Professional Documents
Culture Documents
THE ROLE OF COMPUTED TOMOGRAPHY SCANS (CT SCANS) IN PREDICTING OUTCOME OF PATIENTS WITH ACUTE ISCHEMIC STROKE
Muhammad Ilyas*,Bachtiar Murtala*,Amiruddin Aliah**, Andi Asadul Islam***, Ilham Jaya P****
*Radiologi Department, **Neurology Department,***Neuro Surgery Department, ****Physiology Department, Medical Faculty, Hasanuddin University, Makassar, Indonesia Corresponding author: radfkuh@yahoo.com
ABSTRACT
Background : The prevalence, incidence, mortality and morbidity rate of ischemia stroke patients is still high. Objectives : To investigate the correlation between the location and volume of the infarction in patients with acute ischemic stroke (AIS) outcome. Methods: A hundreed patients with AIS in several Hasanuddin University teaching hospitals in Makassar within one year were involved in the study. The AIS damage was assessed using the Canadian Neurological Scale (CNS) evaluation on the day of admission. Head CT Scan was performed within 168 hours of the stroke. Patients were evaluated with CNS results at day-10. Results : Stroke patient participants were aged from 25 86 years (mean 59.2) and 58% of the patients were male. The time until hospital admission ranged from 1.5-168.0 hr. The result of a Spearman correlation test indicated that CNS obtained on day-10 had no correlation with age, onset of admission or the time when the head CT was done. However, CNS had a negative correlation with the measured volume of infarction. The temporal infarction volume had the largest correlation coefficient (r=0.755) with CNS at day10. Lesion volume at the cut off point (cop) was 267.3 cc showed to has a good and bad prediction value 92.3% and 66.7%, respectively, temporal lobe cop 103.9 cc has 93.3% and 57.1% respectively, frontal lobe cop 200.0 cc has 100.0% and 87.5% respectively, internal capsule COP 12.0 cc has 100.0% and 45.5% respectively and in thalamus cop 35.0 cc has 92.9% and 100.0%, respectively. Conclusion: The head CT Scan of the AIS patients demonstrated a potentially important role as a diagnostic as well as a prognostic tool. The volume and location of the lesion (infarction) as measured by head CT Scan can be used to predict the outcome of AIS patients. Key words: CT scan, stroke, infarction
309
The Indonesian Journal of Medical Science Volume 1 No.6 October 2009 p.309-321
PERANAN PENILAIAN COMPUTER TOMOGRAPHY SCAN (CT SCAN) KEPALA DALAM MEMPREDIKSI LUARAN PENDERITA STROK ISKEMIK AKUT
Latar belakang: prevalensi, insidensi, angka kematian dan kecacatan strok iskemik akut (SIA) masih cukup tinggi. Tujuan: mengetahui hubungan luaran penderita SIA dan gambaran CT scan. Metode: semua penderita SIA yang dirawat dirumah sakit pendidikan Universitas Hasanuddin di Makassar selama setahun dinilai dengan Canadian Neurological Scale (CNS) pada saat masuk dan pada hari-10.Pemeriksaan CT Scan kepala dilakukan <168 jam setelah serangan. Luaran dinyatakan menurut hasil CNS hari ke-10. Hasil: diperoleh 100 orang penderita strok iskemik akut,58% pria dan 42% wanita, berumur antara 25-86 tahun (rerata 59.2 tahun) dengan onset masuk rumah sakit antara 1.5-168.0 jam. Uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan linier antara umur, onset masuk rumah sakit dan waktu pemeriksaan CT Scan kepala baik dengan CNS awal maupun CNS pada hari ke-10. Namun,CNS awal dan CNS pada hari ke-10 berhubungan negatif dengan volume infark.Volume infark pada lobus temporalis mempunyai koefisien korelasi paling besar (0.755) pada CNS hari ke-10. Volume lesi dengan cut off point (cop) 267.3cc pada lobus parietalis menunjukkan nilai prediksi luaran yang baik dan yang buruk masing masing 92.3% dan 66.7%, pada lobus temporalis (cop 103.9 cc) masing masing 93.3% dan 57.1%, lobus frontalis (cop 200.0 cc) masing masing 100.0% dan 87.5%, kapsula interna (12.0 cc) masing masing 100.0% dan 45.5% dan talamus (cop 35.0 cc) masing masing 92.9% dan 100.0%. Simpulan: CT Scan kepala pada penderita SIA memegang peranan penting sebagai alat bantu diagnostik dan prognostik. Volume dan lokasi lesi (infark) yang ditentukan melalui CT Scan kepala dapat digunakan untuk memprediksi luaran penderita SIA. Kata kunci: CT scan, strok, infark
PENDAHULUAN
Strok adalah suatu sindroma defisit neurologis fokal ataupun umum yang terjadi secara mendadak berlangsung selama 24 j am atau lebih yang disebabkan oleh gangguan pada peredaran darah otak dimana pola gejala yang terjadi berhubungan dengan waktu. Strok terbagi atas strok iskemik (Nonhemorrhagic Stroke = NHS) dan strok perdarahan (HemorrhagicStroke=HS) yang terdiri atas perdarahan intraserebral (PIS) dan perdarahan subarachnoid (PSA). Strok iskemik (SI) merupakan 85% dari seluruh penyebab strok. 1-3 Strok iskemik menyebabkan hilangnya atau terj adinya gangguan fungsi otak yang diakibatkan oleh terhentinya suplai darah ke bagian otak dengan beberapa faktor risiko antara lain: usia tua, j enis kelamin, peningkatan kadar kolesterol, hipertensi, diabetes mellitus, merokok, pemakaian kontrasepsi, kegemukan dan riwayat penyakit jantung.4,5 Strok menyebabkan kematian 5.5 juta orang setiap tahun di seluruh dunia dan merupakan penyebab kematian terbesar ketiga di dunia. Di Amerika Serikat
310
Muhammad Ilyas, et al. The role of computed tomography in predicting acute ischemic
merupakan penyebab kematian tersering ketiga sesudah penyakit jantung dan keganasan. Jumlah kasus pertahun di Amerika Serikat diperkirakan 750.000 orang.6 Jumlah penderita strok di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit ini sudah menjadi pembunuh nomor 3 di Indonesia setelah penyakit infeksi dan j antung koroner. Sekitar 28.5% penderita penyakit strok di Indonesia meninggal dunia. Setiap tahun diantara 100 ribu penduduk Indonesia, terdapat tidak kurang dari 276 penderita strok berdasarkan Survei KRT Depkes pada tahun 1986. Di Yogyakarta, angka kematian berkisar antara 28.3% sedangkan di Makassar berkisar 33.6%. Pada kebanyakan rumah sakit, ruangan perawatan penyakit saraf dihuni sekitar 40% penderita strok. Penelitian yang dilakukan oleh Misbach tahun 1999 menunjukkan bahwa di 28 rumah sakit di Indonesia, ditemukan 76-80% penderita strok adalah strok iskemik (SI).7 Dari penderita strok yang dirawat pada sejumlah rumah sakit pendidikan di Makassar menujukkan bahwa 60% diantaranya adalah strok iskemik.8-10 Luaran penderita strok sangat tergantung pada lokasi dan volume lesi (infark) jaringan otak, serta penatalaksanaan penderita. Penatalaksanaan penderita strok iskemik mempunyai beberapa perbedaan dengan strok perdarahan. Oleh karena itu, menegakkan diagnosis yang tepat sedini mungkin setelah serangan strok adalah hal yang sangat penting. Menurut patofisiologinya, strok iskemik akut (SIA) berlangsung mulai hari pertama sampai hari ke-7, terutama pada hari ke-2 sampai hari ke-3 dimana peradangan yang terj adi paling menonjol.11
Untuk mendiagnosis SIA dapat dilakukan berdasarkan gej ala klinis dan pemeriksaan fisis, akan tetapi diagnosis pasti untuk menentukan lokasi dan tipe strok iskemik akut memerlukan pemeriksaan radiologi imaging yang dapat dilakukan dengan Computed Tomography.12.13 Pemeriksaan CT Scan konvensional tetap merupakan pilihan untuk pemeriksaan awal untuk membantu menegakkan diagnosis, terutama untuk menyingkirkan kemungkinan strok perdarahan dan menentukan tanda-tanda awal SIA. 13 Penggunaan CT Scan kepala sebagai alat bantu diagnostik strok mempunyai sensitivitas dan akurasi yang cukup dibanding prosedur neurodiagnostik yang lain. Selain itu, mempunyai beberapa keuntungan, antara lain: relatif aman, tidak invasif, relatif lebih murah, cepat dan mudah diinterprestasikan.14 Gambaran CT Scan kepala pada SIA akut sangat tergantung pada waktu antara serangan dengan pengambilan CT Scan kepala. Pada 6 jam pertama setelah serangan, CT Scan kepala biasanya memberikan gambaran normal. Enam sampai dua belas jam setelah serangan dapat terlihat adanya edema yang ditandai adanya daerah hipodens regional.15,16 Duapuluh empat jam setelah serangan, dapat terlihat lesi yang lebih hipodens, efek massa minimal atau asimetri dari sulsi-sulsi antara hemisper yang satu dengan yang lainnya. 17,18 Deteksi CT Scan meningkat menjadi 75% pada 48 jam pertama.19 Puncak dari efek massa timbul setelah 72 jam setelah serangan strok iskemik.20 Gambaran CT Scan pada strok iskemik akut adalah pengaburan daerah kapsula interna, hilangnya batas-batas insular ribbon cortex, hilangnya batas antara substansia alba dan grisea, hilangnya daerah sulsi dan hiperdens arteri sign.21,22
311
The Indonesian Journal of Medical Science Volume 1 No.6 October 2009 p.309-321
Secara teori, luaran penderita SIA ditentukan oleh lokasi dan volume infark. Sel-sel otak pada lokasi yang berbeda mempunyai fungsi yang berbeda dan setiap lokasi mempunyai tingkat kepadatan sel atau serabut yang berbeda. Melalui pemeriksaan CT Scan kepala dapat ditentukan lokasi dan volume infark. Oleh karena itu, hasil pemeriksaan CT Scan kepala dapat juga berperan untuk meramalkan luaran penderita SIA melalui penentuan lokasi dan volume lnfark. Volume lesi dapat diukur secara manual menurut rumus Broderick dkk (1993) dari daerah hipodens pada CT Scan kepala. Tentunya setiap lokasi semestinya mempunyai cut off point volume lesi yang berbeda-beda untuk meramalkan luaran penderita SIA. Selama ini untuk hal tersebut biasanya menggunakan pendekatan cop yang bersifat umum. Bila cop volume lesi pada setiap lokasi lesi dapat ditentukan, maka peranan penilaian CT Scan kepala dalam meramalkan luaran penderita SIA, menj adi semakin akurat.Atas dasar tersebut diatas, maka penulis bermaksud menilai peranan CT Scan kepala dalam meramalkan luaran penderita SIA dengan menggunakan pengukuran volume dan lokasi infark. Untuk menilai luaran penderita SIA yang meliputi fungsi kognitif, mental dan motorik penderita strok digunakan Canadian Neurological Scale (CNS) pada hari ke-10 setelah terjadinya serangan. CNS ini bermanfaat untuk menilai orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali serta bahasa. Berdasarkan uraian pemikiran yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah, maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: benarkah
luaran penderita SIA berbeda menurut lokasi infark?, benarkah luaran penderita SIA berhubungan linier terbalik dengan volume infark? dan benarkah setiap lokasi mempunyai cut off point volume infark yang berbeda untuk memprediksi luaran penderita SIA? Penelitian ini mempunyai tujuan mengetahui peranan penilaian CT Scan kepala dalam memprediksi luaran penderita Stroke Iskemik Akut berdasarkan volume dan lokasi infark. Selain itu ingin juga diketahui gambaran penderita SIA menurut lokasi dan volume infark serta c ut off point volume infark pada setiap lokasi infark dalam memprediksi luaran SIA. Dengan penelitian ini diharapkan prediksi luaran penderita SIA menj adi lebih tepat, sehingga penatalaksanaanya lebih terarah.
METODE PENELITIAN
Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar sejak bulan Maret 2007 hingga jumlah sampel minimal terpenuhi. Populasi target adalah penderita strok iskemik akut yang dirawat inap di ruang perawatan Saraf. Kriteria inklusi dam jumlah sampel Semua penderita strok iskemik akut serangan pertama yang masuk rumah sakit dalam masa 168 j am pertama setelah onset, memiliki hasil pemeriksaan CT Scan kepala irisan axial tanpa kontras yang dilakukan pada rentang waktu <168 jam setelah onset menunjukkan adanya tanda-tanda infark, serta terdapat persetujuan dari penderita atau walinya diikutkan dalam penelitian ini. Pasien tidak diikutkan jika pada hasil pemeriksaan CT Scan ditemukan tanda
312
Muhammad Ilyas, et al. The role of computed tomography in predicting acute ischemic
tanda abnormal patologis selain infark (tumor, trauma, strok perdarahan, atau infeksi) atau bila pada gambaran CT Scan didapatkan lebih dari satu lokasi lesi infark. Besar sampel ditentukan dengan memakai rumus: (Z )2.pq d2 II.
n=
- menurun/mengantuk= 1.5 - koma= 0.0 2. Derajat orientasi: - baik = 1.0 - terganggu = 0.0 3. Berbicara: - normal/tak ada gangguan = 1.0 - gangguan bicara ekspresif = 0.5 - gangguan bicara reseptif = 0.0 Penilaian fungsi motorik muka. - tak ada kelemahan = 0.5 - ada parese = 0.0
Keterangan : n = Besar sampel p = Proporsi strok iskemik akut q =1p Za = 1.96 (nilai Z untuk a = 0.05) d = Tingkat ketelitian Dari rumus diatas maka diperoleh besar responden adalah minimal 97 sampel. Bahan dan alat penelitian Pasien dengan diagnosa stroke yang dirujuk ke bagian Radiologi, Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo di CT Scan kepala menggunakan whole bodyScanner (Siemens type Somatom ARC non spiral 1997) atau dengan CT Whole bodyscanner (Shimadzu type Flex Scan T566 spiral 2004). Pengambilan gambar secara potongan aksial tanpa kontras. Dari hasil CT scan ditentukan lokasi dan volume infark. Pasien yang masuk ke dalam kriteria inklusi kemudian diikuti perjalanan penyakitnya dari hari pertama hingga hari ke-10 dengan menilai central nervous system (CNS). Pemeriksaan CNS untuk memantau fungsi motorik dan mental penderita strok 7 I. Penilaian mentation , bagian dari fungsi (kortikal) luhur (FKL), yang ditujukan pada 3 komponen: 1. Tingkat kesadaran : - sadar (nilai tertinggi)= 3.0
Penilaian fungsi motorik ektremitas: lengan proksimal, lengan distal, tungkai bagian proksimal dan tungkai distal dengan penilaian bobot yang seragam - tak ada kelemahan = 1.5 - parese ringan = 1.0 - parese yang nyata = 0.5 - lumpuh sama sekali/paralisis = 0.0 III. Penilaian Respon Motorik - Muka : simetris tidak simetris - Lengan : sama tidak sama - Kaki : sama tidak sama Skor CNS (laloux P. 1995) : <6.5 = gangguan fungsi mental, motorik berat (buruk) >6.5 = gangguan ringan / normal (membaik)
= = = = = =
Analisa data Data yang diperoleh, diolah dengan program SPSS versi 14.0. Korelasi antara umur dan volume lesi dengan luaran penderita diuji dengan Spearman dengan batas kemaknaan =5%. Dicari cut off point volume infark pada masing-
313
The Indonesian Journal of Medical Science Volume 1 No.6 October 2009 p.309-321
dengan
Analisis dilakukan berdasarkan hipotesis:1) Luaran penderita SIA berbeda menurut lokasi lesi dimana lesi pada lokasi dengan serabut saraf yang padat lebih buruk daripada lesi pada lokasi serabut saraf yang tidak padat, 2) Luaran penderita SIA berhubungan linier terbalik dengan volume lesi, dimana semakin besar volume lesi pada lokasi tertentu, semakin buruk luaran, 3) Setiap lokasi mempunyai cut off point volume lesi yang berbeda-beda untuk meramalkan luaran penderita SIA.
bervariasi yaitu antara 0.0 11.5 cc (rerata 7.41 cc) dan volume infark bervariasi antara 0.5-577.5 cc (rerata 78.81 cc). Analisis lokasi, volume infark dan luaran Untuk keperluan analisis lokasi, volume infark dan luaran penderita SIA, maka sampel yang memenuhi pengelompokan lokasi infark hanya 87 orang penderita. Variasi volume infark pada setiap lokasi infark berbeda. Infark pada lobus frontalis, parietalis dan temporalis lebih luas daripada di kapsula interna dan talamus. Volume infark yang paling luas dan variatif adalah lobus frontalis dan sebaliknya paling kecil di talamus (tabel 1). Luaran penderita SIA yang dinyatakan dengan nilai CNS hari-10, dimana paling rendah ditemukan pada penderita dengan infark pada lobus frontalis disusul kapsula interna dan talamus, sedangkan lesi pada lobus parietalis dan temporalis CNS penderita lebih baik (lebih tinggi). Hubungan antara volume infark dan CNS merupakan hubungan linier negatif, baik secara total maupun parsial untuk setiap lokasi infark. Penderita dengan infark di lobus temporalis mempunyai koefisien
HASIL PENELITIAN
Deskripsi variabel penelitian Diperoleh 100 orang penderita SIA yang berobat di RS Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, masing-masing 58 orang pria (58%) dan 42 orang wanita (42%). Penderita berumur antara 25-86 tahun dengan rerata (mean ) 59.2 tahun, onset masuk rumah sakit antara 1.5-164.0 jam dengan rerata 57.7 jam. Waktu pemeriksaan CT Scan kepala berkisar antara 7.0-160.0 jam dengan rerata 76.2 j am setelah serangan. Hasil pemeriksaan CNS hari ke-10 (luaran penderita SIA) sangat
Tabel 1. Volume lesi CNS menurut lokasi infark dan hubungan volume infark dengan CNS pada berbagai lokasi
Lokasi Lesi Lobus Parietalis Lobus Frontalis Lobus Temporalis Kapsula Interna Talamus
n 16 14 22 18 17
Volume Lesi (cc) Min-Maks Tertil-1 Tertil-2 Median 2.1 577.5 17.5 61.6 35.2 8.3 446.0 60.0 246.6 175.5 2.0 467.2 13.9 83.3 52.0 0.5 144.3 10.1 43.9 13.5 2.3 69.0 4.1 20.6 5.4
Mean (SD) Hari-10 8.5 (2.3) 8.2 (2.8) 5.8 (4.0) 6.8 (3.3) 7.4 (3.2) Total
Koef. cor (p) Hari-10 - 0.493 (0.053) - 0.755 (0.000) - 0. 657 (0.005) - 0.336 (0.172) - 0.549 (0.011) - 0.496 (0.000)
314
Muhammad Ilyas, et al. The role of computed tomography in predicting acute ischemic
korelasi paling besar (0.81 pada hari ke1 dan 0.76 pada hari ke-10), sedangkan pada lesi di kapsula interna mempunyai koefisien korelasi paling kecil dan tidak bermakna secara statistik. Hal ini menunjukkan bahwa CNS berhubungan terbalik dengan volume lesi. Semakin besar volume lesi, semakin rendah CNS. Kekuatan hubungan antara volume lesi dengan CNS berbeda bila lokasi lesi berbeda. Paling besar/kuat pada lobus temporalis; sementara pada lesi di kapsula interna walaupun juga berhubungan terbalik, tetapi hubungannya sangat kecil (tabel 1). Bila dilakukan analisis volume infark pada berbagai lokasi infark menurut luaran penderita yang dinilai dari CNS hari ke-10 berdasarkan kriteria Lalloux, yaitu baik bila CNS > 6.5 dan buruk bila CNS < 6.5 (tabel 2), maka volume infark pada penderita dengan luaran yang baik mempunyai nilainilai statistik volume infark yang berbeda berdasarkan lokasi infark. Juga nilai-nilai statistik volume infark yang berhubungan dengan kriteria luaran yang baik berbeda untuk masing-masing lokasi infark. Distribusi penderita menurut kriteria luaran pada masing-masing lokasi infark. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lebih banyak penderita dengan luaran yang baik, terutama pada lobus temporalis, disusul lobus parietalis. Infark di kapsula interna dan talamus masih lebih banyak ditemukan dengan luaran yang baik, sedangkan pada lobus frontalis luaran yang baik dan jelek sama. Luaran yang buruk pada penderita di lobus frontalis berhubungan dengan infark yang luas (median=266.5 cc) jauh lebih besar dari mereka dengan luaran yang baik (median=55.00 cc). Begitu pula infark di lokasi yang lain, luarannya ditentukan oleh luasnya volume infark.
Hasil analisis nilai prediksi pada masingmasing kemungkinan cut off point volume infark pada lobus parietalis menunjukkan bahwa nilai prediksi luaran yang baik mencapai 92.3% dan nilai prediksi luaran yang buruk mencapai 66.7% bila cut off point volume lesi sebesar 267.3 cc. Ini merupakan cut off point yang menghasilkan nilai prediksi yang paling tinggi, diantara yang lainnya (tabel 3). Dari table 3, hasil analisis nilai prediksi pada masing-masing kemungkinan cut off point volume lesi pada lobus temporalis menunj ukkan bahwa nilai prediksi luaran yang baik mencapai 93.3% dan nilai prediksi luaran yang buruk mencapai 57.1% bila cut off point volume lesi sebesar 103.9 cc. Ini merupakan cut off point yang menghasilkan nilai prediksi yang paling tinggi diantara yang lainnya. Hasil analisis nilai prediksi pada masingmasing kemungkinan cut off point volume lesi pada kapsula interna menunjukkan bahwa nilai prediksi luaran yang baik mencapai 100% dan nilai prediksi luaran yang buruk mencapai 45.5% bila cut off point volume lesi sebesar 12 cc. Ini merupakan cut off point yang menghasilkan nilai prediksi yang paling tinggi diantara yang lainnya. Hasil analisis nilai prediksi pada masingmasing kemungkinan cut off point volume lesi pada lobus frontalis menunjukkan bahwa nilai prediksi luaran yang baik mencapai 100% dan nilai prediksi luaran yang buruk mencapai 87.5% bila cut off point volume lesi sebesar 200 cc. Ini merupakan cut off point yang menghasilkan nilai prediksi yang paling tinggi, diantara yang lainnya.
315
The Indonesian Journal of Medical Science Volume 1 No.6 October 2009 p.309-321
Hasil analisis nilai prediksi pada masingmasing kemungkinan cut off point volume lesi pada talamus menunjukkan bahwa nilai prediksi luaran yang baik mencapai 92.9% dan nilai prediksi luaran
yang buruk mencapai 100% bila cut off point volume lesi sebesar 35 cc. Ini merupakan cut off point yang menghasilkan nilai prediksi yang paling tinggi diantara yang lainnya.
13 3 17 3 7 7 13 5 13 5
Tabel 3.
Nilai prediksi menurut cut off point volume lesi pada lobus parietalis, lobus temporalis dan lobus frontalis
VOLUME LESI (cc) 49.9 90.0 33.3 60.7 100 77.8 9.1 100 35.7 62.7 91.7 40.0 6.7 100.0 40.0 109.6 250.0 90.0 33.3 200 100 87.5 10.4 100 35.7 75.0 93.3 57.1 10.0 90.9 50.0 92.3 66.7 210 85.7 85.7 12.0 100.0 45.5 80.0 93.3 57.1 27.0 91.7 60.0 267.3 92.3 66.7 259.8 75.0 83.3 13.5 87.5 40.0 100.0 93.3 57.1 30.0 92.3 75.0 300.0 85.7 50.0 352.3 66.7 80.0 15.0 80.0 37.5 103.9 93.3 57.1 35.0 92.9 100.0 474.5 50.0 50.0 387.1 54.5 66.7 48.0 83.3 50.0 110.0 120.0 82.4 40.0 40.0 87.5 82.4 40.0 50.9 87.5
100.0 100.0
316
Muhammad Ilyas, et al. The role of computed tomography in predicting acute ischemic
PEMBAHASAN Dalam upaya untuk menurunkan angka kematian penderita strok, diagnosis perlu ditegakkan lebih dini, sehingga penatalaksaan penderita menjadi lebih tepat dan lebih baik. Dengan peranan teknologi pencitraan radiologi dibidang kedokteran serta manaj emen dan pengobatan dapat memberi hasil, dalam rangka menurunkan angka mortalitas dan kecacatan. W alaupun kematian adalah suatu hal yang tidak mungkin dihindari, upaya untuk menurunkan morbiditas, mortalitas dan beratnya kecacatan pasca strok harus memperoleh prioritas utama, mengingat bahwa strok adalah penyebab kematian terbesar ketiga di dunia, termasuk di Indonesia. Penelitian ini dimaksudkan menjadi salah satu bahan penelitian untuk mengungkap bagaimana peranan CT Scan kepala potongan aksial tanpa kontras terhadap penderita SIA dimana hasilnya diharapkan menj adi suatu sumbangan ilmu pengetahuan dalam memperbaiki penanganan penderita SIA. Berdasarkan anatomi dan fisiologi susunan saraf, setiap lokasi dan bagianbagian pada sistem susunan saraf pusat mempunyai sejumlah fungsi tertentu dan kepadatan serabut serta jalinan neuronneuron yang tertentu pula. Juga dilengkapi jalinan pembuluh darah pada setiap lokasi tersebut. Dengan demikian, bila infark terjadi di lokasi tertentu akan mempunyai dampak gangguan fungsi otak yang tertentu pula sesuai dengan fungsi dan kepadatan serabutnya. Luasnya daerah (lokasi) yang mengalami infark pada penderita SIA itu akan lebih banyak ditentukan oleh pembuluh darah yang mengalami gangguan (oklusi atau sumbatan); pangkal atau cabang, lumen (diameter) dan j alinan kolateral
di
lokasi
yang
Luaran penderita SIA ditentukan oleh deraj at gangguan fungsi otak yang mengalami infark tersebut. Hal ini akan banyak ditentukan oleh lokasi dan volume infark yang terjadi. Oleh karena itu, dengan mengetahui atau menentukan lokasi infark dan volume infark dapat diprediksi luaran penderita SIA. Dengan teknologi pencitraan (imaging) radiologi pada bidang kedokteran akan sangat membantu menegakkan diagnosis dan menentukan lokasi serta volume infark yang terjadi. Selanjutnya, bila dapat ditentukan cut off point volume infark yang digunakan untuk memprediksi luaran, maka tentunya peranan CT Scan kepala. semakin meningkat dan semakin akurat untuk memprediksi luaran penderita SIA. Untuk mengukur luaran penderita SIA, digunakan Canadian Neurological Scale (CNS) pada hari ke-10, yang pada prinsipnya mengukur fungsi mental dan fungsi dan respons motorik. Selama rentang waktu penelitian, ditemukan banyak penderita strok yang dirawat di RS Pendidikan di Makassar, tempat dimana pengambilan sampel dilaksanakan, akan tetapi yang memenuhi kriteria sampel penelitian hanya sebanyak 100 orang. Hambatan utama yang dihadapi peneliti adalah kesediaan penderita untuk menjadi subyek penelitian, sebagian lainnya tidak dapat melanj utkan perawatan dan berbagai kendala lainnya, baik teknis maupun non teknis. Untuk keperluan pengelompokan berdasarkan lokasi infark hanya 87 sampel yang dapat dianalisis, terdiri dari lokasi lobus frontalis, temporalis, parietalis, kapsula interna dan talamus. Lokasi infark
317
The Indonesian Journal of Medical Science Volume 1 No.6 October 2009 p.309-321
lainnya belum dapat dianalisis. Keterbatasan sampel ini merupakan salah satu keterbatasan dalam penelitian ini. Perlu ada peneltian lanj ut yang mencakup seluruh lokasi infark dengan ukuran sampel yang lebih besar. Akurasi prediksi berdasarkan cut off point volume infark pada gambaran CT Scan kepala akan menjadi lebih tinggi lagi bila ukuran sampel diperbesar dan cut off point pada setiap lokasi infark akan menjadi lebih tepat pula. Karakteristik sampel penelitian menunjukkan bahwa usia penderita berkisar antara 25-86 tahun dengan rerata 59.2 tahun, yang terdiri dari pria 58 orang danwanita 42 orang. Penderita yang berusia <40 tahun, ada sebanyak 6 orang, terdiri dari 2 orang pria berusia 25 tahun mengalami infark di kapsula interna, 2 orang perempuan berusia 31 tahun mengalami infark di lobus parietalis, dan 2 orang perempuan berusia 39 tahun mengalami infark atau kapsula interna. Enam orang penderita tersebut tidak mempunyai riwayat hipertensi, penyakit j antung, DM . Sedangkan mereka yang berumur > 40 umumnya disertai hipertensi, penyakit jantung atau DM. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Sridharan 5 bahwa strok iskemik yang mengakibatkan hilangnya atau terganggunya fungsi otak akibat terhentinya suplai darah ke bagian otak tertentu, dapat disebabkan oleh berberapa faktor risiko, antara lain: usia tua, jenis kelamin, peningkatan kadar kolesterol, hipertensi, DM, perokok, pemakai kontrasepsi, kegemukan, danriwayat penyakit jantung. Penderita yang berusia 25 tahun (2 orang yang ditemukan pada penelitian ini) yang mengalami infrak di kapsula interna mempunyai riwayat merokok, sedangkan
keempat perempuan tersebut diatas (yang berusia < 40 tahun) tidak diperoleh data, apakah perokok, pemakai kontrasepsi, dislipidemia atau obesitas. Onset masuk rumah sakit antara 1.5 160.0 jam. Sedangkan pemeriksaan CT Scan kepala juga bervariasi antara 7.0 164.0 j am setelah serangan. Ini menuj ukkan bahwa masih banyak penderita yang mengalami keterlambatan pemeriksaan CT Scan kepala, padahal diagnosis SIA sebaiknya ditegakkan lebih dini agar penatalaksaan yang tepat bagi penderita menjadi lebih cepat sehingga angka kematian atau kecacatan dapat diminimalkan. Menurut Lansberg 18, 6-8 jam setelah serangan sudah dapat terlihat lesi (infark) pada CT Scan kepala. Hasil Pemeriksaan CNS Menurut Goldestein (1997), CNS adalah suatu sistem skoring strok yang sahih dengan tingkat kepercayaan yang tinggi; dengan model matematika sederhana dapat diprediksi akibat jangka panjang segera setelah strok akut. Alasannya, bahwa walaupun banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan dan tingkat perbaikan setelah strok, tetapi satu variabel outcome yang penting adalah beratnya defisit neurologis awal. CNS difokuskan untuk menilai tingkat kesadaran, orientasi, bahasa, fungsi motorik,dan kelemahan fasialis (Hayes 1988); atau sebagaimana yang dikemukakan oleh Cote28 bahwa CNS didesain untuk memantau fungsi motorik dan mental penderita strok. Hasil pemeriksaan CNS pada hari ke-10 (luaran penderita SIA) bervariasi antara 0.0 11.5 dengan rerata 7.4 dan yang berkategori baik (CNS > 6.5) sebanyak 74 orang. Artinya, lebih banyak dengan luaran yang baik daripada yang buruk.
318
Muhammad Ilyas, et al. The role of computed tomography in predicting acute ischemic
Hal ini kemungkinan disebabkan karena penderita SIA yang menj adi sampel penelitian adalah penderita dengan infark hanya pada salah satu lokasi, penderita dengan lokasi lebih dari satu tidak dianalisis dalam penelitian ini. Korelasi volume infark dengan luaran penderita SIA Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa CNS berkorelasi linier negatif (p < 0.05) dengan CNS hari ke-10 (luaran SIA). Artinya, secara umum, semakin luas infark semakin rendah nilai CNS. Hal ini dapat dimengerti karena semakin luas infark, semakin luas daerah otak yang terganggu atau hilang fungsinya dan semakin rendah nilai CNS (fungsi mental dan motoriknya semakin rendah/ terganggu). Koefisien korelasinya berkisar antara 0.37 sampai 0.81, terendah di kapsula interna dan tertinggi di lobus temporalis, frontalis dan talamus. Kerusakan pada lobus temporalis berhubungan dengan terjadinya afasia, amnesia (gangguan memori), gangguan penghiduan. Semakin luas lokasi ini terkena, semakin sering terjadi gangguan tersebut dan gangguan ini sangat berhubungan dengan fungsi mental penderita. Begitu pula dengan kerusakan pada lobus frontalis yang berhubungan dengan gangguan tingkah laku (kurang kontrol, agresif), demensia, gerakan halus dan kurang lancar, gerakan yang tidak ritmis dan afasia. Sementara itu menurut Turner,23 talamus merupakan lokasi yang padat serabut, mempunyai fungsi otak yang rumit karena grup sel-sel saraf yang banyak dan masing-masing berbeda serta banyak hubungan aferen dan eferennya. Semua impuls yang mencapai korteks serebri harus melewati talamus supaya memasuki kesadaran
sehingga talamus dikenal sebagai pintu gerbang menuju kesadaran. Juga merupakan merupakan pusat kordinasi yang memainkan peranan penting dalam timbulnya gerakan efektif, ekspresif yang terjadi sebagai reaksi terhadap nyeri dan rangsangan emosional. Menurut Rousssy (1906) yang dikutip dari Duus,24 bahwa tanda-tanda dan gejala kerusakan di talamus antara lain: terj adinya astereognosis dan hemiataksia, gerakan koreoatetosis, hemiplegia ringan yang bersifat sementara tanpa kontraksi spastik, gangguan kontralateral dari rasa perifer dan gangguan yang lebih berat dari rasa dalam. Jadi juga lebih banyak berhubungan dengan fungsi mental penderita. Sedangkan kapsula interna, lebih banyak berhubungan dengan fungsi motorik dan dengan serabut yang padat. Volume infark pada berbagai lokasi Median volume infark pada lobus frontalis paling besar disusul lobus parietalis dan temporalis. Sedangkan median volume infark pada kapsula interna dan talamus jauh lebih kecil. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut; pembuluh darah yang mensuplai darah ke lobus frontalis (arteri serebri anterior) tidak mempunyai banyak kolateral. sehingga bila mengalami sumbatan, maka lokasi ini akan mengalami infark yang luas. Arteri tersebut merupakan cabang akhir yang kecil dari arteri karotis interna,25 sedangkan talamus bukanlah daerah yang luas sebagaimana luasnya lobus frontalis, parietalis, temporalis dan begitu pula kapsula interna. Stone mengatakan bahwa masing-masing lobus mempunyai struktur anatomis dan fungsi yang berbeda serta masingmasing ukuran atau luas tiap lobus berbeda pula. 26 Lobus frontalis mempunyai ukuran yang lebih besar disusul lobus parietalis, temporalis dan
319
The Indonesian Journal of Medical Science Volume 1 No.6 October 2009 p.309-321
lobus oksipitalis. Duus mengatakan bahwa talamus mengisi 4/5 bagian dari mesencephalon dibanding dengan kapsula interna, putamen dan nukleus kaudatus,24 sedang kepadatan serabutserabut saraf di daerah talamus, kapsula interna, putamen dan nukleus kaudatus lebih padat dibandingkan di daerah lobus frontal, lobus temporal dan lobus parietalis. CNS yang paling rendah ditemukan pada lobus frontalis kemudian kapsula interna dan talamus, sedangkan lesi pada lobus parietalis dan temporalis CNS penderita. Hal ini dapat dimengerti karena lobus frontalis pada penelitian ini mengalami infark yang lebih luas daripada yang ditemukan pada lokasi lainnya, sedangkan fungsinya sangat terkait dengan fungsi mental (termasuk berpikir dan berbicara) dan fungsi motoris (memulai dan mengatur gerakan motoris) sehingga nilai CNS-nya rendah. Lobus parietalis lebih banyak pada fungsi mental saja (bahasa dan belajar) dan temporalis juga ke arah fungsi mental saja (afasia, amnesia dan gangguan penghiduan). Bila infark terjadi di talamus maka dapat terjadi gangguan mental maupun motorik karena talamus merupakan pintu gerbang menuju kesadaran (mental) dan dilalui oleh serabut menuju dan dari korteks, baik
motoris maupun sensoris. Hal yang sama terjadi bila terjadi kerusakan di kapsula interna. Lokasi infark, cut off point volume infark, dan nilai prediksi luaran Cut off Point terbesar yang ditemukan pada penelitian ini adalah di lobus parietalis (267.3 cc), disusul secara berturut turut oleh lobus frontalis (200 cc), lobus temporalis (103.9 cc), talamus (35 cc) dan terkecil adalah kapsula interna (12 cc). Lobus parietalis dan lobus frontalis merupakan daerah yang lebih luas daripada temporalis maupun lobus oksipitalis. 26 Menurut Duus, talamus mengisi 4/5 bagian dari mesencefalon dibandingkan kapsula interna, putamen dan nukleus kaudatus. 24 Sementara itu, kepadatan serabut-serabut saraf di talamus. kapsula interna, putamen dan nukleus kaudatus lebih padat bila dibandingkan dengan lobus parietalis, frontalis dan temporalis. Dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa besar infark yang ditemukan dengan CT scan berhubungan erat dengan gejala klinik oleh karena itu penggunaan CT scan pada penderita strike sebaiknya dilakukan pada awal terj adinya stroke sehingga penatalaksanaan dapat segera dilaksanakan.
DAFTAR RUJUKAN
1. Adam RD, Victor M. Cerebrovascular disease. In: Principles of Neurology. 7th ed.New York: Mc Graw Hill Book Co. 2001: 821-925. Bryan RN. Role of the Radiologist in the Early Diagnosis of Stroke. In: ARRS Neuroradiology Categorical Cours e Syllabus. Presented at the 91st Annual Meeting American Roentgen Ray Society. Orlando, Florida: May 10-14. 1992: 137-44. 3. Miles KA. Physiological Brain Imaging in Acute Stroke. In: Neuroradiology ASDIR. Bali, 2001: 20-5. Grumme T, Kluge W, Kretzschmar K, Roesler A. Vascular Diseases. In: Cerebral and Spinal Computed Tomography. 3rd ed. Berlin: Blackwell. 1998: 94-7. Sridharan R. Acute ischemic s troke. Neurosurgery. Available at www.thamburaj.com.
4.
2.
5.
320
Muhammad Ilyas, et al. The role of computed tomography in predicting acute ischemic
6.
Rochester Medical Center University. Acute Stroke Treatment. Thrombolys is in Radiology. 2004. Available at www.urmc .roches ter.ed/ smd/Rad/ stroke.htm. MisbachY dkk. Buku Pedoman Standar Pelayanan Medis dan Standar Prosedur Operasional. Jakarta: PERDOSSI. 2006: 2-20. Aliah A. Disertasi: Analisis dinamika kadar interleukin-10 dan tumor necrosis factoralpha serum dan likuor serebrospinal terhadap derajat klinis pada penderita strok iskemik akut. 2005. Aliah A, Widjaja J. Faktor resiko strok pada beberapa rumah sakit di Makas sar (Januari-September 2000). Jurnal Medika Nusantara 2004; 25 (1): 1-6.
7.
17. Lam W W M, Leung TW H, Chu W CW, Yeung DTK, Wong LKS, Poon W S. Early computed tomography features in extensive middle cerebral artery territory infarct: Prediction of survival. Journal of Neurology, Neurosurgery and Psichiatry 2005; 76: 354-57. 18. Lansberg MG, Albers GW, Beaulieu C, Marks MP. Comparis on of diff us ionweighted MRI and CT in acute stroke. American Academy of Neurology 2000; 54:155761. 19. Suyono, Novi, Mulyani, Wahyu, Atiq. Stroke profile by brain CT-scan. The Journal of the Indonesian Medical Association 2003; 53 (4): 140-44. 20. Hes selink J R. Stroke and cerebral isc hemia.Available at www.ethesis.helsinki.iasc.org/tizard.html. 2004. 21. Marks MP, Holmgren EB. Evaluation of early computed tomographic findings in acute ischemic stroke. American Heart Association. 1999;1-9. 22. Khangure MS. Diagnosis of acute cerebral infarction. In: Neuroradiology and Head & Nec k Radiology: T he Impact of Neuroimaging and Intervention in 21st Century ASDIR, Bali, 2001: 41-5. 23. Sanders JA. Computed Tomography and Magnetic Resonance Imaging. In: Orison W W neuroimaging.W B Saunders Co. 2000; 1: 12-37. 24. Duus P. Diagnosis topik neurologi: anatomi, fisiologi, tanda, gejala; alih bahasa. Devy H. Ronardy: editor edisi bahasa Indonesia. Wita J. Suwono.Ed. 2. Jakarta: EGC,1996. 25. Sacc o RP, Tony D. Classification of is chemic stroke in s troke pathology, diagnos isand management. 4th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone, 2004; 4: 61-70. 26. Snell RS. Pembuluh Darah Otak dalam Neuroanatomi Klinik. Terjemahan RF. Maulani,Jakarta: EGC, 1987: 539-47.
8.
9.
10. Aliah A. Kapita Selekta Neurologi dalam Harsono. Edisi Kedua. Cetakan Kelima. Gajah Mada University Press, 2005. 11. Pantoni L, Sarti C, Inzitari D. Cytokines and c ell adhes ion molecules in cerebral ischemia. In: Arteriosclerosis, Thrombosis, and Vascular Biology 1998; 18:503-13. 12. Osborn, Blaser, Salzman. Acute ischemic stroke. In: Pocket radiologist-brain top 100 diagnos es. Toronto: W B. Saunders Company, 2002: 846. 13. Sitoh YY. Vascular imaging in stroke: CT angiography and MR angiography in stroke. In: Neuroradiology ASDIR, Bali, 2001: 269. 14. G rey ML, Allinani JM. Intracerebral hemoragik. In: CT & MRI pathology apocket atlas. 1s t ed. Toronto: Mc Graw-Hill Professional, 2003: 36-7. 15. Konig M, Klotz E, Heuser L. Diagnosis of cerebral infarction using perfusion CT: state of the art. Available atwww.health care.fysik_perfusion_iasc.org/pdf.url.2003. 16. Vallenstein E. Introductionstroke. Available at: www.healthcare.siemens.com/medroot/ en/news/electro/issues/pdf/neuro_2000_e/ 2.pdf
321