Professional Documents
Culture Documents
JURNAL EDUKASI
MATEMATIKA dan SAINS
Model Pembelajaran Inkuiri Berbantuan Alat Peraga Tiga Dimensi.
Hubungan Antara Pola Makan Dan Status Sosial Ekonomi Orang Tua.
Kematian Tanaman Cengkeh di Kabupaten Buleleng Akibat serangan
Jamur Akar Putih.
Pengaruh Ekstrak Stolon Rumput Teki (Cyperus rotundus) terhadap
Pertumbuhan Kacang Tanah.
Inventarisasi Tanaman Upakara Sebagai Sarana Upacara Agama
Masyarakat Hindu di Desa Lalang Linggah.
Eksplorasi Jenis-jenis Bambu di Kabupaten Jembrana Bali.
Pendekatan Fungsi Trigonometri Deret Fourier Pada Regresi Nonlinear.
Optimalisasi Pemanfaatan Lahan pada Musim Kemarau Melalui Budidaya
Jagung Berbasis Semi Organik Tanpa Olah Tanah.
Segiempat Saccheri (Kajian Teoretik Pada Geometri Non Euclid).
Pemetaan Kompetensi Pedagogik dan Profesional Mahasiswa Semester
VII FPMIPA IKIP PGRI Bali.
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (IKIP) PGRI BALI
Jln Akasia Desa Sumerta No.: 16 Denpasar Timur
Telp. (0361) 265693 Email: fpmipaikippgribali@yahoo.co.id
JEms
VOLUME lI, NOMOR 2, MARET TAHUN 2013 ISSN 2302-2124
YAYASAN PEMBINA LEMBAGA PENDIDIKAN (YPLP) PERGURUAN TINGGI
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (IKIP) PGRI BALI
Alamat: Jalan Seroja Tonja Denpasar Utara tlp: (0361) 431434
Alamat Web: ikippgribali.ac.id
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (IKIP) PGRI BALI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN,
Jurusan/PS Bimbingan dan Konseling
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA SENI,
Jurusan/PS: Pend. Bhs. Indonesia dan Daerah Bali,
Pend. Sendratasik dan Pend. Seni Rupa.
FAKULTAS PENDDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL,
Jurusan/PS: Pend. Ekonomi, dan Pend. Sejarah.
FAKULTAS PENDIDIKAN OLAH RAGA DAN KESEHATAN,
Jurusan/Prodi: Pend. Olah Raga dan Kesehatan
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FPMIPA)
Jurusan/PS: Pendidikan Matematika dan Pendidikan Biologi
Alamat: Jln Akasia No 16 Tanjung Bungkak Denpasar Timur tlp. (0361) 265693
e-mail: fpmipaikippgribali@yahoo.co.id
J
U
R
N
A
L
E
D
U
K
A
S
I
M
A
T
E
M
A
T
I
K
A
d
a
n
S
A
I
N
S
V
O
L
U
M
E
I
I
,
N
O
M
O
R
3
,
S
E
P
T
E
M
B
E
R
T
A
H
U
N
2
0
1
3
I
S
S
N
2
3
0
2
-
2
1
2
4
VOLUME II, NOMOR 3, SEPTEMBER TAHUN 2013 ISSN 2302-2124
i Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
MATEMATIKA dan SAINS
JURNAL EDUKASI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (IKIP) PGRI BALI
Jln Akasia Desa Sumerta No.: 16 Denpasar Timur
Telp. (0361) 265693 Email: fpmipaikippgribali@yahoo.co.id
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
ii
Emasainsjurnal edukasi matematika dan sains
Emasains, Jurnal Edukasi Matematika dan Sains terbit dua kali dalam setahun (Maret dan September),
Berbahasa Indonesia maupun Inggris. Sebagai media komunikasi ilmiah dengan kajian masalah pendidikan,
pendidikan matematika, sains dan lingkungan hidup. Memuat tulisan yang berasal dari hasil penelitian,
kajian teoretis dan aplikasi teori.
Penasehat
Dr. I Made Suarta, SH., M. Hum
Penanggungjawab
Drs. I Wayan Suanda, SP., M.Si.
Ketua Redaksi
Drs. I Nengah Suka Widana, M.Si
Sekretaris Redaksi
Dra. I Gusti Ayu Rai, M.Si.; I Wayan Eka Mahendra, S.Pd., M.Pd
Redaksi Ahli
Prof.Dr. I Wayan Suparta, M.S (UNUD).
Prof. Dr. Putu Budiadnyana, M.Si (Undiksha Singaraja).
Dr. Bayu Aji (LIPI-Kebun Raya Eka Karya Bali).
Dr. Ir. I G.N. Alit Wirya Susanta, M.Agr. (UNUD).
Drs. I Wayan Budiyasa, M.Si. (IKIP PGRI Bali).
Drs. I Dewa Putu Juwana, M.Pd. (IKIP PGRI Bali).
Redaksi Pelaksana
Drs. Made Surat, M.Pd.; Drs I Wayan Sudiarsa.; Drs. I Made Sunastra, M.Si.
M.Si.; Drs. I Made Subrata; M.Si; I Wayan Widana, S.Pd., M.Pd.
N. Putri Sumaryani, SP., M.MA.; Made Wahyu Cerianingsih, S.Si.
Ni Luh Mery Marlinda, S.Pd.
Bendahara
Dra. Ni Nyoman Parmithi, MM.
Distribusi
Putu Sukerteyasa, S.Pd.; Gustut Aryana, S.Pd.
Pembantu Pelaksana Tata Usaha
Sri Utami, S.Pd.; Wayan Ariastini Dewi.
Alamat Redaksi
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IKIP PGRI Bali
Jln Akasia Desa Sumerta No.: 16 Denpasar Timur
Telp. (0361) 265693 Email: fpmipaikippgribali@yahoo.co.id
JEms
iii Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
Emasains jurnal edukasi matematika dan sains
DAFTAR ISI
PENGANTAR REDAKSI iv
Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Berbantuan Alat Peraga Tiga Dimensi Terhadap Hasil
Belajar Biologi
I Nengah Suka Widana dan Putu Ayu Desi Wahyuni 1-10
Hubungan Antara Pola Makan Dan Status Sosial Ekonomi Orang Tua Dengan Prestasi Belajar
Ipa Peserta Didik Sekolah Dasar N 2 Penatih Kecamatan Denpasar Timur
Ni Nyoman Parmithi, Putu Risna Pramudya.. 11-16
Kematian Tanaman Cengkeh (Zyzygium aromaticum L.) di Kabupaten Buleleng Akibat
Serangan Jamur Akar Putih (Rigidoporus ligosus Swartz: Fr.) Van overeem
I Wayan Suanda....... 17-25
Pengaruh Ekstrak Stolon Rumput Teki (Cyperus rotundus) terhadap Pertumbuhan Kacang
Tanah (Arachis hypogaea L.)
I Made Subrata..... 26-32
Inventarisasi Tanaman Upakara Sebagai Sarana Upacara Agama Masyarakat Hindu Di Desa
Lalang Linggah Kecamatan Selemadeg Barat Kabupaten Tabanan
N. Putri Sumaryani dan Ni Made Yeti Susanti... 33-41
Eksplorasi Jenis-jenis Bambu di Kabupaten Jembrana Bali.
Ida Bagus Ketut Arinasa. 42-49
Pendekatan Fungsi Trigonometri Deret Fourier pada Regresi Nonlinear
I Wayan Sudiarsa ........ 50-63
Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Pada Musim Kemarau Melalui Budidaya Jagung Berbasis
Semi Organik Tanpa Olah Tanah Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga Petani
I Made Sudiana, Made Maduriana, dan Gusti Agung Gde Eka Martiningsih..... 64-71
Segiempat Saccheri (Kajian Teoretik Pada Geometri Non Euclid)
I Wayan Widana.. 72-85
Pemetaan Kompetensi Pedagogik Dan Profesional Mahasiswa Semester VII FPMIPA IKIP
PGRI Bali Tahun Akademik 2012/2013
I Nengah Suka Widana dan Ni Wayan Desi Anggreni.. 86-100
PEDOMAN PENULISAN EMASAINS .............. 101-102
JEms
iv
1-10
11-16
17-25
26-32
33-41
42-49
50-60
61-68
69-82
83-97
98-100
...................................................................................................
iii Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124 iv
Emasains jurnal edukasi matematika dan sains
PENGANTAR REDAKSI
Para pembaca (kalangan akademisi dan umum) yang kami hormati, selama perjalanan hingga
penerbitan Volume II Nomor 3 September 2013, Jurnal Edukasi Matematika dan Sains (Emasains), telah
menghantarkan sebanyak 34 judul karya ilmiah baik berupa kajian teoretik maupun hasil riset. Terdapat
sedikit perubahan tampilan isi pada penerbitan Volume II Nomor 3 September 2013 yaitu tampilan dengan
gaya dua (dua) kolom mulai dari bagian pendahuluan, metode penelitian, hasil dan pembahasan, simpulan
dan saran serta daftar rujukan dan ucapan terima kasih. Perubahan dalam tampilan dengan gaya dua kolom
dimaksudkan agar lebih memberikan kesempatan kepada indra mata, dan otak para pembaca menjadi
maksimal dalam menyimak dan membaca setiap artikel. Selain hal tersebut keuntungan yang diberikan
dengan gaya tampilan dua kolom adalah lebih cepat dapat menemukan kesalahan ketik, kalimat-kalimat
diulang-ulang dan bentuk-bentuk kesalahan lainnya yang sering muncul dalam penulisan artikel ilmiah.
Dibandingkan dengan tampilan dalam satu kolom penyajian tulisan cendrung akan lebih panjang pada setiap
kalimat dan paragrafnya, sehingga kemampuan memori otak dalam melakukan abstraksi, proses perolehan
makna (pemahaman) sering terjadi distorsi dan infrensi antara makna satu dengan lainnya. Hal tersebut
sering menimbulkan kebingungan menemukan makna hubungan, keterkaitan antara satu bagian dengan
bagian lainnya yang terkandung dalam setiap kalimat atau paragrafnya. Lebih celaka lagi memberi kesan
monoton dan membosankan sehingga ada kecendrungan jurnal Emasains hanya dijadikan pajangan semata.
Harapan dari redaksi, dengan tampilan isi jurnal Emasains pada Vol.II No.3 ini dalam gaya dua (2)
kolom dapat menambah motivasi, dan semangat para akademisi, insan ilmiah untuk lebih kreatif, lebih teliti,
dalam memaparkan tulisannya.
Denpasar, September 2013
REDAKSI
JEms
1 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
1
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI BERBANTUAN ALAT PERAGA
TIGA DIMENSI TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI
I Nengah Suka Widana dan Putu Ayu Desi Wahyuni.
Jurusan/PS. Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP PGRI Bali
e-mail: ngh_sukawidana@yahoo.co.id
ABSTRACT
Application equipment inquiry learning model aided figure of three dimensions of learning
biology
The purpose of the study to determine the effect of the application of inquiry learning
model aided figure of three-dimensional visual aids to learning achievement biology. Done in
class XI Science SMAN 1 Abiansemal Badung academic year 2011-2012. This type of research
is carried out with a quasi-experimental study involving a population of 5 classes, the number of
254 students. Random sampling of the population with the lottery technique class, the next class
to get the two groups are treated as one experimental group and the other as a group and the
control. To obtain the learning outcomes data, the test method is used to provide an objective test
as many as 15 questions. Based on the results of t-test analysis, obtained t of 2.515 with a level
of 5% or (db): 95% and df = 97 is obtained boundaries of criticism rejection of the null
hypothesis at 1,980. Means of t > t table then interpreted the null hypothesis was rejected and
accept the alternative hypothesis. It can be concluded that there is influence of the application of
inquiry learning model aided three-dimensional visual aids props to the student learning
outcomes biology class XI Science SMAN 1 Abiansemal school year 2011/2012.
Keywords: inquiry learning model, three-dimensional display, learning outcomes.
PENDAHULUAN
Dalam upaya meningkatkan kualitas
pendidikan, yang terindikasi dari
ketercapaian lulusan. Guru sebagai
komponen dalam pembelajaran berperan
penting dalam pencapaian tujuan
pembelajaran (Basuki, 2003). Tujuan
pembelajaran secara efektif dan efisien
dapat dicapai melalui peningkatan kualitas
sumber daya guru, berimbas pada kualitas
pembelajaran yang akhirnya akan bermuara
pada peningkatan kualitas lulusan. Berbagai
konsep dan paradigma pembelajaran telah
dikembangkan seiring dengan kemajuan
ipteks. Guru sebagai pendidik dan pengajar,
dituntut selalu mengikuti perkembangan
konsep-konsep baru dalam dunia pendidikan
(Suryosubroto, 2009). Sejalan dengan tujuan
pendidikan nasional adalah untuk
mengembangkan potensi siswa agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab (Suwarno, 2006).
Djamarah (2010) mengemukakan bahwa inti
kegiatan pembelajaran adalah kegiatan
belajar peserta didik dalam mencapai tujuan
pembelajaran, yang dapat dicapai jika
peserta didik berusaha aktif baik keterlibatan
secara fisik maupun mental. Observasi
pendahuluan diperoleh bahwa rata-rata hasil
belajar biologi yang dicapai peserta didik di
SMA N 1 Abiansemal Badung, berkategori
rendah. Hal tersebut salah satu faktor
penyebabnya adalah guru dalam
pembelajaran hanya berkonsentrasi pada
substansi materi pelajaran yang dijelaskan,
sehingga guru merupakan pusat kegiatan
pembelajaran, dan siswa cenderung pasif.
Dalam event pembelajaran seperti ini siswa
hanya mendengarkan, mencatat penjelasan,
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
2
2
dan mengerjakan soal. Dengan demikian
potensi diri dan pengalaman belajar kurang
berkembang, sehubungan dengan hal
tersebut, guru seharusnya mampu
merencanakan dan menciptakan kondisi
pembelajaran sedemikian, sehingga siswa
tertarik mempelajari biologi.
Beberapa model pembelajaran untuk
meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar
biologi, antara lain model pembelajaran
berbasis masalah, CTL dan lainnya. Secara
teoretis model pembelajaran yang dapat
melibatkan secara maksimal aktivitas siswa
untuk mencari dan menyelidiki secara
sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga
mereka dapat merumuskan sendiri
penemuannya, yaitu model pembelajaran
inkuiri. Pembelajaran inkuiri beriorientasi
pada keterlibatan siswa secara maksimal,
keterarahan kegiatan secara maksimal dalam
proses kegiatan belajar, mengembangkan
sikap percaya diri siswa tentang apa yang
ditemukan dalam proses pembelajaran.
Praktek pembelajaran inkuiri di kelas, sangat
dituntut kemampuan mandiri siswa dalam
belajar, sehingga memerlukan input
berbagai alat peraga dalam proses
pembelajarannya untuk menkonkritkan
materi pelajaran yang abstrak. Dalam
kesempatan penelitian ini substansi materi
pelajaran yang dijelaskan, yaitu struktur dan
fungsi sistem pernapasan manusia dan
hewan, merupakan materi bahasan abstrak
karena membahas fisiologi organ-organ
dalam pernapasan manusia dan hewan.
Untuk hal tersebut dari kajian teoretis bahwa
alat peraga berperanan penting sebagai alat
bantu untuk menciptakan proses belajar
mengajar yang efektif. Berdasarkan paparan
tersebut, permasalahan yang akan dikaji,
apakah penerapan model pembelajaran
inkuiri berbantuan alat peraga tiga dimensi
berpengaruh terhadap hasil belajar biologi
siswa. Tujuan yang ingin dicapai adalah
untuk mendapatkan realitas sejauh mana
pengaruh penerapan model pembelajaran
inkuiri berbantuan alat peraga tiga dimensi
terhadap hasil belajar Biologi pada siswa.
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat
untuk pembelajaran khususnya pada
pembelajaran biologi, dalam meningkatkan
aktivitas dan kemandirian belajar siswa agar
kualitas pembelajaran menjadi meningkat.
Secara praktis, direkomendasi kepada guru
ataupun calon guru biologi dalam memilih
model pembelajaran yang dapat
meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar
yang bermuara pada ketercapaian hasil
belajar biologi yang maksimal. Dalam
penelitian ini ditetapkan asumsi, yaitu
kondisi siswa diasumsikan berkeadaan sehat
jasmani dan rohani saat mengikuti pelajaran
biologi. Sarana, prasarana dan fasilitas
belajar dalam mata pelajaran biologi yang
dimiliki sekolah dan siswa diasumsikan
telah memadai dalam menunjang proses
pembelajaran. Penelitian dilakukan terbatas
pada siswa kelas XI IPA di SMA N 1
Abiansemal, dan hanya terbatas meneliti
pengaruh penggunaan model pembelajaran
inkuiri berbantuan alat peraga tiga dimensi
terhadap hasil belajar biologi.
Karakteristik pembelajaran inkuiri
adalah melibatkan secara maksimal seluruh
kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau
peristiwa) secara sistematis, kritis, logis,
analitis sehingga mereka dapat merumuskan
sendiri penemuannya dengan penuh percaya
diri. Materi pelajaran tidak diberikan secara
langsung, peran siswa dalam pembelajaran
adalah mencari dan menemukan sendiri,
sedangkan guru berperan sebagai fasilitator
dan pembimbing siswa untuk belajar.
Pembelajaran ini sering juga dinamakan
pembelajaran heuristic, yang berasal dari
bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti
saya menemukan. Joyce dalam Gulo (2005)
bahwa syarat inkuiri yang diperlukan yaitu
aspek sosial di dalam kelas dan suasana
bebas-terbuka dan permisif yang
mengundang siswa berdiskusi; berfokus
3 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
3
pada hipotesis yang perlu diuji
kebenarannya; dan penggunaan fakta
sebagai evidensi dan di dalam proses
pembelajaran dibicarakan validitas dan
reliabilitas tentang fakta, sebagaimana
lazimnya dalam pengujian hipotesis.
Pembelajaran inkuiri menekankan kepada
aktivitas siswa secara maksimal untuk
mencari dan menemukan jawaban atau
konsep. Artinya, pada pembelajaran inkuiri
menempatkan siswa sebagai subjek belajar,
mereka berperan untuk menemukan sendiri
konsep aktual dari materi pelajaran tersebut.
Aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan
untuk mencari dan menemukan jawaban
sendiri dari permasalahan, sehingga dapat
menumbuhkan sikap percaya diri (self
belief). Peran guru sebagai fasilitator dan
motivator belajar bagi siswa. Aktivitas
pembelajaran dilakukan melalui proses
tanya jawab antara guru dan siswa. Guru
dalam mengembangkan sikap inkuiri di
kelas mempunyai peranan sebagai konselor,
konsultan, teman yang kritis dan fasilitator.
Tujuan pembelajaran inkuiri adalah
mengembangkan kemampuan berpikir
secara sistematis, logis, dan kritis, atau
mengembangkan kemampuan intelektual
sebagai bagian dari proses mental. Dengan
demikian, dalam pembelajaran inkuiri siswa
tidak hanya dituntut untuk menguasai materi
pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka
dapat menggunakan potensi yang dimiliki.
Menggunakan prinsip-prinsip berorientasi
pada pengembangan intelektual, prinsip
interaksi, prinsip bertanya, prinsip belajar
untuk berpikir (learning how to think), dan
prinsip keterbukaan.
Struktur (syntax) pembelajaran inkuiri,
meliputi (1) merumuskan masalah,
kemampuan siswa yang diperlukan (a)
kesadaran terhadap masalah; (b) melihat
pentingnya masalah dan (c) merumuskan
masalah. (2) Mengembangkan hipotesis;
kemampuan yang dituntut meliputi: (a)
menguji dan menggolongkan fakta atau data
yang dapat diperoleh dari berbagai sumber
(misalnya melalui kajian teori dalam
pustaka); (b) melihat dan merumuskan
hubungan yang ada secara logis; dan
merumuskan hipotesis. (3) Menguji jawaban
tentatif; kemampuan yang dituntut meliputi:
(a) merakit peristiwa, terdiri atas:
mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan,
mengumpulkan data, dan mengevaluasi
data; (b) menyusun data, terdiri dari
mentranslasikan, menginterpretasikan dan
mengkasifikasikan data; (c) analisis data,
terdiri atas melihat hubungan, mencatat
persamaan dan perbedaan, dan
mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan
keteraturan (fakta ataupun data bersumber
dari alat peraga tiga dimendi dan kajian
teoretis). (4) Menarik kesimpulan;
kemampuan yang dituntut adalah: (a)
mencari pola dan makna hubungan; (b)
merumuskan kesimpulan. (5) Menerapkan
kesimpulan dan generalisasi pada situasi
berbeda. Penggunaan alat peraga dalam
pembelajaran sangat membantu guru-peserta
didik dalam menkonkritkan bahan atau
materi pelajaran abstrak. Sudjana (2002)
mengemukakan bahwa alat peraga adalah
suatu yang dapat diindra oleh mata dan
telinga dengan tujuan membantu guru agar
proses belajar mengajar siswa lebih efektif
dan efisien. Proses belajar mengajar
melibatkan beberapa komponen antara lain
tujuan, bahan, metode dan alat, serta
evaluasi. Model pembelajaran dan alat bantu
mengajar merupakan unsur yang tidak
terpisahkan dari unsur lainnya yang
berfungsi sebagai cara atau tehnik untuk
mengantarkan informasi agar sampai tujuan.
Dalam pencapain tersebut, peranan alat
bantu atau alat peraga, sangat penting sebab
materi pelajaran akan menjadi lebih konkrit
dan dengan mudah dapat dipahami oleh
siswa. Pada pembelajaran IPA ataupun
Biologi dikenal berbagai macam alat peraga,
misalnya spesimen, model torso, carta, dan
lain-lain. Alat peraga tiga dimensi adalah
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
4
4
alat peraga pada umumnya berbentuk model.
Model didefinisikan sebagai benda
pengganti benda sebenarnya dalam bentuk
lebih sederhana, secara proporsional dengan
menghilangkan bagian-bagian yang kurang
perlu serta menonjolkan bagian tertentu.
Model are scaled representations of thing,
besarnya dapat sama, lebih kecil atau lebih
besar, tapi bentuknya biasanya selalu sama
seperti benda yang asli (Hamalik, 1994).
Alat peraga tiga dimensi yang dimaksud
yaitu peraga yang didesain sebagai
pengganti benda asli, dalam bentuk lebih
kecil atau lebih besar yang dapat dibawa ke
dalam kelas untuk membantu memperjelas
materi pelajaran. Karakteristik alat peraga
tiga dimensi mempunyai tiga permukaan
yaitu panjang, lebar dan tinggi. Jika
dikaitkan dengan pengalaman belajar yang
diperoleh siswa, peraga tiga dimensi
memberikan pengalaman lebih riil, proses
penerimaan pelajaran akan lebih berkesan
secara mendalam, sehingga membentuk
pengertian yang lebih baik dan lebih
sempurna. Nurbatni (2005) bahwa alat
peraga tiga dimensi merupakan alat bantu
yang efektif dalam mengaktifkan berbagai
indera dalam belajar mengajar. Kelebihan
lain dari alat peraga tiga dimensi ialah
memberi kesempatan siswa dalam tugas
yang nyata memperlihatkan rangsangan
yang relevan, memperbesar motivasi dan
minat belajar. Namun demikian Hamalik
(1994) menyatakan, meskipun alat peraga
tiga dimensi sudah dapat dianggap mewakili
benda asli, namun karena benda tiruan tentu
memiliki kekurangan dalam aspek-aspek
tertentu disebabkan aspek ukuran benda,
perubahan, perkembangan zaman dan
Ipteks.
Pada sisi lain, Pangaribuan dalam
Hasman (2010) bahwa pembelajaran
konvensional adalah pembelajaran yang
dilaksanakan berdasarkan kebiasaan,
pembelajaran tradisional yang
mempersiapkan siswa belajar secara
individu dan kompetitif untuk memahami
pengetahuan prosedural dan pengetahuan
deklaratif yang terstruktur, berasal dari
pengajar sebagai pusat pembelajaran.
Pembelajaran biologi saat ini, yang
berlangsung di sekolah biasanya dimulai
dari teori kemudian diberikan contoh soal
dan dilanjutkan dengan latihan soal.
Mengajar langsung lebih menekankan pada
penyampaian pengetahuan kepada siswa
sehingga kegiatan pembelajaran lebih
berpusat pada guru. Selama kegiatan
pembelajaran, guru cenderung lebih
mendominasi, dan hampir tidak ada interaksi
antar siswa. Kebanyakan aktivitas siswa
hanya mendengarkan dan menulis, sangat
sedikit siswa yang mengajukan pertanyaan
kepada guru. Selain kelemahan, kebaikan
pembelajaran konvensional yaitu dapat
diterapkan pada kelas yang besar dan setiap
siswa mempunyai kesempatan yang sama
untuk mendengarkan penjelasan guru,
kemampuan individu siswa kurang
mendapatkan perhatian sehingga isi dari
silabus dapat mudah diselesaikan, dan bahan
pelajaran dapat diberikan secara urut sesuai
kurikulum. Pembelajaran sebagai aktivitas
utama di sekolah melibatkan tiga unsur,
yaitu tujuan, pengalaman belajar mengajar
dan hasil belajar. Hasil belajar merupakan
hasil yang dicapai siswa setelah mengalami
proses belajar dalam waktu tertentu, berupa
kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah menerima pengalaman belajar
(Sudjana, 2006). Untuk dapat menentukan
tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran
dilakukan usaha untuk menilai hasil belajar.
Penilaian ini bertujuan untuk melihat
kemajuan peserta didik dalam menguasai
materi yang telah dipelajari dan ditetapkan
(Arikunto, 2009). Hasil belajar tampak
sebagai perubahan tingkah laku pada diri
siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam
bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan
keterampilan (Hamalik, 2003). Bloom
dalam Sudjana (2006), ada tiga ranah
5 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
5
(domain) hasil belajar, yaitu ranah afektif,
yang berkaitan dengan perasaan, emosi,
sikap, derajat penerimaan atau penolakan
terhadap suatu objek; ranah psikomotor,
yang berkaitan dengan kemampuan
melakukan pekerjaan yang melibatkan
anggota badan, kemampuan yang berkaitan
dengan gerak fisik; ranah kognitif, berkaitan
dengan kemampuan berpikir, kemampuan
memperoleh pengetahuan, pengenalan,
pemahaman, konseptualisasi, penentuan dan
penalaran.
Sardiman (2007) menyatakan bahwa
hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman
subjek belajar dengan dunia fisik dan
lingkungannya. Hasil belajar seseorang
bergantung pada apa yang telah diketahui si
subjek belajar, tujuan, motivasi yang
mempengaruhi proses interaksi dengan
bahan yang sedang dipelajari. Usman (2003)
menyatakan hasil belajar siswa dipengaruhi
oleh berbagai faktor internal meliputi faktor
jasmaniah (fisiologi), seperti mengalami
sakit, cacat tubuh atau perkembangan yang
tidak sempurna; faktor psikologis, seperti
kecerdasan, bakat, sikap, kebiasaan, minat
kebutuhan, motivasi, emosi dan penyesuaian
diri; serta faktor kematangan fisik maupun
psikis. Faktor eksternal meliputi faktor
sosial, seperti lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat, dan kelompok; faktor budaya,
seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan,
teknologi, dan kesenian; faktor lingkungan
fisik, seperti fasilitas rumah dan fasilitas
belajar; serta faktor lingkungan spiritual atau
keagamaan. Berdasarkan kajian teoretis
tersebut, hipotesis yang diajukan adalah
bahwa ada pengaruh penerapan model
pembelajaran inkuiri berbantuan alat peraga
tiga dimensi terhadap hasil belajar biologi
siswa kelas XI IPA SMA N 1 Abiansemal
Tahun Pelajaran 2011-2012.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan adalah
eksperimen semu (kuasi eksperimen),
karena kemampuan mengontrol perilaku
obyek penelitian sangat terbatas, peneliti
juga tidak mampu untuk mengetahui
persepsi obyek terhadap perlakuan secara
pasti atau tidak bermaksud dan tidak
memiliki kemampuan untuk mengubah kelas
dari kondisi yang sudah ada sebelumnya.
Desain eksperimen semu, dengan
Noneqivalent Control Group Design atau
intac group (Campbell et al, 1966).
Rancangan ini dipilih karena dilakukan pada
kelas tertentu yang telah ada. Dalam
menentukan subyek untuk kelompok
eksperimen maupun kelompok kontrol tidak
memungkinkan mengubah atau memindah
anggota kelas yang telah terbentuk
sebelumnya. Dengan demikian randomisasi
individu peserta didik tidak dapat dilakukan,
dalam menetapkan kelompok eksperimen
dan kontrol dilakukan secara acak terhadap
kelas yang ada. Pada penelitian ini sebagai
perlakuan adalah pembelajaran inkuiri
berbantuan alat peraga tiga dimensi untuk
kelompok eksperimen dan model
pembelajaran konvensional untuk kelompok
kontrol. Sebagai populasi, sekelompok siswa
terhimpun dalam kelompok yaitu kelas,
terdapat 5 kelas yaitu XI IPA3; XI IPA4; XI
IPA5; XI IPA6 dan XI IPA 7 SMA N 1
Abiansemal Tahun pelajaran 2011-2012,
dimana jumlah individu peserta didik pada
kelima kelas tersebut 254 siswa. Oleh
karena keterbatasan dalam pengendalian
individu peserta didik, atau tidak
memungkinkan pengacakan individu, maka
pemilihan sampel dilakukan dengan
mengacak kelompok individu (kelas). Kelas
dipilih sebagaimana telah terbentuk tanpa
campur tangan peneliti, sedangkan
kemungkinan pengaruh-pengaruh dari
keadaan subjek mengetahui dirinya
dilibatkan dalam eksperimen dapat
dikurangi sehingga penelitian ini benar-
benar menggambarkan pengaruh perlakuan
yang diberikan. Berdasarkan karakteristik
populasi, pengambilan sampel dilakukan
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
6
6
dengan teknik random sampling, terhadap
objek kelas. Langkah yang dilakukan dalam
melakukan sampling adalah dengan teknik
undian sehingga diperoleh dua kelas yaitu
kelas XI IPA4 dan XI IPA7, selanjutnya
dilakukan undian kedua untuk menentukan
kelas eksperimen dan kontrol, diperoleh;
kelas XI IPA4 (kelompok ekperimen)
dengan jumlah peserta didik sebanyak 49
dan kelas XI IPA7 (kelompok kontrol)
berjumlah 50 peserta didik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini yang dilaksanakan di
SMA N 1 Abiansemal Kabupaten Badung,
sejak tanggal 29 Februari, sampai dengan 23
Maret 2012. Untuk mengumpulkan data
tersebut digunakan tes, yaitu tes untuk
mengukur hasil belajar biologi, ditujukan
untuk mengukur ranah kognitif. Menurut
Arikunto (2009) tes adalah serentetan
pertanyaan atau latihan atau alat lain yang
digunakan untuk mengukur ketrampilan,
pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau
bakat yang dimiliki oleh individu atau
kelompok. Dalam penelitian ini digunakan
tes pilihan ganda (multiple choice test).
Dimana tes pilihan ganda terdiri atas suatu
keterangan atau pemberitahuan tentang
suatu pengertian yang belum lengkap. Dan
untuk melengkapinya harus memilih satu
dari beberapa kemungkinan jawaban yang
telah disediakan. Atau tes pilihan ganda
terdiri atas bagian keterangan (stem) dan
bagian kemungkinan jawaban atau alternatif
(options). Kemungkinan jawaban terdiri atas
satu jawaban yang benar yaitu kunci
jawaban dan beberapa pengecoh
(distractor). Uji coba instrumen
dimaksudkan untuk memperoleh gambaran
validitas dan reliabilitas instrument sebelum
digunakan untuk mengumpulkan data. Uji
validitas menyangkut valditas isi dan
empirik. Uji validitas isi dilakukan dengan
cara menyesuaikan butir tes dengan
indikator dan standar kompetensi, dengan
membuat blue print atau kisi-kisi soal.
Sedangkan validitas empirik diuji dengan
Point Biserial, karena tes (instrumen)
tersebut merupakan tes obyektif, yang
bersifat dikotomi. Uji reliabilitas dilakukan
untuk setiap butir tes yang valid. Oleh
karena skor yang digunakan dalam
instrumen tersebut menghasilkan skor
dikotomi (1 dan 0), dimana skor 1 diberikan
untuk jawaban yang benar pada setiap butir
tes/soal. Sedangkan skor 0 diberikan untuk
jawaban salah pada tiap butir tes/soal
(Agung, 2011). Maka reliabilitas akan
dianalisis dengan menggunakan rumus
Kuder Richardson 20.
Tabel 1. Distrusi Frekuensi Data Kelompok Eksperimen dan Kontrol
No Kelas Interval
Frekuensi
Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
1 53-59 3 3
2 60-66 4 12
3 67-73 8 10
4 74-80 7 8
5 81-87 9 7
6 88-94 9 5
7 95-100 9 5
Jumlah total Frekuensi (F) 49 50
7 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
7
Data yang telah dikumpulkan dengan
instrumen yang telah valid dan reliabel,
selanjutnya untuk kepentingan uji statistik
parametrik (dengan teknik t-tes,
menggunakan rumus Sutrisno Hadi, 1982)
dilakukan pengecekan sebaran data melalui
uji normalitas untuk masing-masing
kelompok data, baik kontrol maupun
eksperimen dengan menggunakan Chi-
square. Dalam uji ini, diperoleh data untuk
kelompok eksperimen dan kontrol masing-
masing, X
2
hit
data eksperimen sebesar
3.8965; X
2
hit
data kelompok control sebesar
10.207. Untuk ts 5%, dk 6, batas kritik
penolakan Ho sebesar 12,59, jadi kedua data
terdistribusi normal. Uji homogenitas
dilakukan untuk menunjukkan bahwa
perbedaan yang terjadi pada uji hipotesis
benar-benar terjadi akibat adanya perbedaan
antar kelompok, bukan sebagai akibat
perbedaan dalam kelompok. Uji
homogenitas data dilakukan dengan Anava
Havley. Pada uji varians ini diperoleh F
hitung
sebesar 1,05 sedangkan F
tabel
pada taraf
signifikansi 5% dengan db pembilang = 49
dan db pnyebut = 48 adalah 1,61. Ini berarti
F
hitung
< F
tabel
, maka Ho diterima (varians-
varians homogen).
Untuk uji hipotesis menggunakan t-tes,
maka diajukan hipotesis nol yang
menyatakan bahwa bahwa tidak ada
pengaruh model pembalajaran inkuiri
dengan menggunakan alat peraga tiga
dimensi terhadap hasil belajar biologi siswa
kelas XI IPA SMA N 1 Abiansemal.
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh
t
hitung
sebesar 2,611, taraf kepercayaan 95%
dan dk = 97, batas kritik penolakan hipotesis
nol sebesar 1,980. Berarti t
hitung
> t
tabel
maka hipotesis nol yang diajukan ditolak
dan menerima hipotesis alternative,
ringkasan hasil analisis disajikan pada table
2 berikut. Maka diinterpretasikan bahwa
ada pengaruh penerapan model
pembelajaran inkuiri dengan menggunakan
alat peraga tiga dimensi terhadap hasil
belajar biologi siswa kelas XI IPA SMA N 1
Abiansemal tahun pelajaran 2011/2012.
Dengan demikian bahwa ada pengaruh
penerapan model pembelajaran inkuiri
dengan menggunakan alat peraga tiga
dimensi terhadap hasil belajar biologi siswa
kelas XI IPA SMA N 1 Abiansemal tahun
pelajaran 2011/2012.
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Pengujian Hipotesis
Materi
Pelajaran
Perlakuan Mean Skor Nilai
t
hitung
Nilai t
tabel
Keterangan
Ts. 5%; dk=97
Sistem
Pernapasan
pada manusia
dan hewan
Model
Pembelajaran
Inkuiri
berbantuan
Alat Peraga
Tiga Dimensi
82,429
2,611 1,980
Menolak H
0
dan
menerima H
1
Model
Pembelajaran
Konvensional
75,86
Hal ini disebabkan model pembelajaran
inkuiri merupakan model pembelajaran yang
dapat melibatkan aktivitas seluruh siswa
tanpa harus ada perbedaan status. Aktivitas
belajar dirancang sedemikian rupa sehingga
memungkinkan siswa dapat belajar lebih
santai, disamping menumbuhkan
tanggungjawab, kerjasama, dan rasa percaya
diri pada siswa (Sudjana, 2002).
Pembelajaran inkuiri menekankan kepada
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
8
8
proses mencari dan menemukan. Materi
pelajaran tidak diberikan secara langsung,
peran siswa dalam pembelajaran ini adalah
mencari dan menemukan sendiri materi
pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai
fasilitator dan pembimbing siswa untuk
belajar. Pembelajaran inkuiri merupakan
rangkaian kegiatan pembelajaran yang
menekankan pada proses berpikir kritis dan
analitis untuk mencari dan menemukan
sendiri jawaban dari suatu masalah yang
dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri
biasanya dilakukan melalui tanya jawab
antara guru dan siswa. Pembelajaran ini
sering juga dinamakan pembelajaran
heuristic, yang berasal dari bahasa Yunani,
yaitu heuriskein yang berarti saya
menemukan. Model pembelajaran inkuiri
merupakan model latihan penelitian
(research trining model). Joyce (2011)
menyatakan bahwa saat ini sudah banyak
penelitian yang dilakukan dalam model-
model pembelajaran, menunjukkan bahwa
kondisi ini berpotensi memajukan pemikiran
tentang bagaimana siswa dapat belajar
membangun kategori, membuat dugaan dan
mengembangkan skill dalam membuat dan
mensintesiskan sebab akibat yang lebih
efektif. Schlenker (1991) melaporkan
pengaruh pembelajaran latihan penelitian
akan meningkatkan pemahaman ilmu
pengetahuan, produktivitas dalam berpikir
kreatif dan keterampilan-keterampilan
dalam memperoleh dan menganalisis
informasi. Juga dilaporkan bahwa model ini
tidak lebih efektif dari metode-metode
pengajaran konvensional dalam hal
pemerolehan informasi, tetapi latihan
seefisien metode penglangan dan pengajaran
yang dibarengi dengan pengalaman-
pengalaman laboratorium. Ivany (1969) dan
Collins (1969) melaporkan bahwa metode
tersebut akan bekerja dengan baik asalkan
ada banyak dimunculkan pertentangan,
sehingga memunculkan teta-teki dan
membangkitkan rasa ingin tahu, dan ada
materi-materi instruksional yang dapat
digunakan siswa untuk mengeksplorasi
topik-topik penelitian. Bahkan Elefant
(1980) berhasil melaksanakan model
tersebut pada siswa-siswa yang tuli, seraya
menganjurkan agar siswa-siswa yang
memiliki cacat panca indra akut dapat
diajarkan melalui metode ini. Joyce dalam
Gulo (2005) mengemukakan kondisi-kondisi
umum yang merupakan syarat bagi
timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu
: (1) aspek sosial di dalam kelas dan suasana
bebas-terbuka dan permisif yang
mengundang siswa berdiskusi; (2) berfokus
pada hipotesis yang perlu diuji
kebenarannya; dan (3) penggunaan fakta
sebagai evidensi dan di dalam proses
pembelajaran dibicarakan validitas dan
reliabilitas tentang fakta, sebagaimana
lazimnya dalam pengujian hipotesis. Alat
peraga adalah suatu alat yang dapat diserap
oleh mata dan telinga dengan tujuan
membantu guru agar proses belajar
mengajar siswa lebih efektif dan efisien
(Sudjana, 2002). Alat peraga dalam
mengajar memegang peranan penting
sebagai alat Bantu untuk menciptakan
proses belajar mengajar yang efektif. Pada
kegiatan belajar dengan menggunakan alat
peraga tiga dimensi berupa model torso
organ pernapasan manusia, hewan. Melalui
peraga tersebut siswa melakukan
pengamatan struktur dalam organ
pernapasan untuk memperoleh gambaran riil
atau konkrit dan melakukan pengkajian
lebih lanjut sehubungan dengan fisiologi
organ-organ pernapasan. Melalui model
pembelajaran inkuiri berbantuan alat peraga
tiga dimensi tersebut, siswa diarahkan untuk
mencari dan menyelidiki secara sistematis
sehingga dapat merumuskan sendiri
penemuannya dengan penuh percaya diri.
Dalam pencapain hasil pembelajaran,
peranan alat peraga tiga dimensi sangat
penting sebab bahan pelajaran menjadi lebih
konkrit sehingga dengan mudah dapat
9 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
9
dipahami oleh siswa. Secara mandiri, siswa
dapat membangun konsep dan
pengetahuannya dalam kerangka
berpikirnya. Dengan demikian model
pembelajaran inkuiri menggunakan alat
peraga tiga dimensi ini mampu
meningkatkan pemahaman siswa kelas XI
IPA4 (rata-rata hasil belajar 82,4) terhadap
aspek materi biologi yang diberikan. Jika
dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu
kelas XI IPA7 (rata-rata hasil belajar 75, 86)
yang capaian hasil belajarnya lebih rendah
karena mendapatkan pembelajaran yang
disajikan dengan model pembelajaran
konvensional sehingga siswa kurang
antusias mengikuti pelajaran yang sedang
dipaparkan oleh guru di dalam kelas. Maka
dinyatakan bahwa model pembelajaran
inkuiri dengan menggunakan alat peraga
tiga dimensi berpengaruh terhadap hasil
belajar biologi siswa kelas XI IPA SMA N.
1 Abiansemal.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan analisis data tersebut
disimpulkan bahwa, penerapan model
pembelajaran inkuiri dengan menggunakan
alat peraga tiga dimensi berpengaruh
terhadap hasil belajar biologi siswa.
Perolehan hasil belajar yang dicapai siswa
pada pokok bahasan sistem pernapasan pada
manusia dan hewan setelah penerapan
model pembelajaran inkuiri berbantu alat
peraga tiga dimensi, terdapat perbedaan
hasil belajar yang signifikan. Dimana rata-
rata hasil belajar yang dicapai lebih tinggi
pada kelompok eksperimen (82,4)
sedangkan kelompok kontrol pada
penerapan pembelajaran seperti biasanya
(konvensional) diperoleh rata-rata hasil
belajar 75,8. Temuan tersebut dapat
direkomendasi kepada guru biologi, untuk
menerapkan model pembelajaran inkuiri
dengan berbantu alat peraga tiga dimensi
sebagai pilihan model pembelajaran dalam
upaya meningkatkan hasil belajar siswa.
Karena keterbatasan waktu dan biaya maka
faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam
proses mengikuti palajaran tidak dapat
diteliti. Untuk itulah diharapkan kepada
pembaca yang berminat dengan model
pembelajaran inkuiri dengan menggunakan
alat peraga tiga dimensi dapat melanjutkan
penelitian ini pada mata pembelajaran yang
lain dengan sampel yang lebih luas.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Campbell, Donald T dan Julian C. Stanley.
1996. Eksperimental and Quasi-
Eksperimental Design for Researcg.
Chicago: Rand Mc. Nally College
Publishing Company.
Collins, K. 1969. The Importance of Strong
confrontation in an inquiry model of
teaching, School Science and
Mathematics, No. 69 (7), hlm. 615-
617.
Djamarah, S.B. 2002. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: RinekaCipta.
Elefant, E. 1980. Deaf children in an inquiry
trining program. Volta Review. No.
82. Hlm 271-279.
Gulo, W. 2005. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Grasindo.
Hadi, S.1982. Metodologi Research jilid 4.
Penerbit Fakultas Psikologi UGM,
Jogjakarta.
Ivany, G. 1969. The Assasment of Verbal
Inquiry in Elementary school
science. Science Education, No. 53
(4), hlm. 287-293.
Joyce, B., Weil, M. dan Calhoun, E. 2011.
Models of Teaching (Model Model
Pengajaran), Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sardiman A.M. 2007. Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
10
10
Schlenker, R.M. 1991. Learning about fossil
formulation by classroom simulation.
Science Activities, No. 28 (3). Hlm
17-20.
Sudjana, N. 2006. Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar. Bandung:Remaja
Rosdakarya.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R & D.
Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian.
Bandung: Alfabeta
Suwarno, W. 2006. Dasar-Dasar Ilmu
Pendidikan. Yogyakarta: Ar-
RuzzMedia.
Syaiful Sagala. 2006. Konsep dan Makna
Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Tukiran Taniredja, dkk. 2011.Model-model
Pembelajaran Inovatif. Bandung:
Alfabeta.
Trianto. 2010. Mendesain Model
Pembelajaran Inovatif-Progresif.
Jakarta: Kencana.
Usman, M. U. 2003. Upaya Optimalisasi
Kegiatan Belajar Mengajar.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Winarsunu, Tulus. 2004. Statistik dalam
Penelitian Psikologi dan Pendidikan.
Malang: Universitas Muhamaddijah.
11 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
11
HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DAN STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG
TUA DENGAN PRESTASI BELAJAR IPA PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR N 2
PENATIH KECAMATAN DENPASAR TIMUR
Ni Nyoman Parmithi
1)
, Putu Risna Pramudya
2)
Jurusan Pend. Biologi FPMIPA IKIP PGRI Bali
Email : nyomanparmithi@yahoo.com
ABSTRACT
Relationship between diet and socio-economic status of parents with students learning
achievement in natural science of student at SD Negeri 2 Penatih Denpasar Timur
This study aims to determine the relationship between diet and socio-economic status of
parents and the learning achievement in natural science of student at SD Negeri 2 Penatih Kec.
Denpasar Timur academic year 2012/2013.
This study classified the correlation study to determine the degree of relationship between
two or more variables. The population in this study were all student At SD Negeri 2 Penatih
consisting of six classes with a total enrollment as many as 305 people. Of the 305 samples taken
at random as many as 75 people using proportional random sampling technique. Data collection
is carried out by questionnaire to obtain data on diet and socio-economic status of parents and the
method of recording documents to obtain data on the achievement of natural science. Then the
data were analyzed using simple correlation analysis and multiple correlation analysis.
Based on the analysis of data, obtained r value of 0.742 with Fcount Ftable or 46
3.13 at significance level of 5 %, then Ho is rejected and Ha accepted. This means that if it is
connected with the interpretation of the correlation coefficient indicates a strong relationship. It
can be concluded that there is a significant relationship between diet and socio economic status
of the parents and the learning achievement of student at SD Negeri 2 Penatih Kec. Denpasar
Timur academic year 2012/2013.
Keywords: Diet, Parental Socio-Economic Status, Academic Achievement.
PENDAHULUAN
Pada anak usia sekolah banyak
faktor yang mempengaruhi prestasi
belajarnya, salah satunya adalah masalah
gizi dan kondisi dalam keluarga.
Kekurangan gizi bisa menyebabkan
menurunnya produktivitas kerja, kecerdasan
anak, serta daya tahan tubuh anak sehingga
menyebabkan prestasi belajar disekolah
menurun. Salah satu jalan yang dapat
ditempuh untuk memperbaiki masalah gizi
anak sekolah agar prestasi belajar tidak
terganggu adalah memperbaiki pola makan
di keluarga. Menurut Khumadi dalam
Handajani (1994), pola makan adalah
tingkah laku manusia atau kelompok
manusia dalam memenuhi kebutuhannya
akan makan meliputi sikap, jenis dan jumlah
bahan makanan yang dikonsumsi sehari-hari
dan merupakan ciri khas pada suatu
kelompok masyarakat. Dengan demikian
diharapkan pola makan yang baik, jenis
makanan yang beranekaragam dan sesuai
dengan standar kesehatan dapat
memperbaiki mutu gizi makanan sehingga
kecukupan gizi bagi tubuh dapat terpenuhi.
Kebutuhan gizi yang tercukupi membuat
kecerdasan meningkat, pertumbuhan dan
perkembangan tubuh optimal. Apabila
kecukupan gizi tidak terpenuhi dapat
mengakibatkan konsentrasi berkurang yang
menyebabkan prestasi belajar menurun.
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
12
11
Selain itu keadaan status sosial ekonomi
orang tua seperti tingkat pendidikan, jenis
pekerjaan dan pendapatan orang tua
berpengaruh terhadap prestasi belajar anak.
Status sosial ekonomi orang tua merupakan
keadaan atau latar belakang dari suatu
keluarga yang berkaitan denga tingkat
pendidikan, jenis pekerjaan dan pendapatan
keluarga (Maftukhah, 2007). Anak yang
berasal dari kalangan menengah keatas lebih
banyak mendapat perhatian, pengarahan dan
bimbingan yang baik dari orang tua.
Sedangkan anak yang berlatar belakang
ekonomi rendah kurang mendapat perhatian,
pengarahan dan bimbingan karena orang tua
lebih cenderung memusatkan perhatiannya
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari. Oleh karena itu, orang tua yang
keadaan sosial ekoniminya tinggi lebih
dapat memenuhi kebutuhan sekolah anaknya
dibandingkan dengan orang tua dengan
status sosial ekonomi yang rendah, sehingga
status sosial ekonomi orang tua juga
menentukan keberhasilan pendidikan anak
yang dapat menunjang prestasi belajar anak
disekolah.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini tergolong
penelitian korelasi. Penelitian korelasi
adalah suatu penelitian yang melibatkan
tindakan pengumpulan data guna
menentukan apakah ada hubungan dan
tingkat hubungan antara dua variabel atau
lebih (Sukardi, 2012). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh peserta didik
Sekolah Dasar Negeri 2 Penatih dengan
jumlah 305 orang. Sampel diambil secara
acak sebanyak 75 orang dengan
menggunakan teknik Proporsional Random
Sampling. Variabel bebas dalam penelitian
ini adalah pola makan dan status sosial
ekonomi orang tua sedangkan variabel
terikatnya adalah prestasi belajar IPA.
Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 5
Maret 2013 sampai dengan 23 Maret 2013.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode
kuesioner dan metode pencatatan dokumen.
Metode kuesioner menggunakan pola Likert
dengan lima kemungkinan jawaban untuk
memperoleh data tentang pola makan dan
status sosial ekonomi orang tua, dimana
kuesioner telah diuji terlebih dahulu untuk
mengetahui validitas dan reabilitasnya.
Jumlah butir soal pada masing-masing
kuesioner adalah 20 butir. Skor minimalnya
adalah 20 dan skor maksimalnya adalah 100.
Totalitas dari skor tersebut menunjukan skor
pola makan dan status sosial ekonomi orang
tua. Dan metode pencatatan dokumen untuk
memperoleh data tentang prestasi belajar
IPA. Data yang diperoleh dianalisis
menggunakan metode analisis korelasi
sederhana dan analisis korelasi ganda.
Analisis korelasi sederhana digunakan untuk
menguji hipotesis pertama dan hipotesis
kedua yaitu dengan rumus korelasi Pearson
Product Moment sebagai berikut.
Riduwan dan Akdon, 2010)
Keterangan :
r
XY = Nilai koefisien korelasi antara variabel X dan Y
n = Jumlah sampel
X = Nilai variabel X
Y = Nilai variabel Y
n(
n
i=1
XY)-(
n
i=1
X) (
n
i=1
Y)
{n.(
n
i
X
2
-(
n
i=1
X)
2
} {n.
n
i=1
Y
2
-(
n
i=1
Y)
2
}
r
XY=
13 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
F=
R
2
/k
(1-R
2
)/(n-k-1)
11
Selanjutnya, uji signifikansi dengan
mengkonsultasikan nilai r
hitung
ke dalam r
tabel
dengan taraf signifikansi 5%. Sedangkan
analisis korelasi ganda digunakan untuk
menguji hipotesis ketiga yaitu dengan rumus
koefisien korelasi ganda dan uji F dengan
taraf signifikansi 5% sebagai berikut.
1. Koefisien korelasi ganda
(Riduwan dan Akdon, 2010)
Keterangan :
R
X1X2Y
= Korelasi antara variabel X
1
dengan X
2
secara bersama-sama dengan variable Y
r
X1Y
= Korelasiproduct moment antara X
1
dengan Y
r
X2Y
= Korelasi product moment antara X
2
dengan Y
r
X1X2
= Korelasi product moment antara X
1
dengan X
2
2. Uji signifikansi korelasi ganda dengan uji F
(Riduwan dan Akdon, 2010)
Keterangan :
R = koefisien korelasi ganda
k = jumlah variabel bebas
n = jumlah anggota sampel
Harga F
hitung
dibandingkan dengan
F
tabel
dengan dk pembilang = k dan dk
penyebut = (n k 1), apabila F
hitung
F
tabel
,
maka korelasinya signifikan dan sebaliknya
apabila F
hitung
F
tabel
maka korelasinya tidak
signifikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Rekapitulasi Hasil Pengujian Hipotesis Pertama
Jumlah
Sampel
Taraf
Signifikansi
Hasil yang diperoleh Kesimpulan
r
hitung
r
tabel
Ho Ha
75 5% 0,701 0,227 Ditolak Diterima
2. Rekapitulasi Hasil Pengujian Hipotesis Kedua
Jumlah
Sampel
Taraf
Signifikansi
Hasil yang diperoleh Kesimpulan
r
hitung
r
tabel
Ho Ha
75 5% 0,657 0,227 Ditolak Diterima
R
X
1
X
2
Y
=
r
2
X
1
Y
+ r
2
X
2
Y
-2(r
X
1
Y
). (r
X
2
Y
).(r
x
1
x
2
)
1 - r
2
X
1
X
2
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
14
3. Rekapitulasi Hasil Pengujian Hipotesis Ketiga
Jumlah
Sampel
Taraf
Signifikansi
Hasil yang diperoleh Kesimpulan
F
hitung
F
tabel
Ho Ha
75 5% 46 3,13 Ditolak Diterima
Berdasarkan hasil uji analisis didapatkan
nilai r sebesar 0,742 dengan taraf
signifikansi 5% diperoleh nilai F
hitung
F
tabel
atau 46 3,13. Dengan demikian, Ho yang
menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara pola makan (X
1
) dan
status sosial ekonomi orang tua (X
2
) dengan
prestasi belajar IPA (Y) pada peserta didik
Sekolah Dasar Negeri 2 Penatih, ditolak.
Sebaliknya Ha yang menyatakan terdapat
hubungan yang signifikan antara pola makan
(X
1
) dan status sosial ekonomi orang tua
(X
2
) dengan prestasi belajar IPA (Y) pada
peserta didik Sekolah Dasar Negeri 2
Penatih, diterima. Koefisien determinasi
pola makan dan status sosial ekonomi orang
tua terhadap prestasi belajar IPA pada
peserta didik Sekolah Dasar Negeri 2
Penatih didapatkan sebesar 55%. Hal ini
berarti varians yang terjadi pada variabel
prestasi belajar IPA 55% ditentukan oleh
varians yang terjadi pada variabel pola
makan dan status sosial ekonomi orang tua.
Pengertian ini diartikan pengaruh pola
makan dan status sosial ekonomi orang tua
terhadap prestasi belajar IPA sebesar 55%
dan sisanya 45% ditentukan oleh faktor lain.
Selanjutnya jika dihubungkan
dengan interpretasi terhadap koefisien
korelasi menunjukan hubungan yang kuat.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara pola makan
dan status sosial ekonomi orang tua dengan
prestasi belajar IPA peserta didik Sekolah
Dasar Negeri 2 Penatih Kecamatan
Denpasar Timur tahun pelajaran 2012/2013.
Untuk memperoleh prestasi belajar yang
baik diperlukan proses pembelajaran yang
baik. Pola makan dan status sosial ekonomi
merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi proses pembelajaran.
Dimana pola makan merupakan faktor
internal pada peserta didik yang dapat
mempengaruhi konsentrasi belajar peserta
didik dan status sosial ekonomi orang tua
merupakan faktor eksternal pada peserta
didik yang dapat mempengaruhi pemenuhan
sarana dan prasarana pembelajarannya di
sekolah. Dalam proses pembelajaran
diperlukan sarana penunjang pembelajaran
dan konsentrasi yang baik dari peserta didik
sehingga proses pembelajaran dapat berjalan
dengan baik. Dengan demikian, pesera didik
yang memiliki pola makan dan status sosial
ekonomi orang tua yang baik maka prestasi
belajarnya akan baik pula.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara pola makan
dan status sosial ekonomi orang tua dengan
perestasi belajar IPA peserta didik Sekolah
Dasar Negeri 2 Penatih Kecamatan
Denpasar Timur tahun pelajaran 2012/2013.
Saran
Bagi ibu rumah tangga sebaiknya
memvariasikan menu makanannya setiap
hari dengan memperhatikan kecukupan gizi
agar asupan gizi dalam keluarga terpenuhi.
Bagi pihak sekolah hendaknya
memperhatikan sarana kantin yang ada, agar
makanan yang dijual dikontrol dari segi
mutu dan kesehatannya. Bagi para orang tua,
selain memberikan makanan bergizi dan
berimbang kepada anak-anaknya, sebaiknya
juga diberikan makanan yang beragam
15 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
11
karena tidak semua gizi dapat terpenuhi
dengan hanya mengkonsumsi satu makanan
saja, agar anak dapat berkembang secara
optimal. Dan bagi orang tua agar lebih
memperhatikan proses pendidikan anak di
sekolah, baik dari segi material dalam
pemenuhan sarana dan prasarana
pembelajaran maupun dari segi non material
dengan memberi motivasi pada anak untuk
meningkatkan prestasi belajarnya di sekolah.
DAFTAR RUJUKAN
Anne, Ahira, 2012, Pengertian Prestasi
Belajar Menurut Para Ahli, Sumber :
www.anneahira.com/pengertian-
prestasi-belajar-menurut-para-
ahli.htm diakses tanggal 24 Oktober
2012.
Anonym, 2007. Manfaat Sarapan Pagi,
Sumber :
http://www.sehatbugar.info_html
diakses tanggal 24 Oktober 2012.
Adriani dan Wirjatmadi, 2012. Pengantar
Gizi Masyarakat, Kencana, Jakarta.
Adriani dan Wirjatmadi, 2012. Peranan Gizi
Dalam Siklus Kehidupan, Kencana,
Jakarta.
Arikunto, Suharsimi, 2012. Manajemen
Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta.
Atikah dan Erna, 2010. Ilmu Gizi Untuk
Keperawatan dan Gizi Kesehatan,
Nuha Medika, Yogyakarta.
Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Pusat Bahasa Edisi Keempat, PT.
Gramedia Pusaka Utama, Jakarta.
Hakim, Lukman, 2011. Hubungan Pola
Makan Bergizi Dengan Tumbuh
Kembang Motorik Pada Anak Usia
Sekolah di SD Tawang Mas 02
Semarang. Skripsi tidak diterbitkan.
Handajani, Sri, 1994. Pangan dan Gizi,
Sebelas Maret University Press,
Surakarta.
Hanifa dan Luthfeni, 2006. Makanan Yang
Sehat, Ganeca Exact.
Judarwanto, Widodo, 2004. Mengatasi
Kesulitan Makan Pada Anak, Puspa
Swara, Jakarta.
Judarwanto, Widodo. Perilaku Makan Anak
Sekolah, Sumber : www.google.com
diakses tanggal 24 Oktober 2012.
Kasabonline, 15 April 2012, Faktor Yang
Mempengaruhi Prestasi Belajar,
Sumber :
http://kasabonline.wordpress.com/20
12/04/15/faktor-faktor-yang-
mempengaruhi-prestasi-belajar/
diakses tanggal 24 Oktober 2012.
Leiliana, Ito, 2008. Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Pola Makan Anak
Sekolah Dasar. Jurnal (diterbitkan).
Universitas Indonesia.
Maesaoroh, Siti, 2009. Pengaruh Status
Sosial Ekonomi Orang Tua Dan
Motivavi Belajar Terhadap Prestasi
Belajar Mata Pelajaran Ekonomi
Siswa Kelas XI IPS Di Man Kota
Blitar. Skripsi tidak diterbitkan.
Maftukhah, 2007. Pengaruh Kondisi Sosial
Ekonomi Orang Tua Terhadap
Prestasi Belajar Geografi Siswa
Kelas VIII SMP N 1 Randudongkal
Kabupaten Pemalang Tahun
2006/2007. Skripsi tidak diterbitkan.
Munawar, Indra, 11 Juni 2009, Pengertian
Belajar dan Prestasi Belajar, Sumber
:
http://indramunawar.blogspot.com/2
009/06/pengertian-belajar-dan-
prestasi-belajar.html diakses tanggal
24 Oktober 2012.
Riduwan dan Akdon, 2010. Rumus dan Data
Dalam Analisis Statistika, Alfabeta,
Bandung.
Sugiyono, 2008. Metode Penelitian
Pendidikan (Pendekatan, Kuantitatif
Kualitatif, dan R&D), Alfabeta,
Bandung.
Sugiyono, 2012. Statistika Untuk Penelitian,
Alfabeta, Bandung.
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
16
12
Suka Atmaja, Pande Made, 2009. Hubungan
Antara Sikap Siswa Pada Pelajaran
IPA Terhadap Prestasi Belajar IPA
Kelas VII SMP Negeri 1 Gianyar,
Semester 1, Kecamatan Gianyar,
Kabupaten Gianyar Tahun Pelajaran
2008/2009. Skripsi tidak diterbitkan.
Sukardi, 2012. Metodologi Penelitian
Pendidikan Kompetensi dan
Praktiknya, Bumi Aksara, Jakarta.
17 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
17
KEMATIAN TANAMAN CENGKEH (Zyzygium aromaticum L.) DI KABUPATEN
BULELENG AKIBAT SERANGAN JAMUR AKAR PUTIH
(Rigidoporus sp Swartz: Fr.) Van overeem
I Wayan Suanda
NIDN. 0031126547
Prodi Pend. Biologi FPMIPA IKIP PGRI Bali
Email: suanda_wayan65@yahoo.co.id
ABSTRACT
Death Plant Clove (Syzygium aromaticum L.) in the District Buleleng Attack due to Fungal
roots white (Rigidoporus sp Swartz: Fr.) Van Overeem
Clove is a spice-producing plantation crops that can be used as a traditional medicine,
essential oil which is used as raw material for the pharmaceutical industry and the food industry,
cosmetics, perfume, source constituent eugenol and clove essential oils as feedstock largest
cigarette industry. Role of the clove is large enough to support an increase in revenue due to the
current state cigarette tax is one of the largest sources of state revenue nearly 98% compared
with other revenue sources. Cloves have a fairly high economic value as a commodity plantation
in Bali, because since 2010 the price of dried clove flower in a very lucrative market around Rp
100,000 to Rp. 150,000 per kilogram. The high price of cloves, clove farmers in Bali causes
more passionate gardener maintains cloves in hopes to increase its production every year.
Busungbiu clove farmers in the village of the District and Village Upload Busungbiu
Seririt Buleleng Subdistrict feel uneasy, because thousands of the clove tree is still productive
experience sudden death due to pathogen attack wilt disease caused by fungi of white roots
(JAP).
Keywords: Plant cloves , Fungal White Roots
PENDAHULUAN
Tanaman cengkeh (Syzygium
aromaticum L.) dari Famili Myrtaceae
sebagai tanaman asli Indonesiayang berasal
dari Maluku Utara (Muljana, 1997;
Dharmawati, 2010), dibuktikan dengan
ditemukannya tanaman cengkeh tertua di
dunia di Banda Kepulauan Maluku (Bintoro,
1986). Menurut Rumphius dalam Muljana,
(2002), bahwa tanaman cengkeh berasal dari
Pulau Makian, Maluku Utara dan Pulau
Moti, Ternate dan Tidore sehingga dijuluki
kepulauan rempah-rempah (Turner, 2004),
namun pendapat lain tentang asal tanaman
cengkeh masih bervariasi. Pada tahun 1768
bibit cengkeh yang berasal dari Pulau Gebe
dan Seram, disebar oleh seorang Kapten
Perancis ke Zanzibar dan Madagaskar.
Cengkeh merupakan salah satu tanaman
perkebunan penghasil rempah yang dapat
digunakan sebagai obat tradisional. Dalam
perkembangannya pemanfaatan cengkeh
menjadi lebih luas, yaitu sebagai rempah-
rempah (Nutmant & Roberts, 1971;
Chaniago, 1980), penghasil minyak atsiri
yang biasa digunakan sebagai bahan baku
industri farmasi maupun industri
makanan,kosmetika, parfum, sumber
eugenol penyusun minyak atsiri cengkehdan
yang terbesar sebagai bahan baku industri
rokok kretek (Rosita dan Ireng Darwati,
1993). Dengan meluasnya pemanfaatan
cengkeh, maka cengkeh menjadi salah satu
komoditas perdagangan dunia yang banyak
dicari (Direktorat Jenderal Perkebunan,
2010), sehingga memiliki nilai ekonomi
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
18
18
tinggi. Di Indonesia produksi cengkeh
mempunyai peranan cukup besar dalam
menunjang upaya peningkatan pendapatan
Negara karena sampai saat ini cukai rokok
merupakan salah satu sumber pendapatan
Negara yang terbesar dibanding dengan
sumber-sumber pendapatan lainnya
(Arisena, 2009). Sebagai bahan baku dalam
pembuatan rokok kretek memberikan
kontribusi terhadap penerimaan dari cukai
rata-rata 98% dari penerimaan total cukai
tahun 2005 (Siregar dan Suhendi, 2006).
Peranan rokok kretek dalam perekonomian
nasional sangat nyata, antara lain
menyumbang sekitar Rp 23,2 triliun dari
perkiraan Rp 29 triliun penerimaan cukai
rokok (Listyaty, 2007). Untuk tahun
anggaran 2001 cukai rokok sekitar Rp 17,6
triliun, tahun anggaran 2002 sekitar Rp 22,3
triliun dan tahun anggaran 2003 sebesar Rp
27triliun dan tahun 2006 mencapai 35,073
triliun (GAPPRI, 2007), disamping
penyerapan tenaga kerja (Muttaqin, 2010).
Penerimaan cukai rokok pada tahun 2009
sebesar Rp 50,5 triliun dan tahun 2010
mencapai Rp 58 triliun (Direktorat Jenderal
Perkebunan, 2010).
Cengkeh juga mempunyai nilai
ekonomi cukup tinggi dalam komoditas
perkebunan di Bali, karena sejak beberapa
tahun terakhir ini harga bunga cengkeh
kering di pasaran sangat menggiurkan yaitu
sekitar Rp 100.000 sampai Rp. 150.000 per
kilogramnya. Tingginya harga cengkeh,
menyebabkan petani cengkeh di Bali
semakin bergairah memelihara kebun
cengkehnya dengan harapan produksinya
dapat meningkat setiap tahun (Bali Post, 12
Februari 2013). Namun Petani cengkeh di
Desa Busungbiu Kecamatan Busungbiu dan
Desa Unggahan Kecamatan Seririt
Kabupaten Buleleng merasa resah, karena
ribuan pohon cengkeh yang masih produktif
mengalami kematian secara tiba-tiba akibat
serangan patogen penyakit layu. Serangan
penyakit layu sudah menyerang 986 hektar
tanaman cengkeh di Kabupaten Buleleng
(Partayasa, 2011). dan Tanaman cengkeh
yang mati kebanyakan tanaman yang akan
berbunga pada musim panen. Pada tanaman
yang masih kecil juga banyak ditemukan
sudah terserang penyakit layu, bahkan ada
yang sudah mati. Daun cengkeh layu
kemudian rontok dan batangnya mengering
hingga akhirnya tanaman mati total. Pada
bulan Juli 2013 tanaman cengkeh yang
terserang penyakit layu di Kabupaten
Buleleng seluas 1.413,03 Ha dengan
katagori serangan ringan sampai berat
(Dinas Perkebunan UPT Laboratorium
Perlindungan Tanaman Bedaulu Gianyar,
2013), dari luas areal 7.209 Ha (Dinas
Perkebunan Provinsi Bali 2011). Berbagai
upaya telah dilakukan untuk mengendalikan
dan mencegah penyebaran penyakit layu
pada tanaman cengkeh, diantaranya
penggunaan bibit sehat, eradikasi,
pemberian fungisida sintetis dan sanitasi
dengan menjaga kebersihan kebun, tetapi
tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Perlu dilakukan penelitian tentang jenis
patogen penyebab penyakit layu tanaman
cengkeh, sehingga. Oleh karena itu penulis
ingin meneliti patogen penyebab penyakit
layu pada tanaman cengkeh di Kabupaten
Buleleng.
Permasalahan yang perlu
dirumuskan dalam penelitian ini adalah
Apakah penyebab penyakit layu pada
tanaman cengkeh di Kabupaten Buleleng?
Adapun tujuan penelitian yang penulis
lakukan ini yaitu: untuk
mengetahuipenyebab penyakit layu pada
tanaman cengkeh di Kabupaten Buleleng.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat, baik secara akademik maupun
secara praktis, diantaranya (1) Memberikan
informasi secara pasti tentang patogen
penyebab penyakit layu pada tanaman
cengkeh. (2)Memberikan informasi dan
pengetahuan dalam mengeksplorasi
mikroorganisme untuk mengembangkan
19 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
19
materi pembelajaran biologi. (3)
Memberikan sumbangan dalam
pengembangan fitopatologi melalui
konfirmasi potensi pengendalian dengan
pestisida nabati dan musuh alampatogen
penyakit layu sebagai Biopestisidayang
efektif untuk mengendalikan penyakit layu
tanaman cengkeh sebagai strategi
pengendalian yang ramah lingkungan dan
berkelanjutan.
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Tanaman Cengkeh
Tanaman cengkeh (Syzygium
aromaticum L.) merupakan salah satu
tanaman asli Indonesia yang berasal dari
Banda Kepulauan Maluku, dibuktikan
dengan ditemukannya tanaman cengkeh
tertua di dunia (Bintoro, 1986; Saswin
2012). Menurut Darmawati (2010) dan
Saswin (2012), klasifikasi tanaman cengkeh
adalah sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Sub
kingdom
: Tracheobionta
Super
divisi
: Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Klas : Magnoliopsida
Sub klas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium
aromaticum (L.)
Merr. & L. M. Perry
Cengkeh merupakan tanaman
tahunan dengan batang pohon besar dan
berkayu keras, tinggi mencapai 20-30 m.
Tanaman ini umbuh dan berproduksi
maksimal memerlukan persyaratan
lingkungan tumbuh yang spesifik dan
berbuah umumnya pada umur 4-7 tahun
(Saswin, 2012). Faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap tanaman cengkeh
antara lain adalah iklim, tinggi tempat dan
jenis tanah (Muljana, 2007). Selain jenis
tanah, kemasaman tanah (pH) ikut berperan
dalam hal memacu pertumbuhan tanaman.
Kemasaman tanah yang optimum berkisar
antara 5,5-6,5. Apabila pH tanah lebih
rendah atau lebih tinggi maka pertumbuhan
tanaman cengkeh akan terganggu karena
penyerapan unsur hara oleh akar menjadi
terhambat (Soemarno, 2010).
Upaya mendapatkan bibit cengkeh
yang berkualitas baik, yaitu bibit yang
mempunyai bentuk perakaran yang baik dan
mempunyai perbandingan yang
proporsional antara tajuk dan akar
diperlukan rekayasa lingkungan tumbuh
yang sesuai atau meningkatkan kemampuan
tanaman beradaptasi dengan lingkungan
(Muljana, 2007). Rekayasa lingkungan dapat
dilakukan melalui pemupukan dan
peningkatan kemampuan tanaman dalam
beradaptasi dengan lingkungan melalui
pemanfaatan mikroba tanah. Mikroba yang
bersifat menguntungkan bagi tanaman,
seperti rizobakteri dari kelompok
Pseudomonas spp. dapat berfungsi sebagai
penyubur, pengendali hayati patogen
tanaman dan mampu meningkatkan
ketahanan tanaman (McMilan, 2007).
Tanaman cengkeh dapat ditanam dan
masih berproduksi pada ketinggian tempat 0
900 m di atas permukaan laut (dpl).
Namun demikian, makin tinggi tempat maka
produksi bunga makin rendah tetapi
pertumbuhan makin subur. Ketinggian
tempat yang optimal untuk pembungaan
tanaman cengkeh berkisar 200-600 m dpl
(Muljana, 2007). Curah hujan yang optimal
untuk perkembangan tanaman cengkeh
adalah 1.500 - 4.500 mm/tahun. Intensitas
penyinaran 61 60 % dan suhu udara 22 -
28 C serta tidak ada angin kencang
sepanjang tahun (Darmawati, 2010;
Muttaqin, 2010). Usaha budidaya tanaman
cengkeh mayoritas dikelola oleh
perkebunan rakyat. Data pada tahun 2010
menunjukkan bahwa luas areal tanaman
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
20
20
cengkeh di Indonesia adalah 470.045 ha,
yang sebagian besar dikelola perkebunan
rakyat yaitu 461.406 ha (98,2%) dan 8.638
ha (1,8 %) dikelola perkebunan negara dan
swasta.Petani yang terlibat dalam usaha
budidaya cengkeh ini sekitar 1.073.203 KK
di tingkat on farm. Luas areal perkebunan
cengkeh di Bali sekitar 15.575 ha, digarap
oleh 10.798 KK petani (Arisena, 2009)
dengan produksi 4.507 ton di tahun 2010
dan 3.006 ton di tahun 2011. Tersebar di
delapan Kabupaten dan Kabupaten Buleleng
memiliki perkebunan cengkeh paling luas
sekitar 6.933 ha (44,98%) yang tersebar
pada beberapa sentra perkebunan rakyat,
seperti di Desa Busungbiu, Desa Unggahan,
Desa Telaga, Desa Subuk, Desa Bengkel,
Desa Munduk, Desa Tajun dan tempat
lainnya (Dinas Perkebunan Provinsi Bali,
2012).
Penyakit Layu Akar Putih
Hasil survei pendahuluan yang
dilakukan penulis pada tanggal 22 Maret
2013 di kebun cengkeh petani Subak Abian
Werdhi Amertha di Desa Unggahan
Kecamatan Seririt, Desa Telaga dan Desa
Busungbiu Kecamatan Busungbiu
Kabupaten Buleleng. Penyakit layu terjadi
terutama pada fase generatif dengan
prosentase serangan di atas 50% dengan
katagori serangan ringan, sedang dan berat.
Bila diamati tanaman cengkeh yang sakit,
hanya ditemukan jamur berwarna putih
mengkilat pada akar, yang
menyebabkanakar berwarna coklat, busuk
dan tanaman mati. Penyakit akar putih
ditemukan pertama kalioleh Ridleypada
tahun 1904 di Singapura dan di Srilangka
pada tahun 1905. Penyakit ini juga
ditemukan India Selatan, Pantai Gading,
Zaire dan daerah yang terdapat tanaman
Karet (Petch, 1911). Menurut
Alexopoulus and Mins (1979), jamur akar
putih (JAP) dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Divisio : Mycetaceae
Sub Divisio : Amestigomycots
Kelas : Basidiomycetes
Ordo : Homobasidiomycetes
Famili : Polyperales
Genus : Rigidoporus
Spesies : Rigidoporus sp (Swartz: Fr.) Van overeem.
Penyakit layu akar putih pada
tanaman cengkeh belum ada yang meneliti,
diduga disebabkan oleh jamur akar putih
(Rigidoporus sp). Serangan jamur akar putih
(JAP) menyebabkan kerusakan pada akar
tanaman. Penyakit jamur akar putih pada
tanaman cengkeh menyebabkan kerugian
ekonomi, tidak hanya disebabkan
kehilangan produksi akibat kerusakan
tanaman tetapi juga mahalnya biaya yang
diperlukan dalam pengendaliannya.
Penyakit jamur akar putih yang disebabkan
oleh (Rigidoporus sp) menyerang akar
tunggang maupun akar lateral dengan cara
kontak langsung. Penyakit ini
mengakibatkan kematian tanaman dengan
intensitas sangat tinggi terutama pada
tanaman inang karet umur 2-4 tahun
(Yulfahri et al., 2012).
Penularan penyakit jamur akar putih
pada tanaman cengkeh
Penularan penyakit jamur akar putih
(JAP) diduga terjadi karena adanya kontak
akar tanaman sakit dengan akar tanaman
sehat dan sisa tunggul. Diantara tunggul ini
terdapat beberapa tunggul yang terinfeksi
JAP dan menjadi sumber penularan yang
sangat efektif. Dari kontak akar menular ke
21 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
20
cengkeh di Indonesia adalah 470.045 ha,
yang sebagian besar dikelola perkebunan
rakyat yaitu 461.406 ha (98,2%) dan 8.638
ha (1,8 %) dikelola perkebunan negara dan
swasta.Petani yang terlibat dalam usaha
budidaya cengkeh ini sekitar 1.073.203 KK
di tingkat on farm. Luas areal perkebunan
cengkeh di Bali sekitar 15.575 ha, digarap
oleh 10.798 KK petani (Arisena, 2009)
dengan produksi 4.507 ton di tahun 2010
dan 3.006 ton di tahun 2011. Tersebar di
delapan Kabupaten dan Kabupaten Buleleng
memiliki perkebunan cengkeh paling luas
sekitar 6.933 ha (44,98%) yang tersebar
pada beberapa sentra perkebunan rakyat,
seperti di Desa Busungbiu, Desa Unggahan,
Desa Telaga, Desa Subuk, Desa Bengkel,
Desa Munduk, Desa Tajun dan tempat
lainnya (Dinas Perkebunan Provinsi Bali,
2012).
Penyakit Layu Akar Putih
Hasil survei pendahuluan yang
dilakukan penulis pada tanggal 22 Maret
2013 di kebun cengkeh petani Subak Abian
Werdhi Amertha di Desa Unggahan
Kecamatan Seririt, Desa Telaga dan Desa
Busungbiu Kecamatan Busungbiu
Kabupaten Buleleng. Penyakit layu terjadi
terutama pada fase generatif dengan
prosentase serangan di atas 50% dengan
katagori serangan ringan, sedang dan berat.
Bila diamati tanaman cengkeh yang sakit,
hanya ditemukan jamur berwarna putih
mengkilat pada akar, yang
menyebabkanakar berwarna coklat, busuk
dan tanaman mati. Penyakit akar putih
ditemukan pertama kalioleh Ridleypada
tahun 1904 di Singapura dan di Srilangka
pada tahun 1905. Penyakit ini juga
ditemukan India Selatan, Pantai Gading,
Zaire dan daerah yang terdapat tanaman
Karet (Petch, 1911). Menurut
Alexopoulus and Mins (1979), jamur akar
putih (JAP) dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Divisio : Mycetaceae
Sub Divisio : Amestigomycots
Kelas : Basidiomycetes
Ordo : Homobasidiomycetes
Famili : Polyperales
Genus : Rigidoporus
Spesies : Rigidoporus sp (Swartz: Fr.) Van overeem.
Penyakit layu akar putih pada
tanaman cengkeh belum ada yang meneliti,
diduga disebabkan oleh jamur akar putih
(Rigidoporus sp). Serangan jamur akar putih
(JAP) menyebabkan kerusakan pada akar
tanaman. Penyakit jamur akar putih pada
tanaman cengkeh menyebabkan kerugian
ekonomi, tidak hanya disebabkan
kehilangan produksi akibat kerusakan
tanaman tetapi juga mahalnya biaya yang
diperlukan dalam pengendaliannya.
Penyakit jamur akar putih yang disebabkan
oleh (Rigidoporus sp) menyerang akar
tunggang maupun akar lateral dengan cara
kontak langsung. Penyakit ini
mengakibatkan kematian tanaman dengan
intensitas sangat tinggi terutama pada
tanaman inang karet umur 2-4 tahun
(Yulfahri et al., 2012).
Penularan penyakit jamur akar putih
pada tanaman cengkeh
Penularan penyakit jamur akar putih
(JAP) diduga terjadi karena adanya kontak
akar tanaman sakit dengan akar tanaman
sehat dan sisa tunggul. Diantara tunggul ini
terdapat beberapa tunggul yang terinfeksi
JAP dan menjadi sumber penularan yang
sangat efektif. Dari kontak akar menular ke
21
tunggul dan tanaman inang lain di dekatnya
dan menjadi sumber infeksi yang baru. Pada
tunggul tersebut jamur patogen membentuk
tubuh buah yang membebaskan spora ke
udara dan jatuh pada tunggul lain, sehingga
sebagaian spora berkecambah di permukaan
tunggul dan berkembang masuk ke
perakaran tanaman serta menjadi sumber
inokulum baru. Tubuh buah berwarna jingga
jernih sampai merah kecoklatan pada waktu
masih muda dan menjadi berwarna suram,
permukaan atasnya coklat kekuningan pucat,
permukaan bawahnya coklat kemerahan
setelah tua.
Gejala serangan
Berdasarkan hasil pengamatan di
lapangan dan di Laboratorium Ilmu Penyakit
Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas
Udayana, bahwa tanaman cengkeh yang
terserang JAP menunjukkan gejala awal
pada daun terlihat pucat, kurang mengkilat,
tepi atau ujung daun terlipat ke dalam dan
daun menguning akhirnya gugur disertai
pembentukan akar baru sebagai pengganti
akar yang telah mati dan lapuk. Pada
perakaran tanaman sakit tampak benang-
benang jamur berwarna putih mengkilat dan
agak tebal (rizomorf). Akar yang terserang
mengalami pembusukkan, lunak dan
berwarna coklat sampai hitam dan mati.
Akar tanman yang terinfeksi menjadi lunak,
adanya kumpulan miselia berwarna putih
pada permukaan tanah dan akhirnya
tanaman mati (Chang, 1995). Pada tanaman
yang terinfeksi JAP menunjukkan gejala
pada akar tanaman tampak benang-benang
jamur putih dan agak tebal (Munarni dan
Hary Widjajanti, 2011). Benang-benang
tersebut menempel kuat pada akar tanaman
sehingga sulit dilepas. Akar tanaman yang
terinfeksi mengalami pembusukan, lunak
dan berwarna coklat. Membusuknya akar
diduga karena rusaknya struktur kimia kulit
dan kayu akibat enzim yang dihasilkan
jamur patogen. Penyakit akar putih
disebabkan oleh jamur yang lazim disebut
jamur akar putih (JAP). Nama ilmiah jamur
ini adalah Rigidoporus sp (Klotzsch)
Imazeki, namunjamur ini lebih dikenal
dengan nama Fomes sp (Klotzsch) Bres
(Semangun, 2000). Penyakit akar putih
menyebabkan kerusakan yang parah pada
tanaman karet yang masih muda dengan
menyerang akar tunggang maupun akar
lateral (John, 1966). Serangan jamur akar
putih (JAP) di akar tanaman cengkeh dan
miselia setelah di inokulasi dan dimurnikan
di laboratorium Penyakit Tumbuhan
Universitas Udayana, disajikan pada
Gambar berikut ini.
Gambar Isolasi Jamur Akar Putih (JAP) dari Tanaman Cengkeh
A. JAP di Akar Tanaman Cengkeh B. Pengambilan Sampel JAP
C. Isolasi Patogen JAP D. Miselia JAP
Patogen jamur akar putih(JAP) dapat
mengakibatkan kematian tanaman dengan
intensitas yang sangat tinggi terutama pada
tanaman karet yang berumur 2-4 tahun, dan
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
22
22
mengakibatkan penurunan produksi 20-60%
(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian,
2009). Kerugian yang ditimbulkan oleh
jamur akar putih (Rigidoporus sp ) lebih
besar dibandingkan kerugian akibat
serangan hama dan patogen penyebab
penyakit lainnya di perkebunan karet di
Malaysia (Johnstone, 1989).
Serangan terjadi mulai pada
pembibitan, tanaman belum menghasilkan
(TBM) sampai tanaman menghasikan (TM).
Pada permukaan akar terserang ditumbuhi
benang-benang jamur berwarna putih
kekuningan dan pipihmenyerupai akar
rambut. Benang-benang tersebut menempel
kuat pada akar sehingga sulit dilepas
(Rahayu, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
penyakit jamur akar putih
Jamur akar putih (JAP) dapat
menyerang tanaman karet pada bermacam-
macam umur tetapi lebih banyak pada umur
tanaman muda (Semangun, 2001). JAP
dapat mematikan tanaman karet yang
berumur 3 tahun dalam waktu 6 bulan dan
tanaman karet umur 6 tahun dalam waktu 12
bulan. Penyebaran JAP yang paling efektif
yaitu melalui kontak akar. Apabila akar-akar
tanaman sehat saling bersinggungan dengan
akar tanaman karet yang sakit, maka
rizomorf JAP akan menjalar pada tanaman
yang sehat kemudian menuju leher akar dan
selanjutnya menginfeksi akar lateral lainnya.
Tanaman yang terinfeksi ini akan menjadi
sumber infeksi pada tanaman disekitarnya,
sehingga perkembangan penyakit semakin
lama semakin meluas. Setelah patogen
menginfeksi tanaman, perkembangan
selanjutnya bergantung pada pH, kandungan
bahan-bahan organik, kelembapan dan
aerase tanah. Rigidoporus sp dapat tumbuh
baik pada kelembapan diatas 90%,
kandungan bahan organik tinggi serta aerase
yang baik. Apabila kondisi ini sesuai,
patogen dapat menjalar sejauh 30 cm dalam
waktu 2 minggu. Pada umumnya intensitas
JAP memuncak pada umur tanaman 3-4
tahun pada saat ini terjadi pertautan akar
antar tanaman, faktor yang mempengaruhi
perkembangan penyakit diantaranya tanah
yang gembur/berpori dan yang bersifat
netral (pH 6-7), dengan suhu lebih dari 20
o
C
sangat baik bagi perkembangan penyakit.
Penyakit berkembang cepat pada awal
musim hujan. Tunggul yang terbuka
merupakan medium penularan JAP dan
akar-akar yang terinfeksi merupakan sumber
penularan lebih lanjut. Infeksi jamur akar
putih lebih mudah terjadi melalui luka atau
lentisel (John, 1958),walaupun penetrasi
secara langsung mungkin terjadi. Pada
tanaman karet yang sering di temukan
bagian leher akar pecah dan ini merupakan
tempat yang baik bagi infeksi jamur.
Patogen kemudian ke bagian yang lebih
dalam dari akar. Tanaman akan mengadakan
pertahanan seperti pembentukan kambium
dan gabus, akan tetapi hal ini sering tidak
dapat menahan perkembangan lanjut
patogen. Serangan lebih tingggi akan
ditemukan pada tanaman okulasi
dibandingkan dengan tanaman biji. Hal ini
disebabkan pada bagian okulasi ada bagian-
bagian yang luka, sehingga memudahkan
patogen untuk mengadakan infeksi.
Pembongkaran tanaman karet tua
secara mekanis dengan alat-alat berat
memberikan hasil yang lebih baik, karena
hannya meninggalkan sedikit sumber infeksi
di dalam tanah. Sebaliknya diketahui pada
peremajaan yang hanya dilakukan dengan
peracunan pohon-pohon karet tua akan
menyebabkan terjadinya banyak infeksi
pada tanaman muda (Basuki, 1985).
Lamanya jamur akar putih bertahan dalam
tanah tergantung dari keberadaan sisa-sisa
kayu (tunggul) dalam tanah dan dari
berbagai faktor yang mempengaruhi
pembusukan. Menurut John (1960), pada
akar tanaman yang bergaris tengah 0,6 cm,
jamur dapat bertahan sampai 6 bulan; 2,5 cm
23 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
23
mampu bertahan selama 20 bulan dan 7,5
cm jamur dapat bertahan sampai 40 bulan.
Di Sumatera Utara kebun-kebun yang
terletak di tanah podsolik merah kuning
kurang menderita kerugian dari jamur akar
putih, daripada yang terdapat di tanah
aluvial. Ini disebabkan karena tanah tersebut
lebih masam, sehingga Rigidoporus sp. tidak
dapat berkembang dengan baik (Basuki,
1986). Selain itu di tanah yang lebih masam
terdapat jamurTrichoderma koningii, yang
menjadi antagonis bagi Rigidoporus Sp.
dapat berkembang dengan baik (Semangun,
2000).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan
penyakit layu pada tanaman cengkeh
disebabkan oleh jamur akar putih (JAP)
hasil pengamatan bentuk morfologi, warna,
bentuk tepi jamur dan bentuk miselianya
serta gejala yang ditunjukkan dalam uji
Postulat Koch.
Saran
Perlu dilakukan proses identifikasi
secara molekular dengan metode Polimerase
Chain Reaction (PCR) menggunakan gen
18S rRNA, sehingga mendapatkan Species
Patogen dengan Gen 18S rRNAsebagai
penanda molekular dengan fungsi yang
identik pada seluruh organisme.
DAFTAR RUJUKAN
Alexopoulus, G. J. and C. W. Mims. 1979.
Introductory Mycology 3
rd
Edition.
John Willey and Sons, New York.
Arisena, Gd. Mekse Korri. 2009. Struktur
dan Perilaku Pasar Komoditas
Cengkeh di Kecamatan Busungbiu
Kabupaten Buleleng. GaneC Swara.
Vol.3 No. 2 September 2009.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2009.
Teknologi Perbanyakan Trichoderma
untuk Pengendalian Jamur Akar
Putih. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Jambi. Balai Besar
Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian. Badan
Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Departemen Pertanian
Basuki. 1986. Penyakit dan Gangguan pada
Tanaman Karet. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan .
Tanjung Morawa.
Basuki. 1985. Peranan Belerang sebagai
Pemicu Pengendalian Biologi
Penyakit Akar Putih pada Karet.
Disertasi S3 Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta. 169p.
Bintoro, M.H. 1986. Budidaya Cengkeh:
Teori dan Praktek. Lembaga
Swadaya Informasi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Chang, T.T. 1995. Decline of nine tree
species associated with brown root
rot caused bay Phellinus noxius in
Taiwan. Plant Dis. 79: 962-965.
Dharmawati. 2010. Tanaman Cengkeh
(Syzygium aromaticum)
http://darmawati-
dharmawati.blogspot.com/2010/12/ta
naman-cengkeh syzygium-
aromaticum.html(Diakses, 19 Maret
2013 Pk. 07.30 Wita)
Dinas Perkebunan Provinsi Bali. 2011.
Statistik Perkebunan Bali. Dinas
Perkebunan Pemerintah Provinsi
Bali.
______,. 2012. Statistik Perkebunan
BaliDinas Perkebunan Provinsi Bali.
http://regionalinvestment.bkpm.go.i
d/newsipid/id/commodityarea.php?
ia=51&ic=85. Diakses, 24 Maret
2013 Pk. 21.40 Wita.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010.
Pedomam Umum Kegiatan
Dukungan Perlindungan Perkebunan
dan Penanganan Gangguan Usaha
Perkebunan. Jakarta: Direktorat
Jenderal Perkebunann.
GAPPRI,2005. Prospek dan Pengembangan
Agibisnis Cengkeh edisi ke 2
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
24
24
http://www.litbang.deptan.go.id/sp
ecial/publikasi/doc_perkebunan/cen
gkeh/cengkeh-bagian-a.pdf.
John, K. P. 1958. Inculation experiment with
Fomes ligosus. J. Rubb. Res. Inst.
Mal. 15, 223-233: Comm. 321
______,. 1960. Loss of viability of three root
parasites in infected root sections
buried in soil. J. Rubb. Res. Inst.
Mal. 16, 173-177: Comm. 335
______,. 1966. Two Experiments on The
Control of White Root Disease of
Havea Rubber Caused by Fomes sp
Klotzsch, Leading to a revision of
Established Methods. J. Rubb Res.
Inst. Mal. 19(3):153-157.
Johnston, A. 1989. Disease and Pest. Dalam
C.C. Webster and W.J. Bulkwill
(Ed). Rubber. Tropical Agriculture
Series. Longman Singapore Pub.
(Pte.) Ltd. Singapore: 415-458.
Listyaty, D. 2007. Keragaman usahatani
cengkeh dengan beberapa jenis tanaman sela
di Provinsi Jawa Barat . Prosiding
Seminar Nasional Rempah/Nurheru.
Puslitbangbun. Bogor. p. 362-367/
McMilan, S. 2007. Promoting Growth with
PGPR. The Canadian Organic
Grower. www.co.ca. Page 32-34.
Muharni dan Hary Widjajanti. 2011.
Skrining Bakteri Kitinolitik
Antagonis terhadap Pertumbuhan
Jamur Akar Putih (Rigidoporus sp )
dari Rizosfir Tanaman Karet. Jurnal
Penelitian Sains Vol. 14 No. 1(D).
hal. 51-56. Sumatera Selatan:
FMIPA Universitas Sriwijaya.
Muljana, Wahyu. 2002. Cara Praktis
Bercocok Tanam Cengkeh.
Semarang: CV. Aneka Ilmu.
______,. 2007. Bercocok Tanam Cengkeh.
Yogyakarta: Aneka Ilmu.
Muttaqin, H.M. 2010. Penyakit Pada
Tanaman Cengkeh. Available at:
http://aqinhpt.blogspot.com/2010/10/
penyakit-pada-tanaman-cengkeh
html
Accessed atFeb. 7. 2011
Nutman, FJ & Robert FM. 1971. The clove
industry and the diseases of the clove
tree. Pest Articles News Summaries
17: 147-163.
Partayasa, Nyoman. 2011. Petani di Desa
Unggahan Perlu Pembasmi Penyakit
Cengkeh. Bisnis Bali, 26 September
2011.
http://www.bisnisbali.com/2011/09/26
/news/potensi/b.html
Diakses, 20 April 2013 Pk. 14.00 Wita.
Petch, T. 1911. The Physiology of Diseases
of Havea brasilliensis. London.
Dulan & Co. Ltd. 268p.
Rosita dan Ireng Darwati. 1993. Cengkeh.
Balai Penelitian Tanaman Rempah
dan Obat: 1-3.
Saswin. 2012. Cengkeh (Syzygium
aromaticum (L.) Merr. & L. M. Perry)
http://saswinhtml.blogspot.com/2012
/09/cengkeh-syzygium-aromaticum-
l-merr-l-m.html#.UXXKrbXLqjg
(Diakses, 19 Maret 2013 Pk. 07. 40
Wita)
Semangun, H. 2000. Penyakit-penyakit
Karet Perkebunan di Indonesia.
Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
______,. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit
Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press:754p.
Siregar, H dan Suhendi. 2006. Usaha Tani
Cengkeh, Industri Rokok dan
Kebijakan Kenaikkan Harga Jual
Eceran Rokok. Makalah yang
Disampaikan pada Semiloka
Nasional Penanganan Permasalahan
Percengkehan di Indonesia. Jakarta.
9 Februari 2006.
Soemarno. 2010. Profil Agribisnis Cengkeh.
Available at:
http://images.soemarno.multiply.mul
tiplycontent.com/attachment/0/TC
25 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
25
Acrgoo Czyaahqehis
1/Pengembangnan 20 Produk
Unggulan
Cengkeh.doc?nmid=344836890.
Accessed Feb. 22. 2011.
Rahayu, S. 2005. Abstrak Hasil Penelitian
Pertanian Komoditas Karet. Pusat
Penelitian Karet Sembawa,
Palembang : 275-289.
Turner, J. 2004. Spice: The History of a
Temptation. Vintage Books. ISBN
0375707050.
Yulfahri; Nastri Joni dan Abdul Jalil. 2012.
Pengendalian Jamur Akar Putih pada
Budidaya Karet. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Riau. Badan
Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Jakarta: Kementerian
Pertanian.
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
26
26
PENGARUH EKSTRAK STOLON RUMPUT TEKI (Cyperus rotundus) TERHADAP
PERTUMBUHAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.)
I MADE SUBRATA
1)
NI KOMANG AYU SRIANI
2)
1)
Dosen Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP PGRI Bali
2)
Alumni Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP PGRI Bali
Email: imadesubrata_m@ymail.com
ABSTRACT
Effect of Seaweed Extract Stolon Puzzle (Cyperus rotundus) on the Growth of Peanut
(Arachis hypogaea L.)
Grass puzzle inhibit plant growth because it is suspected that the grass puzzle has a
toxic compound ( allelopati ) which may affect growth, including the growth of peanuts. The
more puzzles grass growth around the plant, the greater the negative effect on growth. The
purpose of the study was to determine the effect of stolon-grass extract (Cyperus rotundus)
on the growth of groundnut (Arachis hypogaea L.). The study was conducted by soaking
seeds with peanut extract grass stolons puzzles for 12 hours . The control group for
comparison, soaked with distilled water for 12 hours. Furthermore planted seeds that have
been soaked in a polybag, use sand mixed soil media. After the 21-day -old plants, the plant
fresh weight are observed by disconnecting all parts of the plants in each study group , and
weighed with a digital scale. The data obtained the weight difference between the average
plant experimental and control groups, were analyzed using t - test statistical analysis with a
significance level of 5%.
Based on the data analysis, the t-test values of analysis more than t-table of statistc.
It can be concluded that : Null hypothesis ( H0 ) is rejected and the alternative hypothesis ( Hi
) is accepted. With the acceptance of the alternative hypothesis mean stolon-grass extract
effect on the growth of peanut. Given peanut extracts grass stolons puzzle stunted because
substance of allelopati issued. Based on the results of this study suggested to farmers to rid
crops of grass weeds puzzle.
Keywords: effect , extract , stolon .
PENDAHULUAN
Usaha pertanian merupakan salah
satu kekuatan ekonomi Indonesia karena
sebagian besar penduduk Indonesia
memiliki mata pencaharian sebagai petani.
Seiring dengan pertambahan penduduk,
maka tuntutan kebutuhan pangan mutlak
setiap orang. Oleh karena itu maka
produksi pertanian haruslah terus
dikembangkan dan ditingkatkan (AAK,
1985). Produksi tanaman pertanian, Baik
yang diusahakan dalam bentuk pertanian
rakyat maupun perkebunan besar
ditentukan oleh beberapa faktor, antara
lain: hama, penyakit dan gulma. Kerugian
akibat gulma terhadap tanaman budidaya
bervariasi, tergantung dari jenis
tanamannya, iklim, jenis gulma. Gulma
tersebut sangat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman utama terutama
sewaktu tanaman utama masih muda.
Beberapa gulma lebih mampu
berkompetisi daripada gulma yang lain
misalnya rumpit teki (Cyperus rotundus),
yang dapat menyebabkan kerugian yang
lebih besar (Moenandir, 1993). Tumbuhan
juga dapat bersaing antara sesamanya
dengan cara interaksi biokimia, yaitu salah
satu tumbuhan mengeluarkan senyawa
beracun kesekitarnya dan dapat
mengakibatkan gangguan pertumbuhan
tumbuhan lainnya. Interaksi biokimia
antara gulma dan pertanaman antara lain
27 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
27
menyebabkan gangguan perkecambahan
biji, kecambah jadi abnormal,
pertumbuhan memanjang akar menjadi
terhambat, perubahan susunan sel-sel akar
dan lain sebagainya. Persaingan yang
timbul akibat dikeluarkannya zat yang
meracuni tumbuhan lain disebut
allelopathy (Yakup, 2002). Senyawa
alelopati dapat menyebabkan gangguan
atau perbanyakan dan perpanjangan sel,
aktifitas giberalin, dan Indole Acetic Acid (
IAA), penyerapan hara, laju fotosintesis,
respirasi, pembukaan mulut daun, sintesis
protein, aktifitas enzim tertentu dan lain-
lain. Selain itu hambatan alelopati dapat
pula berbentuk pengurangan dan
kelambatan pertumbuhan tanaman,
gangguan sistem perakaran, klorosis, layu,
bahkan kematian tanaman. Umumnya
senyawa yang dikeluarkan sebagai
allelopati adalah dari golongan fenol
(Robinson, 1995 ). Senyawa-senyawa
kimia yang memiliki potensi alelopati
dapat ditemukan di setiap organ tumbuhan,
antara lain terdapat pada daun, batang,
akar, rhizoma, buah, biji dan umbi serta
bagian-bagian tumbuhan yang membusuk.
Gulma yang diketahui mengeluarkan
senyawa-senyawa beracun adalah rumput
teki (Cyperus rotundus), alang-alang
(Imperata cylindrica), Agropyron
intermedium, Salvia lencopbyella, Cyperus
esculentus dan sebagainya. Jenis tanaman
pertanian yang sering ditumbuhi gulma
adalah kacang tanah (Arachis hypogaea,
L.) gulma yang sering tumbuh disekitar
tanaman kacang tanah adalah rumput teki.
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak organ
tubuh rumput teki, semakin besar pengaruh
negatifnya terhadap pertumbuhan kacang
tanah. Senyawa alelopati dapat
menghambat penyerapan hara, pembelahan
sel-sel akar, pertumbuhan tanaman,
fotosintesis, respirasi, sitesis protein, dan
menghambat aktivitas enzim (Yakup,
2002).
Berdasarkan uraian tersebut, masalah
yanga akan dikaji adalah apakah ada
pengaruh ekstrak rhizoma rumput teki
(Cyperus rotundus) terhadap pertumbuhan
kacang tanah (Arachis hypogaea L.).
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh ekstrak rhizoma
rumput teki (Cyperus rotundus) terhadap
pertumbuhan kacang tanah (Arachis
hypogaea L.). Alelopati merupakan sebuah
fenomena yang berupa bentuk interaksi
antara makhluk hidup yang satu dengan
makhluk hidup lainnya melalui senyawa
kimia (Rohman, 2001). Alelopati juga
merupan suatu peristiwa dimana suatu
individu tumbuhan yang menghasilkan zat
kimia dan dapat menghambat pertumbuhan
jenis yang lain yang tumbuh bersaing
dengan tumbuhan tersebut. Hambatan
alelopati dapat pula berbentuk
pengurangan dan kelambatan
perkecambahan biji, penahanan
pertumbuhan tanaman, gangguan sistem
perakaran, klorosis, layu, bahkan kematian
tanaman (Tetelay, 2003). Senyawa-
senyawa kimia yang mempunyai potensi
alelopati dapat ditemukan di semua
jaringan tumbuhan termasuk daun, batang,
akar, umbi, bunga, buah dan biji.
Senyawa-senyawa alelopati dapat
dilepaskan dari jaringan-jaringan
tumbuhan dalam berbagai cara termasuk
melalui (1) Penguapan, senyawa
alelopati ada yang dilepaskan melalui
penguapan. Beberapa genus tumbuhan
yang melepaskan senyawa alelopati
melalui penguapan adalah Artemisia,
Eucalyptus, dan Salvia. Senyawa kimianya
termasuk dalam golongan terpenoid.
Senyawa ini dapat diserap oleh tumbuhan
disekitarnya dalam bentuk uap, embun,
dan dapat juga masuk kedalam tanah yang
akan di serap akar. (2) Eksudat Akar,
banyak terdapat senyawa kimia yang
dilepaskan oleh akar tumbuhan (eksudat
akar), yang kebanyakan berasal dari asam-
asam benzoat, sinamat, dan fenolat. (3)
Pencucian, sejumlah senyawa kimia dapat
tercuci dari bagian-bagian tumbuhan yang
berada di atas permukaan tanah oleh air
hujan atau tetesan embun. Hasil cucian
daun tumbuhan crysanthemum sangat
beracun, sehingga tidak ada jenis
tumbuhan lain yang dapat hidup di bawah
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
28
28
naungan tumbuhan ini. (4) Pembusukan
Organ Tumbuhan, setelah tumbuhan atau
bagian-bagian organnya mati, senyawa-
senyawa kimia yang mudah larut dapat
tercuci dengan cepat. Sel-sel pada organ
yang mati akan kehilangan permeabilitas
membrannya dan dengan mudah senyawa-
senyawa kimia didalamnya dilepaskan.
Selain melalui cara-cara di atas, pada
tumbuhan yang masih hidup dapat
mengeluarkan senyawa alelopati lewat
organ yang berada di atas tanah maupun
yang di bawah tanah. Demikian juga
tumbuhan yang sudah matipun dapat
melepaskan senyawa alelopati lewat organ
yang berada diatas tanah maupun di bawah
tanah. Rumpt teki (Cyperus rotundus)
yang masih hidup mengeluarkan senyawa
alelopati lewat organ dibawah tanah
(Sumberartha, 2001). Alelopati dapat
meningkatkan agresivitas gulma di dalam
hubungan interaksi antara gulma dan
tanaman melalui eksudat yang
dikeluarkannya, yang tercuci, yang
teruapkan, atau melalui hasil pembusukan
bagian-bagian organnya yang telah mati.
Beberapa jenis gulma yang telah diketahui
mempunyai potensi mengeluarkan
senyawa alelopati dapat dilihat pada Tabel
1 berikut.
Tabel 1. Jenis Gulma yang Mempunyai Aktivitas Alelopati.
No. Jenis gulma Jenis tanaman pertanian yg peka
1 Abutilon theoprasti Berbagai jenis
2 Agropyron repens Berbagai jenis
3 Agrostemma githago Gandum
4 Gagak bawang putih ( Allium vineale ) Oat
5 Bayam Duri ( Amaranthus spinosus ) Kopi
6 Ambrosia artemisifolia Berbagai jenis
7 A. trifida kacang pea, gandum
8 Artemisia vulgaris Mentimun
9 Asclepias syriaca Sorgum
10 Avena fatua Berbagai jenis
11 Celosia argentea Bajra
12 Chenopodium album Mentimun, oat, jagung
13 Cynodon dactylon Kopi
14 Cyperus esculentus Jagung
15 C. rotundus Sorgum, kedelai
16 Euporbia esula Kacang pea, gandum
17 Holcus mollis Barli
18 Alang-alang (Imperata cylindrica) Berbagai jenis
19 Poa spp. Tomat
20 Polygonum persicaria Kentang
21 Rumex crisparus Jagung, sorgum
22 Setaria faberii Jagung
23 Stellaria media Barli
(Sumber: Putnam, 2009).
Pengaruh alelopati terhadap aktivitas
tumbuhan antara lain, (a) daya hambat
senyawa alelopati melalui menurunkan
kecepatan penyerapan ion-ion oleh
tumbuhan. (b) menghambat pembelahan
sel-sel akar tumbuhan. (c) menghambat
pertumbuhan dengan mempengaruhi
pembesaran sel tumbuhan. (d)
penghambatan sintesis protein. (e)
menghambat aktivitas enzim. (f)
menurunkan daya permeabilitas membran
pada sel tumbuhan (Sumberartha, 2001
29 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
1
METODE PENELITIAN
Penelitian ini digolongkan dalam
penelitian eksperimental, dengan disain
penelitian The post test only control group
design. Penelitian dikelompokkan atas dua
kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Kelompok eksperimen
diberikan perlakuan berupa ekstrak stolon
rumput teki dengan cara merendam
bijinya, sedangkan kelompok kontrol tidak
diberi ekstrak stolon rumput teki, tetapi
direndam dengan akuades.
Populasi dalam penelitian ini adalah
biji kacang tanah sebanyak 0,25 kg dengan
jumlah 1.247 biji yang di beli di toko
Kicen Amerta, jalan raya Belega,
Blahbatuh, Gianyar. Kemudian biji kacang
tanah direndam dengan air selama 10
menit, biji yang terapung dibuang, dan biji
yang tenggelam dijadikan populasi
sebanyak 300 biji.
Dari 300 biji kacang tanah, hanya
diambil 180 biji untuk dijadikan sampel
penelitian dengan cara undian. Tiap-tiap
perangkat percobaan terdiri dari 60 biji
kacang tanah yang kemudian di bagi
dalam dua kelompok yaitu kelompok
kontrol sebanyak 30 biji yang direndam
dengan aquades selama 12 jam dan
kelompok eksperimen terdiri dari 30 biji
yang direndam dengan ekstrak stolon
rumput teki selama 12 jam. Stolon rumput
teki yang masih segar dihaluskan hingga
lumat dengan menggunakan blander,
kemudian hasil blanderan ini diangkat
dan disaring. Untuk mendapat ekstrak
yang cukup, dilakukan pengenceran
dengan aquades, dengan kadar ekstrak 7%
(7 gr ekstrak dalam 100 ml larutan).
Eksperimen ini diulangi tiga kali
dengan perangkat yang sama, sehingga
diperlukan 180 biji sebagai sampel. Biji
yang telah direndam ditumbuhkan selama
21 hari di dalam polybag yang berukuan 1
kg, dengan media tumbuh berupa tanah
dicampur pasir dengan perbandingan 3:1
Penelitian dilakukan di Desa Belega,
Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten
Gianyar, mulai tanggal 2 Januari 2013.
Data yang dikumpulkan berupa berat
basah tanaman kacang tanah dengan cara
mencabut semua bagian tanaman kacang
tanah tersebut pada masing-masing
kelompok penelitian, kemudian ditimbang
dengan menggunakan Timbangan Digital
pada saat tanaman berumur 21 hari (3
minggu).
Data yang telah diperoleh dalam
penelitian ini dianalisis dengan
menggunakan analisa statistik t-test
karena bertujuan menguji perbedaan antara
dua Mean atau nilai rata-rata, dengan
rumus sebagai berikut:
t =
( )
|
.
|
\
|
+
|
|
.
|
\
|
+
+
nb na nb na
b x a x
Mb Ma
1 1
2
2 2
Keterangan :
t = Nilai t-test
Ma = Mean (rata-rata) dari kelompok eksperimen
Mb = Mean (rata-rata) dari kelompok kontrol
xa = Deviasi antara nilai-nilai X dan M pada kelompok eksperimen
xb = Deviasi antara nilai-nilai X dan M pada kelompok kontrol
na = Jumlah sampel kelompok eksperimen
nb = Jumlah sampel kelompok control
(Hadi, 1982).
Selanjutnya nilai t-hitung dibandingkan
dengan t-tabel dalam tabel statistik t-test
dengan taraf signifikansi 5% dan derajat
kebebasan (db) = 60-(1+1) = 58. Jika nilai
t-hitung t-tabel maka hipotesis nol (H
0
)
ditolak dan hipotesis alternatif (H
1
)
29
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
30
1
diterima. Jika nilai t-hitung < nilai t-tabel,
maka hipotesis nol (H
0
) diterima dan
hipotesis alternatif (H
1
) ditolak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang dikumpulkan berupa
berat basah tanaman kacang tanah pada
fase pertumbuhan vegetatif. Penentuan
berat basah tanaman keseluruhan (akar,
batang dan daun), dilakukan dengan cara
menimbang tanaman tersebut saat berumur
21 hari (3 minggu) dengan menggunakan
timbangan digital model 1479 V. Alat
pengumpulan data ini sudah valid, karena
alat tersebut sudah merupakan alat
timbang yang standar. Timbangan ini
memiliki batas ketelitian sebesar 0.1 gram,
dan dilengkapi dengan satu piring
timbangan yang berkapasitas 120 gram.
Data yang diperoleh dari masing-
masing percobaan (I, II, III ) disajikan
dalam bentuk tabel sebagai berikut (Tabel
2)
Tabel 2. Berat basah tanaman kacang tanah umur 21 hari pada eksperimen I, II dan III
Nomor
sampel
Kelompok kontrol Kelompok eksperimen
I II III I II III
1 5,1 7,2 5,8 1,6 1,4 0,3
2 4,9 6,9 6,6 1,4 0,6 0,5
3 4,5 6,5 6,4 2,0 0,8 2,7
4 5,0 5,8 7,5 2,1 2,3 1,3
5 4,7 5,5 6,4 1,4 2,1 1,6
6 6,4 4,6 5,9 1,2 2,5 0,3
7 5,1 4,9 5,0 0,8 1,2 2,4
8 4,5 5,0 4,9 0,5 0,8 2,1
9 5,8 4,9 6,3 1,4 0,3 1,9
10 5,9 7,2 6,2 2,2 2,1 1,7
11 6,1 6,3 6,5 0,5 1,8 1,9
12 6,3 6,5 7,2 0,8 1,7 1,5
13 4,8 4,9 4,7 1,3 1,3 1,3
14 4,4 4,8 5,2 1,3 0,5 0,9
15 5,2 5,1 4,8 0,7 0,7 2,3
16 5,1 6,3 7,0 2,1 3,1 0,7
17 5,1 6,2 6,9 1,9 1,5 2,6
18 4,7 6,5 5,1 0,7 1,7 2,1
19 5,8 7,1 5,8 1,9 1,8 2,7
20 5,5 7,3 4,2 1,8 2,6 1,4
21 5,8 4,9 4,7 1,5 1,8 2,3
22 5,1 5,6 6,7 2,3 3.0 0,8
23 7,0 4,8 6,9 0,6 2,2 0,3
24 6,8 5,0 4,7 1,1 0,7 2,5
25 5,4 5,7 4,3 1,7 1,9 1,4
26 4,8 4,7 5,9 2,1 1,7 1,8
27 6,6 5,6 5,8 2,3 2,3 1,8
28 6,0 6,1 6,7 2,0 0,7 2,0
29 4,5 7,0 5,3 1,7 1,9 0,8
30 5,8 7,3 4,9 2,0 2,0 0,4
Jumlah 162,7 176,2 174,3 44,9 49 46,3
30
31 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
1
Oleh karena dalam penelitian ini
yang diajukan adalah hipotesis alternatif
(H
1
) yang berbunyi Ada pengaruh ekstrak
stolon rumput teki (Cyperus rotundus)
terhadap pertumbuhan kacang tanah
(Arachis hypogaea L.), maka untuk
keperluan analisis statistik diajukan
hipotesis nol (H
0
) bahwa tidak ada
pengaruh ekstrak stolon rumput teki
(Cyperus rotundus) terhadap pertumbuhan
kacang tanah (Arachis hypogaea L.).
Untuk pengujian hipotesis
penelitian maka data yang telah diperoleh
dianalisis dengan analisis statistik t-test
. Langkah-langkah yang ditempuh dalam
analisis data adalah mencari nilai Mean
pada setiap kelompok, mencari deviasi
pada setiap data, mencari jumlah kuadrat
deviasi pada setiap kelompok dan
menyusun tabel kerja untuk bisa
mensubstitusi data ke dalam rumus t-test.
Nilai t yang didapat pada setiap perangkat
eksperimen dikonfirmasikan dengan nilai
t table statistik dengan taraf signifikansi
5% dan db (derajat kebebasan) 58. Hasil
analisis data disajikan pada Table 3
berikut.
Tabel 3. Rekapitulasi Analisis t-tes
Eksperimen t-hitung t-tabel Keterangan
I 23,254 2,000 signifikan
II 19,629 2,000 signifikan
III 19,768 2,000 signifikan
Berdasrkan tabel 3, nilai t-hitung dari
ketiga perangkat eksperimen lebih dari
batas penolakan hipotesis nol (H
0
). Ini
berarti bahwa hipotesis nol (H
0
) yang
menyatakan Tidak ada pengaruh ekstrak
stolon rumput teki (Cyperus rotundus)
terhadap pertumbuhan kacang tanah
(Arachis hypogaea L.) ditolak dan
hipotesis alternatif (H
i
) yang menyatakan
Ada pengaruh ekstrak stolon rumput teki
(Cyperus rotundus) terhadap pertumbuhan
kacang tanah (Arachis hypogaea L.)
diterima. Oleh karena itu dapat
diinterpretasikan bahwa pemberian ekstrak
stolon rumput teki (Cyperus rotundus)
berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan
kacang tanah (Arachis hypogaea L.),
karena terjadi penghambatan pertumbuhan.
Berdasarkan hasil pengujian
hipotesis, ternyata pemberian ekstrak
stolon rumput teki mempunyai pengaruh
terhadap pertumbuhan kacang tanah,
berupa terhambatnya pertumbuhan kacang
tanah. Hal ini disebabkan karena ekstrak
stolon rumput teki memiliki senyawa
beracun (alelopati) yang dapat
menghambat pertumbuhan kacang tanah.
Senyawa yang dikeluarkan umumnya
adalah dari golongan fenol (Utami, 2006).
Senyawa alelopati dapat menghambat
penyerapan hara, pembelahan sel-sel akar,
pertumbuhan tanaman, fotosintesis,
respirasi, sitesis protein, menurunkan daya
permeabilitas membran sel dan
menghambat aktivitas enzim. Semakin
tinggi konsentrasi ekstrak rhizoma rumput
teki, semakin besar pengaruhnya terhadap
penghambatan pertumbuhan kacang tanah
(Arachis hypogaea L.).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ekstrak stolon rumput teki
berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan kacang tanah. Biji kacang
tanah yang direndam dengan ekstrak
stolon rumput teki pertumbuhannya
terhambat.
Saran
Beberapa saran yang dapat
disampaikan sehubungan dengan hasil
penelitian adalah :
1. Bagi para peneliti yang berminat,
disarankan untuk memperdalam
penelitian ini, sehingga dapat
memberikan informasi tentang jenis
gulma lain yang bisa menghambat
31
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
32
1
pertumbuhan tanaman khususnya
tanaman kacang tanah.
2. Bagi para petani terutama petani
kacang tanah disarankan tidak
membiarkan tumbuhan rumput teki
tumbuh di daerah yang ditanami
tumbuhan kacang tanah (Arachis
hypogaea L.) agar tidak menyebabkan
kerugian yaitu terhambatnya
pertumbuhan dan akan mengakibatkan
rendahnya hasil panen.
3. Bagi siswa, disarankan untuk melatih
keterampilan dalam melaksanakan
percobaan-percobaan yang bersifat
sederhana sehingga dapat
meningkatkan sikap ilmiah.
DAFTAR RUJUKAN
AAK. 1989.Kacang Tanah, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.
Hadi, S.1982. Metodologi Research jilid 4.
Penerbit Fakultas Psikologi UGM,
Jogjakarta.
Moenandir, J.,1993. Pengantar Ilmu
dan Pengendalian Gulma,
Penerbit PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Putnam, 2009. Macam-macam
Gulma,
http://id.wikipedia.org/wiki/g
ulma
Robinson, T., 1995. Kandungan Organik
Tumbuhan Tinggi, Penerbit ITB,
Bandung
Rohman, F. 2001 Petunjuk Pratikum
Ekologi Tumbuhan,
PenerbitUniversitas Negri
Malang, Malang.
Sumberartha, 2001.,Allelopaty,
http://www.google.com,
Tetelay, F., 2003. Pengaruh Allelopathy
Acacia mangium wild terhadap
perkecanbahan benih Kacang hijau
(Phaseolus radiatus) dan Jagung
(Zea mays), tidak diterbitkan.
Utami, S, 2006. Interaksi Gulma dan
Pengendalian Gulma, Penerbit
Sarana Warna Jaya, Jakarta
Yakup, Y. S., 2002. Gulma dan
Teknik Pengendaliannya,
Penerbit PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
32
33 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124 33
INVENTARISASI TANAMAN UPAKARA SEBAGAI SARANA UPACARA AGAMA
MASYARAKAT HINDU DI DESA LALANG LINGGAH KECAMATAN
SELEMADEG BARAT KABUPATEN TABANAN
N. Putri Sumaryani dan Ni Made Yeti Susanti
Jurusan pendidikan biologi FPMIPA IKIP PGRI Bali
Email: sumaryani putri@yahoo.com, madeyetisusanti@yahoo.com
ABSTRACT
Inventory of Plants Upakara as a Means Hindu Religious Ceremony in Village
Lalanglinggah West District Selemadeg District Tabanan
In nature there are different types of plant diversity. Bali is one of the many islands
that make use of plants as a means of ceremonies. In Hindu society, especially in the village
of Lalanglinggah plant has an important meaning, because many kinds of plants are used in
various religious ceremonies. The aim of this study was to assess the diversity of crops grown
upakara by people in the village of West Selemadeg Lalanglinggah Tabanan district.
Determination of the sample used purposive sampling or sample considerations. It is based on
the consideration that the number of households Banjar Dinas most widely used as a sample.
Primary data were obtained were collected by the method of observation, interviews and a
literature method. Data analysis was performed using descriptive statistical analysis.
Based on the analysis of the data found that there are 34 types of crops planted upakara by
people in the village of West Selemadeg Lalanglinggah Tabanan district. Upakara plant
species most often found and are most in demand for home kitchen garden planted by the
people in the village are Lalanglinggah frangipani. Upakara plant species rarely found that
most people in the village be planted by Lalanglinggah is Nagasari.
Keywords: Crop Inventory Ceremony
PENDAHULUAN
Tumbuhan yang ada di dunia
sangat beraneka ragam. Manusia dalam
kehidupan sehari-hari tidak lepas dari
tumbuhan, baik itu tumbuhan sebagai
obat, sebagai bahan sandang, bahan rumah,
sebagai tanaman hias maupun sebagai
sarana upacara. Di alam ini terdapat
berbagai jenis keanekaragaman tumbuhan.
Bali merupakan salah satu pulau yang
banyak menggunakan tumbuhan sebagai
sarana upacara. Penduduk di Bali
umumnya beragama Hindu, umat Hindu di
Bali mempunyai banyak upacara agama.
Hampir setiap hari umat Hindu
memanfaatkan tanaman sebagai sarana
upacara. Untuk mencapai keselarasan dan
keharmonisan di bumi ini masyarakat
Hindu di Bali dilandasi konsep Tri Hita
Karana yang dalam kesehariannya
diwujudkan melalui aktivitas upacara
(Siregar, 2002). Dilihat dari tujuannya
upacara umat Hindu ada lima yang
disebut dengan Panca Yadnya. Panca
Yadnya ini terdiri dari Dewa Yadnya,
Pitra Yadnya, Resi Yadnya, Manusa
Yadnya dan Bhuta Yadnya. Upacara umat
Hindu tidak lepas dari tumbuhan yang
merupakan sarana pokok dalam upacara
agama (Siregar, 2002). Dalam kehidupan
masyarakat Hindu khususnya di Desa
Lalanglinggah tumbuhan mempunyai arti
yang penting, karena banyak jenis-jenis
tanaman yang dipergunakan dalam
berbagai upacara keagamaan.Tanaman-
tanaman tersebut merupakan perlengkapan
bahan upacara atau banten. Jumlah
tanaman yang digunakan dalam kegiatan
upacara tersebut sangat banyak dan
beragam serta memiliki makna yang
mungkin berbeda antara satu dengan yang
lain. Desa Lalanglinggah berada dalam
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
34 34
lingkup Kecamatan Selemadeg Barat, yang
terletak di Kabupaten Tabanan. Desa
Lalanglinggah ini terdiri dari 11 Banjar
Dinas, dengan 1.191 Kepala Keluarga,
dimana jumlah penduduk yang memeluk
agama Hindu yaitu 3.791 orang jauh lebih
banyak dibandingkan dengan penduduk
yang beragama Islam dan Kristen (Profil
Desa, 2011). Jumlah penduduk di Desa
Lalanglinggah lebih banyak yang
beragama Hindu, tentunya dalam
melaksanakan upacara agama lebih
dominan menggunakan tumbuhan sebagai
sarana upacara agama. Mengingat begitu
pentingnya penggunaan tumbuhan sebagai
sarana upacara agama Hindu khususnya di
Desa Lalanglinggah maka diperlukan suatu
upaya untuk menghimpun informasi
tentang penggunaan tumbuhan sekaligus
melakukan inventarisasi jenis-jenis
tumbuhan yang banyak digunakan dalam
upacara agama Hindu di Desa
Lalanglinggah. Banjar Suraberata, Banjar
Lalanglinggah, dan Banjar Yeh Bakung
memiliki jumlah penduduk paling banyak,
dan yang mendominasi adalah yang
beragama Hindu. Hampir semua
masyarakat Hindu di Desa Lalanglinggah
memiliki tanaman upakara dihalaman
rumahnya. Meskipun hanya dalam skala
kecil tetapi dapat dimanfaatkan sebagai
tanaman upakara. Di daerah pedesaan
masyarakat pada umumnya lebih banyak
memiliki jenis-jenis tanaman upakara
daripada masyarakat yang tinggal dikota,
karena areal untuk menanam tanaman
cukup luas, daripada masyarakat yang
berada dikota yang halamannya masih
terbatas. Masyarakat Banjar Dinas
Suraberata, Banjar Dinas Lalanglinggah
dan Banjar Dinas Yeh Bakung
memanfaatkan tanaman upakara sebagai
sarana upacara yang disebut banten,
dimana dalam banten hampir semua
bagian-bangiannya menggunakan
tumbuhan. Ada yang menggunakan bagian
daun, buah, bunga, dan ada juga yang
menggunakan rimpang sebagai sarana
upacara. Beberapa jenis tanaman
diantaranya bisa dimanfaatkan dalam
bentuk satu tumbuhan utuh ataupun hanya
bagian-bagian tertentu saja. Selain untuk
kepentingan upacara adat keagaaman,
tumbuhan tersebut juga mempunyai
manfaat lain yang berpotensi untuk
dikembangkan namun belum
optimal.Meskipun di daerah pedesaan
banyak bisa ditemukan tanaman upacara,
namun masyarakat di desa ini belum
semuanya mengetahui nama-nama
tanaman tersebut.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah
penelitian Deskriptif Kuantitatif karena
yang diteliti berupa angka-angka mengenai
jumlah tanaman upakara yang ditanam
oleh masyarakat Desa Lalanglinggah
Kecamatan Selemadeg Barat Kabupaten
Tabanan. Populasi dalam penelitian ini
adalah tanaman upakara yang tumbuh di
pekarangan rumah masyarakat di Desa
Lalanglinggah Kecamatan Selemadeg
Barat Kabupaten Tabanan. Desa
Lalalnglinggah terdiri dari 11 banjar,
dengan jumlah Kepala Keluarga 1.191
KK.
Sampel Penelitian digunakan
sampling purposive atau sampel
pertimbangan. Sampling Purposive. Dari
11 Banjar Dinas dengan jumlah 1.191 KK
yang ada di Desa Lalanglinggah
Kecamatan Selemadeg Barat Kabupaten
Tabanan, diambil tiga banjar yaitu Banjar
Dinas Suraberata, Banjar Dinas
Lalanglinggah, dan Banjar Dinas Yeh
Bakung. Dasar pertimbangan memilih tiga
Banjar Dinas ini dikarenakan jumlah
KKnya lebih banyak dibandingkan
dengan Banjar Dinas yang lain.
Prosedur penelitian dengan
menerapkan langkah-langkah berikut,
yaitu persiapan alat dan bahan untuk
melakukan inventarisasi. Alat yang
digunakan yaitu kamera untuk
dokumentasi, alat tulis dan buku-buku
penunjang tentang tanaman upakara, dan
panduan observasi yaitu nama-nama
tanaman upakara berupa chek list.
Kegiatan selanjutnya adalah dengan
35 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124 34
lingkup Kecamatan Selemadeg Barat, yang
terletak di Kabupaten Tabanan. Desa
Lalanglinggah ini terdiri dari 11 Banjar
Dinas, dengan 1.191 Kepala Keluarga,
dimana jumlah penduduk yang memeluk
agama Hindu yaitu 3.791 orang jauh lebih
banyak dibandingkan dengan penduduk
yang beragama Islam dan Kristen (Profil
Desa, 2011). Jumlah penduduk di Desa
Lalanglinggah lebih banyak yang
beragama Hindu, tentunya dalam
melaksanakan upacara agama lebih
dominan menggunakan tumbuhan sebagai
sarana upacara agama. Mengingat begitu
pentingnya penggunaan tumbuhan sebagai
sarana upacara agama Hindu khususnya di
Desa Lalanglinggah maka diperlukan suatu
upaya untuk menghimpun informasi
tentang penggunaan tumbuhan sekaligus
melakukan inventarisasi jenis-jenis
tumbuhan yang banyak digunakan dalam
upacara agama Hindu di Desa
Lalanglinggah. Banjar Suraberata, Banjar
Lalanglinggah, dan Banjar Yeh Bakung
memiliki jumlah penduduk paling banyak,
dan yang mendominasi adalah yang
beragama Hindu. Hampir semua
masyarakat Hindu di Desa Lalanglinggah
memiliki tanaman upakara dihalaman
rumahnya. Meskipun hanya dalam skala
kecil tetapi dapat dimanfaatkan sebagai
tanaman upakara. Di daerah pedesaan
masyarakat pada umumnya lebih banyak
memiliki jenis-jenis tanaman upakara
daripada masyarakat yang tinggal dikota,
karena areal untuk menanam tanaman
cukup luas, daripada masyarakat yang
berada dikota yang halamannya masih
terbatas. Masyarakat Banjar Dinas
Suraberata, Banjar Dinas Lalanglinggah
dan Banjar Dinas Yeh Bakung
memanfaatkan tanaman upakara sebagai
sarana upacara yang disebut banten,
dimana dalam banten hampir semua
bagian-bangiannya menggunakan
tumbuhan. Ada yang menggunakan bagian
daun, buah, bunga, dan ada juga yang
menggunakan rimpang sebagai sarana
upacara. Beberapa jenis tanaman
diantaranya bisa dimanfaatkan dalam
bentuk satu tumbuhan utuh ataupun hanya
bagian-bagian tertentu saja. Selain untuk
kepentingan upacara adat keagaaman,
tumbuhan tersebut juga mempunyai
manfaat lain yang berpotensi untuk
dikembangkan namun belum
optimal.Meskipun di daerah pedesaan
banyak bisa ditemukan tanaman upacara,
namun masyarakat di desa ini belum
semuanya mengetahui nama-nama
tanaman tersebut.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah
penelitian Deskriptif Kuantitatif karena
yang diteliti berupa angka-angka mengenai
jumlah tanaman upakara yang ditanam
oleh masyarakat Desa Lalanglinggah
Kecamatan Selemadeg Barat Kabupaten
Tabanan. Populasi dalam penelitian ini
adalah tanaman upakara yang tumbuh di
pekarangan rumah masyarakat di Desa
Lalanglinggah Kecamatan Selemadeg
Barat Kabupaten Tabanan. Desa
Lalalnglinggah terdiri dari 11 banjar,
dengan jumlah Kepala Keluarga 1.191
KK.
Sampel Penelitian digunakan
sampling purposive atau sampel
pertimbangan. Sampling Purposive. Dari
11 Banjar Dinas dengan jumlah 1.191 KK
yang ada di Desa Lalanglinggah
Kecamatan Selemadeg Barat Kabupaten
Tabanan, diambil tiga banjar yaitu Banjar
Dinas Suraberata, Banjar Dinas
Lalanglinggah, dan Banjar Dinas Yeh
Bakung. Dasar pertimbangan memilih tiga
Banjar Dinas ini dikarenakan jumlah
KKnya lebih banyak dibandingkan
dengan Banjar Dinas yang lain.
Prosedur penelitian dengan
menerapkan langkah-langkah berikut,
yaitu persiapan alat dan bahan untuk
melakukan inventarisasi. Alat yang
digunakan yaitu kamera untuk
dokumentasi, alat tulis dan buku-buku
penunjang tentang tanaman upakara, dan
panduan observasi yaitu nama-nama
tanaman upakara berupa chek list.
Kegiatan selanjutnya adalah dengan
35
melakukan observasi dengan meninjau ke
lokasi penelitian untuk mendapatkan
informasi melalui Kepala Desa dan Kelian
Banjar Dinas dan mengambil gambar
jenis-jenis tanaman upakara dengan
menggunakan kamera, kemudian
menganalisi tanaman tersebut, serta
menghitung jumlah jenis-jenis tanaman
upakara yang ada di Desa Lalanglinggah
Kecamatan Selemadeg Barat Kabupaten
Tabanan.
Data yang diperoleh kemudian
dianalisis dengan Statistic Deskriptif.
Dalam penelitian ini data yang
dideskripsikan adalah inventarisasi tentang
jenis tanaman upakara yang di tanam oleh
masyarakat di Desa Lalanglinggah
Kecamatan Selemadeg Barat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang dikumpulkan dengan
teknik observasi dan wawancara kemudian
dianalisis dengan Statistic Deskriptif. Data
yang dideskripsikan adalah inventarisasi
tentang jenis tanaman upakara yang di
tanam oleh masyarakat di Desa
Lalanglinggah Kecamatan Selemadeg
Barat. Hasil observasi jumla tanaman
upakara pada tiga desa di Desa
Lalanglinggah Kecamatan Selemadeg
Barat disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Tanaman di Masing-Masing Banjar Dinas
No Nama Tanaman
Banjar Dinas
Total Suraberata Lalanglinggah Yeh Bakung
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Andong 43 41 54 138
2 Bambu 8 10 21 39
3 Belimbing wuluh 8 8 24 40
4 Cempaka Kuning 10 15 23 48
5 Cempaka Putih 20 16 19 55
6 Dapdap 37 37 54 128
7 Delima 5 2 7 14
8 Jahe 18 18 24 60
9 Jaka 3 1 8 12
10 Jambu Biji 14 12 25 51
11 Kamboja 72 65 76 213
12 Kayu Manis 41 32 46 119
13 Kunyit 40 22 28 90
14 Kelapa 19 41 42 102
15 Kembang Sepatu 33 22 25 80
16 Kembang Merak 8 10 27 45
17 Kemangi 32 16 28 76
18 Kenanga 31 28 45 104
19 Kelor 11 13 18 42
20 Mangga 39 46 53 138
21 Nagasari 0 2 0 2
22 Nangka 12 12 32 56
23 Nenas 6 3 19 28
24 Pandan Wangi 50 40 49 139
25 Pinang 1 1 5 7
26 Pisang 45 41 46 132
27 Puring 55 57 57 169
28 Pepaya 21 38 42 101
29 Suji 17 23 40 80
30 Sirih 33 26 42 101
31 Tebu 39 28 56 123
32 Temen 11 26 18 55
33 Teratai 4 8 8 20
34 Widuri 0 5 9 14
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
36 36
Pada tabel dapat dilihat pada
Banjar Dinas Suraberata dan Yeh Bakung
tidak memiliki tanaman nagasari, tanaman
ini hanya dimiliki oleh masyarakat di
Banjar Dinas Lalanglinggah. Delima,
nagasari dan pinang jumlah tanamannya
lebih sedikit dibandingkan dengan
tanaman yang lain. Tanaman delima,
nagasari dan pinang sudah termasuk ke
dalam tanaman upakara katagori langka.
Di bawah ini dapat dilihat ringkasan
perhitungan persentase keanekaragaman
tanaman upakara yang disajikan dalam
bentuk tabel 2.
Tabel 2. Persentase Jenis Tanaman Dari Tiga Banjar Dinas
No Nama Tanaman Jumlah Persentase (%)
(1) (2) (3) (4)
1 Andong 138 5,26
2 Bambu 39 1,48
3 Belimbing wuluh 40 1,53
4 Cempaka Kuning 48 1,83
5 Cempaka Putih 55 2,1
6 Dapdap 128 4,88
7 Delima 14 0,53
8 Jahe 60 2,29
9 Jaka 12 0,46
10 Jambu Biji 51 1,95
11 Kamboja 213 8,53
12 Kayu Manis 119 4,54
13 Kunyit 90 3,44
14 Kelapa 102 3,90
15 Kembang Sepatu 80 3.05
16 Kembang Merak 45 1,72
17 Kemangi 76 2,90
18 Kenanga 104 3,97
19 Kelor 42 1,60
20 Mangga 138 5,26
21 Nagasari 2 0,08
22 Nangka 56 2,14
23 Nenas 28 1,07
24 Pandan Wangi 139 5,30
25 Pinang 7 0,27
26 Pisang 132 5,04
27 Puring 169 6,45
28 Pepaya 101 3,85
29 Suji 80 3,05
30 Sirih 101 3,85
31 Tebu 123 4,69
32 Temen 55 2,1
33 Teratai 20 0,76
34 Widuri 14 0,53
Jumlah 2.621 100%
Rekapitulasi Hasil Pengolahan
Data dapat dilihat persentase
keanekaragamannya, 34 jenis tanaman ini
memiliki manfaat sebagai sarana upacara
pada Banjar Dinas Suraberata, Banjar
Dinas Lalanglinggah, dan Banjar Dinas
Yeh Bakung. Masing-masing tanaman
upakara memiliki makna yang berbeda-
beda dalam pembuatan sarana upacara
(banten).
37 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124 37
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425262728293031323334
T
A
N
A
M
A
N
U
P
A
K
A
R
A
Nomor urut tanaman upakara
Pembahasan
Dari analisa data di atas dapat
disimpulkan bahwa jenis tanaman upakara
yang ditanam oleh masyarakat di Desa
Lalanglinggah Kecamatan Selemadeg
Barat Kabupaten Tabanan cukup
bervariasi. Dari 221 rumah yang dijadikan
tempat penelitian, ditemukan bahwa jenis
tanaman upakara yang paling banyak
ditanam adalah kamboja (8,53%) dan yang
paling sedikit adalah nagasari (0,08%).
Berdasarkan identifikasi yang telah
dilakukan di Desa Lalanglinggah
Kecamatan Selemadeg Barat Kabupaten
Tabanan terdapat keanekaragaman jenis
tanaman upakara yang ditanam oleh
masyarakat di Desa Lalanglinggah. Jenis
yang paling banyak dijumpai adalah jenis
kamboja, hal ini dikarenakan kamboja
mudah tumbuh, cara menanam tanaman
mudah dan dilihat dari segi pemeliharaan
tidaklah sulit. Masyarakat di Desa
Lalanglinggah biasanya menanam
kamboja dengan cara stek. Dalam
pemanfaatan kamboja sebagai sarana
upacara oleh masyarakat Hindu, kamboja
juga memiliki nilai ekonomis, dimana
bunga-bunga yang telah gugur
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
dijual.
Tanaman yang paling sedikit
dijumpai adalah tanaman nagasari, hal ini
dikarenakan sulit untuk mendapatkan
bijinya, dimana perkembangbiakan
tanaman nagasari yaitu dengan
menggunakan bijinya sebagai bibit,
sehingga ada peluang kecil kemungkinan
tanaman tersebut dapat tumbuh. Tanaman
nagasari yang dijumpai di Banjar Dinas
Lalanglinggah tersebut pemiliknya
menanam dengan cara membeli bibitnya
yang sudah tumbuh. Di Desa
Lalanglinggah tanaman jenis ini dapat
dikatagorikan langka, karena dari sekian
rumah hanya 2 rumah yang memiliki
tanaman nagasari yang di tanaman oleh
masyarakat.
Berikut penjelasan dari kegunaan
masing-masing tanaman upakara dalam
pembuatan Banten di Banjar Dinas
Suraberata, Banjar Dinas Lalanglinggah
dan Banjar Dinas Yeh Bakung:
1. Andong, Tanaman andong banyak
ditanam di areal Mandya Mandala dan
Nista Mandala. Andong digunakan
sebagai sarana sampyan, penggunaan
andong sebagai sarana upacara yaitu
pada perayaan hari Tumpek Landep.
Selain digunakan sebagai sampyan
andong juga digunakan sebagai hiasan
penjor.
2. Bambu, Tanaman bambu banyak
dijumpai di area Nista Mandala yaitu
di area teba. Masyarakat Banjar Dinas
Suraberata, Banjar Dinas
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
38
38
Lalanglinggah dan Banjar Dinas Yeh
Bakung menggunakan bambu sebagai
Klatkat, Penjor, Sanggah cukcuk dan
Penimpug
3. Belimbing Wuluh, Tanaman
belimbing wuluh banyak ditanam di
area Madya Mandala dan Nista
Mandala, tidak semua masyarakat di
Banjar Dinas Suraberata, Banjar Dinas
Lalanglinggah dan Banjar Dinas Yeh
Bakung memiliki tanaman belimbing
wuluh, hanya beberapa yang memiliki
tanaman ini. Belimbing wuluh
digunakan sebagai Asem Biukaonan.
4. Cempaka (Cempaka Putih dan
Cempaka Kuning), Cempaka banyak
ditanam di area Mandya Mandala dan
Nista Mandala. Cempaka yang sering
digunakan adalah bagian bunganya.
Bunga cempaka digunakan untuk
canang, kewangen dan tirta (air suci)
5. Dapdap, Tumbuhan dapdap merupakan
salah satu tanaman yang mudah
tumbuh, sering dikatakan sebagai Taru
Sakti. Dapdap banyak ditanam diarea
Nista Mandala, namun ada yang masih
menggunakan dapdap sebagai sanggah
diarea Utama Mandala. Tanaman
dapdap yang sering digunakan adalah
daunnya, dimana daunnya ini
digunakan sebagai perlengkapan
Banten Prayascita.
6. Delima, Tanaman delima dapat
dikatakan sebagai tanaman yang sudah
mulai langka, delima dijumpai diarea
Madnya Mandala. Tanaman delima
yang digunakan untuk upacara adalah
bagian buahnya yang digunakan
sebagai banten Suci.
7. Jahe, Tanaman jahe banyak ditanam di
area Madnya Mandala. Bagian yang
digunakan sebagai sarana upacara
adalah bagian rimpangnya. Pada
Banjar Dinas Suraberata, Banjar Dinas
Lalanglinggah dan Banjar Dinas Yeh
Bakung jahe banyak digunakan dalam
tetandingan segehan.
8. Jaka , Jaka kebanyakan ditanam diarea
Nista Mandala yaitu diarea teba,
bagian tanaman yang digunakan untuk
upacara yaitu daunnya yang agak tua
yang disebut dengan ron. Ron banyak
digunakan dalam membuat canang
sebagai pelampet canang ceper dan
ceniga oleh masyarakat Banjar Dinas
Suraberata, Banjar Dinas
Lalanglinggah dan Banjar Dinas Yeh
Bakung.
9. Jambu Biji, Jambu biji ditanam oleh
masyarakat Banjar Dinas Suraberata,
Banjar Dinas Lalanglinggah dan
Banjar Dinas Yeh Bakung di area
Madya Mandala. Jambu biji digunakan
sebagai isin pacalan sebagai pelengkap
isi banten.
10. Kamboja, Kamboja merupakan
tanaman yang paling banyak ditanam
oleh masyarakat Banjar Dinas
Suraberata, Banjar Dinas
Lalanglinggah dan Banjar Dinas Yeh
Bakung. Kamboja banyak ditanam
diarea Madya Mandala dan Nista
Mandala. Bagian tanaman kamboja
yang sering digunakan sebagai sarana
upacara adalah bagian bunganya.
Bunga kamboja banyak digunakan
untuk canang, digunakan untuk
menghias gebogan atau oncer, untuk
tirta dan digunakan juga sebagai
sarana persembahyangan.
11. Kayu Manis, Kayu manis digunakan
dalam tetandingan kacang-kacang.
Kayu manis selain sebagai sarana
upakara juga dimanfaat sebagai obat
oleh masyarakat Hindu yaitu sebagai
loloh, banyak ditanam diarea Madya
Mandala yaitu di area natah.
12. Kunyit, Tanaman kunyit banyak
ditanam diarea Madya Mandala dan
Nista Mandala. Bagian tanaman yang
digunakan sebagai sarana upacara
adalah rimpangnya. Kunyit digunakan
untuk membuat bijaratus.
13. Kelapa , Kelapa merupakan tanaman
yang bagian-bagian tanamannya
banyak digunakan sebagai sarana
upacara. Dari bagian daun yang masih
muda yang disebut dengan busung,
daun yang sudah tua (slepahan), buah
yang masih muda (klungah), dan yang
39 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124 39
sudah tua (nyuh) digunakan sebagai
sarana upacara. Kelapa banyak
ditanam diarea Nista Mandala yaitu di
teba. Daun yang masih muda hampir
setiap hari dimanfaatkan oleh
masyarakat dalam membuat canang.
Selain daunnya buah kelapa juga
digunakan dalam membuat daksina.
Hampir setiap sarana upacara
mengguankan bagian-bagian dari
tanaman kelapa ini. Ada rumah yang
tidak memiliki tanaman kelapa
dipekarangan rumah, namun pemilik
rumah memiliki tanaman kelapa di
area tegalannya.
14. Kembang Sepatu, Kembang sepatu
banyak ditanam diarea Madya
Mandala. Bagian yang digunakan
sebagai sarana upacara adalah bagian
daun dan bunganya yang digunakan
kalpika.
15. Kembang Merak, Kembang merak
banyak ditanam diarea Mandya
Mandala. Bagian tanaman yang
digunakan sebagai sarana upacara
adalah bunganya. Bunganya
digunakan dalam canang dan semua
jenis banten.
16. Kemangi, Kemangi banyak ditanam
diarea Madya Mandala. Bagian yang
digunakan sebagai sarana upacara
adalah bagian daunnya. Daun kemangi
digunakan dalam isi tetandingan
kacang-kacang.
17. Kenanga, Kenanga banyak ditanam
diarea Madya Mandala. Bagian yang
digunakan sebagai sarana upacara
adalah bagian bunganya. Bunga
kenanga digunakan sebagai sarana air
kumkuman, dan wangi-wangian
canang sari, digunakan juga sebagai
sarana persembahyangan.
18. Kelor, Kelor banyak ditanam di area
Madya Mandala dan Nista Mandala.
Bagian yang digunakan sebagai sarana
upacara adalah bagian batang dan
daunnya untuk mecaru dan eteh-eteh
gelar sanga.
19. Mangga, Mangga banyak ditanam di
area Madya Mandala dan Nista
Mandala. Bagian yang digunakan
sebagai sarana upacara adalah bagian
buahnnya. Buah mangga digunakan
dalam pajegan dan gebogan.
20. Nagasari, Nagasari merupakan
tanaman yang dapat dikatakan sebagai
tanaman langka di Banjar Dinas
Suraberata, Banjar Dinas
Lalanglinggah dan Banjar Dinas Yeh
Bakung. Nagasari ditanam diarea Nista
Mandala. Bagian tanaman yang
digunakan upacara adalah daunnya
yang digunakan dalam tetandingan
penek dalam upacara Dewa Yadnya.
21. Nangka, Nangka banyak ditanam
diarea Nista Mandala. Bagian yang
digunakan sebagai sarana upacara
adalah daunnya yang digunakan untuk
tape. Buahnya digunakan untuk banten
suci dan eteh-eteh sorohan.
22. Nenas, Nenas banyak ditanam diarea
Nista Mandala yaitu di area teba.
Bagian yang digunakan sebagai sarana
upacara adalah buahnya. Buah nenas
digunakan untuk pacalan.
23. Pandan Wangi, Pandan wangi banyak
ditanam di area Madya Mandala dan
Nista Mandala. Pandan wangi banyak
digunakan sebagai kembang rampe
untuk canang, dimana pandan wangi
diiris tipis-tipis, irisan daun pandan ini
akan menebar bau harum.
24. Pinang, Pinang banyak ditanam di area
Nista Mandala yaitu di area teba.
Bagian yang digunakan sebagai sarana
upacara adalah bagian buahnya. Buah
pinang digunakan sebagau pelengkap
daksina.
25. Pisang, Pisang banyak ditanam di
area Nista Mandala yaitu di area teba.
Hampir semua bagiannya dapat
digunakan sebagai sarana upacara,
yang paling sering digunakan adalah
buah dan daunnya. Buahnya digunakan
dalam raka-raka banten, dan daunnya
digunakan sebagai aled punjung (alas
punjung)
26. Puring, Puring merupakan tanaman
yang banyak ditanam diarea Mandya
Mandala dan Nista Mandala. Puring
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
40 40
juga dimanfaatkan sebagai pagar
pembatas rumah. Bagian puring yang
digunakan sebagai sarana upacara
adalah daunnya. Daun puring
digunakan untuk porosan sebagai
pelengkap sampyan dan canang
27. Papaya, Papaya banyak ditanam di area
Nista Mandala yaitu di area teba.
Bagian yang digunakan untuk sarana
upacara adalah bagian buahnya. Buah
papaya digunakan untuk durmenggala
agung.
28. Suji, Suji banyak ditanam di area
Mandya Mandala, bagian yang
digunakan untuk upacara adalah
daunnya. Daun suji digunakan dalam
banten matenin padi (sarana upacara
untuk padi) pada lumbung padi.
29. Sirih, Sirih merupakan tanaman yang
banyak ditanam di area Madya
Mandala. Bagian yang sering
digunakan sebagai sarana upacara
adalah daunnya. Daun sirih digunakan
untuk pelengkap isi porosan dan
porosan silih asih.
30. Tebu, Tebu banyak ditanam di area
Madya Mandala dan Nista Madala.
Bagian yang digunakan sebagai sarana
upacara adalah bagian batang dan
pucuk tanaman tebu itu sendiri. Batang
tebu digunakan untuk raka banten dan
canang, dan pucuk tebu digunakan
untuk banten saleran dalam upacara
pernikahan.
31. Temen, Temen (daun ungu) banyak
ditanam di area Madya Mandala.
Bagian yang digunakan untuk sarana
upacara adalah bagian daunnya. Daun
temen digunakan sebagai sekar ura
dan canang burat wangi.
32. Teratai, Teratai ditaman menggunakan
pot di area Madya Mandala, ada juga
yang menanam di kolam rumahnya.
Bagian yang digunakan untuk sarana
upacara adalah bagian bunganya.
Bunga teratai digunakan sebagai sarana
persembahyangan dan penglukatan
(pebersihan).
33. Widuri, Widuri banyak ditanam di area
Nista mandala dan madya mandala.
Bagian yang digunakan sebagai sarana
upacara adalah bagian bunganya.
Bunga widuri dalam isi banten
pedagingan dewa-dewi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Pengertian mengenai tanaman
upakara tidak banyak diketahui karena
tanaman-tanaman yang dikatagorikan
sebagai tanaman upakara sudah
digunakan secara turun-temurun dan
segala jenis tanaman yang tumbuh di
area kuburan (Setra) tidak
diperkenankan digunakan sebagai
sarana upacara.
2. Terdapat sebanyak 34 jenis tanaman
upakara yang ditanam oleh
masyarakat di Desa Lalanglinggah
Kecamatan Selemadeg Barat
Kabupaten Tabanan
3. Jenis Tanaman yang paling banyak
dijumpai dan yang paling banyak
diminati untuk ditanam di pekarangan
oleh masyarakat Desa Lalanglinggah
adalah kamboja, karena pemeliharaan
yang mudah, sehingga untuk
membuat steknya cukup mengambil
pohon yang sudah tua yang sudah ada
sebelumnya.
4. Jenis tanaman upakara yang paling
sedikit dijumpai di pekarangan rumah
masyarakat adalah nagasari. Nagasari
termasuk tanaman upakara yang
langka di Banjar Dinas Suraberata,
Banjar Dinas Lalanglinggah,dan
Banjar Dinas Yeh Bakung . Tanaman
ini berupa pohon berkayu sehingga
untuk menanam dengan cara
menanam bijinya sehingga kecil
kemungkinan tanaman tersebut dapat
tumbuh.
Saran-saran
1. Bagi masyarakat Desa
Lalanglinggah, disarankan untuk
memanfaatkan pekarangan secara
optimal dengan menanam jenis-
jenis tanaman upakara, karena
secara turun-temurun tanaman
upakara telah dimanfaatkan oleh
41 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124 41
masyarakat Hindu sebagai sarana
upacara. Selain itu disarankan
untuk menanam jenis-jenis
tanaman upakara yang lain,
terutama pada jenis-jenis tanaman
upakara yang sulit di dapat seperti
nagasari, teratai, widuri,delima dan
sebagainya.
2. Bagi Aparatur Desa Lalanglinggah
Kecamatan Selemadeg Barat
Kabupaten Tabanan., disarankan
untuk aktif memberikan penyuluhan-
penyuluhan maupun pelatihan-
pelatihan tentang manfaat tanaman
sebagai sarana upacara. Meskipun
hampir semua jenis tanaman dapat
digunakan sebagai sarana upacara,
namun ada tanaman yang tidak
diperkenankan untuk sarana upacara.
3. Karena minimnya pengertian tentang
tanamana upakara, maka penelitian ini
dapat ditindaklanjuti dengan
menambah teori tentang
keanekaragaman jenis tanaman
upakara, beserta manfaat-manfaat lain
dari tanaman tersebut.
DAFTAR RUJUKAN
Anonim. 2013. Filosofi Tanaman dan
Penempatannya.
http://www.parissweethome.com/b
ali/cultura_my.phy?id=11.v
Dikutip tanggal: 9 Januari 2013
Anonim. 2013. Studi Pemanfaatan
Tanaman Pada Kegiatan Ritual
(Upakara) oleh Umat Hindu di Bali
http://ojs.unud.ac.id/index.php/blje/
artikel/download/114/97 tanggal: 9
Januari 2013
Anonim. 2012. Rumus Persentase.
http://rumus
hitung.com/2012/12/10/cara-
mengitung-persentase. Dikutip
tanggal 1 April 2013
Bayu Adjie, dkk.2002. Tanaman Upacara
Adat Bali Kebun Raya Bali.
Candikuning
Budiyasa, I Wayan. 2005. Prosedur
Penelitian. Denpasar: IKIP PGRI
Bali
Putra Miarta. 2009. Mitos-Mitos Tanaman
Upakara. Sibangkaja
Pitojo,Setijo, dan Zumianti. 2002.
Tanaman Bumbu dan Pewarna
Nabati. Semarang : CV. Aneka
Ilmu, anggota IKAPI
Profil Desa. 2011. Desa Lalanglinggah
Kecamatan Selemadeg Barat
Kabupaten Tabanan.
Rimpin, Ni Nyoman. 2009. Identifikasi
Jenis Tanaman Obat Keluarga
(Toga) yang Ditanam Ibu-Ibu PKK
di Desa Kesiman Kertalangu
Kecamatan Denpasar Timur
Pemerintah Kota Denpasar Tahun
2008
Siregar, Mustaid, dkk. 2004. Seminar
Konservasi Tumbuhan Upacara
Agama Hindu. Candikuning:
Bagian Proyek Pelestarian,
Penelitian dan Pengembangan
Flora Kawasan Timur Indonesia
UPT Balai Konservasi Tumbuhan
Kebun Raya Eka Karya Bali-LIPI
Sugiyono. 2010. Statistik untuk Penelitian.
Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2012. Statistik untuk Penelitian.
Bandung: Alfabeta
Sardiana,dkk. 2009. Taman Gumi Banten.
Denpasar: Udayana University
Press
Sumaryani, N Putri. 2011. Pertamanan
(Gardening). Denpasar: IKIP PGRI
Bali
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
42
42
EKSPLORASI JENIS-JENIS BAMBU
DI KABUPATEN JEMBRANA BALI.
Ida Bagus Ketut Arinasa
UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali-LIPI
Email: iarinasa13@gmail.com
ABSTRACT
Exploration types of bamboo in the district jembrana-bali.
Bamboo plays the important role in Balinese life. Jembrana is once of eight district in
Bali has the largest forest and estimated grown by bamboos. Flora exploration to collect
bamboos that live in the forest and villages is for the first time do in Jembrana district. The
exploration focused in two sub district and police forest resort of Negara and Tegalcangkring
by exsploration method. The result showed there are 15 species of 4 genera and 2 species are
new collection of Bali Botanic Gardens i.e. tiing abu (Gigantochloa sp.) and tiing jajang
(Gigantochloa sp.). Both, planted and conservation at XI.D.
Keywords: Bamboo, Exploration, Jembrana, Conservation.
PENDAHULUAN
Jembrana merupakan salah satu
dari delapan Kabupaten Daerah Tingkat II
di Provinsi Bali yang mempunyai kawasan
hutan terluas yaitu 41.809 ha. Kawasan
hutan Jembrana terdiri atas kawasan hutan
negara di Kecamatan Melaya seluas
12.707 ha, hutan negara di Kecamatan
Negara seluas 5.504 ha, hutan negara . di
Kecamatan Mendoyo seluas 18.568 ha dan
hutan negara di Kecamatan Pekutatan
seluas 5.030 ha (Anonim, 2006). Kawasan
hutan di Kabupaten Jembrana memiliki
keanekaragaman flora yang cukup tinggi
bila dibandingkan dengan kawasan hutan
di kabupaten lainnya di Bali. Arinasa, dkk.
(1991) pernah mengumpulkan jenis
tumbuhan sebanyak 99 jenis yang terdiri
atas 78 marga dan 47 suku yang
dikumpulkan dari kawasan hutan Bali
Barat termasuk Gunung Merbuk dan
Gunung Mesehe.
Eksplorasi flora khusus untuk
mengumpulkan jenis-jenis bambu yang
ada di kawasan hutan maupun di luar
kawasan hutan untuk pertama kalinya
dilakukan di Kabupeten Jembrana. Bambu
memegang peranan yang sangat penting
dalam kehidupan masyarakat pedesaan di
Bali. Fungsi dan kegunaannya sangat
beragam baik sebagai bahan bangunan
pengganti kayu, bahan baku industri
kerajinan, sarana upacara agama, bahan
makanan, bahan baku serat, sebagai
tanaman penahan erosi, konservasi tanah
dan air serta kegunaan lainnya. Menyadari
akan pentingnya peranan dan fungsi
bambu maka perjalanan eksplorasi
dilaksanakan di Kabupaten Jembrana.
METODE PENELITIAN
Eksplorasi pengumpulan jenis-
jenis bambu di Kabupaten Jembrana
dilaksanakan selama 7 (tujuh) hari mulai
tanggal 20-27 Maret 2007. Lokasi
eksplorasi difokuskan pada 2 kecamatan
yaitu kecamatan Negara dan Mendoyo
baik pada lahan penduduk (pedesaan)
maupun pada kawasan hutan lindung. Di
lahan penduduk di kecamatan Negara
pengumpulan jenis-jenis bambu dilakukan
di desa Baluk dan Perancak sedangkan di
kecamatan Mendoyo di lakukan di desa
Tegal Cangkring dan Poh Santen. Di
kawasan hutan, eksplorasi jenis-jenis
bambu dilaksanakan di hutan lindung
Palungan Batu dan Panca Seming yang
termasuk dalam pengawasan Resort Polisi
Hutan Tegal Cangkring. (Gambar 1).
Pelaksanaan eksplorasi untuk
mengumpulkan keanekaragaman jenis-
43 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
43
jenis bambu dilaksanakan dengan metode
jelajah (Rugayah,dkk.2004).
HASIL DAN PEMBAHASAN.
Dari kegiatan eksplorasi yag
dilaksanakan di dua wilayah kecamatan di
Kabupaten Jembrana, yang meliputi
kawasan hutan lindung dan tanah
penduduk diperoleh hasil sebanyak 15
nomor koleksi terdiri atas 4 marga, 15
jenis dan sebanyak 38 pot/ spesimen serta
dibuat sebanyak 7 nomor koleksi
herbarium. Jenis material tanaman koleksi
hidup yang dikumpulkan berbentuk
rimpang dan stek. Dari perolehan material
tersebut diduga dua jenis merupakan
koleksi baru bagi Kebun Raya Eka Karya
Bali yaitu tiing jajang (Gigantochloa sp.)
dan tiing abu (Gigantochloa sp.). Daftar
perolehan koleksi bambu hasil eksplorasi
di Kabupaten Jembrana tertera pada Tabel
1.
Tabel 1. Perolehan Material Koleksi Bambu di Kabupaten Jembrana
Nomor
Kolektor
Nama Tumbuhan
(Latin +Daerah)
Suku Jumlah &
Jenis
material
Tempat dan lokasi
Ida 4643 Schizostachyum silicatum
Widjaja (Buluh)
Poac. 2
Rh
Ds.Poh Santen Kec.Mendoyo
Kab.Jembrana
Ida 4644 Gigantochloa apus
(J.A.&J.H.Schult.)Kurz
(Tiing tali)
Poac. 3
Rh
Ds.Poh Santen Kec.Mendoyo
Kab.Jembrana
Ida 4645 Gigantochloa sp.*
(Tiing jajang)
Poac. 2
Rh,H
Ds.Poh Santen Kec.Mendoyo
Kab.Jembrana
Ida 4646 Schizostachyum
brachycladum Kurz
(Buluh gading)
Poac. 2
Rh
Ds.Poh Santen Kec.Mendoyo
Kab.Jembrana
Ida 4647 Bambusa vulgaris Schrad
ex Wendl.
(Ampel gadang)
Poac. 2
Rh
Ds.Poh Santen Kec.Mendoyo
Kab.Jembrana
Ida 4648 Gigantochloa atter
(Hassk.)Kurz
(Tiing santong)
Poac. 2
Rh,H
Ds.Poh Santen Kec.Mendoyo
Kab.Jembrana
Ida 4649 Bambusa vulgaris Schrad
ex Wendl. var.wamin
(Bambu botol)
Poac. 1
Rh,S
Ds.Tegal Cangkring
Kec.Mendoyo Kab.Jembrana
Ida 4650 Bambusa maculata
Widjaja (Tiing tultul)
Poac. 2
Rh
Ds.Baluk Kec. Negara
Kab.Jembrana
Ida 4651 Dinochloa sp.
(Tiing ludlud)
Poac. 5
Rh,S,H
Hutan lindung Panca Seming ,
ds.Batu Agung Kec. Negara
Kab.Jembrana
Ida 4652 Gigantochloa robusta
Kurz
Tiing jelepung
Poac. 2
Rh,H
Br.Bilukpoh Ds.Tegal Cangkring
Kec. Mendoyo Kab. Jembrana
Ida 4653 Gigantochloa manggong
Widjaja
Tiing jajang swat
Poac. 2
Rh,H
Br.Bilukpoh Ds.Tegal Cangkring
Kec. Mendoyo Kab. Jembrana
Ida 4654 Bambusa vulgaris Schrad
ex Wendl. var.striata
Ampel gading
Poac. 3
Rh
Br.Bilukpoh Ds.Tegal Cangkring
Kec. Mendoyo Kab. Jembrana
Ida 4655 Gigantochloa sp.*
Tiing abu
Poac. 5
Rh,H
Hutan lindung Palungan Batu
Ds.Batu Agung Kec. Negara Kab.
Jembrana
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
44 44
Ida 4656 Gigantochloa sp.
Tiing Swat
Poac. 3
Rh,H
Hutan lindung Palungan Batu
Ds.Batu Agung Kec. Negara Kab.
Jembrana
Ida 4657 Bambusa blumeana J.A.&
J.H. Schultes
Tiing gesing
Poac. 2
Rh
Ds.Perancak Kec. Negara Kab.
Jembrana
Keterangan :
Rh = Rimpang, S = Stek, H = Herbarium, * = diduga koleksi baru
1.Kawasan Tanah Penduduk
Di dua wilayah kecamatan Negara
dan Mendoyo, kebanyakan bambu
ditanam pada tanah tegalan, pinggir kali
dan sempadan tukad (sungai). Sebanyak
12 jenis bambu dapat diinventaris dan
dikumpulkan dari dua wilayah kecamatan
ini (Tabel 1). Bambu yang populasinya
banyak dijumpai antara lain dari jenis-jenis
tiing tali (Gigantochloa apus), tiing
santong (Gigantochloa atter), tiing gesing
(Bambusa blumeana) dan buluh
(Schizostachyum silicatum) sedangkan
jenis-jenis lain, populasinya termasuk
sedikit. Jenis-jenis bambu yang
populasinya terbatas yang berhasil
dikumpulkan antara lain : tiing tultul
(Bambusa maculata) di desa Baluk, tiing
jelepung (Gigantochloa robusta), tiing
jajang swat (Gigantochloa manggong),
tiing ampel gading (Bambusa vulgaris var.
striata) dikumpulkan dari desa Tegal
Cangkring. Dari desa Poh Santen
dikumpulkan tiing ampel gadang
(Bambusa vulgaris). Jenis-jenis bambu
yang ditanam oleh masyarakat lebih
banyak hanya untuk memenuhi kebutuhan
sendiri (konsumtif) sehingga hampir tidak
dijumpai penanaman dalam skala yang
luas seperti terdapat di kabupaten lainnya
di Bali yaitu Bangli, Karangasem, Tabanan
dan Buleleng. Sekali pun demikian fungsi
bambu dalam konservasi tanah dan air
tampak jelas diketahui masyarakat terbukti
dari lokasi penanamannya hampir semua
ditanam ditepi sungai, tanah berjurang,
rawa dan tegalan yang kurang produktif.
Tiing gesing (Bambusa blumeana)
ditempat lain di Bali seperti Buleleng dan
Karangasem, umumnya di tanam pada
lahan kritis, tanah kering atau di pinggir
sungai, namun di wilayah desa Perancak
Kecamatan Negara ini ditanam dan dapat
tumbuh di daerah rawa. Hal ini
membuktikan bahwa tiing gesing sangat
adaptif terhadap lingkungan tumbuh.
Disamping rawa sebagai tempat
tumbuhnya adalah tanah kering dan
sempadan sungai serta tanah berjurang
banyak dijumpai disini.
Buluh gading (Schizostachyum
brachycladum) dan tiing ampel gading
(Bambusa vulgaris var. striata) ditanam
penduduk di desa Poh Santen karena
kegunaannya dalam upacara agama Hindu
terutama dalam upacara Dewa dan Pitra
yadnya yang tidak dapat digantikan oleh
jenis lain. Disamping itu kedua jenis
bambu ini sekarang banyak ditanam
sebagai penghias taman rumah maupun
kantor karena bentuk buluhnya yang indah
berwarna kuning dan atau dengan garis-
garis hijau, halus dan mengkilat. Selain
dua jenis bambu yang sudah disebutkan
dimuka dapat pula dijumpai bambu botol
(Bambusa vulgaris var.wamin) dan bambu
jakarta (Thyrsostachys siamensis) ditanam
sebagai tanaman hias di kota Negara,
Mendoyo dan Tegal Cangkring.
Dari kegiatan inventarisasi dan
pengumpulan yang dilakukan di lahan
tanah penduduk ternyata ditemukan jenis
bambu yang kiranya belum dimiliki oleh
Kebun Raya Bali yaitu tiing jajang
(Gigantochloa sp.) (Gambar 1). Bambu ini
dikumpulkan dari tegalan penduduk di
desa Poh Santen. Induknya hanya dijumpai
satu rumpun dalam kondisi
memprihatinkan karena hanya terdiri dari
buluh muda sedangkan buluh tuanya tidak
ada karena pemanfaatan yang berlebihan.
Demikian pula tempat tumbuhnya telah
45 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
45
terdesak oleh penggunaan lahan yang
semakin intensif. Bambu ini banyak
digunakan untuk bahan pembuatan suling
dan sujang/cambeng tagel karena buluhnya
mempunyai ukuran yang kecil. Menurut
penuturan I Gede Agus pemilik bambu
tersebut, walaupun ditanam di tempat
terbuka dan pada tanah yang subur, ukuran
buluhnya tidak akan sebesar bambu tali.
(komunikasi pribadi, 2007). Ciri morfologi
lainnya tampak pada kuping pelepah buluh
yang tidak berkembang sempurna
berbentuk melengkung hingga datar tanpa
bulu kejur, daun pelepah buluh berkeluk
balik. Permukaan daun bagian atas
berwarna hijau tua, kasap sedangkan
permukaan daun bagian bawah berwarna
hijau kebiruan dan licin.
Gambar 1. Tiing jajang (Gigantochloa sp.) koleksi baru Kebun Raya Bali.
2. Kawasan Hutan Lindung Palungan
Batu dan Panca Seming.
Inventarisasi dan pengumpulan
jenis-jenis bambu juga dilaksanakan di
kawasan hutan lindung Palungan Batu dan
Panca Seming. Di kawasan hutan lindung
Palungan Batu dapat dijumpai empat jenis
bambu yang tumbuhnya alami yaitu tiing
abu (Gigantochloa sp.), tiing jajang swat
(Gigantochloa sp.), tiing swat
(Gigantochloa sp.) dan buluh
(Schizostachyum silicatum), sedangkan di
kawasan hutan lindung Panca Seming
dijumpai satu jenis bambu merambat yang
disebut tiing ludlud (Dinochloa sp.)
Gambar 2. Hutan bambu di kawasan hutan lindung Palungan Batu Kabupaten Jembrana.
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
46
46
Tiing jajang swat (Gigantochloa sp.) dan
buluh (Schizostachyum silicatum)
disamping dijumpai tumbuh secara alami
di hutan lindung, dua jenis bambu ini juga
dijumpai dibudidayakan/ditanam di lahan
penduduk. Tidak diperoleh keterangan
yang pasti dari masyarakat apakah kedua
jenis bambu ini berasal dari hutan atau dari
tempat lain.
Tiing abu (Gigantochloa sp.)
belum dimiliki sebagai koleksi dan diduga
sebagai koleksi baru Kebun Raya Eka
Karya Bali. Tiing abu mempunyai ciri
morfologi yang mudah dikenali dan
dibedakan dari jenis bambu lainnya
sekalipun tumbuhnya bersamaan dengan
jenis-jenis bambu yang lain. Tiing abu
dicirikan oleh warna buluh mudanya
hingga buluh dewasa berwarna keabuan
namun bila tua warna keabuan ini sedikit
memudar sedangkan warna rebungnya
coklat kehitaman. Bambu ini memiliki
ukuran buluh yang ramping dan lurus
dengan panjang buluh dapat mencapai 12
m, panjang ruas berkisar antara 25 cm
sampai dengan 50 cm dan diameter
buluh/batang setinggi dada berkisar antara
4 cm sampai dengan 13 cm. Percabangan
terdiri atas 3-5 cabang, salah satu
cabangnya lebih besar namun
perbedaannya tidak terlalu mencolok
seperti terdapat pada jenis-jenis
Gigantochloa lainnya. Kuping pelepah
daun berbulu kejur lebat dan kaku serta
miang berwarna kehitaman lebat menutupi
kelopak daun. Bambu ini kebetulan
dijumpai ada yang sedang berbunga.
Tangkai perbungaannya dapat mencapai
panjang hingga 1,25 m dengan warna
bunga keabuan. Dari pengamatan di
lapangan banyak buluh tuanya ditebang
oleh penduduk sekitar kawasan hutan
untuk beberapa keperluan seperti
bangunan sementara (rumah, dapur, salon,
pagar dll.). Juga ditemui rebungnya
banyak dipanen untuk kebutuhan sayur.
Sepanjang pengamatan, masyarakat
sekitarnya belum ada yang menanam
bambu ini di lahan penduduk.
Gambar 3. Rebung dan bunga tiing abu (Gigantochloa sp.) yang merupakan
koleksi baru Kebun Raya Bali
Tiing jajang swat dan tiing swat bila
dilihat sepintas seakan-akan dua jenis ini
adalah sama karena sama-sama memiliki
garis horizontal berwarna hijau pada buluh
bagian pangkal, namun bila diamati lebih
detail bahwa tiing swat memiliki diameter
batang/buluh dengan ukuran lebih besar
yaitu 6 cm sampai dengan 14 cm.
Demikian pula panjang ruasnya lebih
panjang yaitu antara 19 cm sampai
47 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
47
dengan 52 cm dan tinggi buluhnya juga
lebih panjang dapat mencapai hingga 20
m. Sedangkan tiing jajang swat tinggi
buluhnya maksimal mencapai 14, panjang
ruas berkisar 13-42 cm dan diameter
batang berkisar 3-10 cm. Dilihat pada
morfologi daun tiing swat mempunyai
tangkai daun yang lebih panjang, bersudut
tajam dan lebih memuntir. Menurut
pengalaman I Nyoman Toni (pembantu
lapangan) menyatakan bahwa bila
buluhnya dibelah menjadi bilah kecil-kecil
akan lebih sulit karena terdapat serat-serat
yang tidak rapi. Baik tiing jajang swat
maupun tiing swat dimanfaatkan juga oleh
penduduk di sekitar kawasan hutan untuk
beberapa keperluan. Arinasa dan Widjaja
(2005) menyatakan bahwa tiing jajang di
Bali yang pada umumnya dimasukkan ke
dalam marga Gigantochloa masih banyak
harus dipelajari dari sisi taksonominya
karena setelah berbunga sering banyak
terdapat perbedaan-perbedaan sehingga
dibedakan jenisnya satu dengan lainnya.
Namun untuk mendapat bunga sangat
jarang sehingga masih kesulitan untuk
mengungkap nama jenisnya.
Buluh (Schizostachyum silicatum
Widjaja) juga dijumpai di kawasam hutan
lindung Palungan Batu. Seperti ketiga
jenis sebelumnya, jenis inipun lebih
banyak dijumpai berkoloni. Koloni buluh
paling jauh dijumpai dari pinggir hutan
dibandingkan dengan ketiga jenis lainnya.
Buluh dimanfaatkan untuk semat yaitu
penjahit janur sekalipun dalam jumlah
terbatas.
Di kawasan hutan lindung lain
yaitu Panca Seming yang masih dalam
pengawasan Resort Polisi Hutan Tegal
Cangkring dapat dijumpai jenis bambu
yang mempunyai perawakan merambat
seperti rotan. Jenis ini oleh mayarakat
sekitar disebut dengan tiing ludlud yang
dalam bahasa latin disebut dan termasuk
dalam marga Dinochloa. Bila diamati dari
morfologi selain bunga, ini sangat mirip
dengan Dinochloa sepang Widjaja &
Astuti yang terdapat di Kabupaten
Buleleng yaitu di kawasan hutan lindung
Sepang. Di kawasan hutan Panca Seming,
tiing ludlud ini hanya dijumpai pada tiga
klompok populasi mulai ketinggian tempat
500 m hingga 800 m di atas permukaan
laut, merambat pada pohon Bunut (Ficus
sp.) dengan panjang batang/buluh
mencapai 30 m. Sejauh ini masyarakat di
sekitar kawasan hutan belum ada yang
memanfaatkan walaupun dari bentuk
batangnya yang merambat mempunyai
potensi dipergunakan sebagai tanaman
vergola.
Ditempat lain di Bali jenis bambu
merambat ini juga dapat dijumpai di hutan
lindung Pengejaran Kintamani Barat
dengan nama tiing lutung, sedangkan di
Payangan dikenal dengan nama tiing
liplip. Pada jaman penjajahan Belanda,
bambu ini digunakan sebagai tempat
persembunyian para pejuang perang
kemerdekaan dari kejaran musuh,
khususnya untuk keluarga Puri Payangan
karena mempunyai tajuk yang rimbun dan
rapat serta batang yang kuat (Arinasa,
2006).
Diusahakan setiap pengambilan
material tanaman hidup diikuti dengan
pengambilan material herbarium,
dimaksudkan untuk kepentingan
identifikasi dan spesimen bukti. Namun
pada kenyataannya tidak semua dapat
dilaksanakan karena tidak semua
memenuhi syarat diambil material
herbariumnya. Dari 15 nomor material
yang dikumpulkan berhasil dibuat
herbariumnya sebanyak 7 nomor dimana
hanya satu nomor/jenis terdapat bunga
yaitu tiing abu. Pengambilan material
herbarium yang lengkap khususnya pada
bambu agak susah dilakukan karena tidak
semua jenis bambu mudah ditemukan
bunganya.
Kesenian jegog merupakan
kesenian khas Kabupaten Jembrana, bahan
baku utamanya dibuat dari bambu petung
(Dendrocalamus asper) yang mempunyai
batang/buluh besar. Sayang bambu
petung tidak terdapat di Kabupaten
Jembrana. Untuk memperolehnya harus
mendatangkan dari kabupaten lain di Bali
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
48
48
yaitu diantaranya Kabupaten Tabanan,
Buleleng dan Bangli. Sangat ironis
memang, bambu yang merupakan
komponen utama jegog tidak dimiliki dan
masyarakat tidak menanamnya. Padahal
hampir semua desa-desa bahkan sampai
tingkat banjar/dusun yang ada di
Kabupaten Jembrana mempunyai
seperangkat gambelan jegog. Gamelan
jegog sangat terkenal karena merupakan
gambelan khas Jembrana. Kekhasannya
dicirikan oleh beberapa indikator seperti
secara fisik ditandai oleh besarnya
perangkat gambelan karena bambu yang
digunakan buluhnya besar dan kuat yakni
bambu petung. Buluh yang digunakan
cukup panjang sampai 3 m. Suaranya juga
sangat menggaung karena dimainkan oleh
penabuh yang sangat aktif dengan tenaga
penuh. Bahkan hampir semua penabuh
memainkannya dengan berdiri yang
menjadikannya berbeda dengan kesenian
lainnya. Dilihat dari geografis, tiing
petung cocok tumbuh di Kabupaten
Jembrana sehingga konservasinya sangat
memungkinkan, dengan demikian
masyarakat yang memerlukan tidak akan
tergantung kepada daerah lain.
Perhatian Pemkab Jembrana
dibidang konservasi bambu ternyata sudah
mulai bangkit dan sangat gigih terbukti
dalam kegiatan Gerhan tahun 2003 dan
tahun 2005 sederaten nama bambu,
utamanya bambu petung sudah ditanam.
Sekarang tinggal bagaimana
memeliharanya sehingga tumbuh bagus
dan akhirnya berguna bagi masyarakat di
Kabupaten Jembrana yang banyak
memerlukan bambu petung untuk
pelestarian kesenian tradisionalnya yang
sangat tersohor yaitu kesenian Jegog.
Gambar 4. Gamelan tradisional Jegog khas Kabupaten Jembrana dari bambu Petung.
SIMPULAN dan SARAN
Simpulan.
1. Hasil eksplorasi di kabupaten
Jembrana diperoleh 15 nomor
koleksi bambu terdiri atas 4 marga,
15 jenis dan 7 nomor herbarium.
Dua jenis diduga merupakan
koleksi baru bagi Kebun Raya Eka
Karya Bali yaitu tiing jajang
(Gigantochloa sp.) dan tiing abu
(Gigantochloa sp.)
2. Tiing petung (Dendrocalamus
asper) yang merupakan komponen
utama pembuatan jegog masih
didatangkan dari kabupaten lain di
49 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
49
Bali seperti Kabupaten Tabanan,
Buleleng dan Bangli.
Saran
Untuk mengurangi ketergantungan akan
bahan baku dari luar terutama terhadap
tiing petung (Dendrocalamus asper), jenis
yang paling dibutuhkan dalam pembuatan
jegog, disarankan Pemda dan masyarakat
Jembrana mengkonservasi jenis tersebut
di Kabupaten Jembrana.
DAFTAR RUJUKAN
Anonim, 2006. Jembrana dalam Angka.
Pemerintah Kabupaten Daerah
Tingkat II Jembrana-Bali.
Arinasa, IBK, IGP. Wendra, IN. Mirta dan
IW. Tapak, 1991. Laporan
Eksplorasi di Kawasan Hutan Bali
Barat. Cabang Balai Kebun Raya
Eka Karya Bali-UPT Balai
Pengembangan Kebun Raya
Bogor-Indonesia.
Arinasa, IBK. and E.A.Widjaja. 2005.
Bambu Divercity in Bali,
Indonesia. Bambu Journal, Japan
Bambu Society No: 22: 8-16.
Arinasa, IBK., IBN.Arimbawa dan IM.
Budiarsa, 2006. Laporan
Eksplorasi, Penelitian dan
Pengembangan untuk Menunjang
Industri Kerajinan Rumah Tangga
di Kabupaten Bangli. UPT Balai
Konservasi Tumbuhan Kebun
Raya Eka Karya Bali-LIPI.
Rugayah, E.A.Widjaja dan
Praptiwi.(Editor)(2004) Pedoman
Pengumpulan Data
Keanekaragaman Flora. Pusat
Penelitian Biologi Bogor-
Indonesia.
PETA LOKASI
Gambar 5. Peta Daerah Eksplorasi Bambu di Kabupaten Daerah Tingkat II Jembrana.
DAERAH EKSPLORASI
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
50
50
PENDEKATAN FUNGSI TRIGONOMETRI DERET FOURIER
PADA REGRESI NONLINEAR
I Wayan Sudiarsa
Dosen Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP PGRI Bali
Email: wsudiarsa72@yahoo.com
ABSTRACT
Trigonometric functions fourier series approach on nonlinear regression.
Regression models for the predictors in the form of observation to-i is y
1
(x
i
) +
i
c
for estimate g (x
i
) can be done with two approaches, namely linear approach and non-linear
approach. The purpose of this study to get a form Fourier series of trigonometric function
approach to non-linear regression. The data in this study is simulated data generated uniform
random distribution. Based on the simulation results obtained trigonometric function
approach to regression models y = 100 (x-1) (x-2) (4-x) + c can use the optimal value k = 4.
Keywords: Trigonometric functions, Fourier series, non-linear.
PENDAHULUAN
Dalam sehari-hari banyak
dijumpai hubungan antara suatu variabel
dengan variabel yang lain, misalnya
hubungan antara berat badan dengan umur
pada anak balita. Model regresi untuk satu
predictor dalam bentuk pengamatan ke-i
adalah:
n i x g y
i i i
......, 3 , 2 , 1 ; ) ( = + = c
dengan G (x
i
) merupakan kurva regresi
yang dapat diketahui atau tidak diketahui
bentuk polanya. Untuk mengistemasi g
(x
i
) dapat dilakukan dengan dua
pendekatan, yaitu pendekatan linear dan
pendekatan non linear (Hardle, 1990).
Pendekatan regresi linear digunakan jika
bentuk fungsi g (x
i
) diketahui dari
informasi sebelumnya berdasarkan teori
ataupun pengalaman masa lalu.
Berdasarkan latar belakang di atas maka
permasalahan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana Pendekatan Fungsi
Trigionometri Deret Fourier pada
Regesi Non Linear ?
2. Bagaimana menerapkan model yang
diperoleh pada data stimulasi ?
Tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan bentuk Pendekatan
Fungsi Trigonometri Deret Fourier
pada Regresi Non Linear.
2. Mengkaji model regresi non linear
dengan menggunakan estimator deret
Fourier pad data stimulasi.
Regresi Linear
Regresi Linear merupakan salah
satu metode statistika yang banyak
digunakan dalam kehidupan sehari-hari,
yaitu suatu metode yang menggambarkan
pola hubungan antara variabel respon dan
variabel predictor. Bentuk regresi linear
yang ditulis oleh Draper and Smith (1981)
sebagaimana persamaan (1.1.1), yaitu Y =
X + c . Estimator dari persamaan (1.1.1)
dengan menggunakan metode OLS adalah
Y X X X
T T 1
) (
= | .
Regresi Non Linear
Fungsi regresi g diasumsikan
smooth sehingga menjamin fleksibilitas
untuk mengestimasi fungsi regresinya.
(Eubank, 1998).
( ) , ) (
2
0 ) ( (
2
) 2 ( 2
1
1
dx x g x g y n
i i
n
i
}
+
=
n
i
i
n
i
i i
y y
y y
R
1
2
1
2
2
) (
) (
(2.3.1)
Dengan y
i
: variabel ke-i, :
i
y penduga variabel respon ke-i, dan y : rata-rata dari variabel
respon.
Definisi 2.3.2 : Mean Square Error
(Wu, dan Zhang, 2006)
Ukuran untuk goodness of fit
dari fungsi penghalus dengan
parameter penghalus dinamakan
Sum of Square Error (SSE).
n
i
i
y y SSE
1
2
) (
(2.3.2)
Sedangkan Mean Square Error (MSE) adalah SEE dibagi oleh banyaknya data seperti di
bawah ini.
n
i
i
y y n MSE
1
2 1
) (
(2.3.3)
2.1 Deret Fourier
Berikut diberikan beberapa
definisi yang akan digunakan untuk
mendapatkan bentuk estimator deret
Fourier dan sifat-sifatnya sebagai berikut :
Definisi 2.4.1 : Perkalian Scalar dan
Norm (Lang, 1994)
Misalkan V merupakan ruang dari
fungsi-fungsi kontinyu dalam interval
, yang dapat didekati dengan deret
Fourier. Perkalian scalar antara fungsi f,
dan g dalam V adalah Bilangan sebagai
berikut :
, ) ( ) ( , dx x g x f g f
(2.4.1)
Sedangkan norm dari f finotasikan dengan f yang didefinisikan sebagai berikut:
f f f ,
(2.4.2)
Definisi 2.4.2 : Deret Fourier (Lang, 1994)
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
52 1
Deret Fourier dari fungsi f yang merupakan funfsi kontinyu sepotong-sepotong
(pieceweise continius) dalam interval | | t t, adalah sebagai berikut :
=
+ +
1
) sin cos ( ~ ) (
k
k k o
kx b kx a a x f ,
(2.4.3)
2.1 Pemilihan Parameter Penghalus
Parameter merupakan
pengontrol keseimbangan antara
kemulusan fungsi. Jika besar maka
penduga dari fungsi yang diperoleh akan
semakin mulus, tetapi kemampuan untuk
memetakan data kurang baik. Sebaliknya
jika kecil maka penduga dari fungsi
yang diperoleh akan semakin besar. Oleh
karena itu diperlukan suatu nilai yang
tidak terlalu besar maupun terlalu kecil
sehingga diperoleh penduga fungsi yang
terbaik. Nilai yang demikian itu
merupakan nilai yang optimal.
Definisi 2.5.1 : Generalized Cross
Validation (Wu, Dan Zhang, 2006)
Generalized Cross Validiation
(CGV) merupakan perbandingan antara
goodness of fit dengan kompleksitas model
dari penghalus linier. Besarnya nilai GCV
dengan parameter penghalus dinyatakan
dalam rumus sebagai berikut :
{ }
2
1
1
2 1
))] ( ( 1 [
) (
) (
S trace n
y y n
GCV
n
i
i
=
=
(2.5.1)
METODE PENELITIAN
Sumber Data
Data yang digunakan pada
penelitian ini adalah data stimulasi yang
dibangkitkan dengan menggunakan
program S-plus. Untuk membangkitkan
data tersebut, variabel prediktornya
dibangkitkan secara random beristribusi
uniform, dan variabel responnya
merupakan fungsi trigonometri terhadap
prediktornya.
Metode Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan
berkaitan dengan tujuan penelitian adalah
sebagai berikut :
1. Mendapatkan bentuk estimator deret Fourier pada regresi non linier dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
a. Diberikan model regresi non parametric y
i
= g (x
1
) +
i
c
b. Membuat pendapatan untuk kurva regresi g e C (0,)
g (x) = T (x) dengan T (x) = bx +
=
+
k
k
k
kx a a
1
0
cos
2
1
c. Mendefinisikan ukuran goodness of fit
n
i
i i
x T y n
1
2 1
)) ( (
d. Mendefinisikan ukuran kemulusan kurva
( ) dx x T T
2
) 2 (
0
2
) 2 (
) (
4
2
}
=
t
e. Mendefinisikan Penalized Least Square (PLS)
, )) ( (
2
) 2 (
1
2 1
T x T y n
n
i
i i
+
53 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
1
f. Menentukan nilai
2
) 2 (
T
g. Menyelesaikan optimasi PLS
(
+ e
=
n
i
i
T x T y n C g Minimize
1
2
) 2 ( 2 1
)) ( ( ) , 0 ( t
Dengan merupakan parameter penghalus
1. Mendapatkan model regresi non linear dengan menggunakan estimator deret Fourier
untuk data stimulasi dengan menggunakan program S-Plus, dan langkah-langkah sebagai
berikut :
a. Membangkitkan data stimulasi
b. Membuat plot data (x
i
, y
i
)
c. Memberikan nilai K = 1,2,3..,10
d. Menentukan nilai yang optimal dengan metode GCV
e. Menentukan K optimal yang bersesuaian dengan optimal
f. Menghitung nilai R
2
dan MSE
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan disajikan hasil
penelitian tentang pengkajian estimator
deret Fourier pada regresi Non Linear,
yaitu tentang bentuk estimator yang
diperoleh, dan Aplikasinya pada data
stimulasi untuk fungsi trigonometri.
Estimator Deret Fourier
Deret Fourier merupakan suatu
polinomial dengan basis fungsi cosinus
atau sinus yang mempunyai fleksibilitas,
sehingga dapat menyesuaikan secara
efektif terhadap sifat lokal data. Deret
Fourier baik digunakan untuk menjelaskan
kurva yang bersifat periodic seperti
gelombang sinus dan cosinus. Misalkan
diberikan pasangan data (x
i
, y
i
), i =
1,2.,n, dan hubungan antara x
i
dan y
i
diasumsikan mengikuti model regresi :
i i i
x g y q + = ) (
(4.1.1)
Dalam analisis regresi untuk
mengestimasi kurva regresi g dapat
digunakan metode weighted least square,
yaitu meminimumkan jumlah kuadrat galat
yang terboboti. Dengan kata lain estimator
g diperoleh dari persamaan :
)
`
=
)
`
e = e
n
i
i i
C g
n
i i
i
C g
x g y n
Min Min
1
2 1
) , 0 (
2
) , 0 (
)) ( (
t t
c
(4.1.2)
Disamping menyelesaikan
persamaan (4.1.2) juga diberikan
persyaratan lain yaitu suatu penalized
untuk memperoleh ukuran kemulusan /
kekasaran fungsi g sebagai berikut :
( ) dx x g
2
) 2 (
0
) (
2
}
t
t
(4.1.3)
Dengan demikian estimator untuk kurva
regresi g dapat diperoleh dari
menyelesaikan optimasi Penalized Least
Square (PLS) :
53
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
54
1
( ) , ) ( )) ( (
2
0
) 2 ( 2 1
) , 0 (
dx x g x g y n
n
i i
i i
C g
Min }
+
)
`
e
t
t
(4.1.4)
Dengan merupakan parameter
penghalus yang mengontrol antara
goodness of fit dan kemulusan fungsi, dan
g
(2)
(x) merupakan turunan kedua dari
(g(x). Untuk yang snagat besar akan
diperoleh fungsi penyelesaian yang sangat
mulus, sedangkan untuk yang sangat
kecil akan diperoleh fungsi penyelesaian
yang sangat kasar. Karena g adalah fungsi
yang kontinyu maka g dapat dihampiri
dengan fungsi T, yaitu :
=
+ + =
K
k
k
kx a a bx x T
1
0
cos
2
1
) (
(4.1.5)
Penyelesaian dari persamaan 4.1.4 dinyatakan dalam bentuk lemma dan teorema
seperti di bawah ini :
Lemma 4.1.1 :
Jika T (x) =
= =
= + +
K
k
k
K
k
k o
kx a k x T Maka kx a a bx
1
2
1
) 2 (
cos ) ( , cos
2
1
Akibatnya ( ) ( )
2
2
1
2
2
1
2
) 2 (
2
) 2 (
cos cos ) ( ) ( |
.
|
\
|
= |
.
|
\
|
= =
= =
kx a k kx a k x T x g
k
k
k
k
k
k
Lemma 4.1.2 :
Jika , cos
2
1
) (
1
0
kx a a bx x g
k
K
k
=
+ + = maka ( )
2 4
1
2
) 2 (
0
) (
2
k
K
k
a k dx x g
}
=
=
t
t
Bukti :
( ) dx x g
2
) 2 (
0
) (
2
t
t
}
= dx kx k
K
k
2
2
1
0
cos
2
|
.
|
\
|
}
=
t
t
=
( )dx jx j a j kx k kx k
K
k
K
k
cos cos 2 cos
2
2
2
2
1
2
2
1
0
|
.
|
\
|
+ |
.
|
\
|
}
= =
t
t
= A + B
Jadi ( )
2 4
1
2
) 2 (
0
) (
2
k
k
k
a k dx x g
}
=
=
t
t
Dari hasil lemma di atas persamaan (4.1.4) berubah menjadi
( )
2 4
1
2
1
) , 0 (
) (
k
K
k
n
i i
i i
C g
a k x g y n
Min
= =
e
+
t
(4.1.6)
Teorema 4.1.1 :
Nilai a ( ) yang memenuhi ( )
2 4
1
2
1
) , 0 (
) (
k
K
k
n
i i
i i
C g
a k x g y n
Min
= =
e
+
t
adalah
54
55 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
50
( ) ( ) Y X n D X X n a
T T 1
1
1
) (
+ =
Bukti :
Untuk teorema di atas dijabarkan terlebih dahulu persamaan (4.1.6) sebagai berikut :
( )
= =
+
)
`
K
k
k
n
i
i i
a k x g y n
1
2 4
1
2 1
) ( =
= Da a Xa Y Xa Y n
T T
+
) ( ) (
(4.1.7)
Jadi ( ) ( ) Y X n D X X n a
T T 1
1
1
) (
+ =
(4.1.8)
,
) (
) (
2
1
) (
) (
0
|
|
|
|
|
|
.
|
\
|
=
k a
a
b
a
=
+ + =
K
k
i k i i
kx a a x b x g
1
0
cos ) ( ) (
2
1
) (
) (
(4.1.9)
Studi Simulasi
Pada bagian ini akan dibahas
mengenai penggunaan estimator deret
Fourier pada regresi non linier untuk data
stimulasi yang dibangkitkan berdasark
fungsi trigonometri. Banyaknya data atau
ukuran sampel yang digunakan adalah n =
50, 100, 200 dan 400
Model Simulasi Dari Fungsi
Trigonometri
Diagram pencar dari data stimulasi
dengan n = 100, dan variansi x =
2
o dari
model regresi di atas Nampak seperti
gambar di bawah ini.
Gambar 1. Plot (x
i
, y
i
) untuk model regresi y = 200 sin 2x + c dengan n = 100, dan variasi
x =
2
o
55
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
56
1
Dari gambar 1. di atas Nampak
bahwa diagram pencar data bangkitkan
mempunyai variansi tidak sama, sehingga
estimator deret fourier dapat digunakan
untuk mengestimasi fungsi di atas.
Selanjutnya dicari nilai opt dan GCV
min. untuk setiap nilai K = 1,2,,10
dibeirkan pada Tabel 1. di bawah ini.
Tabel 1.Nilai K, opt., dan GCV minimum untuk model regresi y = 20 sin 2x +
K opt GCV min
1 0,00000150 181,3086
2 0,00000150 163,6269
3 0,00000150 161,7550
4 0,00000000 10,1096
5 0,00000009 9,9075
6 0,00000000 3,3368
7 0,00000020 2,8293
8 0,00000088 2,8343
9 0,00000112 2,8630
10 0,00000076 2,8957
Dari tabel 4.3.3.1 CGV minimum adalah
2,8293 yang terjadi K = 7 dan optimal =
0,0000002. Selanjutnya ditunjukkan nilai
GCV minimum pada K = 7 untuk berapa
nilai seperti pada Tabel 4.2.3.2 di
bawah ini.
Tabel 2. Nilai GCV, GCV min., MSE, dan R
2
untuk model regresi y = 20 sin 2x +
pada K = 7 dan beberapa .
GCV GCV MSE R
2
0,00000011 2,8296 2,3914 0,9892
0,00000012 2,8295 2,3920 0,9892
0,00000013 2,8294 2,3925 0,9892
0,00000014 2,8294 2,3930 0,9892
0,00000015 2,8294 2,3935 0,9892
0,00000016 2,8293 2,3939 0,9892
0,00000017 2,8293 2,3943 0,9892
0,00000018 2,8293 2,3947 0,9892
0,00000019 2,8293 2,3950 0,9892
0,00000020 2,8293 2,8293 2,3954 0,9892
0,00000021 2,8293 2,3958 0,9892
0,00000022 2,8293 2,3961 0,9892
0,00000023 2,8293 2,3964 0,9892
0,00000024 2,8293 2,3967 0,9892
0,00000025 2,8293 2,3971 0,9892
0,00000026 2,8293 2,3974 0,9892
0,00000027 2,8294 2,3977 0,9892
Hubungan antara nilai dan nilai GCV pada K = 7 seperti pada gambar 2. berikut :
56
57 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
1
Gambar 2. Hubungan antara dan GCV untuk K = 7 dari model regresi y = 20 sin 2
x +
Selanjutnya dicari estimator dari fungsi
trigonometri g (x) = 20 sin 2 x dengan
menggunakan estimator deret Fourier pada
K optimal yaitu K = 7 tetapi tidak
optimal, yaitu = 0,0001 yang hasilnya
dapat digambarkan seperti gambar berikut
:
Gambar 3. Plot (x
i
, y
i
). untuk g (x) = 20 sin 2 x, dan estimator deret Fourier g (x)
dengan K = 7, dan = 0,0001
Pada gambar 4.3.3.3 estimator deret Fourier untuk g (x) adalah
g (x) = 45,4568 x 76,4155 + 52,6739 cos x +
-12,1177 cps 2 x + 0,85758 cps 3c-9,0188 cos 4x +
+6,2179 cos 5 x + 4,5036 cos 6 x 6,1747 cos 7 x.
Berikutnya akan dicari estimator
dari fungsi trigonometri g (x) = 20 sin 2x
dengan menggunakan estimator deret
Fourier dengan K tidak optimal, yaitu K =
4 dan optimal, yaitu = 0,00000020
yang hasilnya dapat digambarkan seperti
gembar berikut ini :
57
Jurnal EMASAINS Volume lI, Nomor 3 September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
58
1
Gambar 4. Plot (x
i
, y
i
), untuk g (x) = 20 sin 2 x, dan estimator deret Fourier g (x)
dengan K = 4, dan = 0,00000020.
Pada gambar 4.3.3.4 estimator deret Fourier untuk g (x) adalah g (x) = 600,2426 x -
1086,0798 + 494,2860 cps x + -215,5852 cops 2x-63,9223 cos 3x-82,0846 cos 4x.
Berikutnya akan dicari estimator
dari fungsi trigonometri (g(x) = 20 sin 2 x
dengan menggunakan estimator deret
Fourier dengan K optimal, yaitu K = 7 dan
optimal, yaitu = 0,00000020 yang
hasilnya dapat digambarkan seperti
gambar berikut :
Gambar 5. Plot (x
i
, y
i
), untuk g (x) = 20 sin 2x, dan estimator deret Fourier g (x)
dengan K = 7, dan = 0,000000020.
Pada gambar 4.3.3.5 estimator deret Fourier untuk (g(x) adalah
g (x) = -49,2398x + 151,4275-78,3499 cos x +
-50,6669 cos 2x + 26,3745 cos 3x 3,3489 cos 4 x +
-3,4985 cos 5 x + 2,7846 cos 6 x -1,6976 cos 7x.
Berdasarkan Gambar 3, Gambar
4., dan Gambar 5. terlihat model yang
terbaik adalah model deret Fourier dengan
K = 7 dan = 0,00000020.
Dengan cara yang sama seperti di
atas diperoleh hasil stimulasi untuk model
regresi g (x) = 20 sin 2 x untuk n = 50,
dan n = 100, dengan variansi x
2
,
58
59 Jurnal EMASAINS Volume Il, Nomor 3, September Tahun 2013 ISSN 2302-2124
1
hasilnya dinyatakan dalam Tabel 3. sebagai berikut :
Tabel 3. Hasil stimulasi model regresi y = 20 sin 2 x + , untuk n = 50, dan n = 100
n = 50
K opt. GCV min. MSE R
2
1 0,00009001 168,9250 149,5637 0,2642
2 0,00000001 132,2458 111,9329 0,4494
3 0,00001001 116,9736 95,7739 0,5288
4 0,00000001 9,3913 7,2731 0,9642
5 0,00000001 9,2085 6,8197 0,9665
6 0,00000001 6,0991 4,3487 0,9786
7 0,00000001 6,0512 4,2339 0,9785
8 0,00000001 6,2688 4,2291 0,9792
9 0,00000001 6,3238 4,1344 0,9797
10 0,00000001 6,3533 4,0546 0,9801
n = 100
K opt. GCV min. MSE R
2
1 0,00009001 181,0969 170,5554 0,2313
2 0,00009001 162,6473 150,3263 0,3224
3 0,00000001 159,9527 146,4673 0,3398
4 0,00000001 10,1097 8,9330 0,9597
5 0,00000001 9,9130 8,5750 0,9613
6 0,00000001 3,3394 2,8301 0,9872
7 0,00000001 2,8447 2,3778 0,9893
8 0,00000001 2,8850 2,3826 0,9893
9 0,00000001 2,9335 2,3807 0,9893
10 0,00000001 2,9215 2,3376 0,9895
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil dan pembahasan di atas
dapat disimpulkan sebagai berikut
:
1. Untuk model regresi Y = Xa + ,
diperoleh estimator dari a adalah
Y X n D X X n a
T T 1
1
1
) (
2. Estimator deret Fourier yang diperoleh
a. Estimator dari kurva regresi g (x)
adalah
) ( x g
= ) ( Xa
Y X n D X X n X
T T
) ( ) (
1
1 1
= Y S ) (
3. Hasil stimulasi
a. Fungsi trigonometri
Untuk stimulasi dengan n = 50,
100. 200, dan 400 pada K < 4
diperoleh nilai R
2
cenderung kecil
b. Untuk stimulasi dengan n = 50,
100, 200 dan 400 pada K =
4,5,.10 diperoleh nilai R
2
cenderung besar, yaitu R
2
0,90,
dan selisih nilai R
2
yang diperoleh
cenderung tidak ada perbedaan
yang nyata. Sehingga model
estimator deret Fourier yang
optimal untuk model regresi y =
100 (x-1) (x-2) (4-x) + dapat
menggunakan K = 4.
Saran
1. Untuk mengestimasi trigoneometri,
dengan variansi
, 1 , 0 , 5 , 0 ,
2 2 2
x x x dan
2