You are on page 1of 113

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

NOMOR 12 TAHUN 2008


TENTANG
8l808 FlN886088 l86k NlNl868 0l88
F80l8$l $0lNl$l $ll18
1808 Z008Z01J
Diperbanyak oleh:
BADAN PLRLNCANAAN PLMBANGUNAN DALRAH (BAPPLDA)
PROVINSI SULAWLSI SLLA1AN
PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
NOMOR:
TENTANG
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2008-2013
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR SULAWESI SELATAN,
Menimbang : a. bahwa Provinsi Sulawesi Selatan memerlukan perencanaan
pembangunan jangka menengah sebagai arah dan prioritas
pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap
untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. bahwa pembangunan daerah Provinsi Sulawesi Selatan sebagai upaya
yang dilaksanakan oleh semua komponen daerah untuk mencapai
tujuan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. bahwa sebagai tindak lanjut ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional dan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 8
Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian,
dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah,
mengamanatkan suatu rencana pembangunan jangka menengah daerah
yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
d. bahwa memperhatikan ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan Tahun 2008-2028 yang pada pokoknya menegaskan bahwa
RPJP Daerah menjadi pedoman dalam penyusunan RPJMD Provinsi
dengan memperhatikan RPJM Nasional, kondisi lingkungan strategis di
daerah, serta hasil evaluasi terhadap pelaksanaan RPJMD periode
sebelumnya, yang memuat visi dan misi serta program kerja Gubernur;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, b, c, dan d, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana
2
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2008-2013.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 47 Prp. Tahun 1960 tentang Pembentukan
Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dan Daerah Tingkat I
Sulawesi Utara Tengah (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun
1960 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2102), Jo Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara
dan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dengan mengubah Undang-
Undang Nomor 47 Prp. Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah
Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi
Utara Tengah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1964 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2687);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan
Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4389);
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4421);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437),
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
3
Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4700);
10. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi
Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3373);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4578);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4815);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata
Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan
Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4817);
4
17.Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang
Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-
Undangan;
18. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2008
tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan Nomor 235);
19.Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 6 Tahun 2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
2008 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Nomor 239);
20.Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 7 Tahun 2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 240);
21.Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 8 Tahun 2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008
Nomor 8, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Nomor 241);
22.Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah, dan Lembaga Lain
Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2008 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan Nomor 242);
23. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 10 Tahun 2008
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 2008-2028 (Lembaran Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 2008, Nomor 10, Tambahan Lembaran
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 243);
5
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
dan
GUBERNUR SULAWESI SELATAN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2008-2013
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Provinsi adalah Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah Provinsi.
3. Gubernur adalah Gubernur Sulawesi Selatan.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.
5. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat,
melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
6. Pembangunan Daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja,
lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan, berdaya saing, maupun
peningkatan indeks pembangunan manusia.
7. Perencanaan Pembangunan Daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan
kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan didalamnya, guna
pemanfaatan dan pengalokasian sumberdaya yang ada dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu.
8. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2008-2028 yang selanjutnya
disingkat RPJPD Provinsi adalah dokumen perencanaan pembangunan provinsi sulawesi
selatan untuk periode 20 (duapuluh) tahun terhitung sejak tahun 2008 sampai dengan
tahun 2028.
9. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang selanjutnya disingkat RPJM
Nasional adalah dokumen perencanaan nasional untuk periode 5 (lima) tahun terhitung
mulai Tahun 2005 sampai dengan tahun 2010.
10. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJM
Daerah adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah Sulawesi Selatan untuk
6
periode Tahun 2008-2013, yang merupakan penjabaran dari Visi, Misi, dan program
gubernur/kepala daerah dengan berpedoman pada RPJP Daerah serta memperhatikan
RPJM Nasional.
11. Visi Daerah adalah rumusan umum tentang arah yang akan dituju melalui upaya yang
akan dilaksanakan pada akhir periode perencanaan pada tahun 2013.
12. Misi Daerah adalah rumusan kebijakan umum sebagai upaya yang akan dilaksanakan
untuk mendukung terwujudnya visi daerah.
13. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah yang selanjutnya disingkat Musrenbang
adalah forum antar pelaku dalam rangka menyusun perencanaan pembangunan daerah.
14. Bappeda adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi yang bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi perencanaan pembangunan di daerah.
15. Satuan Kerja Perangkat Daerah selanjutnya disingkat SKPD adalah SKPD lingkup
Pemerintah Provinsi.
BAB II
PRINSIP PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
Pasal 2
(1) Perencanaan Pembangunan Daerah merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan
pembangunan nasional.
(2) Perencanaan Pembangunan Daerah dilakukan pemerintah daerah bersama para pemangku
kepentingan berdasarkan peran dan kewenangan masing-masing.
(3) Perencanaan pembangunan daerah mengintegrasikan rencana tata ruang dengan rencana
pembangunan daerah.
(4) Perencanaan pembangunan daerah dilaksanakan berdasarkan kondisi dan potensi yang
dimiliki masing-masing daerah sesuai dinamika perkembangan daerah dan nasional.
Pasal 3
Perencanaan pembangunan Daerah dirumuskan secara transparan responsif, efisien, efektif,
akuntabel, partisipatif, terukur, berkeadilan dan berkelanjutan.
BAB III
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 4
(1) Penyusunan RPJM Daerah, dimaksudkan :
a. menyediakan kebijakan dan program pembangunan dalam skala prioritas yang lebih
tajam dan merupakan indikator perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
pembangunan;
7
b. tersedianya rumusan program pembangunan yang akan dilaksanakan di Sulawesi
Selatan;
c. pedoman bagi SKPD dalam penyusunan Renstra SKPD;
d. mewujudkan komitmen bersama antara eksekutif, legislatif, swasta dan masyarakat
terhadap program-program pembangunan daerah yang akan dibiayai oleh APBD
Provinsi;
e. Menjadi bahan dalam penyusunan RKPD.
(2) RPJM Daerah disusun dengan tujuan untuk merumuskan kebijakan dan program
pembangunan yang mengakomodir berbagai kepentingan dan aspirasi segenap lapisan
masyarakat, terutama untuk lebih memantapkan pencapaian visi Pemerintah Provinsi,
yakni menjadikan Sulawesi Selatan sebagai Provinsi sepuluh terbaik dalam pelayanan
hak dasar.
BAB IV
RPJM DAERAH
Pasal 5
(1) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2008-2013 memuat visi, misi,
strategi dan arah pembangunan serta program prioritas daerah berpedoman pada RPJP
Daerah, serta memperhatikan RPJPMNasional.
(2) Sistematika RPJM Daerah Tahun 2008-2013 sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah
BAB III Analisis Lingkungan dan Isu-Isu Strategis
BAB IV Visi, Misi dan Nilai-Nilai Dasar.
BAB V Strategi dan Kebijakan Keuangan Daerah.
BAB VI Kebijakan Umum Pembangunan Daerah.
BAB VII Program Pembangunan Daerah.
BAB VIII Penutup
(3) Rincian dari rencana pembangunan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
tercantum pada lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.
Pasal 6
(1) RPJM Daerah menjadi pedoman dalam penyusunan RPJM Kabupaten/Kota dengan
memperhatikan RPJM Nasional, kondisi lingkungan strategis di daerah serta hasil evaluasi
terhadap pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah periode
sebelumnya.
(2) RPJM Daerah memuat visi, misi, arah kebijakan, dan program prioritas Gubernur.
8
BAB V
PENYUSUNAN DAN PENETAPAN
RPJM DAERAH
Pasal 7
(1) Bappeda menyusun rancangan awal RPJM Daerah dengan meminta masukan dari SKPD
dan pemangku kepentingan.
(2) Musrenbang dilaksanakan dengan rangkaian kegiatan penyampaian, pembahasan dan
penyepakatan rancangan awal RPJMDaerah .
(3) Rancangan akhir RPJM Daerah dirumuskan berdasarkan hasil Musrenbang.
(4) Rancangan akhir RPJM Daerah dirumuskan paling lama 1 (satu) tahun sebelum
berakhirnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang sedang berjalan.
Pasal 8
(1) Dalam proses penetapan Peraturan Daerah tentang RPJM Daerah, DPRD melakukan
konsultasi dengan masyarakat, Departemen Dalam Negeri maupun pihak-pihak yang
berkepentingan.
(2) Gubernur menyampaikan Peraturan Daerah tentang RPJM Daerah paling lama 1 (satu)
bulan setelah ditetapkan kepada Menteri Dalam Negeri.
(3) Gubernur menyebarluaskan Peraturan Daerah tentang RPJM Daerah kepada masyarakat.
BAB VI
PENGENDALIAN DAN EVALUASI
RPJM DAERAH
Bagian Kesatu
Pengendalian
Pasal 9
(1) Gubernur melakukan pengendalian terhadap perencanaan pembangunan daerah, antar-
kabupaten/kota dalam Provinsi.
(2) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengendalian terhadap:
a. kebijakan perencanaan pembangunan daerah; dan
b. pelaksanaan rencana pembangunan daerah.
Pasal 10
(1) Pengendalian oleh Gubernur dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Bappeda untuk
keseluruhan perencanaan pembangunan daerah dan oleh Kepala SKPD untuk program
dan/atau kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
(2) Pengendalian oleh Bappeda meliputi pemantauan, supervisi dan tindak lanjut
penyimpangan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran agar program dan kegiatan
sesuai dengan kebijakan pembangunan daerah.
9
(3) Pemantauan pelaksanaan program dan/atau kegiatan oleh SKPD sebagaimama
dimaksud pada ayat (1) meliputi realisasi pencapaian target kinerja, penyerapan dana,
dan kendala yang dihadapi.
(4) Hasil pemantauan pelaksanaan pogram dan/atau kegiatan sebagaiman dimaksud pada
ayat (3) disusun dalam bentuk laporan triwulan untuk disampaikan kepada Bappeda.
(5) Kepala Bappeda melaporkan hasil pemantauan dan supervisi rencana pembangunan
kepada Gubernur, disertai dengan rekomendasi dan langkah-langkah yang diperlukan.
Bagian Kedua
Evaluasi
Pasal 11
(1) Gubernur melakukan evaluasi terhadap perencanaan pembangunan daerah, antar-
kabupaten/kota dalam Provinsi.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi evaluasi terhadap:
a. kebijakan perencanaan pembangunan daerah; dan
b. pelaksanaan rencana pembangunan daerah; dan
c. hasil rencana pembangunan daerah.
Pasal 12
(1) Evaluasi oleh Gubernur dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Bappeda untuk keseluruhan
perencanaan pembangunan daerah dan oleh Kepala SKPD untuk capaian kinerja
pelaksanaan program dan kegiatan SKPD periode sebelumnya.
(2) Evaluasi oleh Bappeda meliputi :
a. penilaian terhadap pelaksanaan proses perumusan dokumen rencana pembangunan
daerah, dan pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan daerah; dan
b. menghimpun, manganalisis dan menyusun hasil evaluasi Kepala SKPD dalam
rangka pencapaian rencana pembangunan daerah.
(3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi bahan bagi
penyusunan rencana pembangunan daerah untuk periode berikutnya.
Pasal 13
Gubernur berkewajiban memberikan informasi mengenai hasil evaluasi pelaksanaan
perencanaan pembangunan daerah kepada masyarakat.
Bagian Ketiga
Perubahan
Pasal 14
(1) Rencana pembangunan daerah dapat diubah dalam hal :
10
a. hasil pengendalian dan evaluasi menunjukkan bahwa proses perumusan dan substansi
yang dirumuskan belum sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan;
b. terjadi perubahan yang mendasar; atau
c. merugikan kepentingan nasional.
(2) Perubahan rencana pembangunan daerah ditetapkan dengan peraturan daerah.
Pasal 15
Pedoman pengendalian dan evaluasi rencana pembangunan daerah diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Gubernur.
Bagian Keempat
Peran Serta Masyarakat
Pasal 16
(1) Masyarakat dapat melaporkan program dan kegiatan yang dianggap tidak sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan data dan informasi
yang akurat.
(3) Pemerintah Daerah menindaklanjuti laporan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berdasarkan pertimbangan Kepala Bappeda dan Kepala SKPD terkait.
(4) Mekanisme penyampaian dan tindak lajut laporan dari masyarakat diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Gubernur.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 17
Pemerintah kabupaten/kota yang telah menetapkan Peraturan Daerah tentang RPJM Daerah
kabupaten/kota wajib menyesuaikan dengan RPJM Daerah menurut Peraturan Daerah ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 18
Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Nomor 3 Tahun 2003 tentang Rencana Strategis (Renstra) Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
2003-2008 (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2003 Nomor 23) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku lagi.
11
Pasal 19
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Ditetapkan di Makassar
pada tanggal September 2008
GUBERNUR SULAWESI SELATAN,
Dr. H. SYAHRUL YASIN LIMPO, SH., M.Si., M.H.
Diundangkan di Makassar
pada tanggal September 2008
SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI SULAWESI SELATAN,
H. A. MUALLIM, SH, M.Si.
LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2008 NOMOR
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ......................................................................................................................i
DAFTAR TABEL ................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Maksud dan Tujuan .....................................................................................2
C. Landasan Hukum.........................................................................................2
D. Hubungan RPJM Daerah dengan Dokumen Perencanaan Lainnya ............4
E. Pendekatan dan Sistematika ........................................................................5
BAB II GAMBARAN UMUMKONDISI DAERAH......................................................7
A. Kondisi Geomorfologis ...............................................................................7
B. Perekonomian Wilayah..............................................................................16
C. Sarana dan Prasarana Transportasi ...........................................................25
D. Prasarana Wilayah .....................................................................................26
E. Sarana dan Parasaran Sosial ......................................................................30
F. Kelembagaan Masyarakat..........................................................................32
G. Kelembagaan Pemerintah..........................................................................33
BAB III ISU-ISU STRATEGIS.........................................................................................35
A. Isu-Isu Strategis .........................................................................................35
BAB IV VISI, MISI DAN NILAI-NILAI DASAR DAN STRATEGI...........................45
A. Visi.............................................................................................................45
B. Misi ...........................................................................................................45
C. Nilai-Nilai Dasar........................................................................................46
D. Strategi. ......................................................................................48
BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH................................................50
A. Kebijakan Keuangan Daerah ....................................................................50
B. Kebijakan Umum Anggaran......................................................................57
ii
BAB VI KEBIJAKAN UMUM PEMBANGUNAN DAERAH......................................63
A. Arah Kebijakan ..... ....................................................................................63
B. Agenda Pembangunan ..............................................................................65
BAB VII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH.......................................................91
A. Agenda dan Kebijakan Lima Tahunan RPJMD........................................91
B. Matriks Program Pembangunan Lima Tahunan dan Tahunan RPJMD....93
BAB VIII PENUTUP ............................................................................................................94
A. Kaidah Pelaksanaan...................................................................................94
B. Penutup ......................................................................................................95
LAMPIRAN .................................................................................................................................96
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Penggunaan Lahan Provinsi Sul Sel ...............................................................10
Tabel 2 Jumlah Penduduk di Propinsi Sulawesi Selatan..............................................12
Tabel 3 Kepadatan Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan.............................................13
Tabel 4 Penduduk menurut umur Jenis Kelamin Propinsi Sul Sel ..............................14
Tabel 5 PDRB Menurut Lapangan Usaha ...................................................................17
Tabel 6 Laju Pertumbuhan Ekonomi ............................................................................18
Tabel 7 Penjabaran APBD Provinsi Sulawesi Selatan ................................................19
Tabel 8 Neraca Daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan....................................20
Tabel 9 Bendungan di Provinsi Sulawesi Selatan ........................................................27
Tabel 10 Jumlah dan Luas Irigasi Desa di Provinsi Sulawesi Selatan ...........................28
Tabel 11 Jumlah Sarana Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan ....................................31
Tabel 12 Proyeksi Pendapatan dan PAD Provinsi Sul Sel ............................................56
Tabel 13 Proyeksi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan 2008-2013... 61
Tabel 14 Proyeksi Pertumbuhan penduduk Sulawesi Selatan 2008-2013..62
iv
DAFTAR GAMBAR / MATRIKS
Gambar 1 Alur Penyusunan RPJMD..............................................................................................5
Gambar 2 Keterkaitan Antar Agenda Pembangunan ..................................................................64
Lampiran 1 : Matriks Program Lima Tahunan RPJMD
Lampiran 2 : Matriks Program Tahunan RPJMD
Agenda 1 : Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Kesehatan Masyarakat
Agenda 2 : Peningkatan dan Pemerataan Kesejahteraan
Agenda 3 : Perwujudan Keunggulan Lokal untuk memicu laju pertumbuhan perekonomian
Agenda 4 : Mewujudkan Sulsel sebagai Entitas Sosial Ekonomi yang berkeadilan
Agenda 5 : Penciptaan Lingkungan Kondusif bagi Kehidupan Inovatif
Agenda 6 : Penguatan Kelembagaan Masyarakat
Agenda 7 : Penguatan Kelembagaan Pemerintah
SIKKI S I K K I B A P
E D A F ! J a n g a n M e n y i m p a n D a t a D i D r i v e C :
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 1
LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
TENTANG : RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
TAHUN 2008-2013
NOMOR : 12 TAHUN 2008
TANGGAL : 22 SEPTEMBER 2008
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, mengatur bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Selatan disusun dengan berpedoman kepada
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Sulawesi Selatan
tahun 2008-2028 dan memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009. Dokumen RPJMD wajib dibuat oleh provinsi
yang telah melakukan pemilihan Kepala Daerah secara langsung dalam rangka tetap
menjaga kesinambungan pembangunan daerah. RPJMD periode 2008-2013 disusun
berdasarkan penjabaran Visi, Misi dan Kebijakan Program Gubernur dan Wakil
Gubernur terpilih.
RPJMD bukan hanya merupakan penjabaran ke dalam program-program
pembangunan sektor yang akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan
saja, tetapi juga merupakan program pembangunan wilayah yang akan dilaksanakan
oleh semua pihak yang terlibat dalam proses pembangunan di wilayah Sulawesi
Selatan. Artinya, RPJMD ini merupakan perwujudan komitmen pemerintah, swasta,
dan masyarakat di Sulawesi Selatan dalam upaya pembangunan yang akan
dilaksanakan secara bersama dalam kurun waktu lima tahun ke depan.
RPJMD ini tidak saja menjadi acuan utama penyusunan Rencana Strategis
(Renstra) bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi Sulawesi
Selatan, tetapi juga dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
dan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) yang merupakan dasar penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sulawesi Selatan, serta
menjadi acuan dalam penyusunan RPJM Daerah Kabupaten/Kota agar
pembangunan setiap daerah dapat saling-terkait dan saling-menunjang dalam upaya
pencapaian tujuan dan sasaran masing-masing dalam kerangka pencapaian Visi dan
pelaksanaan Misi Provinsi dan Nasional.
RPJMD mencakup strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, program
dan kegiatan prioritas yang bersifat indikatif yang berfokus pada: Pertama, aspirasi
dan kepentingan segenap masyarakat Sulawesi Selatan; Kedua, pengidentifikasian
dan penanganan isu-isu strategis dengan sasaran yang dinamis (moving target);
Ketiga, mengikuti perkembangan zaman; dan Keempat, berorientasi pada tindakan
adaptif.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 2
B. Maksud dan Tujuan
Penyusunan RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2013 bertujuan
untuk merumuskan kebijakan dan program pembangunan dengan mengakomodir
berbagai kepentingan dan aspirasi segenap lapisan masyarakat, sehingga lebih
memantapkan pencapaian Visi Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, yakni
menjadikan "Sulawesi Selatan sebagai Provinsi Sepuluh Terbaik dalam Pemenuhan
Hak Dasar."
Penyusunan RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan dimaksudkan :
(1) Menyediakan kebijakan dan program pembangunan dalam skala prioritas yang
lebih tajam agar menjadi indikator perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan
pengawasan pembangunan;
(2) Tersedianya rumusan program pembangunan yang akan dilaksanakan di
Sulawesi Selatan;
(3) Pedoman bagi SKPD dalam penyusunan Renstra SKPD;
(4) Mewujudkan komitmen bersama antara eksekutif, legislatif, swasta dan
masyarakat terhadap program-program pembangunan daerah yang akan
dibiayai melalui APBD Provinsi;
(5) Menjadi bahan dalam penyusunan RKPD
C. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 47 Prp. Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah
Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara
Tengah (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 151,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2102), Jo Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah
Tingkat I Sulawesi Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dengan
mengubah Undang-Undang Nomor 47 Prp. Tahun 1960 tentang Pembentukan
Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi
Utara Tengah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1964 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2687);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4310);
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 3
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4438);
9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
10. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan
Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988
Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4593);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 4
Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4815);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817);
17. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang
Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-
Undangan;
18. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008
Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 235);
19. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 6 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
(Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 6, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 239);
20. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 7 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
2008 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor
240);
21. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 8, Tambahan Lembaran
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 241);
22. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah, Lembaga Teknis Daerah, dan Lembaga Lain Provinsi Sulawesi Selatan
(Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 9, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 242);
23. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2008-2028 (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008,
Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 243)
D. Hubungan RPJM Daerah dengan Dokumen Perencanaan Lainnya
Rencana Pembangunan Jangka Manengah Daerah (RPJMD) Sulawesi
Selatan adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah yang mengacu pada
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan
Jangka Manengah Nasional (RPJMN), Visi dan Misi Gubernur terpilih yang
disesuaikan dengan potensi, kondisi, dan aspirasi masyarakat.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 5
RPJMD Sulawesi Selatan merupakan dokumen induk yang memuat arah
kebijakan pembangunan daerah selama 5 (lima) Tahun dan menjadi acuan dalam
penyusunan Rencana Strategis (RENSTRA) bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) yang disusun berdasarkan tahapan yang melibatkan berbagai stakeholders
termasuk pemerintah Kabupaten dan Kota.
RPJMD Sulawesi Selatan ini kemudian dijabarkan di dalam rencana
pembangunan tahunan dalam bentuk dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) dimnan dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) ini menjadi
dasar penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA), Rencana Kerja (Renja) serta
prioritas dan plafon anggaran (PPA) setiap tahunnya. Dengan demikian diharapkan
sasaran dan tujuan pembangunan di dalam RPJMD ini dapat dicapai secara bertahap
setiap tahunnya, sehingga diharapkan proses pembangunan terwujud dalam suatu
sistem yang terencana dan berkelanjutan. Untuk lebih jelasnya penyusunan RPJMD
dapat dilihat pada bagan alur dibawah ini.
Gambar 1
Bagan Alur Penyusunan RPJMD
6
Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah
KDH Dilantik 3 bulan 2 bulan
B
a
p
p
e
d
a
S
K
P
D
M
a
s
y
a
r
a
k
a
t
K
D
H
Visi, Misi,
Program
Calon
Kepala Daerah
RPJM
Pem.
Atasnya
Pembhs.
Raperda
Renstra
SKPD
Aspirasi
Masyarakat
yg Teramati
PILKADA
Perencanaan
Teknokratik
Raker
Daerah
Analisis Keuangan
dan Kondisi Umum
Daerah
RKP
Daerah
RPJP
Daerah
Visi, Misi, Program
KDH Terpilih
Pemangku
Kepentingan
Pembangunan
Muatan RPJMD :
arah kebijakan keuangan daerah
Strategi pembangunan daerah
kebijakan umum
Program SKPD/lintas SKPD/
kewilayahan
Rencana kerja :
a. kerangka regulasi
b. kerangka pendanaan yang
bersifat indikatif
Ditetapkan
dengan
Perda
RPJM
Daerah
Musrenbang
Jangka
Menengah
Rancangan
Renstra
SKPD
Rancangan
Awal RPJM
Daerah
Rancangan
RPJM Daerah
Rancangan
Akhir RPJM
Daerah
P
r
o
v
/
N
a
s
i
o
n
a
l
diperhatikan
E. Pendekatan dan Sistimatika
Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Manengah Daerah (RPJMD)
Provinsi Sulawesi Selatan pada dasarnya merupakan kewajiban Gubernur terpilih
berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 Tentang
Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengedalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
RPJMN
dan
RPJPN
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 6
Pembangunan Daerah. Rencana Pembangunan Jangka Manengah Daerah (RPJMD)
Provinsi Sulawesi Selatan merupakan penjabaran dari Visi dan Misi Gubernur
terpilih yang dituangkan ke dalam Agenda, kebijakan dan program pembangunan
yang akan di laksanakan dalam kurun waktu 5(lima) tahun ke depan.
Untuk menjaga kesinambungan pembangunan, maka rumusan visi dan misi
serta berbagai kebijakan strategis lainnya yang ditetapkan, dikaji lebih jauh tingkat
relevansinya dengan aspirasi masyarakat serta kondisi daerah Sulawesi Selatan pada
saat ini. Demikian pula halnya dengan berbagai arahan kebijakan yang ditetapkan
pada RPJPD Provinsi Sulawesi Selatan. Hasil kajian itu bermuara pada perumusan
kembali visi dan misi serta strategi dasar pembangunan Sulawesi Selatan dalam
kurun waktu 2008-2013.
Pendekatan yang diuraikan di atas pada dasarnya merupakan wujud dari
pendekatan teknokratik yang kemudian disempurnakan dengan menyerap aspirasi
masyarakat melalui pendekatan partisipatif yang dihimpun pada saat Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) secara bertahap pada beberapa kabupaten
dan di tingkat provinsi.
RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan, dimana hasil dari pendekatan yang
disebutkan di atas telah melalui pembahasan secara mendalam di DPRD Sulawesi
Selatan. Sistematika disusun sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan
Bab II : Gambaran Umum Kondisi Daerah
Bab III : Isu-Isu Strategis
Bab IV : Visi, Misi, Nilai Dasar dan Strategi
Bab V : Arah Kebijakan Keuangan Daerah
Bab VI : Kebijakan Umum Pembangunan Daerah
Bab VII : Program Pembangunan Daerah
Bab VIII : Penutup
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 7
BAB II
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
Identifikasi kondisi dan karakteristik wilayah Provinsi Sulawesi Selatan
meliputi, kondisi umum wilayah, karakteristik fisik dan sumberdaya alam, sosial
kependudukan, perekonomian, prasarana dan sarana kota serta sistem transportasi.
Tinjauan terhadap kondisi wilayah provinsi ini menjadi dasar kajian dalam
melahirkan arah kebijakan dan strategi pembangunan daerah ke depan.
A. KONDISI GEOMORFOLOGIS
1. Letak Geografis
Secara geografis wilayah darat Provinsi Sulawesi Selatan dilalui oleh garis
khatulistiwa yang terletak antara 0
0
12~8
0
Lintang Selatan dan 116
0
48~122 36
Bujur Timur, yang berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat di sebelah utara dan
Teluk Bone serta Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah timur, serta berbatasan
dengan Selat Makassar di sebelah barat dan Laut Flores di sebelah timur. Luas
wilayah Provinsi Sulawesi Selatan khususnya wilayah daratan mempunyai luas
kurang lebih 45.519,24 km2, dimana sebagian besar wilayah daratnya berada pada
jazirah barat daya Pulau Sulawesi serta sebagian lainnya berada pada jazirah
tenggara Pulau Sulawesi.
2. Topografi
Wilayah Sulawesi Selatan membentang mulai dari dataran rendah hingga
dataran tinggi. Kondisi Kemiringan tanah 0 sampai 3 persen merupakan tanah yang
relatif datar, 3 sampai 8 persen merupakan tanah relatif bergelombang, 8 sampai 45
persen merupakan tanah yang kemiringannya agar curam, lebih dari 45 persen
tanahnya curam dan bergunung. Wilayah daratan terluas berada pada 100 hingga
400 meter DPL, dan sebahagian merupakan dataran yang berada pada 400 hingga
1000 meter DPL. Terdapat sekitar 65 sungai yang mengalir di provinsi ini, dengan
jumlah sungai terbesar ada di bagian utara wilayah provinsi ini. Lima danau besar
menjadi rona spesifik wilayah ini, yang tiga di antaranya yaitu Danau Matana,
Danau Towuti dan Danau Mahalona di Kabupaten Luwu Timur, serta dua danau
lainnya yaitu Danau Tempe dan Danau Sidenreng yang berada di Kabupaten Wajo.
3. Geologi
Struktur geologi batuan di Provinsi Sulawesi Selatan memiliki karakteristik
geologi yang dicirikan oleh adanya berbagai jenis satuan batuan yang bervariasi.
Struktur dan formasi geologi wilayah Provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari volkan
tersier, Sebaran formasi volkan tersier ini relatif luas mulai dari Cenrana sampai
perbatasan Mamuju, daerah Pegunungan Salapati (Quarles) sampai Pegunungan
Molegraf, Pegunungan Perombengan sampai Palopo, dari Makale sampai utara
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 8
Enrekang, di sekitar Sungai Mamasa, Sinjai sampai Tanjung Pattiro, di deretan
pegunungan sebelah barat dan timur Ujung Lamuru sampai Bukit Matinggi. Batuan
volkan kwarter, Formasi batuan ini ditemukan di sekitar Limbong (Luwu Utara),
sekitar Gunung Karua (Tana Toraja) dan di Gunung Lompobatang (Gowa).
Kapur kerang terdapat di sebelah barat memanjang antara Enrekang sampai
Rantepao, utara Parepare, di Pegunungan Bone Utara sebelah barat Watampone,
bagian barat Pulau Selayar, dan di Tanjung Bira (Bulukumba).
Alluvium kwarter, dijumpai di dataran sepanjang lembah sungai antara
Sungai Saddang dan Danau Tempe, Sungai Cenrana di dataran antara Takalar
Sumpang Binangae (Barru), di selatan Parepare, di dataran Palopo Malili, di
selatan Palopo sampai Umpu, di sekitar Sinjai serta di Rantepao (Tana Toraja) dan
Camba (Maros).
Sekis hablur, formasi ini ditemukan di beberapa tempat seperti di bagian
barat Sabbang (Luwu Utara), Pegunungan Latimojong, di sebelah tenggara Barru
dan di Bukit Tanjung Kerambu di Kabupaten Pangkep. Batuan sedimen
mesozoikum, Formasi ini ditemukan di daerah Tana Toraja (Pegunungan. Kambung
dan di sebelah barat Masamba) batuan terdiri dari serpih, napal, batu tulis, batu
pasir, konglomerat yang umumnya berwarna merah, ungu, biru, dan hijau.
Batuan plutonik basa, dijumpai di bagian timur Malili dan tersebar sebagai
intrusi antara lain di bagian utara Palopo, di Gunung Maliowo dan Gunung
Karambon. Batuan plutonik masam, ditemukan di sekitar Sungai Mamasa,
sedangkan granodiorit dijumpai di barat laut Sasak. Di antara Masamba dan Leboni.
Batuan sediment paleogen, Tersebar di bagian utara Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu
di bagian timur Pangkajene sampai di timur Maros, memanjang di bagian timur
lembah Walane dan di tenggara Sungai Sumpatu. Batuan sedimen neogen,
penyebarannya di sekitar Lodong, sebelah timur Masamba memanjang dari utara
Enrekang sampai Pompanua, dari Sengkang ke tenggara sampai Rarek dan ke
selatan sampai Sinjai, di Pulau Selayar bagian timur dan di selatan Sinjai sampai
Kajang.
4. Hidrologi
Pada wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, terdapat sekitar 65 sungai mengaliri
berbagai kabupaten khususnya yang berada di dataran tinggi. Di wilayah Luwu
terdapat 25 aliran sungai. Kabupaten Tana Toraja, Enrekang, dan Pinrang dialiri
oleh sungai terpanjang yakni sungai Saddang (150 km). DAS Jeneberang meliputi
wilayah 8 (delapan) kabupaten di bagian selatan Sulawesi Selatan, termasuk kota
Makassar, mencakup wilayah seluas 825,607 Ha dan kawasan hutan seluas 204,427
Ha. Sungai Walanae mengalir di kawasan Bone dan Wajo, sementara di Gowa dan
Makassar mengalir sungai Jeneberang. Danau Tempe dan Sidenreng terdapat di
Kabupaten Wajo dan sekitarnya, sementara di wilayah Luwu terdapat danau Matana
dan Towuti. Pada wilayah bagian tengah wilayah Sulawesi Selatan, Formasi
Walanae merupakan suatu formasi lapisan batuan pembawa air yang bersifat
tertekan dengan debit kecil sampai sedang. Air tanah bebas dijumpai pada endapan
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 9
alluvial dan endapan pantai, endapan formasi walanae serta pada lembah-lembah
yang ditempati oleh endapan batuan formasi Camba.
5. Klimatologi
Provinsi Sulawesi Selatan terdapat dua musim, yaitu musim hujan dan musim
kemarau, dimana musim hujan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain.
November sampai Maret angin bertiup sangat banyak mengandung uap air yang
berasal dari Benua Asia dan Samudera Pasifik sehingga pada bulan-bulan tersebut
sering terjadi musim hujan.
Berdasarkan klasifikasi tipe iklim menurut Oldeman, Provinsi Sulawesi
Selatan memiliki 5 jenis iklim, yaitu Tipe iklim A termasuk kategori iklim sangat
basah dimana curah hujan rata-rata 3500-4000 mm/tahun. Wilayah yang termasuk
ke dalam tipe ini adalah Kabupaten Enrekang, Luwu, Luwu Utara dan Luwu Timur.
Tipe Iklim B, termasuk iklim basah dimana Curah hujan rata-rata 3000
3500 mm/tahun. Wilayah tipe ini terbagi 2 tipe yaitu (B1) meliputi Kabupaten Tana
Toraja, Luwu Utara, Luwu Timur, Tipe B2 meliputi Gowa, Bulukumba, dan
Bantaeng.
Tipe iklim C termasuk iklim agak basah dimana Curah hujan rata-rata 2500
3000 mm/tahun. Tipe iklim C terbagi 3 yaitu Iklim tipe C1 meliputi Kabupaten
Wajo, Luwu, dan Tana Toraja. Iklim C2 meliputi Kabupaten Bulukumba, Bantaeng,
Barru, Pangkep, Enrekang, Maros dan Jeneponto. Sedangkan tipe iklim C3 terdiri
dari Makassar, Bulukumba, Jeneponto, Pangkep, Barru, Maros, Sinjai, Gowa,
Enrekang, Tana Toraja, Parepare, Selayar.
Tipe iklim D dengan Curah hujan rata-rata 2000 2500 mm/tahun. Tipe
iklim ini terbagi 3 yaitu Wilayah yang masuk ke dalam iklim D1 meliputi
Kabupaten Wajo, Bone, Soppeng, Luwu, Tana Toraja, dan Enrekang. Wilayah yang
termasuk ke dalam iklim D2 terdiri dari Kabupaten Wajo, Bone, Soppeng, Sinjai,
Luwu, Enrekang, dan Maros. Wilayah yang termasuk iklim D3 meliputi Kabupaten
Bulukumba, Gowa, Pangkep, Jeneponto, Takalar, Sinjai dan Kota Makassar
Tipe iklim E dengan Curah hujan rata-rata antara 1500 2000 mm/tahun
dimana tipe iklim ini disebut sebagai tipe iklim kering. Tipe iklim E1 terdapat di
Kabupaten Maros, Bone dan Enrekang. Tipe iklim E2 terdapat di Kabupaten Maros,
Bantaeng, dan Selayar.
6. Penggunaan lahan
Luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 45.751,91 km
2
,
penggunaan lahan dalam jumlah yang terbesar adalah hutan negara yang luasnya
mencapai 28,45% dari total wilayah atau mencapai 13.014,56 km2, kemudian lahan
sawah yang secara keseluruhan luasnya mencapai 5.983,89 km2 atau 13,08% dari
total luas lahan yang ada terdiri dari lahan sawah seluas 5.983,89 km2 dan lahan
bukan sawah seluas 39.768,91 km
2
. Penggunaan lahan lain yang cukup signifikan
adalah kebun/tegalan yang luasnya mencapai 12,10% dari luas wilayah keseluruhan
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 10
yaitu seluas 5.534,24 km2. Penggunaan lahan terendah adalah kolam/empang yang
hanya sebesar 145,79 km2 (0,32%) dan rawa seluas 194,12 km2 (0,42%).
Tabel. 1 : Penggunaan Lahan di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2005
No. Kabupaten / Kota
Lahan
Sawah
Lahan Bukan
Sawah
Jumlah
1 Selayar 26,18 877,17 903,35
2 Bulukumba 240,56 914,11 1.154,67
3 Bantaeng 72,53 323,30 395,83
4 Jeneponto 168,98 580,81 749,79
5 Takalar 163,14 403,37 566,51
6 Gowa 343,68 1.539,65 1.883,33
7 Sinjai 138,36 681,60 819,96
8 Maros 257,21 1.361,94 1.619,15
9 Pangkep 161,67 950,62 1.112,29
10 Barru 134,16 1.040,55 1.174,71
11 Bone 983,46 3.575,54 4.559,00
12 Soppeng 250,75 1.249,25 1.500,00
13 Wajo 861,42 1.644,77 2.506,19
14 Sidrap 469,85 1.413,40 1.883,25
15 Pinrang 466,15 1.495,62 1.961,77
16 Enrekang 88,19 1.697,82 1.786,01
17 Luwu 362,51 2.637,74 3.000,25
18 Tana Toraja 271,26 2.934,51 3.205,77
19 Luwu Utara 247,82 7.254,76 7.502,58
20 Luwu Timur 206,51 6.738,37 6.944,88
21 Makassar 30,33 145,44 175,77
22 Parepare 9,33 90,00 99,33
23 Palopo 29,84 217,68 247,52
Jumlah 5.983,89 37.768,02 45.751,91
Sumber : BPS Sulsel, 2006 & BPS Kabupaten-Kabupaten di Sulsel
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 11
Penggunaan lahan sebagai hutan negara terluas terdapat di Kabupaten Luwu
Utara yang mencapai 3.732,79 km2 atau 28,68% dari total luas hutan negara yang
terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan. Selain Kabupaten Luwu Utara, daerah yang
memiliki hutan negara yang relatif luas adalah Kabupaten Luwu Timur 2.311,25
km2 atau 17,75% dari total luas hutan negara dan Kabupaten Bone yang memiliki
hutan seluas 1.489,71 km2 atau 11,45% dari total luas hutan negara di Provinsi
Sulawesi Selatan. Terdapat dua kabupaten/kota yang tidak memiliki hutan negara
yaitu Kota Makassar dan Kabupaten Takalar.
Penggunaan lahan sebagai sawah terbesar terdapat di Kabupaten Bone dan
Kabupaten Wajo. Luas lahan sawah di Kabupaten Bone mencapai 983,46 km2 atau
16,44% dari total luas sawah sedangkan luas lahan sawah di Kabupaten Wajo
mencapai 861,42 km2 atau 14,40% dari total luas sawah di Provinsi Sulawesi
Selatan. Dari keseluruhan luas sawah di kedua kabupaten tersebut, sebagian besar
berupa sawah tadah hujan yang luasnya mencapai 641,95 km2 di Kabupaten Bone
dan 657,80 km2 di Kabupaten Wajo. Penggunaan lahan sebagai sawah yang
menggunakan irigasi teknis terbesar terdapat di Kabupaten Pinrang dan Kabupaten
Sidenreng Rappang. Penggunaan lahan sawah irigasi mencapai 375,75 km2 di
Kabupaten Pinrang dan 298,90 km2 di Kabupaten Sidenreng Rappang. Penggunaan
lahan sawah terendah terdapat di Kota Parepare yang lahan sawahnya hanya
mencapai 9,33 km2. Selain Kota Parepare, daerah yang memiliki lahan sawah yang
relatif sedikit adalah Kabupaten Selayar, Kota Palopo, dan Kota Makassar. Luas
areal sawah di ketiga wilayah tersebut masing-masing 26,18 km2 di Kabupaten
Selayar, 29,84 km2 di Kota Palopo, dan 30,33 km2 di Kota Makassar.
7. Kependudukan dan Ketenagakerjaan
Berdasarkan data BPS Tahun 2006, jumlah penduduk Provinsi Sulawesi
Selatan pada tahun 2001 adalah sebesar 7.006.066 jiwa, kemudian berkembang
menjadi 7.629.138 pada tahun 2006 atau mengalami pertambahan sebesar 623.072
jiwa periode waktu 5 tahun terakhir (2001-2006), atau tumbuh rata-rata sebesar
1,74% pertahun.
Jumlah penduduk terbesar terdapat di Kota Makassar yang merupakan pusat
kegiatan di Provinsi Sulawesi Selatan dengan jumlah penduduk sebesar 1.223.530
jiwa, sedang yang paling rendah adalah di Kota Parepare sebesar 115.076 jiwa pada
tahun 2006. Kabupaten/Kota yang menjadi pusat-pusat kegiatan wilayah seperti
Parepare, Barru, Pangkajene, Palopo, Bulukumba, dan Bone (Watampone) memiliki
jumlah penduduk yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan Kota Makassar.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 12
Tabel 2 : Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2001-2006
No.
Kabupaten /
Kota
2001 2002 2003 2004 2005 2006
1 Selayar 104.079 104.205 109.415 111.458 111.220 116.415
2 Bulukumba 353.970 354.796 371.453 374.247 379.371 383.730
3 Bantaeng 160.072 160.840 164.841 167.284 169.102 170.548
4 Jeneponto 320.426 321.754 323.245 327.489 331.848 329.028
5 Takalar 232.178 232.681 240.578 244.582 248.162 250.480
6 Gowa 522.105 528.313 552.293 565.252 575.295 586.398
7 Sinjai 205.423 207.416 216.589 217.374 220.141 221.915
8 Maros 275.548 278.833 286.260 290.173 296.336 297.639
9 Pangkep 265.290 268.008 275.151 277.223 279.801 289.302
10 Barru 151.464 152.412 156.661 157.680 158.500 158.958
11 Bone 651.746 654.213 679.904 686.986 649.320 696.698
12 Soppeng 218.943 218.859 224.121 225.183 229.292 227.190
13 Wajo 357.742 358.677 362.683 363.508 364.290 373.989
14 Sidrap 238.926 239.795 246.259 247.723 246.993 246.880
15 Pinrang 312.124 313.801 331.592 334.090 335.554 340.188
16 Enrekang 168.337 169.812 175.962 178.658 182.174 183.861
17 Luwu 403.931 407.277 311.005 309.588 315.294 317.814
18 Tana Toraja 395.744 398.796 416.610 420.733 427.286 446.782
19 Luwu Utara 442.267 449.836 462.437 475.092 287.295 298.863
20 Luwu Timur - - - - 206.180 219.492
21 Makassar 1.116.834 1.127.785 1.145.406 1.164.380 1.193.451 1.223.530
22 Parepare 108.917 111.660 113.057 114.933 115.221 115.076
23 Palopo - - - 125.734 127.575 134.362
Jumlah 7.006.066 7.059.769 7.279.798 7.379.370 7.494.701 7.629.138
Sumber : Sulawesi Selatan Dalam Angka 2007
a. Kepadatan dan Distribusi Penduduk
Distribusi penduduk sebagian besar masih terkonsentrasi di bagian selatan
Provinsi Sulawesi Selatan. Mayoritas penduduk pada tahun 2005 terkonsentrasi di
Kota Makassar dengan proporsi penduduk sebesar 15,92%. Konsentrasi penduduk
yang relatif tinggi juga terdapat di Kabupaten Bone dengan proporsi penduduk
sebesar 9,26%. Distribusi penduduk yang terendah terdapat di Kabupaten Selayar
yang letaknya berada di luar Pulau Sulawesi dengan proporsi sebesar 1,48%.
Kepadatan penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2006 adalah
165 jiwa/km2. Angka kepadatan penduduk tersebut bervariasi pada setiap
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 13
kabupaten/kota. Kepadatan penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan masih belum
merata. Kota Makassar yang memiliki luas wilayah sebesar 175,77 km2 dihuni oleh
1.223.530 jiwa penduduk. Hal tersebut mengakibatkan kepadatan penduduk di Kota
Makassar berada jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kepadatan penduduk di
Provinsi Sulawesi Selatan. Kepadatan penduduk di Kota Makassar pada tahun 2006
mencapai 6.961 jiwa/km2. Sedangkan daerah yang memiliki kepadatan penduduk
sangat rendah adalah Kab.Luwu Timur yaitu 32 jiwa/km2. Angka tersebut berada
jauh di bawah kepadatan penduduk Provinsi Sulawesi Selatan secara keseluruhan.
Tabel 3: Kepadatan Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2006
No.
Kabupaten /
Kota
Jumlah
Penduduk
(Jiwa)
Luas
Wilayah
(Km2)
Kepadatan
Penduduk
(Jiwa/Km2)
Distribusi
Penduduk
(%)
1 Selayar - - - -
2 Bulukumba 379.371 1.154,67 332 5,05
3 Bantaeng 169.102 395,83 431 2,26
4 Jeneponto 331.848 749,79 439 4,43
5 Takalar 248.162 566,51 442 3,31
6 Gowa 575.295 1.883,33 311 7,68
7 Sinjai 220.141 819,96 271 2,94
8 Maros 296.336 1.619,15 184 3,95
9 Pangkep 279.801 1.112,29 260 3,73
10 Barru 158.500 1.174,71 135 2,11
11 Bone 694.320 4.559,00 153 9,26
12 Soppeng 229.292 1.500,00 151 3,06
13 Wajo 364290 2.506,19 149 4,86
14 Sidrap 246.993 1.883,25 131 3,30
15 Pinrang 335.554 1.961,77 173 4,48
16 Enrekang 182.174 1.786,01 103 2,43
17 Luwu 315.294 3.000,25 106 4,21
18 Tana Toraja 427.286 3.205,77 139 5,70
19 Luwu Utara 287.295 7.502,58 40 3,83
20 Luwu Timur 206.180 6.944,88 32 2,75
21 Makassar 1.193.451 175,77 6961 15,92
22 Parepare 115.221 99,33 1159 1,54
23 Palopo 127.575 247,52 543 1,70
Jumlah 7.494.701 45.751,91 170 100,00
Sumber : Hasil Perhitungan, 2006
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 14
b. Komposisi Penduduk
Uraian mengenai komposisi penduduk terdiri dari komposisi penduduk
menurut umur dan komposisi penduduk menurut jenis kelamin. Struktur umur
penduduk di suatu daerah akan dapat menentukan tingkat produktivitas penduduk di
daerah tersebut karena hal ini berkaitan dengan jumlah penduduk usia produktif di
suatu daerah. Penduduk usia produktif artinya penduduk yang masih memiliki
kemampuan untuk melakukan pekerjaannya dan tidak bergantung kepada orang
lain. Kelompok usia produktif meliputi usia 15-64 tahun.
Sebagian besar penduduk Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2005 berada
dalam kelompok umur 5 9 tahun yaitu sebesar 809.221 jiwa. Sedangkan kelompok
umur dengan jumlah terkecil adalah kelompok penduduk usia di atas 60 tahun yaitu
sebesar 612.094 jiwa. Lebih dari 50% penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan berada
di kelompok usia produktif.
Tabel 4: Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin
di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2005
Kelompok
Umur
Laki-Laki Perempuan Jumlah
Rasio Jenis
Kelamin
0 4 367.541 394.150 716.691 105,27
5 9 421.054 388.197 809.221 108,46
10 14 419.723 383.197 802.920 109,53
15 19 366.074 374.226 740.300 97,82
20 24 289.492 347.544 637.036 83,30
25 29 276.180 329.640 605.820 83,78
30 34 289.708 314.632 604.340 92,08
35 39 268.273 295.714 563.987 90,72
40 44 215.566 230.580 446.146 73,49
45 49 184.282 196.427 380.709 93,82
50 54 153.949 167.853 321.802 91,72
55 59 114.968 138.677 253.635 82,90
60 + 275.044 337.050 612.094 81,60
Jumlah 3.641.844 3.852.857 7.494.701 94,52
Sumber : Sulawesi Selatan Dalam Angka 2006
c. Sosial Budaya
Kekayaan dan keragaman budaya dalam tatanan Sulawesi Selatan sangat
bervariasi sebagai satu rumpun budaya yang terdiri dari Bugis, Makassar, dan
Toraja. Rumpun Makassar dominan berada pada Kabupaten di wilayah Selatan
Sulawesi Selatan. Rumpun Toraja tersebar di Kabupaten Tana Toraja dan Luwu.
Rumpun Bugis tersebar di wilayah utara Sulawesi Selatan. Gambaran ini
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 15
menunjukkan keragaman budaya yang tersebar pada wilayah yang beragam pula. Di
balik keragaman tersebut, terdapat pula keragaman sistem nilai dan norma serta
adat-istiadat yang spesifik. Variasi-variasi ini terkait pula dengan potensi kearifan
lokal yang bisa berkembang dalam tatanan sosial budaya. Selain itu, terkandung
pula potensi berkembangnya interaksi sosial dan komunikasi lintas budaya, yang
dapat mendorong dinamika perubahan secara lebih kreatif dalam menanggapi spirit
zaman.
Komunitas pedesaan terdiri dari nelayan, petambak, petani, dan pengrajin.
Komunitas ini merupakan suatu komunitas berskala kecil namun tetap memiliki
kearifan lokal. Komunitas petani adalah komunitas yang terbesar di seluruh wilayah
Sulawesi Selatan. Disamping itu berapa komunitas yang berbasis pada aktivitas
ekonomi sekunder, antara lain pengrajin besi di Massepe Sidrap dan pengrajin
perahu di Bira Bulukumba yang berkaitan dengan sumberdaya alam yang ada
disekitarnya. Komunitas petani misalnya, memahami kapan waktu yang tepat untuk
mulai menanam serta bagaimana menangani hama, demikian pula dengan
komunitas nelayan yang telah menyatu dengan pantai dan laut, sehingga mereka
dapat memprediksi lebih awal kondisi dan permasalahan yang akan terjadi baik di
pantai maupun di laut.
Pada era globalisasi, eksistensi keberadaan beberapa komunitas yang terkait
dengan sektor pertanian masih ada yang mengalami ketertinggalan akibat dari
ketidakmampuan bersaing dengan berbagai produk lainnya yang beredar dipasaran.
Disamping itu juga umumnya masih mengalami masalah persyaratan dalam
mengakses permodalan pada kelembagaan keuangan seperti Bank Rakyat yang
ditawarkan pemerintah melalui berbagai program perkreditan.
Disamping itu juga terdapat komunitas tradisional yang mampu bertahan di
antaranya adalah komunitas Ammatoa di Kajang Bulukumba, Karangpuang di
Sinjai, Tolotang di Sidrap, Aluk Todolo di Toraja, Pua Cerekang di Luwu.
Senyatanya, komunitas ini benar-benar merupakan suatu komunitas yang memiliki
karakteristik tersendiri. Komunitas ini masih tetap eksis walaupun secara sosial
dikelilingi oleh berbagai informasi dan iptek namun karakteristik tetap
dipertahankan.
d. Ketenagakerjaan
Data statistik tenaga kerja tahun 2007 menunjukkan bahwa jumlah angkatan
kerja sebanyak 3.276.857 orang dan yang bekerja 2.933.093 orang, sementara masih
terdapat penganggur murni 343.764 orang atau sebesar 10,49%, yang mengalami
penurunan sebesar 2% jika dibandingkan pada tahun 2006 sebesar 370.309 orang
atau sebesar 12,32%.
Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan yang bekerja pada sektor pertanian
mencapai 54,20% (1.503.385 jiwa) dari jumlah penduduk yang berumur di atas 10
tahun. Tingginya jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian menunjukkan
bahwa tingkat ketergantungan penduduk terhadap sektor pertanian masih sangat
tinggi. Sebagian besar daerah di Provinsi Sulawesi Selatan penduduknya bekerja
pada sektor pertanian. Hanya penduduk Kota Makassar dan Kota Parepare yang
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 16
sebagian besar penduduknya bekerja di sektor non pertanian yaitu sektor
perdagangan, hotel dan restoran, masing-masing sebesar 161.583 jiwa dan 12.171
jiwa.
B. PEREKONOMIAN WILAYAH
Pada sektor perekonomian wilayah, lembaga-lembaga yang mengkhususkan
diri di bidang ini menunjukkan kecenderungan bertumbuh dengan laju yang cukup
tinggi, walaupun dari sisi identitas umumnya mirip satu dengan lainnya.
Kebanyakan lembaga dimaksud menyandang identitas sebagai lembaga ekonomi
modern yang memposisikan keuntungan sebagai orientasi utama dengan
seperangkat aturan dan nilai yang cenderung serupa pula. Keberadaan lembaga ini
bukannya menambah kualitas keragaman tetapi justru sebaliknya, karena
memarginalkan lembaga tradisional. Kehadiran lembaga ekonomi modern dalam
bentuk Bank dan Koperasi telah menggeser lembaga tradisional. Demikian pula
kehadiran lembaga pasar modern cenderung meminggirkan eksistensi pasar
tradisional. Kehadiran pasar modern yang mestinya menambah keragaman, justru
melemahkan entitas yang sudah ada. Kehadiran perusahaan besar sebagai lembaga
ekonomi yang lebih terkonsentrasi pada bidang otomotif dan konstruksi, kurang
mendorong produksi manufaktur dan agroindustri, juga menjadi fenomena di balik
rendahnya keragaman dalam kelembagaan ekonomi. Lembaga ekonomi dalam
perdagangan komoditas utama seperti Kakao, Beras dan Rumput Laut, belum
bergeser dari sekedar pedagang pengumpul kearah pencipta nilai tambah melalui
industri pengolahan.
1. Struktur Ekonomi
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu pencerminan
kemajuan ekonomi suatu daerah. Sementara itu, potensi ekonomi pada suatu
wilayah dapat diukur dari kontribusi masing-masing sektor terhadap nilai PDRB
(Produk Domestik Regional Bruto). Variabel yang digunakan dalam PDRB terdiri
dari 9 (sembilan) sektor lapangan usaha, yaitu sektor pertanian, pertambangan dan
galian, industri dan pengolahan, listrik, gas dan air minum, bangunan, perdagangan,
pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta
sektor jasa.
PDRB Sulawesi Selatan atas dasar harga berlaku pada tahun 2007 sekitar
69.271.925 Milyar Rupiah, dengan kontribusi terbesar diberikan oleh sektor
pertanian sebesar 30,17% dan disusul oleh sektor perdagangan, restoran dan hotel
yaitu sebesar 15,86%. Sedangkan PDRB Sulawesi Selatan atas dasar harga konstan
2000 pada tahun 2007 sebesar 41.332.426 milyar rupiah. Secara umum
pertumbuhan tersebut di atas rata-rata pertumbuhan PDRB Nasional.
Karakteristik penting yang melekat dalam proses pertumbuhan ekonomi yaitu
tingkat perubahan struktural dan pergeseran sektoral. Komponen utama dari
perubahan struktural ini meliputi pergeseran secara bertahap kegiatan-kegiatan dari
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 17
bidang pertanian ke non pertanian. Struktur perekonomian Provinsi Sulawesi
Selatan dari tahun 2000 2007 tidak mengalami banyak perubahan.
Tabel 5 : Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha
Tahun 2003-2007 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta)
Tahun
No. Lapangan Usaha
2003 2004 2005 2006 2007
1 Pertanian 10.816.736 10.646.081 11.337.555 11.802.563 12.181.818
2 Pertambangan &
Penggalian
3.190.333 3.482.033 3.649.470 3.891.338 4.157.151
3 Industri Pengolahan
(tanpa migas)
4.486.097 4.764.787 5.112.433 5.481.512 5.741.389
4 Listrik & Air Bersih 324.826 321.423 342.429 368.274 400.881
5 Bangunan 1.443.797 1.603.011 1.712.295 1.787.872 1.942.088
6 Perdagangan, Hotel
dan Restoran
4.753.954 5.065.354 5.386.350 5.770.903 6.322.425
7 Pengangkutan 2.294.053 2.558.627 2.757.776 2.945.640 3.244.612
a. Angkutan 1854.681 2.074.119 2.215.224 2.367.076 2.596.386
b. Komunikasi 439.372 484.508 542.552 578.564 648.226
8 Keuangan,Persewaan
& Jasa Perusahaan
1.591.671 2.063.661 2.152.675 2.340.471 2.610.477
9 Jasa-jasa 3.723.914 3.840.104 3.970.805 4.479.101 4.731.580
a. Pemerintahan
Umum
3.461.933 3.563.912 3.676.176 4.164.572 4.390.144
b. Swasta 261.881 276.192 294.629 314.528 341.436
Total Sektor 32.627.380 34.345.081 36.421.787 38.867.679 41.332.426
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Selatan, 2007
2. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat diartikan sebagai kemampuan
daerah dalam menyediakan berbagai sumberdaya ekonomi dalam jangka panjang
yang terus meningkat dalam memenuhi kebutuhan penduduknya. Tingkat
pertumbuhan ekonomi ini ditentukan oleh pertambahan nilai yang diperoleh dari
produksi barang dan jasa. Berdasarkan tingkat pertumbuhan yang dicapai dari tahun
ke tahun maka secara kasar dapat dinilai prestasi dan kesuksesan suatu daerah jika
mempunyai kemampuan untuk meningkatkan nilai tambah terhadap produksi
barang dan jasa yang sifatnya jangka panjang.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 18
Pertumbuhan PDRB merupakan salah satu indikator penting untuk
mengetahui perkembangan ekonomi suatu wilayah dalam suatu periode tertentu.
Rata-rata Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan selama kurun waktu
tahun 2003-2006 sekitar 5.86%.
Tabel 6: Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2003 2006 (%)
Tahun
No. Lapangan Usaha
2003 2004 2005 2006
1 Pertanian 0,60 -1,60 6,50 4,10
2 Pertambangan & Penggalian 11,08 9,14 4,81 6,63
3 Industri Pengolahan (tanpa migas) 7,75 6,21 7,30 7,22
4 Listrik dan Air Bersih 5,38 -1,05 6,54 7,55
5 Bangunan 6,26 11,03 6,82 4,41
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 6,96 6,55 6,34 7,14
7 Pengangkutan 10,87 11,53 7,78 6,81
a. Angkutan 12,17 11,83 6,80 6,85
b. Komunikasi 6,92 10,27 11,98 6,64
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan
21,97 29,65 4,31 8,72
9 Jasa-jasa 1,38 3,12 3,40 12,80
a. Pemerintahan Umum 1,02 2,95 3,15 13,29
b. Swasta 6,26 5,42 6,68 6,75
Total Sektor 5,42 5,26 6,05 6,72
Sumber : Indikator sosial ekonomi, BPS 2006
3. Keuangan
a. Keuangan Daerah
Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu aspek penggunaan sumber
daya ekonomi yang secara langsung dikuasai dan dimiliki oleh pemerintah dan
secara tidak langsung berasal dari masyarakat melalui pembayaran pajak. Realisasi
Pengeluaran pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tahun anggaran 2007 sebesar
Rp.1.834.2 Milyar yang terdiri dari belanja tidak langsung Rp 1.047 Milyar dan
belanja langsung Rp 787.3 Milyar. Posisi Keuangan sebagaimana dalam Tabel
Ringkasan Realisasi APBD 2007 dan RAPBD 2008 serta Tabel Neraca Daerah
tahun anggaran 2006 dan 2007 digambarkan sebagai berikut:
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 19
Tabel 7: Ringkasan Penjabaran APBD Tahun 2007 dan 2008
Nomor Uraian Realisasi 2007
Anggaran
2008
Bertambah/
Berkurang
1 2 3 4 5
4 PENDAPATAN DAERAH
4.1 Pendapatan Asli Daerah 992,252.45 1,094,861.81 102,609.36
4.1.1 Pajak daerah 850,491.37 960,441.09 109,949.72
4.1.2 Retribusi daerah 56,489.99 60,578.24 4,088.25
4.1.3
Hasil pengelolaan kekayaan
daerah 46,243.08 48,021.19 1,778.11
4.1.4
Lain-lain pendapatan asli
yang sah 39,028.01 25,821.29 (13,206.72)
4.2 Dana perimbangan 810,026.11 908,790.03 98,763.92
4.2.1
Dana bagi hasil pajak /
bukan pajak 210,518.11 216,943.50 6,425.40
4.2.2 Dana alokasi umum 599,508.00 656,709.52 57,201.52
4.2.3 Ana alokasi khusus - 35,137.00 35,137.00
4.3
Lain-lain pendapatan
daerah yang sah 7,220.32 -
Jumlah Pendapatan 1,809,498.88 2,003,651.84
5 BELANJA DAERAH
5.1 Belanja Tidak Langsung 1,046,948.70 1,243,499.17 196,550.47
5.2 Belanja Langsung 787,341.70 849,139.61 61,797.92
Jumlah Belanja 1,834,290.40 2,092,638.78
Surplus / (Defisit) (24,791.52) (88,986.94) (64,195.42)
6 PEMBIAYAAN DAERAH
6.1 Penerimaan pembiayaan 266,251.11 90,186.94 (176,064.17)
Jumlah pengeluaran
pembiayaan 33,225.83 1,200.00 (32,025.83)
Pembiayaan neto 233,025.28 88,986.94 (322,012.22)
6.3
Sisa anggaran tahun
berkenaan (SILPA) 208,233.76 -
Sumber : Sisa Hasil Perhitungan APBD 2007 dan RAPBD 2008
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 20
Sumber : Perhitungan APBD 2007
Tabel 8 Neraca Daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan
31 Desember 2006 Dan 31 Desember 2007
JUMLAH JUMLAH KENAIKAN
URAIAN
2006 2007 (PENURUNAN)
AKTIVA
Rp. 238,167.63 Rp. 296,013.12 Rp. 57,845.49 AKTIVA LANCAR
INVESTASI JANGKA
PANJANG Rp. 184,232.99 Rp. 216,733.00 Rp. 32,500.01
AKTIVA TETAP
Tanah Rp. 4,234,304.39 Rp. 4,257,816.35 Rp. 23,511.96
Jalan, Jembatan Rp. 3,522,913.72 Rp. 3,638,225.98 Rp. 115,312.26
Bangunan Air Rp. 19,917.64 Rp. 42,692.65 Rp. 22,775.01
Instalasi Rp. 31,219.21 Rp. 32,693.58 Rp. 1,474.37
Jaringan Rp. 26,173.34 Rp. 27,131.32 Rp. 957.98
Gedung, Bangunan Rp. 459,328.58 Rp. 607,408.00 Rp. 148,079.42
Monomen dan tuguh Rp. 2,199.80 Rp. 5,890.38 Rp. 3,690.58
Alat Berat Rp. 8,148.03 Rp. 15,405.36 Rp. 7,257.34
Angkutan / Kendaraan Rp. 92,341.32 Rp. 114,169.46 Rp. 21,828.14
Alat Bengkel Rp. 1,164.37 Rp. 1,874.30 Rp. 709.93
Alat Ukur Rp. 3,946.26 Rp. 4,312.41 Rp. 366.15
Alat Pertanian Rp. 3,975.55 Rp. 9,092.08 Rp. 5,116.53
Alat Kantor & Rumah Tangga Rp. 135,492.12 Rp. 164,670.23 Rp. 29,178.11
Alat Studio & Alat Komunikasi Rp. 7,350.35 Rp. 11,258.67 Rp. 3,908.32
Alat Kedokteran Rp. 36,177.36 Rp. 47,727.28 Rp. 11,549.92
Alat Laboratorium Rp. 30,993.77 Rp. 36,251.96 Rp. 5,258.19
Buku/Perpustakaan Rp. 6,440.03 Rp. Rp. (6,440.03)
Barang Bercorak Seni & Budaya Rp. 1,007.78 Rp. 1,208.38 Rp. 200.60
Hewan Ternak dan Tanaman Rp. 3,435.69 Rp. 5,594.68 Rp. 2,158.99
Peralatan Keamanan Rp. 229.61 Rp. 339.74 Rp. 110.13
Jumlah Aktiva Tetap Rp. 8,710,838.20 Rp. 9,026,820.45 Rp. 315,982.25
AKTIVA TETAP LAINNYA Rp. 60,000.00 Rp. - Rp. (60,000.00)
DANA CADANGAN Rp. 60,000.00 Rp. - Rp. (60,000.00)
AKTIVA LAIN-LAIN Rp. - Rp. 374.19 Rp. (374.19)
TOTAL AKTIVA Rp. 9,193,238.82 Rp. 9,539,940.75 Rp. 465,953.55
UTANG
UTANG JANGKA PENDEK Rp. 53,248.64 Rp. 3,810.31 Rp. (49,438.33)
UTANG JANGKA PANJANG Rp. 3,550.10 Rp. 2,098.87 Rp. (1,451.23)
EKUITAS DANA Rp. 9,136,440.10 Rp. 9,539,571.42 Rp. 403,131.32
TOTAL UTANG DAN
EKUITAS
Rp. 9,193,238.84 Rp. 9,545,480.59 Rp. 352,241.75
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 21
b. Perbankan
Jasa perbankan dari tahun ketahun menunjukan kecenderungan yang
meningkat seiring dengan semakin meningkatnya kegiatan perekonomian
masyarakat yang membutuhkan jasa perbankan. Berdasar data yang ada jumlah
bank yang ada di Sulawesi Selatan tahun 2006 tercatat sebanyak 62 bank dengan
552 unit kantor yang tersebar di berbagai daerah Sulawesi Selatan. Jumlah dana
masyarakat yang tersedia pada bank-bank di Sulawesi Selatan tahun 2007 sebesar
Rp 25,20 trilyun yang terdiri dari deposito sebesar Rp. 7,30 trilyun, Giro sebesar
Rp 5,06 trilyun dan dalam bentuk tabungan sebesar Rp 12,84 trilyun.
4. Pendapatan Masyarakat
Tingkat pertumbuhan PDRB per kapita dapat dipakai sebagai salah satu
indikator untuk mengukur tingkat pendapatan masyarakat. Dimana PDRB per kapita
atas dasar harga berlaku menggambarkan besarnya nilai tambah bruto per penduduk.
Sedangkan PDRB per kapita atas dasar harga konstan dapat digunakan untuk
menggambarkan pertumbuhan nyata pendapatan perkapita. Angka Perkapita Bruto
(atas dasar harga konstan tahun 2000) penduduk Sulawesi Selatan pada tahun 2002
sebesar 3.782.288 rupiah meningkat menjadi 4.354.326 rupiah pada tahun 2006.
5. Produksi Sektor-sektor Unggulan
Sektor pertanian, pertambangan, industri, dan pariwisata merupakan sektor
unggulan yang menjadi penggerak roda perekonomian dalam pengembangan
wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Untuk mendapatkan gambaran sektor-sektor
perekonomian tersebut, akan dilakukan kajian terhadap potensi masing-masing sub
sektor yang digambarkan secara spasial ke dalam bentuk peta penyebaran lokasi
untuk analisis pemusatannya.
a. Sektor Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
Tanaman padi terutama padi sawah merupakan salah satu komoditas andalan
Provinsi Sulawesi Selatan. Produksi tanaman padi sawah di Provinsi Sulawesi
Selatan pada tahun 2005 mencapai sekitar 3.375.210 ton dari areal seluas 725.7663
Ha dengan tingkat produktivitas sebesar 4,65 ton/Ha. Kabupaten penghasil padi
sawah terutama adalah Kabupaten Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang dan Luwu
yang dikenal dengan sebutan Kawasan Bosowasipilu. Hal ini ditunjukkan dengan
besarnya nilai LQ yang lebih besar dari 1, yang berarti disamping memenuhi
kebutuhan wilayah itu sendiri, produksi padi juga dapat memenuhi kebutuhan
wilayah provinsi.
Produksi jagung di Provinsi Sulawesi Selatan memiliki tingkat produktivitas
sebesar 3,42 ton/ha. Sentra tanaman jagung terdapat di Kabupaten Bantaeng,
Jeneponto, Gowa, Enrekang dan Bulukumba. Selanjutnya, Tanaman ubi memiliki
produktivitas cukup tinggi bila dibandingkan dengan jenis tanaman pangan lainnya.
Jenis tanaman ubi yang ditanam yaitu ubi jalar dan ubi kayu. Produksi tanaman ubi
jalar mencapai produktivitas sekitar 13,38 ton/Ha, sedangkan produktivitas tanaman
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 22
ubi kayu sekitar 16,85 ton/Ha. Tanaman ubi jalar terutama terdapat di Kabupaten
Tana Toraja, Bulukumba, Selayar, Gowa dan Luwu Utara. Sedangkan tanaman ubi
kayu terdapat di Kabupaten Selayar, Gowa, Jeneponto, Takalar dan di sekitar
Makassar.
Tingkat produktivitas tanaman kacang-kacangan baik kacang tanah, kedelai
maupun kacang hijau berkisar sekitar 1 ton/ha. Luas lahan areal perkebunan kacang-
kacangan saat ini masih relatif kecil. Kabupaten penghasil kacang kedelai terutama
adalah Kabupaten Jeneponto, Bone, Soppeng, Wajo, Takalar, Enrekang. Tanaman
kacang tanah terdapat di Kota Parepare, Kabupaten Selayar dan Bone, sedangkan
tanaman kacang hijau terutama terdapat di Kabupaten Takalar, Pangkep, Selayar
dan Jeneponto.
Disamping tanaman pangan, terdapat juga potensi sayur-sayuran dan buah-
buahan. Jenis sayur-sayuran yang banyak diusahakan di wilayah Provinsi Sulawesi
Selatan adalah kentang, kubis, sawi, bawang merah, kacang panjang, cabe, ketimun,
labu siam, kangkung, bayam dan wortel.
b. Sektor Perkebunan
Sektor perkebunan di Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu sektor
yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap devisa negara melalui beberapa
komoditas eksport unggulan diantaranya kakao. Produksi tanaman kakao tahun
2007 sebesar 117 ribu ton. Biji kakao merupakan salah satu komoditi utama ekspor
dari Provinsi Sulawesi Selatan. Daerah penghasil kakao terutama adalah Kabupaten
Luwu Utara, Luwu Timur dan Luwu. Komoditas ekspor lainnya adalah kopi baik
kopi arabika maupun robusta, sentra penanaman kopi terutama di Kabupaten Tana
Toraja. Komoditas perkebunan lainnya adalah kelapa, cengkeh, pala, tembakau,
tebu, kayu manis, vanili dan lada.
c. Sektor Perikanan
Usaha perikanan laut di Provinsi Sulawesi Selatan lebih dominan dibanding
perikanan darat. Produksi perikanan darat berasal dari perairan umum (danau,
sungai dan rawa) dan budidaya ikan (tambak air payau dan kolam/sawah). Produksi
perikanan dari perairan umum dan tambak air payau terdapat hampir di seluruh
wilayah kabupten/kota. Hasil perikanan darat pada tahun 2005 mencapai 315.734
ton. Komoditas yang menonjol adalah udang dengan total produksi sebesar 6.668
ton, rumput laut 17.161 ton, lainnya 1.115.295 ton. Jenis komoditi perikanan lainnya
adalah ikan cakalang, tuna, tongkol, udang, rumput laut, teripang, cumi-cumi dan
lain-lain. Produksi perikanan laut terutama berasal dari Kabupaten Bone, Jeneponto
dan Takalar. Sedangkan produksi perikanan darat terutama terdapat di Kabupaten
Wajo, Bone, Sinjai dan Pinrang.
d. Sektor Peternakan
Jenis ternak yang diusahakan di Provinsi Sulawesi Selatan antara lain sapi,
kambing, ayam buras, itik. Arahan kawasan sentra peternakan di Provinsi Sulawesi
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 23
Selatan adalah kawasan Jeneponto, Bulukumba, Watampone, Parepare dan
sekitarnya.
e. Sektor Kehutanan
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan nomor 890/Kpts-II/1999 dan SK
Gubernur KDH Tk. I Provinsi Sulawesi Selatan nomor 276/II/Tahun 1999 tentang
Paduserasi antara TGHK dan RTRWP, kawasan hutan di Sulawesi Selatan seluas
2.712.811,75 ha terdiri atas 1.224.279,65 ha hutan lindung, 488.551 ha hutan
produksi terbatas, 131.041,10 ha hutan produksi biasa, 23.630 ha hutan produksi
konversi dan 242.110 ha hutan konservasi.
Produksi kayu bulat di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2007 mencapai
100.014,13 m3. Hasil lainnya yakni rotan 4.241,40 ton, getah pinus 502.023,50 m3
dan Damar 99,13 ton. Disamping hasil hutan kayu dan bukan kayu tersebut, terdapat
juga produksi hasil hutan yang diperoleh dari persuteraan alam sebagai komoditi
unggulan khas Sulawesi Selatan. Sektor Kehutanan sebagai sektor yang mendukung
segmen hulu memberikan fasilitasi pada penyediaan kokon sebagai bahan baku
produk. Untuk tahun 2007, produksi kokon Sulawesi Selatan sebesar 382.444,27 kg.
f. Sektor Pertambangan
Kontributor terbesar sektor pertambangan adalah pertambangan non migas.
Sejauh ini pertambangan yang dieksploitasi adalah nikel. Pertambangan nikel
terdapat di Soroako, Kabupaten Luwu Utara yang dikelola oleh PT. Internastional
Nickel Company (INCO). Pada tahun 2004 volume export hasil pertambangan nikel
mencapai 73.283 ton dengan nilai eksport sekitar USD 386 juta.
Disamping nickel Provinsi Sulawesi Selatan juga memiliki potensi tambang
lainnya diantaranya tembaga, pasir besi hitam, kramit, emas, pirit, belerang, batu
bara, batu mulia dan bahan bangunan seperti batu gunung, endapan lahar dan batu
kasar. Beberapa wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan juga memiliki cadangan
minyak bumi yaitu di Laut Sulawesi, Enrekang dan Selayar, yang saat ini belum
dieksploitasi.
g. Sektor Industri
Dari sektor industri tercatat sejumlah perusahaan industri pengolahan hasil
pertanian dan kehutanan, industri logam, mesin dan aneka, serta industri kecil.
Termasuk dalam kategori industri hasil pertanian adalah industri makanan, industri
pengolahan tembakau (industri rokok kretek), industri kayu, bambu dan rotan.
Termasuk dalam kategori industri aneka antara lain adalah industri bordiran,
penjahitan, service elektronik.
Perusahaan di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2004 tercatat sebanyak
65.906 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 210.689 orang. Terjadi
penurunan dibanding tahun-tahun sebelumnya, dimana tercatat sebanyak 74.212
buah yang menyerap tenaga kerja sebanyak 209.319 orang.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 24
h. Sektor Pariwisata
Provinsi Sulawesi Selatan memliki aneka ragam obyek dan daya tarik wisata
tersebar di wilayah Kabupaten/Kota, beberapa diantaranya belum dikembangkan
dan dipasarkan. Obyek dan daya tarik wisata tersebut berupa hamparan
pemandangan pantai dan sawah yang indah, seni budaya yang khas dari pesisir
hingga pegunungan, dan bahari yang kaya dengan bio diversity. Beberapa obyek
wisata unggulan seperti :
1) Toraja : Keunikan pemukiman dan arsitektur tradisional yang menjadi nominasi
World Heritage, warisan budaya yang tetap terpelihara hingga sekarang,
merupakan kekuatan daya tarik ditunjang kondisi geografis dataran tinggi
(highland);
2) Tanjung Bira merupakan tempat wisata bahari di Kabupaten Bulukumba yang
berada di pesisir Laut Flores dengan air laut yang jernih.dan batu karang di
sekitar Pulau Kambing memiliki panorama yang indah;
3) Malino merupakan kawasan taman wisata alam dengan udara yang sejuk karena
terletak 1500 dpl. Taman ini terkenal dengan bunga-bunga dan buah-buahan
torpisnya terutama markisa. Taman Wisata Malino terletak di Kecamatan Tinggi
Moncong, Kabupaten Gowa, sekitar 70 km dari Kota Makasar.
4) Tanah Beru adalah salah satu desa di Kabupaten Bulukumba yang sangat
terkenal dengan tempat pembuatan perahu tradisional Bugis yang berukuran
kecil maupun besar. Termasuk perahu Phinisi Nusantara yang telah melayari
Samudra Pasifik melalui Vancoucer, dan Amanna Gappa yang telah berlayar
sampai di madagaskar.
5) Tana Towa Kajang adalah salah satu sub etnik dari etnik madagaskar. Pola
hidup penduduknya agak unik, dipimpin oleh kepala suku yang disebut
ammatoa yang dianggap sebagai pemimpin politik dan spiritual. Mereka hidup
menyatu dengan alam dan tidak ada kehidupan dengan peralatan modern. Pada
saat-saat tertentu mengadakan upacara-upacar adat yang ritual dan sakral. Untuk
bertemu muka dengan ammatoa tamu harus memakai pakaian hitam.
6) Benteng Makassar (Fort Rotterdam) terletak di Makassar. Banteng ini dibangun
oleh raja gowa X Karaeng Tunipalangga Ulaweng pada tahun 1545 untuk
melawan Belanda. Tapi pada tahun 1667 benteng ini berhasil direbut Belanda
dan diberi nama Fort Rotterdam dan digunakan sebagai pusat pemerintahan dan
perdagangan. Selama pendudukan Jepang, benteng ini berfungsi sebagai pusat
studi pertanian dan bahasa. Saat ini Benteng Fort Rotterdam dimanfaatkan oleh
Suaka Peninggala Sejarah dan Purbakala, juga dimanfaatkan sebagai museum
(Musium La Galigo) yang dahulu merupakan gudang rempah-rempah.
7) Gugusan kepulauan Spermonde membentang dari Makassar hingga perairan
Kabupaten Pangkep, dengan daya tarik aktifitas bahari berupa selam dan
mancing.
8) Museum Balla lompoa; museum ini merupakan rekonstruksi bentuk istana tua
raja Gowa, dalam susunan kayu yang dibangun sejak tahun 1939 dan telah
direnovasi pada tahun 1978/1980. Museum ini terletak dikecamatan Somba
Opu, Kabupaten Gowa, sekitar 11 km dari Kota Makassar.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 25
9) Miniatur Sulawesi Selatan Benteng Somba Opu; merupakan pusat budaya dan
sejarah Sulawesi Selatan. Disekitar Benteng Soma Opu ini dibangun kembali
berbagai rumah adat tradisional dari beberapa etnis di Sulawesi Selatan antara
lain rumah adat Kajang (Makassar), Bugis, Mandar dan Toraja. Terletak sekitar
2 km kearah Selatan dari Kota Makassar.
10) Bantimurung; merupakan hutan cagar alam yang dilindungi.di Kawasan ini
pengunjung dapat menikmati air terjun yang jernih serta menyaksikan aneka
spesies kupu-kupu. Di lokasi ini terdapat Goa Mimpi, yang kaya akan keindahan
stalaktit dan stalakmit. Cagar Alam Bantimurung terletak di Kabupaten Maros.
11) Kawasan Karst Maros-Pangkep, yang memiliki keunikan bentangan
pegunungan kapur dengan variasi peninggalan purbakala
12) Taman Laut Takabonerate yang berada di pesisir timur dan barat pulau Selayar
sebagai diving spot area terbaik di kawasan Asia pasifik
C. SARANA DAN PRASARANA TRANSPORTASI
Perkembangan moda transportasi darat, telah dapat menghubungkan antar
ibukota Kabupaten kota, dimana untuk mendukung percepatan pertumbuhan arus
barang dan penumpang membutuhkan perluasan dan pelebaran jalan walaupun pada
umumnya memiliki kualitas yang cukup baik, khususnya jalan poros kota Makassar
Parepare, Palopo hingga Poso Sulawesi Tengah. Demikian juga Sarana dan
prasarana transportasi laut yang terus mengalami perkembangan. Terkait dengan
transportasi udara telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan terhadap
perkembangan dunia penerbangan. Namun secara umum keterpaduan aktifitas antar
moda transporatsi darat, laut, dan udara belum berjalan secara optimal.
1. Transportasi Darat
Panjang jalan di Sulawesi Selatan pada tahun 2006 sepanjang 2770,53 km.
Jika dilihat dari status kewenangannya, 1556,13 km jalan di Sulawesi Selatan
merupakan kewenangan Pemerintah Pusat dan 1.209,40 km menjadi kewenangan
Pemerintah Sulawesi Selatan. Kondisi permukaan jalan yang merupakan
kewenangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan diklarifikasikan sebagai berikut :
a. Panjang jalan provinsi yang berkategori baik yaitu 1335,59 km;
b. Panjang jalan kondisi sedang adalah 1001,55 km;
c. Panjang jalan dengan kondisi rusak 198,94 km;
d. Panjang jalan dengan rusak berat adalah 234,45 km;
2. Transportasi Laut
Keberadan sarana dan prasarana transportasi laut merupakan salah satu hal
yang penting bagi pengembangan wilayah Republik Indonesia yang merupakan
Negara kepulauan. Pengembangan prasarana transportasi laut khususnya pelabuhan
di Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu hal yang penting bagi pergerakan
penumpang dan barang untuk menggerakkan roda perekonomian di Provinsi
Sulawesi Selatan. Pelabuhan laut yang terdapat Provinsi Sulawesi Selatan
berdasarkan hirarkinya terdiri dari pelabuhan internasional, pelabuhan nasional dan
pelabuhan regional.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 26
Pelabuhan Makassar merupakan satu-satunya pelabuhan internasinal yang
terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan. Karena fungsinya sebagai pelabuhan
internasional, pelabuhan tersebut memiliki volume bongkar muat barang dan naik
penumpang yang paling tinggi baik dari dalam maupun dari luar negeri. Volume
bongkar dan muat barang dari dalam negeri di pelabuhan Makassar pada tahun 2004
mencapai 1.327.330 ton dan 957.422 ton. Volume bongkar dan muat barang dari
luar negeri dipelabuhan tersebut mencapai 676.816 ton dan 1.087.440 ton. Jumlah
kunjungan kapal dipelabuhan ini pun meupakan yang trtinggi dibandingkan dengan
jumlah kunjungan di pelabuhan-pelabuhan lainnya. Kunjungan kapal di pelabuhan
Makassar pada tahun 2004 mencapai 3.598 unit yang berasal dari pelayaran dalam
negeri dan 319 unit yang berasal dari pelayaran luar negeri.
3. Transportasi Udara
Transportasi udara didalam wilayah Sulawesi Selatan masih dalam taraf awal
pengembangan seperti Bandara Pong Tiku di Kabupaten Tator, Bandara Arupala di
kabupaten Selayar secara umum dapat melayani kebutuhan lalu lintas udara antara
Makassar dengan wilayah Sulawesi Selatan bagian Utara dan ke Pulau Selayar.
Sejak beberapa tahun sebelumnya, bandara ini telah memberikan kontribusi bagi
pengembangan sektor transportasi. Untuk Kabupaten Tator kendala yang dihadapi
adalah selain stabilitas jumlah penumpang juga faktor sarana dan prasarana yang
belum secara optimal memenuhi standar bagi penerbangan pesawat udara. Di
Soroako terdapat bandara yang dioperasikan oleh PT. INCO memiliki strategis
karena menghubungkan Makassar dengan wilayah Luwu yang relatif jauh jika
menggunakan transportasi darat. Pengembangan wilayah di kawasan itu cukup
terdorong oleh keberadaan bandara itu.
Bandara internasional Sultan Hasanuddin merupanan bandara yang secara
fisik telah masuk kedalam internasional hubs dimana memiliki dua pilihan run way
yang lebih panjang sesuai persyaratan serta terminal penumpang dan pesawat yang
mampung lebih dari 12 pesawat udara. Secara geografis posisi Makassar yang
berada ditengah wilayah indonesia juga merupakan jembatan antara Kawasan Barat
dan Kawasan Timur Indonesia dimana akan mempengaruhi tingkat perkembangan
Provinsi Sulawesi Selatan pada sektor perhubungan udara yang semakin baik,
disamping itu perhubungan laut dengan pelabuhan Soekarno-Hatta yang juga
mengalami kemajuan lebih baik dimana arus barang dan jasa dengan sistem
kontainer. Menghadapi kondisi perkembangan dunia penerbangan, bandara
internasional Sultan Hasanuddin akan terus berbenah diri khusunya dari aspek
manajemen pengelolaan penerbangan bertaraf internasional. Kondisi fisik telah
mampu melayani jumlah penumpang domestik dan mancanegara yang terus
meningkat termasuk kelengkapan sarana jasa angkutan barang (cargo).
D. PRASARANA WILAYAH
Uraian mengenai sarana dan prasarana wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan
meliputi berbagai prasarana yaitu prasarana pengairan, prasarana air bersih,
prasarana persampahan, prasarana telekomunikasi serta prasarana listrik dan energi.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 27
1. Prasarana Pengairan
Jaringan irigasi Sulawesi Selatan yang mencakup 4 (empat) Satuan Wilayah
Sungai (SWS) dengan panjang sungai 1922,70 km dan mengairi 207.928 Ha sawah
dengan jaringan primer sepanjang 521,86 km dan sekunder 1.823,97 km. ada 2(dua)
kewenangan. Kewenangan pemerintah pusat meliputi jaringan primer 371,34 km
dan 1.617,16 km jaringan sekunder. Sistem jaringan ini mampu mengairi areal
sawah seluas 171,74 Ha. Jaringan yang berada di bawah pemerintah provinsi adalah
sepanjang 124,56 km untuk jaringan primer dan jaringan sekunder 184,52 dengan
luas cakupan area 31.168 Ha.
Di antara jaringan irigasi yang dikemukakan di atas terdapat sepanjang 25,96
km jaringan primer 21,61 km jaringan sekunder lintas kabupaten/kota yang
merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi yang mengairi luas areal 5.016 Ha.
Jaringan irigasi yang ada ada saat ini untuk mendukung pengairan khususnya
pertanian lahan basah dan pertambakan yang terdiri dari irigasi teknis, semi teknis,
sederhana, perdesaan, rawa dan tadah hujan. Sebagai konsekuansi pertambahan luas
jaringan irigasi tersebut menuntut pemeliharaan dan partisipasi masyarakat sera
dukungan tenaga-tenaga professional dalam pelayanan terhadapa masyarakat.
Pembangunan prasaran pengairan memilki beberapa tujuan yaitu antara lain
peningkatan produktivitas pertanian, penyediaan air baku, dan perlindungan
terhadap areal produksi pertanian dan permkiman dari bahaya banjir. Salah satu
prasarana pengairan yang dikembangkan di provinsi Sulawesi Selatan adalah
bendungan yang tersebar di beberapa daerah kabupaten. Prasaran pengairan tersebut
diarahka untuk menunjang pengembangan pertanian lahan basah (irigasi) yang
meliputi beberapa wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten
Luwu Utara, Kabupaten Luwu, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Bone, kabupaten
Sidrap dan Kabupaten Sopppeng.
Tabel 9 : Bendungan di Provinsi Sulawesi Selatan
No. N a m a Kabupaten Keterangan
1 Bendungan Larona Luwu Timur Kapasitas 10 juta m3
2 Bendungan Balambano Luwu Timur Kapasitas 3,25 juta m3
3 Bendungan Kabenakoman Luwu Timur Layanan 4226 Ha
4 Bendungan Kalaena Luwu Timur Layanan 17504 Ha
5 Bendungan Lamasi Luwu Layanan 9842 Ha
6 Bendungan Taccipi Pinrang Layanan 1668 Ha
7 Bendungan Sadangsawitto Pinrang Layanan 7058 Ha
8 Bendungan Saddang Utara Pinrang Layanan 5427 Ha
9 Bendungan Bulutimorais Sidrap Layanan 5692 Ha
10 Bendungan Bantimurung Maros Layanan 6513 ha
11 Bendungan Kompili Gowa Layanan 17800 Ha
12 Bendungan Pamuluku Takalar Layanan 5253 ha
13 Bendungan Kelara Jeneponto Layanan 7400 Ha
14 Bendungan Bilibili Gowa Kapasitas 375 m3 debit 33 m3/dt
15 Bendungan Kalola Wajo Kapasitas 375 m3 layanan 6193 Ha
16 Bendungan Sanrego Bone Kapasitas 9457 Ha
Sumber : Peta Prasarana Wilayah Indonesia 2006
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 28
Jumlah daerah irigasi yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan secara
keseluruhan terdiri dari 1.101 daerah irigasi dengan luas areal irigasi mencapai
188.611 Ha. Daerah irigasi yang luas terdapat di Kabupaten Gowa, Kabupaten Bone
dan Kabupaten Luwu. Daerah irigasi yang terdapat di ketiga kabupaten tersenut
masing-masing terdiri dari 20.043 Ha, 20.256 Ha dan 19.319 Ha dengan masing-
masing jumlah daerah irigasi sebanyak 93, 118 dan 75 buah. Kabupaten dengan
jumlah daerah irigasi terbanyak adalah Kabupaten Bone yang memiliki 118 daerah
irigasi dan Kabupaten Soppeng yang memiliki 106 daerah irigasi.
Tabel 10 : Jumlah dan Luas daerah Irigasi Desa (Ha) Prov. Sulsel Tahun 2005
No.
Kabupaten/
Kota
Daerah
Irigasi
Irigasi
Swadaya
Irigasi
Non PU
Peningkatan
Oleh PU
Belum
Ditingkatkan
Luas
Total
1 Selayar 3 0 0 300 0 300
2 Bulukumba 62 1.920 200 6.957 2.548 11.625
3 Bantaeng 89 551 92 5.890 6.174 12.707
4 Jeneponto 37 210 300 4.403 2.791 7.704
5 Takalar 11 875 0 1.201 1.416 3.492
6 Gowa 93 4.518 450 9.535 5.540 20.043
7 Sinjai 85 1.073 0 8.696 2.720 12.489
8 Maros 66 350 90 5.416 3.831 9.687
9 Pangkep 33 446 250 2.167 1.909 4.772
10 Barru 28 200 500 3.402 698 4.800
11 Bone 118 447 268 12.534 7.007 20.256
12 Soppeng 106 494 0 4.436 4.087 9.017
13 Wajo 17 0 0 1.847 588 2.435
14 Sidrap 42 1.509 368 5.582 1.612 9.071
15 Pinrang 54 1.886 180 5.745 96 7.907
16 Enrekang 46 1.560 0 3.880 944 6.384
17 Luwu 75 1.199 200 11.805 6.115 19.319
18 Tana Toraja 60 1.450 965 3.978 3.885 10.278
19 Luwu Utara 51 3.898 0 6.753 882 11.533
20 Luwu Timur 21 0 0 3.220 1.047 4.267
21 Makassar 0 0 0 0 0 0
22 Parepare 4 0 0 96 429 525
23 Palopo - - - - - -
Jumlah 1.101 22.586 3.863 107.843 54.319 188.611
Sumber : Sulawesi Selatan dalam Angka, 2006
2. Prasarana Air Bersih
Sumber air bersih di Provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari air kemasan,
PDAM, pompa, sumur, mata air, air hujan dan kategori lainya. Sebagian besar
rumah tangga di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu 47,16% dari total jumlah rumah
tangga di Provinsi Sulawesi Selatan (791.715 rumah tangga) memperoleh air bersih
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 29
dari sumur. Jumlah rumah tangga yang memperoleh air bersih dari PDAM baru
mencapai 410.710 rumah tangga atau sekitar 23,93% jiwa. Sumber air bersih yang
paling sedikit digunakan di Provinsi Sulawesi Selatan adalah air kemasan yaitu
sebesar 8.845 rumah tangga atau sekitar 0,55% dari total jumlah rumah tangga
Provinsi Sulawesi Selatan.
Rumah tangga yang berada di kota seperti Makassar, Parepare dan Palopo
sebagian besar telah memperoleh air bersih PDAM. Namun rumah tangga yang
berada di daerah kabupaten sebagian besar memperoleh air bersih dari sumur.
Jumlah rumah tangga yang memperoleh air bersih dari PDAM di Makassar 211.335
rumah tangga, Parepare 15.781 rumah tangga dan Palopo 14.385 rumah tangga.
3. Prasarana Telekomunikasi
Pelayanan telekomunikasi di Provinsi Sulawesi Selatan menunjukan
peningkatan dari tahun ke tahun. Hal tersebut ditunjukan dengan semakin
meningkatnya jumlah sambungan telepon dari tahun ke tahun. Jumlah sambungan
telepon Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2005 mencapai 254.356 sambungan.
Jumlah sambungan telepon terbanyak terdapat di Makassar yang mencapai 127.060
sambungan. Kabupaten Gowa memiliki jumlah sambungan telepon yang relatif
banyak dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lain yang ada di Provinsi
Sulawesi Selatan.
4. Prasarana Energi
Sistem energi Sulawesi Selatan bertumpu sepenuhnya pada enegi listrik yang
dipasok oleh beberapa pembangkit listrik bervariasi, dari yang berbasis tenaga air
(PLTA), minyak (PLTD) dan gas (PLTG). Pembangkit listrik utama di Sulawesi
Selatan letaknya tersebar. Di Makassar, tello ada PLTG dan PLTD, di Bakaru
Pinrang terdapat PLTA, sedangkan di Sengkang Wajo terdapat PLTGU dan di
Suppa, Pinrang PLTD. Disamping itu terdapat beberapa PLTD yang terkoneksi
melalui jaringan tegangan menengah 20 KV yang beroperasi pada beban puncak.
Pada saat ini, jaringan distribusi listrik telah menjangkau daerah-daerah terpencil
melalui jaringan terkoneksi 20 KV (termasuk Kabupaten Selayar). Sebagian Luwu
Timur masih belum masuk dalam Grid PLN namun sudah dipasok oleh PT. INCO.
Pada tahun 2006 daya terpasang sebesar 619 MW, daya mampu 533,5 MW,
dengan beban puncak 448 MW. Kondisi ini menyebabkan kurang tersedianya
cadangan operasi dan cadangan pemeliharaan sehingga bila ada pembangkit yang
tidak berfungsi akan mengganggu aliran listrik di Sulawesi Selatan. Daya mampu
pembangkit tersebut sudah termasuk pembangkit milik swasta sebesar 200 MW
(PLTGU sengkang 135 MW, PLTD Suppa 60 MW dan Excess power PT. INCO 5
MW) dan sewa sebesar 21 MW (PLTD sewamata Tello 15 MW dan Palopo 6 MW).
Pada bulan mei 2007daftar tunggu bagi calon pelanggan untuk pasang baru sebesar
46.414 atau sebesar 58,87 KVA dan penambahan daya sebesar 942 pelanggan atau
sebesar 3,36 KVA.
Jumlah pelanggan PLN di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 1.168.580
pelanggan dengan total daya tersambung 1.207.443.201 VA dan energi terjual
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 30
sebesar 823.141.413.705 kWh. Jumlah pelanggan terbesar terdapat di Unit Makassar
dengan jumlah pelanggan sebanyak 417.126 pelanggan dengan daya tersambung
sebesar 669.647.950 VA dan energi terjual sebanyak 821.184.621.691 kWh. Jumlah
pelanggan terndah terdapat di Unit Parepare yang memiliki 125.080 pelanggan
dengan daya tersambung sebesar 95.128.076 VA dan energi terjual sebesar
11.926.843 KWh.
E. SARANA DAN PRASARANA SOSIAL
Sarana wilayah yang akan diuraikan meliputi sarana kesehatan, saran
pendidikan, serana perdagangan dan saran pariwisata.
1. Sarana Kesehatan
Jumlah puskesmas di tahun 2007 adalah 363 dengan ratio 4 puskesmas per
100.000 penduduk, sedangkan jumlah pustu 1137 dengan rasio 2 per puskesmas,
sementara rasio puskesmas keliling terhadap puskesmas sebanyak 0,9. Jumlah
rumah sakit di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2007 yang dikelola oleh
departemen kesehatan, Pemerintah daerah, TNI/Polri, BUMN/BUMD dan swasta
adalah sebanyak 67 buah. Adapun jumlah RSU Pemerintah Kab/kota dan Provinsi
menurut kelasnya terdiri dari kelas D sebanyak 3 RS, kelas C sebanyak 21 RS, kelas
B sebanyak 1 RS dan kelas A sebanyak 1 RS. Sedangkan RS swasta tercatat
sebanyak 29 RS dan 8 RS khusus. Sedangkan untuk sarana kesehatan yang
bersumber dari sumberdaya masyarakat seperti posyandu berjumlah 7986 dan
jumlah polindes sebanyak 725 unit di tahun 2007.
2. Sarana Pendidikan
Saran pendidikan terdiri dari berbagai jenis sekolah yang dimuali dari jenjang
terendah yaitu Taman Kanak-kanan (TK) sampai tertinggi Sekolah Menengah
Umum (SMU) dan Madrasah Aliyah (MA).
Jumlah sarana pendidikan mulai TK sampai SMU terdapat di Provinsi
Sulawesi Selatan sebanyak 10.805 buah yang terdiri dari 1.854 TK, 6.362 SD, 523
MI, 859 SLTP, 457 MTs, 351 SMU, 186 SMK, 191 MA dan 22 SLB. Daerah yang
memiliki sarana pendidikan terbanyak adalah Kabupaten Bone yang memiliki 1.170
unit sarana pendidikan. Daerah yang memiliki sarana pendidikan paling rendah
adalah Kota Palopo yang memiliki 143 unit sarana pendidikan.
Daerah yang memiliki jumlah TK tertinggi adalah Kabupaten Bone dengan
271 unit TK, sedangkan daerah yang memiliki jumlah TK terendah adalah
Kabupaten Sidrap dengan 8 unit TK. Daerah yang memiliki SD tertinggi adalah
Kabupaten Bone dengan 672 unit SD, sedangkan daerah yang memiliki jumlah SD
terendah adalah Kota Palopo dengan 64 unit SD. Daerah dengan jumlah MI tertinggi
adalah Kabupaten Bone dengan 79 unit MI, sedangkan daerah memiliki MI terendah
adalah Kota Palopo dengan 2 unit MI. daerah yang memiliki jumlah SLTP tertinggi
adalah Kota Makassar dengan 158 unit SLTP, sedangkan daerah yang memiliki
jumlah SLTP terendah adalah Kota Palopo dan Kabupaten Bantaeng masing-masing
15 unit SLTP. Daerah yang memiliki jumlah Mts tertinggi adalah Kabupaten Bone
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 31
dengan 45 unit MTs sedangkan daerah yang memiliki MTs terendah adalah Kota
Palopo dengan 1 unit MTs. Daerah yang memiliki jumlah SMU tertinggi adalah
Kota Makassar dengan 102 unit SMU sedangkan daerah yang memiliki jumlah
SMU terendah adalah Kabupaten Bantaeng dengan 4 unit SMU. Daerah yang
memiliki jumlah SMK tertinggi adalah Kota Makassar dengan 72 unit SMK
sedangkan daerah yang memiliki jumlah SMK terendah adalah Kabupaten Luwu
Utara. Daerah yang memiliki jumlah MA tertinggi adalah Kota Makassar dengan 21
unit. Sedangkan daerah memiliki jumlah MA terendah adalah Kabupaten Selayar
dan Kota Palopo dengan 1 unit.
Tabel 11 : Jumlah Sarana Pendidikan di Provinsi Sulawesi Selatan
No.
Kabupaten/
Kota
TK SD MI SLTP MTS SMU SMK MA SLB Jumlah
1 Selayar 53 138 14 18 10 7 1 1 1 243
2 Bulukumba 158 351 33 33 38 12 2 11 1 639
3 Bantaeng 20 132 14 15 22 4 2 13 0 222
4 Jeneponto 45 254 14 26 23 12 1 10 0 385
5 Takalar 23 237 8 23 14 10 3 7 0 325
6 Gowa 103 379 65 45 35 17 12 11 1 668
7 Sinjai 53 241 27 22 26 6 2 14 0 391
8 Maros 58 253 13 42 20 17 4 8 1 416
9 Pangkep 40 308 8 30 18 8 5 10 1 428
10 Barru 31 210 27 22 14 7 1 11 0 323
11 Bone 271 372 79 66 45 21 5 10 1 1.170
12 Soppeng 49 261 21 33 24 12 4 6 2 412
13 Wajo 115 603 32 34 19 9 2 7 0 821
14 Sidrap 8 242 10 31 12 12 4 6 0 325
15 Pinrang 86 315 29 35 12 12 3 3 0 495
16 Enrekang 59 213 17 30 20 10 4 9 0 362
17 Luwu 229 226 33 38 30 11 1 10 0 578
18 Tana Toraja 72 376 10 80 5 23 21 2 3 592
19 Luwu Utara 20 215 19 23 27 8 0 11 0 323
20 Luwu Timur 58 138 8 22 11 11 2 2 0 252
21 Makassar 237 441 36 158 26 102 72 21 11 4.104
22 Parepare 40 93 4 18 5 7 14 7 0 188
23 Palopo 26 64 2 15 1 13 21 1 0 143
Jumlah 2.061 6.362 553 934 457 373 194 239 22 10.805
Sumber : Sulawesi Selatan dalam Angka, 2006
3. Sarana Perdagangan
Saran perdagangan yang terdapat di Provinsnsi Sulawesi Selatan terdiri dari
pasar, supermarket/toserba, restoran, warung/kedai, dan toko klontong. Jumlah
sarana perdagangan di Provinsi Sulawesi Selatan secara keseluruhan sebanyak
138.146 unit yang terdiri dari 394 pasar, 182 supermaket/toserba, 1.214 restoran,
6345 warung/kedai dan 60.938 toko klontong. Sarana perdagangan terbayak
terdapat di Kota Makssar sebanyak 10.845 unit sarana perdagangan, sedangkan
daerah yang memiliki sarana perdagangan paling rendah adalah Kabupaten Tana
Toraja yang memiliki 96 unit sarana perdagangan.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 32
Daerah yang memiliki jumlah pasar tertinggi dan terendah adalah Kabupaten
Bone yang memiliki 6 unit pasar dan Kota Parepare yang memiliki 2 unit pasar.
Makassar merupakan daerah yang memiliki supermarket, restoran, warung/kedai
dan toko kelontong yang paling banyak masing-masing 73 unit Supermaket, 347
unit restoran, 1.167 unit warung/kedai dan 9.199 unit toko kelontong, Kabupaten
Bantaeng adalah daerah yang memiliki supermarket dan warung/kedai paling sedikit
yaitu 1 unit supermarket dan 115 unit warung/kedai. Kabupaten Sinjai merupakan
daerah yang paling sedikit memiliki restoran yaitu sebanyak 3 unit restoran
sedangkan Kabupaten Tana Toraja merupakan daerah yang memiliki Toko
Kelontong paling rendah yaitu 719 unit.
4. Sarana Pariwisata
Untuk mengoptimalkan pemanfaatan obyek pariwisata yang terdapat
dikabupaten Tana Toraja dan kabupaten dan kota lainnya memerlukan sarana
pendukung sehingga mempunyai daya tarik bagi wisatawan baik domestik maupun
manca negara. Provinsi Sulawesi Selatan perlu didukung dengan adanya sarana
pariwisata seperti fasilitas penginapan, pemandu wisata yang profesional, data dan
informasi pariwisata yang lengkap, serta kemudahan akses. Kabupaten Tana Toraja
sebagai daya tarik wisata utama di Provinsi Sulawesi Selatan telah didukung oleh
adanya 12 hotel berbintang dan 749 hotel melati dengan jumlah kamar lebih dari
850 kamar. Jumlah hotel terbanyak terdapat di Kota Makassar yang merupakan ibu
kota Provinsi Sulawesi Selatan dan pintu gerbang utama bagi Provinsi Sulawesi
Selatan. Jumlah hotel berbintang di Kota Makassar adalah sebanyak 25 hotel yang
memiliki 1.711 kamar dan 106 hotel melati yang memiliki 761 kamar.
F. KELEMBAGAAN MASYARAKAT
Kelembagaan masyarakat yang berkembang di Sulawesi Selatan saat ini
merupakan hasil artikulasi antara nilai dan norma yang bersumber dari
ketradisionalan dengan mengambil yang positif dari nilai dan norma yang
bersumber dari kemoderenan. Aktifitas dalam kehidupan yang menjadi
mencerminkan masyarakat dalam bertingkah laku, berinteraksi satu sama lain,
dalam mewujudkan tujuan bersama, lahir dari semangat kebersamaan yang saling
menghargai dan semangat gotong royong dalam bekerja.
Masalahnya adalah, lembaga masyarakat yang lahir dengan mengadopsi
modernisasi hanya mampu menawarkan keragaman pilihan pada tataran praktis,
tetapi tidak pada tataran nilai, karena umumnya berbasis pada nilai yang sama (nilai-
nilai modern). Kondisi ini telah mempengaru eksistensi keberadaan lembaga
masyarakat yang lahir dari nilai-nilai tradisional. Ini mengkondisikan keragaman
internal bukan sebagai kekuatan tetapi sebagai masalah dalam tatanan fungsional
Sulawesi Selatan, sehingga mempengaruhi ruang pilihan (choices) bagi warga
masyarakat terhadap kelembagaan yang ada, sementara itu kemampuan warga
masyarakat menyuarakan aspirasi (voices) juga kurang terfasilitasi.
Kelembagaan perempuan cukup berkembang, terlihat pada upaya
pemberdayaan perempuan yang cukup positif, sehingga aksesnya dalam layanan
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 33
pendidikan, kesehatan dan kesempatan kerja lebih signifikan. Selain itu, perubahan
menuju sistem yang berkeadilan gender telah berlangsung, namun belum
sepenuhnya terwujud, karena masih kuatnya pengaruh nilai-nilai sosial budaya yang
melekat khususnya pada daerah pertanian perdesaan.
Keberhasilan masyarakat Sulawesi Selatan di daerahdaerah perantauan, di
dalam negeri mau pun diluar negeri, belum memberikan kontribusi yang berarti bagi
pembangunan Sulawesi Selatan. Hal ini banyak ditentukan oleh budaya Bugis-
Makassar yang cenderung terikat kepada tanah tempat hidupnya dan seakan-akan
"melupakan" kampung asalnya. Tentu saja kekecualian harus diberikan kepada etnik
Toraja yang terus berupaya memelihara hubungannya dengan sanak keluarga dan
kerabatnya yang ada di Tana Toraja.
Sejak beberapa tahun terakhir, ada upaya untuk memanfaatkan potensi
hubungan kekerabatan yang cukup besar itu sebagai acuan untuk mengembangkan
keterkaitan ekonomi. Upaya ini diwujudkan dalam bentuk pembentukan kelompok
Saudagar Bugis-Makassar. Walaupun telah berumur relatif panjang, kelompok ini
belum sepenuhnya mampu mewujudkan sasaran pembentukannya.
Dapat disimpulkan bahwa kondisi kelembagaan masyarakat Sulawesi Selatan
saat ini belum cukup berdaya sebagai wadah yang menyajikan pilihan-pilihan
(choices) bagi warganya untuk berbagai aspek kehidupan. Begitu pula kelembagaan
masyarakat belum cukup berdaya dalam memfasilitasi tersuarakannya aspirasi
(voices) dalam berbagai aspek kehidupan dari warga masyarakat. Kondisi ini, selain
disebabkan oleh proses modernisasi dan praktek pembangunan yang selama ini
cenderung mengkondisikan pelemahan daya kemampuan (capability deprivation)
atas kelembagaan masyarakat, juga sangat terkait dengan lambatnya proses
penguatan wawasan bagi terkuatkannya techno-structure maupun soft-structure
masyarakat yang adaptif-kreatif dalam merespons dinamika perubahan. Kondisi ini
menuntur agenda pemberdayaan masyarakat yang serius bagi terkuatkannya entitas
Sulawesi Selatan kedepan.
G. KELEMBAGAAN PEMERINTAH
Analisis diarahkan untuk menunjukkan bahwa pemerintah belum sepenuhnya
mampu untuk menjalankan tugas-tugas pelayanan, pemberdayaan, dan
pemerintahan (regulasi) secara profesional. Kelemahan ini semakin nyata akibat
pergeseran peran pemerintah kepada fungsi fasilitasi dan pemberdayaan. Analisis
akan bermuara pada perlunya peningkatan kualitas profesionalisme aparat, lembaga
pemerintah yang lebih efisien dan efektif.
Upaya peningkatan kualitas aparat keamanan dan ketertiban telah dilakukan
secara berkesinambungan namun belum maksimal karena kurangnya dukungan
sarana dan prasarana untuk memberikan rasa aman didalam masyarakat.
Pembangunan dibidang keamanan dan ketertiban telah menunjukkan kemajuan
meskipun masih mengandung kelemahan. Kepercayaan masyarakat terhadap aparat
penegak hukum cenderung melemah sebagai akibat seringnya dimanfaatkan sebagai
alat kekuasaan.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 34
Dalam penyelenggraan tugas pemerintahan umum dan pembangunan aparatur
negara belum memperlihatkan kinerja yang optimal. Hal tersebut tercermin dari
berbagai tindakan penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang dalam bentuk
KKN yang telah merugikan masyarakat. Kondisi demikian semakin menghambat
dan memperlemah kinerja aparatur dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih
dan berwibawa.
Kelembagaan pemerintah daerah belum berkembang secara optimal terutama
dalam pemenuhan pelayanan publik. Hal ini disebabkan oleh masih terbatasnya
sumberdaya yang dimiliki pemerintah seperti kondisi sumberdaya manusia aparatur.
Pembinaan dan pengawasan aparat penegak hukum belum sepenuhnya menyentuh
nilai-nilai moral, etika dan keadilan terhadap pelaksanaan tugas, hal ini dapat
mengurangi kesadaran dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan perundang-
undangan lainnya.
Kondisi keamanan dan ketertiban yang kondusif didalam masyarakat telah
memberikan kontribusi terhadap kelancaran pelaksanaan pembangunan daerah dan
aktifitas kehidupan masyarakat. Namun secara keseluruhan masih banyak hal yang
memerlukan perbaikan, diantaranya masih rendahnya kepatuhan warga terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pembangunan dibidang hukum terutama
untuk mendukung proses pembaharuan dan pranata hukum belum memberikan hasil
yang memadai bagi perbaikan pelayanan hukum kepada masyarakat yang benar-
benar sesuai aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 35
BAB III
ISUISU STRATEGIS
Sebagaimana disebutkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah (RPJPD) 2008-2028, terdapat beberapa isu-isu strategis yang dikemukakan.
Dengan melihat perkembangan lingkungan strategis dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2008-2013, maka isu-isu yang sangat mendasar
untuk dijadikan landasan dalam perumusan strategi untuk mendukung keberadaan
agenda utama pembangunan lima tahun yang akan datang adalah :
1. Sumberdaya Manusia
Penguasaan pengetahuan masyarakat Sulawesi Selatan saat ini relatif rendah,
yang diindikasikan oleh besarnya porsi penduduk yang buta huruf dan rendahnya
angka rata-rata lama sekolah yang tercermin dalam rendahnya angka IPM. Faktor
ini menyebabkan adaptasi kreatif dalam bidang ilmu dan teknologi kurang terjadi.
Relatif rendahnya angka IPM Sulawesi Selatan dapat ditelusuri penyebabnya
dengan mengkaji kinerja pembangunan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan.
Faktor utama penyebab rendahnya angka IPM Sulawesi Selatan adalah
rendahnya kinerja pendidikan yang disebabkan ketersediaan dan sebaran sarana dan
prasarana pendidikan yang terbatas dan akses masyarakat ke sekolah yang
diakibatkan keterbatasan keuangan.
Pembangunan kesehatan di Sulawesi Selatan memperlihatkan kinerja baik
yang tergambarkan dari capaian Angka Harapan Hidup (AHH) yang lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata nasional. Meskipun demikian, beberapa indikator
kunci yang berpengaruh sangat signifikan terhadap peningkatan AHH di Sulawesi
Selatan, masih menjadi tantangan pembangunan kesehatan ke depan antara lain
Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) yang
menggambarkan pengaruh faktor-faktor lingkungan terhadap kesehatan masyarakat.
2. Demografi
Pertumbuhan penduduk yang belum stabil setiap tahun, disatu sisi menjadi
beban pembangunan daerah karena ruang gerak untuk produktivitas masyarakat
makin rendah, apalagi jika tidak diikuti peningkatan pendidikan yang dapat
menciptakan lapangan kerja. Memang tidak selamanya pertambahan penduduk
membawa dampak negatif, malahan menjadi positif jika dapat diberdayakan secara
baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Beban pemerintah dan masyarakat untuk perbaikan pendidikan dan kesehatan
dalam 20 tahun yang akan datang akan semakin berat, karena selain untuk menutupi
dan mengejar kekurangan yang ada sekarang, juga untuk memenuhi pertambahan
penduduk yang diperkirakan 1,5 kali lipat (bertambah 50%).
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 36
3. Tenaga Kerja
Kondisi ketenagakerjaan yang harus mendapatkan perhatian dan penanganan
secara komprehensif adalah terjadinya peningkatan angka pengangguran setiap
tahunya, dimana pada tahun 2008 ini telah mencapai angka sebanyak 384.8.272
orang sebagai akibat pertumbuhan angkatan kerja yang memasuki dunia kerja
dimana dari angkatan kerja yang mencari kerja tersebut tidak dapat terserap pada
lapangan kerja yang tersedia khususnya dalam konteks hubungan kerja (bekerja di
sektor pemerintah dan di sektor swasta/perusahaan), karena memang daya serap dari
sektor-sektor tersebut sangat terbatas, sehingga sebagai katup pengaman harus
dapat dikembangkan sebagai potensi atau peluang bekerja terbuka luas melalui kerja
mandiri/wirausaha (sektor ekonomi non formal).
4. Ekonomi
Upaya untuk mempercepat laju pertumbuhan pendapatan justru merupakan
masalah tersendiri. Dalam beberapa tahun terakhir (2000-2005), Provinsi Sulawesi
Selatan mengalami laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, malah lebih tinggi
dari rata-rata nasional, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan rata-rata bertumbuh
sebesar 5,21% per tahun, sedangkan secara nasional rata-rata bertumbuh 4,71% per
tahun, tetapi nilai absolutnya belum cukup memadai untuk mendorong laju
peningkatan pengeluaran riil per kapita yang digunakan sebagai indikator
perhitungan IPMdi atas rata-rata nasional.
a. Pertanian
Masalah pertama di sektor ini terletak pada komposisi Nilai Tambah Bruto.
Sebagian besar nilai tambah itu diserap oleh Surplus Usaha (78,49%)persentase ini
lebih buruk dibandingkan dengan rata-rata seluruh sektor, yaitu sebesar 58,20%,
sedangkan Upah dan Gaji hanya sebesar 18,74% yang masih harus dibagi kepada
tenaga kerja yang jumlahnya relatif besar, yaitu 50,97% dari seluruh tenaga kerja.
Hasilnya adalah pendapatan rata-rata untuk seorang buruh tarsi hanya Rp.
2.318.939/tahun, jauh lebih kecil dari upah rata-rata untuk seluruh sektor, yaitu Rp.
6.332.771/tahun. Inilah penyebab utama ketimpangan distribusi pendapatan di
Sulawesi Selatan. Ada 50,97% keluarga yang menikmati pendapatan 18,66 % dari
total pendapatan. Ketimpangan ini akan menjadi semakin besar jika diukur per
kapita karena jumlah keluarga petani umumnya jauh lebih besar dibandingkan
dengan jumlah keluarga tenaga kerja pada sektor lainnya.
Sebagian besar lahan pertanian di Sulawesi Selatan memiliki ketergantungan
yang semakin besar terhadap input yang umumnya harus diimpor, mulai dari pupuk
dan pestisida, bahan bakar untuk traktor dan bahkan bibit. Tanpa input seperti itu,
sawah-sawah yang ada hampir tidak mungkin lagi ditanami. Dibandingkan dengan
kondisi beberapa dekade sebelumnya di mana sebagian besar input disediakan oleh
alam dan kegagalan panen relatif kecil karena varitas yang digunakan sangat sesuai
dengan kondisi lingkungannya, maka posisi petani menjadi semakin terjepit. Demi
untuk mengejar sasaran yang berkaitan dengan kepentingan nasional (yang
diwujudkan dalam peningkatan output sebesar mungkin), maka yang semakin
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 37
banyak berkorban adalah petani yang notabene merupakan kalangan berpenghasilan
paling kecil. Ini adalah bentuk ketidakadilan yang perlu segera dipecahkan.
Simpulan yang dapat ditarik adalah kemandirian lokal di bidang pertanian
menjadi semakin berkurang tanpa adanya kompensasi yang sepadan di bidang
lainnya. Apalagai kalau lahan produktif tidak diadakan perlindungan secara baik,
akan beralih fungsi tanpa terkendali.
b. Pangan
Ketahanan pangan merupakan bagian terpenting dari pemenuhan hak atas
pangan sekaligus merupakan salah satu pilar utama hak azasi manusia. Ketahanan
pangan juga merupakan bagian sangat penting dari ketahanan nasional. Dalam hal
ini hak atas pangan seharusnya mendapat perhatian yang sama besar dengan usaha
menegakkan pilar-pilar hak azasi manusia lain. Ketahanan pangan tidak hanya
mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan
untuk mengakses (termasuk membeli) pangan dan tidak terjadinya ketergantungan
pangan pada pihak manapun. Konsep pangan yang menyatakan beras sebagai satu-
satunya makanan utama di Indonesia perlu diubah. Konsep pangan semacam itu
dapat menjadi sumber terpuruknya nasib petani, dan hilangnya ragam pangan lain
yang pernah ada. Padahal keragaman jenis bahan pangan itu bisa mengindari adanya
krisis pangan.
Dalam hal ini, sekalipun ketahanan pangan ditingkat nasional (dilihat dari
perbandingan antara jumlah produksi dan konsumsi total) relatif telah dapat dicapai,
pada kenyataanya ketahanan pangan dibeberapa daerah tertentu dan ketahanan
pangan dibanyak keluarga masih sangat rentan. Kesejahteraan petani pangan yang
relatif rendah dan menurun saat ini akan sangat menentukan prospek ketahanan
pangan. Kesejahteraan tersebut ditentukan oleh berbagai faktor dan keterbatasan,
diantaranya yang utama adalah : Sebagian petani miskin karena memang tidak
memiliki faktor produktif apapun kecuali tenaga kerjanya (they are poor becouse
they are poor), Luas lahan petani sempit dan mendapat tekanan untuk terus
terkonversi, Terbatasnya akses terhadap dukungan layanan pembiayaan, Tidak
adanya atau terbatasnya akses terhadap informasi dan teknologi yang lebih baik,
Infrastruktur produksi (air, listrik, jalan, telekomunikasi) yang tidak memadai,
Struktur pasar yang tidak adil dan eksploitatif akibat posisi rebut-tawar (bargaining
position) yang sangat lemah dan Ketidak-mampuan, kelemahan, atau ketidak-tahuan
petani sendiri.
Globalisasi dalam berbagai aspek sosial ekonomi pada kenyaraannya telah
menjadi ancaman serius bagi usaha membangun ketahanan pangan jangka panjang,
walaupun disadari pula menjadi peluang jika dapat diwujudkan suatu perdagangan
internasional pangan yang adil. Meroketnya harga sumber energi berdampak
langsung pada harga produk pertanian melalui kenaikan biaya input semisal pupuk,
dan biaya transportasi. Harga-harga pangan dan pakan cenderung meningkat dan
menurunkan daya beli riil masyarakat miskin. Hal ini yang mengakibatkan harga
internasional minyak sawit mentah (CPO) dan minyak goreng meroket dan
menyebabkan langkanya pasokan dalam negeri akibat ekspor yang booming. Harga
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 38
jagung mencapai tingkat tertinggi dalam lebih satu dekade yang memukul petani
unggas.
5. Industri Strategis
Terdapat beberapa industri yang bersifat unik di Sulawesi Selatan, yaitu
industri yang tidak berbasis pada ketersediaan input yang nilainya besar (dalam
input antara), tetapi semata-mata mengandalkan keterkaitan industrial serta final
demand-nya. Industri tepung terigu dan industri semen merupakan contoh dari jenis
industri dimaksud.
Industri Terigu merupakan industri yang menunjukkan interkoneksitas
Sulawesi Selatan yang relatif kuat dengan lingkungan strategisnya. Data tahun 2005
menunjukkan bahwa hampir seluruh Input Antara industri ini berasal dari impor
(99,46%) yaitu Rp. 3,14 trilyun dari Rp. 3,512 trilyun. Lebih sepertiga dari
outputnya (33,82%) diserap sebagai input antara oleh industri lain, sedangkan lebih
dari setengah permintaan akhir di serap oleh ekspor (Rp. 1,69 trilyun), tepatnya di
kirim ke Provinsi lain. Prospek untuk mempertahankan nilai ekspor komoditas ini
cukup baik, karena kebutuhan terigu, khususnya di Kawasan Timur Indonesia
cenderung meningkat, antara lain oleh program diversivitas pangan.
Masalah utama industri strategis Sulawesi Selatan seperti Pabrik Semen
adalah kebutuhan tenaga listrik yang tinggi, sementara PLN belum mampu
menjangkaunya. Selain itu, Pabrik Gula membutuhkan revitalisasi peralatan dan
lahan yang membutuhkan investasi yang besar, namun harus dipenuhi untuk
memenuhi kebutuhan dalam daerah, bahkan memungkinkan luar daerah Sulawesi
Selatan.
6. Energi dan Krisis Listrik
Saat ini fonomena krisis energi global semakin menguat seiring makin
meningkatnya harga sumber energi dari fosil yang tidak dapat diperbarui, sehingga
mendorong berkembangnya pemanfaatan energi non fosil dan energi terbaharui
yang meliputi ; Energi geothermal, energi surya, energi angin, tenaga air, dan
biomas (biofuel) yang dihasilkan melalui pembakaran dan fermentasi bahan organik
seperti fermentasi tebu atau jagung (yang selama ini menjadi bahan pangan) untuk
menghasilkan alkohol dan ester. Kedua bahan tersebut secara teori dapat digunakan
untuk menggantikan bahan bakar fosil (BBM) dengan dicampur, dengan melihat
fenomena sekarang ini tidak menutup kemungkinan akan terjadi persaingan (trade-
off) produkproduk pangan akan diperhadapkan pada dua pilihan yakni akan
menjadi energi atau tetap menjadi bahan pangan. Sebagai gambaran, Uni Eropa
merencanakan 5,75 persen etanol yang dihasilkan dari, gandung bit, kentang atau
jagung ditambahkan pada bahan bakar fosil pada tahun 2010 dan 20 persen pada
2020. Sekitar seperempat bahan bakar transportasi di Brasil tahun 2002 adalah
etanol. Sementara itu, campuran biodiesel 5% banyak digunakan luas dan tersedia di
banyak stasiun bahan bakar dan di Amerika serikat, lebih dari 80% truk komersial
dan bis kota beroperasi menggunakan diesel. Oleh karena itu penggunaan biodiesel
AS bertumbuh cepat dari sekitar 25 juta galon per tahun pada 2004 menjadi 78 juta
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 39
galon pada awal 2005. Pada akhir 2006, produksi biodiesel diperkirakan meningkat
empat kali lipat menjadi 1 milyar galon. Dari gambaran tersebut diatas, jelas bahwa
untuk masa-masa yang akan datang konversi bahan pangan menjadi bahan bakar
sebagai alternatiif akan semakin tinggi.
Sistem energi Sulawesi Selatan bertumpu sepenuhnya pada energi listrik
yang dipasok oleh beberapa pembangkit listrik yang bervariasi, dari yang berbasis
tenaga air (PLTA), minyak (PLTD) dan gas (PLTG).Pada Tahun 2006 daya
terpasang sebesar 619 MW, daya mampu 533,5 MW, dengan Beban Puncak 448
MW. Kondisi ini menyebabkan kurang tersedianya cadangan operasi dan cadangan
pemeliharaan sehingga bila ada pembangkit yang tidak berfungsi akan mengganggu
aliran listrik di Sulawesi Selatan. Daya mampu pembangkit tersebut sudah termasuk
pembangkit milik swasta sebesar 200 MW (PLTGU Sengkang 135 MW, PLTD
Suppa 60 MW dan excess power PT. INCO 5 MW) dan sewa sebesar 21 MW
(PLTD Sewatama Tello 15 MW dan Palopo 6 MW). Pada bulan Mei 2007 daftar
tunggu bagi calon pelanggan untuk pasang baru sebesar 46.414 atau sebesar 58,87
KVA dan penambahan daya sebesar 942 pelanggan atau sebesar 3,36 KVA.
Sebagai upaya meningkatkan pasokan tenaga listrik di Sulawesi Selatan,
dengan rasio elektrifikasi dan konsumsi perkapita yang relatif rendah demikian pula
kian kritisnya kondisi pasokan tenaga listrik. Grid tenaga listrik yang terisolasi perlu
dihubungkan dengan jaringan untuk menjaga kestabilan pasokan tenaga listrik,
bukan hanya untuk konsumsi rumah tangga tetapi juga untuk antisipasi
pembangunan industri. Untuk menunjang hal tersebut, maka akan dilakukan
pemanfaatan sumber daya energi lokal batubara, gas alam, geothermal, PLTA, dan
energi yang dapat diperbaharui seperti tenaga matahari dan angin.
7. Arus Globalisasi
Globalisasi adalah sebuah istilah menggambarkan peningkatan keterkaitan
dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui
perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi
yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias. Dalam banyak hal,
globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi
sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan
istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-
batas negara.
Beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena
globalisasi di dunia antara lain pada perubahan dalam konsep ruang dan waktu yang
ditandai dengan makin cepatnya arus informasi; Pasar dan produksi ekonomi di
negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari
pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan
multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO),
Asian Free Trade Association (AFTA);European Free Trade Area (EFTA),
European Economic Community (EEC), North American Free Trade Area
(NAFTA) dan Asia Pacific Economic Corporation (APEC) Peningkatan interaksi
kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 40
transmisi berita internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi, menerima gagasan
dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya,
misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.; krisis multinasional dll.
Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi
kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional
akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang
pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya
juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.
Globalisasi ekonomi antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk Globalisasi
produksi, di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar
biaya produksi menjadi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang
rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai ataupun karena
iklim usaha dan politik yang kondusif. Demikian halnya dalam bidang pembiayaan,
perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan
investasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di semua negara di dunia.
Selanjutnya dalam bidang tenaga kerja, perusahaan global akan mampu
memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan
staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman
internasional atau buruh kasar yang biasa diperoleh dari negara berkembang.
Selanjutnya, Globalisasi dalam bidang Perdagangan, hal ini bisa berbentuk
penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan nontarif.
Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat,
ketat, dan fair. Sedangkan globalisasi kebudayaan ditandai dengan semakin
berkembangnya kebudayaan internasional diluar dari kebudayaannya,
berkembangnya mode berskala global seperti film, pakaian, dan lain lain.
8. Kerusakan Hutan dan Lahan
Kerusakan hutan dan lahan di Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah
satu issu pokok lingkungan di daerah ini. Kawasan hutan negara tahun 2007 seluas
2.402.436 ha terus menerus mendapat tekanan dari penduduk sekitarnya. Penduduk
memanfaatkan lahan-lahan hutan negara ini sebagai areal perladangan. Mereka
menanam tanaman semusim dan tanaman-tanaman palawija lainnya, bahkan
berbagai tanaman tahunan seperti coklat telah ditanam dalam kawasan hutan
negara..Luas lahan kritis di Provinsi Sulawesi Selatan tercatat seluas 682.784,29 ha
atau sekitar 15 % dari total luas Provinsi Sulawesi Selatan. Lahan-lahan kritis
tersebut tersebar dalam kawasan hutan seluas 369.956,55 ha dan diluar kawasan
hutan seluas 312.827,74 ha.
Kerusakan ekosistem DAS merupakan salah satu issu pokok di Sulawesi
Selatan. Kerusakan ekosistem DAS ini disebabkan berbagai faktor antara lain
kebijakan pertanahan (pemanfaatan lahan) yang tidak searah dengan kepentingan
lingkungan, kemampuan ekonomi dan teknologi pemanfaatan tanah dari petani yang
masih rendah, belum adanya persepsi dan pemahaman yang baik dari masyarakat
dan pemerintah tentang perubahan kondisi lingkungan akibat tindakan manusia yang
salah dan perambahan hutan yang terus berlanjut. Akibat kerusakan ekosistem DAS
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 41
di daerah ini telah menimbulkan berbagai masalah lingkungan baik dalam kawasan
hutan maupun diluar kawasan hutan seperti banjir, kekeringan, meluasnya lahan
kritis, erosi, longsor dan lain-lain. Sampai dengan tahun 2006, luas lahan kritis di
Sulawesi Selatan seluas 682.784,29 Ha, yang terbagi dalam kawasan hutan seluas
369.956,55 Ha dan diluar kawasan hutan seluas 312.827,74 Ha. Lahan kritis ini
terdapat pada semua ekosistem DAS di Sulawesi Selatan dan yang terluas terdapat
di ekosistem DAS Saddang seluas 354.463,36 Ha atau 51,91 % dari luas seluruh
lahan kritis.
9. Kerusakan Ekosistem Wilayah Pesisir dan Pantai
Masalah lingkungan utama lainnya di Sulawesi Selatan adalah kerusakan
berbagai ekosistem di wilayah pesisir dan laut. Ekosistem-ekosistem yang
mengalami kerusakan parah adalah ekosistem mangrove, ekosistem terumbu karang
dan ekosistem esturia. Akibat kerusakan pada ekosistem-ekosistem tersebut
menyebabkan terjadinya abrasi pantai, instrusi air laut dan penurunan produksi ikan,
terutama ikan-ikan karang. Apabila hal ini tidak segera ditanggulangi maka akan
berakibat pada menurunnya pendapatan dan kesejahteraan nelayan dan masyarakat
yang kegiatannya terkait dengan perikanan.
a. Kerusakan Ekosistem Mangrove
Kerusakan ekosistem mangrove disebabkan oleh aktivitas ekploitasi
mangrove untuk kepentingan kayu bakar, membuka areal untuk tambak atau sawah
dan kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya. Tidak adanya sistem pengamanan
ekosistem mangrove yang memadai menyebabkan kerusakan ini terus berlangsung
hingga sekarang. Kalau pada tahun 1980-an luas mangrove di Sulawesi Selatan
sekitar 130.000 Ha maka pada tahun 2006 ini, areal tersebut telah berkurang seluas
103.089 Ha.
b. Ekosistem Terumbu Karang
Kerusakan ekosistem terumbu karang di perairan laut Sulawesi Selatan telah
berada pada kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Terumbu karang banyak dirusak
oleh masyarakat yang menangkap ikan dengan cara pengeboman. Pengeboman
terumbu karang ini menyebabkan kematian ikan disekitarnya dan pada terumbu
karang tersebut, sehingga daerah yang tadinya sangat subur menjadi kritis. Karang-
karang yang tinggal kemudian diambil untuk dijadikan bahan bangunan atau
keperluan konstruksi lain. Kerusakan terumbu karang di Sulawesi Selatan sampai
dengan tahun 2006 tercatat seluas 65.296,78 Ha, tersebar di Kabupaten Bone,
Pangkep, Barru, Sinjai, Bulukumba, Selayar, Takalar dan Pare-pare.
c. Kawasan Rawan Bencana
Berdasarkan proses terbentuknya Pulau Sulawesi, maka terdapat garis sesar
gempa memanjang dari perairan sebelah barat dan timur Pulau Selayar menuju ke
utara melewati Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Sidrap,
bercabang di Kabupaten Enrekang menuju ke Kabupaten Toraja dan menuju ke
Kabupaten Mamasa dan Mamuju di Provinsi Sulawesi Barat. Peta seismotonik
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 42
memperlihatkan garis sesar gempa yang menunjukkan daerah rawan gempa di
daerah yang dilewatinya. Selain daripada itu garis sesar di sebelah barat Kabupaten
Pinrang dan di sebelah selatan Kabupaten Majene di Selat Makassar menyebabkan
daerah pantai di dua kabupaten ini rawan terhadap bencana Tsunami. Sistem
mitigasi bencana alam terutama di daerah rawan yang dilewati garis sesar ini perlu
dibangun, baik berupa sosialisasi dan latihan-latihan terutama di sekolah-sekolah
dasar dan menengah, maupun berupa prasarana fisik seperti hutan mangrove dan
atau tanggul dan atau penataan ruang wilayah yang mengantisipasi bencana
Tsunami, seperti dengan mengeliminasi aglomerasi kegiatan dan bangunan di pantai
serta pembangunan bukit-bukit penyelamatan (escape hills) dengan akses yang
mudah dicapai dari daerah pantai
10. Sosial, Budaya dan Agama
Di bidang sosial, keberadaan dan peran lembaga yang sepenuhnya berkiprah
dalam misi kemasyarakatan, juga mengalami kemunduran. Organisasi masyarakat
dalam menjalankan aktivitasnya menghadapi kesulitan untuk sepenuhnya bermisi
sosial tanpa memikirkan profit untuk menjaga kelangsungan lembaga itu sendiri.
Pada akhirnya, organisasi kemasyarakatan juga banyak bergantung kepada
pemerintah sebagai sponsor kegiatan.
Saat ini, peran komunitas-komunitas di Sulawesi Selatan cenderung
menurun. Soft-structure komunitas pada berbagai aktivitas sosial ekonomi yang
berbasis pada sistem Ponggawa-Sawi mengalami kegoyahan karena tidak mampu
mempertahankan diri terhadap altenatif kelembagaan ekonomi baru, seperti koperasi
dan Bank Perkreditan Rakyat, yang ditawarkan pemerintah melalui berbagai
program pembangunan. Selain itu, techno-structure komunitas juga tidak mampu
menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan yang ada. Ini misalnya dapat
dilihat pada tertinggalnya kemampuan teknologis komunitas pandai besi di Sidrap,
komunitas tembakau rakyat di Soppeng serta komunitas kelapa dalam/industri kopra
yang berjaya di masa lalu. Komunitas sutera alam di Soppeng, komunitas pembuat
perahu di Bulukumba, dan komunitas petani udang pada berbagai daerah, saat ini
masih bertahan, tetapi juga mengalami ancaman ketertinggalan atas tuntutan-
tuntutan baru, terutama terkait isu ekologis, hak intelektual ataupun substansi
teknologinya sendiri. Techno-structure komunitas padi-sawah dan jagung,
komunitas rumput laut, dan komunitas kakao saat ini masih fungsional merespons
perubahan, tetapi juga menyimpan kelemahan terkait terbatasnya daya dukung
ekologis dan aplikasi teknologis.
Begitu pula entitas Desa, yang dulu merupakan unit sosiogeografis yang
fungsional serta membangun ikatan kebersamaan (community feeling) yang kuat
bagi warganya, saat ini lebih merupakan unit administrasi pemerintahan yang
seragam satu sama lain. Entitas desa semakin jauh dari eksistensi yang otonom
(village autonomy) sebagaimana diamanahkan Undang-Undang Pemerintahan
Daerah, kondisi self governance (tata kelola sendiri) diantara entitas desa yang
berinterkoneksi satu sama lain, sangat kurang terpresentasikan dalam tatanan
fungsional Sulawesi Selatan. Komunitas Ammatoa di Kajang (Bulukumba) dan
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 43
eksistensi sejumlah Lembang di Tana Toraja, mungkin hanya itu yang bisa dicatat
sebagai presentasi ideal dari desa-desa yang mewujud sebagai komunitas.
Dalam keswadayaan masyarakat, lembaga yang mendampingi masyarakat
beradaptasi-kreatif terhadap perubahan, relatif sedikit jumlahnya. Perkembangan
LSM dalam memfasilitasi choice dan voice pada berbagai bidang kehidupan
memang cukup nyata. Beberapa LSM menangani bidang spesifik seperti
lingkungan hidup, gender, demokrasi dan HAM, teknologi pedesaan, dan lainnya.
Faktanya, keswadayaan masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi
kebutuhan belum signifikan. Kelembagaan yang dulu fungsional dalam mengatasi
kebutuhan/ masalah lokalitas seperti akkio (panggilan untuk gotong royong) pada
hampir semua komunitas di Sulawesi Selatan, reradi Bulukumba dan Selayar serta
kombong di Enrekang (arisan tenaga kerja dalam mengolah tanah), saat ini telah
semakin dipinggirkan oleh mekanisme pasar. Untuk pengembangan budaya lokal,
lembaga yang menanganinya juga belum berkembang optimal, pada hal ini sangat
krusial untuk melahirkan masyarakat dengan identitas yang unik.
Pada bidang ekonomi, lembaga yang ada tumbuh dengan pesat, tetapi
identitasnya mirip satu dengan lainnya. Lembaga ekonomi modern menempatkan
keuntungan sebagai orientasi utama. Bank dan Koperasi, termasuk variannya Bank
Perkreditan Rakyat dan Bank Syariah, telah menggeser lembaga tradisional seperti
ikatan Ponggawa-Sawi yang memiliki keunikan dalam menawarkan choice dan
menyalurkan voice di kalangan masyarakat perdesaan. Kehadiran lembaga pasar
modern cenderung meminggirkan eksistensi pasar tradisional. Kehadiran pasar
modern yang mestinya menambah keragaman, justru melemahkan entitas pasar
tradisional yang sudah ada. Kehadiran perusahaan besar sebagai lembaga ekonomi
yang lebih terkonsentrasi pada bidang otomotif dan konstruksi, kurang mendorong
produksi manufaktur dan agroindustri, juga menjadi fenomena di balik rendahnya
keragaman dalam kelembagaan ekonomi.
Di bidang sosial, peran lembaga yang sepenuhnya berkiprah dalam misi
kemasyarakatan, juga kurang berkembang. Organisasi sosial dan berbagai organisasi
pemuda, tetap memainkan peran tetapi loncatan yang berarti juga kurang tercapai.
Sejumlah organisasi sosial-kemasyarakatan baru bermunculan, tetapi
keberfungsiannya belum cukup bagi terkuatkannya modal sosial dalam tetanan
masyarakat. Bahkan sejumlah organisasi kemasyarakatan pada akhirnya juga
banyak bergantung kepada pemerintah sebagai sponsor kegiatan.
Peran komunitas adat juga telah mengalami pergeseran fungsi dan peran
sebagai tatanan dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga eksistensinya lebih
sebagai symbol of ceremony. Namun, di beberapa daerah kelembagaan sosial
kemasyarakatan tersebut masih terus berupaya mempertahankan nilainilai
keagamaan dan kearifan lokal. Nilai-nilai lokal (indigenous values) dalam
masyarakat juga telah banyak bergeser. Dalam budaya dan kesenian, sangat sedikit
lembaga baru yang berkembang sedangkan lembaga tradisional mengalami
kesulitan untuk mempertahankan keberadaannya. Ini ditandai oleh kurang
berlangsungnya artikulasi antara ciri tradisional dengan ciri baru dalam seni suara,
seni tari maupun seni pertunjukan yang ada.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 44
Kebijakan pemerintah daerah dalam pembinaan kelembagaan sosial, budaya
dan keagamaan belum maksimal dibanding dengan tuntutan fungsi dan perannya.
Bahkan cendrung kebijakan pembangunan lebih berorientasi fisik matril dibanding
untuk pembentukan jati diri masyarakat Sulawesi Selatan yang relegius berdasarkan
nilai budaya dan Agama.
11. Pemerintahan dan Politik
Di bidang politik kecenderungan lembaga-lembaga politik dalam bentuk
partai politik berkembang sangat pesat dilihat dari sisi jumlah. Hampir semua partai
politik memiliki perwakilan di tingkat Provinsi dan di mayoritas kabupaten.
Walaupun, ada kecenderungan bahwa partai-partai tersebut belum mampu
menghimpun dan menyalurkan aspirasi masyarakat secara optimal. Itu misalnya
terlihat dari hasil Pilkada yang tidak selalu sejalan dengan hasil Pemilu Legislatif.
Malah, organisasi sosial politik belum mampu memberikan suasana yang kondusif
dan cenderung memecah belah kekerabatan yang ada dimasyarakat, namun
fenomena, ini merupakan suatu proses pendewasaan berpolitik masyarakat.
Selama ini permasalahan dalam perencanaan pembangunan adalah
pendekatan perencanaan pembangunan itu tidak dilaksanakan sepenuhnya. Ada
beberapa hal yang menjadi penyebabnya. Pertama, penyelenggaraan program
pembangunan hampir tidak pernah mengacu kepada nilai-nilai dasar yang
dicantumkan pada dokumen perencanaan tersebut, karena pembangunan lebih
diartikan sebagai kegiatan fisik untuk mencapai sasaran-sasaran yang bersifat fisik
pula, bukan pembangunan manusia (dalam arti sebenarnya) dan kelembagaannya
yang lebih berdimensi budaya.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013
45
BAB IV
VISI, MISI, NILAI-NILAI DASAR, DAN STRATEGI
A. Visi
Visi Pembangunan Sulawesi Selatan merupakan gambaran kesuksesan yang
ingin dicapai dalam kurun waktu 5 tahun ke depan yang disusun dengan
memperhatikan Visi RPJPD 2008-2028 Sulawesi Selatan, substansi RPJM Nasional,
dinamika lingkungan strategis, aspirasi masyarakat dan pemerintah Sulawesi
Selatan, serta visi misi Gubernur / Wakil Gubernur. Untuk itu Visi Pembangunan
Sulawesi Selatan untuk 5 tahun pertama RPJMD 2008-2013 adalah :
Sulawesi Selatan Sebagai Provinsi Sepuluh Terbaik Dalam
Pemenuhan Hak Dasar
Yang dimaksud Sepu1u 1erbo1K indikatornya adalah dengan
menggunakan capaian IPM (Indeks Pembangunan Manusia) dibandingkan dengan
IPM Provinsi lainnya atau indikator yang lebih realistis adalah dengan
menggunakan laju peningkatan IPM itu sendiri. Mengingat posisi Sulsel dalam
peringkat IPM Nasional sangat jauh dari 10 besar. Indikator IPMlainnya adalah laju
peningkatan kapasitas fiskal daerah sebagai salah satu indikator kemampuan
pemerintah dalam penyediaan pelayanan kepada masyarakat.
Yang dimaksud Pemenuon HoK Dosor adalah pemberian fasilitas
kepada masyarakat berdasar kewenangan yang dimiliki pemerintah provinsi berupa
pelayanan pembangunan dan regulasi.
B. Misi
Misi pembangunan Sulawesi Selatan dalam kurun waktu 2008 - 2013 ada
5 (lima) masing-masing sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan untuk pemenuhan hak dasar
masyarakat
Hak dasar yang meliputi: (1) ketersediaan pangan terjangkau dan aman; (2)
layanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas; (3) layanan pendidikan yang
terjangkau dan berkualitas; (4) kesempatan kerja dan lapangan usaha; (5) layanan
perumahan dan sanitasi; (6) akses air bersih; (7) kepastian pemilikan dan
penguasaan tanah; (8) sumberdaya alam dan lingkungan hidup; (9) rasa aman dan
tenteram; (10) partisipasi dalam kehidupan sosial-politik.
2. Mengakselerasi laju peningkatan dan pemerataan kesejahteraan melalui
penguatan ekonomi berbasis masyarakat
Membangun struktur ekonomi yang kompetitif dan berbasis masyarakat
melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan yang
menjamin terciptanya peningkatan pendapatan masyarakat terkait dengan sektor
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013
46
pertanian yang mengandalkan sumberdaya lokal. Membangun kelembagaan
ekonomi masyarakat (UMKM) yang kreatif dan adaptif.
3. Mewujudkan keunggulan lokal untuk memicu laju pertumbuhan ekonomi
wilayah
Menciptakan identitas wilayah provinsi yang kuat, dalam arti diterima dan
diposisikan sebagai pusat pelayanan dan pusat pembangunan ekonomi dan sosial
budaya di Kawasan Timur Indonesia. Membangun sistem ekonomi wilayah yang
berbasis masyarakat melalui pengembangan dan pemberdayaan kelembagaan yang
menjamin terciptanya entitas komunitas yang kreatif dan adaptif. Membangun
interkoneksitas antar pelaku ekonomi sebagai suatu entitas wilayah yang kuat, dan
secara eksternal berintegrasi dengan sistem jaringan bisnis internasional.
4. Menciptakan iklim kondusif bagi kehidupan yang inovatif
Menciptakan iklim yang kondusif dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, dengan membangun sistem hukum yang responsif dan
menjamin adanya kepastian hukum bagi masyarakat serta terbangunnya
kelembagaan pemerintah yang berwibawa dan bebas KKN, sehingga terbangun
kehidupan masyarakat yang mampu menciptakan inovasi dalam meningkatkan
kemampuannya secara berkesinambungan.
5. Menguatkan kelembagaan dalam perwujudan tatakelola yang baik
Terciptanya sinergi pencapaian tujuan pemerintah, swasta, dan masyarakat
melalui pengembangan dan pemberdayaan kelembagaan dengan penerapan prinsip-
prinsip good governance. Proses sinergitas pencapaian tujuan tersebut diawali
dengan optimalisasi pelayanan publik yang menjamin terciptanya kesejahteraan
masyarakat. Mengembangkan kelembagaan demokrasi yang lebih kokoh, yang
didukung oleh adanya partisipasi optimal dari seluruh lapisan masyarakat.
C. Nilai-Nilai Dasar
Nilai-nilai yang dibangun dan sekaligus dipedomani dalam proses
pembangunan jangka menengah Sulawesi Selatan adalah; sipakatui sipakalabbiri;
sirondo-rondoi; sitaiyyang apiangang tassitaiyyang addaiyyang; abbulo sipappa-
allemo sibatu-tallang sipahua manyu siparampe yang bermakna perlunya menjalin
kerjasama dan kebersamaan berdasarkan penghargaan kepada sesama manusia atau
kelompok manusia, serta saling mengingatkan kepada kebaikan dan saling
mencegah pada kejahatan. Yang juga merupakan bagian dari ajaran agama.
Untuk memahami keberagaman sebagai potensi bukan sebagai ancaman.
Kualitas partisipasi justru sangat tergantung kepada tingkat dan kualitas
keberagaman. Senyatanya, pluralisme merupakan paham yang telah lama dikenal
dan diyakini oleh hampir semua etnik di Indonesia dan dilestarikan dalam wujud
Bhinneka Tunggal Ika.
Pluralisme menghargai keberagaman untuk kebersamaan dalam bingkai
kesetiakawanan sosial dalam masyarakat sebagai kekayaan budaya yang menjamin
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013
47
terselenggaranya pembangunan yang berkesinambungan. Seperti halnya dengan
partisipasi, prinsip ini juga dikenal secara tradisional, misalnya dari siri na pacce;
pesse; siamamasei; sianaccapamei yang pada dasarnya berarti memiliki rasa
kesetiakawanan sosial.
Prinsip dan nilai lain yang dilahirkan sekaligus dibutuhkan untuk
membangun kesadaran kosmologis adalah :
1. Keterbukaan/akuntabilitas dapat ditemukan dalam falsafah lempu; getteng;
ada tongeng; temmapassilaingeng; tappa; barani; sukaran/aluk; mballa asi-
asinna jiong mangapaqna tana; membawa makna kehidupan kemasyarakatan
dan penegakan hukum secara jujur, tegas, adil terpercaya, berani karena benar,
tunduk pada hukum, transparan dan bertanggungjawab.
2. Demokratis dapat dicermati melalui angngaru-mangngaru, sumpah kesetiaan
dan kontrak sosial antara pemerintah dan masyarakat. Assamaturuseng;
passamaturukang; abbulo sibatang; ademi ripopuang; luka taro arung-telluka
taro ade-luka taro ade-telluka taro anang; tengkona tang diturung-ajokkana
tang dilendokang; Persatuan dan kesatuan dengan makna kebersamaan dalam
kemufakatan sebagai kiat untuk mempertemukan berbagai aspirasi masyarakat
menjadi basis harmoni kehidupan berbangsa dan bernegara. Adat lebih
menentukan dari penguasa, bahkan rakyat lebih menentukan dari adat.
Kekuasaan di tangan rakyat karena aturan ade yang dipatuhi bukan karena
kehendak sang penguasa.
3. Profesionalisme dan Kemandirian, ini adalah hakikat dari nilai-nilai lokal
Sulawesi Selatan yang merupakan perwujudan dari budaya bahari. Berbasis
pada nilai kerja keras yang berbasis pada makna resopa temmangingi namalomo
naletei pammase dewata; resopa temangingi namangngamaseang bataraya;
yakni pembangunan yang hanya dapat berhasil melalui kerja keras yang diridhoi
oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Sebagai semangat kerja, tekad untuk pantang
mundur sebelum berhasil dalam falsafah kualleangngangi tallangi natowaliya;
takkalai nisombalang dotai ruppu dai natuwali.
4. Kualitas Manusia, nilai-nilai yang berkaitan dengan kualitas manusia sebagai
modal dasar untuk pengembangan tatanan modern dapat dipetik dari sulapa
eppa; sulapa appa; toddopuli temmalara; misa kada sipatuo; pantang kada
dipomate; anre nakulle nigiling nijarrekkija tanirokkai; yakni jika tekad
memang sudah bulat tidak akan bisa diubah oleh siapapun. Nekad bertindak
menurut kesepakatan, dalam pengertian seseorang akan memiliki tekad keras
yang bulat karena dalam dirinya sudah memiliki kemampuan, keterampilan, dan
pengetahuan yang memadai sehingga bisa bertekad untuk mengemban
amanah/tugas yang dibebankan kepadanya. Di samping itu, diperlukan pula
nilai-nilai untuk memosisikan sains dan teknologi. Dalam hal ini, sains semata-
mata merupakan media untuk memperoleh kehidupan manusia dan masyarakat
yang lebih baik, dan teknologi sebagai media untuk meningkatkan kualitas
hidup.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013
48
D. Strategi
Strategi dasar pembangunan Sulawesi Selatan tercantum pada visi
pembangunan Sulawesi Selatan 2008-2013, yaitu pemenuhan hak dasar yang
dilakukan pemerintah melalui upaya-upaya pelayanan dalam kerangka
pemberdayaan, pembangunan, dan pengaturan (regulasi), serta pada misi, yaitu
penciptaan lingkungan kondusif serta pemihakan kepada kelompok masyarakat
kecil tanpa mengabaikan keberadaan dan peran masyarakat menengah dan atas.
Pada tahap awal, upaya-upaya dimaksud akan ditekankan pada pelayanan
dalam kerangka pemberdayaan, khususnya untuk memenuhi hak dasar masyarakat
di bidang pendidikan dan pengetahuan. Secara bertahap, titik berat tersebut akan
digeser kepada pemberdayaan dan pengaturan, sesuai dengan tingkat perkembangan
kelembagaan masyarakat yang telah dicapai.
Pada dasarnya, pemilihan strategi ini sesuai dengan amanah RPJPD Sulawesi
Selatan 2008 - 2028. Untuk tahap pertama RPJPD (2008-2013) menekankan
peranan pemerintah yang lebih besar dalam proses pembangunan. Untuk maksud
tersebut, maka diperlukan terlebih dahulu penataan kelembagaan pemerintah yang
akan bermuara pada mewujudnya tata kelola kepemerintahan yang bersih dan kuat
(clean and good governance), yaitu pemerintahan yang didukung oleh aparatur yang
cakap dan inovatif sebagai birokrat dan pelayan masyarakat serta kelembagaan yang
efisien dan amanah dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dengan
senantiasa mengacu kepada prinsip-prinsip akuntabilitas dan transparansi (serta
prinsip good governance lainnya).
Pendekatan ini bermuara pada tatakelola pemerintahan yang baik sehingga
lebih terpercaya, efisien, dan amanah dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat dengan dukungan aparatur yang cerdas, inovatif, dan senantiasa
meningkatkan profesionalisme. Pemerintahan yang profesional senantiasa
membangun sinergitas antar stakeholders (pemerintah, swasta, dan masyarakat),
dengan tetap mengutamakan semangat kebersamaan serta menjalankan akuntabilitas
dan transparansi.
Upaya penataan kelembagaan pemerintah ditekankan kepada penguatan
fungsi fasilitasi, pemberdayaan dan demokratisasi.
1. Memperkuat Fungsi Fasilitasi
Memperkuat fungsi fasilitasi berarti tata kelola yang dijalankan berbasis pada
fungsi-fungsi yang sifatnya menyediakan panggung bagi optimalnya peran
pemerintah, komunitas dan pengusaha dalam berkontribusi bagi perwujudan visi.
Penguatan tersebut dilakukan dengan membangun jejaring kerja sama (networking)
secara regional dan nasional, menerapkan sistem tatakelola kepemerintahan yang
terpercaya, serta senantiasa membangun akses terhadap pelayanan publik.
2. Memperkuat Fungsi Pemberdayaan
Memperkuat fungsi pemberdayaan berarti tata kelola yang dijalankan
berbasis pada fungsi-fungsi yang sifatnya berdampak pada peningkatan kemampuan
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013
49
dan perbaikan aturan main dalam interaksi multipihak yang saling membuka diri
untuk mendorong perubahan. Penguatan ini dilakukan dengan mengoptimalkan
pengelolaan sumberdaya alam dan meningkatkan kinerja.
3. Memperkuat Fungsi Demokrasi
Memperkuat fungsi demokrasi berarti tata kelola yang dijalankan berbasis
pada apresiasi terhadap suara (voices) dan pilihan (choices) semua golongan dan
lapisan masyarakat. Penguatan ini juga dilakukan dengan membangun model
kebersamaan (semangat kolektif) dalam menjalankan pembangunan antar
pemerintah, swasta, dan masyarakat. Dengan kondisi seperti ini diharapkan dapat
membangun birokrasi yang efektif dan efisien.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 50
BAB V
ARAH KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH
A. Kebijakan Keuangan Daerah
Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal
apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-
sumber penerimaan yang cukup kepada daerah. Mengacu kepada Undang-Undang
yang mengatur Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, besarannya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan
antara Pemerintah dan Daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap
urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan
daerah.
Cara pemerintah membelanjakan dana telah mengalami transformasi melalui
"perubahan besar" desentralisasi tahun 2001 yang menyebabkan lebih dari sepertiga
dari keseluruhan anggaran belanja pemerintah telah beralih ke pemerintah daerah.
Secara umum sumber pendanaan yang menjadi investasi bagi daerah terdiri atas
investasi swasta dan investasi pemerintah. Investasi pemerintah yang dipergunakan
untuk menggerakan pembangunan di daerah secara garis besar terdiri dana yang
bersumber dari APBN dan APBD. Dana yang bersumber dari APBN berupa dana
dekonsentrasi, dana tugas pembantuan, ataupun APBN murni, serta dana
desentralisasi berupa dana perimbangan yang termuat dalam APBD.
Dana Desentralisasi, Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan
dalam penyelenggaraan pemerintahannya menggunakan asas desentralisasi,
dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Pemerintah telah mendesentralisasikan
wewenang sebagian besar dari belanja pemerintah kepada pemerintah daerah, dan
hasilnya pemerintah Provinsi dan Kabupaten di Indonesia sekarang membelanjakan
37 persen dari total dana publik. Ini mencerminkan tingkat desentralisasi fiskal yang
tinggi.
Dengan tingkat desentralisasi di Indonesia dan ruang fiskal yang kini
tersedia, pemerintah daerah masing-masing telah mempunyai kesempatan untuk
memperbaiki pelayanan publiknya yang terabaikan. Jika dikelola lebih bijaksana,
memungkinkan daerah-daerah tertinggal di bagian timur Indonesia untuk mengejar
daerah-daerah lain di Indonesia yang lebih maju dalam hal indikator sosial dan
indikator ekonomi.
Desentralisasi fiskal dalam bentuk transfer Dana Perimbangan yang
ditargetkan oleh Pemda Sulawesi Selatan berupa Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Alokasi ini dengan tujuan sebagai
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah
Otonom dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang setiap tahun ditentukan
berdasarkan Keputusan Presiden. DAU besarannya dihitung menggunakan
rumus/formulasi statistik yang kompleks, antara lain dengan variabel jumlah
penduduk dan luas wilayah. Selanjutnya untuk Dana Alokasi Khusus diperkirakan
pula akan lebih besar pada tahun-tahun mendatang mengingat banyaknya kebijakan
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 51
prioritas pembangunan yang menjadi kewenangan pemerintah yang akan
dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Dana Dekonsentrasi, Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari
Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau kepada Instansi
Vertikal di wilayah tertentu. Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari
APBN yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup
semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak
termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah.
Besarnya dana dekonsentrasi yang berada pada SKPD unit kerja Pemerintah
Provinsi Sulawesi Selatan diharapkan dapat meningkat dari tahun ketahun, terutama
untuk mendanai kegiatan prioritas provinsi. Dengan upaya yang lebih kuat dari
SKPD dengan memberikan informasi prioritas pembangunan daerah, diharapkan
pihak departemen/kementrian dapat lebih memperhatikan alokasinya ke Sulawesi
Selatan.
Dana Tugas Pembantuan, Penyelenggaraan asas tugas pembantuan adalah
cerminan dari sistem dan prosedur penugasan Pemerintah kepada Daerah untuk
menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pembangunan yang disertai dengan
pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban
melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang
memberi tugas. Tugas ini diselenggarakan karena tidak semua wewenang dan tugas
pemerintahan dapat dilakukan dengan menggunakan asas desentralisasi dan asas
dekonsentrasi.
Tugas Pembantuan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Daerah meliputi
sebagian tugas bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter
dan fiskal, agama dan kewenangan bidang lain. Kebijakan lain meliputi kebijakan
tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan secara makro, dana
perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian
negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan
sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi
nasional. Dana tugas pembantuan yang dialokasikan pada pemerintah daerah
Sulawesi Selatan sampai saat ini jumlahnya masih terbatas dan dialokasikan untuk
kegiatankegiatan yang bersifat non fisik dan pembinaan, namun diharapkan akan
meningkat dimasa-masa mendatang.
Sasaran umum, kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan
Kapasitas Fiskal Daerah melalui penggalian dan pemanfaatan sumber-sumber
pendapatan daerah (tanpa menimbulkan disinsentif terhadap perekonomian lokal),
meningkatkan efisiensi pemanfaatan belanja daerah (diukur terhadap pencapaian
sasaran pembangunan / RPJMD), serta meningkatkan efisiensi proses pemungutan
pajak dan retribusi serta sumber pendapatan daerah lainnya. Oleh karenanya dalam
pembahasan berikut lebih difokuskan pada pengelolaan keuangan yang menjadi
kewenangan secara langsung pemerintah daerah.
Arah kebijakan keuangan daerah dalam RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan
bertujuan untuk:
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 52
a) Menopang proses pembangunan daerah yang berkelanjutan sesuai dengan visi
dan misi daerah Sulawesi Selatan
b) Menjamin ketersediaan dan kecukupan pendanaan pelayanan dasar bagi
kesejahteraan masyarakat.
c) Meminimalkan resiko fiskal sehingga kesinambungan anggaran daerah dapat
terjamin.
d) Kesinambungan anggaran dengan merujuk kepada ketentuan UU Nomor 27
tahun 2003 dan UU Nomor 33 tahun 2004 terkait dengan batas defisit anggaran
dan batas pinjaman/utang.
e) Peningkatan akuntabilitas dan transparansi anggaran serta peningkatan
partisipasi masyarakat.
1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah
Dalam pengelolaan keuangan, daerah diberikan keleluasaan sehingga dapat
mengalokasikan dananya sesuai dengan kebutuhan daerah dengan tetap mengacu
pada peraturan perundangan. Sejalan dengan alokasi dana transfer Pemerintah yang
sebagian besar telah diberikan diskresi sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah.
Seluruh penerimaan dan pengeluaran daerah yang menjadi hak dan kewajiban harus
diadministrasikan dalam APBD. Pengelolaan keuangan daerah selain dilakukan
secara efektif dan efisien yang diharapkan dapat mendukung terwujudnya tata
kelola pemerintah daerah yang baik bersandarkan pada transparansi, akuntabilitas,
dan partisipatif.
(i) Kebijakan Sumber Pendapatan Daerah
Dilihat dari struktur APBD Provinsi Sulawesi Selatan selama lima tahun
terakhir, rata-rata belanja daerah dibiayai 53 persen dari dana transfer dan 55 persen
dibiayai oleh PAD. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, dalam pelaksanaan
desentralisasi fiskal, yang perlu dilakukan adalah lebih memperkuat basis pajak
daerah dengan menetapkan jenis pajak daerah yang tepat, disertai dengan diskresi
dalam penetapan tarifnya. Tingkat diskresi dalam menetapkan tarif dilakukan
dengan menetapkan tarif minimal dan maksimal, namun tidak terlalu membebani
masyarakat. Hal ini akan memberikan peluang bagi Provinsi Sulawesi Selatan
dalam meningkatkan pendapatannya, yang selanjutnya dapat memberikan implikasi
pada daerah ini untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik.
Dalam rangka menguatkan taxing power Provinsi Sulawesi Selatan, beberapa
kebijakan yang perlu dilakukan atara lain meliputi:
(1) Menyelaraskan perpajakan dan restribusi daerah dengan kewenagan
penyelenggaraan pemerintah daerah.
(2) Memperluas basis pajak daerah dan menggunakan diskresi dalam penerapan
tarif.
(3) Mempertegas dan memperkuat dasar-dasar pemungutan pajak dan restribusi
daerah.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 53
Implementasi kebijakan-kebijakan tersebut akan dilakukan antara lain
dengan cara sebagai berikut :
(1) Penetapan jenis pajak daerah yang primadona
Daerah hanya dapat memungut jenis pajak daerah yang telah ditetapkan sesuai
dengan perundang-undangan. Pajak-pajak provinsi dibagihasilkan secara lebih
proporsional kepada kabupaten/kota dengan adanya tambahan jenis-jenis pajak
baru yang cukup potensial, dan obyeknya relatif merata di seluruh
Kabupaten/Kota. Selain itu, penguatan pajak Provinsi, dan Kabupaten/Kota
juga dapat dilakukan dengan memperluas basis pajak yang selama ini sudah
ada.
(2) Penetapan tarif
Penetapan tarif pajak provinsi seperti Pajak Kendaraan Bermotor sebaiknya
dioptimalkan, dengan tetap melakukan pembatasan tarif maksimal dan minimal
untuk menghindari pengenaan pajak yang berlebihan, dan untuk mengurangi
perang tarif antar daerah.
(3) Penetapan Retribusi Daerah
Sejalan dengan perkembangan otonomi daerah dan dengan adanya pengalihan
beberapa fungsi pelayanan dan perizinan dari Pemerintah Pusat kepada Daerah,
maka penetapan tarif retribusi harus dilakukan secara lebih transparan, sehingga
beban retribusi yang harus dibayar (wajib retribusi) dapat lebih jelas dan
akuntabel. Dalam hal ini, pemungutan retribusi daerah harus terkait dengan
fungsi pelayanan dan perizinan yang menjadi urusan/kewenangan daerah.
(4) Penetapan Pajak Baru
Taxing Power untuk Provinsi relatif lebih baik dibandingkan untuk
Kabupaten/Kota, karena potensi pajak di Kabupaten/Kota relatif kecil walaupun
jenisnya lebih banyak. Sudah saatnya mempertimbangkan kemungkinan
diterapkannya pajak Provinsi yang baru antara lain PBB (desa dan perkotaan),
pajak lingkungan.
Perkembangan Konstribusi PAD dalam APBD Provinsi Sulawesi Selatan
menunjukkan kecenderungan naik selama tahun 2003 2007. PAD mencapai Rp
383,81 milyar atau 48,76 persen pada tahun 2003 dan menjadi Rp. 730,24 milyar
atau 53,21 persen pada tahun 2007.
a. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) tetap diupayakan menjadi sumber utama pen-
danaan dari APBD Provinsi Sulawesi Selatan. Di tingkat Provinsi peranan PAD
cukup besar dan cenderung meningkat. Peranan PAD provinsi dalam keseluruhan
penerimaan APBD meningkat dari 46,90 persen pada tahun 2002 menjadi 52,21
persen pada tahun 2008. Apabila dilihat dari jenis pajaknya, penerimaan pajak
Provinsi terutama berasal dari 2 jenis pajak, yaitu Pajak Kendaraan Bermotor dan
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang mencakup 75,8 persen dari total
penerimaan pajak provinsi dalam tahun 2007.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 54
Sementara itu, penerimaan retribusi daerah di tingkat Provinsi kontribusinya
sangat kecil. Dalam tahun 2006 penerimaan retribusi kurang dari 7,00 persen dari
total penerimaan PAD atau sekitar 2,3 persen dari total penerimaan APBD. Peranan
retribusi yang lebih besar di kabupaten/kota dibandingkan dengan penerimaan
retribusi di Provinsi tentunya terkait dengan peranan Kabupaten/Kota yang lebih
besar dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Kontribusi PAD selama lima tahun terakhir terhadap total pendapatan
daerah, yang mencapai rata-rata lebih besar dari 55%. Hal ini menunjukkan
semakin mandirinya daerah di dalam membiayai belanja pembangunan (self
supporting).
Arahan kebijakan Pendapatan Daerah difokuskan pada upaya untuk mening-
katkan setiap komponen PAD, antara lain melalui upaya-upaya intesifikasi dan
ekstensifikasi adalah sebagai berikut:
1) Intensifikasi pajak dan retribusi daerah terutama ditujukan untuk meningkatkan
kepatuhan (compliance) dan memperkuat basis pajak/retribusi yang ada.
Diantara pajak daerah yang menjadi andalan adalah Pajak Kendaraan bermotor
(PKB) dan BBN-KB.
2) Penyederhanaan dan modernisasi (komputerisasi atau elektronisasi) sistem per-
pajakan dan retribusi daerah.
3) Penyempurnaan landasan hukum dan penegakan hukum (law enforcement) bagi
pengenaan pajak dan retribusi;
4) Sosialisasi dan pemberian penyuluhan yang memadai kepada masyarakat
mengenai ketentuan pajak dan retribusi daerah;
5) Peningkatan pengawasan terhadap pelaksanaan pemungutan pendapatan daerah;
6) Peningkatan koordinasi dan kerja sama antar unit satuan kerja terkait serta Pe-
ningkatan kualitas aparat pajak/retribusi daerah;
7) Peremajaan (up dating) basis data pajak daerah serta optimalisasi pemanfaatan
data perpajakan;
8) Identifikasi retribusi baru dengan tetap memperhatikan agar retribusi tersebut ti-
dak menimbulkan disinsentif (dampak negatif dan atau efek distorsi) terhadap
perkembangan perekonomian lokal.
9) Pengkajian ulang terhadap semua jenis retribusi yang ada untuk menentukan
dampaknya terhadap perkembangan perekonomian daerah (yang dilakukan
secara berkala). Tindak lanjut pengkajian berupa penghapusan jenis pungutan
daerah yang bersifat distortif bagi perekonomian, disain ulang sistem tarif mau-
pun administratif sehingga lebih efisien dan lebih efektif (khususnya untuk
retribusi yang biaya pemungutannya tidak seimbang dengan manfaat yang
diterima), termasuk penghapusan retribusi yang memberatkan masyarakat kecil.
10) Untuk melaksanakan hal tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan
Regulatori Impact Assesment (RIA).
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 55
11) Peningkatkan kontribusi BUMD melalui pengelolaan BUMD secara lebih
efisien dan efektif, perbaikan manajemen, pembentukan subholding ataupun
konsentrasi pada bisnis utama, peningkatan profesionalisme BUMD, serta
memperkuat permodalan BUMD.
12) Pemanfaatan aset daerah, khususnya yang tidak termanfaatkan secara optimal
pada beberapa SKPD, seperti empang, lahan, dan sebagainya. Alternatif yang
ada adalah memberikan modal kepada SKPD terkait dengan target pendapatan
tertentu. Alternatif lain adalah mengkoordinasikan semua aset pada suatu unit
kerja yang khusus dibentuk untuk maksud tersebut.
13) Membangun lembaga keuangan yang berfungsi untuk menyediakan suntikan
modal dan atau dukungan finansial--termasuk dukungan manajemen finansial--
bagi kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat yang secara langsung maupun tidak
langsung berdampak terhadap peningkatan PAD. Pemerintah Provinsi dapat
saja melakukan pinjaman untuk mendapatkan dana segar yang diperlukan
sebagai biaya modal dan biaya operasional lembaga ini, selain dari kekayaan
daerah yang disisihkan.
14) Mendorong dan membantu pemerintah Kabupaten/Kota dalam pembangunan
dan pemanfataan LIS (Land Information System) yang mampu memasok
informasi terkini terhadap peningkatan NJOP akibat adanya investasi
pemerintah, khususnya berupa pembangunan baru atau peningkatan kualitas
infrastruktur.
15) Pengembangan sistem insentif (secara tidak langsung) untuk merangsang
peningkatan penerimaan dari retribusi daerah.
Dari rangkaian kebijakan yang diuraikan di atas, maka diharapkan akan lebih
meningkatkan pendapatan daerah. Pendapatan daerah dari PAD diproyeksikan pada
tahun 2013 sebesar Rp. 2,013 trilyun dari total target pendapatan sebesar Rp. 4,258
trilyun lebih.
b. Dana Perimbangan
Perkembangan dana perimbangan yang diterima Provinsi Sulawesi Selatan
selama 2003 sampai 2006 terus mengalami peningkatan dari Rp. 388 milyar pada
tahun 2003 berkembang menjadi Rp.623 milyar pada tahun 2006. Pertumbuhan
masing masing komponen dana perimbangan setiap tahunnya sangat berfluktuasi
dan cenderung kurang stabil, namun cenderung terus mengalami peningkatan,
seperti pada table berikut.
c. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah
Upaya yang perlu dilakukan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan adalah
koordinasi dengan Pemerintah Pusat untuk memperoleh bantuan dana kontinjensi /
penyeimbang dan hibah. Namun jenis penerimaan ini khususnya dan kontinjensi
dan penyeimbang pada tahun tertentu akan menjadi nol tidak disediakan lagi.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 56
d. Proyeksi Pendapatan Daerah
Berdasarkan proyeksi indikator makro ekonomi dan realisasi pendapatan
daerah selama 5 tahun terakhir, rencana kebijakan pembangunan secara umum
maupun kebijakan khusus yang akan ditempuh, Proyeksi PAD selama lima tahun
mendatang dapat dilihat pada table 12 dengan skenario pertumbuhan ekonomi 9
persen dengan pertumbuhan PDRB 9 persen
Proyeksi PAD dalam lima tahun mendatang dapat diperkirakan dengan
asumsi pencapaian PAD tersebutr sangat terkait dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi (PDRB) yang ditargetkan dan mempertimbangkan kecenderungan
perkembangan masing masing komponen PAD dengan faktor yang berpengaruh
pada masing komponen tersebut. Selain itu, strategi pencapaian PAD yaitu dengan
menerapkan pajak daerah yang sesuai (tidak menggerus perekonomian daerah)
dengan penetapan tarif yang tepat, sehingga dengan perekonomian daerah yang
lebih maju akan menghasilkan penerimaan bagi hasil pajak yang lebih besar.
Namun PAD Provinsi Sulawesi Selatan seperti Provinsi lainnya di Indonesia masih
tetap bertumpu pada pajak kendaraan bermotor (PKB). PKB ini akan terus
berkembang seiring dengan perkembangan sektor industri, perdagangan dan jasa di
Provinsi Sulawesi selatan ini. Proses perumusan kebijakan peningkatan penerimaan
pendapatan daerah senantiasa memperhatikan pembangunan berkelanjutan, serta
keberlangsungan dan tumbuhkembangnya dunia usaha.
Tabel 12
Sumber : Hasil Perhitungan
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 57
Proyeksi pendapatan sebagaimana yang diproyeksikan pada tabel tersebut
diatas, diharapkan dapat terpenuhi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun kedepan dan
dapat memberikan hasil yang lebih besar lagi bila asumsi-asumsi yang mendasari
dapat dipertahankan. Asumsi tersebut adalah :
1) Kondisi Perekonomian Makro dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara
regional minimal 9 %.
2) Pertumbuhan kendaraan bermotor baru minimal 10 % setiap tahunnya.
3) Kebijakan pemerintah terhadap suku bunga kredit pemilikan kendaraan
bermotor tidak mengalami perubahan secara signifikan.
4) Dapat dilakukan perluasan objek pemungutan sesuai dengan urusan yang
ditangani oleh Pemerintah Provinsi.
5) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pengelola Pendapatan Daerah mampu
melakukan intensifikasi dengan pertumbuhan minimal 10 % setiap tahun.
6) BUMD/Perusda mendapat dukungan optimal berupa modal dan fasilitas lainnya
untuk mendorong bidang usahanya, serta komposisi saham pada PT. Bank
Sulsel tetap didominasi oleh Saham Pemerintah Provinsi.
7) Perkembangan ekonomi Sulawesi Selatan akan mendorong peningkatan
penerimaan dari bagi hasil pajak (PPh).
Kebijakan pengembangan pendapatan daerah Provinsi Sulawesi Selatan meliputi :
1) Penyederhanaan sistem dan prosedur administrasi pemungutan pajak/retribusi
dan pemungutan lainnya serta peningkatan pengendalian/pengawasan atas
proses pemungutannya melalui pemberdayaan aparatur secara profesional.
2) Pemanfaatan teknologi informasi dalam rangka peningkatan kualitas,
kemudahan, ketepatan, dan kecepatan pelayanan untuk terwujudnya optimalisasi
pendapatan daerah.
3) Peningkatan pendayagunaan kekayaan daerah untuk mendorong kemampuan
masyarakat yang berdampak pada peningkatan pendapatan daerah.
4) Menata dan mengevaluasi nilai kekayaan daerah yang dipisahkan dalam rangka
pengembangan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), termasuk Perusahaan
Daerah.
5) Penyesuaian peraturan Pendapatan Daerah dan Peraturan Perundang-undangan
dalam rangka penegakan Peraturan Daerah terhadap masyarakat wajib pungut.
6) Peningkatan intensitas koordinasi Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat
termasuk lintas provinsi secara regional.
7) Peningkatan sosialisasi baik yang langsung kepada masyarakat maupun melalui
media cetak dan elektronik
B. Kebijakan Umum Anggaran
Dalam rangka penguatan taxing power daerah, beberapa kebijakan umum
yang perlu dilakukan, antara lain, (i) menyelaraskan perpajakan dan retribusi daerah
dengan kewenangan penyelenggaraan pemerintahan daerah; (ii) memperluas basis
pajak daerah dan mengkaji penerapan tarif yang tepat; dan (iii) mempertegas dan
memperkuat dasar-dasar pemungutan pajak dan retribusi daerah.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 58
Pelayanan publik pada dasarnya dapat dilakukan oleh berbagai tingkat
pemerintahan, baik Pemerintah, Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah
Kabupaten/Kota. PP Nomor 38 Tahun 2007 secara substansif membagi tanggung
jawab pemberian pelayanan publik dengan mempertimbangkan efektivitas dan
efisiensi pelaksanaannya. Beberapa prinsip umum yang dipergunakan dalam
melakukan efisiensi belanja dalam pelayanan publik adalah sebagai berikut: (i)
Manfaat Skala Ekonomi, (ii) Faktor Eksternalitas, (iii) Kesenjangan Potensi
Ekonomi dan Kapasitas Administrasi, (iv) Kecenderungan Masyarakat Terhadap
Pelayanan Publik, (v) Pemeliharaan Stabilitas Ekonomi Makro.
1. Kebijakan Pendapatan Daerah
Kebijakan Sumber Penerimaan Daerah dalam lima tahun ke depan adalah
sebagai berikut:
a. Memperkuat taxing power melalui perluasan tax base dan penetapan tarif yang
tepat khususnya untuk dua jenis pajak primadona yaitu PKB dan BBN KB;
b. Mendorong peningkatan bagi hasil pajak (PPh) melalui penciptaan iklim usaha
dan investasi yang lebih kondusif di Sulawesi Selatan;
c. Mengoptimalkan rencana pengalihan PBB dan BPHTB sebagai pajak daerah dan
tambahan jenis pajak baru yang akan diterapkan secara nasional;
d. SiLPA tahun sebelumnya akan tetap dipergunakan sebagai sumber penerimaan
pada APBD tahun berikutnya. Rata-rata SiLPA diupayakan maksimum 5 persen
dari APBD tahun sebelumnya;
e. Dapat dipersiapkan untuk menerbitkan obligasi daerah;
f. Memanfaatkan penerusan pinjaman dan hibah melalui pemerintah pusat untuk
membiayai pengembangan infrastruktur yang bersifat cost recovery;
g. Menyisihkan SilPA tahun lalu untuk menambah Dana Cadangan sebagaimana
diatur dalam Permendagri Nomor 13 tahun 2006;
2. Kebijakan Belanja Daerah
Arah kebijakan Belanja Daerah dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Menitikberatkan pada Urusan Wajib dan Urusan Pilihan yang sesuai dengan
Prioritas Pembangunan Daerah;
b. Meningkatkan alokasi anggaran pada bidang-bidang yang langsung menyentuh
kepentingan masyarakat;
c. Menjalankan program partisipasi penganggaran untuk isu-isu yang dominan
antara lain: pendidikan, kesehatan, kemiskinan, prasarana dasar, isolasi wilayah
serta lapangan verja;
d. Membangun Medium Term Expenditure Framework (MTEF) terutama untuk
menyelesaikan program-program yang harus dirampungkan dalam lebih dari
satu tahun anggaran;
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 59
e. Memberikan bantuan-bantuan (khususnya) keuangan dalam bentuk:
1) Subsidi, untuk menolong kelompok ekonomi lemah dalam mengakses
fasilitas public;
2) Hibah, untuk menyentuh kegiatan/usaha penduduk/komunitas sebagai seed
money;
3) Bantuan sosial, untuk menyentuh komunitas sosial tertentu dalam rangka
pembangunan modal sosial;
4) Bantuan keuangan, untuk memberikan insentif/disinsentif kepada pemerintah
daerah lainnya dalam rangka kerjasama/komitmen antar pemerintah daerah;
f. Belanja daerah disusun berdasarkan sasaran/target kinerja Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) yang harus dicapai setiap tahunnya. (performance-
based budgeting)
g. Melakukan efisiensi belanja, melalui :
1) Meminimalkan belanja yang tidak langsung dirasakan pada masyarakat;
2) Melakukan analisis cost benefit dan tingkat efektivitas setiap program dan
pemetaan profil resiko atas setiap belanja kegiatan beserta perencanaan
langkah antisipasinya.;
3. Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah
Pembiayaan Daerah merupakan transaksi keuangan daerah yang
dimaksudkan untuk menutup selisih antara Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah.
Jika Pendapatan Daerah lebih kecil dari Belanja Daerah, maka terjadi transaksi
keuangan yang defisit dan harus ditutupi dengan Penerimaan Daerah. Jika
Pendapatan Daerah lebih besar dari Belanja Daerah, maka terjadi transaksi
keuangan yang surplus dan harus digunakan untuk Pengeluaran Daerah. Oleh sebab
itu, Pembiayaan Daerah terdiri Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah.
Sesuai dengan PP Nomor 58 Tahun 2006, Penerimaan Daerah berasal dari
sumber yang antara lain :
a. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu;
b. Transfer dari dana cadangan;
c. Penerimaan pinjaman dan obligasi; serta
d. Hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan.
Sedangkan sumber Pengeluaran Daerah antara lain :
a. Transfer ke dana cadangan;
b. Penyertaan modal Pemda dalam BUMD;
c. Pembayaran utang pokok yang jatuh tempo dan sisa lebih perhitungan anggaran
tahun berjalan;
d. Pembayaran utang kepada pihak ketiga.
4. Kebijakan Khusus Anggaran
Kebijakan khusus anggaran meliputi:
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 60
(1) Peningkatan daya tarik (cost attractiveness) Sulsel bagi pengembangan industri,
antara lain melalui penyediaan insentif yang menarik bagi industri tertentu
(industri yang bernilai strategis bagi pertumbuhan ekonomi Sulsel (pertumbuhan
yang berkualitas).
(2) Pemberian subsidi untuk mengurangi biaya input antara, khususnya untuk
industri yang memiliki backward linkage dan forward linkage yang besar (>1),
yang dilakukan antara lain dengan membantu mengurangi biaya modal dan
lainnya pada beberapa industri yang diprioritaskan. Untuk maksud tersebut
diperlukan adanya analisis yang mendalam (berbasis pada model ekonomi
makro yang komprehensif) untuk menemukenali industri-industri dimaksud serta
perlakuan sepadan yang dibutuhkan untuk mendorong pengembangannnya.
(3) Mengurangi sebanyak mungkin retribusi daerah jika mungkin menjadi nil
retribusi dan upaya peningkatan penerimaan daerah yang secara langsung
maupun tidak langsung akan mengurangi atau bahkan berdampak negatif
terhadap terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan.
(4) Menemukenali upaya-upaya untuk meningkatkan pajak penghasilan (PPh dan
sejenisnya). dan untuk memudahkan pembagiannya, diperlukan adanya komu-
nikasi yang intens antara pemerintah Provinsi dan pemerintah pusat.
Kebijakan di atas dijabarkan dalam beberapa program kegiatan, antara lain sebagai
berikut:
(1) Peningkatan kerjasama swasta nasional maupun asing untuk pembangunan infra
struktur yang layak secara ekonomi.
(2) Peningkatan intermediasi dan fasilitasi antara pihak perbankan (dan jasa
keuangan lainnya) dengan pelaku usaha di daerah.
(3) Peningkatan penerimaan pemerintah melalui intensifikasi pajak dan retribusi.
(4) optimalisasi pengeluaran pemerintah dengan memberikan prioritas kepada
upaya-upaya/ program peningkatan kualitas manusia serta pembangunan infra
struktur sosial ekonomi.
a. Perencanaan Pinjaman Daerah
Pemerintah provinsi dapat melakukan Pinjaman Daerah jangka menengah
dan panjang sebagai alternatif pembiayaan untuk menutup defisit APBD yang
terjadi selama 2009 2013. Dalam hal merencanakan untuk melakukan pinjaman
jangka menengah dan panjang, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak
melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD
tahun sebelumnya.
2) Rasio proyeksi kemampuan keuangan Daerah untuk mengembalikan pinjaman
(Debt Service Coverage Ratio/DSCR) paling sedikit 2,5 (dua koma lima).
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 61
3) Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal dari
Pemerintah;
4) Mendapatkan persetujuan dari DPRD. Persetujuan DPRD termasuk dalam hal
pinjaman tersebut diteruspinjamkan dan/atau diteruskan sebagai penyertaan
modal kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
b. Obligasi Daerah
Sebagai tindak lanjut atas amanat UU Nomor 33 Tahun 2004, Pemerintah
telah membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk menggalang dana pinjaman
pemerintah daerah yang bersumber dari masyarakat sebagai salah satu sumber
pendanaan daerah. Salah satu sumber pembiayaan yang direncanakan oleh Provinsi
Sulawesi Selatan adalah pembiayaan melalui penerbitan obligasi daerah. Sumber
pendanaan tersebut adalah obligasi daerah untuk mendanai investasi sektor publik
yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat Sulawesi
Selatan.
c. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
Rata-rata pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2008-2013
diperkirakan mencapai 7,45 persen dan pertumbuhan ekonomi pada Tahun 2013
diperkirakan sebesar 7,40 persen dan diharapkan peningkatan investasi, industri
pengolahan hasil pertanian dan sektor-sektor lainnya dapat berkontribusi secara
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan selama periode 2008-
2013, Proyeksi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan 2008-2013 di jelaskan pada
tabel 13 berikut:
Tabel 13 : Proyeksi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan 2008-2013
LAPANGAN USAHA
/Industrial Origin
2008 2009 2010 2011 2012 2013
(1) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1. Pertanian
13.483.071 14.424.244 15.333.569 16.362.099 17.434.850 18.436.951
2. Pertambangan Dan
Penggalian 4.333.201 4.613.975 4.919.689 5.231.201 5.554.727 5.873.046
3. Industri Pengolahan 6.743.587 7.421.857 8.177.844 8.991.420 9.870.949 10.806.950
4. Listrik, Gas Dan Air Bersih
412.033 446.633 489.192 530.476 574.409 620.434
5. Bangunan 2.227.205 2.416.547 2.617.990 2.835.803 3.067.267 3.305.923
6. Perdagangan, Hotel Dan
Restoran 6.710.633 7.260.383 7.888.908 8.601.203 9.364.150 10.201.398
7. Angkutan Dan
Komunikasi 3.334.958 3.563.273 3.817.342 4.139.781 4.482.812 4.809.180
8. Keuangan, Persewaan, Dan
Jasa Perusahaan 2.600.090 2.701.823 2.822.851 2.941.211 3.169.129 3.412.072
9. Jasa-Jasa 4.943.035 5.352.037 5.786.864 6.255.314 6.751.877 7.261.905
Produk Domestik Regional
Bruto/Grdp
44.787.813 48.200.772 51.854.249 55.888.508 60.270.170 64.727.859
Pertumbuhan Ekonomi 7,36 7,62 7,58 7,78 7,84 7,40
Sumber : BPS data diolah
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 62
d. Proyeksi Penduduk
Jumlah penduduk Sulawesi Selatan pada Tahun 2013 diperkirakan mencapai
8.042.765 orang dan kepadatan penduduk sebesar 1,29 orang/km persegi, dengan
rata-rata pertumbuhan penduduk dalam kurun waktu 2006-2013 sebesar 0,857
persen per tahun.
Peningkatan jumlah penduduk ini di harapkan sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi dan kesempatan kerja agar pendapatan perkapita masyarakat dapat
meningkat sebesar Rp.8.06 juta pada tahun 2013 dari Rp. 5,09 juta pada tahun 2006.
Tabel 14 : Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Sulawesi Selatan 2008-2013
Proyeksi Jumlah penduduk
No.
Kabupaten/
Kota
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
1 Selayar 113.364 114.137 114.929 115.738 116.561 117.398 118.246 119.106
2 Bulukumba 380.371 382.050 383.694 385.304 386.880 388.420 389.924 391.392
3 Bantaeng 170.577 171.800 172.978 174.113 175.207 176.260 177.275 178.252
4 Jeneponto 333.221 335.751 338.210 340.599 342.917 345.165 347.344 349.454
5 Takalar 251.463 253.958 256.416 258.836 256.416 263.553 265.846 268.093
6 Gowa 582.434 591.763 601.003 610.146 619.184 628.110 636.916 645.598
7 Sinjai 222.373 223.407 224.414 225.393 226.346 227.273 228.174 229.050
8 Maros 300.377 304.117 307.847 311.562 315.260 318.935 322.584 326.204
9 Pangkep 284.406 286.362 288.299 290.210 292.097 293.956 295.785 297.582
10 Barru 160.178 160.683 161.185 161.682 162.175 162.661 163.142 163.616
11 Bone 692.418 694.908 697.484 700.136 702.852 705.625 708.445 711.304
12 Soppeng 228.064 228.865 229.676 230.495 231.317 232.143 232.967 233.789
13 Wajo 366.304 366.903 367.545 368.224 368.932 369.665 370.419 371.189
14 Sidrap 251.724 252.385 253.043 253.697 254.347 254.993 255.633 256.268
15 Pinrang 337.502 338.970 340.413 341.830 343.221 344.583 345.916 347.220
16 Enrekang 186.210 188.654 191.120 193.603 196.103 198.616 201.139 203.672
17 Luwu 320.145 324.299 328.405 332.460 336.460 340.404 344.287 348.108
18 Luwu Utara 293.450 299.854 306.214 312.522 318.774 324.964 331.086 337.135
19 Luwu Timur 215.628 220.238 224.858 229.482 234.106 238.726 243.337 247.936
20 Tator 434.303 438.284 442.310 446.374 450.471 454.593 458.737 462.897
21 Makassar 1.205.666 1.220.129 1.234.154 1.247.747 1.260.910 1.273.651 1.285.973 1.297.882
22 Parepare 117.198 117.815 118.411 118.989 119.547 120.088 120.611 121.117
23 Palopo 128.789 130.000 131.138 132.208 133.215 134.163 135.058 135.901
Jumlah
penduduk 7.576.165 7.645.332 7.713.746 7.781.350 7.843.298 7.913.945 7.978.844 8.042.765
Pertumbuhan 0,913 0,895 0,876 0,796 0,901 0,820 0,801
Sumber : BPS, data diolah
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 63
BAB VI
KEBIJAKAN UMUMPEMBANGUNAN DAERAH
A. Arah Kebijakan
Kebijakan umum pembangunan daerah merupakan hasil rumusan dari 4
(empat) masukan utama. Pertama, kondisi wilayah Sulawesi Selatan pada saat ini,
yang difokuskan kepada potensi dan peluang pengembangan yang dimiliki serta
kelemahan atau faktor-faktor yang mungkin menghambat proses pembangunan di
masa depan. Kedua, environmental input, yaitu berupa peluang sekaligus ancaman
yang potensial dihadapi dalam proses pembangunan Sulawesi Selatan yang tercipta
akibat dinamika lingkungan strategis. Ketiga, instrumental input, yaitu berupa
peraturan perundangan yang berlaku yang menjadi bingkai hukum yang harus
ditaati dalam proses pembangunan Sulawesi Selatan. Keempat, dinamika internal
berupa pergeseran aspirasi tatanan internal (daerah dan komunitas) Sulawesi
Selatan.
Mengingat bahwa kebijakan ini merupakan penjabaran dari strategi
pembangunan jangka menengah Sulawesi Selatan, maka kebijakan dimaksud
merupakan perwujudan dari upaya-upaya pemenuhan hak dasar masyarakat, yang
meliputi ketersediaan dan kemudahan akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan,
pendidikan, dan pangan; terbukanya peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang
layak; terciptanya lingkungan yang kondusif, baik secara fisik (perumahan, sanitasi
dan air bersih), secara sosial (rasa aman dan tenteram) maupun secara ekologis
(kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup); serta terjaminnya hak atas
tanah dan partisipasi dalam kehidupan sosial politik.
Kebijakan dimaksud dijabarkan ke dalam 7 (tujuh) agenda pembangunan
yang saling terkait dan saling memperkuat satu dengan lainnya, sehingga secara
bersama-sama diharapkan akan semakin mendekatkan Sulawesi Selatan kepada visi
pembangunan yang dirumuskan pada RPJPD Sulawesi Selatan 2008 - 2028, yaitu
menjadi wilayah terkemuka di Indonesia yang lebih dipertegas pada RPJMD
Sulawesi Selatan 2008 - 2013, berupa provinsi sepuluh terbaik di Indonesia dalam
pemenuhan hak dasar masyarakat.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, visi 2008-2013 di atas
dioperasionalkan dalam bentuk sasaran pembangunan jangka menengah Sulawesi
Selatan berupa peningkatan kualitas manusia Sulawesi Selatan--antara lain
dicerminkan oleh Indeks Pembangunan Manusia (IPM)--dan mewujudkan Sulawesi
Selatan sebagai Komunitas Pembelajar (Evolutionary Learning Community) yang
dicerminkan oleh tumbuhkembangnya kelembagaaan masyarakat yang kuat dan
mandiri pada semua bidang kehidupan.
Sasaran dimaksud dicerminkan oleh target pencapaian IPM sebesar 78-79
atau berada pada kisaran 10 -14 secara nasional. Target ini ditentukan dengan
asumsi bahwa provinsi lain di Indonesia mengalami peningkatan IPM mengikuti
kecenderungan sebelumnya, sehingga IPM nasional sebesar 77.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 64
Dari sisi kelembagaan masyarakat, diharapkan mayoritas Desa di Sulawesi
Selatan (60-70%) telah mewujud sebagai komunitas yang mandiri. Kelembagaan
ekonomi masyarakat kecil juga telah berkembang baik yang ditandai dengan
meningkatkan kontribusi sektor itu dalam penyerapan tenaga kerja dan
pembentukan PDRB. Kelembagaan sosial politik menunjukkan kecenderungan
positif yang ditandai oleh semakin mandirinya lembaga-lembaga politik dalam
menyelenggarakan misinya yang diiringi dengan semakin dewasanya sikap
masyarakat dalam menyalurkan aspirasi politik mereka. Kedewasaan ini antara lain
dicerminkan oleh semakin berkurangnya ekses negatif pilkada. Sedangkan untuk
kelembagaan sosial budaya, kemajuan yang dicapai berupa keberhasilan dalam
proses aktualisasi nilai-nilai budaya tradisional dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk tatanan kabupaten dan kota, target yang diharapkan adalah sebagian
besar daerah kabupaten kota telah berhasil menemukenali dan mengembangkan
potensi spesifik yang mereka miliki menjadi keunggulan lokal yang menjadi motor
pendorong peningkatan kualitas keberadaan tatanan mereka sebagai komunitas yang
kuat dan mandiri.
Setiap agenda ditopang oleh beberapa arahan kebijakan yang berfungsi
sebagai acuan bagi Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dalam merumuskan
program kerja masing-masing yang pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam 3
(tiga) kategori, yaitu: pelayanan, pemberdayaan, dan pengaturan (regulasi).
Pada dasarnya, ketujuh agenda dimaksud saling terkait satu dengan lainnya,
seperti diperlihatkan pada Gambar 6.1.
Gambar 6.1
Keterkaitan Antar Agenda Pembangunan
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 65
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pencapaian sasaran pembangunan daerah
Sulawesi Selatan sangat tergantung kepada keberhasilan menata dan meningkatkan
kualitas kelembagaan pemerintah.
B. Agenda Pembangunan
1. Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Kesehatan Masyarakat
Agenda ini merupakan perwujudan dari upaya-upaya untuk memenuhi hak
dasar masyarakat yang paling utama, yaitu pendidikan dan kesehatan, sekaligus
mendukung pencapaian sasaran pembangunan Sulawesi Selatan, yaitu peningkatan
kualitas manusia yang indikator utamanya berupa IPM.
Keberhasilan dalam penyelenggaraan agenda ini akan memberikan kontribusi
yang sangat signifikan terhadap pencapaian sasaran RPJMD 2008-2013. Itu karena
kualitas pengetahuan masyarakat Sulawesi Selatan relatif terpuruk, yang
dicerminkan dengan Angka Melek Huruf 86,24 (2007) dan Rata-rata Lama
Bersekolah (RLS) adalah 7.23 tahun (2007) yang berada cukup jauh di bawah rata-
rata nasional, yaitu 90,9 persen dan 7,3 tahun masing-masing untuk AMH dan RLS
pada tahun 2007. Sekaligus lebih meningkatkan lagi kualitas kesehatan masyarakat
yang diukur dengan Angka Harapan Hidup (AHH), walaupun angka ini telah berada
di atas rata-rata nasional, yaitu 69,40 pada tahun 2007.
Masalah utama bidang pendidikan terletak pada akses masyarakat dalam
mendapatkan layanan pendidikan dasar, khususnya dalam menuntaskan wajib
belajar sembilan tahun. Ini terkait dengan biaya yang harus ditanggung, terutama
dalam pengadaan buku dan berbagai bentuk pungutan. Di samping itu, ketersediaan
dan sebaran fasilitas pendidikan yang kurang memadai dibandingkan dengan
kebutuhan masyarakat. Kelangkaan fasilitas ini semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya strata pendidikan. Kualitas penyelenggaraan pendidikan juga
membutuhkan perhatian khusus. Kualitas dimaksud terkait dengan standar isi dan
proses pembelajaran, kompetensi luaran, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana
dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian. Penyebab ketiga adalah
sikap atau wawasan masyarakat terhadap pentingnya pendidikan. Di kalangan petani
dan nelayan, anak lebih banyak dipandang sebagai aset produktif ketimbang sebagai
"media" investasi (melalui pendidikan). Sikap dan wawasan ini juga tercermin dari
rendahnya pengeluaran rata-rata masyarakat untuk pendidikan. Walau pun tetap
perlu digarisbawahi bahwa alokasi belanja yang relatif sangat kecil itu terutama
disebabkan oleh karena porsi terbesar dari pendapatan telah terserap pada
pemenuhan kebutuhan pangan.
Masalah pokok pada bidang kesehatan terkait dengan belum optimalnya
penerapan pola hidup sehat dan rendahnya derajat kesehatan lingkungan dalam
masyarakat, rendahnya akses terhadap layanan kesehatan terutama pada masyarakat
terpencil dan pulau-pulau serta belum mantapnya manajemen pembangunan
kesehatan dan daya tanggap terhadap penyakit tertentu seperti flu burung,
HIV/AIDS, demam berdarah dan sebagainya. Ketersediaan pangan yang terjangkau
daya beli masyarakat juga merupakan akar masalah dalam upaya untuk
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, karena sangat terkait dengan kualitas
gizi masyarakat.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 66
Sasaran
1) Meningkatnya kualitas kesehatan masyarakat yang dicerminkan oleh Angka usia
harapan hidup 73,7 tahun dengan beberapa indikator antara, seperti IMR 22 per
seribu kelahiran, AKI 226 per seribu.
2) Meningkatnya kualitas pengetahuan masyarakat yang dicerminkan oleh Angka
Rata-rata Lama Sekolah 8,5 tahun dan Angka Melek Huruf 92 persen;
3) Meningkatnya mutu pendidikan, dengan indikator meningkatnya persentase
kelulusan dalam ujian nasional untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah;
4) Berkurangnya jumlah penduduk kurang pangan dan gizi, yang dicerminkan
prevalensi gizi kurang pada anak balita 20%, gizi buruk 5%.
5) Meningkatnya persentase lingkungan/perumahan sehat, sanitasi dan air bersih
dengan indikator capaian berupa cakupan air bersih 78% rumah tangga,
ketersediaan MCK pada setiap desa.
a. Pendidikan Gratis
Sasaran kebijakan ini adalah tersedianya fasilitas dan meningkatnya kualitas
penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah (SD dan setara SMP) dan yang
sepenuhnya dibiayai oleh pemerintah bagi sebagian besar anak usia sekolah (6 - 15
tahun).
Kebijakan ini diimplementasikan dalam bentuk pembiayaan bersama
penyelenggaraan pendidikan dimaksud antara pemerintah melalui program Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah
Provinsi melalui APBD masing-masing. Porsi Pemerintah Provinsi adalah
maksimun sebesar 40% dari sisi kebutuhan dana yang tidak tercover oleh dana BOS.
b. Peningkatan Kualitas Pelayanan Pendidikan
Kebijakan ini pada dasarnya bersifat saling melengkapi dengan kebijakan
pertama dan diarahkan pada peningkatan pengetahuan rata-rata masyarakat yang
dicerminkan antara lain oleh Rata-rata Lama Sekolah 8,5 tahun (2013).
Implementasi kebijakan ini difokuskan kepada upaya-upaya untuk
menyediakan fasilitas pendidikan, khususnya SD dan SMP; peningkatan kualitas
manajemen sekolah; pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi; perbaikan
kesejahteraan dan peningkatan kualitas guru; serta peningkatan akses masyarakat
terhadap fasilitas dimaksud, termasuk penyediaan insentif khusus bagi murid
berprestasi, khususnya yang berasal dari kalangan miskin, termasuk peningkatan
kualitas pendidikan dalam penanaman wawasan dan sikap serta budaya olahraga.
c. Promosi Pendidikan
Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran
masyarakat terhadap peranan pendidikan bagi peningkatan kualitas hidup mereka
(melalui peningkatan kinerja individu).
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 67
Kebijakan ini diimplementasikan dalam bentuk upaya-upaya untuk
menurunkan Angka Putus Sekolah serta untuk menarik kembali siswa putus
sekolah, melalui program paket A (untuk putus SD), paket B (SMP) dan paket C
(SLA). Bantuan beasiswa bagi siswa miskin dan berprestasi merupakan salah satu
bentuk dari upaya ini.
Kebijakan ini diharapkan akan membantu peningkatan angka Rata-rata Lama
Sekolah sehingga target capaian sebesar 8,5 tahun (yang dicantumkan pada
kebijakan b) dapat dicapai. Dengan kata lain, tanpa ditunjang oleh kebijakan ini,
target RLS yang disebutkan di atas akan sangat sulit direalisasikan.
d. Pemberantasan Buta Aksara
Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan Angka Melek Huruf (AMH)
menjadi 95 yang hanya dapat dicapai jika program ini mampu memberikan
pelatihan kepada minimal 479.465 orang dalam kurun waktu 2008 - 2013.
Keberhasilan implementasi kebijakan ini akan sangat memengaruhi upaya
pemerintah provinsi untuk meningkatkan nilai IPM, karena merupakan penyebab
utama rendahnya IPMSulawesi Selatan.
Analisis pelaksanaan program yang terkait dengan kebijakan ini
menunjukkan bahwa rendahnya IPM terutama disebabkan oleh karena banyak
peserta program yang setelah beberapa waktu kemudian menjadi tidak mampu lagi
membaca. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk memelihara kemampuan
baca masyarakat antara lain berupa penyelenggaraan beberapa program penunjang,
seperti Taman Bacaan Masyarakat, dan pengembangan media pembelajaran
masyarakat untuk kehidupan sehari-hari.
e. Pengembangan Budaya Baca
Sasaran kebijakan ini adalah meningkatnya kualitas dan kuantitas jangkauan
pelayanan perpustakaan yang diharapkan akan berdampak pada meningkatnya
budaya baca masyarakat.
f. Kesehatan Gratis
Kebijakan ini diarahkan untuk membantu pemerintah Kabupaten / Kota dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan pada tingkat Puskesmas dan Rumah Sakit (kelas III),
terutama untuk melingkupi masyarakat yang belum tercover oleh asuransi kesehatan yang
diselenggarakan secara nasional.
Cakupan kebijakan ini meliputi semua pelayanan kesehatan dasar di
puskesmas dan jaringannya, serta pelayanan kesehatan rujukan di kelas III rumah
sakit Pemerintah Daerah tidak dipungut biaya dan obat yang diberikan
menggunakan obat generik. Sasaran pelayanan kesehatan gratis adalah seluruh
penduduk Sulawesi Selatan yang mempunyai identitas (KTP/KK), tidak termasuk
yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya.
Kebijakan ini merupakan embrio bagi pengembangan program asuransi layanan
kesehatan daerah (JAMKESDA).
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 68
g. Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan
Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat
yang diupayakan melalui penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan agar sesuai dengan standar pelayanan minimum, serta
peningkatan akses masyarakat terhadap fasilitas dimaksud.
Program-program yang merupakan implementasi dari kebijakan ini
difokuskan kepada upaya-upaya yang secara langsung maupun tidak langsung
memengaruhi Angka Harapan Hidup, seperti upaya peningkatan kesehatan ibu
melahirkan, pelayanan kesehatan bayi dan anak, pelayanan kesehatan lansia,
pelayanan kesehatan penduduk miskin, standarisasi pelayanan kesehatan, pengadaan
obat dan perbekalan kesehatan (termasuk pengembangan obat asli Indonesia),
pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana rumah sakit, puskesmas, pustu
dan jaringannya.
h. Perbaikan Gizi Masyarakat
Kebijakan ini diarahkan untuk mengurangi jumlah penduduk kurang pangan
dan gizi, yang dicerminkan oleh prevalensi gizi kurang pada anak balita 20% dan
gizi buruk 5% dari jumlah balita.
Implementasi kebijakan ini difokuskan kepada upaya-upaya untuk
mengurangi Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Balita, serta peningkatan
kesehatan ibu hamil dan menyusui, serta didukung oleh program penanggulangan
kekurangan zat gizi dan lainnya, termasuk pengawasan dan pengendalian kesehatan
makanan serta promosi dan pengenalan sumber-sumber pangan baru.
i. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
Kebijakan ini diarahkan untuk mengurangi jumlah penderita penyakit
menular yang antara lain dilakukan melalui upaya-upaya pemantapan mekanisme
tanggap terhadap beberapa penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat
umum di Sulawesi Selatan, seperti deman berdarah, flu burung, TBC, HIV AIDS,
dan lainnya, termasuk imunisasi
j. Promosi kesehatan
Sasaran dari kebijakan ini adalah meningkatnya kesadaran masyarakat
terhadap pentingnya upaya-upaya untuk mencegah penyakit, termasuk ikut secara
aktif memelihara lingkungan sehat, termasuk peningkatan kesadaran untuk hidup
sehat. Indikatornya antara lain meningkatnya perilaku sehat menjadi 75 persen,
pengembangan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta Upaya Kesehatan
Berbasis Masyarakat (UKBM), dalam rangka mewujudkan Desa Siaga menuju
Desa Sehat.
Program yang termasuk dalam kebijakan ini antara lain pengembangan
kemitraan swasta & kerjasama lintas sektor dengan memberikan kemudahan dalam
membangun terutama pelayanan kesehatan rujukan rumah sakit dan pelayanan
medik lainnya, serta pengembangan dan peningkatan sistem peringatan dini dan
penunjang kejadian luar biasa.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 69
k. Peningkatan layanan perumahan, lingkungan permukiman, sanitasi
dan air bersih
Sasaran kebijakan ini adalah terwujudnya fasilitasi lingkungan perumahan
dan perumahan sehat, tersedianya air bersih antara lain, meningkatnya proporsi
penduduk (78% rumah tangga) yang memiliki akses pelayanan terhadap sumber air
minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar.
Program kegiatan yang diperlukan untuk mendukung kebijakan ini antara
lain pengembangan perumahan sehat, peningkatan layanan dan akses air bersih,
perbaikan pengelolaan persampahan dan drainase, serta perbaikan lingkungan
kumuh.
l. Peningkatan dan perbaikan kampung dan permukiman
Kebijakan ini diarahkan untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang layak,
aman dan terjangkau bagi penduduk miskin dan kalangan berpendapatan rendah,
tersedianya prasarana dan sarana dasar bagi kawasan rumah sederhana dan rumah
sangat sederhana yang sehat; serta terlaksananya pembangunan perumahan yang
bertumpu pada masyarakat.
2. Peningkatan dan Pemerataan Kesejahteraan Masyarakat
Agenda ini diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang
ditandai oleh meningkatnya kesempatan kerja, berkurangnya jumlah penduduk
miskin, serta meningkatnya kualitas ketahanan pangan yang dicerminkan oleh
ketersediaan pangan yang cukup dan terjangkau oleh sebagian besar masyarakat.
Indikator-indikator itu terangkum pada meningkatnya daya beli masyarakat yang
diproyeksikan akan berada pada kisaran 680 - 700 pada akhir tahun rencana (2013).
Perlu digarisbawahi bahwa keberhasilan agenda ini banyak ditentukan oleh
keberhasilan pelaksanaan agenda 6, khususnya program-program yang berkaitan
dengan peningkatan kualitas teknostruktur masyarakat pedesaan.
Pada tahun 2007, pengeluaran riel perkapita atau daya beli masyarakat
Sulawesi Selatan sebesar Rp. 625,3 ribu, mengalami peningkatan dari 615,2 (2004),
586,7 (2002) dan 571 (1999). Meski pun lebih tinggi dari 16 provinsi lain, bahkan
sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional (615), tetapi daya beli ini
masih perlu ditingkatkan agar sasaran RPJMD, yaitu IPM Sulsel termasuk 10 besar
di Indonesia pada tahun 2013, dapat tercapai.
Untuk maksud tersebut, maka perhatian perlu difokuskan kepada peningkatan
produktivitas sektor pertanian. Kebijakan ini setidaknya ditopang oleh 4 (empat)
alasan pembenaran. Pertama, secara relatif sektor ini mengalami penurunan laju
pertumbuhan dibandingkan dengan sektor industri dan sektor tersier. Dalam kurun
waktu 2001-2005 mengalami penurunan sebesar 0,68% per tahun atau dari Rp11,7
triliun (2001) turun menjadi Rp11,3 triliun (2005). Penurunan ini jelas memerparah
distribusi pendapatan karena sektor pertanian merupakan sektor basis Sulawesi
Selatan. Sebaliknya, peningkatan kinerja sektor ini secara langsung akan membuka
lapangan kerja baru sekaligus meningkatkan pendapatan mayoritas penduduk
Sulawesi Selatan. Kedua, kecenderungan global menunjukkan bahwa permintaan
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 70
terhadap hasil-hasil pertanian, khususnya pangan, meningkat. Kecenderungan ini
menawarkan pasar yang semakin besar bagi hasil-hasil pertanian. Dengan kata lain,
memicu peningkatan produksi sektor pertanian tidak akan diperhadapkan oleh
ketiadaan pasar yang mampu menyerapkan hasilnya. Ketiga, masalah ketahanan
pangan yang akan menjadi semakin krusial terutama karena dipicu oleh
kecenderungan meningkatnya permintaan global terhadap pangan serta anomali
iklim yang memengaruhi produktivitas pertanian pangan. Keempat, pemihakan
kepada pertumbuhan sektor pertanian akan mendorong terbangunnya struktur
ekonomi yang mengedepankan kepentingan masyarakat kecil (golongan ekonomi
lemah) tanpa mengabaikan kepentingan kelompok pengusaha, sehingga menjamin
terwujudnya tatanan sosial ekonomi yang tidak predatorik. Perlu digarisbawahi
bahwa dibutuhkan perhatian khusus agar sektor pertanian tetap merupakan usaha
rakyat, tidak beralih menjadi usaha korporasi hanya karena memburu peningkatan
efisiensi dan produktivitas.
Masalah utama yang dihadapi dalam upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat adalah kurangnya akses pelaku ekonomi mikro dan kecil terhadap aset-
aset produktif, seperti tanah, modal, pengetahuan, informasi dan lainnya. Padahal,
kelompok ini merupakan mayoritas (usaha mikro dan kecil yang mencapai 99,8%
dari total unit usaha.
Di samping itu, upaya-upaya yang perlu pula dilakukan adalah bantuan
langsung kepada kelompok masyarakat yang miskin dan penyandang masalah
kesejahteraan sosial, serta kepada masyarakat yang terkena musibah bencana alam
dan sejenisnya.
Sasaran
1) Meningkatnya kontribusi sektor pertanian pada pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Selatan, yaitu 6,46%pertahun selama kurun waktu rencana (2008 - 2013).
2) Meningkatnya daya beli masyarakat menjadi 680 - 700 pada tahun 2013.
3) Menurunnya penduduk miskin sebesar 20%, yaitu dari 971.500 menjadi 777.200
orang.
4) Menurunnya pengangguran terbuka sebesar 40%, yaitu dari 385.800 orang
menjadi 230.900 orang.
5) Meningkatnya akses masyarakat terhadap aset produktif, antara lain diukur dari
jumlah sertifikat tanah yang dikeluarkan, jumlah atau prosentase kredit kepada
UMKM dan Koperasi, dan sebagainya.
6) Meningkatnya diversifikasi konsumsi pangan pokok ditandai dengan
berkurangnya konsumsi beras sebesar 3,8 kg/kapita/tahun.
a. Peningkatan produksi pertanian & pengembangan agribisnis pedesaan
Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan produksi beberapa komoditas
unggulan dengan senantiasa mengedepankan keterlibatan masyarakat lokal, demi
untuk menjamin ketersediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 71
masyarakat, serta untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan
agribisnis.
Komoditas unggulan yang dimaksudkan disini adalah komoditas yang
memiliki potensi sumberdaya dan teknostruktur, skala ekonomi yang relatif besar
(karena melibatkan banyak petani dan memberi kontribusi besar pada peningkatan
PDRB), serta memiliki peluang untuk peningkatan kesejahteraan petani (karena
belum dilakukan secara optimal dan memiliki ruang untuk usaha agribisnis).
Sejumlah komoditas yang masuk dalam kelompok ini antara lain beras, jagung,
kakao, sapi, udang, dan rumput laut.
Sasaran spesifik dari setiap komoditas dimaksud adalah produksi beras 3.8
juta ton pada tahun 2013 dan surplus 2 juta ton beras pada tahun 2009; produksi
jagung 1,5 juta ton pada tahun 2013 dan 969.955 Kg pada tahun 2008; produksi
kakao 300 ribu ton pada tahun 2013; populasi sapi meningkat menjadi 1 juta ekor,
dengan ekspor 5.000 ekor/bulan, dan produksi daging 15 ribu ton/tahun pada tahun
2013; produksi udang 33,2 ribu ton/tahun pada tahun 2013 melalui pemanfaatan
tambak rakyat seluas 95,000 ha dan intensifikasi yang dilakukan oleh pengusaha
menengah dan atas; serta produksi rumput laut di tambak 31,1 ribu ton kering dan di
laut 63,8 ribu ton kering per tahun pada tahun 2013.
b. Peningkatan akses masyarakat kepada aset produktif dan kegiatan
produksi serta revitalisasi lembaga ekonomi masyarakat kecil
Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatnya kinerja Koperasi dan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan lembaga ekonomi masyarakat lainnya
sehingga mampu mewadahi kepentingan dan kebutuhan ekonomi masyarakat.
Sasaran ini antara lain dapat diukur dari meningkatnya jumlah UMKM yang
memiliki akses ke bank dan lembaga keuangan lainnya, meningkatnya nominal
penjaminan kredit bagi UMKM, adanya kerangka regulasi dan kelembagaan serta
pembiayaan Koperasi dan UMKM, meningkatnya akses masyarakat, khususnya
golongan ekonomi lemah, kepada aset-aset produktif agar mereka dapat
berpartisipasi secara aktif dan berkualitas dalam proses produksi yang terjadi di
tatanannya, serta berkembangnya Lembaga Penjaminan Kredit Daerah, melalui
kerjasama dengan lembaga keuangan dan asuransi.
Program aksi yang diperlukan untuk mewujudkan sasaran kebijakan ini, antara lain:
1) Penetapan kerangka pembiayaan, kelembagaan dan regulasi Koperasi dan
UMKM;
2) Pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif UMKM;
3) Penciptaan iklim UMKM yang kondusif melalui penyediaan dan penataan ruang
usaha bagi koperasi dan UMKM, meningkatkan pelayanan perijinan, fasilitasi
dan advokasi koperasi dan UMKM, serta mendorong dan memfasilitasi
tumbuhkembangnya sumber daya ekonomi lokal sebagai usaha unggulan
UMKM;
4) Pembangunan dan pemeliharaan sarana prasarana Koperasi dan UMKM;
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 72
5) Penyelenggaran urusan Koperasi dan UMKM sesuai standar pelayanan minimal
Koperasi dan UMKM.
6) Berdirinya sejumlah BPR pada setiap kabupaten/kota dan Lembaga keuangan
Mikro (LKM) pada setiap kecamatan yang menyediakan skim kredit khusus bagi
petani dan nelayan;
7) Berdirinya Pasar Lelang Komoditas pada sejumlah kabupaten/kota.
8) Berkembangnya sistem informasi pasar yang transparan.
c. Peningkatan pelayanan kepada penduduk miskin dan penyandang masalah
kesejahteraan sosial
Kebijakan ini diarahkan untuk menurunkan jumlah (dan persentase)
penyandang masalah kesejahteraan sosial serta mendorong bertambahnya
sumberdaya sosial, seperti Karang Taruna, relawan sosial dan lainnya, untuk
penyelesaian masalah kesejahteraan sosial.
Program kegiatan yang berkaitan dengan kebijakan ini, antara lain:
1) fasilitasi kepada kelompok penyandang masalah kesejahteraan sosial (fakir
miskin, anak jalanan, anak terlantar, kekerasan terhadap perempuan dan anak,
dan lainnya)
2) peningkatan layanan penduduk miskin, khususnya berkaitan dengan mekanisme
distribusi beras miskin (raskin).
3) Program pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan sosial;
4) Pembinaan penyandang cacat (disable person) dan trauma, melalui peningkatan
pengetahuan, keterampilan dan kemandirian para penyandang cacat dan trauma.
5) Pemberdayaan kelembagaan kesejahteraan sosial, melalui pembinaan lembaga-
lembaga sosial dalam mengatasi masalah kesejahteraan sosial di masyarakat,
meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penanganan
pelayanan sosial, serta meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam
penanggulangan masalah sosial;
a) Pembinaan eks penyandang penyakit sosial melalui peningkatan pengetahuan
dan kemandirian eks penyandang penyakit sosial;
b) Pembinaan Panti, melalui peningkatan kualitas sarana dan prasarana serta
pelayanan panti kesejahteraan sosial, serta peningkatan keterampilan
pengelola panti sosial.
c) Pembinaan anak terlantar, melalui pendataan dan pembinaan anak terlantar,
serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tenaga pelayan anak
terlantar.
d. Penanggulangan korban kebakaran, banjir dan bencana
Sasaran kebijakan ini berupa tersedianya bantuan bagi korban kebakaran,
banjir dan bencana, terlatihnya SDM aparatur dan terorganisasikannya masyarakat
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 73
dalam penanganan dan penanggulangan bencana, serta meningkatnya kapasitas
lembaga pengelola bencana.
Program aksi yang terkait antara lain:
1) Pembangunan pusat pengendalian bencana untuk mengoptimalkan penanganan
bencana terpadu;
2) Pemberdayaan masyarakat agar mampu berpartisipasi dalam penanggulangan
dan pengendalian bencana.
3) Integrasi sumber daya daerah dalam penanggulangan bencana, dengan sasaran
berupa meningkatnya kapasitas dan partisipasi masyarakat serta swasta dalam
penanggulangan bencana.
e. Penataan Pertanahan
Kebijakan ini merupakan penjabaran langsung dari upaya pelayanan
pemenuhan hak dasar masyarakat. Kebijakan ini memiliki 2 (dua) sisi. Pada sisi
pertama diarahkan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap tanah yang
merupakan aset produksi yang menjamin kehidupan ekonomi masyarakat perdesaan.
Sedangkan pada sisi lain, kebijakan ini diarahkan pula kepada inventarisasi terpadu
ketersediaan dan penguasaan tanah yang antara lain diperlukan untuk peningkatan
peneriman daerah (melalui PBB).
Upaya-upaya yang diperlukan untuk mencapai sasaran tersebut antara lain
melalui program P4T (Pendataan Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan
Pemanfaatan Tanah); program sertifikasi tanah masyarakat melalui sertifikasi
swadaya massal; dan pengembangan Sistem Informasi Pertanahan yang terintegrasi
pada Kabupaten/Kota dan Provinsi.
f. Penciptaan lapangan kerja dan usaha
Kebijakan ini diarahkan untuk mendorong proses penciptaan lapangan kerja
di perdesaan dan perkotaan yang dilakukan antara lain melalui peningkatan
efektifitas pemanfaatan bantuan dana bergulir untuk modal usaha di sektor formal
mau pun informal, serta menginisiasi semangat wiraswasta di kalangan generasi
muda, khususnya sarjana baru. Untuk program yang disebutkan terakhir, diperlukan
adanya skema kerjasama antara dunia usaha, perguruan tinggi dan pemerintah
daerah.
g. Penempatan dan perluasan kesempatan kerja
Kebijakan ini adalah untuk mendorong kesempatan kerja produktif serta
mobilitas tenaga kerja dalam rangka mengurangi penganggur dan setengah
penganggur baik di perdesaan mau pun di perkotaan serta memenuhi pasar kerja
internasional.
Kebijakan ini diwujudkan dalam bentuk program-program:
1) pemantauan dinamika pasar kerja dan berbagai tindakan agar penciptaan
lapangan kerja formal dapat terlaksana.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 74
2) Pengembangan infrastruktur pelayanan umum dalam rangka kegiatan pendukung
pasar kerja
3) Peningkatan kerjasama antar lembaga bursa kerja dengan industri/perusahaan
4) Pemberdayaan, rehabilitasi dan reintegrasi TKI purna.
h. Pembinaan dan pengawasan tenaga kerja
Kebijakan ini meningkatkan perlindungan dan pengawasan ketenagakerjaan
dengan sasaran terselenggaranya pemeriksaan ketenagakerjaan yang independen,
tidak memihak, dan berlaku sama di seluruh Kabupaten/Kota setiap tahunnya,
terbentuknya komite aksi dan rencana aksi penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan
terburuk untuk anak serta terwujudnya peningkatan kualitas dan kuantitas penerapan
K3 di Sulawesi Selatan.
3. Perwujudan Keunggulan Lokal untuk memicu laju pertumbuhan
perekonomian
Agenda ini diarahkan untuk memicu laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Selatan dengan bertumpu pada potensi yang selama ini belum dimanfaatkan secara
optimal. Di samping itu, seperti daerah lainnya di Indonesia atau bahkan di dunia,
Sulawesi Selatan tidak dapat mengandalkan kelanggengan pertumbuhan
ekonominya dengan hanya bertumpu pada sektor pertanian.
Setidaknya terdapat 3 (tiga) potensi yang dapat didayagunakan untuk memicu
laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan. Pertama, adalah memanfaatkan output
sektor pertanian yang relatif besar sebagai input bagi pengembangan agro-industri.
Kedua, keterkaitan industrial Sulawesi Selatan dengan wilayah lain di Indonesia
atau bahkan di rmanca negara. Ketiga, potensi pasar internal Sulawesi Selatan yang
cukup besar dan peningkatan perekonomian wilayah dan provinsi lain di Kawasan
Timur Indonesia.
Di samping itu, posisi geografis Sulawesi Selatan yang berada di posisi
silang arus lalu lintas di Indonesia dapat dimanfaatkan untuk memosisikan diri
sebagai simpul utama (main-hubs) sistem transportasi nasional yang pada gilirannya
dapat memicu tumbuhkembangnya beberapa kota di Sulawesi Selatan sebagai pusat
pelayanan.
Sasaran
1) Pertumbuhan ekonomi (PDRB) sebesar 7,64% pertahun dalam kurun waktu
2008-2013.
2) Berkembangnya agro-industri yang memanfaatkan hasil pertanian unggulan
Sulawesi Selatan dan daerah sekitarnya;
3) Berkembangnya beberapa industri strategis
4) Mewujud sebagai pusat pelayanan dan daerah tujuan wisata yang berada pada
urutan kelima di Indonesia dilihat dari sisi jumlah wisatawan;
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 75
a. Pengembangan industri strategis
Kebijakan ini diarahkan untuk menumbuhkembangkan industri strategis di
Sulawesi Selatan, dengan prioritas kepada agro-industri, industri kelautan, dan
industri yang memiliki keterkaitan industrial dengan industri/pasar di daerah lain,
termasuk di luar negeri.
Agroindustri yang perlu diprioritaskan pengembangannya adalah industri
pengolahan rumput laut, jagung, kakao, dan industri pengolahan hasil perikanan
(tangkap mau pun budidaya). Sedangkan untuk mendorong pembangunan industri
strategis diperlukan serangkaian kebijakan untuk meningkatkan daya tarik Sulawesi
Selatan bagi kalangan investor. Untuk maksud tersebut, maka upaya pertama yang
perlu segera dilakukan adalah menemukenali dan merumuskan daftar industri
strategis yang dilengkapi dengan insentif dan kemudahan lainnya yang disediakan
oleh pemerintah daerah.
b. Pusat Pelayanan
Sasaran kebijakan ini adalah berkembangnya kota Makassar sebagai simpul
utama (main-hubs) sistem transportasi nasional/internasional serta sebagai pusat
pelayanan regional di Kawasan Timur Indonesia.
Upaya yang diperlukan untuk mewujudkan sasaran dimaksud adalah fasilitasi
untuk peningkatan kinerja/kapasitas pelayanan Bandara Sultan Hasanuddin dan
Pelabuhan Soekarno-Hatta, serta pusat-pusat pelayanan sosial-ekonomi lainnya,
dengan prioritas kepada pelayanan kesehatan, pendidikan tinggi dan kejuruan,
Meeting Invention Convention and Exhibition (MICE), serta jasa keuangan dan
perdagangan.
Di samping itu, pengembangan fasilitas pelayanan sosial-ekonomi pada
beberapa kota yang memiliki posisi strategis perlu pula diprioritaskan, terutama
untuk menjalin interkoneksitas dengan wilayah Provinsi yang berbatasan.
c. Pengembangan kerjasama regional & promosi perdagangan
Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan intensitas kerjasama regional
guna menjalin interkoneksitas industrial yang saling menguntungkan (peningkatan
peluang sosial-ekonomi).
Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun ke depan perhatian perlu difokuskan
kepada pengembangan kerjasama regional Sulawesi dan antar kawasan, antar negara
dengan tetap membuka peluang bagi pengembangan kerjasama lainnya.
Program promosi perdagangan dan peningkatan ekspor semestinya pula
diberi perhatian khusus demintuk memelihara atau bahkan meningkatkan pangsa
pasar komoditas Sulawesi Selatan.
d. Mewujudkan Sulawesi Selatan sebagai destinasi pariwisata terkemuka
di Indonesia
Sasaran kebijakan ini adalah mewujudnya Sulawesi Selatan sebagai salah
satu daerah tujuan wisata terkemuka di Indonesia, sejajar dengan destinasi utama di
Indonesia seperti Bali, dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 76
Program kegiatan yang diperlukan untuk mendukung pencapaian sasaran itu
memiliki spektrum yang luas, mulai dari pengembangan pemasaran pariwisata;
pengembangan kemitraan dengan lembaga/asosiasi/organisasi kepariwisataan dalam
dan luar negeri; peningkatan iklim usaha kepariwisataan; pengelolaan fasilitas
pelayanan pariwisata milik daerah dengan menerapkan pinsip pelayanan prima dan
memenuhi standar internasional; serta pemanfaatan teknologi informasi dalam
pengelolaan industri dan atraksi pariwisata.
4. Mewujudkan Sulawesi Selatan sebagai entitas sosial ekonomi yang
berkeadilan, asri dan lestari
Ketersediaan dan kualitas sarana dan prasarana wilayah merupakan kata
kunci untuk meningkatan kualitas daya tarik (attractiveness) wilayah terhadap
investor (dan juga pengunjung) dan sekaligus menentukan kondusif tidaknya suatu
wilayah bagi pengembangan kegiatan sosial-ekonomi termasuk budaya.
Di samping itu, pengembangan dan pembangunan sarana dan prasarana
wilayah yang dilakukan dengan mengacu kepada rencana tata ruang yang baku akan
mewujudkan suatu wilayah menjadi satu kesatuan (entitas) sosial-ekonomi yang
sepenuhnya utuh. Entitas seperti ini jelas memiliki atau menawarkan skala ekonomi
yang relatif besar sehingga akan semakin memerkuat daya tariknya.
Walau pun demikian, pembangunan sarana dan prasarana wilayah perlu
dilakukan secara hati-hati, karena dapat mendorong pengembangan wilayah yang
tidak terkendali sehingga menimbulkan tekanan yang berlebihan terhadap kualitas
dan ketersediaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Kondisi seperti itui, pada
gilirannya akan menyebabkan terganggu atau bahkan mandeknya proses
pembangunan.
Senyatanya, kondisi seperti itu telah mewujud di Sulawesi Selatan. Ironisnya,
prasarana dan sarana wilayah belum sepenuhnya berkembang sehingga mampu
mendorong artikulasi sosial-ekonomi masyarakat secara optimal dan terpadu, tetapi
pada sisi lain, ancaman terhadap keberlangsungan pembangunan menjadi semakin
mencuat akibat terjadinya degradasi lingkungan yang semakin parah.
Simpulannya, tantangan yang dihadapi oleh Sulawesi Selatan pada saat ini
adalah bagaimana mengembangkan sarana dan prasarana wilayah yang mampu
mendorong laju peningkatan aktivitas sosial-ekonomi. Sedangkan pada sisi lain
mampu melakukan upaya-upaya rehabilitasi dan konservasi terhadap lingkungan
hidup.
Untuk maksud tersebut, maka diperlukan serangkaian program yang
difokuskan kepada penyusunan dan revisi rencana tata ruang, serta upaya-upaya
pengendalian pemanfaatan ruang agar senantiasa sesuai dengan rencana tata ruang.
Sasaran
1) Meningkatnya kualitas dan ketersediaan sarana dan prasarana wilayah yang
diperlukan untuk mendorong laju peningkatan aktivitas sosial-ekonomi;
2) Berkembangkan kawasan andalan sebagai sentra pengembangan wilayah;
3) Meningkatnya kondisi / kualitas lingkungan hidup.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 77
a. Perencanaan dan pengendalian penataan ruang
Kebijakan ini diarahkan untuk menjaga keseimbangan dinamis antara upaya-
upaya pemanfaatan sumberdaya alam untuk kepentingan kesejahteraan dengan
kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Untuk maksud tersebut diperlukan serangkaian program yang difokuskan
kepada penyusunan dan peremajaan (updating) rencana tata ruang, serta upaya-
upaya pengendalian pemanfaatan ruang agar senantiasa sesuai dengan rencana tata
ruang. Di samping itu, ketersediaan dokumen Amdal (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan) merupakan prasayarat yang harus dilengkapi oleh setiap kegiatan
pembangunan, baik yang dilakukan oleh pemerintah mau pun swasta.
b. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana wilayah
Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan aksesibilitas fisik antar daerah
dan antar kawasan serta penyediaan prasarana dan sarana wilayah lainnya yang
dibutuhkan untuk mendukung pengembangan aktivitas perekonomian, yang
dilakukan secara terpadu dalam suatu kerangka rencana penataan ruang yang
terpadu dan berwawasan lingkungan hidup.
Kebijakan ini diwujudkan dalam beberapa program kegiatan. Pertama,
program pemeliharaan dan peningkatan kualitas jalan yang diarahkan untuk
meningkatkan jangkauan pelayanan sosial ekonomi (pemerataan pelayanan sosial
ekonomi). Kedua, program pemeliharaan dan peningkatan kualitas sarana dan
prasarana keairan untuk menjamin ketersediaan pasokan air baku, baik untuk irigasi,
industri mau pun untuk rumah tangga. Ketiga, peningkatan ketersediaan energi,
khususnya listrik, untuk mendorong pengembangan industri.
Program pembangunan dimaksud dilakukan secara bertahap dengan
memberikan prioritas kepada sarana dan prasarana yang secara langsung terkait
dengan penyelenggaraan Agenda 2 dan 3, khususnya untuk mendukung upaya
revitalisasi Kawasan Andalan Pertanian.
Khusus untuk penyediaan listrik, diperlukan optimalisasi pemanfaatan PLTA
dan bendungan yang ada, di samping upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas
listrik yang dipasok oleh gas alam (PLTG), serta pengembangan PLTA (mikrohidro)
dan penggalakan pemanfaatan sumber-sumber energi baru dan terbarukan.
c. Peningkatan kualitas lingkungan hidup
Kebijakan ini terutama diarahkan untuk memelihara daya dukung lingkungan
yang menunjukkan kecenderungan degradasi yang parah, serta melakukan upaya-
upaya preventif terhadap pencemaran yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia, baik
yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, maupun aktivitas industri.
Kebijakan ini memberikan prioritas kepada upaya-upaya pengendalian emisi
gas buang kendaraan bermotor dan industri, pengembangan konsep kota hijau dan
Gerakan Sulawesi Selatan Hijau (Sulawesi Selatan Go Green), penegakan ketaatan
pemrakarsa usaha/kegiatan, pengendalian laju sedimentasi pada DAS Jeneberang,
DAS Saddang dan DAS Bila WalanaE untuk memelihara kinerja bendungan Bili-
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 78
Bili dan PLTA Bakaru, serta mencegah pendangkalan Danau Tempe; pengendalian
pencemaran limbah B3 dari kegiatan yang berpotensi menghasilkan limbah tersebut
melalui mekanisme UKL/UPL dan AMDAL; penggalakan upaya-upaya untuk
memulihkan kerusakan terumbu karang; dan meningkatkan integrasi perencanaan,
pelaksanaan maupun pengawasan tata ruang daerah dan wilayah, termasuk upaya-
upaya untuk pemanfaatan kawasan pesisir, laut, dan pulau kecil secara
berkelanjutan.
Mengingat bahwa program-program yang disebutkan di atas membutuhkan
dana yang relatif besar sehingga tidak dapat dibiayai oleh pemerintah daerah, maka
diperlukan upaya untuk meningkatkan keterlibatan pemerintah (pusat), lembaga-
lembaga internasional, dunia usaha dan peran serta masyarakat lokal. Di samping
itu, penegakan hukum lingkungan perlu terus ditingkatkan.
d. Revitalisasi Kawasan Andalan
Kebijakan ini diarahkan untuk mengembangkan kembali beberapa kawasan
andalan pertanian dalam suatu kegiatan ekonomi yang terpadu (agribisnis dan agro-
industri) yang didukung oleh teknostruktur/kelembagaan masyarakat yang sepadan.
Sasaran kebijakan ini adalah tersedianya kawasan siap bangun (KASIBA),
lingkungan siap bangun (LISIBA), dan kawasan industri di beberapa daerah
kabupaten / kota.
e. Pembangunan sarana dan prasarana perdesaan
Kebijakan ini diarahkan untuk menggalakan aktivitas sosial-ekonomi
masyarakat perdesaan sehingga mampu berfungsi sebagai kawasan produksi yang
tangguh dan efisien.
Wujud dari kebijakan ini berupa pembangunan jalan desa untuk
meningkatkan aksesibilitas antar Desa-Kota; fasilitasi pengembangan pasar desa;
peningkatan prasarana dan sarana untuk mendukung aktivitas ekonomi utama desa,
seperti irigasi desa untuk desa yang memiliki hamparan sawah yang besar; dan
lainnya.
Diharapkan ketersediaan sarana dan prasarana desa dimaksud akan menjadi
pendukung sekaligus pemicu tumbuhkembangnya desa menjadi komunitas yang
mandiri dan tangguh (program Baruga Sayang, agenda 6).
f. Pembangunan Perkotaan
Pembangunan perkotaan dititikberatkan kepada upaya-upaya untuk
mewujudkan kota sebagai kawasan produksi, pusat pelayanan sosial-ekonomi,
sekaligus sebagai kawasan hunian yang nyaman.
Untuk maksud tersebut maka diperlukan upaya untuk merealisasikan hirarki
perkotaan sehingga menjamin pemerataan akses terhadap pelayanan sosial-ekonomi
bagi seluruh masyarakat Sulawesi Selatan, di samping upaya-upaya untuk
membangun sarana dan prasarana perkotaan untuk mendukung aktivitas industri dan
perdagangan, serta upaya untuk meningkatkan kualitas hunian, seperti pemeliharaan
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 79
ruang terbuka dan taman kota, pengelolaan persampahan, pengendalian banjir, dan
lainnya.
g. Pembangunan Perhubungan
Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan kinerja transportasi guna
mendukung arus mobilitas penumpang dan barang inter dan antar daerah di
Sulawesi Selatan. Untuk maksud tersebut, dibutuhkan beberapa program indikatif,
antara lain:
1) Penetapan kerangka pembiayaan, kelembagaan dan regulasi perhubungan,
dengan sasaran terwujudnya pola pembiayaan dan kelembagaan yang efisien dan
efektif untuk mendukung pengembangan sistem transportasi.
2) Peningkatan kualitas pelayanan angkutan, dengan sasaran terselenggaranya
sistem angkutan umum yang terintegrasi (feeder service, park and ride) yang
memenuhi kriteria pelayanan prima dan standar nasional, serta tersedianya
angkutan umum khusus penumpang dari-ke Bandara Hasanuddin dan pelabuhan
Soekarno-Hatta.
3) Peningkatan pelayanan dalam penyelenggaraan urusan perhubungan melalui
penataan kelembagaan perhubungan termasuk peningkatan kualitas aparat
perhubungan, serta pengadaan sarana dan prasarana perhubungan.
5. Penciptaan Lingkungan Kondusif bagi kehidupan inovatif
Penciptaan lingkungan kondusif adalah keniscayaan karena merupakan hak
dasar masyarakat, yaitu hak terhadap adanya lingkungan yang menjamin rasa aman
dan rasa tenteram. Sedangkan pada sisi lain, lingkungan dimaksud merupakan pula
syarat harus bagi tumbuhkembangnya kreatifitas yang akan bermuara pada
terwujudnya kelembagaan masyarakat yang kuat dan mandiri--dalam menyediakan
choice dan voice--pada berbagai bidang kehidupan.
Lingkungan kondusif terutama ditopang oleh adanya tingkat keamanan dan
ketenteraman yang memadai serta terjaminnya rasa keadilan di kalangan masyarakat
yang dibangun antara lain melalui upaya-upaya pembinaan dan penegakan hukum.
Upaya dimaksud semestinya tidak hanya menjadi tanggung jawab aparat penegak
hukum, tetapi juga menuntut adanya partisipasi masyarakat yang mewujud dalam
bentuk kepatuhan dan kedisiplinan terhadap hukum.
Mengingat bahwa informasi merupakan nourishment bagi tatanan
masyarakat, maka diperlukan upaya-upaya berkesinambungan untuk senantiasa
menghadirkan informasi yang sehat. Tanpa informasi seperti itu, maka atmosfir
interaksi dalam tatanan dimaksud akan diisi dan diwarnai oleh rumor dan isu yang
sangat potensial memicu hal-hal yang dapat mengganggu ketenteraman masyarakat.
Di samping itu, adanya arus informasi yang transparan diperlukan pula oleh
pemerintah sebagai umpan balik untuk memperbaiki kinerjanya.
Secara lebih spesifik, yaitu di bidang ekonomi, kondisi dimaksud dapat lebih
ditingkatkan sehingga mewujud sebagai daya tarik (attractiveness) wilayah bagi
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 80
para calon invenstor yang selanjutnya akan mendorong laju perkembangan
perekonomian wilayah. Untuk maksud tersebut, diperlukan serangkaian upaya yang
diarahkan untuk menghadirkan kepastian hukum yang menjamin masa depan
investasi, membangun pasar yang menjanjikan keuntungan yang wajar, serta adanya
kemudahan-kemudahan lain yang ditawarkan oleh pemerintah dan masyarakat.
Dalam hal ini, kemampuan daerah untuk menghasilkan produk hukum sebagai
upaya penyesuaian dan operasionalisasi terhadap produk hukum nasional perlu
ditingkatkan, sehingga mampu menghasilkan produk hukum daerah yang bersifat
produktif dan inovatif untuk menggalakkan laju pembangunan daerah.
Seperti telah disinggung sebelumnya, lingkungan kondusif akan mendorong
tumbuhkembangnya kelembagaan masyarakat yang berarti semakin meningkatnya
tingkat keragaman masyarakat. Keadaan ini perlu diwaspadai, karena keragaman
menyimpan potensi konflik. Oleh karena itu, upaya dini untuk mencegah konflik
perlu dilakukan tanpa harus menghambat pengembangan kelembagaan masyarakat.
Pada dasarnya, potensi konflik itu dapat dikendalikan sepanjang pemerintah dan
masyarakat mampu memelihara identitas bersama--identitas ke-Sulsel-an--yang
menjadi perekat semua komponen masyarakat.
Pada saat ini, kondisi lingkungan Sulawesi Selatan cukup memadai. Walau
pun demikian mulai terlihat adanya kecenderungan menuju ke arah sebaliknya.
Kriminalisasi semakin bervariasi, termasuk peredaran dan penyalahgunaan narkoba
yang semakin marak, bahkan telah mewujud sebagai suatu ancaman yang serius. Di
samping itu, daya tarik wilayah masih jauh dari memadai yang dicerminkan oleh
realisasi investasi yang tidak terlalu besar.
Sasaran
1) Meningkatnya kondisi keamanan dan rasa aman serta keadilan bagi segenap
lapisan masyarakat yang ditandai oleh menurunnya indeks kriminalitas.
2) Meningkatnya disiplin dan kepatuhan masyarakat terhadap hukum, yang ditandai
oleh menurunnya pelanggaran hukum;
3) Meningkatnya kualitas dan penyebaran informasi, yang dicerminkan oleh fungsi
kehumasan pemerintah provinsi yang semakin profesional, serta pemberitaan
koran daerah yang bertanggung jawab;
4) Meningkatnya daya tarik Sulsel bagi calon investor yang ditunjukkan oleh
meningkatnya jumlkah proposal dan realisasi investasi di wilayah Sulawesi
Selatan.
5) Meningkatnya jumlah Perda yang mendorong peningkatan produktivitas dan
investasi;
6) Terkelolanya potensi konflik.
a. Pembinaan Kesatuan Bangsa dan kehidupan sosial kemasyarakatan
Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran di
kalangan masyarakat dalam menyikapi perbedaan. Menyadari bahwa perbedaan
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 81
merupakan modal sosial untuk saling memahami dan saling berdialog untuk
menciptakan kerukunan hidup yang semakin berkualitas, bukan merupakan awal
dari perdebatan dan konflik.
Perwujudan dari kebijakan ini adalah dalam bentuk upaya-upaya sistimatis
dan terprogram dengan berlandaskan kepada 4(empat) konsensus dasar kebangsaan
yakni Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan
Bhinneka Tunggal Ika yang diarahkan untuk meningkatkan pemahaman dan
kesadaran masyarakat terhadap pluralitas bangsa (multikulturisme); memediasi dan
memfasilitasi berlangsungnya dialog antar komunitas dan peningkatan peran Forum
Kerukunan antar Umat Beragama (FKUB), Forum Pembauran Kebangsaan (FPK)
atau Forum Antar Etnis (FAE), serta mengembangkan wawasan kebangsaan dan
identitas ke-Sulsel-an di kalangan masyarakat, khususnya generasi muda, demi
untuk mewujudkan toleransi, rasa solidaritas, dan ikatan sosial guna memelihara dan
membangun kerukunan nasional.
b. Peningkatan keamanan dan ketertiban masyarakat
Kebijakan ini diarahkan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban dalam
arti luas di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan.
Perwujudan dari kebijakan ini berupa upaya-upaya untuk membantu
memantapkan dan meningkatkan profesionalisme Polri sebagaimana yang telah
disepakati bersama antara Pemda dan Polri agar mampu melindungi dan mengayomi
masyarakat, mencegah tindak kejahatan, dan menuntaskan tindak kriminalitas;
menginisiasi gerakan sadar dan tertib berkelanjutan; peningkatan kesadaran hukum
dan Hak Azasi Manusia (HAM) untuk mendukung terselenggaranya penegakan,
pemenuhan, dan pemajuan Hak Asasi Manusia (HAM); pelayanan dan advokasi
hukum bagi aparat dan terfasilitasinya penyelesaian hukum asset pemda yang
bermasalah. Tidak kalah pentingnya adalah peningkatan kualitas peran Satuan Polisi
Pamong Praja (Satpol PP) dan pemantauan berkala tes urine bagi pejabat dan
pegawai pemerintah provinsi untuk mencegah secara dini keterlibatan aparat dalam
penyalahgunaan narkoba. Selain itu, untuk peningkatan keamanan dan ketertiban
masyarakat dibentuk jaringan Komunikasi Intelijen Daerah (KOMINDA), Forum
Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), dan Forum Pengkajian Masalah Strategis
Daerah (FOKMAS).
c. Penataan sistem legislasi daerah
Penataan legislasi daerah diarahkan untuk menyempurnakan sistem legislasi
daerah agar lebih terfokus pada terciptanya rasa keadilan di kalangan masyarakat
luas, dan secara lebih khusus, mampu mendorong tumbuhkembangnya kehidupan
yang inovatif pada semua bidang.
Untuk mewujudkan sasaran dimaksud, maka diperlukan upaya pembenahan
struktur hukum dan meningkatkan budaya hukum serta menegakkan hukum secara
adil, konsekuen, tidak diskriminatif dan memihak pada rakyat kecil. Di samping itu,
perlu pula dilakukan penataan peraturan daerah untuk membangun kebijakan daerah
yang mengikat dan berdasarkan kepada opini hukum; serta tersedianya perda yang
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 82
aspiratif, sesuai kebutuhan dan dinamika masyarakat yang mendorong tumbuh
kembangnya kehidupan masyarakat pada semua bidang kehidupan. Upaya-upaya
untuk mengaktualisasikan hukum-hukum adat perlu pula diketengahkan agar
tercipta sistemhukum yang lebih akrab dengan masyarakat lokal, tentunya dengan
tetap memerhatikan kesepadannnya dengan peraturan perundangan yang berlaku.
d. Pembinaan kehidupan sosial-politik
Demokratisasi yang marak saat ini perlu dikendalikan sedemikian rupa
sehingga tidak bermuara pada tumbuhkembangnya tatanan atau formasi sosial yang
predatorik.
Untuk mewujudkan sasaran kebijakan ini maka diperlukan upaya-upaya
sistimatis dan konsisten dalam pendidikan politik bagi segenap lapisan masyarakat
yang diarahkan kepada peningkatan kesadaran politik masyarakat. Di samping itu,
mediasi dan fasilitasi perlu terus digalakkan untuk mencegah secara dini konflik
antar lembaga-lembaga politik, khususnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan
Pilkada Presiden dan Legislatif. Mengedepankan pendekatan budaya dalam proses
dialog antar lembaga politik dan lembaga kemasyarakatan yang terkait merupakan
pendekatan yang direkomendasikan.
e. Peningkatan kualitas informasi dan komunikasi
Kebijakan ini diarahkan untuk menciptakan ruang komunikasi dan informasi
yang transparan dan adil bagi segenap lapisan masyarakat tanpa kecuali. Untuk
mendukung kebijakan ini, maka kualitas peran dan tanggung jawab media massa,
cetak maupun elektronik, perlu terus ditingkatkan dengan tetap mengedepankan
upaya-upaya untuk menjaga agar dinamika masyarakat senantiasa dapat terkelola
dengan optimal. Di samping itu, peran dimaksud perlu diperluas agar mampu
berfungsi sebagai katalisator dalam proses pergeseran teknostruktur masyarakat ke
arah masyarakat berbasis informasi (knowlede-based society).
Peran kehumasan pemerintah provinsi juga perlu ditingkatkan, agar pada satu
sisi semakin mampu melakukan diseminasi informasi tentang kebijakan pemerintah
provinsi serta sekaligus memelihara dan meningkatkan cita positif pemerintah di
mata masyarakat; sedangkan pada sisi lain, juga mampu berperan sebagai media
penjaringan aspirasi masyarakat yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas
kinerja pemerintah di bidang pelayanan, pemberdayaan dan pengaturan.
Pemanfaatan teknologi informasi sangat dianjurkan karena akan
mempercepat dan memperluas jangkauan diseminasi informasi, sekaligus
memudahkan masyarakat untuk menyalurkan aspirasi dan memberikan masukan
untuk peningkatan kinerja pemerintah provinsi. Untuk maksud tersebut, diperlukan
adanya situs pemerintah provinsi yang dikelola secara profesional dan mencakup
kegiatan dari semua SKPD. Pendekatan ini selain akan lebih efisien dan efektif
dalam pemanfaatan sumberdaya juga akan lebih meningkatkan aksesibilitasnya,
dibandingkan jika setiap SKPD memiliki situs masing-masing.
Di samping menyediakan informasi-informasi yang berkaitan dengan
kebijakan pemerintah provinsi, situs dimaksud perlu dilengkapi dengan informasi
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 83
yang berkaitan dengan potensi yang dimiliki oleh Sulawesi Selatan serta kebijakan
pemerintah dalam pemanfaatannya, termasuk insentif dan kemudahan lainnya yang
disediakan pemerintah. Tidak kalah pentingnya adalah mencantumkan informasi-
informasi yang secara langsung berkaitan dengan peningkatan dan pergeseran
teknostruktur masyarakat. Dalam hal ini, materi-materi penyuluhan dan sejenisnya
perlu disediakan pada situs dimaksud, dan sebaiknya memanfaatkan teknologi
multi-media.
6. Penguatan Kelembagaan Masyarakat
Masyarakat maju (evolutionary learning community) adalah masyarakat yang
mampu menyediakan secara mandiri beraneka ragam kebutuhan mereka, sehingga
peran pemerintah akan dapat lebih difokuskan pada aspek regulasi yang non-
represif. Syarat harus bagi terwujudnya masyarakat seperti ini adalah keberadaan
lembaga-lembaga masyarakat yang tangguh dan mandiri dalam menyelenggarakan
misinya. Sejatinya, misi setiap lembaga kemasyarakatan dapat dikelompokkan ke
dalam 2 (dua) kategori. Pertama, adalah menyediakan pilihan-pilihan (choice) yang
beragam dan berkualitas kepada masyarakat, termasuk melahirkan pemimpin, pada
semua bidang kehidupan. Kedua, menyalurkan aspirasi dan kepentingan masyarakat
serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memilih berbagai pilihan yang
ditawarkan kepadanya (voice).
Setiap lembaga masyarakat memiliki identitas (visi, misi dan nilai) yang unik
yang membedakannya dengan lembaga masyarakat lainnya. Keberadaan berbagai
lembaga dengan identitas yang sangat beragam itu akan semakin meningkatkan
Kapasitas Swatata (self-organizing capacity) masyarakat bersangkutan untuk
beradaptasi-kreatif terhadap dinamika lingkungan strategis yang terus berubah
dengan laju yang semakin cepat. Walau pun demikian, diperlukan adanya nilai
bersama (common values) yang menjadi acuan bersama dari setiap lembaga. Nilai
bersama dimaksud sebaiknya digali dari budaya lokal yang telah berurat berakar
pada masyarakat bersangkutan.
Pada saat ini, lembaga masyarakat seperti dimaksud, pada hampir semua
bidang kehidupan, belum sepenuhnya berkembang di Sulawesi Selatan atau bahkan
mengalami stagnasi. Di sisi lain, nilai-nilai budaya lokal mulai memudar tetapi
perannya belum sepenuhnya dapat tergantikan oleh nilai-nilai baru yang dibawa
oleh spirit zaman. Kondisi ini jelas merupakan ancaman yang serius bagi Sulawesi
Selatan dalam mempertahankan keberlangsungan keberadaannya.
Oleh karena itu, menjadi tugas pemerintah untuk melakukan pemberdayaan
kepada berbagai organisasi kemasyarakatan. Organisasi pemuda perlu diberi
perhatian karena merupakan wadah untuk memersiapkan kepemimpinan di masa
depan dan di mana spirit inovasi dipelihara dan dikobarkan. Organisasi keagamaan
merupakan pilar untuk menanamkan nilai dan norma serta menginternalisasikan
religiusitas dan spiritualitas bagi setiap individu masyarakat. Organisasi olah raga
merupakan media untuk menciptakan raga yang sehat, dan dalam raga yang sehat
akan berkembang jiwa dan pikiran yang sehat. Organisasi perempuan juga menuntut
penguatan, mengingat fungsinya yang semakin relevan di tengah spirit
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 84
pengarusutamaan gender saat ini. Selain itu, organisasi profesi merupakan modal
sosial yang tidak kalah urgennya untuk difasilitasi, mengingat tantangan perwujudan
masyarakat berbasis pengetahuan yang meniscayakan interkoneksitas antar profesi.
Simpulannya, penguatan kelembagaan bagi berbagai organisasi masyarakat
merupakan upaya strategis untuk menginisasi dan mendorong perubahan menuju
perwujudan kesejahteraan dan kemartabatan.
Sasaran
1) Menguatnya nilai-nilai budaya lokal yang berbasis pada nilai-nilai budaya bahari
dan keagamaan yang teraktualisasi dengan nilai-nilai yang dibawa oleh spirit
zaman.
2) Tumbuhkembangnya kelembagaan masyarakat yang tangguh dan mandiri pada
seluruh aspek kehidupan yang mampu mendukung terselenggaranya
pembangunan berbasis komunitas (Community-Based Development), melahirkan
pemimpin, menyediakan dan menciptakan pilihan-pilihan (choice) yang semakin
berkualitas kepada masyarakat serta mendorong dan meningkatkan kemampuan
untuk memilih dan menyalurkan aspirasi (voice) dari anggota masyarakat pada
segenap lapisan untuk semua bidang kehidupan, dan secara aktif mendorong
terwujudnya daerah kabupaten dan kota sebagai komunitas yang maju dan
mandiri.
3) Meningkatnya kualitas teknostruktur komunitas yang mewujud dalam bentuk
peningkatan produktivitas dan kreativitas komunitas dalam penyediaan produk-
produk lokal yang memiliki peluang/pangsa di pasar nasional atau bahkan
global.
4) Mewujudnya desa sebagai komunitas yang mandiri serta mewujudnya daerah
Kabupaten dan Kota sebagai komunitas yang berbasis pada keunggulan lokal
yang spesifik.
5) Meningkatnya peran serta masyarakat dan pemangku kepentingan dalam
pengelolaan lingkungan hidup.
a. Aktualisasi dan revitalisasi nilai-nilai budaya lokal
Kebijakan ini diarahkan untuk mengaktualisasi dan merevitalisasi nilai-nilai
budaya lokal agar tetap mampu berfungsi sebagai acuan utama dalam
pengembangan identitas diri dari setiap lembaga kemasyarakatan dan setiap
individu pada semua aspek kehidupan.
Untuk mewujudkan sasaran ini, maka diperlukan serangkaian kegiatan antara
lain: pengelolaan keragaman budaya, dengan sasaran berupa terwujudnya
pengembangan seni budaya; pengelolaan kekayaan budaya, dengan sasaran
terwujudnya pelestarian Benda Cagar Budaya; pengembangan nilai budaya yang
diarahkan kepada peningkatan penghargaan terhadap seniman dan budayawan
termasuk hasil karyanya; penggalakan kegiatan seni-budaya lokal berskala nasional
dan internasional; serta pemasyarakatan gerakan gemar wisata daerah.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 85
b. Peningkatan kualitas teknostruktur komunitas
Kebijakan ini diarahkan untuk menguatkan teknostruktur masyarakat lokal
sehingga mampu meningkatkan produktivitas dan kualitas tenaga kerja dan mampu
memanfaatkan dan mentrasformasikan potensi lokal yang dimiliki menjadi
keunggulan lokal.
Sasaran kebijakan ini dapat diwujudkan melalui serangkaian penyuluhan,
pelatihan teknis dan penanaman nilai/budaya profesionalisme serta perluasan
wawasan komunitas lokal yang dilaksanakan oleh SKPD terkait pada kawasan
pengembangan komoditas unggulan.
c. Pemberdayaan Komunitas Desa
Kebijakan ini diarahkan untuk mewujudkan Desa sebagai komunitas yang
utuh dan mandiri. Kemandirian dimaksud di samping mencerminkan kemampuan
komunitas dalam memenuhi sejumlah kebutuhan dasar dan mengembangkan
jaringan dengan lingkungan strategisnya, juga memiliki kemampuan dalam
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebutuhan bersama.
Program utama dari kebijakan ini berupa inisiasi dan fasilitasi pembangunan
Baruga Sayang-- BAlai RUjukan KeluarGA dan PuSAt LaYAnan PembaNGunan--
yang pada tahap awal berfungsi pusat aktivitas layanan masyarakat multi-fungsi
(terkait dengan upaya-upaya pemenuhan sepuluh hak dasar masyarakat), dan
selanjutnya akan mewujud sebagai embrio bagi tumbuhkembangnya kelembagaan
masyarakat desa menjadi Komunitas yang utuh, kuat dan mandiri.
Program kegiatan yang mendukung antara lain berupa fasilitasi dan
dukungan kepada organisasi komunitas dan lembaga pemberdayaan masyarakat
serta fasilitasi dan dukungan bagi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat.
Senyatanya, program-program dimaksud lebih bersifat regulasi dan koordinas
karena program yang berdimensi fisik dilaksanakan oleh Agenda lain
d. Pemberdayaan perempuan
Kebijakan ini diarahkan untuk membangun partisipasi masyarakat dalam
mendukung terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender di dalam masyarakat yang
diwujudkan dalam beberapa program aksi, antara lain:
1) Peningkatan kesempatan bagi kaum perempuan untuk menikmati pendidikan di
semua jenjang, sehingga mereka memiliki posisi tawar yang tinggi menuju
terciptanya kesetaraan dan keadilan gender.
2) Peningkatan partisipasi masyarakat untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian ibu dan anak serta menjaga kesehatan reproduksi, termasuk dalam
keluarga berencana
3) Peningkatan akses kaum perempuan untuk berusaha di bidang ekonomi
produktif, termasuk mendapatkan modal pelatihan usaha, program perluasan
kesempatan kerja dan informasi pasar sehingga dapat mendorong lahirnya
kemandirian kaum perempuan dalam berwirausaha.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 86
4) Peningkatan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan dan
perumusan kebijakan, sehingga tercipta keseimbangan perempuan di berbagai
sektor.
5) Peningkatan perlindungan terhadap perempuan dan anak guna mencegah
terjadinya diskriminasi, eksploitasi, kekerasan dan bahkan tindak perdagangan
perempuan dan anak (trafikking) yang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip
keterpaduan dan keseimbangan.
e. Pemberdayaan organisasi pemuda dan olah raga
Sasaran kebijakan ini adalan berkembangnya lembaga dan organisasi pemuda
dan olah raga yang mampu mewadahi kepentingan generasi muda dalam berkreasi
dan berprestasi serta sebagai wadah bagi tumbuhkembangnya calon-calon pemimpin
masa depan.
Program terkait untuk mewujudkan sasaran itu antara lain berupa fasilitasi
dan dukungan bagi kegiatan organisasi pemuda dari berbagai unsur; gerakan
apresiasi inovasi pemuda; fasilitasi dan dukungan berbagai organisasi cabang olah
raga; serta gerakan apresiasi prestasi olah raga.
Arah pembangunan pemuda dan olahraga dijabarkan dalam bentuk:
peningkatan wawasan kebangsaan, integritas diri, pembinaan mental dan spritual;
peningkatan fasilitas kepemudaan untuk meningkatkan aktivitas dan kreativitas
pemuda; pembinaan dan pemberdayaan organisasi kepemudaan yang produktif dan
kreatif; peningkatan sarana dan prasarana olahraga yang dapat meningkatkan
prestasi untuk nasional dan internasional; pembinaan organisasi keolahragaan dan
induk cabang olahraga prestasi; dan meningkatkan pembinaan olahraga yang
dilakukan secara sistematis, terpadu dan berkelanjutan.
f. Pemberdayaan organisasi keagamaan
Kebijakan ini diarahkan untuk mendorong tumbuhkembangnya organisasi
dan lembaga-lembaga masyarakat di bidang keagamaan sebagai entitas yang
mandiri dalam menyelenggarakan misi keagamaan dan spiritualitas masing-masing.
Program aksi yang berada dalam lingkup kebijakan ini antara lain fasilitasi
dan dukungan kepada berbagai organisasi keagamaan, serta pemantauan aktivitas
organisasi keagamaan.
g. Pemberdayaan organisasi profesi
Pemberdayaan organisasi profesi merupakan keniscayaan karena merupakan
kiat terbaik untuk membangun teknostruktur masyarakat profesional yang
diperlukan untuk mendukung terbangunnya masyarakat berbasis pengetahuan
(knowledge-based community).
Program yang diperlukan untuk mewujudkan sasaran ini adalah fasilitasi dan
dukungan aktivitas pengembangan profesi, serta gerakan apresiasi inovasi dan
loyalitas profesi.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 87
7. Penguatan Kelembagaan Pemerintah
Untuk kondisi Sulawesi Selatan saat ini, keberadaan kelembagaan
pemerintah yang kuat dan berwibawa merupakan keniscayaan. Hal ini terutama
disebabkan oleh karena kelembagaan masyarakat yang mandiri belum sepenuhnya
terbangun. Dalam kondisi seperti ini, pemerintah nyaris merupakan satu-satunya
lembaga yang memiliki kemampuan untuk menyediakan pelayanan guna memenuhi
hak dasar masyarakat.
Untuk maksud tersebut, Pemerintah Daerah perlu melakukan pembenahan
internal agar mampu melaksanakan tugas-tugas dimaksud secara efisien dan efektif.
Rentang pembenahan itu menjadi semakin lebar, karena pemerintah dituntut pula
untuk beradaptasi secara kreatif terhadap perubahan yang dibawa oleh spirit zaman.
Setidaknya, pembenahan itu mencakup upaya-upaya pergeseran sikap dan
wawasan serta kompetensi aparat agar menjadi aparat yang profesional, sampai
kepada penataan kelembagaan agar mampu menjawab tuntutan zaman yang terus
berubah. Organisasi seperti itu semestinya dibangun sesuai dengan kaidah-kaidah
good governance, mengikuti model organik dan berbasis pada misi (mission-driven)
ketimbang hirarkis-mekanistis, serta sekaligus merupakan organisasi pembelajar
(learning organization) yang memanfaatkan teknologi terkini (e-Gov).
Sasaran
1) Terwujudnya kelembagaan pemerintah yang memiliki kemampuan untuk
menciptakan lingkungan yang kondusif dan atraktif bagi tumbuhkembangnya
kelembagaan masyarakat yang mandiri, menyediakan pelayanan--dalam
kerangka pemberdayaan--bagi seluruh kelompok masyarakat secara efisien dan
efektif, serta melaksanakan regulasi tanpa menimbulkan dampak negatif yang
menghambat inovasi dan kreativitas masyarakat.
2) Terwujudnya organisasi pemerintah daerah sebagai organisasi pembelajar yang
mengikuti kaidah-kaidah good governance, serta berbasis pada misi (mission-
driven).
3) Terbentuknya SKPD sebagai unit kerja yang mandiri dan profesional dalam
menyelenggarakan misinya.
a. Peningkatan kinerja SKPD
Kebijakan ini diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kinerja setiap SKPD
sesuai dengan lingkup tugas (TUPOKSI) masing-masing, yang diselenggarakan
sesuai dengan Renstra serta memenuhi Standar Operasional Pekerjaan (SOP) dan
Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Program yang dibutuhkan untuk mendukung kebijakan ini meliputi:
1) Pelayanan administrasi perkantoran;
2) Peningkatan sarana dan prasarana aparatur;
3) Peningkatan disiplin aparatur;
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 88
4) Pengembangan sistem pelaporan capaian kinerja dan keuangan;
5) Program fasilitasi pindah / purna tugas PNS;
6) Pelatihan teknis fungsional (yang bersifat spesifik / terkait dengan TUPOKSI).
b. Peningkatan kualitas profesionalisme aparatur pemerintah
Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan kualitas profesionalisme
aparatur pemerintah dalam tugas-tugas pelayanan, pemberdayaan dan pengaturan.
Untuk maksud tersebut diperlukan serangkaian upaya yang difokuskan kepada
pelatihan (fungsional dan struktural) serta pendidikan lanjutan (formal) yang
sistimatis dan konsisten, dalam arti sesuai dengan arah pengembangan karier dari
setiap aparatur pemerintah dan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan. Di
samping itu, peningkatan kesejahteraan pegawai merupakan pula upaya yang perlu
diprioritaskan.
Program indikatif sebagai wujud penjabaran kebijakan ini adalah:
1) Analisis kebutuhan diklat (need assessment) yang dikaitkan dengan kebutuhan
dukungan aparatur dengan kompetensi tertentu untuk menyelenggarakan dengan
baik tugas-tugas kepemerintahan (pelayanan, pemberdayaan dan pengaturan)
dalam rangka pelaksanaan RPJP Provinsi Sulawesi Selatan 2008 - 2028.
2) Perumusan dan penetapan standardisasi, pengukuran, sertifikasi serta pendidikan
dan pelatihan berdasarkan kompetensi untuk semua jabatan.
3) Penyelenggaraan pendidikan kedinasan dan pelatihan fungsional yang diarahkan
untuk meningkatkan kualitas aparat dalam manajemen umum dan manajemen
pemerintahan, keakhlian atau kompetensi khusus, serta kepemimpinan yang
berkelanjutan dengan kriteria yang terukur.
4) Menjalin kerjasama/konsultansi dengan komunitas profesional untuk
peningkatan kinerja badan diklat.
5) Peningkatan kesejahteraan pegawai melalui penerapan sistem insentif berbasis
kinerja serta pemeliharaan kesehatan pegawai.
c. Penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan
Secara umum kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan kapasitas dan
kualitas kinerja kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintah provinsi sesuai
dengan kaidah-kaidah good governance dan memenuhi syarat untuk digolongkan
sebagai mission-driven organization dan memiliki budaya organisasi yang
mengedepankan profesionalisme dan pembelajaran berkelanjutan serta
pengarusutamaan gender dalam seluruh tahapan pembangunan. Sedangkan sasaran
khusus yang diupayakan dicapai adalah mewujudnya SKPD sebagai unit kerja yang
mandiri (perwujudan mission-driven).
Program indikatif yang mendukung pencapaian sasaran kebijakan ini antara lain:
1) Penyusunan program kaderisasi sumberdaya aparatur--perencanaan kepegawaian
(man power planning)--untuk mendukung penyelenggaraan tugas-tugas
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 89
pemerintah daerah dalam 20 tahun ke depan, termasuk penyusunan peta
kompetensi pada saat sekarang.
2) Pengembangan dan penyempurnaan SIM Kepegawaian dan pembangunan
Assessment Center untuk mendukung pengembangan profesionalisme dan karier
aparatur serta mekanisme seleksi dan pendayagunaan aparat berdasarkan hasil
penilaian kompetensi (sebagai bahan pertimbangan bagi Baperjakat dalam
penetapan pengisian jabatan struktural).
3) Penyusunan standar kompetensi jabatan, Standar Operating Procedure (SOP)
dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk semua eselon pada semua SKPD.
4) Penelitian pengembangan model dan budaya organisasi yang berbasis pada misi
(mission-driven organization), berperspektif gender serta mengikuti kaidah-
kaidah good governance dan sebagai organisasi pembelajar.
5) Penerapan model organisasi berbasis misi (mission-driven organization), dalam
bentuk penyusunan Renstra berbasis identitas, kontrak kinerja (performance
agreement contract) antara Gubernur dan Kepala SKPD dan antara kepada
SKPD dengan bawahannya secara berjenjang, inisiasi pelaksanaan pendekatan
CCT (Compulsary Competitive Tendering) pada beberapa SKPD, serta
workshop pengenalan dan inisiasi SKPD menjadi unit kerja yang otonom dan
mandiri.
6) Integrasi sistem informasi perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan
pelaporan serta pengawasan pelaksanaan pembangunan. Program indikatif ini
terdiri atas beberapa tahapan yang diawali dengan sosialisasi pendekatan dan
substansi RPJPD dan RPJMD (sebagai acuan utama dari sistem informasi ini),
penyusunan basis data perencanaan yang berdimensi spasial, serta pengadaan
perangkat keras dan lunak yang mendukung. Sasaran utama program ini adalah
terbangunnya otomasi penyusunan rencana pembangunan dan penganggaran
tahunan (APBD) serta untuk mendukung terbangunnya kesepadanan antar
ABPD Pemerintah Provinsi, APBD Pemerintah Kabupaten/Kota, serta program-
program nasional (APBN) dan program bantuan donor, demi untuk
meningkatkan efektivitas pemanfaatan anggaran.
7) Peningkatan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan di
Kabupaten dan Kota, antara lain meliputi intensifikasi kordinasi, fasilitasi
konsultasi publik dan fasilitasi pengaduan masyarakat.
8) Peningkatan kerjasama antardaerah, meliputi: fasilitasi kerjasama antar daerah,
fasilitasi kolaborasi multipihak.
9) Peningkatan pengawasan dan akuntabilitas, yang difokuskan pada penilaian
kinerja perorangan dan unit kerja. Sasaran spesifik dari program indikatif ini
adalah meningkatkan fungsi kelembagaan urusan pengawasan/pengendalian
internal daerah; terlaksananya sinkronisasi penyusunan jadwal kegiatan
pengendalian internal dengan Irjen dan dengan BPK; meningkatnya pemahaman
dan pencegahan penyimpangan pelaksanaan APBD oleh SKPD; serta
meningkatnya penyelesaian pengaduan masyarakat terhadap pelayanan publik.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 90
10) Peningkatan jumlah aparatur Pemerintah Daerah yang memahami dan mampu
menerapkan AMDAL dan audit lingkungan hidup.
11) Peningkatan koordinasi pelaksanaan pembangunan antar sektor dan antar
pemerintah Kabupaten/Kota
d. Peningkatan kemampuan pengelolaan keuangan dan aset daerah
Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme aparatur
pengelola keuangan daerah dan kelembagaannya yang berdampak pada peningkatan
Kapasitas Fiskal Daerah.
Program indikatif yang mendukung kebijakan ini antara lain:
1) Peningkatan efisiensi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan dengan kegiatan
berupa pengkajian dan perumusan pokok-pokok kebijakan umum tentang tarif,
obyek dan subyek atas pajak daerah, retribusi daerah, Perusahaan Daerah/Badan
Usaha Milik Daerah dan pendapatan lain-lain; intensifikasi dan ekstensifikasi
pendapatan daerah; penyusunan dan pelaksanaan Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) dalam pengelolaan keuangan daerah; penyusunan kerangka
penyelesaian masalah fasos dan fasum yang menjadi hak daerah, dan
mewujudkan penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja, termasuk inisiasi sistem
penganggaran multi-tahun (Medium Term Expenditure Framework-MTEF).
2) Penataan dan pengelolaan aset daerah dengan sasaran berfungsinya lembaga
pengelola aset daerah; tercatatnya semua aset daerah yang tidak dipisahkan;
mutasi aset daerah yang tercatat baik; serta tersusunnya kerangka penyelesaian
masalah seluruh aset daerah yang dikuasai SKPD dan yang bermasalah.
e. Peningkatan kapasitas dan profesionalisme anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD)
Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan kapasitas lembaga perwakilan
rakyat daerah serta kapasitas dan profesionalisme anggota dewan agar proses
perumusan peraturan daerah dapat berjalan secara lebih efektif dan efisien serta
meningkatkan kemampuan penyerapan aspirasi masyarakat.
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 91
BAB VII
PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH
Tujuan pembangunan jangka menengah merupakan perwujudan melalui
upaya pencapaian tujuan pemenuhan hak dasar masyarakat berdasarkan Visi dan
Misi pembangunan Sulawesi Selatan. Untuk mencapai hal tersebut, maka disusun
rancangan program dan kegiatan yang sifatnya indikatif yang terbagi kedalam 7
agenda dan kebijakan yang saling terkait dan saling mendukung satu dengan lainnya
dapat dijelaskan sebagai berikut :
A. Agenda Dan Kebijakan Lima Tahun RPJMD
Agenda dan kebijakan rencana pembangunan jangka menengah daerah
Provinsi Sulawesi Selatan 2008 2013 diuraikan sebagai berikut :
1. Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Kesehatan Masyarakat, meliputi kebijkan-
kebijakan sebagai berikut:
a. Pendidikan Gratis
b. Peningkatan Kualitas Pelayanan Pendidikan
c. Promosi Pendidikan
d. Pemberantasan Buta Aksara
e. Pengembangan Budaya Baca
f. Kesehatan Gratis
g. Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan
h. Perbaikan Gizi Masyarakat
i. Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Menular
j. Promosi Kesehatan
k. Peningkatan Pelayanan Perumahan, Lingkungan Permukiman, Sanitasi, dan
Air Bersih
l. Peningkatan dan Perbaikan Kampung dan Permukiman
2. Peningkatan dan Pemerataan Kesejahteraan Masyarakat meliputi kebijakan-
kebijakan sebagai berikut:
a. Peningkatan Produksi Pertanian dan Pengembangan Agribisnis Perdesaan
b. Peningkatan Akses Masyarakat kepada asset produktif dan kegiatan produksi
serta revitalisasi lembaga ekonomi masyarakat kecil
c. Peningkatan Pelayanan kepada Penduduk Miskin dan Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial
d. Penanggulangan Korban Kebakaran dan Bencana
e. Penataan Pertanahan
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 92
f. Penciptaan Lapangan Kerja dan Usaha
g. Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja
h. Pembinaan dan Pengawasan Tenaga Kerja
3. Perwujudan Keunggulan Lokal untuk memicu laju pertumbuhan perekonomian
meliputi kebijakan-kebijakan sebagai berikut:
a. Pengembangan Industri Strategis
b. Pengembangan Pusat Pelayanan
c. Pengembangan Kerjasama Regional dan Promosi Perdagangan
d. Mewujudkan Sulsel sebagai destinasi pariwisata terkemuka di Indonesia
4. Mewujudkan Sulawesi Selatan sebagai Entitas Sosial Ekonomi yang
Berkeadilan, Asri dan Lestari, meliputi kebijakan-kebijakan sebagai berikut:
a. Perencanaan dan Pengendalian Petanaan Ruang
b. Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup
c. Peningkatan Kualitas Sarana dan Prasarana Wilayah
d. Revitalisasi Kawasan Andalan
e. Pembangunan Sarana dan Prasarana Perdesaan
f. Pembangunan Perkotaan
g. Pembangunan Perhubungan
5. Penciptaan Lingkungan Kondusif bagi Kehidupan Inovatif meliputi kebijakan-
kebijakan sebagai berikut:
a. Pembinaan Kesatuan Bangsa dan Kehidupan Sosial Kemasyarakatan
b. Peningkatan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat
c. Penataan Sistem Legislasi Daerah
d. Pembinaan Kehidupan Sosial Politik.
e. Peningkatan Kualitas Informasi dan Komunikasi
6. Penguatan Kelembagaan Masyarakat meliputi kebijakan-kebijakan sebagai
berikut:
a. Aktualisasi dan Revitalisasi Nilai-nilai Budaya Lokal
b. Penguatan Kualitas Teknostruktur Komunitas
c. Pemberdayaan Komunitas Desa
d. Pemberdayaan Perempuan
e. Pemberdayaan Organisasi Pemuda dan Olahraga
f. Pemberdayaan Organisasi Keagamaan
g. Pemberdayaan Organisasi Profesi
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013 93
7. Penguatan Kelembagaan Pemerintah meliputi kebijakan-kebijakan sebagai
berikut:
a. Peningkatan Kinerja SKPD
b. Peningkatan Kualitas Profesionalisme Aparatur Pemerintah
c. Kepenataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan Pemerintah
d. Peningkatan Kemampuan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah
e. Peningkatan kapasitas dan profesionalisme anggota DPRD
B. Matriks Program Pembangunan Lima Tahunan dan Tahunan RPJMD
Adapun secara lengkap dapat dilihat pada matriks Lampiran 1. (Matriks
Program Lima Tahunan RPJMD) dan matriks Lampiran 2. (Matriks Program
Tahunan RPJMD)
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013
94
BAB VIII
PENUTUP
A. KAIDAH PELAKSANAAN
1. Pola Penyelenggaraan
a. Program Indikatif pada tahun 2008-2013 ditetapkan melalui 5 (lima) Misi
Pembangunan yang dijabarkan ke dalam 7 agenda pembangunan;
b. Sasaran RPJMD Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2013
diarahkan dan dikendalikan langsung oleh Gubernur dan Wakil Gubernur
Sulawesi Selatan. Dalam pelaksanaan sehari-hari dibantu oleh Sekretaris
Daerah, dan para pimpinan SKPD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya;
c. Setiap unit kerja harus menjabarkan Program Indikatif RPJMD ke dalam
Renstra SKPD unit kerja masing-masing sesuai dengan tugas dan fungsinya
yang merupakan sasaran kerja SKPD;
d. RPJMD akan digunakan sabagai acuan dalam menyusun RKPD Provinsi
Sulawesi Selatan;
e. Penguatan peran stakeholder/pelaku pelaksanaan RPJMD dalam upaya
pencapaian sasaran yang dilakukan melalui program indikatif yang akan
dijabarkan dalam berbagai kegiatan dengan pembiayaan dari APBD dan
sumber pembiayaan lainnya;
2. Organisasi Pelaksana
Penyelenggaraan RPJMD Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
2008-2013 dilakukan berdasarkan jenjang hirarki struktur organisasi dan
kelembagaan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, sesuai dengan Peraturan
Daerah Sulawesi Selatan Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Sekretariat Daerah, Nomor 7 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Sekretariat DPRD, Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas-dinas Daerah dan Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan lembaga
Tehnis dan lembaga lain Provinsi Sulawesi Selatan
3. Monitoring dan Evaluasi
a. Monitoring dan evaluasi RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-
2013 dilaksanakan sesuai jenjang struktural organisasi Pemerintah Provinsi
Sulawesi Selatan;
b. Monitoring dan evaluasi RPJMD tidak terlepas kaitannya dengan pengukuran
kinerja pada unit kerja lingkup Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang
menunjukkan sampai berapa jauh pencapaian tujuan dan sasaran serta
indikator yang telah dirumuskan;
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013
95
c. Kegiatan monitoring dan evaluasi RPJMD dilakukan dengan tertib dan
objektif, serta hasilnya disampaikan dalam bentuk laporan tertulis dengan
memperhatikan prinsip-prinsip Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(AKIP) dan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP);
Evaluasi umum pelaksanaan RPJMD dilaksanakan pada akhir periode, dan
dibuat sebagai evaluasi resmi kinerja lima tahunan dan tahunan Pemerintah
Provinsi Sulawesi Selatan dalam menjabarkan capaian RPJMD sekaligus sebagai
pertimbangan dalam penyiapan RPJMD periode berikutnya.
B. PENUTUP
1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 20082013 ditetapkan dengan Peraturan Daerah dan
memuat kebijakan dan pokokpokok rencana pembangunan yang bersifat
strategis untuk menjadi acuan penyusunan perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian rencana pembangunan di Provinsi Sulawesi Selatan bagi
pengelola rencana pembangunan baik aparat pemerintah maupun masyarakat
dan pelaku sektor swasta di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan;
2. Untuk mewujudkan terciptanya visi dan misi pembangunan daerah, maka
penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
secara operasional dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) yang selanjutnya dijabarkan ke dalam bentuk program-program
pembangunan yang konkrit, terarah dan transparan dalam usulan Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun usulan yang
akan dibiayai APBN;
3. Berhasilnya pelaksanaan pembangunan, tergantung dari peran aktif, sikap
mental, tekad, semangat dan disiplin serta ketaatan terhadap peraturan
perundangan yang berlaku dari semua pihak baik pemerintah lembaga
eksekutif, lembaga legislatif, lembaga peradilan dan masyarakat luas serta
dunia usaha;
4. RPJMD Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2013 merupakan
komitmen perencanaan dan berfungsi sebagai tolok ukur dalam menjalankan
Misi untuk mencapai Visi Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan;
5. Setiap SKPD/unit kerja dalam lingkup Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan
wajib menyusun Renstra SKPD instansinya dengan cara menjabarkan
RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2013 sesuai tugas dan fungsi
yang diembannya. Penjabaran RPJMD dimaksud, mencakup penetapan
capaian kinerja kegiatan yang secara keseluruhan menjadi capaian kinerja
RPJMD Tahun 2008-2013;
Rencana Pembangunan 1angka Menengah Daerah 2008-2013
96
RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2013 harus dijalankan secara
bertanggungjawab, yang dilandasi dengan moral dan dedikasi tinggi, dalam
mendukung kinerja Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
GUBERNUR SULAWESI SELATAN
Dr. H. SYAHRUL YASIN LIMPO, SH., M.Si., M.H.

You might also like