You are on page 1of 11

Daftar Isi

I. II. Pendahuluan ......................................................................................................................................... 1 PEMBAHASAN ....................................................................................................................................... 3 2.1. 2.2. 2.3. III. 3.1. Karl Marx ....................................................................................................................................... 3 Max Weber.................................................................................................................................... 4 Perkembangan Sosiologi Politik Pasca Marx dan Weber .............................................................. 6 PENUTUP ........................................................................................................................................... 8 Kesimpulan.................................................................................................................................... 8

Daftar Pustaka

I.

Pendahuluan

Kajian tentang sosiologi politik sangat menarik untuk kita diskusikan, hal ini dikarenakan studi sosiologi politik sendiri berasal dari induk ilmu sosial yaitu sosiologi dan ilmu politik. Kita akan melihat bagaimana hubungan kedua disiplin ilmu ini sehingga terbentuk suatu disiplin studi sosiologi politik. Kita akan menelusuri sejarah dan perkembangan sosiologi politik. Sosiologi politik adalah sebuah penyelidikan antara masalah-masalah yang

berkesinambungan antara masyarakat dan politik. Dalam korelasinya turut serta membahas struktur, kebudayaan, tingkah laku, pendekatan dan perkembangan melalui metode penelitian. Konsep sosiologi politik menyangkut empat konsep yaitu sosialisasi politik, partisipasi politik, rekruitmen politik dankomunikasi politik. Sosialisasi politik adalah proses pengenalan seseorang terhadap sistem politik untuk menentukan persepsinya mengenai politik serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Partisipasi poolitik adalah keterlibatan seseorang terhadap sistem politik pada bermacam tingkatan. Rekruitmen politik adalah proses pendaftaran seseorang untuk mendapat sebuah jabatan.Komunikasi politik adalah proses pengalokasian informasi dari sistem politik kepada sistem politik dan sistem sosial. Peran sosiologi politik adalah sebagai kajian yang bersifat implisit. Dalam pembahasannya terdapat nilai-nilai yang dapat dikaji dalam keterkaitan system politik, tetapi tidak terdapat kajian idiologis didalamnya. Sosiologi politik dipandang sebagai ilmu Negara yang melibatkan urusan kenegaraan dan suatu masyarakat. Bila mencoba mendefinisikan soiologi politik maka sebuah kajian yang menempatkan masyarakat dalam klasifikasi kajian ilmu sosial. Dalam konsep yang disajikan menunjukkan terdapat struktur poitik yang menunjukkan adanya dialektika antagonisme yang terintegrasi dalam fenomena masyarakat. Selanjutnya diperdalam dari kajian dialektika itu sendiri secara mendalam untuk mengkaji keberadaan antagonisme. Dan terakhir, antagonisme dibahas secara mendalam suatu antagonisme dipecahkan dan menentukan batasan-batasan yang jelas didalamnya. Teori-teori yang dicetuskan oleh pemikir-pemikir terkemuka berpengaruh besar terhadap studi-studi politik. Maka tidak mengherankan muncul studi-studi yang dapat di golongkan dalam bidang sosiologi politik. Asal mula sosiologi politik sebagai bidang suatu studi sulit ditetapkan secara pasti. Namun hal ini bisa ditelusuri dari karya-karya sosiolog atau ilmuwan politik mengenai tema-tema sosiologi politik. Dua tokoh besar yang bisa dianggap sebagai "bapak
1

pendiri" sosiologi politik karena karyanya yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan sosiologi politik, baik dalam hal teori atau konsep dan metodologi ialah Karl Marx dan Max Weber. Memang sulit untuk menelusuri lebih jauh tentang sejarah sosiologi politik dan perkembangannya, namun dalam makalah ini penulis berusaha untuk menjelaskan

perkembangan sosiologi politik dalam pandangan Karl Marx dan Max Weber. Adapun inti permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah : 1. Pemikiran Karl Marx tentang sosiologi politik 2. Pemikiran Max Weber sosiologi politik 3. Perkembangan sosiologi politik pasca era Max Weber dan Karl Marx.

II.

PEMBAHASAN

Sejarah ilmu sosiologi politik juga mengalami perkembangan yang sangat pesat dimana para sarjana politik mengakui pentinya sosiologi politik. Teori yang dekemukakan oleh pemikir terkenal, seperti Karl Max, Max Weber, Mosca dan Pareto serta Michels berpengaruh besar terhadap studi-studi politik. Studi sosiologis memberikan wawasan yang berharga bagi studi-studi politik. Maka tidak mengherankan bila kemudian muncul karya-karya yang digolongkan dalam bidang Sosiologi Politik Karya tersebut lahir karena dilakukan penelitian yang sungguh-sungguh dan cermat mengenai hubungan antara masalah-masalah politik dan masyarakat, antara struktur politik dan struktur social, antara tingkah laku politik dab tingkah laku social. 2.1. Karl Marx Dalam persfektif sosiologi politik Marx melihat bahwa negara merupakan salah satu aspek paling utama yang menyokong kelas sosial. Bahwa negara, yang dalam perspektif Hegel menjadi salah satu pihak dalam relasi masyarakat-negara, justru menjadi sarana yang digunakan oleh kaum kelas atas dalam menindas kaum proletar. Marx, yang mengembangkan kajian sosiologi politik yang erat kaitannya dengan fakta-fakta sejarah yang menggambarkan hubungan antara negara dengan masyarakat madani sesuai dengan yang dikonsepsikan oleh Hegel. Walaupun begitu, berbeda dengan Hegel, Marx melihat hubungan tersebut sebagai sesuatu yang holistic yang pada akhirnya akan mengarah pada masyarakat tanpa negara (stateless society). Menurut Marx, kelas sosial yang menciptakan berbagai masalah sosial akan sirna bersama dengan runtuhnya dominasi negara dalam kehidupan publik. Dalam tradisi ilmu sosial, sosiologi politik sangat konsern pada masalah kekuasaan. Kekuasaan ditafsir sebagai kesanggupan individu atau suatu kelompok sosial guna melanjutkan bentuk tindakan (membuat dan melaksanakan agenda keputusan). Pada awalnya sosiologi politik dipandang sebagai ilmu tentang negara dan ilmu tentang kekuasaan. Dari dasar teori umum di atas, selanjutnya Marx mengembangkan ke teori khusus, antara lain:
3

1.

Teori konflik material (ekonomi) yang saling berhubungan, bahkan seringkali yang satu disandarkan sebagai penghancur yang lainnya

2. 3.

Teori nilai lebih dan eksploitasi terhadap kerja. Teori perjuangan kelas (borjuis = pemilik modal, proletar = bukan pemilik modal).

4.

Teori alienasi (pengasingan); bagi kelas proletar dari lingkungan masyarakatnya.

Walaupun teori yang dikembangkan Marx banyak mendapat kritikan, namun lebih dari itu yang terpenting, Marx telah memberikan sumbangan bagi muncul dan berkembangnya sosiologi politik yang tercermin pada teori umumnya tentang dialektika materialisme dan teori-teori khususnya mengenai perjuangan kelas, alienasi dan sebagainya; yang dapat merangsang timbulnya karya-karya lain dalam bidang sama yang mendapatkan pengembangan di sana-sini. Di samping memberikan sumbangan teori umum dan khusus, sosiologi di bawah pengaruh Marx mendapatkan pengayaan dalam bidang metodologi. Hal ini cukup berarti bagi pengakuan karya Marx dalam sosiologi politik, bahwa ia tidak sekedar mendasari karyanya lewat deskripsi-deskripsi hampa, melainkan selalu memberikan kerangka dasar dan cara kerja terhadap teori-teorinya dengan jalan memunculkan pembuktian dan cara pengujiannya secara sistematis dan terkesan amat jeli dan teliti.

2.2.

Max Weber Max Weber, dalam mengembangkan perspektif sosiologi politik salah satunya didasari oleh definisinya akan Negara (State). Definisi Weber agak berbeda dengan Hegel yang menekankan pada hubungan antara negara dengan masyarakat. Melalui definisi tersebut, Weber mengakui adanya suatu bentukan komunitas bagi manusia (human community) serta kekuatan legitim (legitimate force), yaitu bahwa secara realistis, Weber melihat adanya penggunaan kekerasan serta monopoli yang dilakukan oleh negara, yang membuatnya menjadi suatu bentukan institusi yang problematik. Bahkan, keberadaan state tak jarang justru memunculkan ketidakpuasan sosial (socialdiscontent) yang datang dari berbagai pihak, yang salah satunya adalah rakyat.
4

Max Weber mendasari teori sosiologi politiknya pada status atau posisi individual di tengah masyarakat; yang saling berganti dan kadang tumpang tindih. Bagi Weber, antara status, posisi dan struktur sosial satu sisi dapat dipisah-pisahkan, namun pada sisi lain terkadang merupakan suatu system yang sulit diidentifikasikan. Hal tersebut dapat diamati melalui metodologinya dalam sosiologi politik ini. Dalam metodologinya, Weber menyatakan politik atau perjuangan bersama-sama berintikan melaksanakan politik atau perjuangan untuk pendistribusian kekuasaan di dalam suatu kekuasaan besar (negara) maupun kekuasaan kecil (kelompok-kelompok). Barangkali sumbangan Weber dalam sosiologi politik begitu mencolok ketika ia mengemukakan konsep mengenai legitimasi. Menurutnya, ada tiga legitimasi yang dapat dipahami sebagai pemetaan sosiologi politik, yakni: 1. Dominasi tradisional Dominasi tradisional adalah legitimasi berdasarkan suatu kewibawaan yang dapat diperoleh melalui adat -istiadat atau kebisaan yang karenanya seseorang mendapatkan pengakuan untuk melaksanakan penyesuaian diri. 2. Dominasi diri Dominasi diri adalah legitimasi berdasarkan kewibawaan yang diperoleh lewat keanggunan pribadi yang luar biasa hingga mencapai adi-manusiawi dan adi-kodrati, dan ketaatan serta kepercayaan kepada wahyu yang bersifat mutlak. Dalam anti, lewat keluarbisaan ini seseorang individu mendapatkan legitimasi dalam proses kekuasaan di tengah masyarakat. 3. Dominasi kebajikan legalitas Legitimasi akan diperoleh oleh seseorang apabila ia menyandarkan diri pada kepatuhan akan undang-undang atau peraturan-peraturan yang dibuat secara rasional. Tanpa adanya keabsahan melalui undang-undang dan seperangkat aturan maka seseorang sulit akan memperoleh legitimasi kekuasaan di tengah masyaraktnya. Bermula dari dua "bapak" pendiri ini sosiologi politik berkembang dengan pesat. Perkembangan itu segera menemukan bentuknya setelah pemikiran politik memperlakukan hubungan antara civil society dengan negara dalam cara yang berbeda.
5

Pencetus awalnya adalah Tacqueville. Pandangan Tacqueville difokuskan pada masalah pembangunan demokrasi dan pembentukan masyarakat modern di Perancis, Inggris, dan Amerika. Gerakan demokrasi (suatu fenomena gerakan politik modern), menurutnya ditunjukkan untuk menghasilkan pembedaan persamaan sosial dengan cara menghasilkan pembedaan kedudukan karma keturunan, penghargaan dan penghormatan yang melekat pada setup anggota masyarakat. Disinilah barangkali Tacqueville telah masuk dalam perkembangan sosiologi modern (Bottomore, 1992). Letak kemodernannya pada upayanva amok menghindarkan pengelompokan masyarakat politik secara diskriminatif seperti secara eksplisit maupun implisitdijumpai pada Marx maupun Weber, juga pemikiran demokrasi nyatanya merupakan pemikiran yang paling laris di panggung politik, pada tataran global, regional, maupun nasional. Sebuah percobaan, dilaksanakan dan direncanakan, nampak lebih banyak ingin diupayakan oleh negara-negara modern, ketimbang menantang secara ekstrem ide demokrasi.

2.3.

Perkembangan Sosiologi Politik Pasca Marx dan Weber Perkembangan berikutnya sosiologi politik dapat diamati pada beberapa ilmuwan beserta pemikirannya sebagai berikut: 1. Goentano Mosca Mosca ingin menekankan pentingnya independensi. Independensi yang diinginkan Mosca ini menunjukkan pemikiran Marx yang menjelaskan sistem perlawanan dan berkelas-kelas. Jelasnya, kendati realitas masyarakat politik menunjukkan pelapisan-pelapisan yang cenderung diskriminatif, namun

menurut Mosca semua dapat dilaksanakannya dengan cara membangun perimbangan kekuatan dan kekuasaan. 2. Karl Popper Secara ekstrim, Popper menyebut teori Marxis tentang masyarakat politik dianggap menunjukkan "inpotensi semua politik", selama sistem politik dan trasformasinya masih ditentukan oleh kekuatan-kekuatan non politis. Jelasnya Popper ingin melihat persoalan politik adalah politik yang hanya bisa ditafsirkan lewat kesamaan umum dalani realitas sosial masyarakat politik.
6

3. Vilfredo Pareto Pareto ingin menyatakan bahwa betapa pentingnya adanya suatu elite dalam kekuasaan. Karma elite politik mampu diwujudkan sebagai suatu fakta kehidupan sosial yang universal, tidak berbeda, dan tidak dapat berubah yang eksistensinya tergantung pada perbedaan-perbedaan psikologis antar individu. Dalam pemikiran Pareto tercermin bahwa kekuasaan politik dalam masyarakat akan terwujud apabila ditegakkan melalui konsep "pemimpin" dan "dipimpin"; sebagai unsur dominan mekanisme politik dalam masyarakat yang tidak semata berguna bagi efektivitas mesin politik, melainkan suatu jawaban adanya tertib politik dalam masyarakat. Perkembangan terakhir sosiologi politik jelas menunjukkan beragamnya teori, metodologis dan beragamnya paradigma. Cara menelaahnya, ditunjukkan oleh Bottomore (1992), yakni bahwa semuanya itu merupakan masalah dan jalan keluar yang membentuk suatu lapangan bagi penyelidikan ilmiah. Tugas para penstudi sosiologi politik adalah mengkonfrontif sernua perkembangan itu dengan memandangnya dalam kerangka proses sejarah perubahan secara terus-menerus sebagai pertanda kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya dalam sosiologi politik. Melalui perkembangan itu pula, akan diketahui betapa luasnya cakupan sosiologi politik itu.

III. 3.1. Kesimpulan

PENUTUP

1. Dalam persfektif Marx tentang sosiologi politik, saya melihat bahwa teori sosiologi

politik ini muncul dikarenakan adanya konflik kekuasaan antara masyarakat dengan pemerintah, dimana masyarakat bersama-sama dengan kelompok mereka masing-masing memperjuangkan apa yang mereka tuntut. 2. Sedangkan dalam persfektif Teori Max Weber tentang sosiologi politik, bahwa sosiologi politik atau perjuangan bersama-sama berintikan melaksanakan politik atau perjuangan untuk pendistribusian kekuasaan di dalam suatu kekuasaan besar (negara) maupun kekuasaan kecil (kelompok-kelompok). Jadi ada kemiripan antara teori yang dicetuskan karl marx dan max weber ini 3. walaupun Weber dan Marx sama-sama melihat negara sebagai suatu pihak yang penuh dengan penyalahgunaan kekuasaan, secara sederhana, dapat dikatakan bahwa perbedaan fundamental dari perspektif Weber dan Marx terletak pada: 1) proses yang berlangsung, Weber melihat adanya suatu kemungkinan adanya tawar-menawar antara negara dengan masyarakat madani, sedangkan Marx melihat bahwa negara sebagai sumber penindasan yang mutlak yang akan runtuh apabila saatnya sudah tiba. 2) hasil yang tercipta, Weber melihat hubungan antara negara dengan masyarakat madani sebagai suatu proses yang terus berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat pada level makro maupun mikro, sedangkan Marx melihat masyarakat tanpa negara sebagai suatu bentukan akhir dari perkembangan masyarakat.

Daftar pustaka

Bouman, P.J. 1984. pengantar sosiologi (ilmu masyarakat umum). Jakarta: Pustaka Sarjana. Budiardjo, Miriam. 2009. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Duvenger, Maurice. 1982. Sosiologi Politik. Jakarta: Raja Grafindo Persada Maran, Rafael Rangga. 1999. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta ; Rineka Cipta Soekamto, Soerjono. 1975. sosiologi suatu pengantar. Jakarta: Universitas Indonesia.

Sosiologi Politik
Sejarah Dan Perkembangan Sosiologi Politik

Oleh : SURATMAN E 111 11 265

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014
10

You might also like