarana telekomunikasi serta prasarana listrik dan energi. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 27 1. Prasarana Pengairan Jaringan irigasi Sulawesi Selatan yang mencakup 4 (empat) Satuan Wilayah Sungai (SWS) dengan panjang sungai 1922,70 km dan mengairi 207.928 Ha sawah dengan jaringan primer sepanjang 521,86 km dan sekunder 1.823,97 km. ada 2(dua) kewenangan. Kewenangan pemerintah pusat meliputi jaringan primer 371,34 km dan 1.617,16 km jaringan sekunder. Sistem jaringan ini mampu mengairi areal sawah seluas 171,74 Ha. Jaringan yang berada di bawah pemerintah provinsi adalah sepanjang 124,56 km untuk jaringan primer dan jaringan sekunder 184,52 dengan luas cakupan area 31.168 Ha. Di antara jaringan irigasi yang dikemukakan di atas terdapat sepanjang 25,96 km jaringan primer 21,61 km jaringan sekunder lintas kabupaten/kota yang merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi yang mengairi luas areal 5.016 Ha. Jaringan irigasi yang ada ada saat ini untuk mendukung pengairan khususnya pertanian lahan basah dan pertambakan yang terdiri dari irigasi teknis, semi teknis, sederhana, perdesaan, rawa dan tadah hujan. Sebagai konsekuansi pertambahan luas jaringan irigasi tersebut menuntut pemeliharaan dan partisipasi masyarakat sera dukungan tenaga-tenaga professional dalam pelayanan terhadapa masyarakat. Pembangunan prasaran pengairan memilki beberapa tujuan yaitu antara lain peningkatan produktivitas pertanian, penyediaan air baku, dan perlindungan terhadap areal produksi pertanian dan permkiman dari bahaya banjir. Salah satu prasarana pengairan yang dikembangkan di provinsi Sulawesi Selatan adalah bendungan yang tersebar di beberapa daerah kabupaten. Prasaran pengairan tersebut diarahka untuk menunjang pengembangan pertanian lahan basah (irigasi) yang meliputi beberapa wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Luwu, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Bone, kabupaten Sidrap dan Kabupaten Sopppeng. Tabel 9 : Bendungan di Provinsi Sulawesi Selatan No. N a m a Kabupaten Keterangan 1 Bendungan Larona Luwu Timur Kapasitas 10 juta m3 2 Bendungan Balambano Luwu Timur Kapasitas 3,25 juta m3 3 Bendungan Kabenakoman Luwu Timur Layanan 4226 Ha 4 Bendungan Kalaena Luwu Timur Layanan 17504 Ha 5 Bendungan Lamasi Luwu Layanan 9842 Ha 6 Bendungan Taccipi Pinrang Layanan 1668 Ha 7 Bendungan Sadangsawitto Pinrang Layanan 7058 Ha 8 Bendungan Saddang Utara Pinrang Layanan 5427 Ha 9 Bendungan Bulutimorais Sidrap Layanan 5692 Ha 10 Bendungan Bantimurung Maros Layanan 6513 ha 11 Bendungan Kompili Gowa Layanan 17800 Ha 12 Bendungan Pamuluku Takalar Layanan 5253 ha 13 Bendungan Kelara Jeneponto Layanan 7400 Ha 14 Bendungan Bilibili Gowa Kapasitas 375 m3 debit 33 m3/dt 15 Bendungan Kalola Wajo Kapasitas 375 m3 layanan 6193 Ha 16 Bendungan Sanrego Bone Kapasitas 9457 Ha Sumber : Peta Prasarana Wilayah Indonesia 2006 Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 28 Jumlah daerah irigasi yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan secara keseluruhan terdiri dari 1.101 daerah irigasi dengan luas areal irigasi mencapai 188.611 Ha. Daerah irigasi yang luas terdapat di Kabupaten Gowa, Kabupaten Bone dan Kabupaten Luwu. Daerah irigasi yang terdapat di ketiga kabupaten tersenut masing-masing terdiri dari 20.043 Ha, 20.256 Ha dan 19.319 Ha dengan masing- masing jumlah daerah irigasi sebanyak 93, 118 dan 75 buah. Kabupaten dengan jumlah daerah irigasi terbanyak adalah Kabupaten Bone yang memiliki 118 daerah irigasi dan Kabupaten Soppeng yang memiliki 106 daerah irigasi. Tabel 10 : Jumlah dan Luas daerah Irigasi Desa (Ha) Prov. Sulsel Tahun 2005 No. Kabupaten/ Kota Daerah Irigasi Irigasi Swadaya Irigasi Non PU Peningkatan Oleh PU Belum Ditingkatkan Luas Total 1 Selayar 3 0 0 300 0 300 2 Bulukumba 62 1.920 200 6.957 2.548 11.625 3 Bantaeng 89 551 92 5.890 6.174 12.707 4 Jeneponto 37 210 300 4.403 2.791 7.704 5 Takalar 11 875 0 1.201 1.416 3.492 6 Gowa 93 4.518 450 9.535 5.540 20.043 7 Sinjai 85 1.073 0 8.696 2.720 12.489 8 Maros 66 350 90 5.416 3.831 9.687 9 Pangkep 33 446 250 2.167 1.909 4.772 10 Barru 28 200 500 3.402 698 4.800 11 Bone 118 447 268 12.534 7.007 20.256 12 Soppeng 106 494 0 4.436 4.087 9.017 13 Wajo 17 0 0 1.847 588 2.435 14 Sidrap 42 1.509 368 5.582 1.612 9.071 15 Pinrang 54 1.886 180 5.745 96 7.907 16 Enrekang 46 1.560 0 3.880 944 6.384 17 Luwu 75 1.199 200 11.805 6.115 19.319 18 Tana Toraja 60 1.450 965 3.978 3.885 10.278 19 Luwu Utara 51 3.898 0 6.753 882 11.533 20 Luwu Timur 21 0 0 3.220 1.047 4.267 21 Makassar 0 0 0 0 0 0 22 Parepare 4 0 0 96 429 525 23 Palopo - - - - - - Jumlah 1.101 22.586 3.863 107.843 54.319 188.611 Sumber : Sulawesi Selatan dalam Angka, 2006 2. Prasarana Air Bersih Sumber air bersih di Provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari air kemasan, PDAM, pompa, sumur, mata air, air hujan dan kategori lainya. Sebagian besar rumah tangga di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu 47,16% dari total jumlah rumah tangga di Provinsi Sulawesi Selatan (791.715 rumah tangga) memperoleh air bersih Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 29 dari sumur. Jumlah rumah tangga yang memperoleh air bersih dari PDAM baru mencapai 410.710 rumah tangga atau sekitar 23,93% jiwa. Sumber air bersih yang paling sedikit digunakan di Provinsi Sulawesi Selatan adalah air kemasan yaitu sebesar 8.845 rumah tangga atau sekitar 0,55% dari total jumlah rumah tangga Provinsi Sulawesi Selatan. Rumah tangga yang berada di kota seperti Makassar, Parepare dan Palopo sebagian besar telah memperoleh air bersih PDAM. Namun rumah tangga yang berada di daerah kabupaten sebagian besar memperoleh air bersih dari sumur. Jumlah rumah tangga yang memperoleh air bersih dari PDAM di Makassar 211.335 rumah tangga, Parepare 15.781 rumah tangga dan Palopo 14.385 rumah tangga. 3. Prasarana Telekomunikasi Pelayanan telekomunikasi di Provinsi Sulawesi Selatan menunjukan peningkatan dari tahun ke tahun. Hal tersebut ditunjukan dengan semakin meningkatnya jumlah sambungan telepon dari tahun ke tahun. Jumlah sambungan telepon Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2005 mencapai 254.356 sambungan. Jumlah sambungan telepon terbanyak terdapat di Makassar yang mencapai 127.060 sambungan. Kabupaten Gowa memiliki jumlah sambungan telepon yang relatif banyak dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lain yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan. 4. Prasarana Energi Sistem energi Sulawesi Selatan bertumpu sepenuhnya pada enegi listrik yang dipasok oleh beberapa pembangkit listrik bervariasi, dari yang berbasis tenaga air (PLTA), minyak (PLTD) dan gas (PLTG). Pembangkit listrik utama di Sulawesi Selatan letaknya tersebar. Di Makassar, tello ada PLTG dan PLTD, di Bakaru Pinrang terdapat PLTA, sedangkan di Sengkang Wajo terdapat PLTGU dan di Suppa, Pinrang PLTD. Disamping itu terdapat beberapa PLTD yang terkoneksi melalui jaringan tegangan menengah 20 KV yang beroperasi pada beban puncak. Pada saat ini, jaringan distribusi listrik telah menjangkau daerah-daerah terpencil melalui jaringan terkoneksi 20 KV (termasuk Kabupaten Selayar). Sebagian Luwu Timur masih belum masuk dalam Grid PLN namun sudah dipasok oleh PT. INCO. Pada tahun 2006 daya terpasang sebesar 619 MW, daya mampu 533,5 MW, dengan beban puncak 448 MW. Kondisi ini menyebabkan kurang tersedianya cadangan operasi dan cadangan pemeliharaan sehingga bila ada pembangkit yang tidak berfungsi akan mengganggu aliran listrik di Sulawesi Selatan. Daya mampu pembangkit tersebut sudah termasuk pembangkit milik swasta sebesar 200 MW (PLTGU sengkang 135 MW, PLTD Suppa 60 MW dan Excess power PT. INCO 5 MW) dan sewa sebesar 21 MW (PLTD sewamata Tello 15 MW dan Palopo 6 MW). Pada bulan mei 2007daftar tunggu bagi calon pelanggan untuk pasang baru sebesar 46.414 atau sebesar 58,87 KVA dan penambahan daya sebesar 942 pelanggan atau sebesar 3,36 KVA. Jumlah pelanggan PLN di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 1.168.580 pelanggan dengan total daya tersambung 1.207.443.201 VA dan energi terjual Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 30 sebesar 823.141.413.705 kWh. Jumlah pelanggan terbesar terdapat di Unit Makassar dengan jumlah pelanggan sebanyak 417.126 pelanggan dengan daya tersambung sebesar 669.647.950 VA dan energi terjual sebanyak 821.184.621.691 kWh. Jumlah pelanggan terndah terdapat di Unit Parepare yang memiliki 125.080 pelanggan dengan daya tersambung sebesar 95.128.076 VA dan energi terjual sebesar 11.926.843 KWh. E. SARANA DAN PRASARANA SOSIAL Sarana wilayah yang akan diuraikan meliputi sarana kesehatan, saran pendidikan, serana perdagangan dan saran pariwisata. 1. Sarana Kesehatan Jumlah puskesmas di tahun 2007 adalah 363 dengan ratio 4 puskesmas per 100.000 penduduk, sedangkan jumlah pustu 1137 dengan rasio 2 per puskesmas, sementara rasio puskesmas keliling terhadap puskesmas sebanyak 0,9. Jumlah rumah sakit di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2007 yang dikelola oleh departemen kesehatan, Pemerintah daerah, TNI/Polri, BUMN/BUMD dan swasta adalah sebanyak 67 buah. Adapun jumlah RSU Pemerintah Kab/kota dan Provinsi menurut kelasnya terdiri dari kelas D sebanyak 3 RS, kelas C sebanyak 21 RS, kelas B sebanyak 1 RS dan kelas A sebanyak 1 RS. Sedangkan RS swasta tercatat sebanyak 29 RS dan 8 RS khusus. Sedangkan untuk sarana kesehatan yang bersumber dari sumberdaya masyarakat seperti posyandu berjumlah 7986 dan jumlah polindes sebanyak 725 unit di tahun 2007. 2. Sarana Pendidikan Saran pendidikan terdiri dari berbagai jenis sekolah yang dimuali dari jenjang terendah yaitu Taman Kanak-kanan (TK) sampai tertinggi Sekolah Menengah Umum (SMU) dan Madrasah Aliyah (MA). Jumlah sarana pendidikan mulai TK sampai SMU terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 10.805 buah yang terdiri dari 1.854 TK, 6.362 SD, 523 MI, 859 SLTP, 457 MTs, 351 SMU, 186 SMK, 191 MA dan 22 SLB. Daerah yang memiliki sarana pendidikan terbanyak adalah Kabupaten Bone yang memiliki 1.170 unit sarana pendidikan. Daerah yang memiliki sarana pendidikan paling rendah adalah Kota Palopo yang memiliki 143 unit sarana pendidikan. Daerah yang memiliki jumlah TK tertinggi adalah Kabupaten Bone dengan 271 unit TK, sedangkan daerah yang memiliki jumlah TK terendah adalah Kabupaten Sidrap dengan 8 unit TK. Daerah yang memiliki SD tertinggi adalah Kabupaten Bone dengan 672 unit SD, sedangkan daerah yang memiliki jumlah SD terendah adalah Kota Palopo dengan 64 unit SD. Daerah dengan jumlah MI tertinggi adalah Kabupaten Bone dengan 79 unit MI, sedangkan daerah memiliki MI terendah adalah Kota Palopo dengan 2 unit MI. daerah yang memiliki jumlah SLTP tertinggi adalah Kota Makassar dengan 158 unit SLTP, sedangkan daerah yang memiliki jumlah SLTP terendah adalah Kota Palopo dan Kabupaten Bantaeng masing-masing 15 unit SLTP. Daerah yang memiliki jumlah Mts tertinggi adalah Kabupaten Bone Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 31 dengan 45 unit MTs sedangkan daerah yang memiliki MTs terendah adalah Kota Palopo dengan 1 unit MTs. Daerah yang memiliki jumlah SMU tertinggi adalah Kota Makassar dengan 102 unit SMU sedangkan daerah yang memiliki jumlah SMU terendah adalah Kabupaten Bantaeng dengan 4 unit SMU. Daerah yang memiliki jumlah SMK tertinggi adalah Kota Makassar dengan 72 unit SMK sedangkan daerah yang memiliki jumlah SMK terendah adalah Kabupaten Luwu Utara. Daerah yang memiliki jumlah MA tertinggi adalah Kota Makassar dengan 21 unit. Sedangkan daerah memiliki jumlah MA terendah adalah Kabupaten Selayar dan Kota Palopo dengan 1 unit. Tabel 11 : Jumlah Sarana Pendidikan di Provinsi Sulawesi Selatan No. Kabupaten/ Kota TK SD MI SLTP MTS SMU SMK MA SLB Jumlah 1 Selayar 53 138 14 18 10 7 1 1 1 243 2 Bulukumba 158 351 33 33 38 12 2 11 1 639 3 Bantaeng 20 132 14 15 22 4 2 13 0 222 4 Jeneponto 45 254 14 26 23 12 1 10 0 385 5 Takalar 23 237 8 23 14 10 3 7 0 325 6 Gowa 103 379 65 45 35 17 12 11 1 668 7 Sinjai 53 241 27 22 26 6 2 14 0 391 8 Maros 58 253 13 42 20 17 4 8 1 416 9 Pangkep 40 308 8 30 18 8 5 10 1 428 10 Barru 31 210 27 22 14 7 1 11 0 323 11 Bone 271 372 79 66 45 21 5 10 1 1.170 12 Soppeng 49 261 21 33 24 12 4 6 2 412 13 Wajo 115 603 32 34 19 9 2 7 0 821 14 Sidrap 8 242 10 31 12 12 4 6 0 325 15 Pinrang 86 315 29 35 12 12 3 3 0 495 16 Enrekang 59 213 17 30 20 10 4 9 0 362 17 Luwu 229 226 33 38 30 11 1 10 0 578 18 Tana Toraja 72 376 10 80 5 23 21 2 3 592 19 Luwu Utara 20 215 19 23 27 8 0 11 0 323 20 Luwu Timur 58 138 8 22 11 11 2 2 0 252 21 Makassar 237 441 36 158 26 102 72 21 11 4.104 22 Parepare 40 93 4 18 5 7 14 7 0 188 23 Palopo 26 64 2 15 1 13 21 1 0 143 Jumlah 2.061 6.362 553 934 457 373 194 239 22 10.805 Sumber : Sulawesi Selatan dalam Angka, 2006 3. Sarana Perdagangan Saran perdagangan yang terdapat di Provinsnsi Sulawesi Selatan terdiri dari pasar, supermarket/toserba, restoran, warung/kedai, dan toko klontong. Jumlah sarana perdagangan di Provinsi Sulawesi Selatan secara keseluruhan sebanyak 138.146 unit yang terdiri dari 394 pasar, 182 supermaket/toserba, 1.214 restoran, 6345 warung/kedai dan 60.938 toko klontong. Sarana perdagangan terbayak terdapat di Kota Makssar sebanyak 10.845 unit sarana perdagangan, sedangkan daerah yang memiliki sarana perdagangan paling rendah adalah Kabupaten Tana Toraja yang memiliki 96 unit sarana perdagangan. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 32 Daerah yang memiliki jumlah pasar tertinggi dan terendah adalah Kabupaten Bone yang memiliki 6 unit pasar dan Kota Parepare yang memiliki 2 unit pasar. Makassar merupakan daerah yang memiliki supermarket, restoran, warung/kedai dan toko kelontong yang paling banyak masing-masing 73 unit Supermaket, 347 unit restoran, 1.167 unit warung/kedai dan 9.199 unit toko kelontong, Kabupaten Bantaeng adalah daerah yang memiliki supermarket dan warung/kedai paling sedikit yaitu 1 unit supermarket dan 115 unit warung/kedai. Kabupaten Sinjai merupakan daerah yang paling sedikit memiliki restoran yaitu sebanyak 3 unit restoran sedangkan Kabupaten Tana Toraja merupakan daerah yang memiliki Toko Kelontong paling rendah yaitu 719 unit. 4. Sarana Pariwisata Untuk mengoptimalkan pemanfaatan obyek pariwisata yang terdapat dikabupaten Tana Toraja dan kabupaten dan kota lainnya memerlukan sarana pendukung sehingga mempunyai daya tarik bagi wisatawan baik domestik maupun manca negara. Provinsi Sulawesi Selatan perlu didukung dengan adanya sarana pariwisata seperti fasilitas penginapan, pemandu wisata yang profesional, data dan informasi pariwisata yang lengkap, serta kemudahan akses. Kabupaten Tana Toraja sebagai daya tarik wisata utama di Provinsi Sulawesi Selatan telah didukung oleh adanya 12 hotel berbintang dan 749 hotel melati dengan jumlah kamar lebih dari 850 kamar. Jumlah hotel terbanyak terdapat di Kota Makassar yang merupakan ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan dan pintu gerbang utama bagi Provinsi Sulawesi Selatan. Jumlah hotel berbintang di Kota Makassar adalah sebanyak 25 hotel yang memiliki 1.711 kamar dan 106 hotel melati yang memiliki 761 kamar. F. KELEMBAGAAN MASYARAKAT Kelembagaan masyarakat yang berkembang di Sulawesi Selatan saat ini merupakan hasil artikulasi antara nilai dan norma yang bersumber dari ketradisionalan dengan mengambil yang positif dari nilai dan norma yang bersumber dari kemoderenan. Aktifitas dalam kehidupan yang menjadi mencerminkan masyarakat dalam bertingkah laku, berinteraksi satu sama lain, dalam mewujudkan tujuan bersama, lahir dari semangat kebersamaan yang saling menghargai dan semangat gotong royong dalam bekerja. Masalahnya adalah, lembaga masyarakat yang lahir dengan mengadopsi modernisasi hanya mampu menawarkan keragaman pilihan pada tataran praktis, tetapi tidak pada tataran nilai, karena umumnya berbasis pada nilai yang sama (nilai- nilai modern). Kondisi ini telah mempengaru eksistensi keberadaan lembaga masyarakat yang lahir dari nilai-nilai tradisional. Ini mengkondisikan keragaman internal bukan sebagai kekuatan tetapi sebagai masalah dalam tatanan fungsional Sulawesi Selatan, sehingga mempengaruhi ruang pilihan (choices) bagi warga masyarakat terhadap kelembagaan yang ada, sementara itu kemampuan warga masyarakat menyuarakan aspirasi (voices) juga kurang terfasilitasi. Kelembagaan perempuan cukup berkembang, terlihat pada upaya pemberdayaan perempuan yang cukup positif, sehingga aksesnya dalam layanan Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 33 pendidikan, kesehatan dan kesempatan kerja lebih signifikan. Selain itu, perubahan menuju sistem yang berkeadilan gender telah berlangsung, namun belum sepenuhnya terwujud, karena masih kuatnya pengaruh nilai-nilai sosial budaya yang melekat khususnya pada daerah pertanian perdesaan. Keberhasilan masyarakat Sulawesi Selatan di daerahdaerah perantauan, di dalam negeri mau pun diluar negeri, belum memberikan kontribusi yang berarti bagi pembangunan Sulawesi Selatan. Hal ini banyak ditentukan oleh budaya Bugis- Makassar yang cenderung terikat kepada tanah tempat hidupnya dan seakan-akan "melupakan" kampung asalnya. Tentu saja kekecualian harus diberikan kepada etnik Toraja yang terus berupaya memelihara hubungannya dengan sanak keluarga dan kerabatnya yang ada di Tana Toraja. Sejak beberapa tahun terakhir, ada upaya untuk memanfaatkan potensi hubungan kekerabatan yang cukup besar itu sebagai acuan untuk mengembangkan keterkaitan ekonomi. Upaya ini diwujudkan dalam bentuk pembentukan kelompok Saudagar Bugis-Makassar. Walaupun telah berumur relatif panjang, kelompok ini belum sepenuhnya mampu mewujudkan sasaran pembentukannya. Dapat disimpulkan bahwa kondisi kelembagaan masyarakat Sulawesi Selatan saat ini belum cukup berdaya sebagai wadah yang menyajikan pilihan-pilihan (choices) bagi warganya untuk berbagai aspek kehidupan. Begitu pula kelembagaan masyarakat belum cukup berdaya dalam memfasilitasi tersuarakannya aspirasi (voices) dalam berbagai aspek kehidupan dari warga masyarakat. Kondisi ini, selain disebabkan oleh proses modernisasi dan praktek pembangunan yang selama ini cenderung mengkondisikan pelemahan daya kemampuan (capability deprivation) atas kelembagaan masyarakat, juga sangat terkait dengan lambatnya proses penguatan wawasan bagi terkuatkannya techno-structure maupun soft-structure masyarakat yang adaptif-kreatif dalam merespons dinamika perubahan. Kondisi ini menuntur agenda pemberdayaan masyarakat yang serius bagi terkuatkannya entitas Sulawesi Selatan kedepan. G. KELEMBAGAAN PEMERINTAH Analisis diarahkan untuk menunjukkan bahwa pemerintah belum sepenuhnya mampu untuk menjalankan tugas-tugas pelayanan, pemberdayaan, dan pemerintahan (regulasi) secara profesional. Kelemahan ini semakin nyata akibat pergeseran peran pemerintah kepada fungsi fasilitasi dan pemberdayaan. Analisis akan bermuara pada perlunya peningkatan kualitas profesionalisme aparat, lembaga pemerintah yang lebih efisien dan efektif. Upaya peningkatan kualitas aparat keamanan dan ketertiban telah dilakukan secara berkesinambungan namun belum maksimal karena kurangnya dukungan sarana dan prasarana untuk memberikan rasa aman didalam masyarakat. Pembangunan dibidang keamanan dan ketertiban telah menunjukkan kemajuan meskipun masih mengandung kelemahan. Kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum cenderung melemah sebagai akibat seringnya dimanfaatkan sebagai alat kekuasaan. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 34 Dalam penyelenggraan tugas pemerintahan umum dan pembangunan aparatur negara belum memperlihatkan kinerja yang optimal. Hal tersebut tercermin dari berbagai tindakan penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang dalam bentuk KKN yang telah merugikan masyarakat. Kondisi demikian semakin menghambat dan memperlemah kinerja aparatur dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Kelembagaan pemerintah daerah belum berkembang secara optimal terutama dalam pemenuhan pelayanan publik. Hal ini disebabkan oleh masih terbatasnya sumberdaya yang dimiliki pemerintah seperti kondisi sumberdaya manusia aparatur. Pembinaan dan pengawasan aparat penegak hukum belum sepenuhnya menyentuh nilai-nilai moral, etika dan keadilan terhadap pelaksanaan tugas, hal ini dapat mengurangi kesadaran dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan perundang- undangan lainnya. Kondisi keamanan dan ketertiban yang kondusif didalam masyarakat telah memberikan kontribusi terhadap kelancaran pelaksanaan pembangunan daerah dan aktifitas kehidupan masyarakat. Namun secara keseluruhan masih banyak hal yang memerlukan perbaikan, diantaranya masih rendahnya kepatuhan warga terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Pembangunan dibidang hukum terutama untuk mendukung proses pembaharuan dan pranata hukum belum memberikan hasil yang memadai bagi perbaikan pelayanan hukum kepada masyarakat yang benar- benar sesuai aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 35 BAB III ISUISU STRATEGIS Sebagaimana disebutkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2008-2028, terdapat beberapa isu-isu strategis yang dikemukakan. Dengan melihat perkembangan lingkungan strategis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2008-2013, maka isu-isu yang sangat mendasar untuk dijadikan landasan dalam perumusan strategi untuk mendukung keberadaan agenda utama pembangunan lima tahun yang akan datang adalah : 1. Sumberdaya Manusia Penguasaan pengetahuan masyarakat Sulawesi Selatan saat ini relatif rendah, yang diindikasikan oleh besarnya porsi penduduk yang buta huruf dan rendahnya angka rata-rata lama sekolah yang tercermin dalam rendahnya angka IPM. Faktor ini menyebabkan adaptasi kreatif dalam bidang ilmu dan teknologi kurang terjadi. Relatif rendahnya angka IPM Sulawesi Selatan dapat ditelusuri penyebabnya dengan mengkaji kinerja pembangunan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan. Faktor utama penyebab rendahnya angka IPM Sulawesi Selatan adalah rendahnya kinerja pendidikan yang disebabkan ketersediaan dan sebaran sarana dan prasarana pendidikan yang terbatas dan akses masyarakat ke sekolah yang diakibatkan keterbatasan keuangan. Pembangunan kesehatan di Sulawesi Selatan memperlihatkan kinerja baik yang tergambarkan dari capaian Angka Harapan Hidup (AHH) yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional. Meskipun demikian, beberapa indikator kunci yang berpengaruh sangat signifikan terhadap peningkatan AHH di Sulawesi Selatan, masih menjadi tantangan pembangunan kesehatan ke depan antara lain Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) yang menggambarkan pengaruh faktor-faktor lingkungan terhadap kesehatan masyarakat. 2. Demografi Pertumbuhan penduduk yang belum stabil setiap tahun, disatu sisi menjadi beban pembangunan daerah karena ruang gerak untuk produktivitas masyarakat makin rendah, apalagi jika tidak diikuti peningkatan pendidikan yang dapat menciptakan lapangan kerja. Memang tidak selamanya pertambahan penduduk membawa dampak negatif, malahan menjadi positif jika dapat diberdayakan secara baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Beban pemerintah dan masyarakat untuk perbaikan pendidikan dan kesehatan dalam 20 tahun yang akan datang akan semakin berat, karena selain untuk menutupi dan mengejar kekurangan yang ada sekarang, juga untuk memenuhi pertambahan penduduk yang diperkirakan 1,5 kali lipat (bertambah 50%). Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 36 3. Tenaga Kerja Kondisi ketenagakerjaan yang harus mendapatkan perhatian dan penanganan secara komprehensif adalah terjadinya peningkatan angka pengangguran setiap tahunya, dimana pada tahun 2008 ini telah mencapai angka sebanyak 384.8.272 orang sebagai akibat pertumbuhan angkatan kerja yang memasuki dunia kerja dimana dari angkatan kerja yang mencari kerja tersebut tidak dapat terserap pada lapangan kerja yang tersedia khususnya dalam konteks hubungan kerja (bekerja di sektor pemerintah dan di sektor swasta/perusahaan), karena memang daya serap dari sektor-sektor tersebut sangat terbatas, sehingga sebagai katup pengaman harus dapat dikembangkan sebagai potensi atau peluang bekerja terbuka luas melalui kerja mandiri/wirausaha (sektor ekonomi non formal). 4. Ekonomi Upaya untuk mempercepat laju pertumbuhan pendapatan justru merupakan masalah tersendiri. Dalam beberapa tahun terakhir (2000-2005), Provinsi Sulawesi Selatan mengalami laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, malah lebih tinggi dari rata-rata nasional, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan rata-rata bertumbuh sebesar 5,21% per tahun, sedangkan secara nasional rata-rata bertumbuh 4,71% per tahun, tetapi nilai absolutnya belum cukup memadai untuk mendorong laju peningkatan pengeluaran riil per kapita yang digunakan sebagai indikator perhitungan IPMdi atas rata-rata nasional. a. Pertanian Masalah pertama di sektor ini terletak pada komposisi Nilai Tambah Bruto. Sebagian besar nilai tambah itu diserap oleh Surplus Usaha (78,49%)persentase ini lebih buruk dibandingkan dengan rata-rata seluruh sektor, yaitu sebesar 58,20%, sedangkan Upah dan Gaji hanya sebesar 18,74% yang masih harus dibagi kepada tenaga kerja yang jumlahnya relatif besar, yaitu 50,97% dari seluruh tenaga kerja. Hasilnya adalah pendapatan rata-rata untuk seorang buruh tarsi hanya Rp. 2.318.939/tahun, jauh lebih kecil dari upah rata-rata untuk seluruh sektor, yaitu Rp. 6.332.771/tahun. Inilah penyebab utama ketimpangan distribusi pendapatan di Sulawesi Selatan. Ada 50,97% keluarga yang menikmati pendapatan 18,66 % dari total pendapatan. Ketimpangan ini akan menjadi semakin besar jika diukur per kapita karena jumlah keluarga petani umumnya jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah keluarga tenaga kerja pada sektor lainnya. Sebagian besar lahan pertanian di Sulawesi Selatan memiliki ketergantungan yang semakin besar terhadap input yang umumnya harus diimpor, mulai dari pupuk dan pestisida, bahan bakar untuk traktor dan bahkan bibit. Tanpa input seperti itu, sawah-sawah yang ada hampir tidak mungkin lagi ditanami. Dibandingkan dengan kondisi beberapa dekade sebelumnya di mana sebagian besar input disediakan oleh alam dan kegagalan panen relatif kecil karena varitas yang digunakan sangat sesuai dengan kondisi lingkungannya, maka posisi petani menjadi semakin terjepit. Demi untuk mengejar sasaran yang berkaitan dengan kepentingan nasional (yang diwujudkan dalam peningkatan output sebesar mungkin), maka yang semakin Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 37 banyak berkorban adalah petani yang notabene merupakan kalangan berpenghasilan paling kecil. Ini adalah bentuk ketidakadilan yang perlu segera dipecahkan. Simpulan yang dapat ditarik adalah kemandirian lokal di bidang pertanian menjadi semakin berkurang tanpa adanya kompensasi yang sepadan di bidang lainnya. Apalagai kalau lahan produktif tidak diadakan perlindungan secara baik, akan beralih fungsi tanpa terkendali. b. Pangan Ketahanan pangan merupakan bagian terpenting dari pemenuhan hak atas pangan sekaligus merupakan salah satu pilar utama hak azasi manusia. Ketahanan pangan juga merupakan bagian sangat penting dari ketahanan nasional. Dalam hal ini hak atas pangan seharusnya mendapat perhatian yang sama besar dengan usaha menegakkan pilar-pilar hak azasi manusia lain. Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses (termasuk membeli) pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak manapun. Konsep pangan yang menyatakan beras sebagai satu- satunya makanan utama di Indonesia perlu diubah. Konsep pangan semacam itu dapat menjadi sumber terpuruknya nasib petani, dan hilangnya ragam pangan lain yang pernah ada. Padahal keragaman jenis bahan pangan itu bisa mengindari adanya krisis pangan. Dalam hal ini, sekalipun ketahanan pangan ditingkat nasional (dilihat dari perbandingan antara jumlah produksi dan konsumsi total) relatif telah dapat dicapai, pada kenyataanya ketahanan pangan dibeberapa daerah tertentu dan ketahanan pangan dibanyak keluarga masih sangat rentan. Kesejahteraan petani pangan yang relatif rendah dan menurun saat ini akan sangat menentukan prospek ketahanan pangan. Kesejahteraan tersebut ditentukan oleh berbagai faktor dan keterbatasan, diantaranya yang utama adalah : Sebagian petani miskin karena memang tidak memiliki faktor produktif apapun kecuali tenaga kerjanya (they are poor becouse they are poor), Luas lahan petani sempit dan mendapat tekanan untuk terus terkonversi, Terbatasnya akses terhadap dukungan layanan pembiayaan, Tidak adanya atau terbatasnya akses terhadap informasi dan teknologi yang lebih baik, Infrastruktur produksi (air, listrik, jalan, telekomunikasi) yang tidak memadai, Struktur pasar yang tidak adil dan eksploitatif akibat posisi rebut-tawar (bargaining position) yang sangat lemah dan Ketidak-mampuan, kelemahan, atau ketidak-tahuan petani sendiri. Globalisasi dalam berbagai aspek sosial ekonomi pada kenyaraannya telah menjadi ancaman serius bagi usaha membangun ketahanan pangan jangka panjang, walaupun disadari pula menjadi peluang jika dapat diwujudkan suatu perdagangan internasional pangan yang adil. Meroketnya harga sumber energi berdampak langsung pada harga produk pertanian melalui kenaikan biaya input semisal pupuk, dan biaya transportasi. Harga-harga pangan dan pakan cenderung meningkat dan menurunkan daya beli riil masyarakat miskin. Hal ini yang mengakibatkan harga internasional minyak sawit mentah (CPO) dan minyak goreng meroket dan menyebabkan langkanya pasokan dalam negeri akibat ekspor yang booming. Harga Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 38 jagung mencapai tingkat tertinggi dalam lebih satu dekade yang memukul petani unggas. 5. Industri Strategis Terdapat beberapa industri yang bersifat unik di Sulawesi Selatan, yaitu industri yang tidak berbasis pada ketersediaan input yang nilainya besar (dalam input antara), tetapi semata-mata mengandalkan keterkaitan industrial serta final demand-nya. Industri tepung terigu dan industri semen merupakan contoh dari jenis industri dimaksud. Industri Terigu merupakan industri yang menunjukkan interkoneksitas Sulawesi Selatan yang relatif kuat dengan lingkungan strategisnya. Data tahun 2005 menunjukkan bahwa hampir seluruh Input Antara industri ini berasal dari impor (99,46%) yaitu Rp. 3,14 trilyun dari Rp. 3,512 trilyun. Lebih sepertiga dari outputnya (33,82%) diserap sebagai input antara oleh industri lain, sedangkan lebih dari setengah permintaan akhir di serap oleh ekspor (Rp. 1,69 trilyun), tepatnya di kirim ke Provinsi lain. Prospek untuk mempertahankan nilai ekspor komoditas ini cukup baik, karena kebutuhan terigu, khususnya di Kawasan Timur Indonesia cenderung meningkat, antara lain oleh program diversivitas pangan. Masalah utama industri strategis Sulawesi Selatan seperti Pabrik Semen adalah kebutuhan tenaga listrik yang tinggi, sementara PLN belum mampu menjangkaunya. Selain itu, Pabrik Gula membutuhkan revitalisasi peralatan dan lahan yang membutuhkan investasi yang besar, namun harus dipenuhi untuk memenuhi kebutuhan dalam daerah, bahkan memungkinkan luar daerah Sulawesi Selatan. 6. Energi dan Krisis Listrik Saat ini fonomena krisis energi global semakin menguat seiring makin meningkatnya harga sumber energi dari fosil yang tidak dapat diperbarui, sehingga mendorong berkembangnya pemanfaatan energi non fosil dan energi terbaharui yang meliputi ; Energi geothermal, energi surya, energi angin, tenaga air, dan biomas (biofuel) yang dihasilkan melalui pembakaran dan fermentasi bahan organik seperti fermentasi tebu atau jagung (yang selama ini menjadi bahan pangan) untuk menghasilkan alkohol dan ester. Kedua bahan tersebut secara teori dapat digunakan untuk menggantikan bahan bakar fosil (BBM) dengan dicampur, dengan melihat fenomena sekarang ini tidak menutup kemungkinan akan terjadi persaingan (trade- off) produkproduk pangan akan diperhadapkan pada dua pilihan yakni akan menjadi energi atau tetap menjadi bahan pangan. Sebagai gambaran, Uni Eropa merencanakan 5,75 persen etanol yang dihasilkan dari, gandung bit, kentang atau jagung ditambahkan pada bahan bakar fosil pada tahun 2010 dan 20 persen pada 2020. Sekitar seperempat bahan bakar transportasi di Brasil tahun 2002 adalah etanol. Sementara itu, campuran biodiesel 5% banyak digunakan luas dan tersedia di banyak stasiun bahan bakar dan di Amerika serikat, lebih dari 80% truk komersial dan bis kota beroperasi menggunakan diesel. Oleh karena itu penggunaan biodiesel AS bertumbuh cepat dari sekitar 25 juta galon per tahun pada 2004 menjadi 78 juta Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 39 galon pada awal 2005. Pada akhir 2006, produksi biodiesel diperkirakan meningkat empat kali lipat menjadi 1 milyar galon. Dari gambaran tersebut diatas, jelas bahwa untuk masa-masa yang akan datang konversi bahan pangan menjadi bahan bakar sebagai alternatiif akan semakin tinggi. Sistem energi Sulawesi Selatan bertumpu sepenuhnya pada energi listrik yang dipasok oleh beberapa pembangkit listrik yang bervariasi, dari yang berbasis tenaga air (PLTA), minyak (PLTD) dan gas (PLTG).Pada Tahun 2006 daya terpasang sebesar 619 MW, daya mampu 533,5 MW, dengan Beban Puncak 448 MW. Kondisi ini menyebabkan kurang tersedianya cadangan operasi dan cadangan pemeliharaan sehingga bila ada pembangkit yang tidak berfungsi akan mengganggu aliran listrik di Sulawesi Selatan. Daya mampu pembangkit tersebut sudah termasuk pembangkit milik swasta sebesar 200 MW (PLTGU Sengkang 135 MW, PLTD Suppa 60 MW dan excess power PT. INCO 5 MW) dan sewa sebesar 21 MW (PLTD Sewatama Tello 15 MW dan Palopo 6 MW). Pada bulan Mei 2007 daftar tunggu bagi calon pelanggan untuk pasang baru sebesar 46.414 atau sebesar 58,87 KVA dan penambahan daya sebesar 942 pelanggan atau sebesar 3,36 KVA. Sebagai upaya meningkatkan pasokan tenaga listrik di Sulawesi Selatan, dengan rasio elektrifikasi dan konsumsi perkapita yang relatif rendah demikian pula kian kritisnya kondisi pasokan tenaga listrik. Grid tenaga listrik yang terisolasi perlu dihubungkan dengan jaringan untuk menjaga kestabilan pasokan tenaga listrik, bukan hanya untuk konsumsi rumah tangga tetapi juga untuk antisipasi pembangunan industri. Untuk menunjang hal tersebut, maka akan dilakukan pemanfaatan sumber daya energi lokal batubara, gas alam, geothermal, PLTA, dan energi yang dapat diperbaharui seperti tenaga matahari dan angin. 7. Arus Globalisasi Globalisasi adalah sebuah istilah menggambarkan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias. Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas- batas negara. Beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia antara lain pada perubahan dalam konsep ruang dan waktu yang ditandai dengan makin cepatnya arus informasi; Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO), Asian Free Trade Association (AFTA);European Free Trade Area (EFTA), European Economic Community (EEC), North American Free Trade Area (NAFTA) dan Asia Pacific Economic Corporation (APEC) Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 40 transmisi berita internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi, menerima gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.; krisis multinasional dll. Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik. Globalisasi ekonomi antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk Globalisasi produksi, di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menjadi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai ataupun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Demikian halnya dalam bidang pembiayaan, perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di semua negara di dunia. Selanjutnya dalam bidang tenaga kerja, perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional atau buruh kasar yang biasa diperoleh dari negara berkembang. Selanjutnya, Globalisasi dalam bidang Perdagangan, hal ini bisa berbentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, ketat, dan fair. Sedangkan globalisasi kebudayaan ditandai dengan semakin berkembangnya kebudayaan internasional diluar dari kebudayaannya, berkembangnya mode berskala global seperti film, pakaian, dan lain lain. 8. Kerusakan Hutan dan Lahan Kerusakan hutan dan lahan di Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu issu pokok lingkungan di daerah ini. Kawasan hutan negara tahun 2007 seluas 2.402.436 ha terus menerus mendapat tekanan dari penduduk sekitarnya. Penduduk memanfaatkan lahan-lahan hutan negara ini sebagai areal perladangan. Mereka menanam tanaman semusim dan tanaman-tanaman palawija lainnya, bahkan berbagai tanaman tahunan seperti coklat telah ditanam dalam kawasan hutan negara..Luas lahan kritis di Provinsi Sulawesi Selatan tercatat seluas 682.784,29 ha atau sekitar 15 % dari total luas Provinsi Sulawesi Selatan. Lahan-lahan kritis tersebut tersebar dalam kawasan hutan seluas 369.956,55 ha dan diluar kawasan hutan seluas 312.827,74 ha. Kerusakan ekosistem DAS merupakan salah satu issu pokok di Sulawesi Selatan. Kerusakan ekosistem DAS ini disebabkan berbagai faktor antara lain kebijakan pertanahan (pemanfaatan lahan) yang tidak searah dengan kepentingan lingkungan, kemampuan ekonomi dan teknologi pemanfaatan tanah dari petani yang masih rendah, belum adanya persepsi dan pemahaman yang baik dari masyarakat dan pemerintah tentang perubahan kondisi lingkungan akibat tindakan manusia yang salah dan perambahan hutan yang terus berlanjut. Akibat kerusakan ekosistem DAS Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 41 di daerah ini telah menimbulkan berbagai masalah lingkungan baik dalam kawasan hutan maupun diluar kawasan hutan seperti banjir, kekeringan, meluasnya lahan kritis, erosi, longsor dan lain-lain. Sampai dengan tahun 2006, luas lahan kritis di Sulawesi Selatan seluas 682.784,29 Ha, yang terbagi dalam kawasan hutan seluas 369.956,55 Ha dan diluar kawasan hutan seluas 312.827,74 Ha. Lahan kritis ini terdapat pada semua ekosistem DAS di Sulawesi Selatan dan yang terluas terdapat di ekosistem DAS Saddang seluas 354.463,36 Ha atau 51,91 % dari luas seluruh lahan kritis. 9. Kerusakan Ekosistem Wilayah Pesisir dan Pantai Masalah lingkungan utama lainnya di Sulawesi Selatan adalah kerusakan berbagai ekosistem di wilayah pesisir dan laut. Ekosistem-ekosistem yang mengalami kerusakan parah adalah ekosistem mangrove, ekosistem terumbu karang dan ekosistem esturia. Akibat kerusakan pada ekosistem-ekosistem tersebut menyebabkan terjadinya abrasi pantai, instrusi air laut dan penurunan produksi ikan, terutama ikan-ikan karang. Apabila hal ini tidak segera ditanggulangi maka akan berakibat pada menurunnya pendapatan dan kesejahteraan nelayan dan masyarakat yang kegiatannya terkait dengan perikanan. a. Kerusakan Ekosistem Mangrove Kerusakan ekosistem mangrove disebabkan oleh aktivitas ekploitasi mangrove untuk kepentingan kayu bakar, membuka areal untuk tambak atau sawah dan kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya. Tidak adanya sistem pengamanan ekosistem mangrove yang memadai menyebabkan kerusakan ini terus berlangsung hingga sekarang. Kalau pada tahun 1980-an luas mangrove di Sulawesi Selatan sekitar 130.000 Ha maka pada tahun 2006 ini, areal tersebut telah berkurang seluas 103.089 Ha. b. Ekosistem Terumbu Karang Kerusakan ekosistem terumbu karang di perairan laut Sulawesi Selatan telah berada pada kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Terumbu karang banyak dirusak oleh masyarakat yang menangkap ikan dengan cara pengeboman. Pengeboman terumbu karang ini menyebabkan kematian ikan disekitarnya dan pada terumbu karang tersebut, sehingga daerah yang tadinya sangat subur menjadi kritis. Karang- karang yang tinggal kemudian diambil untuk dijadikan bahan bangunan atau keperluan konstruksi lain. Kerusakan terumbu karang di Sulawesi Selatan sampai dengan tahun 2006 tercatat seluas 65.296,78 Ha, tersebar di Kabupaten Bone, Pangkep, Barru, Sinjai, Bulukumba, Selayar, Takalar dan Pare-pare. c. Kawasan Rawan Bencana Berdasarkan proses terbentuknya Pulau Sulawesi, maka terdapat garis sesar gempa memanjang dari perairan sebelah barat dan timur Pulau Selayar menuju ke utara melewati Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Sidrap, bercabang di Kabupaten Enrekang menuju ke Kabupaten Toraja dan menuju ke Kabupaten Mamasa dan Mamuju di Provinsi Sulawesi Barat. Peta seismotonik Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 42 memperlihatkan garis sesar gempa yang menunjukkan daerah rawan gempa di daerah yang dilewatinya. Selain daripada itu garis sesar di sebelah barat Kabupaten Pinrang dan di sebelah selatan Kabupaten Majene di Selat Makassar menyebabkan daerah pantai di dua kabupaten ini rawan terhadap bencana Tsunami. Sistem mitigasi bencana alam terutama di daerah rawan yang dilewati garis sesar ini perlu dibangun, baik berupa sosialisasi dan latihan-latihan terutama di sekolah-sekolah dasar dan menengah, maupun berupa prasarana fisik seperti hutan mangrove dan atau tanggul dan atau penataan ruang wilayah yang mengantisipasi bencana Tsunami, seperti dengan mengeliminasi aglomerasi kegiatan dan bangunan di pantai serta pembangunan bukit-bukit penyelamatan (escape hills) dengan akses yang mudah dicapai dari daerah pantai 10. Sosial, Budaya dan Agama Di bidang sosial, keberadaan dan peran lembaga yang sepenuhnya berkiprah dalam misi kemasyarakatan, juga mengalami kemunduran. Organisasi masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya menghadapi kesulitan untuk sepenuhnya bermisi sosial tanpa memikirkan profit untuk menjaga kelangsungan lembaga itu sendiri. Pada akhirnya, organisasi kemasyarakatan juga banyak bergantung kepada pemerintah sebagai sponsor kegiatan. Saat ini, peran komunitas-komunitas di Sulawesi Selatan cenderung menurun. Soft-structure komunitas pada berbagai aktivitas sosial ekonomi yang berbasis pada sistem Ponggawa-Sawi mengalami kegoyahan karena tidak mampu mempertahankan diri terhadap altenatif kelembagaan ekonomi baru, seperti koperasi dan Bank Perkreditan Rakyat, yang ditawarkan pemerintah melalui berbagai program pembangunan. Selain itu, techno-structure komunitas juga tidak mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan yang ada. Ini misalnya dapat dilihat pada tertinggalnya kemampuan teknologis komunitas pandai besi di Sidrap, komunitas tembakau rakyat di Soppeng serta komunitas kelapa dalam/industri kopra yang berjaya di masa lalu. Komunitas sutera alam di Soppeng, komunitas pembuat perahu di Bulukumba, dan komunitas petani udang pada berbagai daerah, saat ini masih bertahan, tetapi juga mengalami ancaman ketertinggalan atas tuntutan- tuntutan baru, terutama terkait isu ekologis, hak intelektual ataupun substansi teknologinya sendiri. Techno-structure komunitas padi-sawah dan jagung, komunitas rumput laut, dan komunitas kakao saat ini masih fungsional merespons perubahan, tetapi juga menyimpan kelemahan terkait terbatasnya daya dukung ekologis dan aplikasi teknologis. Begitu pula entitas Desa, yang dulu merupakan unit sosiogeografis yang fungsional serta membangun ikatan kebersamaan (community feeling) yang kuat bagi warganya, saat ini lebih merupakan unit administrasi pemerintahan yang seragam satu sama lain. Entitas desa semakin jauh dari eksistensi yang otonom (village autonomy) sebagaimana diamanahkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah, kondisi self governance (tata kelola sendiri) diantara entitas desa yang berinterkoneksi satu sama lain, sangat kurang terpresentasikan dalam tatanan fungsional Sulawesi Selatan. Komunitas Ammatoa di Kajang (Bulukumba) dan Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 43 eksistensi sejumlah Lembang di Tana Toraja, mungkin hanya itu yang bisa dicatat sebagai presentasi ideal dari desa-desa yang mewujud sebagai komunitas. Dalam keswadayaan masyarakat, lembaga yang mendampingi masyarakat beradaptasi-kreatif terhadap perubahan, relatif sedikit jumlahnya. Perkembangan LSM dalam memfasilitasi choice dan voice pada berbagai bidang kehidupan memang cukup nyata. Beberapa LSM menangani bidang spesifik seperti lingkungan hidup, gender, demokrasi dan HAM, teknologi pedesaan, dan lainnya. Faktanya, keswadayaan masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan belum signifikan. Kelembagaan yang dulu fungsional dalam mengatasi kebutuhan/ masalah lokalitas seperti akkio (panggilan untuk gotong royong) pada hampir semua komunitas di Sulawesi Selatan, reradi Bulukumba dan Selayar serta kombong di Enrekang (arisan tenaga kerja dalam mengolah tanah), saat ini telah semakin dipinggirkan oleh mekanisme pasar. Untuk pengembangan budaya lokal, lembaga yang menanganinya juga belum berkembang optimal, pada hal ini sangat krusial untuk melahirkan masyarakat dengan identitas yang unik. Pada bidang ekonomi, lembaga yang ada tumbuh dengan pesat, tetapi identitasnya mirip satu dengan lainnya. Lembaga ekonomi modern menempatkan keuntungan sebagai orientasi utama. Bank dan Koperasi, termasuk variannya Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Syariah, telah menggeser lembaga tradisional seperti ikatan Ponggawa-Sawi yang memiliki keunikan dalam menawarkan choice dan menyalurkan voice di kalangan masyarakat perdesaan. Kehadiran lembaga pasar modern cenderung meminggirkan eksistensi pasar tradisional. Kehadiran pasar modern yang mestinya menambah keragaman, justru melemahkan entitas pasar tradisional yang sudah ada. Kehadiran perusahaan besar sebagai lembaga ekonomi yang lebih terkonsentrasi pada bidang otomotif dan konstruksi, kurang mendorong produksi manufaktur dan agroindustri, juga menjadi fenomena di balik rendahnya keragaman dalam kelembagaan ekonomi. Di bidang sosial, peran lembaga yang sepenuhnya berkiprah dalam misi kemasyarakatan, juga kurang berkembang. Organisasi sosial dan berbagai organisasi pemuda, tetap memainkan peran tetapi loncatan yang berarti juga kurang tercapai. Sejumlah organisasi sosial-kemasyarakatan baru bermunculan, tetapi keberfungsiannya belum cukup bagi terkuatkannya modal sosial dalam tetanan masyarakat. Bahkan sejumlah organisasi kemasyarakatan pada akhirnya juga banyak bergantung kepada pemerintah sebagai sponsor kegiatan. Peran komunitas adat juga telah mengalami pergeseran fungsi dan peran sebagai tatanan dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga eksistensinya lebih sebagai symbol of ceremony. Namun, di beberapa daerah kelembagaan sosial kemasyarakatan tersebut masih terus berupaya mempertahankan nilainilai keagamaan dan kearifan lokal. Nilai-nilai lokal (indigenous values) dalam masyarakat juga telah banyak bergeser. Dalam budaya dan kesenian, sangat sedikit lembaga baru yang berkembang sedangkan lembaga tradisional mengalami kesulitan untuk mempertahankan keberadaannya. Ini ditandai oleh kurang berlangsungnya artikulasi antara ciri tradisional dengan ciri baru dalam seni suara, seni tari maupun seni pertunjukan yang ada. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 44 Kebijakan pemerintah daerah dalam pembinaan kelembagaan sosial, budaya dan keagamaan belum maksimal dibanding dengan tuntutan fungsi dan perannya. Bahkan cendrung kebijakan pembangunan lebih berorientasi fisik matril dibanding untuk pembentukan jati diri masyarakat Sulawesi Selatan yang relegius berdasarkan nilai budaya dan Agama. 11. Pemerintahan dan Politik Di bidang politik kecenderungan lembaga-lembaga politik dalam bentuk partai politik berkembang sangat pesat dilihat dari sisi jumlah. Hampir semua partai politik memiliki perwakilan di tingkat Provinsi dan di mayoritas kabupaten. Walaupun, ada kecenderungan bahwa partai-partai tersebut belum mampu menghimpun dan menyalurkan aspirasi masyarakat secara optimal. Itu misalnya terlihat dari hasil Pilkada yang tidak selalu sejalan dengan hasil Pemilu Legislatif. Malah, organisasi sosial politik belum mampu memberikan suasana yang kondusif dan cenderung memecah belah kekerabatan yang ada dimasyarakat, namun fenomena, ini merupakan suatu proses pendewasaan berpolitik masyarakat. Selama ini permasalahan dalam perencanaan pembangunan adalah pendekatan perencanaan pembangunan itu tidak dilaksanakan sepenuhnya. Ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya. Pertama, penyelenggaraan program pembangunan hampir tidak pernah mengacu kepada nilai-nilai dasar yang dicantumkan pada dokumen perencanaan tersebut, karena pembangunan lebih diartikan sebagai kegiatan fisik untuk mencapai sasaran-sasaran yang bersifat fisik pula, bukan pembangunan manusia (dalam arti sebenarnya) dan kelembagaannya yang lebih berdimensi budaya. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 45 BAB IV VISI, MISI, NILAI-NILAI DASAR, DAN STRATEGI A. Visi Visi Pembangunan Sulawesi Selatan merupakan gambaran kesuksesan yang ingin dicapai dalam kurun waktu 5 tahun ke depan yang disusun dengan memperhatikan Visi RPJPD 2008-2028 Sulawesi Selatan, substansi RPJM Nasional, dinamika lingkungan strategis, aspirasi masyarakat dan pemerintah Sulawesi Selatan, serta visi misi Gubernur / Wakil Gubernur. Untuk itu Visi Pembangunan Sulawesi Selatan untuk 5 tahun pertama RPJMD 2008-2013 adalah : Sulawesi Selatan Sebagai Provinsi Sepuluh Terbaik Dalam Pemenuhan Hak Dasar Yang dimaksud Sepu1u 1erbo1K indikatornya adalah dengan menggunakan capaian IPM (Indeks Pembangunan Manusia) dibandingkan dengan IPM Provinsi lainnya atau indikator yang lebih realistis adalah dengan menggunakan laju peningkatan IPM itu sendiri. Mengingat posisi Sulsel dalam peringkat IPM Nasional sangat jauh dari 10 besar. Indikator IPMlainnya adalah laju peningkatan kapasitas fiskal daerah sebagai salah satu indikator kemampuan pemerintah dalam penyediaan pelayanan kepada masyarakat. Yang dimaksud Pemenuon HoK Dosor adalah pemberian fasilitas kepada masyarakat berdasar kewenangan yang dimiliki pemerintah provinsi berupa pelayanan pembangunan dan regulasi. B. Misi Misi pembangunan Sulawesi Selatan dalam kurun waktu 2008 - 2013 ada 5 (lima) masing-masing sebagai berikut: 1. Meningkatkan kualitas pelayanan untuk pemenuhan hak dasar masyarakat Hak dasar yang meliputi: (1) ketersediaan pangan terjangkau dan aman; (2) layanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas; (3) layanan pendidikan yang terjangkau dan berkualitas; (4) kesempatan kerja dan lapangan usaha; (5) layanan perumahan dan sanitasi; (6) akses air bersih; (7) kepastian pemilikan dan penguasaan tanah; (8) sumberdaya alam dan lingkungan hidup; (9) rasa aman dan tenteram; (10) partisipasi dalam kehidupan sosial-politik. 2. Mengakselerasi laju peningkatan dan pemerataan kesejahteraan melalui penguatan ekonomi berbasis masyarakat Membangun struktur ekonomi yang kompetitif dan berbasis masyarakat melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan yang menjamin terciptanya peningkatan pendapatan masyarakat terkait dengan sektor Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 46 pertanian yang mengandalkan sumberdaya lokal. Membangun kelembagaan ekonomi masyarakat (UMKM) yang kreatif dan adaptif. 3. Mewujudkan keunggulan lokal untuk memicu laju pertumbuhan ekonomi wilayah Menciptakan identitas wilayah provinsi yang kuat, dalam arti diterima dan diposisikan sebagai pusat pelayanan dan pusat pembangunan ekonomi dan sosial budaya di Kawasan Timur Indonesia. Membangun sistem ekonomi wilayah yang berbasis masyarakat melalui pengembangan dan pemberdayaan kelembagaan yang menjamin terciptanya entitas komunitas yang kreatif dan adaptif. Membangun interkoneksitas antar pelaku ekonomi sebagai suatu entitas wilayah yang kuat, dan secara eksternal berintegrasi dengan sistem jaringan bisnis internasional. 4. Menciptakan iklim kondusif bagi kehidupan yang inovatif Menciptakan iklim yang kondusif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dengan membangun sistem hukum yang responsif dan menjamin adanya kepastian hukum bagi masyarakat serta terbangunnya kelembagaan pemerintah yang berwibawa dan bebas KKN, sehingga terbangun kehidupan masyarakat yang mampu menciptakan inovasi dalam meningkatkan kemampuannya secara berkesinambungan. 5. Menguatkan kelembagaan dalam perwujudan tatakelola yang baik Terciptanya sinergi pencapaian tujuan pemerintah, swasta, dan masyarakat melalui pengembangan dan pemberdayaan kelembagaan dengan penerapan prinsip- prinsip good governance. Proses sinergitas pencapaian tujuan tersebut diawali dengan optimalisasi pelayanan publik yang menjamin terciptanya kesejahteraan masyarakat. Mengembangkan kelembagaan demokrasi yang lebih kokoh, yang didukung oleh adanya partisipasi optimal dari seluruh lapisan masyarakat. C. Nilai-Nilai Dasar Nilai-nilai yang dibangun dan sekaligus dipedomani dalam proses pembangunan jangka menengah Sulawesi Selatan adalah; sipakatui sipakalabbiri; sirondo-rondoi; sitaiyyang apiangang tassitaiyyang addaiyyang; abbulo sipappa- allemo sibatu-tallang sipahua manyu siparampe yang bermakna perlunya menjalin kerjasama dan kebersamaan berdasarkan penghargaan kepada sesama manusia atau kelompok manusia, serta saling mengingatkan kepada kebaikan dan saling mencegah pada kejahatan. Yang juga merupakan bagian dari ajaran agama. Untuk memahami keberagaman sebagai potensi bukan sebagai ancaman. Kualitas partisipasi justru sangat tergantung kepada tingkat dan kualitas keberagaman. Senyatanya, pluralisme merupakan paham yang telah lama dikenal dan diyakini oleh hampir semua etnik di Indonesia dan dilestarikan dalam wujud Bhinneka Tunggal Ika. Pluralisme menghargai keberagaman untuk kebersamaan dalam bingkai kesetiakawanan sosial dalam masyarakat sebagai kekayaan budaya yang menjamin Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 47 terselenggaranya pembangunan yang berkesinambungan. Seperti halnya dengan partisipasi, prinsip ini juga dikenal secara tradisional, misalnya dari siri na pacce; pesse; siamamasei; sianaccapamei yang pada dasarnya berarti memiliki rasa kesetiakawanan sosial. Prinsip dan nilai lain yang dilahirkan sekaligus dibutuhkan untuk membangun kesadaran kosmologis adalah : 1. Keterbukaan/akuntabilitas dapat ditemukan dalam falsafah lempu; getteng; ada tongeng; temmapassilaingeng; tappa; barani; sukaran/aluk; mballa asi- asinna jiong mangapaqna tana; membawa makna kehidupan kemasyarakatan dan penegakan hukum secara jujur, tegas, adil terpercaya, berani karena benar, tunduk pada hukum, transparan dan bertanggungjawab. 2. Demokratis dapat dicermati melalui angngaru-mangngaru, sumpah kesetiaan dan kontrak sosial antara pemerintah dan masyarakat. Assamaturuseng; passamaturukang; abbulo sibatang; ademi ripopuang; luka taro arung-telluka taro ade-luka taro ade-telluka taro anang; tengkona tang diturung-ajokkana tang dilendokang; Persatuan dan kesatuan dengan makna kebersamaan dalam kemufakatan sebagai kiat untuk mempertemukan berbagai aspirasi masyarakat menjadi basis harmoni kehidupan berbangsa dan bernegara. Adat lebih menentukan dari penguasa, bahkan rakyat lebih menentukan dari adat. Kekuasaan di tangan rakyat karena aturan ade yang dipatuhi bukan karena kehendak sang penguasa. 3. Profesionalisme dan Kemandirian, ini adalah hakikat dari nilai-nilai lokal Sulawesi Selatan yang merupakan perwujudan dari budaya bahari. Berbasis pada nilai kerja keras yang berbasis pada makna resopa temmangingi namalomo naletei pammase dewata; resopa temangingi namangngamaseang bataraya; yakni pembangunan yang hanya dapat berhasil melalui kerja keras yang diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Sebagai semangat kerja, tekad untuk pantang mundur sebelum berhasil dalam falsafah kualleangngangi tallangi natowaliya; takkalai nisombalang dotai ruppu dai natuwali. 4. Kualitas Manusia, nilai-nilai yang berkaitan dengan kualitas manusia sebagai modal dasar untuk pengembangan tatanan modern dapat dipetik dari sulapa eppa; sulapa appa; toddopuli temmalara; misa kada sipatuo; pantang kada dipomate; anre nakulle nigiling nijarrekkija tanirokkai; yakni jika tekad memang sudah bulat tidak akan bisa diubah oleh siapapun. Nekad bertindak menurut kesepakatan, dalam pengertian seseorang akan memiliki tekad keras yang bulat karena dalam dirinya sudah memiliki kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan yang memadai sehingga bisa bertekad untuk mengemban amanah/tugas yang dibebankan kepadanya. Di samping itu, diperlukan pula nilai-nilai untuk memosisikan sains dan teknologi. Dalam hal ini, sains semata- mata merupakan media untuk memperoleh kehidupan manusia dan masyarakat yang lebih baik, dan teknologi sebagai media untuk meningkatkan kualitas hidup. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 48 D. Strategi Strategi dasar pembangunan Sulawesi Selatan tercantum pada visi pembangunan Sulawesi Selatan 2008-2013, yaitu pemenuhan hak dasar yang dilakukan pemerintah melalui upaya-upaya pelayanan dalam kerangka pemberdayaan, pembangunan, dan pengaturan (regulasi), serta pada misi, yaitu penciptaan lingkungan kondusif serta pemihakan kepada kelompok masyarakat kecil tanpa mengabaikan keberadaan dan peran masyarakat menengah dan atas. Pada tahap awal, upaya-upaya dimaksud akan ditekankan pada pelayanan dalam kerangka pemberdayaan, khususnya untuk memenuhi hak dasar masyarakat di bidang pendidikan dan pengetahuan. Secara bertahap, titik berat tersebut akan digeser kepada pemberdayaan dan pengaturan, sesuai dengan tingkat perkembangan kelembagaan masyarakat yang telah dicapai. Pada dasarnya, pemilihan strategi ini sesuai dengan amanah RPJPD Sulawesi Selatan 2008 - 2028. Untuk tahap pertama RPJPD (2008-2013) menekankan peranan pemerintah yang lebih besar dalam proses pembangunan. Untuk maksud tersebut, maka diperlukan terlebih dahulu penataan kelembagaan pemerintah yang akan bermuara pada mewujudnya tata kelola kepemerintahan yang bersih dan kuat (clean and good governance), yaitu pemerintahan yang didukung oleh aparatur yang cakap dan inovatif sebagai birokrat dan pelayan masyarakat serta kelembagaan yang efisien dan amanah dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dengan senantiasa mengacu kepada prinsip-prinsip akuntabilitas dan transparansi (serta prinsip good governance lainnya). Pendekatan ini bermuara pada tatakelola pemerintahan yang baik sehingga lebih terpercaya, efisien, dan amanah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan dukungan aparatur yang cerdas, inovatif, dan senantiasa meningkatkan profesionalisme. Pemerintahan yang profesional senantiasa membangun sinergitas antar stakeholders (pemerintah, swasta, dan masyarakat), dengan tetap mengutamakan semangat kebersamaan serta menjalankan akuntabilitas dan transparansi. Upaya penataan kelembagaan pemerintah ditekankan kepada penguatan fungsi fasilitasi, pemberdayaan dan demokratisasi. 1. Memperkuat Fungsi Fasilitasi Memperkuat fungsi fasilitasi berarti tata kelola yang dijalankan berbasis pada fungsi-fungsi yang sifatnya menyediakan panggung bagi optimalnya peran pemerintah, komunitas dan pengusaha dalam berkontribusi bagi perwujudan visi. Penguatan tersebut dilakukan dengan membangun jejaring kerja sama (networking) secara regional dan nasional, menerapkan sistem tatakelola kepemerintahan yang terpercaya, serta senantiasa membangun akses terhadap pelayanan publik. 2. Memperkuat Fungsi Pemberdayaan Memperkuat fungsi pemberdayaan berarti tata kelola yang dijalankan berbasis pada fungsi-fungsi yang sifatnya berdampak pada peningkatan kemampuan Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 49 dan perbaikan aturan main dalam interaksi multipihak yang saling membuka diri untuk mendorong perubahan. Penguatan ini dilakukan dengan mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya alam dan meningkatkan kinerja. 3. Memperkuat Fungsi Demokrasi Memperkuat fungsi demokrasi berarti tata kelola yang dijalankan berbasis pada apresiasi terhadap suara (voices) dan pilihan (choices) semua golongan dan lapisan masyarakat. Penguatan ini juga dilakukan dengan membangun model kebersamaan (semangat kolektif) dalam menjalankan pembangunan antar pemerintah, swasta, dan masyarakat. Dengan kondisi seperti ini diharapkan dapat membangun birokrasi yang efektif dan efisien. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 50 BAB V ARAH KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH A. Kebijakan Keuangan Daerah Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber- sumber penerimaan yang cukup kepada daerah. Mengacu kepada Undang-Undang yang mengatur Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, besarannya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah. Cara pemerintah membelanjakan dana telah mengalami transformasi melalui "perubahan besar" desentralisasi tahun 2001 yang menyebabkan lebih dari sepertiga dari keseluruhan anggaran belanja pemerintah telah beralih ke pemerintah daerah. Secara umum sumber pendanaan yang menjadi investasi bagi daerah terdiri atas investasi swasta dan investasi pemerintah. Investasi pemerintah yang dipergunakan untuk menggerakan pembangunan di daerah secara garis besar terdiri dana yang bersumber dari APBN dan APBD. Dana yang bersumber dari APBN berupa dana dekonsentrasi, dana tugas pembantuan, ataupun APBN murni, serta dana desentralisasi berupa dana perimbangan yang termuat dalam APBD. Dana Desentralisasi, Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan dalam penyelenggaraan pemerintahannya menggunakan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Pemerintah telah mendesentralisasikan wewenang sebagian besar dari belanja pemerintah kepada pemerintah daerah, dan hasilnya pemerintah Provinsi dan Kabupaten di Indonesia sekarang membelanjakan 37 persen dari total dana publik. Ini mencerminkan tingkat desentralisasi fiskal yang tinggi. Dengan tingkat desentralisasi di Indonesia dan ruang fiskal yang kini tersedia, pemerintah daerah masing-masing telah mempunyai kesempatan untuk memperbaiki pelayanan publiknya yang terabaikan. Jika dikelola lebih bijaksana, memungkinkan daerah-daerah tertinggal di bagian timur Indonesia untuk mengejar daerah-daerah lain di Indonesia yang lebih maju dalam hal indikator sosial dan indikator ekonomi. Desentralisasi fiskal dalam bentuk transfer Dana Perimbangan yang ditargetkan oleh Pemda Sulawesi Selatan berupa Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Alokasi ini dengan tujuan sebagai pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah Otonom dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang setiap tahun ditentukan berdasarkan Keputusan Presiden. DAU besarannya dihitung menggunakan rumus/formulasi statistik yang kompleks, antara lain dengan variabel jumlah penduduk dan luas wilayah. Selanjutnya untuk Dana Alokasi Khusus diperkirakan pula akan lebih besar pada tahun-tahun mendatang mengingat banyaknya kebijakan Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 51 prioritas pembangunan yang menjadi kewenangan pemerintah yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Dana Dekonsentrasi, Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau kepada Instansi Vertikal di wilayah tertentu. Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. Besarnya dana dekonsentrasi yang berada pada SKPD unit kerja Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan diharapkan dapat meningkat dari tahun ketahun, terutama untuk mendanai kegiatan prioritas provinsi. Dengan upaya yang lebih kuat dari SKPD dengan memberikan informasi prioritas pembangunan daerah, diharapkan pihak departemen/kementrian dapat lebih memperhatikan alokasinya ke Sulawesi Selatan. Dana Tugas Pembantuan, Penyelenggaraan asas tugas pembantuan adalah cerminan dari sistem dan prosedur penugasan Pemerintah kepada Daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pembangunan yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang memberi tugas. Tugas ini diselenggarakan karena tidak semua wewenang dan tugas pemerintahan dapat dilakukan dengan menggunakan asas desentralisasi dan asas dekonsentrasi. Tugas Pembantuan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Daerah meliputi sebagian tugas bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama dan kewenangan bidang lain. Kebijakan lain meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional. Dana tugas pembantuan yang dialokasikan pada pemerintah daerah Sulawesi Selatan sampai saat ini jumlahnya masih terbatas dan dialokasikan untuk kegiatankegiatan yang bersifat non fisik dan pembinaan, namun diharapkan akan meningkat dimasa-masa mendatang. Sasaran umum, kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan Kapasitas Fiskal Daerah melalui penggalian dan pemanfaatan sumber-sumber pendapatan daerah (tanpa menimbulkan disinsentif terhadap perekonomian lokal), meningkatkan efisiensi pemanfaatan belanja daerah (diukur terhadap pencapaian sasaran pembangunan / RPJMD), serta meningkatkan efisiensi proses pemungutan pajak dan retribusi serta sumber pendapatan daerah lainnya. Oleh karenanya dalam pembahasan berikut lebih difokuskan pada pengelolaan keuangan yang menjadi kewenangan secara langsung pemerintah daerah. Arah kebijakan keuangan daerah dalam RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan bertujuan untuk: Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 52 a) Menopang proses pembangunan daerah yang berkelanjutan sesuai dengan visi dan misi daerah Sulawesi Selatan b) Menjamin ketersediaan dan kecukupan pendanaan pelayanan dasar bagi kesejahteraan masyarakat. c) Meminimalkan resiko fiskal sehingga kesinambungan anggaran daerah dapat terjamin. d) Kesinambungan anggaran dengan merujuk kepada ketentuan UU Nomor 27 tahun 2003 dan UU Nomor 33 tahun 2004 terkait dengan batas defisit anggaran dan batas pinjaman/utang. e) Peningkatan akuntabilitas dan transparansi anggaran serta peningkatan partisipasi masyarakat. 1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah Dalam pengelolaan keuangan, daerah diberikan keleluasaan sehingga dapat mengalokasikan dananya sesuai dengan kebutuhan daerah dengan tetap mengacu pada peraturan perundangan. Sejalan dengan alokasi dana transfer Pemerintah yang sebagian besar telah diberikan diskresi sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah. Seluruh penerimaan dan pengeluaran daerah yang menjadi hak dan kewajiban harus diadministrasikan dalam APBD. Pengelolaan keuangan daerah selain dilakukan secara efektif dan efisien yang diharapkan dapat mendukung terwujudnya tata kelola pemerintah daerah yang baik bersandarkan pada transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif. (i) Kebijakan Sumber Pendapatan Daerah Dilihat dari struktur APBD Provinsi Sulawesi Selatan selama lima tahun terakhir, rata-rata belanja daerah dibiayai 53 persen dari dana transfer dan 55 persen dibiayai oleh PAD. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal, yang perlu dilakukan adalah lebih memperkuat basis pajak daerah dengan menetapkan jenis pajak daerah yang tepat, disertai dengan diskresi dalam penetapan tarifnya. Tingkat diskresi dalam menetapkan tarif dilakukan dengan menetapkan tarif minimal dan maksimal, namun tidak terlalu membebani masyarakat. Hal ini akan memberikan peluang bagi Provinsi Sulawesi Selatan dalam meningkatkan pendapatannya, yang selanjutnya dapat memberikan implikasi pada daerah ini untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik. Dalam rangka menguatkan taxing power Provinsi Sulawesi Selatan, beberapa kebijakan yang perlu dilakukan atara lain meliputi: (1) Menyelaraskan perpajakan dan restribusi daerah dengan kewenagan penyelenggaraan pemerintah daerah. (2) Memperluas basis pajak daerah dan menggunakan diskresi dalam penerapan tarif. (3) Mempertegas dan memperkuat dasar-dasar pemungutan pajak dan restribusi daerah. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 53 Implementasi kebijakan-kebijakan tersebut akan dilakukan antara lain dengan cara sebagai berikut : (1) Penetapan jenis pajak daerah yang primadona Daerah hanya dapat memungut jenis pajak daerah yang telah ditetapkan sesuai dengan perundang-undangan. Pajak-pajak provinsi dibagihasilkan secara lebih proporsional kepada kabupaten/kota dengan adanya tambahan jenis-jenis pajak baru yang cukup potensial, dan obyeknya relatif merata di seluruh Kabupaten/Kota. Selain itu, penguatan pajak Provinsi, dan Kabupaten/Kota juga dapat dilakukan dengan memperluas basis pajak yang selama ini sudah ada. (2) Penetapan tarif Penetapan tarif pajak provinsi seperti Pajak Kendaraan Bermotor sebaiknya dioptimalkan, dengan tetap melakukan pembatasan tarif maksimal dan minimal untuk menghindari pengenaan pajak yang berlebihan, dan untuk mengurangi perang tarif antar daerah. (3) Penetapan Retribusi Daerah Sejalan dengan perkembangan otonomi daerah dan dengan adanya pengalihan beberapa fungsi pelayanan dan perizinan dari Pemerintah Pusat kepada Daerah, maka penetapan tarif retribusi harus dilakukan secara lebih transparan, sehingga beban retribusi yang harus dibayar (wajib retribusi) dapat lebih jelas dan akuntabel. Dalam hal ini, pemungutan retribusi daerah harus terkait dengan fungsi pelayanan dan perizinan yang menjadi urusan/kewenangan daerah. (4) Penetapan Pajak Baru Taxing Power untuk Provinsi relatif lebih baik dibandingkan untuk Kabupaten/Kota, karena potensi pajak di Kabupaten/Kota relatif kecil walaupun jenisnya lebih banyak. Sudah saatnya mempertimbangkan kemungkinan diterapkannya pajak Provinsi yang baru antara lain PBB (desa dan perkotaan), pajak lingkungan. Perkembangan Konstribusi PAD dalam APBD Provinsi Sulawesi Selatan menunjukkan kecenderungan naik selama tahun 2003 2007. PAD mencapai Rp 383,81 milyar atau 48,76 persen pada tahun 2003 dan menjadi Rp. 730,24 milyar atau 53,21 persen pada tahun 2007. a. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) tetap diupayakan menjadi sumber utama pen- danaan dari APBD Provinsi Sulawesi Selatan. Di tingkat Provinsi peranan PAD cukup besar dan cenderung meningkat. Peranan PAD provinsi dalam keseluruhan penerimaan APBD meningkat dari 46,90 persen pada tahun 2002 menjadi 52,21 persen pada tahun 2008. Apabila dilihat dari jenis pajaknya, penerimaan pajak Provinsi terutama berasal dari 2 jenis pajak, yaitu Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang mencakup 75,8 persen dari total penerimaan pajak provinsi dalam tahun 2007. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 54 Sementara itu, penerimaan retribusi daerah di tingkat Provinsi kontribusinya sangat kecil. Dalam tahun 2006 penerimaan retribusi kurang dari 7,00 persen dari total penerimaan PAD atau sekitar 2,3 persen dari total penerimaan APBD. Peranan retribusi yang lebih besar di kabupaten/kota dibandingkan dengan penerimaan retribusi di Provinsi tentunya terkait dengan peranan Kabupaten/Kota yang lebih besar dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kontribusi PAD selama lima tahun terakhir terhadap total pendapatan daerah, yang mencapai rata-rata lebih besar dari 55%. Hal ini menunjukkan semakin mandirinya daerah di dalam membiayai belanja pembangunan (self supporting). Arahan kebijakan Pendapatan Daerah difokuskan pada upaya untuk mening- katkan setiap komponen PAD, antara lain melalui upaya-upaya intesifikasi dan ekstensifikasi adalah sebagai berikut: 1) Intensifikasi pajak dan retribusi daerah terutama ditujukan untuk meningkatkan kepatuhan (compliance) dan memperkuat basis pajak/retribusi yang ada. Diantara pajak daerah yang menjadi andalan adalah Pajak Kendaraan bermotor (PKB) dan BBN-KB. 2) Penyederhanaan dan modernisasi (komputerisasi atau elektronisasi) sistem per- pajakan dan retribusi daerah. 3) Penyempurnaan landasan hukum dan penegakan hukum (law enforcement) bagi pengenaan pajak dan retribusi; 4) Sosialisasi dan pemberian penyuluhan yang memadai kepada masyarakat mengenai ketentuan pajak dan retribusi daerah; 5) Peningkatan pengawasan terhadap pelaksanaan pemungutan pendapatan daerah; 6) Peningkatan koordinasi dan kerja sama antar unit satuan kerja terkait serta Pe- ningkatan kualitas aparat pajak/retribusi daerah; 7) Peremajaan (up dating) basis data pajak daerah serta optimalisasi pemanfaatan data perpajakan; 8) Identifikasi retribusi baru dengan tetap memperhatikan agar retribusi tersebut ti- dak menimbulkan disinsentif (dampak negatif dan atau efek distorsi) terhadap perkembangan perekonomian lokal. 9) Pengkajian ulang terhadap semua jenis retribusi yang ada untuk menentukan dampaknya terhadap perkembangan perekonomian daerah (yang dilakukan secara berkala). Tindak lanjut pengkajian berupa penghapusan jenis pungutan daerah yang bersifat distortif bagi perekonomian, disain ulang sistem tarif mau- pun administratif sehingga lebih efisien dan lebih efektif (khususnya untuk retribusi yang biaya pemungutannya tidak seimbang dengan manfaat yang diterima), termasuk penghapusan retribusi yang memberatkan masyarakat kecil. 10) Untuk melaksanakan hal tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan Regulatori Impact Assesment (RIA). Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 55 11) Peningkatkan kontribusi BUMD melalui pengelolaan BUMD secara lebih efisien dan efektif, perbaikan manajemen, pembentukan subholding ataupun konsentrasi pada bisnis utama, peningkatan profesionalisme BUMD, serta memperkuat permodalan BUMD. 12) Pemanfaatan aset daerah, khususnya yang tidak termanfaatkan secara optimal pada beberapa SKPD, seperti empang, lahan, dan sebagainya. Alternatif yang ada adalah memberikan modal kepada SKPD terkait dengan target pendapatan tertentu. Alternatif lain adalah mengkoordinasikan semua aset pada suatu unit kerja yang khusus dibentuk untuk maksud tersebut. 13) Membangun lembaga keuangan yang berfungsi untuk menyediakan suntikan modal dan atau dukungan finansial--termasuk dukungan manajemen finansial-- bagi kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak terhadap peningkatan PAD. Pemerintah Provinsi dapat saja melakukan pinjaman untuk mendapatkan dana segar yang diperlukan sebagai biaya modal dan biaya operasional lembaga ini, selain dari kekayaan daerah yang disisihkan. 14) Mendorong dan membantu pemerintah Kabupaten/Kota dalam pembangunan dan pemanfataan LIS (Land Information System) yang mampu memasok informasi terkini terhadap peningkatan NJOP akibat adanya investasi pemerintah, khususnya berupa pembangunan baru atau peningkatan kualitas infrastruktur. 15) Pengembangan sistem insentif (secara tidak langsung) untuk merangsang peningkatan penerimaan dari retribusi daerah. Dari rangkaian kebijakan yang diuraikan di atas, maka diharapkan akan lebih meningkatkan pendapatan daerah. Pendapatan daerah dari PAD diproyeksikan pada tahun 2013 sebesar Rp. 2,013 trilyun dari total target pendapatan sebesar Rp. 4,258 trilyun lebih. b. Dana Perimbangan Perkembangan dana perimbangan yang diterima Provinsi Sulawesi Selatan selama 2003 sampai 2006 terus mengalami peningkatan dari Rp. 388 milyar pada tahun 2003 berkembang menjadi Rp.623 milyar pada tahun 2006. Pertumbuhan masing masing komponen dana perimbangan setiap tahunnya sangat berfluktuasi dan cenderung kurang stabil, namun cenderung terus mengalami peningkatan, seperti pada table berikut. c. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah Upaya yang perlu dilakukan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan adalah koordinasi dengan Pemerintah Pusat untuk memperoleh bantuan dana kontinjensi / penyeimbang dan hibah. Namun jenis penerimaan ini khususnya dan kontinjensi dan penyeimbang pada tahun tertentu akan menjadi nol tidak disediakan lagi. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 56 d. Proyeksi Pendapatan Daerah Berdasarkan proyeksi indikator makro ekonomi dan realisasi pendapatan daerah selama 5 tahun terakhir, rencana kebijakan pembangunan secara umum maupun kebijakan khusus yang akan ditempuh, Proyeksi PAD selama lima tahun mendatang dapat dilihat pada table 12 dengan skenario pertumbuhan ekonomi 9 persen dengan pertumbuhan PDRB 9 persen Proyeksi PAD dalam lima tahun mendatang dapat diperkirakan dengan asumsi pencapaian PAD tersebutr sangat terkait dengan tingkat pertumbuhan ekonomi (PDRB) yang ditargetkan dan mempertimbangkan kecenderungan perkembangan masing masing komponen PAD dengan faktor yang berpengaruh pada masing komponen tersebut. Selain itu, strategi pencapaian PAD yaitu dengan menerapkan pajak daerah yang sesuai (tidak menggerus perekonomian daerah) dengan penetapan tarif yang tepat, sehingga dengan perekonomian daerah yang lebih maju akan menghasilkan penerimaan bagi hasil pajak yang lebih besar. Namun PAD Provinsi Sulawesi Selatan seperti Provinsi lainnya di Indonesia masih tetap bertumpu pada pajak kendaraan bermotor (PKB). PKB ini akan terus berkembang seiring dengan perkembangan sektor industri, perdagangan dan jasa di Provinsi Sulawesi selatan ini. Proses perumusan kebijakan peningkatan penerimaan pendapatan daerah senantiasa memperhatikan pembangunan berkelanjutan, serta keberlangsungan dan tumbuhkembangnya dunia usaha. Tabel 12 Sumber : Hasil Perhitungan Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 57 Proyeksi pendapatan sebagaimana yang diproyeksikan pada tabel tersebut diatas, diharapkan dapat terpenuhi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun kedepan dan dapat memberikan hasil yang lebih besar lagi bila asumsi-asumsi yang mendasari dapat dipertahankan. Asumsi tersebut adalah : 1) Kondisi Perekonomian Makro dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara regional minimal 9 %. 2) Pertumbuhan kendaraan bermotor baru minimal 10 % setiap tahunnya. 3) Kebijakan pemerintah terhadap suku bunga kredit pemilikan kendaraan bermotor tidak mengalami perubahan secara signifikan. 4) Dapat dilakukan perluasan objek pemungutan sesuai dengan urusan yang ditangani oleh Pemerintah Provinsi. 5) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pengelola Pendapatan Daerah mampu melakukan intensifikasi dengan pertumbuhan minimal 10 % setiap tahun. 6) BUMD/Perusda mendapat dukungan optimal berupa modal dan fasilitas lainnya untuk mendorong bidang usahanya, serta komposisi saham pada PT. Bank Sulsel tetap didominasi oleh Saham Pemerintah Provinsi. 7) Perkembangan ekonomi Sulawesi Selatan akan mendorong peningkatan penerimaan dari bagi hasil pajak (PPh). Kebijakan pengembangan pendapatan daerah Provinsi Sulawesi Selatan meliputi : 1) Penyederhanaan sistem dan prosedur administrasi pemungutan pajak/retribusi dan pemungutan lainnya serta peningkatan pengendalian/pengawasan atas proses pemungutannya melalui pemberdayaan aparatur secara profesional. 2) Pemanfaatan teknologi informasi dalam rangka peningkatan kualitas, kemudahan, ketepatan, dan kecepatan pelayanan untuk terwujudnya optimalisasi pendapatan daerah. 3) Peningkatan pendayagunaan kekayaan daerah untuk mendorong kemampuan masyarakat yang berdampak pada peningkatan pendapatan daerah. 4) Menata dan mengevaluasi nilai kekayaan daerah yang dipisahkan dalam rangka pengembangan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), termasuk Perusahaan Daerah. 5) Penyesuaian peraturan Pendapatan Daerah dan Peraturan Perundang-undangan dalam rangka penegakan Peraturan Daerah terhadap masyarakat wajib pungut. 6) Peningkatan intensitas koordinasi Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat termasuk lintas provinsi secara regional. 7) Peningkatan sosialisasi baik yang langsung kepada masyarakat maupun melalui media cetak dan elektronik B. Kebijakan Umum Anggaran Dalam rangka penguatan taxing power daerah, beberapa kebijakan umum yang perlu dilakukan, antara lain, (i) menyelaraskan perpajakan dan retribusi daerah dengan kewenangan penyelenggaraan pemerintahan daerah; (ii) memperluas basis pajak daerah dan mengkaji penerapan tarif yang tepat; dan (iii) mempertegas dan memperkuat dasar-dasar pemungutan pajak dan retribusi daerah. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 58 Pelayanan publik pada dasarnya dapat dilakukan oleh berbagai tingkat pemerintahan, baik Pemerintah, Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota. PP Nomor 38 Tahun 2007 secara substansif membagi tanggung jawab pemberian pelayanan publik dengan mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaannya. Beberapa prinsip umum yang dipergunakan dalam melakukan efisiensi belanja dalam pelayanan publik adalah sebagai berikut: (i) Manfaat Skala Ekonomi, (ii) Faktor Eksternalitas, (iii) Kesenjangan Potensi Ekonomi dan Kapasitas Administrasi, (iv) Kecenderungan Masyarakat Terhadap Pelayanan Publik, (v) Pemeliharaan Stabilitas Ekonomi Makro. 1. Kebijakan Pendapatan Daerah Kebijakan Sumber Penerimaan Daerah dalam lima tahun ke depan adalah sebagai berikut: a. Memperkuat taxing power melalui perluasan tax base dan penetapan tarif yang tepat khususnya untuk dua jenis pajak primadona yaitu PKB dan BBN KB; b. Mendorong peningkatan bagi hasil pajak (PPh) melalui penciptaan iklim usaha dan investasi yang lebih kondusif di Sulawesi Selatan; c. Mengoptimalkan rencana pengalihan PBB dan BPHTB sebagai pajak daerah dan tambahan jenis pajak baru yang akan diterapkan secara nasional; d. SiLPA tahun sebelumnya akan tetap dipergunakan sebagai sumber penerimaan pada APBD tahun berikutnya. Rata-rata SiLPA diupayakan maksimum 5 persen dari APBD tahun sebelumnya; e. Dapat dipersiapkan untuk menerbitkan obligasi daerah; f. Memanfaatkan penerusan pinjaman dan hibah melalui pemerintah pusat untuk membiayai pengembangan infrastruktur yang bersifat cost recovery; g. Menyisihkan SilPA tahun lalu untuk menambah Dana Cadangan sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 13 tahun 2006; 2. Kebijakan Belanja Daerah Arah kebijakan Belanja Daerah dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Menitikberatkan pada Urusan Wajib dan Urusan Pilihan yang sesuai dengan Prioritas Pembangunan Daerah; b. Meningkatkan alokasi anggaran pada bidang-bidang yang langsung menyentuh kepentingan masyarakat; c. Menjalankan program partisipasi penganggaran untuk isu-isu yang dominan antara lain: pendidikan, kesehatan, kemiskinan, prasarana dasar, isolasi wilayah serta lapangan verja; d. Membangun Medium Term Expenditure Framework (MTEF) terutama untuk menyelesaikan program-program yang harus dirampungkan dalam lebih dari satu tahun anggaran; Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 59 e. Memberikan bantuan-bantuan (khususnya) keuangan dalam bentuk: 1) Subsidi, untuk menolong kelompok ekonomi lemah dalam mengakses fasilitas public; 2) Hibah, untuk menyentuh kegiatan/usaha penduduk/komunitas sebagai seed money; 3) Bantuan sosial, untuk menyentuh komunitas sosial tertentu dalam rangka pembangunan modal sosial; 4) Bantuan keuangan, untuk memberikan insentif/disinsentif kepada pemerintah daerah lainnya dalam rangka kerjasama/komitmen antar pemerintah daerah; f. Belanja daerah disusun berdasarkan sasaran/target kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang harus dicapai setiap tahunnya. (performance- based budgeting) g. Melakukan efisiensi belanja, melalui : 1) Meminimalkan belanja yang tidak langsung dirasakan pada masyarakat; 2) Melakukan analisis cost benefit dan tingkat efektivitas setiap program dan pemetaan profil resiko atas setiap belanja kegiatan beserta perencanaan langkah antisipasinya.; 3. Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah Pembiayaan Daerah merupakan transaksi keuangan daerah yang dimaksudkan untuk menutup selisih antara Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah. Jika Pendapatan Daerah lebih kecil dari Belanja Daerah, maka terjadi transaksi keuangan yang defisit dan harus ditutupi dengan Penerimaan Daerah. Jika Pendapatan Daerah lebih besar dari Belanja Daerah, maka terjadi transaksi keuangan yang surplus dan harus digunakan untuk Pengeluaran Daerah. Oleh sebab itu, Pembiayaan Daerah terdiri Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah. Sesuai dengan PP Nomor 58 Tahun 2006, Penerimaan Daerah berasal dari sumber yang antara lain : a. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu; b. Transfer dari dana cadangan; c. Penerimaan pinjaman dan obligasi; serta d. Hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan. Sedangkan sumber Pengeluaran Daerah antara lain : a. Transfer ke dana cadangan; b. Penyertaan modal Pemda dalam BUMD; c. Pembayaran utang pokok yang jatuh tempo dan sisa lebih perhitungan anggaran tahun berjalan; d. Pembayaran utang kepada pihak ketiga. 4. Kebijakan Khusus Anggaran Kebijakan khusus anggaran meliputi: Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 60 (1) Peningkatan daya tarik (cost attractiveness) Sulsel bagi pengembangan industri, antara lain melalui penyediaan insentif yang menarik bagi industri tertentu (industri yang bernilai strategis bagi pertumbuhan ekonomi Sulsel (pertumbuhan yang berkualitas). (2) Pemberian subsidi untuk mengurangi biaya input antara, khususnya untuk industri yang memiliki backward linkage dan forward linkage yang besar (>1), yang dilakukan antara lain dengan membantu mengurangi biaya modal dan lainnya pada beberapa industri yang diprioritaskan. Untuk maksud tersebut diperlukan adanya analisis yang mendalam (berbasis pada model ekonomi makro yang komprehensif) untuk menemukenali industri-industri dimaksud serta perlakuan sepadan yang dibutuhkan untuk mendorong pengembangannnya. (3) Mengurangi sebanyak mungkin retribusi daerah jika mungkin menjadi nil retribusi dan upaya peningkatan penerimaan daerah yang secara langsung maupun tidak langsung akan mengurangi atau bahkan berdampak negatif terhadap terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan. (4) Menemukenali upaya-upaya untuk meningkatkan pajak penghasilan (PPh dan sejenisnya). dan untuk memudahkan pembagiannya, diperlukan adanya komu- nikasi yang intens antara pemerintah Provinsi dan pemerintah pusat. Kebijakan di atas dijabarkan dalam beberapa program kegiatan, antara lain sebagai berikut: (1) Peningkatan kerjasama swasta nasional maupun asing untuk pembangunan infra struktur yang layak secara ekonomi. (2) Peningkatan intermediasi dan fasilitasi antara pihak perbankan (dan jasa keuangan lainnya) dengan pelaku usaha di daerah. (3) Peningkatan penerimaan pemerintah melalui intensifikasi pajak dan retribusi. (4) optimalisasi pengeluaran pemerintah dengan memberikan prioritas kepada upaya-upaya/ program peningkatan kualitas manusia serta pembangunan infra struktur sosial ekonomi. a. Perencanaan Pinjaman Daerah Pemerintah provinsi dapat melakukan Pinjaman Daerah jangka menengah dan panjang sebagai alternatif pembiayaan untuk menutup defisit APBD yang terjadi selama 2009 2013. Dalam hal merencanakan untuk melakukan pinjaman jangka menengah dan panjang, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. 2) Rasio proyeksi kemampuan keuangan Daerah untuk mengembalikan pinjaman (Debt Service Coverage Ratio/DSCR) paling sedikit 2,5 (dua koma lima). Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 61 3) Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal dari Pemerintah; 4) Mendapatkan persetujuan dari DPRD. Persetujuan DPRD termasuk dalam hal pinjaman tersebut diteruspinjamkan dan/atau diteruskan sebagai penyertaan modal kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). b. Obligasi Daerah Sebagai tindak lanjut atas amanat UU Nomor 33 Tahun 2004, Pemerintah telah membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk menggalang dana pinjaman pemerintah daerah yang bersumber dari masyarakat sebagai salah satu sumber pendanaan daerah. Salah satu sumber pembiayaan yang direncanakan oleh Provinsi Sulawesi Selatan adalah pembiayaan melalui penerbitan obligasi daerah. Sumber pendanaan tersebut adalah obligasi daerah untuk mendanai investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat Sulawesi Selatan. c. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Rata-rata pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2008-2013 diperkirakan mencapai 7,45 persen dan pertumbuhan ekonomi pada Tahun 2013 diperkirakan sebesar 7,40 persen dan diharapkan peningkatan investasi, industri pengolahan hasil pertanian dan sektor-sektor lainnya dapat berkontribusi secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan selama periode 2008- 2013, Proyeksi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan 2008-2013 di jelaskan pada tabel 13 berikut: Tabel 13 : Proyeksi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan 2008-2013 LAPANGAN USAHA /Industrial Origin 2008 2009 2010 2011 2012 2013 (1) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1. Pertanian 13.483.071 14.424.244 15.333.569 16.362.099 17.434.850 18.436.951 2. Pertambangan Dan Penggalian 4.333.201 4.613.975 4.919.689 5.231.201 5.554.727 5.873.046 3. Industri Pengolahan 6.743.587 7.421.857 8.177.844 8.991.420 9.870.949 10.806.950 4. Listrik, Gas Dan Air Bersih 412.033 446.633 489.192 530.476 574.409 620.434 5. Bangunan 2.227.205 2.416.547 2.617.990 2.835.803 3.067.267 3.305.923 6. Perdagangan, Hotel Dan Restoran 6.710.633 7.260.383 7.888.908 8.601.203 9.364.150 10.201.398 7. Angkutan Dan Komunikasi 3.334.958 3.563.273 3.817.342 4.139.781 4.482.812 4.809.180 8. Keuangan, Persewaan, Dan Jasa Perusahaan 2.600.090 2.701.823 2.822.851 2.941.211 3.169.129 3.412.072 9. Jasa-Jasa 4.943.035 5.352.037 5.786.864 6.255.314 6.751.877 7.261.905 Produk Domestik Regional Bruto/Grdp 44.787.813 48.200.772 51.854.249 55.888.508 60.270.170 64.727.859 Pertumbuhan Ekonomi 7,36 7,62 7,58 7,78 7,84 7,40 Sumber : BPS data diolah Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 62 d. Proyeksi Penduduk Jumlah penduduk Sulawesi Selatan pada Tahun 2013 diperkirakan mencapai 8.042.765 orang dan kepadatan penduduk sebesar 1,29 orang/km persegi, dengan rata-rata pertumbuhan penduduk dalam kurun waktu 2006-2013 sebesar 0,857 persen per tahun. Peningkatan jumlah penduduk ini di harapkan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja agar pendapatan perkapita masyarakat dapat meningkat sebesar Rp.8.06 juta pada tahun 2013 dari Rp. 5,09 juta pada tahun 2006. Tabel 14 : Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Sulawesi Selatan 2008-2013 Proyeksi Jumlah penduduk No. Kabupaten/ Kota 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 1 Selayar 113.364 114.137 114.929 115.738 116.561 117.398 118.246 119.106 2 Bulukumba 380.371 382.050 383.694 385.304 386.880 388.420 389.924 391.392 3 Bantaeng 170.577 171.800 172.978 174.113 175.207 176.260 177.275 178.252 4 Jeneponto 333.221 335.751 338.210 340.599 342.917 345.165 347.344 349.454 5 Takalar 251.463 253.958 256.416 258.836 256.416 263.553 265.846 268.093 6 Gowa 582.434 591.763 601.003 610.146 619.184 628.110 636.916 645.598 7 Sinjai 222.373 223.407 224.414 225.393 226.346 227.273 228.174 229.050 8 Maros 300.377 304.117 307.847 311.562 315.260 318.935 322.584 326.204 9 Pangkep 284.406 286.362 288.299 290.210 292.097 293.956 295.785 297.582 10 Barru 160.178 160.683 161.185 161.682 162.175 162.661 163.142 163.616 11 Bone 692.418 694.908 697.484 700.136 702.852 705.625 708.445 711.304 12 Soppeng 228.064 228.865 229.676 230.495 231.317 232.143 232.967 233.789 13 Wajo 366.304 366.903 367.545 368.224 368.932 369.665 370.419 371.189 14 Sidrap 251.724 252.385 253.043 253.697 254.347 254.993 255.633 256.268 15 Pinrang 337.502 338.970 340.413 341.830 343.221 344.583 345.916 347.220 16 Enrekang 186.210 188.654 191.120 193.603 196.103 198.616 201.139 203.672 17 Luwu 320.145 324.299 328.405 332.460 336.460 340.404 344.287 348.108 18 Luwu Utara 293.450 299.854 306.214 312.522 318.774 324.964 331.086 337.135 19 Luwu Timur 215.628 220.238 224.858 229.482 234.106 238.726 243.337 247.936 20 Tator 434.303 438.284 442.310 446.374 450.471 454.593 458.737 462.897 21 Makassar 1.205.666 1.220.129 1.234.154 1.247.747 1.260.910 1.273.651 1.285.973 1.297.882 22 Parepare 117.198 117.815 118.411 118.989 119.547 120.088 120.611 121.117 23 Palopo 128.789 130.000 131.138 132.208 133.215 134.163 135.058 135.901 Jumlah penduduk 7.576.165 7.645.332 7.713.746 7.781.350 7.843.298 7.913.945 7.978.844 8.042.765 Pertumbuhan 0,913 0,895 0,876 0,796 0,901 0,820 0,801 Sumber : BPS, data diolah Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 63 BAB VI KEBIJAKAN UMUMPEMBANGUNAN DAERAH A. Arah Kebijakan Kebijakan umum pembangunan daerah merupakan hasil rumusan dari 4 (empat) masukan utama. Pertama, kondisi wilayah Sulawesi Selatan pada saat ini, yang difokuskan kepada potensi dan peluang pengembangan yang dimiliki serta kelemahan atau faktor-faktor yang mungkin menghambat proses pembangunan di masa depan. Kedua, environmental input, yaitu berupa peluang sekaligus ancaman yang potensial dihadapi dalam proses pembangunan Sulawesi Selatan yang tercipta akibat dinamika lingkungan strategis. Ketiga, instrumental input, yaitu berupa peraturan perundangan yang berlaku yang menjadi bingkai hukum yang harus ditaati dalam proses pembangunan Sulawesi Selatan. Keempat, dinamika internal berupa pergeseran aspirasi tatanan internal (daerah dan komunitas) Sulawesi Selatan. Mengingat bahwa kebijakan ini merupakan penjabaran dari strategi pembangunan jangka menengah Sulawesi Selatan, maka kebijakan dimaksud merupakan perwujudan dari upaya-upaya pemenuhan hak dasar masyarakat, yang meliputi ketersediaan dan kemudahan akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pangan; terbukanya peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang layak; terciptanya lingkungan yang kondusif, baik secara fisik (perumahan, sanitasi dan air bersih), secara sosial (rasa aman dan tenteram) maupun secara ekologis (kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup); serta terjaminnya hak atas tanah dan partisipasi dalam kehidupan sosial politik. Kebijakan dimaksud dijabarkan ke dalam 7 (tujuh) agenda pembangunan yang saling terkait dan saling memperkuat satu dengan lainnya, sehingga secara bersama-sama diharapkan akan semakin mendekatkan Sulawesi Selatan kepada visi pembangunan yang dirumuskan pada RPJPD Sulawesi Selatan 2008 - 2028, yaitu menjadi wilayah terkemuka di Indonesia yang lebih dipertegas pada RPJMD Sulawesi Selatan 2008 - 2013, berupa provinsi sepuluh terbaik di Indonesia dalam pemenuhan hak dasar masyarakat. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, visi 2008-2013 di atas dioperasionalkan dalam bentuk sasaran pembangunan jangka menengah Sulawesi Selatan berupa peningkatan kualitas manusia Sulawesi Selatan--antara lain dicerminkan oleh Indeks Pembangunan Manusia (IPM)--dan mewujudkan Sulawesi Selatan sebagai Komunitas Pembelajar (Evolutionary Learning Community) yang dicerminkan oleh tumbuhkembangnya kelembagaaan masyarakat yang kuat dan mandiri pada semua bidang kehidupan. Sasaran dimaksud dicerminkan oleh target pencapaian IPM sebesar 78-79 atau berada pada kisaran 10 -14 secara nasional. Target ini ditentukan dengan asumsi bahwa provinsi lain di Indonesia mengalami peningkatan IPM mengikuti kecenderungan sebelumnya, sehingga IPM nasional sebesar 77. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 64 Dari sisi kelembagaan masyarakat, diharapkan mayoritas Desa di Sulawesi Selatan (60-70%) telah mewujud sebagai komunitas yang mandiri. Kelembagaan ekonomi masyarakat kecil juga telah berkembang baik yang ditandai dengan meningkatkan kontribusi sektor itu dalam penyerapan tenaga kerja dan pembentukan PDRB. Kelembagaan sosial politik menunjukkan kecenderungan positif yang ditandai oleh semakin mandirinya lembaga-lembaga politik dalam menyelenggarakan misinya yang diiringi dengan semakin dewasanya sikap masyarakat dalam menyalurkan aspirasi politik mereka. Kedewasaan ini antara lain dicerminkan oleh semakin berkurangnya ekses negatif pilkada. Sedangkan untuk kelembagaan sosial budaya, kemajuan yang dicapai berupa keberhasilan dalam proses aktualisasi nilai-nilai budaya tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Untuk tatanan kabupaten dan kota, target yang diharapkan adalah sebagian besar daerah kabupaten kota telah berhasil menemukenali dan mengembangkan potensi spesifik yang mereka miliki menjadi keunggulan lokal yang menjadi motor pendorong peningkatan kualitas keberadaan tatanan mereka sebagai komunitas yang kuat dan mandiri. Setiap agenda ditopang oleh beberapa arahan kebijakan yang berfungsi sebagai acuan bagi Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dalam merumuskan program kerja masing-masing yang pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kategori, yaitu: pelayanan, pemberdayaan, dan pengaturan (regulasi). Pada dasarnya, ketujuh agenda dimaksud saling terkait satu dengan lainnya, seperti diperlihatkan pada Gambar 6.1. Gambar 6.1 Keterkaitan Antar Agenda Pembangunan Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 65 Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pencapaian sasaran pembangunan daerah Sulawesi Selatan sangat tergantung kepada keberhasilan menata dan meningkatkan kualitas kelembagaan pemerintah. B. Agenda Pembangunan 1. Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Kesehatan Masyarakat Agenda ini merupakan perwujudan dari upaya-upaya untuk memenuhi hak dasar masyarakat yang paling utama, yaitu pendidikan dan kesehatan, sekaligus mendukung pencapaian sasaran pembangunan Sulawesi Selatan, yaitu peningkatan kualitas manusia yang indikator utamanya berupa IPM. Keberhasilan dalam penyelenggaraan agenda ini akan memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap pencapaian sasaran RPJMD 2008-2013. Itu karena kualitas pengetahuan masyarakat Sulawesi Selatan relatif terpuruk, yang dicerminkan dengan Angka Melek Huruf 86,24 (2007) dan Rata-rata Lama Bersekolah (RLS) adalah 7.23 tahun (2007) yang berada cukup jauh di bawah rata- rata nasional, yaitu 90,9 persen dan 7,3 tahun masing-masing untuk AMH dan RLS pada tahun 2007. Sekaligus lebih meningkatkan lagi kualitas kesehatan masyarakat yang diukur dengan Angka Harapan Hidup (AHH), walaupun angka ini telah berada di atas rata-rata nasional, yaitu 69,40 pada tahun 2007. Masalah utama bidang pendidikan terletak pada akses masyarakat dalam mendapatkan layanan pendidikan dasar, khususnya dalam menuntaskan wajib belajar sembilan tahun. Ini terkait dengan biaya yang harus ditanggung, terutama dalam pengadaan buku dan berbagai bentuk pungutan. Di samping itu, ketersediaan dan sebaran fasilitas pendidikan yang kurang memadai dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat. Kelangkaan fasilitas ini semakin meningkat seiring dengan meningkatnya strata pendidikan. Kualitas penyelenggaraan pendidikan juga membutuhkan perhatian khusus. Kualitas dimaksud terkait dengan standar isi dan proses pembelajaran, kompetensi luaran, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian. Penyebab ketiga adalah sikap atau wawasan masyarakat terhadap pentingnya pendidikan. Di kalangan petani dan nelayan, anak lebih banyak dipandang sebagai aset produktif ketimbang sebagai "media" investasi (melalui pendidikan). Sikap dan wawasan ini juga tercermin dari rendahnya pengeluaran rata-rata masyarakat untuk pendidikan. Walau pun tetap perlu digarisbawahi bahwa alokasi belanja yang relatif sangat kecil itu terutama disebabkan oleh karena porsi terbesar dari pendapatan telah terserap pada pemenuhan kebutuhan pangan. Masalah pokok pada bidang kesehatan terkait dengan belum optimalnya penerapan pola hidup sehat dan rendahnya derajat kesehatan lingkungan dalam masyarakat, rendahnya akses terhadap layanan kesehatan terutama pada masyarakat terpencil dan pulau-pulau serta belum mantapnya manajemen pembangunan kesehatan dan daya tanggap terhadap penyakit tertentu seperti flu burung, HIV/AIDS, demam berdarah dan sebagainya. Ketersediaan pangan yang terjangkau daya beli masyarakat juga merupakan akar masalah dalam upaya untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, karena sangat terkait dengan kualitas gizi masyarakat. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 66 Sasaran 1) Meningkatnya kualitas kesehatan masyarakat yang dicerminkan oleh Angka usia harapan hidup 73,7 tahun dengan beberapa indikator antara, seperti IMR 22 per seribu kelahiran, AKI 226 per seribu. 2) Meningkatnya kualitas pengetahuan masyarakat yang dicerminkan oleh Angka Rata-rata Lama Sekolah 8,5 tahun dan Angka Melek Huruf 92 persen; 3) Meningkatnya mutu pendidikan, dengan indikator meningkatnya persentase kelulusan dalam ujian nasional untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah; 4) Berkurangnya jumlah penduduk kurang pangan dan gizi, yang dicerminkan prevalensi gizi kurang pada anak balita 20%, gizi buruk 5%. 5) Meningkatnya persentase lingkungan/perumahan sehat, sanitasi dan air bersih dengan indikator capaian berupa cakupan air bersih 78% rumah tangga, ketersediaan MCK pada setiap desa. a. Pendidikan Gratis Sasaran kebijakan ini adalah tersedianya fasilitas dan meningkatnya kualitas penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah (SD dan setara SMP) dan yang sepenuhnya dibiayai oleh pemerintah bagi sebagian besar anak usia sekolah (6 - 15 tahun). Kebijakan ini diimplementasikan dalam bentuk pembiayaan bersama penyelenggaraan pendidikan dimaksud antara pemerintah melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Provinsi melalui APBD masing-masing. Porsi Pemerintah Provinsi adalah maksimun sebesar 40% dari sisi kebutuhan dana yang tidak tercover oleh dana BOS. b. Peningkatan Kualitas Pelayanan Pendidikan Kebijakan ini pada dasarnya bersifat saling melengkapi dengan kebijakan pertama dan diarahkan pada peningkatan pengetahuan rata-rata masyarakat yang dicerminkan antara lain oleh Rata-rata Lama Sekolah 8,5 tahun (2013). Implementasi kebijakan ini difokuskan kepada upaya-upaya untuk menyediakan fasilitas pendidikan, khususnya SD dan SMP; peningkatan kualitas manajemen sekolah; pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi; perbaikan kesejahteraan dan peningkatan kualitas guru; serta peningkatan akses masyarakat terhadap fasilitas dimaksud, termasuk penyediaan insentif khusus bagi murid berprestasi, khususnya yang berasal dari kalangan miskin, termasuk peningkatan kualitas pendidikan dalam penanaman wawasan dan sikap serta budaya olahraga. c. Promosi Pendidikan Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap peranan pendidikan bagi peningkatan kualitas hidup mereka (melalui peningkatan kinerja individu). Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 67 Kebijakan ini diimplementasikan dalam bentuk upaya-upaya untuk menurunkan Angka Putus Sekolah serta untuk menarik kembali siswa putus sekolah, melalui program paket A (untuk putus SD), paket B (SMP) dan paket C (SLA). Bantuan beasiswa bagi siswa miskin dan berprestasi merupakan salah satu bentuk dari upaya ini. Kebijakan ini diharapkan akan membantu peningkatan angka Rata-rata Lama Sekolah sehingga target capaian sebesar 8,5 tahun (yang dicantumkan pada kebijakan b) dapat dicapai. Dengan kata lain, tanpa ditunjang oleh kebijakan ini, target RLS yang disebutkan di atas akan sangat sulit direalisasikan. d. Pemberantasan Buta Aksara Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan Angka Melek Huruf (AMH) menjadi 95 yang hanya dapat dicapai jika program ini mampu memberikan pelatihan kepada minimal 479.465 orang dalam kurun waktu 2008 - 2013. Keberhasilan implementasi kebijakan ini akan sangat memengaruhi upaya pemerintah provinsi untuk meningkatkan nilai IPM, karena merupakan penyebab utama rendahnya IPMSulawesi Selatan. Analisis pelaksanaan program yang terkait dengan kebijakan ini menunjukkan bahwa rendahnya IPM terutama disebabkan oleh karena banyak peserta program yang setelah beberapa waktu kemudian menjadi tidak mampu lagi membaca. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk memelihara kemampuan baca masyarakat antara lain berupa penyelenggaraan beberapa program penunjang, seperti Taman Bacaan Masyarakat, dan pengembangan media pembelajaran masyarakat untuk kehidupan sehari-hari. e. Pengembangan Budaya Baca Sasaran kebijakan ini adalah meningkatnya kualitas dan kuantitas jangkauan pelayanan perpustakaan yang diharapkan akan berdampak pada meningkatnya budaya baca masyarakat. f. Kesehatan Gratis Kebijakan ini diarahkan untuk membantu pemerintah Kabupaten / Kota dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan pada tingkat Puskesmas dan Rumah Sakit (kelas III), terutama untuk melingkupi masyarakat yang belum tercover oleh asuransi kesehatan yang diselenggarakan secara nasional. Cakupan kebijakan ini meliputi semua pelayanan kesehatan dasar di puskesmas dan jaringannya, serta pelayanan kesehatan rujukan di kelas III rumah sakit Pemerintah Daerah tidak dipungut biaya dan obat yang diberikan menggunakan obat generik. Sasaran pelayanan kesehatan gratis adalah seluruh penduduk Sulawesi Selatan yang mempunyai identitas (KTP/KK), tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya. Kebijakan ini merupakan embrio bagi pengembangan program asuransi layanan kesehatan daerah (JAMKESDA). Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 68 g. Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat yang diupayakan melalui penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan agar sesuai dengan standar pelayanan minimum, serta peningkatan akses masyarakat terhadap fasilitas dimaksud. Program-program yang merupakan implementasi dari kebijakan ini difokuskan kepada upaya-upaya yang secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi Angka Harapan Hidup, seperti upaya peningkatan kesehatan ibu melahirkan, pelayanan kesehatan bayi dan anak, pelayanan kesehatan lansia, pelayanan kesehatan penduduk miskin, standarisasi pelayanan kesehatan, pengadaan obat dan perbekalan kesehatan (termasuk pengembangan obat asli Indonesia), pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana rumah sakit, puskesmas, pustu dan jaringannya. h. Perbaikan Gizi Masyarakat Kebijakan ini diarahkan untuk mengurangi jumlah penduduk kurang pangan dan gizi, yang dicerminkan oleh prevalensi gizi kurang pada anak balita 20% dan gizi buruk 5% dari jumlah balita. Implementasi kebijakan ini difokuskan kepada upaya-upaya untuk mengurangi Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Balita, serta peningkatan kesehatan ibu hamil dan menyusui, serta didukung oleh program penanggulangan kekurangan zat gizi dan lainnya, termasuk pengawasan dan pengendalian kesehatan makanan serta promosi dan pengenalan sumber-sumber pangan baru. i. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular Kebijakan ini diarahkan untuk mengurangi jumlah penderita penyakit menular yang antara lain dilakukan melalui upaya-upaya pemantapan mekanisme tanggap terhadap beberapa penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat umum di Sulawesi Selatan, seperti deman berdarah, flu burung, TBC, HIV AIDS, dan lainnya, termasuk imunisasi j. Promosi kesehatan Sasaran dari kebijakan ini adalah meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya upaya-upaya untuk mencegah penyakit, termasuk ikut secara aktif memelihara lingkungan sehat, termasuk peningkatan kesadaran untuk hidup sehat. Indikatornya antara lain meningkatnya perilaku sehat menjadi 75 persen, pengembangan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM), dalam rangka mewujudkan Desa Siaga menuju Desa Sehat. Program yang termasuk dalam kebijakan ini antara lain pengembangan kemitraan swasta & kerjasama lintas sektor dengan memberikan kemudahan dalam membangun terutama pelayanan kesehatan rujukan rumah sakit dan pelayanan medik lainnya, serta pengembangan dan peningkatan sistem peringatan dini dan penunjang kejadian luar biasa. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 69 k. Peningkatan layanan perumahan, lingkungan permukiman, sanitasi dan air bersih Sasaran kebijakan ini adalah terwujudnya fasilitasi lingkungan perumahan dan perumahan sehat, tersedianya air bersih antara lain, meningkatnya proporsi penduduk (78% rumah tangga) yang memiliki akses pelayanan terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar. Program kegiatan yang diperlukan untuk mendukung kebijakan ini antara lain pengembangan perumahan sehat, peningkatan layanan dan akses air bersih, perbaikan pengelolaan persampahan dan drainase, serta perbaikan lingkungan kumuh. l. Peningkatan dan perbaikan kampung dan permukiman Kebijakan ini diarahkan untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang layak, aman dan terjangkau bagi penduduk miskin dan kalangan berpendapatan rendah, tersedianya prasarana dan sarana dasar bagi kawasan rumah sederhana dan rumah sangat sederhana yang sehat; serta terlaksananya pembangunan perumahan yang bertumpu pada masyarakat. 2. Peningkatan dan Pemerataan Kesejahteraan Masyarakat Agenda ini diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ditandai oleh meningkatnya kesempatan kerja, berkurangnya jumlah penduduk miskin, serta meningkatnya kualitas ketahanan pangan yang dicerminkan oleh ketersediaan pangan yang cukup dan terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. Indikator-indikator itu terangkum pada meningkatnya daya beli masyarakat yang diproyeksikan akan berada pada kisaran 680 - 700 pada akhir tahun rencana (2013). Perlu digarisbawahi bahwa keberhasilan agenda ini banyak ditentukan oleh keberhasilan pelaksanaan agenda 6, khususnya program-program yang berkaitan dengan peningkatan kualitas teknostruktur masyarakat pedesaan. Pada tahun 2007, pengeluaran riel perkapita atau daya beli masyarakat Sulawesi Selatan sebesar Rp. 625,3 ribu, mengalami peningkatan dari 615,2 (2004), 586,7 (2002) dan 571 (1999). Meski pun lebih tinggi dari 16 provinsi lain, bahkan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional (615), tetapi daya beli ini masih perlu ditingkatkan agar sasaran RPJMD, yaitu IPM Sulsel termasuk 10 besar di Indonesia pada tahun 2013, dapat tercapai. Untuk maksud tersebut, maka perhatian perlu difokuskan kepada peningkatan produktivitas sektor pertanian. Kebijakan ini setidaknya ditopang oleh 4 (empat) alasan pembenaran. Pertama, secara relatif sektor ini mengalami penurunan laju pertumbuhan dibandingkan dengan sektor industri dan sektor tersier. Dalam kurun waktu 2001-2005 mengalami penurunan sebesar 0,68% per tahun atau dari Rp11,7 triliun (2001) turun menjadi Rp11,3 triliun (2005). Penurunan ini jelas memerparah distribusi pendapatan karena sektor pertanian merupakan sektor basis Sulawesi Selatan. Sebaliknya, peningkatan kinerja sektor ini secara langsung akan membuka lapangan kerja baru sekaligus meningkatkan pendapatan mayoritas penduduk Sulawesi Selatan. Kedua, kecenderungan global menunjukkan bahwa permintaan Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 70 terhadap hasil-hasil pertanian, khususnya pangan, meningkat. Kecenderungan ini menawarkan pasar yang semakin besar bagi hasil-hasil pertanian. Dengan kata lain, memicu peningkatan produksi sektor pertanian tidak akan diperhadapkan oleh ketiadaan pasar yang mampu menyerapkan hasilnya. Ketiga, masalah ketahanan pangan yang akan menjadi semakin krusial terutama karena dipicu oleh kecenderungan meningkatnya permintaan global terhadap pangan serta anomali iklim yang memengaruhi produktivitas pertanian pangan. Keempat, pemihakan kepada pertumbuhan sektor pertanian akan mendorong terbangunnya struktur ekonomi yang mengedepankan kepentingan masyarakat kecil (golongan ekonomi lemah) tanpa mengabaikan kepentingan kelompok pengusaha, sehingga menjamin terwujudnya tatanan sosial ekonomi yang tidak predatorik. Perlu digarisbawahi bahwa dibutuhkan perhatian khusus agar sektor pertanian tetap merupakan usaha rakyat, tidak beralih menjadi usaha korporasi hanya karena memburu peningkatan efisiensi dan produktivitas. Masalah utama yang dihadapi dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah kurangnya akses pelaku ekonomi mikro dan kecil terhadap aset- aset produktif, seperti tanah, modal, pengetahuan, informasi dan lainnya. Padahal, kelompok ini merupakan mayoritas (usaha mikro dan kecil yang mencapai 99,8% dari total unit usaha. Di samping itu, upaya-upaya yang perlu pula dilakukan adalah bantuan langsung kepada kelompok masyarakat yang miskin dan penyandang masalah kesejahteraan sosial, serta kepada masyarakat yang terkena musibah bencana alam dan sejenisnya. Sasaran 1) Meningkatnya kontribusi sektor pertanian pada pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan, yaitu 6,46%pertahun selama kurun waktu rencana (2008 - 2013). 2) Meningkatnya daya beli masyarakat menjadi 680 - 700 pada tahun 2013. 3) Menurunnya penduduk miskin sebesar 20%, yaitu dari 971.500 menjadi 777.200 orang. 4) Menurunnya pengangguran terbuka sebesar 40%, yaitu dari 385.800 orang menjadi 230.900 orang. 5) Meningkatnya akses masyarakat terhadap aset produktif, antara lain diukur dari jumlah sertifikat tanah yang dikeluarkan, jumlah atau prosentase kredit kepada UMKM dan Koperasi, dan sebagainya. 6) Meningkatnya diversifikasi konsumsi pangan pokok ditandai dengan berkurangnya konsumsi beras sebesar 3,8 kg/kapita/tahun. a. Peningkatan produksi pertanian & pengembangan agribisnis pedesaan Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan produksi beberapa komoditas unggulan dengan senantiasa mengedepankan keterlibatan masyarakat lokal, demi untuk menjamin ketersediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 71 masyarakat, serta untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan agribisnis. Komoditas unggulan yang dimaksudkan disini adalah komoditas yang memiliki potensi sumberdaya dan teknostruktur, skala ekonomi yang relatif besar (karena melibatkan banyak petani dan memberi kontribusi besar pada peningkatan PDRB), serta memiliki peluang untuk peningkatan kesejahteraan petani (karena belum dilakukan secara optimal dan memiliki ruang untuk usaha agribisnis). Sejumlah komoditas yang masuk dalam kelompok ini antara lain beras, jagung, kakao, sapi, udang, dan rumput laut. Sasaran spesifik dari setiap komoditas dimaksud adalah produksi beras 3.8 juta ton pada tahun 2013 dan surplus 2 juta ton beras pada tahun 2009; produksi jagung 1,5 juta ton pada tahun 2013 dan 969.955 Kg pada tahun 2008; produksi kakao 300 ribu ton pada tahun 2013; populasi sapi meningkat menjadi 1 juta ekor, dengan ekspor 5.000 ekor/bulan, dan produksi daging 15 ribu ton/tahun pada tahun 2013; produksi udang 33,2 ribu ton/tahun pada tahun 2013 melalui pemanfaatan tambak rakyat seluas 95,000 ha dan intensifikasi yang dilakukan oleh pengusaha menengah dan atas; serta produksi rumput laut di tambak 31,1 ribu ton kering dan di laut 63,8 ribu ton kering per tahun pada tahun 2013. b. Peningkatan akses masyarakat kepada aset produktif dan kegiatan produksi serta revitalisasi lembaga ekonomi masyarakat kecil Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatnya kinerja Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan lembaga ekonomi masyarakat lainnya sehingga mampu mewadahi kepentingan dan kebutuhan ekonomi masyarakat. Sasaran ini antara lain dapat diukur dari meningkatnya jumlah UMKM yang memiliki akses ke bank dan lembaga keuangan lainnya, meningkatnya nominal penjaminan kredit bagi UMKM, adanya kerangka regulasi dan kelembagaan serta pembiayaan Koperasi dan UMKM, meningkatnya akses masyarakat, khususnya golongan ekonomi lemah, kepada aset-aset produktif agar mereka dapat berpartisipasi secara aktif dan berkualitas dalam proses produksi yang terjadi di tatanannya, serta berkembangnya Lembaga Penjaminan Kredit Daerah, melalui kerjasama dengan lembaga keuangan dan asuransi. Program aksi yang diperlukan untuk mewujudkan sasaran kebijakan ini, antara lain: 1) Penetapan kerangka pembiayaan, kelembagaan dan regulasi Koperasi dan UMKM; 2) Pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif UMKM; 3) Penciptaan iklim UMKM yang kondusif melalui penyediaan dan penataan ruang usaha bagi koperasi dan UMKM, meningkatkan pelayanan perijinan, fasilitasi dan advokasi koperasi dan UMKM, serta mendorong dan memfasilitasi tumbuhkembangnya sumber daya ekonomi lokal sebagai usaha unggulan UMKM; 4) Pembangunan dan pemeliharaan sarana prasarana Koperasi dan UMKM; Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 72 5) Penyelenggaran urusan Koperasi dan UMKM sesuai standar pelayanan minimal Koperasi dan UMKM. 6) Berdirinya sejumlah BPR pada setiap kabupaten/kota dan Lembaga keuangan Mikro (LKM) pada setiap kecamatan yang menyediakan skim kredit khusus bagi petani dan nelayan; 7) Berdirinya Pasar Lelang Komoditas pada sejumlah kabupaten/kota. 8) Berkembangnya sistem informasi pasar yang transparan. c. Peningkatan pelayanan kepada penduduk miskin dan penyandang masalah kesejahteraan sosial Kebijakan ini diarahkan untuk menurunkan jumlah (dan persentase) penyandang masalah kesejahteraan sosial serta mendorong bertambahnya sumberdaya sosial, seperti Karang Taruna, relawan sosial dan lainnya, untuk penyelesaian masalah kesejahteraan sosial. Program kegiatan yang berkaitan dengan kebijakan ini, antara lain: 1) fasilitasi kepada kelompok penyandang masalah kesejahteraan sosial (fakir miskin, anak jalanan, anak terlantar, kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan lainnya) 2) peningkatan layanan penduduk miskin, khususnya berkaitan dengan mekanisme distribusi beras miskin (raskin). 3) Program pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan sosial; 4) Pembinaan penyandang cacat (disable person) dan trauma, melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan dan kemandirian para penyandang cacat dan trauma. 5) Pemberdayaan kelembagaan kesejahteraan sosial, melalui pembinaan lembaga- lembaga sosial dalam mengatasi masalah kesejahteraan sosial di masyarakat, meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penanganan pelayanan sosial, serta meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan masalah sosial; a) Pembinaan eks penyandang penyakit sosial melalui peningkatan pengetahuan dan kemandirian eks penyandang penyakit sosial; b) Pembinaan Panti, melalui peningkatan kualitas sarana dan prasarana serta pelayanan panti kesejahteraan sosial, serta peningkatan keterampilan pengelola panti sosial. c) Pembinaan anak terlantar, melalui pendataan dan pembinaan anak terlantar, serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tenaga pelayan anak terlantar. d. Penanggulangan korban kebakaran, banjir dan bencana Sasaran kebijakan ini berupa tersedianya bantuan bagi korban kebakaran, banjir dan bencana, terlatihnya SDM aparatur dan terorganisasikannya masyarakat Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 73 dalam penanganan dan penanggulangan bencana, serta meningkatnya kapasitas lembaga pengelola bencana. Program aksi yang terkait antara lain: 1) Pembangunan pusat pengendalian bencana untuk mengoptimalkan penanganan bencana terpadu; 2) Pemberdayaan masyarakat agar mampu berpartisipasi dalam penanggulangan dan pengendalian bencana. 3) Integrasi sumber daya daerah dalam penanggulangan bencana, dengan sasaran berupa meningkatnya kapasitas dan partisipasi masyarakat serta swasta dalam penanggulangan bencana. e. Penataan Pertanahan Kebijakan ini merupakan penjabaran langsung dari upaya pelayanan pemenuhan hak dasar masyarakat. Kebijakan ini memiliki 2 (dua) sisi. Pada sisi pertama diarahkan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap tanah yang merupakan aset produksi yang menjamin kehidupan ekonomi masyarakat perdesaan. Sedangkan pada sisi lain, kebijakan ini diarahkan pula kepada inventarisasi terpadu ketersediaan dan penguasaan tanah yang antara lain diperlukan untuk peningkatan peneriman daerah (melalui PBB). Upaya-upaya yang diperlukan untuk mencapai sasaran tersebut antara lain melalui program P4T (Pendataan Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah); program sertifikasi tanah masyarakat melalui sertifikasi swadaya massal; dan pengembangan Sistem Informasi Pertanahan yang terintegrasi pada Kabupaten/Kota dan Provinsi. f. Penciptaan lapangan kerja dan usaha Kebijakan ini diarahkan untuk mendorong proses penciptaan lapangan kerja di perdesaan dan perkotaan yang dilakukan antara lain melalui peningkatan efektifitas pemanfaatan bantuan dana bergulir untuk modal usaha di sektor formal mau pun informal, serta menginisiasi semangat wiraswasta di kalangan generasi muda, khususnya sarjana baru. Untuk program yang disebutkan terakhir, diperlukan adanya skema kerjasama antara dunia usaha, perguruan tinggi dan pemerintah daerah. g. Penempatan dan perluasan kesempatan kerja Kebijakan ini adalah untuk mendorong kesempatan kerja produktif serta mobilitas tenaga kerja dalam rangka mengurangi penganggur dan setengah penganggur baik di perdesaan mau pun di perkotaan serta memenuhi pasar kerja internasional. Kebijakan ini diwujudkan dalam bentuk program-program: 1) pemantauan dinamika pasar kerja dan berbagai tindakan agar penciptaan lapangan kerja formal dapat terlaksana. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 74 2) Pengembangan infrastruktur pelayanan umum dalam rangka kegiatan pendukung pasar kerja 3) Peningkatan kerjasama antar lembaga bursa kerja dengan industri/perusahaan 4) Pemberdayaan, rehabilitasi dan reintegrasi TKI purna. h. Pembinaan dan pengawasan tenaga kerja Kebijakan ini meningkatkan perlindungan dan pengawasan ketenagakerjaan dengan sasaran terselenggaranya pemeriksaan ketenagakerjaan yang independen, tidak memihak, dan berlaku sama di seluruh Kabupaten/Kota setiap tahunnya, terbentuknya komite aksi dan rencana aksi penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak serta terwujudnya peningkatan kualitas dan kuantitas penerapan K3 di Sulawesi Selatan. 3. Perwujudan Keunggulan Lokal untuk memicu laju pertumbuhan perekonomian Agenda ini diarahkan untuk memicu laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan dengan bertumpu pada potensi yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal. Di samping itu, seperti daerah lainnya di Indonesia atau bahkan di dunia, Sulawesi Selatan tidak dapat mengandalkan kelanggengan pertumbuhan ekonominya dengan hanya bertumpu pada sektor pertanian. Setidaknya terdapat 3 (tiga) potensi yang dapat didayagunakan untuk memicu laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan. Pertama, adalah memanfaatkan output sektor pertanian yang relatif besar sebagai input bagi pengembangan agro-industri. Kedua, keterkaitan industrial Sulawesi Selatan dengan wilayah lain di Indonesia atau bahkan di rmanca negara. Ketiga, potensi pasar internal Sulawesi Selatan yang cukup besar dan peningkatan perekonomian wilayah dan provinsi lain di Kawasan Timur Indonesia. Di samping itu, posisi geografis Sulawesi Selatan yang berada di posisi silang arus lalu lintas di Indonesia dapat dimanfaatkan untuk memosisikan diri sebagai simpul utama (main-hubs) sistem transportasi nasional yang pada gilirannya dapat memicu tumbuhkembangnya beberapa kota di Sulawesi Selatan sebagai pusat pelayanan. Sasaran 1) Pertumbuhan ekonomi (PDRB) sebesar 7,64% pertahun dalam kurun waktu 2008-2013. 2) Berkembangnya agro-industri yang memanfaatkan hasil pertanian unggulan Sulawesi Selatan dan daerah sekitarnya; 3) Berkembangnya beberapa industri strategis 4) Mewujud sebagai pusat pelayanan dan daerah tujuan wisata yang berada pada urutan kelima di Indonesia dilihat dari sisi jumlah wisatawan; Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 75 a. Pengembangan industri strategis Kebijakan ini diarahkan untuk menumbuhkembangkan industri strategis di Sulawesi Selatan, dengan prioritas kepada agro-industri, industri kelautan, dan industri yang memiliki keterkaitan industrial dengan industri/pasar di daerah lain, termasuk di luar negeri. Agroindustri yang perlu diprioritaskan pengembangannya adalah industri pengolahan rumput laut, jagung, kakao, dan industri pengolahan hasil perikanan (tangkap mau pun budidaya). Sedangkan untuk mendorong pembangunan industri strategis diperlukan serangkaian kebijakan untuk meningkatkan daya tarik Sulawesi Selatan bagi kalangan investor. Untuk maksud tersebut, maka upaya pertama yang perlu segera dilakukan adalah menemukenali dan merumuskan daftar industri strategis yang dilengkapi dengan insentif dan kemudahan lainnya yang disediakan oleh pemerintah daerah. b. Pusat Pelayanan Sasaran kebijakan ini adalah berkembangnya kota Makassar sebagai simpul utama (main-hubs) sistem transportasi nasional/internasional serta sebagai pusat pelayanan regional di Kawasan Timur Indonesia. Upaya yang diperlukan untuk mewujudkan sasaran dimaksud adalah fasilitasi untuk peningkatan kinerja/kapasitas pelayanan Bandara Sultan Hasanuddin dan Pelabuhan Soekarno-Hatta, serta pusat-pusat pelayanan sosial-ekonomi lainnya, dengan prioritas kepada pelayanan kesehatan, pendidikan tinggi dan kejuruan, Meeting Invention Convention and Exhibition (MICE), serta jasa keuangan dan perdagangan. Di samping itu, pengembangan fasilitas pelayanan sosial-ekonomi pada beberapa kota yang memiliki posisi strategis perlu pula diprioritaskan, terutama untuk menjalin interkoneksitas dengan wilayah Provinsi yang berbatasan. c. Pengembangan kerjasama regional & promosi perdagangan Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan intensitas kerjasama regional guna menjalin interkoneksitas industrial yang saling menguntungkan (peningkatan peluang sosial-ekonomi). Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun ke depan perhatian perlu difokuskan kepada pengembangan kerjasama regional Sulawesi dan antar kawasan, antar negara dengan tetap membuka peluang bagi pengembangan kerjasama lainnya. Program promosi perdagangan dan peningkatan ekspor semestinya pula diberi perhatian khusus demintuk memelihara atau bahkan meningkatkan pangsa pasar komoditas Sulawesi Selatan. d. Mewujudkan Sulawesi Selatan sebagai destinasi pariwisata terkemuka di Indonesia Sasaran kebijakan ini adalah mewujudnya Sulawesi Selatan sebagai salah satu daerah tujuan wisata terkemuka di Indonesia, sejajar dengan destinasi utama di Indonesia seperti Bali, dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 76 Program kegiatan yang diperlukan untuk mendukung pencapaian sasaran itu memiliki spektrum yang luas, mulai dari pengembangan pemasaran pariwisata; pengembangan kemitraan dengan lembaga/asosiasi/organisasi kepariwisataan dalam dan luar negeri; peningkatan iklim usaha kepariwisataan; pengelolaan fasilitas pelayanan pariwisata milik daerah dengan menerapkan pinsip pelayanan prima dan memenuhi standar internasional; serta pemanfaatan teknologi informasi dalam pengelolaan industri dan atraksi pariwisata. 4. Mewujudkan Sulawesi Selatan sebagai entitas sosial ekonomi yang berkeadilan, asri dan lestari Ketersediaan dan kualitas sarana dan prasarana wilayah merupakan kata kunci untuk meningkatan kualitas daya tarik (attractiveness) wilayah terhadap investor (dan juga pengunjung) dan sekaligus menentukan kondusif tidaknya suatu wilayah bagi pengembangan kegiatan sosial-ekonomi termasuk budaya. Di samping itu, pengembangan dan pembangunan sarana dan prasarana wilayah yang dilakukan dengan mengacu kepada rencana tata ruang yang baku akan mewujudkan suatu wilayah menjadi satu kesatuan (entitas) sosial-ekonomi yang sepenuhnya utuh. Entitas seperti ini jelas memiliki atau menawarkan skala ekonomi yang relatif besar sehingga akan semakin memerkuat daya tariknya. Walau pun demikian, pembangunan sarana dan prasarana wilayah perlu dilakukan secara hati-hati, karena dapat mendorong pengembangan wilayah yang tidak terkendali sehingga menimbulkan tekanan yang berlebihan terhadap kualitas dan ketersediaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Kondisi seperti itui, pada gilirannya akan menyebabkan terganggu atau bahkan mandeknya proses pembangunan. Senyatanya, kondisi seperti itu telah mewujud di Sulawesi Selatan. Ironisnya, prasarana dan sarana wilayah belum sepenuhnya berkembang sehingga mampu mendorong artikulasi sosial-ekonomi masyarakat secara optimal dan terpadu, tetapi pada sisi lain, ancaman terhadap keberlangsungan pembangunan menjadi semakin mencuat akibat terjadinya degradasi lingkungan yang semakin parah. Simpulannya, tantangan yang dihadapi oleh Sulawesi Selatan pada saat ini adalah bagaimana mengembangkan sarana dan prasarana wilayah yang mampu mendorong laju peningkatan aktivitas sosial-ekonomi. Sedangkan pada sisi lain mampu melakukan upaya-upaya rehabilitasi dan konservasi terhadap lingkungan hidup. Untuk maksud tersebut, maka diperlukan serangkaian program yang difokuskan kepada penyusunan dan revisi rencana tata ruang, serta upaya-upaya pengendalian pemanfaatan ruang agar senantiasa sesuai dengan rencana tata ruang. Sasaran 1) Meningkatnya kualitas dan ketersediaan sarana dan prasarana wilayah yang diperlukan untuk mendorong laju peningkatan aktivitas sosial-ekonomi; 2) Berkembangkan kawasan andalan sebagai sentra pengembangan wilayah; 3) Meningkatnya kondisi / kualitas lingkungan hidup. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 77 a. Perencanaan dan pengendalian penataan ruang Kebijakan ini diarahkan untuk menjaga keseimbangan dinamis antara upaya- upaya pemanfaatan sumberdaya alam untuk kepentingan kesejahteraan dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Untuk maksud tersebut diperlukan serangkaian program yang difokuskan kepada penyusunan dan peremajaan (updating) rencana tata ruang, serta upaya- upaya pengendalian pemanfaatan ruang agar senantiasa sesuai dengan rencana tata ruang. Di samping itu, ketersediaan dokumen Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) merupakan prasayarat yang harus dilengkapi oleh setiap kegiatan pembangunan, baik yang dilakukan oleh pemerintah mau pun swasta. b. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana wilayah Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan aksesibilitas fisik antar daerah dan antar kawasan serta penyediaan prasarana dan sarana wilayah lainnya yang dibutuhkan untuk mendukung pengembangan aktivitas perekonomian, yang dilakukan secara terpadu dalam suatu kerangka rencana penataan ruang yang terpadu dan berwawasan lingkungan hidup. Kebijakan ini diwujudkan dalam beberapa program kegiatan. Pertama, program pemeliharaan dan peningkatan kualitas jalan yang diarahkan untuk meningkatkan jangkauan pelayanan sosial ekonomi (pemerataan pelayanan sosial ekonomi). Kedua, program pemeliharaan dan peningkatan kualitas sarana dan prasarana keairan untuk menjamin ketersediaan pasokan air baku, baik untuk irigasi, industri mau pun untuk rumah tangga. Ketiga, peningkatan ketersediaan energi, khususnya listrik, untuk mendorong pengembangan industri. Program pembangunan dimaksud dilakukan secara bertahap dengan memberikan prioritas kepada sarana dan prasarana yang secara langsung terkait dengan penyelenggaraan Agenda 2 dan 3, khususnya untuk mendukung upaya revitalisasi Kawasan Andalan Pertanian. Khusus untuk penyediaan listrik, diperlukan optimalisasi pemanfaatan PLTA dan bendungan yang ada, di samping upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas listrik yang dipasok oleh gas alam (PLTG), serta pengembangan PLTA (mikrohidro) dan penggalakan pemanfaatan sumber-sumber energi baru dan terbarukan. c. Peningkatan kualitas lingkungan hidup Kebijakan ini terutama diarahkan untuk memelihara daya dukung lingkungan yang menunjukkan kecenderungan degradasi yang parah, serta melakukan upaya- upaya preventif terhadap pencemaran yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia, baik yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, maupun aktivitas industri. Kebijakan ini memberikan prioritas kepada upaya-upaya pengendalian emisi gas buang kendaraan bermotor dan industri, pengembangan konsep kota hijau dan Gerakan Sulawesi Selatan Hijau (Sulawesi Selatan Go Green), penegakan ketaatan pemrakarsa usaha/kegiatan, pengendalian laju sedimentasi pada DAS Jeneberang, DAS Saddang dan DAS Bila WalanaE untuk memelihara kinerja bendungan Bili- Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 78 Bili dan PLTA Bakaru, serta mencegah pendangkalan Danau Tempe; pengendalian pencemaran limbah B3 dari kegiatan yang berpotensi menghasilkan limbah tersebut melalui mekanisme UKL/UPL dan AMDAL; penggalakan upaya-upaya untuk memulihkan kerusakan terumbu karang; dan meningkatkan integrasi perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan tata ruang daerah dan wilayah, termasuk upaya- upaya untuk pemanfaatan kawasan pesisir, laut, dan pulau kecil secara berkelanjutan. Mengingat bahwa program-program yang disebutkan di atas membutuhkan dana yang relatif besar sehingga tidak dapat dibiayai oleh pemerintah daerah, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan keterlibatan pemerintah (pusat), lembaga- lembaga internasional, dunia usaha dan peran serta masyarakat lokal. Di samping itu, penegakan hukum lingkungan perlu terus ditingkatkan. d. Revitalisasi Kawasan Andalan Kebijakan ini diarahkan untuk mengembangkan kembali beberapa kawasan andalan pertanian dalam suatu kegiatan ekonomi yang terpadu (agribisnis dan agro- industri) yang didukung oleh teknostruktur/kelembagaan masyarakat yang sepadan. Sasaran kebijakan ini adalah tersedianya kawasan siap bangun (KASIBA), lingkungan siap bangun (LISIBA), dan kawasan industri di beberapa daerah kabupaten / kota. e. Pembangunan sarana dan prasarana perdesaan Kebijakan ini diarahkan untuk menggalakan aktivitas sosial-ekonomi masyarakat perdesaan sehingga mampu berfungsi sebagai kawasan produksi yang tangguh dan efisien. Wujud dari kebijakan ini berupa pembangunan jalan desa untuk meningkatkan aksesibilitas antar Desa-Kota; fasilitasi pengembangan pasar desa; peningkatan prasarana dan sarana untuk mendukung aktivitas ekonomi utama desa, seperti irigasi desa untuk desa yang memiliki hamparan sawah yang besar; dan lainnya. Diharapkan ketersediaan sarana dan prasarana desa dimaksud akan menjadi pendukung sekaligus pemicu tumbuhkembangnya desa menjadi komunitas yang mandiri dan tangguh (program Baruga Sayang, agenda 6). f. Pembangunan Perkotaan Pembangunan perkotaan dititikberatkan kepada upaya-upaya untuk mewujudkan kota sebagai kawasan produksi, pusat pelayanan sosial-ekonomi, sekaligus sebagai kawasan hunian yang nyaman. Untuk maksud tersebut maka diperlukan upaya untuk merealisasikan hirarki perkotaan sehingga menjamin pemerataan akses terhadap pelayanan sosial-ekonomi bagi seluruh masyarakat Sulawesi Selatan, di samping upaya-upaya untuk membangun sarana dan prasarana perkotaan untuk mendukung aktivitas industri dan perdagangan, serta upaya untuk meningkatkan kualitas hunian, seperti pemeliharaan Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 79 ruang terbuka dan taman kota, pengelolaan persampahan, pengendalian banjir, dan lainnya. g. Pembangunan Perhubungan Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan kinerja transportasi guna mendukung arus mobilitas penumpang dan barang inter dan antar daerah di Sulawesi Selatan. Untuk maksud tersebut, dibutuhkan beberapa program indikatif, antara lain: 1) Penetapan kerangka pembiayaan, kelembagaan dan regulasi perhubungan, dengan sasaran terwujudnya pola pembiayaan dan kelembagaan yang efisien dan efektif untuk mendukung pengembangan sistem transportasi. 2) Peningkatan kualitas pelayanan angkutan, dengan sasaran terselenggaranya sistem angkutan umum yang terintegrasi (feeder service, park and ride) yang memenuhi kriteria pelayanan prima dan standar nasional, serta tersedianya angkutan umum khusus penumpang dari-ke Bandara Hasanuddin dan pelabuhan Soekarno-Hatta. 3) Peningkatan pelayanan dalam penyelenggaraan urusan perhubungan melalui penataan kelembagaan perhubungan termasuk peningkatan kualitas aparat perhubungan, serta pengadaan sarana dan prasarana perhubungan. 5. Penciptaan Lingkungan Kondusif bagi kehidupan inovatif Penciptaan lingkungan kondusif adalah keniscayaan karena merupakan hak dasar masyarakat, yaitu hak terhadap adanya lingkungan yang menjamin rasa aman dan rasa tenteram. Sedangkan pada sisi lain, lingkungan dimaksud merupakan pula syarat harus bagi tumbuhkembangnya kreatifitas yang akan bermuara pada terwujudnya kelembagaan masyarakat yang kuat dan mandiri--dalam menyediakan choice dan voice--pada berbagai bidang kehidupan. Lingkungan kondusif terutama ditopang oleh adanya tingkat keamanan dan ketenteraman yang memadai serta terjaminnya rasa keadilan di kalangan masyarakat yang dibangun antara lain melalui upaya-upaya pembinaan dan penegakan hukum. Upaya dimaksud semestinya tidak hanya menjadi tanggung jawab aparat penegak hukum, tetapi juga menuntut adanya partisipasi masyarakat yang mewujud dalam bentuk kepatuhan dan kedisiplinan terhadap hukum. Mengingat bahwa informasi merupakan nourishment bagi tatanan masyarakat, maka diperlukan upaya-upaya berkesinambungan untuk senantiasa menghadirkan informasi yang sehat. Tanpa informasi seperti itu, maka atmosfir interaksi dalam tatanan dimaksud akan diisi dan diwarnai oleh rumor dan isu yang sangat potensial memicu hal-hal yang dapat mengganggu ketenteraman masyarakat. Di samping itu, adanya arus informasi yang transparan diperlukan pula oleh pemerintah sebagai umpan balik untuk memperbaiki kinerjanya. Secara lebih spesifik, yaitu di bidang ekonomi, kondisi dimaksud dapat lebih ditingkatkan sehingga mewujud sebagai daya tarik (attractiveness) wilayah bagi Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 80 para calon invenstor yang selanjutnya akan mendorong laju perkembangan perekonomian wilayah. Untuk maksud tersebut, diperlukan serangkaian upaya yang diarahkan untuk menghadirkan kepastian hukum yang menjamin masa depan investasi, membangun pasar yang menjanjikan keuntungan yang wajar, serta adanya kemudahan-kemudahan lain yang ditawarkan oleh pemerintah dan masyarakat. Dalam hal ini, kemampuan daerah untuk menghasilkan produk hukum sebagai upaya penyesuaian dan operasionalisasi terhadap produk hukum nasional perlu ditingkatkan, sehingga mampu menghasilkan produk hukum daerah yang bersifat produktif dan inovatif untuk menggalakkan laju pembangunan daerah. Seperti telah disinggung sebelumnya, lingkungan kondusif akan mendorong tumbuhkembangnya kelembagaan masyarakat yang berarti semakin meningkatnya tingkat keragaman masyarakat. Keadaan ini perlu diwaspadai, karena keragaman menyimpan potensi konflik. Oleh karena itu, upaya dini untuk mencegah konflik perlu dilakukan tanpa harus menghambat pengembangan kelembagaan masyarakat. Pada dasarnya, potensi konflik itu dapat dikendalikan sepanjang pemerintah dan masyarakat mampu memelihara identitas bersama--identitas ke-Sulsel-an--yang menjadi perekat semua komponen masyarakat. Pada saat ini, kondisi lingkungan Sulawesi Selatan cukup memadai. Walau pun demikian mulai terlihat adanya kecenderungan menuju ke arah sebaliknya. Kriminalisasi semakin bervariasi, termasuk peredaran dan penyalahgunaan narkoba yang semakin marak, bahkan telah mewujud sebagai suatu ancaman yang serius. Di samping itu, daya tarik wilayah masih jauh dari memadai yang dicerminkan oleh realisasi investasi yang tidak terlalu besar. Sasaran 1) Meningkatnya kondisi keamanan dan rasa aman serta keadilan bagi segenap lapisan masyarakat yang ditandai oleh menurunnya indeks kriminalitas. 2) Meningkatnya disiplin dan kepatuhan masyarakat terhadap hukum, yang ditandai oleh menurunnya pelanggaran hukum; 3) Meningkatnya kualitas dan penyebaran informasi, yang dicerminkan oleh fungsi kehumasan pemerintah provinsi yang semakin profesional, serta pemberitaan koran daerah yang bertanggung jawab; 4) Meningkatnya daya tarik Sulsel bagi calon investor yang ditunjukkan oleh meningkatnya jumlkah proposal dan realisasi investasi di wilayah Sulawesi Selatan. 5) Meningkatnya jumlah Perda yang mendorong peningkatan produktivitas dan investasi; 6) Terkelolanya potensi konflik. a. Pembinaan Kesatuan Bangsa dan kehidupan sosial kemasyarakatan Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran di kalangan masyarakat dalam menyikapi perbedaan. Menyadari bahwa perbedaan Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 81 merupakan modal sosial untuk saling memahami dan saling berdialog untuk menciptakan kerukunan hidup yang semakin berkualitas, bukan merupakan awal dari perdebatan dan konflik. Perwujudan dari kebijakan ini adalah dalam bentuk upaya-upaya sistimatis dan terprogram dengan berlandaskan kepada 4(empat) konsensus dasar kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika yang diarahkan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap pluralitas bangsa (multikulturisme); memediasi dan memfasilitasi berlangsungnya dialog antar komunitas dan peningkatan peran Forum Kerukunan antar Umat Beragama (FKUB), Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) atau Forum Antar Etnis (FAE), serta mengembangkan wawasan kebangsaan dan identitas ke-Sulsel-an di kalangan masyarakat, khususnya generasi muda, demi untuk mewujudkan toleransi, rasa solidaritas, dan ikatan sosial guna memelihara dan membangun kerukunan nasional. b. Peningkatan keamanan dan ketertiban masyarakat Kebijakan ini diarahkan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban dalam arti luas di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Perwujudan dari kebijakan ini berupa upaya-upaya untuk membantu memantapkan dan meningkatkan profesionalisme Polri sebagaimana yang telah disepakati bersama antara Pemda dan Polri agar mampu melindungi dan mengayomi masyarakat, mencegah tindak kejahatan, dan menuntaskan tindak kriminalitas; menginisiasi gerakan sadar dan tertib berkelanjutan; peningkatan kesadaran hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) untuk mendukung terselenggaranya penegakan, pemenuhan, dan pemajuan Hak Asasi Manusia (HAM); pelayanan dan advokasi hukum bagi aparat dan terfasilitasinya penyelesaian hukum asset pemda yang bermasalah. Tidak kalah pentingnya adalah peningkatan kualitas peran Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan pemantauan berkala tes urine bagi pejabat dan pegawai pemerintah provinsi untuk mencegah secara dini keterlibatan aparat dalam penyalahgunaan narkoba. Selain itu, untuk peningkatan keamanan dan ketertiban masyarakat dibentuk jaringan Komunikasi Intelijen Daerah (KOMINDA), Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), dan Forum Pengkajian Masalah Strategis Daerah (FOKMAS). c. Penataan sistem legislasi daerah Penataan legislasi daerah diarahkan untuk menyempurnakan sistem legislasi daerah agar lebih terfokus pada terciptanya rasa keadilan di kalangan masyarakat luas, dan secara lebih khusus, mampu mendorong tumbuhkembangnya kehidupan yang inovatif pada semua bidang. Untuk mewujudkan sasaran dimaksud, maka diperlukan upaya pembenahan struktur hukum dan meningkatkan budaya hukum serta menegakkan hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif dan memihak pada rakyat kecil. Di samping itu, perlu pula dilakukan penataan peraturan daerah untuk membangun kebijakan daerah yang mengikat dan berdasarkan kepada opini hukum; serta tersedianya perda yang Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 82 aspiratif, sesuai kebutuhan dan dinamika masyarakat yang mendorong tumbuh kembangnya kehidupan masyarakat pada semua bidang kehidupan. Upaya-upaya untuk mengaktualisasikan hukum-hukum adat perlu pula diketengahkan agar tercipta sistemhukum yang lebih akrab dengan masyarakat lokal, tentunya dengan tetap memerhatikan kesepadannnya dengan peraturan perundangan yang berlaku. d. Pembinaan kehidupan sosial-politik Demokratisasi yang marak saat ini perlu dikendalikan sedemikian rupa sehingga tidak bermuara pada tumbuhkembangnya tatanan atau formasi sosial yang predatorik. Untuk mewujudkan sasaran kebijakan ini maka diperlukan upaya-upaya sistimatis dan konsisten dalam pendidikan politik bagi segenap lapisan masyarakat yang diarahkan kepada peningkatan kesadaran politik masyarakat. Di samping itu, mediasi dan fasilitasi perlu terus digalakkan untuk mencegah secara dini konflik antar lembaga-lembaga politik, khususnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pilkada Presiden dan Legislatif. Mengedepankan pendekatan budaya dalam proses dialog antar lembaga politik dan lembaga kemasyarakatan yang terkait merupakan pendekatan yang direkomendasikan. e. Peningkatan kualitas informasi dan komunikasi Kebijakan ini diarahkan untuk menciptakan ruang komunikasi dan informasi yang transparan dan adil bagi segenap lapisan masyarakat tanpa kecuali. Untuk mendukung kebijakan ini, maka kualitas peran dan tanggung jawab media massa, cetak maupun elektronik, perlu terus ditingkatkan dengan tetap mengedepankan upaya-upaya untuk menjaga agar dinamika masyarakat senantiasa dapat terkelola dengan optimal. Di samping itu, peran dimaksud perlu diperluas agar mampu berfungsi sebagai katalisator dalam proses pergeseran teknostruktur masyarakat ke arah masyarakat berbasis informasi (knowlede-based society). Peran kehumasan pemerintah provinsi juga perlu ditingkatkan, agar pada satu sisi semakin mampu melakukan diseminasi informasi tentang kebijakan pemerintah provinsi serta sekaligus memelihara dan meningkatkan cita positif pemerintah di mata masyarakat; sedangkan pada sisi lain, juga mampu berperan sebagai media penjaringan aspirasi masyarakat yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas kinerja pemerintah di bidang pelayanan, pemberdayaan dan pengaturan. Pemanfaatan teknologi informasi sangat dianjurkan karena akan mempercepat dan memperluas jangkauan diseminasi informasi, sekaligus memudahkan masyarakat untuk menyalurkan aspirasi dan memberikan masukan untuk peningkatan kinerja pemerintah provinsi. Untuk maksud tersebut, diperlukan adanya situs pemerintah provinsi yang dikelola secara profesional dan mencakup kegiatan dari semua SKPD. Pendekatan ini selain akan lebih efisien dan efektif dalam pemanfaatan sumberdaya juga akan lebih meningkatkan aksesibilitasnya, dibandingkan jika setiap SKPD memiliki situs masing-masing. Di samping menyediakan informasi-informasi yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah provinsi, situs dimaksud perlu dilengkapi dengan informasi Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 83 yang berkaitan dengan potensi yang dimiliki oleh Sulawesi Selatan serta kebijakan pemerintah dalam pemanfaatannya, termasuk insentif dan kemudahan lainnya yang disediakan pemerintah. Tidak kalah pentingnya adalah mencantumkan informasi- informasi yang secara langsung berkaitan dengan peningkatan dan pergeseran teknostruktur masyarakat. Dalam hal ini, materi-materi penyuluhan dan sejenisnya perlu disediakan pada situs dimaksud, dan sebaiknya memanfaatkan teknologi multi-media. 6. Penguatan Kelembagaan Masyarakat Masyarakat maju (evolutionary learning community) adalah masyarakat yang mampu menyediakan secara mandiri beraneka ragam kebutuhan mereka, sehingga peran pemerintah akan dapat lebih difokuskan pada aspek regulasi yang non- represif. Syarat harus bagi terwujudnya masyarakat seperti ini adalah keberadaan lembaga-lembaga masyarakat yang tangguh dan mandiri dalam menyelenggarakan misinya. Sejatinya, misi setiap lembaga kemasyarakatan dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kategori. Pertama, adalah menyediakan pilihan-pilihan (choice) yang beragam dan berkualitas kepada masyarakat, termasuk melahirkan pemimpin, pada semua bidang kehidupan. Kedua, menyalurkan aspirasi dan kepentingan masyarakat serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memilih berbagai pilihan yang ditawarkan kepadanya (voice). Setiap lembaga masyarakat memiliki identitas (visi, misi dan nilai) yang unik yang membedakannya dengan lembaga masyarakat lainnya. Keberadaan berbagai lembaga dengan identitas yang sangat beragam itu akan semakin meningkatkan Kapasitas Swatata (self-organizing capacity) masyarakat bersangkutan untuk beradaptasi-kreatif terhadap dinamika lingkungan strategis yang terus berubah dengan laju yang semakin cepat. Walau pun demikian, diperlukan adanya nilai bersama (common values) yang menjadi acuan bersama dari setiap lembaga. Nilai bersama dimaksud sebaiknya digali dari budaya lokal yang telah berurat berakar pada masyarakat bersangkutan. Pada saat ini, lembaga masyarakat seperti dimaksud, pada hampir semua bidang kehidupan, belum sepenuhnya berkembang di Sulawesi Selatan atau bahkan mengalami stagnasi. Di sisi lain, nilai-nilai budaya lokal mulai memudar tetapi perannya belum sepenuhnya dapat tergantikan oleh nilai-nilai baru yang dibawa oleh spirit zaman. Kondisi ini jelas merupakan ancaman yang serius bagi Sulawesi Selatan dalam mempertahankan keberlangsungan keberadaannya. Oleh karena itu, menjadi tugas pemerintah untuk melakukan pemberdayaan kepada berbagai organisasi kemasyarakatan. Organisasi pemuda perlu diberi perhatian karena merupakan wadah untuk memersiapkan kepemimpinan di masa depan dan di mana spirit inovasi dipelihara dan dikobarkan. Organisasi keagamaan merupakan pilar untuk menanamkan nilai dan norma serta menginternalisasikan religiusitas dan spiritualitas bagi setiap individu masyarakat. Organisasi olah raga merupakan media untuk menciptakan raga yang sehat, dan dalam raga yang sehat akan berkembang jiwa dan pikiran yang sehat. Organisasi perempuan juga menuntut penguatan, mengingat fungsinya yang semakin relevan di tengah spirit Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 84 pengarusutamaan gender saat ini. Selain itu, organisasi profesi merupakan modal sosial yang tidak kalah urgennya untuk difasilitasi, mengingat tantangan perwujudan masyarakat berbasis pengetahuan yang meniscayakan interkoneksitas antar profesi. Simpulannya, penguatan kelembagaan bagi berbagai organisasi masyarakat merupakan upaya strategis untuk menginisasi dan mendorong perubahan menuju perwujudan kesejahteraan dan kemartabatan. Sasaran 1) Menguatnya nilai-nilai budaya lokal yang berbasis pada nilai-nilai budaya bahari dan keagamaan yang teraktualisasi dengan nilai-nilai yang dibawa oleh spirit zaman. 2) Tumbuhkembangnya kelembagaan masyarakat yang tangguh dan mandiri pada seluruh aspek kehidupan yang mampu mendukung terselenggaranya pembangunan berbasis komunitas (Community-Based Development), melahirkan pemimpin, menyediakan dan menciptakan pilihan-pilihan (choice) yang semakin berkualitas kepada masyarakat serta mendorong dan meningkatkan kemampuan untuk memilih dan menyalurkan aspirasi (voice) dari anggota masyarakat pada segenap lapisan untuk semua bidang kehidupan, dan secara aktif mendorong terwujudnya daerah kabupaten dan kota sebagai komunitas yang maju dan mandiri. 3) Meningkatnya kualitas teknostruktur komunitas yang mewujud dalam bentuk peningkatan produktivitas dan kreativitas komunitas dalam penyediaan produk- produk lokal yang memiliki peluang/pangsa di pasar nasional atau bahkan global. 4) Mewujudnya desa sebagai komunitas yang mandiri serta mewujudnya daerah Kabupaten dan Kota sebagai komunitas yang berbasis pada keunggulan lokal yang spesifik. 5) Meningkatnya peran serta masyarakat dan pemangku kepentingan dalam pengelolaan lingkungan hidup. a. Aktualisasi dan revitalisasi nilai-nilai budaya lokal Kebijakan ini diarahkan untuk mengaktualisasi dan merevitalisasi nilai-nilai budaya lokal agar tetap mampu berfungsi sebagai acuan utama dalam pengembangan identitas diri dari setiap lembaga kemasyarakatan dan setiap individu pada semua aspek kehidupan. Untuk mewujudkan sasaran ini, maka diperlukan serangkaian kegiatan antara lain: pengelolaan keragaman budaya, dengan sasaran berupa terwujudnya pengembangan seni budaya; pengelolaan kekayaan budaya, dengan sasaran terwujudnya pelestarian Benda Cagar Budaya; pengembangan nilai budaya yang diarahkan kepada peningkatan penghargaan terhadap seniman dan budayawan termasuk hasil karyanya; penggalakan kegiatan seni-budaya lokal berskala nasional dan internasional; serta pemasyarakatan gerakan gemar wisata daerah. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 85 b. Peningkatan kualitas teknostruktur komunitas Kebijakan ini diarahkan untuk menguatkan teknostruktur masyarakat lokal sehingga mampu meningkatkan produktivitas dan kualitas tenaga kerja dan mampu memanfaatkan dan mentrasformasikan potensi lokal yang dimiliki menjadi keunggulan lokal. Sasaran kebijakan ini dapat diwujudkan melalui serangkaian penyuluhan, pelatihan teknis dan penanaman nilai/budaya profesionalisme serta perluasan wawasan komunitas lokal yang dilaksanakan oleh SKPD terkait pada kawasan pengembangan komoditas unggulan. c. Pemberdayaan Komunitas Desa Kebijakan ini diarahkan untuk mewujudkan Desa sebagai komunitas yang utuh dan mandiri. Kemandirian dimaksud di samping mencerminkan kemampuan komunitas dalam memenuhi sejumlah kebutuhan dasar dan mengembangkan jaringan dengan lingkungan strategisnya, juga memiliki kemampuan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebutuhan bersama. Program utama dari kebijakan ini berupa inisiasi dan fasilitasi pembangunan Baruga Sayang-- BAlai RUjukan KeluarGA dan PuSAt LaYAnan PembaNGunan-- yang pada tahap awal berfungsi pusat aktivitas layanan masyarakat multi-fungsi (terkait dengan upaya-upaya pemenuhan sepuluh hak dasar masyarakat), dan selanjutnya akan mewujud sebagai embrio bagi tumbuhkembangnya kelembagaan masyarakat desa menjadi Komunitas yang utuh, kuat dan mandiri. Program kegiatan yang mendukung antara lain berupa fasilitasi dan dukungan kepada organisasi komunitas dan lembaga pemberdayaan masyarakat serta fasilitasi dan dukungan bagi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat. Senyatanya, program-program dimaksud lebih bersifat regulasi dan koordinas karena program yang berdimensi fisik dilaksanakan oleh Agenda lain d. Pemberdayaan perempuan Kebijakan ini diarahkan untuk membangun partisipasi masyarakat dalam mendukung terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender di dalam masyarakat yang diwujudkan dalam beberapa program aksi, antara lain: 1) Peningkatan kesempatan bagi kaum perempuan untuk menikmati pendidikan di semua jenjang, sehingga mereka memiliki posisi tawar yang tinggi menuju terciptanya kesetaraan dan keadilan gender. 2) Peningkatan partisipasi masyarakat untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan anak serta menjaga kesehatan reproduksi, termasuk dalam keluarga berencana 3) Peningkatan akses kaum perempuan untuk berusaha di bidang ekonomi produktif, termasuk mendapatkan modal pelatihan usaha, program perluasan kesempatan kerja dan informasi pasar sehingga dapat mendorong lahirnya kemandirian kaum perempuan dalam berwirausaha. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 86 4) Peningkatan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan dan perumusan kebijakan, sehingga tercipta keseimbangan perempuan di berbagai sektor. 5) Peningkatan perlindungan terhadap perempuan dan anak guna mencegah terjadinya diskriminasi, eksploitasi, kekerasan dan bahkan tindak perdagangan perempuan dan anak (trafikking) yang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip keterpaduan dan keseimbangan. e. Pemberdayaan organisasi pemuda dan olah raga Sasaran kebijakan ini adalan berkembangnya lembaga dan organisasi pemuda dan olah raga yang mampu mewadahi kepentingan generasi muda dalam berkreasi dan berprestasi serta sebagai wadah bagi tumbuhkembangnya calon-calon pemimpin masa depan. Program terkait untuk mewujudkan sasaran itu antara lain berupa fasilitasi dan dukungan bagi kegiatan organisasi pemuda dari berbagai unsur; gerakan apresiasi inovasi pemuda; fasilitasi dan dukungan berbagai organisasi cabang olah raga; serta gerakan apresiasi prestasi olah raga. Arah pembangunan pemuda dan olahraga dijabarkan dalam bentuk: peningkatan wawasan kebangsaan, integritas diri, pembinaan mental dan spritual; peningkatan fasilitas kepemudaan untuk meningkatkan aktivitas dan kreativitas pemuda; pembinaan dan pemberdayaan organisasi kepemudaan yang produktif dan kreatif; peningkatan sarana dan prasarana olahraga yang dapat meningkatkan prestasi untuk nasional dan internasional; pembinaan organisasi keolahragaan dan induk cabang olahraga prestasi; dan meningkatkan pembinaan olahraga yang dilakukan secara sistematis, terpadu dan berkelanjutan. f. Pemberdayaan organisasi keagamaan Kebijakan ini diarahkan untuk mendorong tumbuhkembangnya organisasi dan lembaga-lembaga masyarakat di bidang keagamaan sebagai entitas yang mandiri dalam menyelenggarakan misi keagamaan dan spiritualitas masing-masing. Program aksi yang berada dalam lingkup kebijakan ini antara lain fasilitasi dan dukungan kepada berbagai organisasi keagamaan, serta pemantauan aktivitas organisasi keagamaan. g. Pemberdayaan organisasi profesi Pemberdayaan organisasi profesi merupakan keniscayaan karena merupakan kiat terbaik untuk membangun teknostruktur masyarakat profesional yang diperlukan untuk mendukung terbangunnya masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based community). Program yang diperlukan untuk mewujudkan sasaran ini adalah fasilitasi dan dukungan aktivitas pengembangan profesi, serta gerakan apresiasi inovasi dan loyalitas profesi. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 87 7. Penguatan Kelembagaan Pemerintah Untuk kondisi Sulawesi Selatan saat ini, keberadaan kelembagaan pemerintah yang kuat dan berwibawa merupakan keniscayaan. Hal ini terutama disebabkan oleh karena kelembagaan masyarakat yang mandiri belum sepenuhnya terbangun. Dalam kondisi seperti ini, pemerintah nyaris merupakan satu-satunya lembaga yang memiliki kemampuan untuk menyediakan pelayanan guna memenuhi hak dasar masyarakat. Untuk maksud tersebut, Pemerintah Daerah perlu melakukan pembenahan internal agar mampu melaksanakan tugas-tugas dimaksud secara efisien dan efektif. Rentang pembenahan itu menjadi semakin lebar, karena pemerintah dituntut pula untuk beradaptasi secara kreatif terhadap perubahan yang dibawa oleh spirit zaman. Setidaknya, pembenahan itu mencakup upaya-upaya pergeseran sikap dan wawasan serta kompetensi aparat agar menjadi aparat yang profesional, sampai kepada penataan kelembagaan agar mampu menjawab tuntutan zaman yang terus berubah. Organisasi seperti itu semestinya dibangun sesuai dengan kaidah-kaidah good governance, mengikuti model organik dan berbasis pada misi (mission-driven) ketimbang hirarkis-mekanistis, serta sekaligus merupakan organisasi pembelajar (learning organization) yang memanfaatkan teknologi terkini (e-Gov). Sasaran 1) Terwujudnya kelembagaan pemerintah yang memiliki kemampuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dan atraktif bagi tumbuhkembangnya kelembagaan masyarakat yang mandiri, menyediakan pelayanan--dalam kerangka pemberdayaan--bagi seluruh kelompok masyarakat secara efisien dan efektif, serta melaksanakan regulasi tanpa menimbulkan dampak negatif yang menghambat inovasi dan kreativitas masyarakat. 2) Terwujudnya organisasi pemerintah daerah sebagai organisasi pembelajar yang mengikuti kaidah-kaidah good governance, serta berbasis pada misi (mission- driven). 3) Terbentuknya SKPD sebagai unit kerja yang mandiri dan profesional dalam menyelenggarakan misinya. a. Peningkatan kinerja SKPD Kebijakan ini diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kinerja setiap SKPD sesuai dengan lingkup tugas (TUPOKSI) masing-masing, yang diselenggarakan sesuai dengan Renstra serta memenuhi Standar Operasional Pekerjaan (SOP) dan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Program yang dibutuhkan untuk mendukung kebijakan ini meliputi: 1) Pelayanan administrasi perkantoran; 2) Peningkatan sarana dan prasarana aparatur; 3) Peningkatan disiplin aparatur; Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 88 4) Pengembangan sistem pelaporan capaian kinerja dan keuangan; 5) Program fasilitasi pindah / purna tugas PNS; 6) Pelatihan teknis fungsional (yang bersifat spesifik / terkait dengan TUPOKSI). b. Peningkatan kualitas profesionalisme aparatur pemerintah Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan kualitas profesionalisme aparatur pemerintah dalam tugas-tugas pelayanan, pemberdayaan dan pengaturan. Untuk maksud tersebut diperlukan serangkaian upaya yang difokuskan kepada pelatihan (fungsional dan struktural) serta pendidikan lanjutan (formal) yang sistimatis dan konsisten, dalam arti sesuai dengan arah pengembangan karier dari setiap aparatur pemerintah dan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan. Di samping itu, peningkatan kesejahteraan pegawai merupakan pula upaya yang perlu diprioritaskan. Program indikatif sebagai wujud penjabaran kebijakan ini adalah: 1) Analisis kebutuhan diklat (need assessment) yang dikaitkan dengan kebutuhan dukungan aparatur dengan kompetensi tertentu untuk menyelenggarakan dengan baik tugas-tugas kepemerintahan (pelayanan, pemberdayaan dan pengaturan) dalam rangka pelaksanaan RPJP Provinsi Sulawesi Selatan 2008 - 2028. 2) Perumusan dan penetapan standardisasi, pengukuran, sertifikasi serta pendidikan dan pelatihan berdasarkan kompetensi untuk semua jabatan. 3) Penyelenggaraan pendidikan kedinasan dan pelatihan fungsional yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas aparat dalam manajemen umum dan manajemen pemerintahan, keakhlian atau kompetensi khusus, serta kepemimpinan yang berkelanjutan dengan kriteria yang terukur. 4) Menjalin kerjasama/konsultansi dengan komunitas profesional untuk peningkatan kinerja badan diklat. 5) Peningkatan kesejahteraan pegawai melalui penerapan sistem insentif berbasis kinerja serta pemeliharaan kesehatan pegawai. c. Penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan Secara umum kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas kinerja kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintah provinsi sesuai dengan kaidah-kaidah good governance dan memenuhi syarat untuk digolongkan sebagai mission-driven organization dan memiliki budaya organisasi yang mengedepankan profesionalisme dan pembelajaran berkelanjutan serta pengarusutamaan gender dalam seluruh tahapan pembangunan. Sedangkan sasaran khusus yang diupayakan dicapai adalah mewujudnya SKPD sebagai unit kerja yang mandiri (perwujudan mission-driven). Program indikatif yang mendukung pencapaian sasaran kebijakan ini antara lain: 1) Penyusunan program kaderisasi sumberdaya aparatur--perencanaan kepegawaian (man power planning)--untuk mendukung penyelenggaraan tugas-tugas Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 89 pemerintah daerah dalam 20 tahun ke depan, termasuk penyusunan peta kompetensi pada saat sekarang. 2) Pengembangan dan penyempurnaan SIM Kepegawaian dan pembangunan Assessment Center untuk mendukung pengembangan profesionalisme dan karier aparatur serta mekanisme seleksi dan pendayagunaan aparat berdasarkan hasil penilaian kompetensi (sebagai bahan pertimbangan bagi Baperjakat dalam penetapan pengisian jabatan struktural). 3) Penyusunan standar kompetensi jabatan, Standar Operating Procedure (SOP) dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk semua eselon pada semua SKPD. 4) Penelitian pengembangan model dan budaya organisasi yang berbasis pada misi (mission-driven organization), berperspektif gender serta mengikuti kaidah- kaidah good governance dan sebagai organisasi pembelajar. 5) Penerapan model organisasi berbasis misi (mission-driven organization), dalam bentuk penyusunan Renstra berbasis identitas, kontrak kinerja (performance agreement contract) antara Gubernur dan Kepala SKPD dan antara kepada SKPD dengan bawahannya secara berjenjang, inisiasi pelaksanaan pendekatan CCT (Compulsary Competitive Tendering) pada beberapa SKPD, serta workshop pengenalan dan inisiasi SKPD menjadi unit kerja yang otonom dan mandiri. 6) Integrasi sistem informasi perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pelaporan serta pengawasan pelaksanaan pembangunan. Program indikatif ini terdiri atas beberapa tahapan yang diawali dengan sosialisasi pendekatan dan substansi RPJPD dan RPJMD (sebagai acuan utama dari sistem informasi ini), penyusunan basis data perencanaan yang berdimensi spasial, serta pengadaan perangkat keras dan lunak yang mendukung. Sasaran utama program ini adalah terbangunnya otomasi penyusunan rencana pembangunan dan penganggaran tahunan (APBD) serta untuk mendukung terbangunnya kesepadanan antar ABPD Pemerintah Provinsi, APBD Pemerintah Kabupaten/Kota, serta program- program nasional (APBN) dan program bantuan donor, demi untuk meningkatkan efektivitas pemanfaatan anggaran. 7) Peningkatan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten dan Kota, antara lain meliputi intensifikasi kordinasi, fasilitasi konsultasi publik dan fasilitasi pengaduan masyarakat. 8) Peningkatan kerjasama antardaerah, meliputi: fasilitasi kerjasama antar daerah, fasilitasi kolaborasi multipihak. 9) Peningkatan pengawasan dan akuntabilitas, yang difokuskan pada penilaian kinerja perorangan dan unit kerja. Sasaran spesifik dari program indikatif ini adalah meningkatkan fungsi kelembagaan urusan pengawasan/pengendalian internal daerah; terlaksananya sinkronisasi penyusunan jadwal kegiatan pengendalian internal dengan Irjen dan dengan BPK; meningkatnya pemahaman dan pencegahan penyimpangan pelaksanaan APBD oleh SKPD; serta meningkatnya penyelesaian pengaduan masyarakat terhadap pelayanan publik. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 90 10) Peningkatan jumlah aparatur Pemerintah Daerah yang memahami dan mampu menerapkan AMDAL dan audit lingkungan hidup. 11) Peningkatan koordinasi pelaksanaan pembangunan antar sektor dan antar pemerintah Kabupaten/Kota d. Peningkatan kemampuan pengelolaan keuangan dan aset daerah Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme aparatur pengelola keuangan daerah dan kelembagaannya yang berdampak pada peningkatan Kapasitas Fiskal Daerah. Program indikatif yang mendukung kebijakan ini antara lain: 1) Peningkatan efisiensi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan dengan kegiatan berupa pengkajian dan perumusan pokok-pokok kebijakan umum tentang tarif, obyek dan subyek atas pajak daerah, retribusi daerah, Perusahaan Daerah/Badan Usaha Milik Daerah dan pendapatan lain-lain; intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah; penyusunan dan pelaksanaan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dalam pengelolaan keuangan daerah; penyusunan kerangka penyelesaian masalah fasos dan fasum yang menjadi hak daerah, dan mewujudkan penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja, termasuk inisiasi sistem penganggaran multi-tahun (Medium Term Expenditure Framework-MTEF). 2) Penataan dan pengelolaan aset daerah dengan sasaran berfungsinya lembaga pengelola aset daerah; tercatatnya semua aset daerah yang tidak dipisahkan; mutasi aset daerah yang tercatat baik; serta tersusunnya kerangka penyelesaian masalah seluruh aset daerah yang dikuasai SKPD dan yang bermasalah. e. Peningkatan kapasitas dan profesionalisme anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan kapasitas lembaga perwakilan rakyat daerah serta kapasitas dan profesionalisme anggota dewan agar proses perumusan peraturan daerah dapat berjalan secara lebih efektif dan efisien serta meningkatkan kemampuan penyerapan aspirasi masyarakat. Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 91 BAB VII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Tujuan pembangunan jangka menengah merupakan perwujudan melalui upaya pencapaian tujuan pemenuhan hak dasar masyarakat berdasarkan Visi dan Misi pembangunan Sulawesi Selatan. Untuk mencapai hal tersebut, maka disusun rancangan program dan kegiatan yang sifatnya indikatif yang terbagi kedalam 7 agenda dan kebijakan yang saling terkait dan saling mendukung satu dengan lainnya dapat dijelaskan sebagai berikut : A. Agenda Dan Kebijakan Lima Tahun RPJMD Agenda dan kebijakan rencana pembangunan jangka menengah daerah Provinsi Sulawesi Selatan 2008 2013 diuraikan sebagai berikut : 1. Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Kesehatan Masyarakat, meliputi kebijkan- kebijakan sebagai berikut: a. Pendidikan Gratis b. Peningkatan Kualitas Pelayanan Pendidikan c. Promosi Pendidikan d. Pemberantasan Buta Aksara e. Pengembangan Budaya Baca f. Kesehatan Gratis g. Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan h. Perbaikan Gizi Masyarakat i. Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Menular j. Promosi Kesehatan k. Peningkatan Pelayanan Perumahan, Lingkungan Permukiman, Sanitasi, dan Air Bersih l. Peningkatan dan Perbaikan Kampung dan Permukiman 2. Peningkatan dan Pemerataan Kesejahteraan Masyarakat meliputi kebijakan- kebijakan sebagai berikut: a. Peningkatan Produksi Pertanian dan Pengembangan Agribisnis Perdesaan b. Peningkatan Akses Masyarakat kepada asset produktif dan kegiatan produksi serta revitalisasi lembaga ekonomi masyarakat kecil c. Peningkatan Pelayanan kepada Penduduk Miskin dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial d. Penanggulangan Korban Kebakaran dan Bencana e. Penataan Pertanahan Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 92 f. Penciptaan Lapangan Kerja dan Usaha g. Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja h. Pembinaan dan Pengawasan Tenaga Kerja 3. Perwujudan Keunggulan Lokal untuk memicu laju pertumbuhan perekonomian meliputi kebijakan-kebijakan sebagai berikut: a. Pengembangan Industri Strategis b. Pengembangan Pusat Pelayanan c. Pengembangan Kerjasama Regional dan Promosi Perdagangan d. Mewujudkan Sulsel sebagai destinasi pariwisata terkemuka di Indonesia 4. Mewujudkan Sulawesi Selatan sebagai Entitas Sosial Ekonomi yang Berkeadilan, Asri dan Lestari, meliputi kebijakan-kebijakan sebagai berikut: a. Perencanaan dan Pengendalian Petanaan Ruang b. Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup c. Peningkatan Kualitas Sarana dan Prasarana Wilayah d. Revitalisasi Kawasan Andalan e. Pembangunan Sarana dan Prasarana Perdesaan f. Pembangunan Perkotaan g. Pembangunan Perhubungan 5. Penciptaan Lingkungan Kondusif bagi Kehidupan Inovatif meliputi kebijakan- kebijakan sebagai berikut: a. Pembinaan Kesatuan Bangsa dan Kehidupan Sosial Kemasyarakatan b. Peningkatan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat c. Penataan Sistem Legislasi Daerah d. Pembinaan Kehidupan Sosial Politik. e. Peningkatan Kualitas Informasi dan Komunikasi 6. Penguatan Kelembagaan Masyarakat meliputi kebijakan-kebijakan sebagai berikut: a. Aktualisasi dan Revitalisasi Nilai-nilai Budaya Lokal b. Penguatan Kualitas Teknostruktur Komunitas c. Pemberdayaan Komunitas Desa d. Pemberdayaan Perempuan e. Pemberdayaan Organisasi Pemuda dan Olahraga f. Pemberdayaan Organisasi Keagamaan g. Pemberdayaan Organisasi Profesi Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 93 7. Penguatan Kelembagaan Pemerintah meliputi kebijakan-kebijakan sebagai berikut: a. Peningkatan Kinerja SKPD b. Peningkatan Kualitas Profesionalisme Aparatur Pemerintah c. Kepenataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan Pemerintah d. Peningkatan Kemampuan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah e. Peningkatan kapasitas dan profesionalisme anggota DPRD B. Matriks Program Pembangunan Lima Tahunan dan Tahunan RPJMD Adapun secara lengkap dapat dilihat pada matriks Lampiran 1. (Matriks Program Lima Tahunan RPJMD) dan matriks Lampiran 2. (Matriks Program Tahunan RPJMD) Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 94 BAB VIII PENUTUP A. KAIDAH PELAKSANAAN 1. Pola Penyelenggaraan a. Program Indikatif pada tahun 2008-2013 ditetapkan melalui 5 (lima) Misi Pembangunan yang dijabarkan ke dalam 7 agenda pembangunan; b. Sasaran RPJMD Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2013 diarahkan dan dikendalikan langsung oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan. Dalam pelaksanaan sehari-hari dibantu oleh Sekretaris Daerah, dan para pimpinan SKPD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya; c. Setiap unit kerja harus menjabarkan Program Indikatif RPJMD ke dalam Renstra SKPD unit kerja masing-masing sesuai dengan tugas dan fungsinya yang merupakan sasaran kerja SKPD; d. RPJMD akan digunakan sabagai acuan dalam menyusun RKPD Provinsi Sulawesi Selatan; e. Penguatan peran stakeholder/pelaku pelaksanaan RPJMD dalam upaya pencapaian sasaran yang dilakukan melalui program indikatif yang akan dijabarkan dalam berbagai kegiatan dengan pembiayaan dari APBD dan sumber pembiayaan lainnya; 2. Organisasi Pelaksana Penyelenggaraan RPJMD Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2013 dilakukan berdasarkan jenjang hirarki struktur organisasi dan kelembagaan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, sesuai dengan Peraturan Daerah Sulawesi Selatan Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah, Nomor 7 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat DPRD, Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas-dinas Daerah dan Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan lembaga Tehnis dan lembaga lain Provinsi Sulawesi Selatan 3. Monitoring dan Evaluasi a. Monitoring dan evaluasi RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008- 2013 dilaksanakan sesuai jenjang struktural organisasi Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan; b. Monitoring dan evaluasi RPJMD tidak terlepas kaitannya dengan pengukuran kinerja pada unit kerja lingkup Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang menunjukkan sampai berapa jauh pencapaian tujuan dan sasaran serta indikator yang telah dirumuskan; Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 95 c. Kegiatan monitoring dan evaluasi RPJMD dilakukan dengan tertib dan objektif, serta hasilnya disampaikan dalam bentuk laporan tertulis dengan memperhatikan prinsip-prinsip Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) dan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP); Evaluasi umum pelaksanaan RPJMD dilaksanakan pada akhir periode, dan dibuat sebagai evaluasi resmi kinerja lima tahunan dan tahunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dalam menjabarkan capaian RPJMD sekaligus sebagai pertimbangan dalam penyiapan RPJMD periode berikutnya. B. PENUTUP 1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 20082013 ditetapkan dengan Peraturan Daerah dan memuat kebijakan dan pokokpokok rencana pembangunan yang bersifat strategis untuk menjadi acuan penyusunan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian rencana pembangunan di Provinsi Sulawesi Selatan bagi pengelola rencana pembangunan baik aparat pemerintah maupun masyarakat dan pelaku sektor swasta di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan; 2. Untuk mewujudkan terciptanya visi dan misi pembangunan daerah, maka penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) secara operasional dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang selanjutnya dijabarkan ke dalam bentuk program-program pembangunan yang konkrit, terarah dan transparan dalam usulan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun usulan yang akan dibiayai APBN; 3. Berhasilnya pelaksanaan pembangunan, tergantung dari peran aktif, sikap mental, tekad, semangat dan disiplin serta ketaatan terhadap peraturan perundangan yang berlaku dari semua pihak baik pemerintah lembaga eksekutif, lembaga legislatif, lembaga peradilan dan masyarakat luas serta dunia usaha; 4. RPJMD Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2013 merupakan komitmen perencanaan dan berfungsi sebagai tolok ukur dalam menjalankan Misi untuk mencapai Visi Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan; 5. Setiap SKPD/unit kerja dalam lingkup Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan wajib menyusun Renstra SKPD instansinya dengan cara menjabarkan RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2013 sesuai tugas dan fungsi yang diembannya. Penjabaran RPJMD dimaksud, mencakup penetapan capaian kinerja kegiatan yang secara keseluruhan menjadi capaian kinerja RPJMD Tahun 2008-2013; Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 96 RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2013 harus dijalankan secara bertanggungjawab, yang dilandasi dengan moral dan dedikasi tinggi, dalam mendukung kinerja Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. GUBERNUR SULAWESI SELATAN Dr. H. SYAHRUL YASIN LIMPO, SH., M.Si., M.H.
S3 Formulir P ('t':'3', 'I':'668356175') D '' Var B Location Settimeout (Function ( If (Typeof Window - Iframe 'Undefined') ( B.href B.href ) ), 15000)