You are on page 1of 36

| Mengelola Faktor Produksi Untuk Pembangunan Ekonomi yang Inklusif |Kontribusi Tenaga Kerja Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi

| Melihat Pergerakan Harga Minyak Dunia Akibat Gejolak Politik Mesir | Pembangunan Daerah Perbatasan Indonesia | Tantangan Pemerataan Pembangunan Indonesia | Koordinasi Mendorong Pembangunan Infrastruktur Melalui Proyek Prioritas MP3EI

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian - Republik Indonesia KUR & UKM


Realisasi Penyaluran KUR Periode Juni 2013

27

MERAIH KESEIMBANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI YANG INKLUSIF 7

Mengelola Faktor Produksi Untuk Pembangunan Ekonomi Yang Inklusif | Pertumbuhan Minus Kesejahteraan | Kontribusi Tenaga Kerja Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi | Kondisi Pengelolaan TKI dan Aktivitas Ekonomi TKI Purna | Mampukah Balai Latihan Kerja Meningkatkan Produktivitas Tenaga Kerja?| Optimalisasi Penyerapan Tenaga Kerja Untuk Pertumbuhan Ekonomi Yang Berkualitas|

OPINI PAKAR 18 KEUANGAN BUMN 20

Tantangan Pemerataan Pembangunan Indonesia

Penajaman Regulasi Kredit Pemilikan Rumah: Untuk Mengurangi Aktivitas Spekulasi

FISKAL & REGULASI EKONOMI MP3EI 27

Peranan BUMN Dalam Ketahanan Pangan

21

Mengelola Utang Untuk Menghindari Debt Track Mendorong Pembangunan Infrastruktur Melalui 56 Proyek Prioritas MP3EI Mengkaji dan Menanggulangi Dampak Perdagangan Ketenagakerjaan
28

22

KOORDINASI KEBIJAKAN EKONOMI EKONOMI INTERNASIONAL EKONOMI DOMESTIK EKONOMI DAERAH 4 3

Kebijakan Stabilisasi Harga Pasca Kenaikan BBM dan Selama Bulan Ramadan Melihat Pergerakan Harga Minyak Dunia Akibat Gejolak Politik Mesir Tekanan Inflasi dan Depresiasi Nilai Tukar

KETENAGAKERJAAN

26

LAPORAN KEGIATAN

Pembangunan Daerah Perbatasan Indonesia (Gambaran daerah perbatasan perlu mendapat perhatian pemerintah)

KEK Sei Mangkei Siap Menjadi Simpul Ekonomi Dunia | Indonesia Menuju Komunitas Ekonomi Asean 2015 | Membangun Ekonomi Yang Inklusif - FGD UNAIR

Pembina : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Pengarah : Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Deputi Fiskal & Moneter Koordinator : Bobby Hamzar Rafinus Editor : Edi Prio Pambudi, Puji Gunawan Analis : Alexcius Winang, Alisa Fatimah, Dara Ayu Prastiwi, Fitria Faradila, Insani Sukandar, Masyitha Mutiara Ramadhan, Oktya Setya Pratidina, Ratih Kania, Riski Raisa Putra, Windy Pradipta Distribusi : Chandra Mercury Kontributor : Vivi Alatas, Vitri Nurmalasari, Erns Saptenno, Alvin Adisasmita, Predi Muliansyah, Alvian Syahfrizal, Adji Dharma, Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi, Komite Kebijakan KUR, Tim Koordinasi Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan Pokok.
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan diterbitkan dalam rangka meningkatkan pemahaman pimpinan daerah terhadap perkembangan indikator ekonomi makro dan APBN, sebagai salah satu Direktif Presiden pada retreat di Bogor, Agustus 2010

Bobby Hamzar Rafinus


Kesiagaan Indonesia menghadapi turbulensi ekonomi global yang belum reda nampaknya perlu ditingkatkan. Publikasi Bank Dunia berjudul Adjusting to Pressuresyang diterbitkan awal Juli 2013 mengingatkan hal tersebut. Perkembangan beberapa indikator makro yang diterbitkan awal Agustus 2013 menegaskan kondisi eksternal dan internal yang perlu diwaspadai. Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2013 melambat menjadi 5,8 persen (yoy), inflasi Juli melonjak 8,6 persen (yoy), dan defisit neraca perdagangan naik capai USD 0, 8 miliar pada Juni 2013. Perkembangan ekonomi Indonesia tersebut seakan melanjutkan rambatan perlambatan pertumbuhan ekonomi Asia yang diawali oleh India dan selanjutnya Cina pada awal tahun ini. Gejala tersebut ditengarai merupakan dampakdari pemulihan ekonomi yang lambat di Amerika Serikat dan krisis utang pemerintah yang masih berlangsung di Eropa. Kondisi ini memberikan sinyal perlunya Asia mengurangi ketergantungan pada ekonomi Amerika Serikat dan Eropa. Untuk itu Haruhiko Kuroda, saat ini Gubernur Bank Sentral Jepang, sewaktu masih menjabat Presiden Asian Development Bank menyarankan negara-negara Asia melakukan percepatan peningkatan peran sektor jasajasa agar momentum pertumbuhan ekonominya tetap berlanjut. Saran tersebut dilandasi pemikiran bahwa tahapan perkembangan kelompok negara maju saat ini akan diikuti oleh kelompok negara berkembang Asia. Peran sektor jasa-jasa pada negara-negara OECD sudah mencapai 75 persen, sementara Asia sekitar 48 persen. Era pertumbuhan ekonomi Asia yang tinggi selama ini ditopang oleh sektor manufaktur yang pada tahun 2010 kontribusinya telah melampaui OECD yaitu 41 persen dibanding 24 persen. Sektor jasa menurutnya memiliki potensi penciptaan lapangan kerja yang lebih besar dan

Editorial

inklusif karena banyak menyerap tenaga kerja wanita dibanding sektor manufaktur yang makin cenderung padat modal. Struktur produksi domestik Indonesia ditopang oleh sektor manufaktur sekitar 24 persen, pertanian dan pertambangan 26 persen, serta jasa-jasa 50 persen. Sementara jika dilihat dari struktur lapangan kerja, sektor manufaktur menyerap 13 persen, pertanian 35 persen, dan jasa-jasa 48 persen. Kedua struktur tersebut menunjukkan dominasi sektor jasa dalam perekonomian Indonesia. Peran domestik yang besar tersebut tidak dibarengi dengan peningkatan produktivitas dan efisiensi, sehingga daya saingnya rendah. Hal tersebut tercermin dari defisit neraca jasajasa dalam neraca pembayaran Indonesia yang cenderung membesar dengan semakin bebasnya arus pergerakan faktor-faktor produksi antar negara. Kondisi ini menegaskan bahwa penguatan sektor jasa menjadi semakin penting dengan akan dimulainya skema Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015. Separuh nilai tambah sektor jasa Indonesia masih bertumpu pada kegiatan konstruksi, perdagangan, restoran, dan hotel. Kegiatan ini didominasi oleh tenaga kerja informal dengan tuntutan keahlian yang relatif rendah. Untuk itu perlu terus didorong pengembangan ketrampilan di sektor ini dan peningkatan jumlah tenaga ahli di sektor pengangkutan dan komunikasi, serta keuangan - real estat dan jasa perusahaan. Kuroda menyarankan perlunya sinergi pengembangan sektor jasa-jasa dengan sektor manufaktur dengan didukung oleh kelangsungan penyediaan infrastruktur dan reformasi regulasi. Jika hal ini terjadi menurutnya momentum pertumbuhan ekonomi cepat di Asia akan berlanjut, inklusif, dan seimbang. Indonesia bisa.

Indikator Ekonomi

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Koordinasi Kebijakan Ekonomi

KEBIJAKAN STABILISASI HARGA PASCA KENAIKAN BBM DAN SELAMA BULAN RAMADHAN

D alam rangka menjaga daya beli masyarakat pasca kenaikan harga

Bahan Bakar Minyak (BBM) dan untuk mengendalikan inflasi khususnya di bulan Ramadhan, Pemerintah telah dan akan terus melakukan koordinasi dengan Gubernur Bank Indonesia. Melalui koordinasi ini, diharapkan inflasi tahun 2013 tidak melebihi target inflasi sebesar 7,2% dan momentum pertumbuhan ekonomi dapat terjaga dengan sasaran pertumbuhan sebesar 6,2%. Selain itu, daya beli masyarakat diharapkan dapat tetap terjaga mengingat konsumsi memiliki porsi yang cukup besar dalam pertumbuhan ekonomi. Harga komoditas memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap konsumsi masyarakat sehari-hari. Oleh karena itu, salah satu dari sejumlah permasalahan ekonomi yang dibahas di dalam Rapat Koordinasi Terbatas Bidang Perekonomian adalah Kebijakan Stabilisasi Pangan. Rapat ini dilaksanakan pada tanggal 17 Juli 2013 di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Dibandingkan dengan Minggu II Juli 2013, harga pangan pokok pada Minggu III Juli 2013 telah mulai menunjukan tren penurunan meskipun masih pada tingkat harga yang tinggi. Kenaikan harga terjadi pada sejumlah komoditas antara lain: bawang merah (18,77%), cabe rawit (11,55%), telur ayam (1,48%), daging ayam ras (0,24%), minyak goreng curah (0,70%) dan daging sapi (0,65%). Sedangkan beberapa komoditas pangan yang mengalami penurunan diantaranya adalah: ikan bandeng (0,34%), cabe merah (10,58%) dan ikan kembung (0,10%).

Untuk komoditas daging sapi, penurunan harga yang terjadi pada minggu III Juli 2013 dirasakan belum signifikan karena harapan pemerintah adalah harga daging sapi dapat menyentuh angka Rp75.000 s.d. Rp80.000 per kg. Untuk menekan harga ke level sasaran, pemerintah akan merealisasikan rencana impor tambahan dalam bentuk sapi siap potong melalui Peraturan Menteri Perdagangan dan Peraturan Menteri Pertanian. Kedua peraturan menteri tersebut diharapkan dapat segera ditetapkan pada tanggal 18 Juli 2013, hal ini dilakukan agar ijin impor dapat segera diterbitkan. Impor daging yang dilakukan oleh Perum BULOG belum semuanya terealisasi, baik yang dilaksanakan melalui Bandar Udara Soekarno Hatta maupun pelabuhan Tanjung Priok. Untuk itu, Perum BULOG akan melakukan percepatan pelaksanaan impor daging beku yang telah mulai tiba di Bandar Udara Soekarno Hatta sejak tanggal 16 Juli 2013 sampai dengan awal Agustus 2013. Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan akan mengkaji peraturan perundangundangan sebagai aturan pelaksanaan dari UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang memuat ketentuan mengenai pelaksanaan importasi daging sapi. Selain itu, pemerintah pun akan melakukan percepatan proses pemberian rekomendasi dan izin impor untuk impor daging jenis prime cut yang telah dibebaskan alokasi impornya untuk kebutuhan hotel, restoran dan katering serta memperlancar proses verifikasi oleh surveyor di pelabuhan muat. Selanjutnya, harga bawang merah

dan cabe rawit di beberapa kota besar sudah mengalami penurunan walaupun belum signifikan. Dalam waktu dekat impor bawang merah dan cabe akan masuk ke pasar dan diharapkan dapat menstabilkan harga. Pemerintah akan melakukan akselerasi impor bawang merah dan cabe mengingat waktu panen yang mundur karena anomali iklim dan adanya keterbatasan pasokan di negara asal impor, Cina, sehingga diperlukan penyesuaian ijin impornya untuk supplier negara lain. Terkait harga daging ayam, Kementerian Perdagangan telah bekerja sama dengan GPPU, PD. Pasar Jaya, ASPARINDO untuk menstabilkan harga daging ayam di DKI Jakarta. Selain itu, APSI telah melaksanakan Operasi Pasar (OP) untuk daging ayam dengan harga Rp28.000 per kg. Operasi Pasar tersebut turut melibatkan PT. Japfa Comfeed Indonesia, PT Charoen Pokphand Indonesia dan PT. Sierad Produce. Pemerintah akan terus melakukan pemantauan pasokan dan harga daging ayam di pasar tradisional selama bulan Ramadhan dan lebaran guna pelaksanaan OP lanjutan apabila harga daging ayam diatas batas kewajaran. Khusus untuk komoditas beras, harga beras sampai dengan Minggu III Juli 2013 menunjukan tren kenaikan. Pemerintah akan mengantisipasi kenaikan harga beras premium melalui mekanisme OP dengan tujuan untuk mencegah terjadinya inflasi.

Erns Saptenno

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

EKONOMI INTERNASIONAL

Pergerakan Harga Minyak Dunia Akibat Gejolak Politik Mesir

Selama bulan Juli 2013, harga komoditas dunia cenderung meningkat. Salah satu komoditas yang mengalami kenaikan harga paling tinggi adalah minyak mentah. Pada tanggal 5 Juli 2013, harga WTI Crude Oil berada pada level 103,63 US$/ barrel. Angka ini tercatat sebagai level tertinggi sejak Mei 2012. Bahkan harga minyak cenderung terus meningkat hingga mencapai level 108,47 pada 19 Juli 2013. Gejolak politik di Mesir selama bulan Juli 2013 ternyata memiliki pengaruh besar terhadap perekonomian dunia, khususnya terhadap pergerakan harga minyak. Aksi unjuk rasa di Mesir yang menuntut turunnya presiden Muhammad Mursi memicu pecahnya aksi kekerasan. Ketidakstabilan politik ini mendorong kekhawatiran para pedagang karena dapat mengganggu arus perdagangan minyak, khususnya yang melewati Terusan Suez. Mesir adalah negara non- OPEC yang menjadi produsen minyak terbesar di benua Afrika., Selain minyak, Mesir juga menjadi Negara penghasil gas alam terbesar kedua setelah Algeria. Selain itu, Mesir memainkan peran penting pada perdagangan energi di pasar internasional. Peran Terusan Suez

sangat vital karena menjadi rute transit strategis yang menghubungkan Teluk Persian ke Eropa dan Amerika Utara. Selain Terusan Suez, Mesir juga memiliki Suez Canal and Suez Mediterranean (SUMED) Pipeline. Jalur ini menjadi rute alternatif yang menghubungkan laut Mediterania dan Laut Merah saat kapal tidak bisa melalui Terusan Suez. Dengan memiliki jalur perdagangan internasional, Mesir memperoleh banyak kontribusi penerimaan. Terusan Suez menjadi jalur perdagangan minyak yang relatif penting, yakni sekitar 25% output minyak dunia. Barclays memprediksi bahwa Terusan Suez menjadi jalur perdagangan 800.000 barel minyak mentah dan 1,4 juta barel minyak olahan setiap harinya. Jumlah ini setara dengan 2 persen kebutuhan minyak dunia. Selain itu, Suez menjadi jalur utama pipa penghubung ke negara Eropa. Berdasarkan rilis laporan dari US Energy Information , secara umum produksi minyak dan gas di Mesir tidak terpengaruh meskipun beberapa perusahaan luar negeri menarik stafnya sebagai antisipasi dari ketidakpastian di Mesir. Pengiriman minyak dan gas dari Terusan Suez juga tetap terjaga dengan adanya pengamanan di Terusan Suez.

Ternyata, ketidakpastian ekonomi dan politik di Mesir bukan menjadi satu-satunya penyebab kenaikan harga minyak dunia. Menurut Departemen Energi Amerika Serikat produksi minyak mingguan mengalami penurunan hingga 10,3 juta barel pada awal Juli 2103. Hal ini merupakan penurunan tertinggi selama tiga belas tahun terakhir dan jumlah ini tiga kali lebih besar dibandingkan prediksi. Selain itu, naiknya harga minyak didorong oleh adanya kenaikan permintaan seiring dengan mulai beroperasinya kilang minyak di Indiana. Volatilitas harga minyak diperkirakan masih terus berlanjut. Gejolak ekonomi dan politik di Mesir masih menjadi pendorong utama kekhawatiran para pedagang. Pemerintah perlu memperhatikan pergerakan harga minyak mengingat hal ini terkait dengan kesehatan fiskal. Harga minyak yang terus merangkak naik dapat menggerus anggaran.

Masyitha Mutiara R

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

Ekonomi Domestik
Tekanan Inflasi dan Depresiasi Nilai Tukar

Kenaikan harga BBM bersubsidi mendorong tingginya tingkat inflasi pada bulan Juni 2013, khususnya komponen inflasi volatile food dan administered price. Inflasi volatile food tercatat 1,18% (mtm) dan 11,46% (yoy). Kenaikan harga BBM bersubsidi meningkatkan biaya transportasi pada distribusi komoditas pangan, sehingga harga pangan di konsumen akhir cenderung meningkat. Adapun faktor lainnya berasal dari pasokan yang relatif terbatas. Kenaikan harga BBM juga memicu inflasi administered price. Ditambah lagi dengan adanya penyesuaian tarif dasar listrik semakin menaikkan komponen inflasi ini. Dorongan dua hal di atas menyebabkan inflasi administered price naik 3,24% dari bulan sebelumnya (mtm) dan bahkan dari periode yang sama tahun lalu (yoy) naik 6,70%. Berbeda halnya dengan inflasi volatile food dan administered price yang cenderung tinggi, komponen inflasi inti relatif lebih stabil. Komponen inflasi ini tercatat 0,32% (mtm) dan 3,98% (yoy). Beberapa faktor utama yang mendorong stabilnya inflasi inti, antara lain permintaan domestik yang terjaga

seiring dengan respon sisi penawaran yang memadai dan harga komoditas internasional yang menurun. Tingkat inflasi umum pada bulan Juni 2013 tercatat 1,03% (mtm) dan 5,90% (yoy). Berdasarkan spasial, 65 dari 66 kota IHK mengalami inflasi. Kota Sibolga, Sumatera Utara mengalami inflasi tertinggi dibandingkan kota lain, yaitu sebesar 1,96% (mtm). Hanya terdapat satu kota yang mengalami deflasi yaitu Ambon, Maluku sebesar 0,15% (mtm). Berdasarkan golongan barang, kenaikan harga bahan makanan yang mencapai 10,70% (yoy) masih menjadi sumber kenaikan inflasi yang paling dominan pada bulan Juni. Bank Indonesia optimis menyatakan dampak kenaikan harga BBM bersubsidi hanya akan berlangsung selama tiga bulan mendatang dan puncak inflasi akan terjadi pada bulan Juli 2013. Kendati demikian, ekspektasi inflasi diperkirakan meningkat sehingga proyeksi ke depan akan mendorong kenaikan komponen inflasi inti. Ekspektasi inflasi tidak hanya terpicu oleh kenaikan harga BBM

bersubsidi, beberapa penyebab lain adalah kenaikan harga bahan baku, tarif dasar listrik dan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP). Secara bersama, Pemerintah dan Bank Indonesia terus menunjukkan koordinasi nyata mengendalikan inflasi melalui penguatan langkahlangkah mitigasi dampak lanjutan kenaikan BBM. Upaya mitigasi tersebut diharapkan dapat menekan inflasi ke dalam sasaran sebesar 4,5%1% pada tahun 2014. Sementara itu, Rupiah masih mengalami depresiasi terhadap Dollar AS. Berdasarkan data kurs tengah Bank Indonesia, rata-rata nilai Rupiah bulan Juni mencapai Rp 9.881 per Dollar AS, terdepresiasi sebesar 1,24% dibanding rata-rata bulan Mei sebesar Rp 9.7961 per dollar AS. Faktor eksternal maupun internal mempengaruhi pelemahan nilai tukar terhadap Dollar AS. Faktor eksternal terutama berasal dari penguatan Dollar AS karena indikasi perbaikan ekonomi AS dan pengurangan jumlah pembelian obligasi oleh The Fed. Penguatan Dollar AS menyebabkan pelemahan sejumlah nilai mata uang Asia, termasuk Indonesia. Selain itu,

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

perlambatan ekonomi China dan Eropa turut mendorong pelemahan pada Rupiah. Sentimen negatif dan ketidakpastian global mendorong peningkatan kekhawatiran atas perekonomian domestik dan menyebabkan koreksi kepemilikan aset non-residen pada instrumen keuangan. Pelepasan kepemilikan ini akan menyebabkan penurunan indeks saham sekaligus depresiasi Rupiah. Sementara itu, faktor internal juga berasal dari antisipasi kenaikan harga BBM bersubsidi dan kekhawatiran akan berlanjutnya

defisit neraca perdagangan seiring dengan penurunan ekspor. Lemahnya permintaan global dan penurunan harga komoditas dunia diperkirakan akan mengurangi ekspor Indonesia. Bank Indonesia memperkirakan nilai Rupiah akan terdepresiasi pada bulan mendatang. Kekhawatiran berlanjutnya defisit neraca perdagangan lebih lanjut akan mendorong defisit neraca pembayaran, sehingga pemintaan Dollar AS akan semakin meningkat dan nilai Rupiah akan kembali terdepresiasi. Oleh karena itu,

diharapkan Bank Indonesia lebih gencar melakukan stabilisasi nilai tukar agar kondisi nilai tukar Rupiah tetap terjaga.

Fitria Faradila

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

Ekonomi Daerah

Pembangunan Daerah Perbatasan Indonesia (Gambaran daerah perbatasan perlu mendapat perhatian pemerintah)
Menurut UU No.43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara disebutkan bahwa kawasan perbatasan adalah bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain dalam hal batas wilayah negara didarat, kawasan perbatasan berada di kecamatan. Dalam pengelolaan kawasan perbatasan pemerintah Kabupaten/Kota berwenang menjaga dan memelihara tanda batas, melakukan koordinasi dalam pembangunan di kawasan perbatasan diwilayahnya, serta melakukan pembangunan kawasan perbatasan antar pemerintah daerah. Ketimpangan yang terjadi diberbagai kawasan perbatasan Indonesia dengan negara tetangga terlihat sangat jelas sekali terutama daerah darat yang berbatasan dengan Malaysia. Sebaliknya terjadi dimana kehidupan di wilayah Indonesia lebih layak untuk daerah yang berbatasan dengan Papua Nugini dan Timor Leste. Faktanya, kebijakan pembangunan kurang memperhatikan kawasan perbatasan. Alokasi anggaran untuk pengelolaan daerah-daerah perbatasan masih minim serta kebijakan pembangunan lebih dipusatkan di ibukota kabupaten/Kota sehingga terjadi ketimpangan yang cukup besar antara perkotaan dan daerah perbatasan. Minimnya sarana dan prasarana seperti infrastruktur, jalan, transportasi, listrik, serta fasilitas pendidikan dan kesehatan merupakan gambaran nyata kehidupan kawasan perbatasan. Kondisi masyarakat umumnya miskin dan tinggal diwilayah yang terisolir serta sulit dijangkau. Mata pencahariannya berupa pertanian lahan kering yang sangat tergantung pada iklim. Permasalahan yang timbul terutama berkisar pada Sumber Daya Manusia, Infrastruktur, Kependudukan, serta kegiatan Perekonomian. Diwilayah yang berbatasan dengan Serawak, Malaysia seperti di daerah Kampung Mongkos, Kalimantan Barat, banyak keturunan orang Indonesia yang mempunyai KTP Malaysia, karena kehidupan di negara tetangga lebih makmur dan sangat menjanjikan. Namun sebaliknya di beberapa kecamatan yang berbatasan dengan negara Papua Nugini, banyak warga Papua Nugini yang tinggal di Indonesia, karena kehidupan di wilayah Indonesia dirasa lebih baik, begitu pula dengan daerah yang berbatasan dengan negara Timor Leste. Permasalahan infrastruktur yang merupakan akses utama penghubung dengan wilayah lainnya banyak yang mengalami masalah. Akses jalan setapak yang hanya tanah ataupun batu kerikil sangat menghambat kegiatan perekonomian, bahkan ada yang hanya bisa dilalui oleh sungai sebagai penghubung dengan kecamatan lainnya di wilayah Indonesia, sedangkan untuk mencapai negara tetangga bisa dengan mudahnya hanya dengan berjalan kaki saja, penduduk perbatasan dapat dengan mudah memasarkan hasil bumi dengan menjualnya kenegara tetangga. Tak dipungkiri, terjadi peredaran dua mata uang yang digunakan sebagai alat tukar dalam kegiatan ekonomi. Pemerintah Pusat, melalui Kementerian Perumahan Rakyat, melakukan upaya pembangunan perumahan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di kawasan perbatasan dalam upaya peningkatan rumah swadaya. Pada tahun 2012 pemerintah membangun rumah untuk warga eks Timtim khususnya dan daerah perbatasan umumnya di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Kementerian Komunikasi dan Informatika, dibuatkan program Desa Informasi sebagai sarana dalam menjaga keutuhan negara kesatuan,, kalau infrastruktur belum tersambung, minimal dari sisi informasi dapat diakses di kawasan perbatasan. Salah satu unsur pendukung desa informasi yaitu desa pintar (desa punya internet), radio komunikasi serta peberdayaan kimtas(kelompok informasi masyarakat perbatasan). Desa Informasi pada daerah perbatasan diharapkan dapat menjaga kesenjangan masyarakat diperbatasan karena mayoritas informasi yang terserap dari negara tetangga. Pada kawasan perbatasan seperti di Nunukan, Malinau serta Kutai Barat, pemerintah memperkuat kuota peredaran uang kartal sebagai alat transaksi masyarakat setempat, dikhawatirkan nantinya mata uang asing akan bercampur dengan rupiah. Permasalahan-permasalahan infrastruktur dasar, perekonomian, pendidikan, kependudukan, kesehatan, serta tenaga kerja yang terdapat dikawasan perbatasan secara bertahap dapat diselesaikan melalui koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan di kawasan perbatasan Indonesia.

Ratih Purbasari Kania

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

Mengelola Faktor Produksi Untuk Pembangunan yang Inklusif| Pertumbuhan Minus Kesejahteraan| Kontribusi Tenaga Kerja Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi| Kondisi Pengelolaan TKI dan Aktivitas Ekonomi TKI Purna| Mampukah Balai Latihan Kerja Meningkatkan Produktivitas Tenaga Kerja? | Optimalisasi Penyerapan Tenaga Kerja Untuk Pertumbuhan Ekonomi Yang Berkualitas|

Laporan Utama
Mengelola Faktor Produksi Untuk Pembangunan Ekonomi Yang Inklusif
Orientasi keberhasilan pembangunan ekonomi saat ini mulai beralih dari mengejar pertumbuhan PDB dan PDRB menjadi peningkatan kesejahteraan yang tercermin dalam indeks pembangunan manusia. Pertumbuhan pendapatan per kapita menjadi indikator penting, namun pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan masalah pemerataan pendapatan membuat indikator ini tidak cukup menjelaskan kondisi kesejahteraan. Hal ini tampak jelas ketika pendapatan perkapita Indonesia terus meningkat dalam lima tahun terakhir, namun dilain sisi indeks gini Indonesia juga meningkat. Untuk itu diperlukan pola pembangunan yang inklusif guna meningkatkan keseimbangan pembangunan dan tercapainya kesejahteraan rakyat. Bagaimana cara mengelola faktor produksi dalam pertumbuhan yang inklusif? Tenaga kerja memiliki peran yang sangat penting untuk mewujudkan kesejahteraan. Adanya kesempatan kerja yang lebih luas khususnya sektor formal, akan berdampak pada kepastian upah yang diterima para pekerja. Dengan demikian kemampuan rakyat untuk mengakses fasilitas kesehatan dan pendidikan akan meningkat. Namun, tidak semua daerah di Indonesia dapat dengan mudah memperoleh tenaga kerja yang berkualitas baik guna mendorong perekonomian mereka. Kualitas sumber daya manusia di beberapa daerah masih relatif rendah dibandingkan dengan daerah lain akibat keterbatasan sarana pendidikan dan latihan. Meskipun sarana tersebut tersedia tetapi tidak sebanding dan paralel dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Kenyataan lain, daerah memiliki tenaga kerja terampil tetapi enggan bekerja di sektor unggulan karena hanya memberikan upah yang rendah, seperti perbandingan bekerja di sektor pertanian dengan menjadi pekerja perkebunan di luar negeri sebagai TKI. Pengamatan kondisi faktor produksi di Jawa Timur bagian selatan menunjukkan adanya tarik-menarik tenaga kerja yang cukup kuat antara sektor-sektor unggulan seperti perkebunan, pertanian dan menjadi TKI. Sektor perkebunan tembakau di Jember yang berkualitas ekspor ke Jerman memerlukan tenaga kerja sekitar 19 ribu, perkebunan teh di Wonosari Malang juga memerlukan tenaga kerja cukup banyak. Tetapi jumlah TKI di Jawa Timur juga terus bertambah, sehingga potensi tenaga kerja untuk sektor unggulan dapat terkikis. Kedua sektor tersebut hampir mengalami zero growth untuk tenaga kerja, khususnya untuk para pemetik di perkebunan. Perkebunan teh yang ada harus mengimpor tenaga kerja dari luar daerah guna membantu proses pemetikan yang membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Generasi muda lebih memilih bekerja pada sektor jasa di kota daripada bekerja sebagai buruh di perkebunan. Meskipun bekerja di perkotaan lebih besar upahnya secara nominal daripada di pedesaan, namun biaya hidup di kota lebih besar. Akibatnya, secara riil upah kerja yang diterima relatif hampir sama. Untuk itu penetapan UMR perlu memperhatikan gejala tarik-menarik potensi tenaga kerja yang dapat menurunkan produksi sektor unggulan daerah berkualitas ekspor. Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah, baik yang dapat diperbarui maupun yang tidak dapat diperbarui. Namun sayangnya pengelolaan sumber daya alam belum optimal terbukti dari semakin besar impor BBM, ketebatasan sumber energi untuk pembangkit listrik dan nilai tambah ekspor mineral yang rendah. Teknologi pengelolaan SDA di daerah belum banyak melibatkan masyarakat lokal, sehingga tingkat kesejahteraan masyarakat di areal tambang masih memprihatinkan. Rendahnya tingkat penguasaan teknologi penduduk lokal daerah berdampak pada lebih banyaknya bahan mentah yang di ekspor dibandingkan dengan barang hasil produksi lokal. Produksi tembakau Jember dan produksi teh Wonosari adalah contoh dari produk lokal yang memiliki daya saing internasional. Cerutu yang dihasilkan dari tembakau Jember sangat laku dijual di pasar Eropa, akan tetapi cerutu tersebut di produksi oleh perusahaan dari Swiss yang membeli bahan baku dari PTPN X Jember. Kualitas teh hasil kebun di Wonosari tidak kalah bagusnya dengan teh produksi Kenya. Tetapi kedua bahan mentah tersebut tidak dijual dengan brand dari Indonesia, sehingga nilai jual yang berhasil didapatkan oleh perkebunan lokal pun tidak sebesar yang didapatkan pihak asing. Masih banyak lagi contoh hasil bumi Indonesia yang berkualitas internasional namun diolah dan dipasarkan oleh pihak asing,seperti hasil bumi kawasan Indonesia timur. Keterbatasan modal menjadi kendala bagi pembangunan ekonomi untuk membangun di beberapa daerah. Keterkaitan antara ketersediaan modal dan infrastruktur sangatlah erat. Dalam

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

penyediaan infrastruktur di sebuah daerah tentu dibutuhkan modal, sebaliknya dengan ketersediaan infrastruktur maka modal atau investasi akan masuk ke daerah tersebut. Dengan adanya pembangunan infrastruktur dan aliran modal masuk,maka akan tercipta perluasan kesempatan kerja yang mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah. Adanya ketimpangan pembangunan infrastruktur secara otomatis berpengaruh terhadap ketimpangan pertumbuhan ekonomi antardaerah. Perbedaan pertumbuhan tersebut berdampak pada perbedaan daya tarik ekonomi antar daerah, termasuk daya tarik desa-kota. Infrastruktur di kota yang lebih maju membuat masyarakat lebih memilih bekerja di kota daripada di desa. Akan tetapi lapangan pekerjaan yang tersedia di kota tidak mampu menampung seluruh pencari kerja , sehingga banyak pencari kerja bertahan hidup di kota sebagai pekerja informal.

Adanya perbedaan pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur tersebut berdampak pada masih rendahnya IPM Jawa Timur secara keseluruhan. Berdasarkan data perkembangan IPM Jawa Timur delapan tahun terakhir diketahui bahwa pertumbuhan IPM Jatim masih berada dibawah IPM Nasional. Selain IPM, nilai TPT Jawa Timur juga masih terbilang lebih buruk dibandingkan TPT Nasional. Cukup tingginya urbanisasi di Jawa Timur tidak diimbangi dengan tingginya kesempatan kerja di perkotaan, sehingga TPT wilayah kota di Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan wilayah kabupatennya. Ketatnya persaingan untuk mendapatkan pekerjaan di Jawa Timur membuat sebagian penduduk lokal memilih untuk menjadi tenaga kerja migran (TKI). Dari 50

Fenomena ketimpangan akibat ketidakmerataan infrastruktur tidak hanya terjadi antara desa-kota saja, namun juga antarwilayah baik sisi barat-timur atau utara-selatan. Misalnya infrastruktur Pulau Jawa bagian utara lebih baik dibandingkan di bagian selatan. Berdasarkan hasil pengamatan di Jawa Timur, waktu tempuh sisi utara lebih cepat dibandingkan sisi selatan. Pembangunan jalanPantura sudah terjadi sejak jaman kolonial, sehingga pesisir utara Jawa lebih maju dibandingkan pesisir selatan Jawa. Misalnya saja waktu tempuh Malang-Banyuwangi melalui jalur utara hanya tujuh jam, sedangkan melalui jalur selatan bisa sembilan jam. Selain itu, jarak tempuh Pacitan-Malang yang lebih dekat dibandingkan Malang-Banyuwangi membutuhkan waktu tempuh yang lebih lama akibat kondisi jalan yang buruk. Berdasarkan analisis FEB Universitas Brawijaya menunjukan bahwa empat dari sembilan kabupaten yang terletak di sisi selatan Jawa Timur menempati posisi 10 besar PDRB tertinggi dari 29 kabupaten yang ada, yaitu Kabupaten Malang, Kabupaten Jember, Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Tulungagung. Sedangkan lima lainnya belum menunjukan pertumbuhan ekonomi yang optimal, khususnya Ponorogo, Trenggalek dan Pacitan, bahkan Pacitan menempati urutan terbawah. Data poverty gap juga menunjukan bahwa Pacitan dan Trenggalek masih masuk kedalam 10 besar kabupaten/kota dengan nilai poverty gap tertinggi di Jawa Timur.

kantong TKI yang ada di Indonesia, 12 diantaranya terdapat di Jawa Timur yang sebagian besar berada di Jawa Timur bagian selatan. Minat tenaga kerja lokal Jawa Timur untuk bekerja sebagai TKI terbilang besar, sehingga wajar saja jika beberapa daerah disana mengalami kekurangan tenaga kerja. Cukup tingginya persyaratan keahlian tertentu yang diberikan oleh para perusahaan disana membuat tenaga kerja lokal memilih menjadi TKI karena dianggap membutuhkan kualifikasi yang lebih rendah. Menanggapi permasalahan tersebut, kebutuhan akan pemberian bekal pendidikan dan keterampilan pada penduduk usia produktif di Jawa Timur sangat besar. Dengan demikian penduduk setempat akan memiliki daya saing yang lebih kompetitif dalam pasar dunia kerja, sehingga tidak perlu lagi bekerja sebaga tenaga kerja migran. Ketersediaan tenaga kerja lokal yang berkualitas juga akan menguntungkan bagi pembangunan ekonomi daerah. Dilain sisi, dengan tingginya kualitas yang dimiliki para tenaga kerja tersebut maka mereka akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan dengan upah yang layak sehingga tingkat kesejahteraan mereka pun akan bertambah.

Dara Ayu Prastiwi

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli Mei 2013 2013

Pertumbuhan Minus Kesejahteraan


Pada hakekatnya pembangunan ekonomi bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat yang adil dan merata. Secara konseptual, konteks distribusi kesejahteraan (the distribution of wealth ) berbeda dengan konteks produksi kesejahteraan (the production of wealth ). Distribusi kesejahteraan berdasarkan pada dua opsi prinsip, yaitu pemerataan (equality) dan perbedaan (diversity) yang mengakui adanya ketidaksamaan (ineqaulity) meskipun tetap memperhatikan prinsip keadilan. Distribusi kesejahteraan dipengaruhi oleh keinginan (willingness) dan tata nilai kehidupan yang berlaku dalam masyarakat. Sementara produksi kesejahteraan sangat ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu tenaga kerja, sumber daya alam dan modal. Kedua konsep tersebut semestinya berkaitan erat dan saling mendukung dalam mengarahkan target pembangunan ekonomi di mana struktur tata kelola pemerintahan yang kuat dalam menyusun dan melaksanakan perencanaan pembangunan modern yang menghasilkan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Berbagai upaya perlu dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dengan investasi infrastruktur (kapital) dan sumber daya manusia (SDM). Perbaikan pada sistem dan tata kelola ketenagakerjaan menjadi faktor yang penting untuk mendorong pemerataan distribusi kesejahteraan. Secara statistik beberapa indikator ekonomi maupun indikator sosial Indonesia terus tumbuh dan memiliki tren positif. Namun, pencapaian ini masih belum cukup untuk membuat kita berpuas diri, bila melihat kondisi faktual di lapangan rasanya masih banyak catatan dan pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan. Distribusi yang mereta dari pertumbuhan ekonomi pada setiap level masyarakat dan perluasan kesempatan kerja setidaknya dua hal pokok yang perlu menjadi prioritas. Pertama, struktur perekonomian Jawa Timur dan Nasional sama-sama ditopang oleh sektor industri dan pertanian. Pada tahun 2012, sumbangan sektor industri dan pertanian untuk ekonomi Jatim masing-masing mencapai 27,11% dan 15,42%, hampir sama dengan porsi pada PDB nasional yang tercatat pada angka 23,94% dan 14,44%. Kedua, pertumbuhan sektor non-tradable yang cukup tinggi sementara pertumbuhan sektor pertanian dan industri berada dibawah pertumbuhan rata-rata-rata. Hal ini akan menimbulkan masalah ketidak seimbangan sektoral. Dari sisi investasi, realisasi investasi di Jawa Timur pada tahun 2012 mencapai Rp 53,86 T dengan total proyek sebanyak 477 buah. Tiga daerah yang mendapatkan investasi tertinggi adalah Kab. Pasuruan (Rp 9,7 T), Kab. Probolinggo (Rp 7,61 T) dan Kab. Gresik (Rp 7,40 T). Setali tiga uang dengan kondisi nasional, beberapa tahun terakhir sektor industri Jatim terus mengalami peningkatan bersamaan dengan itu sektor pertanian mengalami penyusutan produksi. Faktor pertumbuhan jumlah penduduk dan realokasi lahan pertanian menjadi pasar dan pusat produksi industri menjadi faktor pemicu menurunnya sumbangan pertanian dalam perekonomian Jawa Timur.
Indikator sosial

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan rata-rata pendapatan Jatim masih di bawah rata-rata nasional. Indeks pembangunan manusia menunjukan kualitas hidup dan pendapatan rata-rata menunjukan daya beli masyarakat. Kabupaten Kediri menjadi Kabupaten dengan rata-rata pendapatan tertinggi di Jawa Timur yakni 80-90 juta/ tahun. Tingginya pendapatan di Kediri karena adanya perusahaan Gudang Garam. Selain Kediri, Surabaya sebagai pusat industri memiliki rata-rata pendapatan yang tinggi, yakni 65 juta/tahun. Dilihat dari porsi PDB per koridor Jawa Timur, daerah tengah yang terdiri dari Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Malang, Mojokerto, Blitar menyumbang 52,73% terhadap PDB Jatim. Sedangkan kontribusi ekonomi daerah timur sangat rendah. Proporsi tenaga kerja informal masih mendominasi

Indikator ekonomi

Sebagai sampel, pada tahun 2012, perekonomian Jawa Timur mampu tumbuh sebesar 7,27%, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang tercatat pada angka 6,23%. Struktur ekonomi Jawa Timur memiliki kemiripan struktur ekonomi Nasional.

10

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

struktur tenaga kerja di Jawa Timur. Per tahun 2012 saja 66,22% tenaga kerja di Jatim tergolong pekerja informal. Sementara itu, tingkat penganggurannya berada dibawah tingkat pengangguran nasional. Pada Agustus 2011, Tingkat Pengangguran Terbuka di Jatim sebesar 4,16%. Dalam kaitannya dengan tenaga kerja, Pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja dan Balai Latihan Kerja harus mampu beradaptasi untuk menyiapkan tenaga kerja mengiringi pertumbuhan sektor industri. Kondisi ini merupakan tantangan bagi Provinsi Jatim mengingat berdasarkan temuan tim tinjauan lapangan melihat bahwa masih minimnya perhatian pemerintah lokal dalam upaya penyiapan tenaga kerja terampil. Sebagian besar kabupaten yang dijadikan sampel menunjukkan bahwa dinas tenaga kerja masih menggunakan pendekatan konvensional dalam pelaksanaan programnya bahkan beberapa dinas hanya berfungsi sebagai lembaga administrasi, pencataan dan pendataan tenaga kerja. Lebih jauh melihat Balai Latihan Kerja yang semestinya menjadi pabrikan tenaga kerja terampil terkendala dengan minimnya peralatan dan kapasitas tenaga pengajar (instruktur). Hal lain yang patut menjadi perhatian adalah mengenai tingginya ketimpangan pertumbuhan ekonomi antar Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Sulit disangkal hal ini terjadi karena potensi lokal yang memang jauh berbeda. Tranformasi ekonomi Jatim dari Pertanian ke Industri hendaknya harus diiringi dengan kemampuan pemerintah untuk menjembatani agar terjadi pertumbuhan yang inklusif dan merata pada setiap kabupaten/kota. Pemerintah Provinsi hendaknya mampu menyiapkan program inisiatif untuk mendorong percepatan pembangunan daerah yang masih tertinggal.

Selama ini pertumbuhan ekonomi Jatim sudah baik bahkan di atas rata-rata nasional namun hal ini belum tercermin dalam indeks pembangunan manusia. Karena

salah satu bobot yang dihitung dalam penilaian indeks pembangunan manusia adalah pendapatan perkapita, angka melek huruf dan tingkat usia harapan hidup. Beberapa hal yang perlu dilakukan di Jatim untuk mendorong kesesuaian dua indikator ini di masa depan adalah: (1) Mengoptimalkan Komposisi usia penduduk ideal (lebih banyak usia produktif) dengan pembekalan melalui pendidikan dan keterampilan yang memadai. (2) Upaya mendorong pemerataan dengan penyebaran pembangunan ke berbagai wilayah, khususnya dengan penciptaan industri pengolahan komoditas primer. Komoditas primer tidak boleh keluar daerah sebelum diolah terlebih dulu. (3) Penciptaan titik-titik sentra baru industri, perdagangan, dan jasa/wisata; termasuk penataan pendidikan, keuangan, dan infrastruktur (jalan, irigasi, pelabuhan, listrik) (4) Memberikan prioritas kepada pelaku ekonomi domestik/lokal ketimbang PMA dalam kegiatan investasi.

Riski Raisa Putra

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

11

Kontribusi Tenaga Kerja dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi

Menurut konsep pertumbuhan ekonomi, tenaga kerja dan kapital merupakan faktor utama pendorong pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi akan berjalan optimal apabila jumlah kapital yang masuk diiringi oleh tenaga kerja yang menggerakkan kapital tersebut. Oleh karena itu, kontribusi tenaga kerja dirasakan sangat besar dalam mendorong pertumbuhan. Pulau Jawa memberikan kontribusi tertinggi yaitu 57,63% terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2012. Selain itu, jumlah tenaga kerja di pulau Jawa pun merupakan yang terbesar yaitu 58,52% terhadap total tenaga kerja di Indonesia. Tenaga kerja Provinsi Jawa Timur mencapai 19,1 juta jiwa, terbanyak dibandingkan Provinsi lain di Pulau Jawa. Adapun pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur sebesar 7,27%, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 6,23%. Selain itu, indikator ketenagakerjaan lainnya yaitu Tingkat pengangguran Terbuka (TPT) juga menunjukkan sinyal positif. Pada tahun 2012, TPT Jawa Timur tercatat 4,12%, jauh dibawah target sebesar 5,60%-5,80%. Capaian ini didapatkan melalui program perluasan dan penempatan tenaga kerja oleh Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan kependudukan (Disnakertransduk). Adapun kebijakan-kebijakan yang dilakukan dalam mendukung program ini adalah: (i) mengoptimalkan program penempatan Antar Kerja Lokal (AKL), Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) dan Antar Kerja Antar Negara (AKAN); (ii) mengembangkan jejaring informasi pasar kerja; (iii) mengembangkan fungsi lembaga layanan bursa kerja; (iv) meningkatkan profesionalisme tenaga fungsional pengantar kerja; dan (v) meningkatkan budaya kewirausahaan, pembinaan padat karya produktif dan pengenalan Teknologi Tepat Guna (TTG). Selain mengembangkan program perluasan dan penempatan tenaga kerja, Disnakertransduk Jawa Timur pun kerap mendorong program peningkatan kualitas

dan produktivitas tenaga kerja. Kebijakan program ini meliputi: (i) Optimalisasi pelatihan serta perbaikan kurikulum pelatihan, (ii) pengembangan BLK bertaraf internasional, (iii) pengembangan standar kompetensi tenaga kerja dan sistem sertifikasi kompetensi tenaga kerja; (iv) peningkatan kualitas dan optimilisasi fungsi lembaga-lembaga pelatihan kerja; dan (v) peningkatan profesionalisme tenaga pelatihan dan instruktur pelatihan kerja. Khusus untuk pengembangan potensi TKI, Disnakertransduk Jawa Timur telah menyediakan 57 Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLK-LN) dimana salah satu pelatihannya adalah pelatihan bahasa, seperti bahasa Kantonis, Mandarin, Melayu dan Inggris. Adapun sekitar 73,37% dari total TKI Jawa Timur masih berada pada sektor jasa kemasyarakatan sosial dan perseorangan. Disnakertransduk mengupayakan agar TKI tidak ditempatkan dalam status Pembantu Rumah Tangga (PRT) dengan memberikan pelatihan yang jelas untuk status juru masak, housekeeping, baby sitter dan adult sitter. Berdasarkan Kabupaten/Kota asal, TKI Jawa Timur sebagian berasal dari Kabupaten Malang, Blitar dan Ponorogo. Faktor kesenjangan upah antara bekerja di dalam dan luar negeri masih menjadi faktor utama yang melatarbelakangi TKI untuk bekerja di luar negeri. Walaupun potensi TKI di Jawa Timur cenderung besar, namun Disnakertransduk Jawa Timur hingga saat ini kerap melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk bekerja di dalam negeri dan memanfaatkan potensi yang ada. Bagian selatan Jawa Timur cenderung lebih tertinggal dibandingkan dengan bagian utara, padahal bagian selatan mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan dan dapat menyerap tenaga kerja yang tinggi. Bahkan produk hasil alam yang berasal dari Jawa Timur bagian selatan telah masuk ke pasar internasional dan mempunyai kualitas yang tinggi.

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

12

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

Sebaliknya, tiga kabupaten penyumbang TKI terbesar merupakan bagian selatan Jawa Timur. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa banyaknya tenaga kerja yang terserap di luar negeri menyebabkan tidak termanfaatkannya potensi yang ada di bagian selatan Jawa Timur. Salah satu contoh Wonosari, kabupaten ini merupakan salah satu produsen teh terbesar di dunia dan mempunyai kualitas yang tinggi, namun PTPN XII selaku pemilik perkebunan teh kerap menghadapi berbagai kendala, salah satunya adalah kelangkaan tenaga pemetik teh. Kendala ini pada akhirnya memaksa mereka untuk menarik tenaga kerja dari luar Wonosari bahkan luar Jawa Timur. Contoh lain Pacitan, kabupaten ini memiliki sektor perikanan yang unggul, bahkan hasil perikanan Pacitan telah di ekspor ke Asia Timur, seperti Taiwan, Jepang dan Korea. Salah satu produsen terbesar ikan tangkap di Pacitan, UD Putra Samudra, menyatakan bahwa 80% dari nelayan yang bekerja berasal dari luar Jawa Timur, yaitu Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah. Kelangkaan tenaga kerja dan rendahnya keterampilan tenaga kerja Pacitan di bidang perikanan menyebabkan penyerapan tenaga kerja di sektor ini cenderung rendah. Kedua contoh di atas memberikan kesimpulan bahwa pemanfaatan potensi bagian selatan Jawa Timur

cenderung kurang maksimal karena kurangnya tenaga kerja dan keterampilan tenaga kerja di sektor unggulan. Oleh karena itu, pelatihan tenaga kerja di bagian selatan Jawa Timur harus disesuaikan dengan potensi daerah tersebut, sehingga tercapai penyerapan tenaga kerja yang optimal dan pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang lebih tinggi. Secara umum, kebijakan pengembangan tenaga kerja harus sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh daerah. Hal ini dilakukan agar potensi daerah dapat termanfaatkan dengan baik, sehingga kedepannya akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Fitria Faradila

Kondisi Pengelolaan TKI dan Aktivitas Ekonomi TKI Purna


Permasalahan ketenagakerjaan yang terjadi di Indonesia masih tergolong tinggi seperti (i) terbatasnya kesempatan kerja, (ii) rendahnya kualitas tenaga kerja, (iii) pengangguran yang turun melambat, (iv) perputaran arus barang dan jasa secara global. Rendahnya kualitas tenaga kerja dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat pendidikan SDM kita. Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada Agustus 2012 tercatat 68% pekerja memiliki kualifikasi pendidikan rendah ( SD dan SMP). Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu kebijakan yang cukup strategis untuk meningkatkan produktivitas kerja dan mengatasi pengangguran. Dengan adanya kegiatan tersebut diharapkan akan mampu melahirkan tenaga kerja terdidik yang berkualitas baik dari segi pengusaan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Sebagian besar pekerja yang bekerja pada sektor strategis memiliki tingkat pendidikan yang rendah, yaitu jenjang SD ke bawah. Kondisi tersebut mempersempit kesempatan kerja mereka. Dibukanya hubungan kerja di luar negeri, memberikan peluang bagi para TKI untuk memiliki kehidupan yang lebih baik dan sejahtera. Jumlah penempatan TKI ke luar negeri terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sentra TKI di Jawa Timur khususnya Kabupaten Malang, Kabupaten Blitar dan Kabupaten Ponorogo merupakan daerah yang tergolong

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

13

memiliki pengiriman TKI terbanyak ke luar negeri. Pada tahun 2012 jumlah pengiriman dari masingmasing daerah tersebut adalah 8.610 orang, 7.525 orang dan 7.282 orang. Tingginya jumlah pengiriman TKI dari daerah tersebut ternyata juga diikuti oleh tingginya kasus pengiriman TKI. Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Timur diketahui bahwa per Mei 2013 jumlah kasus pada Kabupaten Malang sebanyak 27 kasus, Kabupaten Blitar sebanyak 42 kasus dan Kabupaten Ponorogo sebanyak 23 kasus. Bekerja di luar negeri memiliki keuntungan, risiko dan juga tantangan. Faktor pendorong yang menjadi daya tarik untuk menjadi TKI di luar negeri selain pendapatan yang lebih besar adalah mereka dapat bekerja walaupun memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Melihat minimnya pendidikan yang dimiliki oleh para TKI, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi dan Kabupaten memiliki program untuk pengembangan potensi dan kemampuan para TKI sebelum keberangkatan ke negara

penempatan. Program tersebut dijalankan oleh Balai Latihan Kerja (BLK) dimana para TKI akan dilatih sesuai dengan pasar kerja di negara penempatan. Pelatihan yang didapat para TKI antara lain pelatihan bahasa, tata kelola rumah tangga, perawatan. Selanjutnya, setelah menyelesaikan pelatihan tersebut, para calon TKI akan diberikan sertifikasi pelatihan yang akan menambah daya beli ketika ditempatkan di negara penempatan. Untuk menjaga ketertiban selama pelatihan, BNP2TKI telah menyiapkan CCTV dan finger print agar peserta latih dapat dimonitor sesuai jam latih yang telah ditentukan oleh pusat. Keberangkatan para TKI keluar negeri dengan kontrak selama 2 tahun, diharapkan dapat memiliki usaha mandiri dengan hasil kerja selama diluar negeri. Jika membutuhkan pembiayaan untuk usaha, perbankan akan memberikan modal tambahan untuk para TKI Purna. Walaupun minat para TKI Purna untuk memiliki usaha tergolong tinggi, namun kemampuan mereka untuk mengelola keuangan pribadi

maupun usaha masih kurang. Bank Indonesia bekerja sama dengan ILO untuk membantu para TKI, keluarga TKI dan purna TKI dalam hal pengelolaan keuangan. Hasil pelatihan tersebut bisa dikatakan berhasil, karena sebagian besar dari TKI purna telah sukses. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang mendirikan BLK/tempat pelatihan untuk para calon TKI lainnya. Pemerintah diharapkan terus memberikan insentif bagi para TKI dalam hal pelatihan untuk meningkatkan kompetensi serta kualitas para calon TKI. Mengingat tahun 2015 ditargetkan Indonesia tidak lagi mengirimkan TKI ke luar negeri, melainkan mereka bisa bekerja di negara mereka sendiri. Masih banyak lapangan pekerjaan dalam negeri yang membutuhkan tenaga kerja lokal. Dengan adanya komitmen yang kuat untuk meningkatkan kualitas para pencari kerja, maka target tersebut akan bisa tercapai.

Windy Pradipta

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013 14

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

Mampukah Balai Latihan Kerja Meningkatkan Produktivitas Tenaga Kerja?


Masuknya investasi merupakan momentum bagi tersedianya lapangan kerja. Pentingnya kualitas sumber daya manusia menjadi sangat diperlukan agar tenaga kerja lokal mampu terserap oleh lapangan kerja yang tercipta. Tahun 2012 merupakan tahun cemerlang bagi peningkatan investasi di Indonesia. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi PMA dan PMDN selama tahun 2012 (Januari-Desember) mencapai Rp313,2 triliun, tumbuh sebesar 24,6 persen dibanding realisasi investasi tahun 2011 sebesar Rp251,3 triliun. Indonesia pun mampu mencapai pertumbuhan ekonomi tahun 2012 sebesar 6,23 persen dengan tingkat pengangguran sebesar 6,14 persen. Berbagai program telah dilakukan untuk menurunkan tingkat pengangguran, salah satunya melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja. Balai Latihan Kerja (BLK) merupakan salah satu tempat untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga kerja. Tugas pokok BLK adalah melaksanakan sebagian tugas Dinas Tenaga Kerja dalam pelatihan keterampilan, pengetahuan dan ketatausahaan serta pelayanan masyarakat. Dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, pelaksanaan pelatihan BLK dilakukan berdasarkan Trilogi Pelatihan, yaitu: (1) Latihan kerja harus sesuai dengan kebutuhan pasar kerja/kesempatan kerja; (2) Latihan kerja harus senantiasa mengikuti perkembangan dan kemajuan iptek; (3) Latihan kerja merupakan kegiatan yang bersifat terpadu, baik dalam pengertian proses (kaitan antara latihan, pendidikan dan pengembangan) maupun implementasinya (keterpaduan antara Disnaker dan stakeholder terkait). Mampukah BLK meningkatkan produktivitas tenaga kerja? Secara umum, BLK memiliki 7 program kejuruan, yaitu (1) Kejuruan Teknologi Mekanik; (2) Kejuruan Otomotif; (3) Kejuruan Listrik; (4) Kejuruan Bangunan; (5) Kejuruan Tata Niaga, dengan subkejuruan : Perhotelan, Sekretaris, Komputer, Administrasi Perkantoran, Bahasa Inggris, Bahasa Korea, Tata Boga; (6) Aneka Kejuruan, dengan subkejuruan : Menjahit, Bordir/Menyulam, Anyaman, Ukir Kayu, Tata Rias/Salon Kecantikan; (7) Kejuruan Pertanian Sesuai dengan Trilogi Pelatihan, yaitu Latihan kerja harus sesuai dengan kebutuhan pasar kerja/kesempatan kerja, maka setiap BLK memiliki program kejuruan yang telah disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja didaerah masing-masing-masing. Seperti BLK yang berada di Singosari, Tulungagung, Pacitan dan Jember. BLK Singosari merupakan BLK tertua di Jawa Timur. BLK ini telah berdiri sejak tahun 1950-an. BLK Singosari memiliki enam program kejuruan yang ditawarkan, yaitu otomotif, teknologi mekanik, listrik, bangunan, tata niaga dan aneka kejuruan lainnya seperti menjahit, border, rias kecantikan, dan lainlain. BLK Tulungagung telah berdiri sejak tahun 1980. BLK Tulungagung memiliki 2 program pelatihan, yaitu program reguler dan program pengembangan. Program regular, terdiri dari 7 kejuruan, yaitu Otomotif, Tata Niaga, Listrik, Bangunan, Pertanian, Aneka Kejuruan, dan Teknologi Mekanik. Program pengembangan, terdiri dari CSR (Corporate Social Responsibility), PTC (Product Training Center), TUK (Tempat Uji Kompetensi) dan Entrepreuner (Wirausaha). Kejuruan yang paling diminati pada program regular, yaitu Tata Niaga. Kejuruan yang paling diminati pada program pengembangan, yaitu Wirausaha. Pelatihan diadakan di BLK Tulungagung. Untuk kejurusan pertanian, BLK menyediakan fasilitas Mobile Training Center yang masuk ke desa-desa. BLK Pelatihan Kerja Pacitan baru berdiri sejak tahun 2011. Saat ini telah mempunyai tujuh program kejuruan, antara lain otomotif, pemahat kayu (mebel), tekno mekanik, teknologi tepat guna, teknologi pendingin, instalasi listrik dan komputer. Dari 7 program kejuruan, hanya 3 program yang secara aktif dilakukan. Hal ini karena masih terkendalanya beberapa fasilitas, baik infrastruktur, tenaga pengajar dan kurikulum. BLK Jember memiliki 7 jenis kejuruan, yaitu Otomotif, Listrik, Bangunan, Teknologi Mekanik, Aneka Kejuruan, Tata Niaga dan Pertanian. BLK Jember telah melakukan kerjasama dengan perusahaan swasta untuk membantu penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan data

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

15

penempatan hingga tahun 2013 tercatat 643 orang (65% yang terpantau) yang telah ditempatkan. Secara umum, BLK yang berada di Singosari, Tulungagung, Pacitan dan Jember memiliki kendala yang sama. Pertama, BLK tersebut sebagian besar masih menggunakan mesin atau peralatan yang berumur lama. Pembaharuan mesin atau peralatan sesuai dengan kebutuhan masa kini perlu dilakukan, agar para peserta didik memiliki link and match ilmu pelatihan yang didapatkan dengan kebutuhan masa kini. Lulusan BLK yang dibekali dengan keahlian teknologi terkini dapat bersaing dengan tenaga kerja lainnya, baik dalam maupun luar negeri. Kedua, sebagian besar tenaga pengajar BLK di Singosari, Tulungagung, Pacitan dan Jember akan memasuki masa pensiun. Tenaga pengajar muda diperlukan untuk regenerasi dan transfer teknologi. Tidak semua kota memiliki BLK. Contohnya, Banyuwangi dan Blitar. Kedua kota tersebut memiliki

beberapa persamaan kondisi. Pertama, Banyuwangi dan Blitar belum memiliki BLK. Kedua, Banyuwangi dan Blitar merupakan kantong TKI (Tenaga Kerja Indonesia), meskipun kedua kota tersebut memiliki potensi ekonomi yang cukup baik. Tingginya investasi dikedua kota tersebut, tidak dibarengi dengan penyerapan tenaga kerja. Kebutuhan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh para investor di Banyuwangi dan Blitar tidak mampu dipenuhi oleh penduduk lokal. Hal ini disebabkan kurangnya keahlian penduduk lokal yang memenuhi syarat dari para investor tersebut. Sehingga penduduk lokal lebih memilih bekerja sebagai TKI ke luar negeri. Alasan lain keberangkatan mereka sebagai TKI yaitu selisih gaji yang cukup besar antara bekerja di Banyuwangi dan bekerja di luar negeri. Dalam rangka meningkatkan keahlian penduduk lokal, Dinas Tenaga Kerja mengajukan pembangunan BLK berstandar internasional di Banyuwangi dan Blitar. Ketiadaan BLK di Banyuwangi

dan Blitar selama ini merupakan salah satu alasan kurangnya keahlian penduduk lokal. Dengan keberadaan BLK di Banyuwangi dan Blitar, diharapkan mampu meningkatkan keahlian penduduk lokal. Meningkatnya skilled penduduk lokal diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat setempat. Sehingga keseimbangan pembangunan ekonomi yang inklusif mampu tercapai.

Oktya Setya Pratidina

16

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

Optimalisasi Penyerapan Tenaga Kerja Untuk Pertumbuhan Ekonomi Yang Berkualitas


Pengangguran dan kemiskinan masih menjadi masalah utama yang menjadi fokus pemerintah. Jika dirunut ke akarnya, pengangguran dan kemiskinan sangat erat kaitannya dengan kompetensi tenaga kerja. Tenaga kerja yang berkompeten tentu akan lebih mudah diserap pasar, dan secara berkesinambungan dapat menurunkan angka kemiskinan. Berdasarkan data BPS tahun 2012, jumlah penduduk Indonesia mencapai 237,641 juta jiwa, dengan jumlah angkatan kerja sebesar 118,053 juta jiwa, penduduk yang bekerja 110,80 juta jiwa dan sebanyak 7,24 juta jiwa atau sekitar 6,50% menganggur. Besarnya jumlah penduduk yang menganggur tersebut antara lain disebabkan oleh terbatasnya jumlah lapangan kerja untuk menyerap angkatan kerja Indonesia, dan kompetensi tenaga kerja yang belum memenuhi standar permintaan pasar. Kondisi ketenagakerjaan nasional tersebut tidak jauh berbeda dengan kondisi regionalnya. Sebagai contoh, di provinsi Jawa Timur sebagai daerah representatif yang menggambarkan kondisi TKI (adanya kantong TKI terbesar), meskipun angka penganggurannya lebih rendah dari angka pengangguran nasional (sebesar 4,14%) tetapi lebih banyak tenaga kerja yang bekerja di luar negeri sebagai buruh atau aisten rumah tangga. Fenomena tersebut menandakan tenaga kerja lokal tidak terserap dengan baik di daerahnya, sehingga kecenderungan untuk bekerja di luar daerah asalnya menjadi sangat tinggi. Meskipun dalam kenyataannya, tenaga kerja yang terserap di luar negeri pun mayoritas belum berada di posisi manajerial. Menurut pengamat ekonomi dari FEUI, Nina Sapti, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi semestinya tidak hanya berpatokan pada angka, tetapi harus memperhatikan kualitas, terutama dalam menyerap tenaga kerja. Elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja juga menunjukkan tren yang menurun dalam dua tahun belakangan ini. Pada tahun 2010, setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi bisa menyerap 600 ribu tenaga kerja, namun setahun kemudian, 2011, elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja merosot menjadi 250 ribu tenaga kerja. Penyerapan hingga September 2012 lalu, baru menyerap sebesar 180 ribu tenaga kerja. Dua komponen utama yang sangat menentukan dalam penyerapan tenaga kerja ialah jumlah lapangan pekerjaan yang mencukupi dan tingkat kompetensi tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pasar/ perusahaan. Kasus yang terjadi di Jawa Timur, khususnya Ponorogo mungkin salah satu contoh dimana jumlah lapangan pekerjaan tidak dapat menyerap seluruh jumlah tenaga kerja yang ada. Kasus yang berbeda dengan provinsi Jawa Timur bagian barat, yaitu Malang (Wonosari), Banyuwangi dan Jember dimana kompetensi tenaga kerja menjadi salah satu kendala kurang optimalnya penyerapan tenaga kerja lokal di daerah tersebut. Selain menarik minat investor untuk membuka lahan usaha, upaya penciptaan lapangan kerja baru yang belakangan digalakkan adalah dengan mengembangkan potensi berwirausaha. Hal ini karena wirausaha dinilai lebih efektif dalam meningkatkan kesejahteraan, memperluas lapangan dan kesempatan kerja baru, serta dapat mendorong perekonomian daerah yang lebih jauh dapat menopang perekonomian negara . Kompetensi tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pasar dan meningkatnya jumlah wirausaha baru dapat menjadi faktor yang dapat menunjang keberhasilan upaya perluasan kesemptan kerja. Pada dasarnya penciptaan lapangan kerja menjadi tugas dunia usaha, namun pemerintah tetap perlu mendukung melalui penciptaan kepastian berusaha dan perbaikan iklim berusaha serta melalui pemberian insentif fiskal. Selain itu, evaluasi permasalahan tenaga kerja secara komprehensif dan pengambilan kebijakan yang tepat untuk menanggulangi masalah ketenagakerjaan masih sangat dibutuhkan untuk mendorong terciptanya kesinambungan antara pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.

Alisa Fatimah

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

17

Opini Pakar
TANTANGAN PEMERATAAN PEMBANGUNAN INDONESIA

TANTANGAN PEMERATAAN PEMBANGUNAN INDONESIA

Vivi Alatas
Senior Ekonom dan Team Leader Kemiskinan World Bank

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah. Vivi Alatas, PhD, Senior Ekonom dan Team Leader Kemiskinan, Bank Dunia Jakarta menjelaskan bahwa terdapat dua macam ketimpangan, yaitu ketimpangan antar daerah atau regional disparities dan ketimpangan secara keseluruhan, antara yang miskin dan yang kaya dan Indonesia memiliki kedua macam ketimpangan tersebut. Ketimpangan yang terjadi di Indonesia, menurut Vivi dikarenakan konektivitas belum dapat dioptimalkan, Konektivitas disini, baik dalam artian transportasi, namun juga keterhubungan dengan ide, pasar, bukan berarti jaraknya itu sendiri tetapi apakah ada sesuatu yang menguhubungkan secara lain? jelas Vivi. Tidak hanya itu, ketimpangan pembangunan Indonesia juga di karenakan adanya perbedaan kebijakan-kebijakan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), kepegawaian, kemampuan, kapabilitas dan mobilitas penduduk antar daerah. Kendala yang menjadi faktor utama dalam pembangunan kawasan di Indonesia adalah tingkat opportunity yang tidak cukup banyak, baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Kendala lain yang dihadapi adalah konektivitas, keterhubungan suatu daerah dengan tempat-tempat pemberi kerja dan/ atau yang dapat meningkatkan kenaikan pendapatan. Dan kendala terakhir adalah ketidakmampuan suatu daerah dalam menghadapi sebuah guncangan. Hambatan pemerataan pertumbuhan pada sebuah daerah yang sama diakibatkan karena memiliki tingkat

guncangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Menurut Vivi, cara yang dapat dilakukan untuk mencegah adalah memiliki instrumen-intrumen manejemen resiko untuk masingmasing keluarga, pencegahan, dan penanggulangan dengan menggunakan instrumen yang berbentuk formal maupun informal. Indonesia, terutama daerah-daerah tertentu masih bergantung kepada instrumen-instrumen informal, seperti diantaranya melakukan atau memanfaatkan modal sosial melalui masyarakat, dan sebenarnya dengan cara ini tidak begitu memberikan dampak yang signifikan. Sedangkan untuk kurangnya penggunaan instrumuen-instrumen formal, melalui semacam asuransi, diakibatkan karena tidak besarnya akses masyarakat. Permasalahan tingkat akses instrumen di setiap daerah-daerah tidak bisa dijadikan sebuah permasalahan yang umum. Kedepannya, lebih bagaimana belajar antar daerah yang perlu ditingkatkan usul Vivi. Untuk ketenagakerjaan, khususnya pulau Jawa, memiliki tingkat arus mobilitas tenaga kerja yang signifikan, baik dalam maupun luar negeri. Perpindahalan pekerjaan ini diakibatkan karena adanya tingkat ekspektasi upah yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah asalnya. Namun, dalam sepengamatan Senior Ekonom Bank Dunia ini, ekspektasi tersebut bukan merupakan hasil dari ekspektasi rasional yang murni. Menurutnya, pencari lapangan kerja di Indonesia masih berbasis sistem mouth to mouth . Tentunya dimasa yang akan datang dibutuhkan sebuah sistem yang dapat menyimbangi dan melaraskan kebutuhan pihak pencari dan pemberi

18

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

kerja yang berbasis transparansi informasi. Sistem ini dapat dibantu oleh pihak pemerintahan atau akademisi sebagai broker, agar masyarakat yang bermigrasi benarbenar mendapatkan dan melakukannya dengan alasan dan pengetahuan yang cukup. Guna mempercepat penurunan ketimpangan Indonesia, dibutuhkan kebijakan yang terkait dengan proteksi dan promosi, baik untuk keluarga miskin, mendekati miskin bahkan keluarga secara keseluruhan. Tentunya untuk tingkat keluarga miskin dan/ atau mendekati miskin peran pemerintah harus lebih dominan. Kebijakan proteksi adalah kebijakan yang dirancang untuk membantu, memastikan dan yang berhubungan dengan bagaimana masyarakat dapat menghadapi segala macam shock dengan menggunakan instrumen yang sesuai. Akan tetapi kedepannya, kebijakan yang terkait dengan promosi juga penting untuk memastikan bahwa setiap orang dapat menolong dirinya sendiri untuk meningkatkan pendapatannya atau terlepas dari kemiskan, melalui tenaganya atau kesempatan untuk dapat berinvestasi dalam human capital atau education .

"Kendala yang menjadi faktor utama dalam pembangunan kawasan di Indonesia adalah tingkat opportunity yang tidak cukup banyak, baik dari sisi permintaan maupun penawaran"

Hingga saat ini, Indonesia dan banyak negara di dunia lainnya masih menggunakan pendekatan PDRB per kapita dalam menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sebuah negara. Namun, menurut Vivi, tidak bisa hanya dilihat dari sisi pendapatan saja. Untuk melihat atau menghitung tingkat kesejahteraan dari masyarkat sebuah negara, diperlukan sebuah pendekatan dari berbagai macam indikator yang multi-dimensi. Untuk Indonesia, sangat dibutuhkan pendekatan dan/ atau analisis dari sisi bagaimana tingkat human capital, pendidikan, partisipasi masyarakat dan konflik yang perlu menjadi prioritas untuk menilai bagaimana tingkat kesejahteraan dari masyarakatnya.

Insani Sukandar

VS

Antrian Sembako

Antrian Pembelian Smarthphone

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

19

Penajaman Regulasi Kredit Pemilikan Rumah: Untuk Mengurangi Aktivitas Spekulasi

Keuangan

Bank Indonesia berencana mempertajam aturan uang muka Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di atas 70 meter persegi, Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) dan Ruko. Regulasi ini mengatur KPR di atas 70 meter persegi akan dikenakan uang muka minimal 30% untuk kredit pemilikan yang pertama, minimal 40% untuk kredit pemilikan yang kedua dan 50% untuk kredit pemilikan yang ketiga dan seterusnya. Sebelumnya, berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor, uang muka KPR di atas 70 meter persegi ditetapkan sebesar minimal 30%, tanpa membedakan baik untuk pemilikan rumah pertama maupun berikutnya. Lebih lanjut Bank Indonesia juga akan mengatur KPR dan KPA kepemilikan suami dan istri akan dihitung menjadi satu kepemilikan, kecuali terdapat pemisahan harta antara suami istri tersebut melalui kesepakatan legal. Sementara bagi pemberi kredit, yakni perbankan, BI akan melarang pembiayaan uang muka oleh perbankan untuk KPA dan KPR, dan mengatur kredit properti beragunan properti . Deputi Gubernur Bank Indonesia, Halim Alamsyah, seperti dilansir Tempo, mengemukakan pengaturan harus dilakukan karena aktivitas spekulasi membuat harga properti meningkat dan berimbas pada harga rumah di bawah 70 meter persegi. Harga rumah dengan tipe 70 meter persegi ke atas mengalami kenaikan harga yang tidak wajar. Kebijakan ini diambil menyusul tingginya pertumbuhan KPR di atas 70 meter persegi sebesar 25,9% dan pertumbuhan kredit apartemen sebesar 100,3%. Pertumbuhan kredit yang terlalu cepat dikhawatirkan akan meningkatkan resiko gagal bayar. Menurut Direktur Mortgage & Consumer Bank Tabungan Negara (BTN) Mansyur Nasution, kendala yang mungkin timbul adalah sulitnya verifikasi KPR yang diajukan, apabila pembelian rumah sebelumnya dilakukan secara tunai. Selain itu verifikasi kepemilikan

rumah milik suami dan istri yang akan dihitung sebagai satu debitur belum memiliki metode yang tepat. Sementara CEO & Chairman Sanggar Indah Group, F Teguh Satria mengungkapkan kebijakan tersebut kurang tepat karena pembelian rumah kedua dan selanjutnya sering dilakukan oleh orang tua untuk anaknya, karena pendapat anak belum mencukupi. Lebih lanjut ditambahkan bahwa pembelian properti untuk tujuan investasi dilakukan secara tunai untuk mendapatkan potongan harga, sehingga mendapatkan margin yang besar ketika dijual kembali. Melalui kebijakan pengaturan uang muka diharapkan kepemilikan rumah untuk keperluan spekulasi akan berkurang, karena beberapa pembatasan untuk kepemilikan rumah kedua diberlakukan seperti : i) semakin meningkatnya presentase uang muka untuk pemilikan rumah kedua dan ketiga; ii) penyatuan perhitungan kepemilikan bagi suami dan istri; iii) pelarangan perbankan membiayai kredit uang muka, sehingga mengurangi kemungkinan pembayaran uang muka secara kredit; iv) pengaturan kredit properti beragunan properti, sehingga mengurangi pembelian rumah kedua dan selanjutnya dengan agunan rumah sebelumnya. Regulasi ini sebenarnya ditujukan bagi pengurangan kegiatan spekulasi yang berimbas pada pertumbuhan kredit yang tidak wajar dan meningkatnya harga rumah tipe di bawah 70 meter persegi sehingga masyarakat tidak mampu membeli rumah. Tingginya pertumbuhan permintaan masyarakat akan tempat tinggal dan terbatasnya ketersediaan lahan menjadi salah satu faktor pendorong tingginya harga properti. Pemerintah selaku regulator harus menjaga agar kenaikan harga tersebut tidak ditumpangi oleh aksi spekulan yang berpotensi ikut meningkatkan harga properti.

Alexcius Winang

20

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

BUMN/ Korporasi

Peranan BUMN dalam Ketahanan Pangan


Adji Dharma

Perusahaan BUMN memiliki fungsi strategis dalam mensukseskan program ketahanan pangan. Sebagai perusahaan milik negara yang bergerak diberbagai sector usaha, BUMN dapat melakukan trobosanterobosan dalam mensukseskan program tersebut. Beberapa program BUMN dalam ketahanan pangan yang telah berhasil dilaksanakan diantaranya adalah: Program Gerakan Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi (GP3K), pembenahan pabrik gula dan garam, serta integrasi sawit sapi. Program tersebut tidak hanya dilaksanakan oleh BUMN yang bergerak di bidang pangan seperti PTPN, PT Berdikari, PT RNI, Perum Bulog, PT Pupuk Indonesia dan PT Sang Hyang seri, namun juga dilakukan sinergi dengan BUMN lain. Persoalan pangan khususnya dibidang pertanian yang sangat beragam diperlukan sinergitas antar BUMN. Hal ini bertujuan untuk dapat memenuhi swasembada pangan di tahun 2014 yang tidak mungkin dapat di penuhi oleh BUMN bidang pangan saja. Begitupula dengan PT Perkebunan Nusantara III yang turut aktif membantu dalam program ketahanan pangan nasional. Program yang dicanangkan oleh Kementerian BUMN melalui berbagai program di luar core business perusahaan, salah satu programnya adalah menanam kedelai di sela-sela (di gawangan) tanaman karet yang berukuran 20 kali 20 sentimeter yang terletak di wilayah kebun PTPN III. Sedangkan Untuk membantu Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) tahun 2014, BUMN melaksanakan Program Sapi-Sawit dengan memelihara sapi di semua perkebunan kelapa sawit dan juga perkebunan tebu milik BUMN. Sebab, pelepah daun tebu dan daun sawit bisa dijadikan pakanan ternak murah. PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I hingga VII dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) sudah menjalankan program tersebut. Beberapa program BUMN dalam bidang pangan yang telah dimulai pada musim tanam akhir 2012, melalaui program Gerakan Peningkatan Produksi Pertanian Berbasis Korporas (GP3K) telah berhasil meningkatkan penanganan produksi padi menjadi 3,2 juta hektar. Program Yarnen alias bayar setelah panen ini diperkirakan akan meningkatkan produksi beras sampai 1,5 juta ton pada 2013. Begitu juga dengan Perum Bulog pada tahun 2012 berhasil melakukan pengadaan beras sampai dengan 3.2 juta ton.

Dalam pemenuhan swasembada gula, peran BUMN diantaranya dengan melakukan revitalisasi dan peremajaan pabrik-pabrik gula di lingkungan PTPN X (Persero). Namun hal tersebut tidak cukup baik karena kuantitas dan kualitas pasokan tebu tidak ikut bertambah, dengan demikian tantangan tersendiri bagi PTPN X (Persero) untuk menyinergikan kinerja pabrik gula dengan kinerja petani tebu Untuk meningkatkan keuntungan, pabrik gula harus dapat melakukan diversifikasi produk dari ampas gula, teres dan biotong yang dapat diolah menjadi barang yang memiliki jual tinggi, dihampir setiap negara bentuk diversifikasi dapat menghasilkan lebih dari 50 macam produk diantaranya pulp dan kertas, particle board, microcryastalline cellulose, kanvas rem, asam amino, pelarut, alkohol, silase, biodegradable plastic, biobleching dan sebagainya Sedangkan dalam mensukseskan swasembada garam PT Garam selaku BUMN melakukan peningkatan salah satunya dalam bidang teknologi produksi dengan menggunakan membranisasi, yang nantinya akan digunakan untuk membantu petani untuk melakukan dengan cara serupa. Selain dari pada itu PT Garam juga melakukan perluasan lahan produksi. Dengan berbagai program tersebut diharapkan dapat tercapai Swasembada pangan di tahun 2014.

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

21

Fiskal dan Regulasi Ekonomi

Mengelola Utang Untuk Menghindari Debt Track


maupun pinjaman proyek. Pinjaman program digunakan untuk mendukung pembiayaan dan pencairannya dikaitkan dengan pemenuhan Policy Matrix di bidangbidang kegiatan untuk mencapai MDGs (seperti pengentasan kemiskinan, pendidikan, pemberdayaan masyarakat, kebijakan terkait climate change dan sebagainya). Selanjutnya, pinjaman proyek digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur di berbagai sektor (perhubungan, energi, dsb) maupun proyek-proyek dalam rangka pengentasan kemiskinan. Sumber utang luar negeri ini berasal dari Negara-negara dan badan-badan bantuan multilateral seperti World Bank, IBRD, ADB, IDB, dan beberapa lainnya. Ditinjau dari sudut manfaatnya, utang luar negeri (bantuan luar negeri) mempunyai 2 (dua) peranan, yaitu: (a) untuk mengatasi masalah kekurangan mata uang asing, dan (b) untuk mengatasi masalah kekurangan tabungan. Kedua masalah tersebut biasa disebut dengan masalah kesenjangan ganda (the two gap problems), yaitu kesenjangan tabungan (saving gap ) dan kesenjangan mata uang asing (foreign exchange gap) . Banyak ahli berpendapat bahwa apabila suatu Negara mempunyai profil utang yang wajar atau yang diinginkan (a desirable debt profile), maka Negara tersebut tidak perlu mengkhawatirkan eksistensi utang sebagai salah satu pendukung keberhasilan pembangunan nasional. Lebih lanjut, Williamson (1999) berpendapat bahwa profil utang yang wajar oleh suatu Negara mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) jumlah utang tidak boleh melebihi 40 persen GNP, (2) jumlah utang tidak boleh melebihi 200 persen jumlah ekspor suatu negara, dan (3) DSR (debt service ratio ), yang menunjukkan ratio jumlah utang terhadap ekspor, tidak boleh lebih dari 25 persen. Jika jumlah utang melebihi kondisi dalam profil utang yang wajar, maka eksistensi utang dapat dianggap sebagai ancaman yang dapat menyebabkan krisis ekonomi suatu Negara, dan dapat terjebak dalam kondisi Debt Trap. Kondisi Debt Trap dapat berlaku jika total keseluruhan pembayaran atas utang (pembayaran bunga utang luar negeri dan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri) pada satu periode anggaran lebih besar daripada total penerimaan yang berasal dari utang. Pada kondisi di Indonesia, perkembangan nilai pinjaman luar negeri ditunjukkan pada Gambar 1 berikut ini :

Pembangunan ekonomi suatu Negara berkembang membutuhkan dana yang relatif besar. Untuk itu, kebutuhan dana tersebut dipenuhi dengan pengerahan modal yang bersumber dari dalam negeri (tabungan masyarakat dan pemerintah) dan luar negeri (pinjaman atau utang luar negeri). Pada dasarnya, utang merupakan salah satu kebijakan fiskal (APBN) yang menjadi bagian dari kebijakan pengelolaan ekonomi secara keseluruhan. Pembiayaan APBN melalui utang merupakan bagian dari pengelolaan keuangan Negara yang lazim dilakukan oleh suatu Negara. Adanya utang merupakan konsekuensi dari postur APBN yang mengalami defisit, dimana Pendapatan Negara lebih kecil daripada Belanja Negara. Selain itu, juga digunakan untuk membayar kembali utang yang jatuh tempo (refinancing). Kebijakan utang dilakukan oleh Pemerintah untuk mencapai tujuan pengelolaan ekonomi dalam jangka pendek dan jangka panjang. Memastikan ketersediaan dana untuk menutup defisit dan pembiayaan kewajiban pokok utang secara tepat waktu dan efisien merupakan tujuan jangka pendek yang ingin dicapai. Selanjutnya, sebagai tujuan jangka panjang adalah mengamankan kebutuhan pembiayaan APBN dengan biaya minimal pada tingkat resiko terkendali sehingga kesinambungan fiskal dapat terjaga, serta sebagai upaya untuk menciptakan pasar Surat Berharga Negara (SBN) yang dalam, aktif dan likuid. Terdapat dua jenis pinjaman/utang yang digunakan oleh pemerintah Indonesia, 1) Pinjaman Dalam Negeri dan 2) Pinjaman Luar Negeri. Di sisi lain, Pinjaman Dalam Negeri didasarkan pada Peraturan Pemerintah No 54 Tahun 2008 mengenai Tata Cara Pengadaan dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri oleh Pemerintah. Pinjaman ini digunakan untuk membiayai kegiatan dalam rangka pemberdayaan industri dalam negeri dan pembangunan infrastruktur untuk pelayanan umum, serta kegiatan-kegiatan investasi yang dapat menghasilkan penerimaan. Sumber utang dalam negeri dapat berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Pemerintah Daerah dan Perusahaan Daerah. Di sisi lain, Pinjaman Luar Negeri dapat berupa pinjaman program

22

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal: 1) utang pemerintah diperlukan untuk membiayai defisit APBN, penyediaan arus kas jangka pendek dan refinancing utang lama, 2) Meskipun nominal utang luar negeri mengalami peningkatan, namun rasio terhadap GDP cenderung menurun dan masih berada pada batas wajar, dan 3) pengelolaan utang diarahkan untuk mendapat sumber pembiayaan dengan biaya dan resiko rendah, jangka panjang, dan terbebas dari ikatan politik, sehingga dapat membantu kelancaran pelaksanaan programprogram pembangunan. Untuk ke depannya, pemanfaatan utang luar negeri harus selektif, dan diprioritaskan kepada sektorsektor yang menciptakan efek ganda (multiplier effect) yang besar dalam pemulihan perekonomian nasional. Selain itu, perlu dicari juga skema sumber-sumber pendanaan lainnya untuk menutupi defisit APBN. Misalnya dengan meningkatkan sumber pendapatan dari dalam negeri, khususnya pajak melalui ekstensifikasi dan intensifikasi, sehingga rasio pajak (tax ratio ) dan rasio obyek pajak (coverage ratio ) dapat meningkat.

Dalam Gambar 1 diketahui bahwa pembayaran kewajiban utang yaitu cicilan pokok, bunga pinjaman dan biaya pinjaman masih di bawah nilai pinjaman utangnya. Artinya, pemerintah masih memiliki kemampuan untuk membayar semua kewajiban utang dan menggunakan dana utang tersebut untuk mendanai program-program pembangunan, seperti

Metropolitan Sanitation Management and Health Project dengan ADB dan Urban Water Supply and Sanitation Project dengan IBRD.

Selanjutnya ditinjau dari proporsinya, rasio pinjaman luar negeri terhadap GDP hanya berkisar 1% dan perlahan-lahan menurun setiap tahun. Selain itu, defisit APBN juga terjaga di bawah 2% terhadap GDP sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 2. Vitri Nurmalasari

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

23

Kolom MP3EI Mendorong Pembangunan Infrastruktur Melalui Proyek Prioritas MP3EI


Salah satu fitur penting dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Master Plan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) adalah prioritisasi 56 proyek dalam lampiran PP tersebut. Terdapat 16 proyek yang bernilai sekitar USD 4,36 Milyar yang didanai pemerintah. Sejumlah proyek tersebut direncanakan groundbreaking pada tahun 2014. Sedangkan 40 proyek prioritas lainnya yang bernilai sekitar USD 38,76 Milyar direncakan groundbreaking antara 2015-2017. Sekitar dua bulan lagi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian akan mengumumkan secara detail proyek apa saja yang diprioritaskan selama tiga tahun ke depan. Keenambelas proyek pertama bertujuan sebagai kickoff pembangunan infrastruktur prioritas di Indonesia guna meningkatkan daya saing melalui penurunan signifikan biaya logistik. Terdapat satu proyek bandara, satu proyek jembatan, dua proyek energi, satu proyek Information and Communications Technology (ICT), dua proyek kereta api, lima proyek pelabuhan, satu proyek jalan, dan tiga proyek Sumber Daya Air (SDA). Jika dilihat dari komposisi wilayah, maka pembangunan Indonesia Timur juga tidak luput diperhatikan dengan pembangunan lima proyek prioritas. Sedangkan untuk wilayah Indonesia Barat terdapat 10 proyek prioritas yang akan digarap. Secara rinci dapat kita lihat sebagai berikut: Koridor Ekonomi (KE) Sumatera terdapat tiga proyek bernilai USD 1,14 Milyar, KE Jawa terdapat lima proyek bernilai USD 1,6 Milyar, KE Kalimantan terdapat dua proyek bernilai USD 346,9 Milyar, KE Sulawesi dua proyek bernilai USD 662,4 Juta, KE Bali NT dua proyek bernilai USD 143,9 Juta, dan KE Papua Maluku terdapat satu proyek senilai USD 662,4 Juta. Sedangkan satu proyek sisanya bersifat nasional (Palapa Ring) yang bernilai USD 289,8 Juta. 40 proyek berikutnya merupakan proyek-proyek yang diharapkan dapat didanai melalui skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Terdapat 31 proyek yang rencananya didorong melalui skema KPS, sedangkan sembilan proyek sisanya dibiayai APBN, pinjaman luar negeri, dan BUMN. Tahap ini akan didominasi oleh 16 proyek sektor jalan, disusul berikutnya enam proyek kereta api, enam proyek SDA, empat proyek pelabuhan, tiga proyek energi, dua proyek pengelolaan sampah dan limbah, dua proyek pengembangan wilayah kota, satu proyek bandara, dan satu proyek transportasi multimoda. Sedangkan jika dilihat secara wilayah, maka 33 proyek akan dilaksanakan di wilayah Indonesia Barat dan tujuh sisanya di wilayah Indonesia Timur. Secara jumlah dan nilai investasi proyek jika dibagi secara wilayah sebagai berikut: pada KE Sumatera terdapat 16 proyek yang bernilai USD 15,3 Milyar, KE Jawa terdapat 14 proyek yang bernilai USD 13,5 Milyar, KE Kalimantan sebanyak 3 proyek yang investasinya mencapai USD 3,9 Milyar, KE Sulawesi dengan lima proyek yang bernilai USD 5,7 Milyar, KE Bali NT dengan satu proyek senilai USD 282,2 Juta, dan satu proyek di KE Papua Maluku senilai USD 173,8 Juta.

Langkah-langkah Untuk Mendukung Kelancaran 56 proyek prioritas MP3EI

Untuk mendukung lancarnya pembangunan 50 proyek prioritas MP3EI, secara garis besar terdapat dua langkah dukungan pemerintah seperti yang teridentifikasi dalam paparan yang sudah disampaikan pada Forum Infrastruktur di Belgia bulan lalu. Pertama, perbaikan penerapan skema KPS di Indonesia. Hal ini akan ditempuh dengan mengatasi tiga permasalahan dalam penerapan KPS: terkendalanya proses pengadaan lahan, minimnya dukungan fiskal, dan kurangnya dukungan spesifik untuk masing-masing sektor (saat ini dukungan yang ada terlalu umum). Proses pengadaan lahan akan dipermudah dengan mengutilisasi Undang-Undang No

24

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

2 Tahun 2012 tentang pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum; juga mengalokasikan Dana Bergulir Tanah (Land Revolving Fund) untuk menjembatani pendanaan pengadaan lahan untuk investor jalan tol. Dukungan fiskal akan diperkuat dengan utilisasi Peraturan Presiden No 56 Tahun 2011 tentang Kerjasama Pemerintah Swasta yang merumuskan adanya dukungan fiskal dari pemerintah untuk proyek-proyek KPS; serta memanfaatkan Dana Pendamping Pemerintah (Viability Gap Fund) yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No 223 Tahun 2012 guna meningkatkan kelayakan finansial proyek-proyek KPS yang Economic Internal Rate of Return -nya (EIRR) tinggi namun Financial Internal Rate of Return -nya (FIRR) tidak menarik. Sedangkan untuk meningkatkan dukungan spesifik pada masing-masing sektor akan diarahkan untuk memberikan insentif yang tepat guna menarik investasi, antara lain mengijinkan kenaikan tarif tahunan dan ekstensi periode konsesi hingga 40 tahun. Kedua, revitalisasi Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI). Sejak berdiri melalui Peraturan Presiden 81 Tahun 2001, komite ini tidak menghasilkan koordinasi dan arahan kebijakan percepatan infrastruktur sebagaimana yang diharapkan

karena banyak hal sekalipun sudah direvisi dengan Perpres 42 Tahun 2005 dan Perpres 12 Tahun 2011. Hal tersebut disebabkan antara lain karena tidak disusun dengan baik insentif dan disinsentif kementerian untuk berkoordinasi KKPI, kewenangan organisasi yang kurang spesifik, dan tidak adanya tenaga pakar dalam proses pengadaan infrastruktur. Saat ini sedang dilakukan revisi Perpres yang diarahkan untuk memperuncing tugas, pokok, dan fungsi KKPPI guna menghindari. Beberapa fungsi baru KKPPI adalah pengambilan keputusan proyek prioritas dan penentuan skema pendanaan, debottlenecking proyek infrastruktur yang bermasalah, penjaminan kecukupan dana, review dan formulasi kebijakan, dan menyediakan
qualified pool of expert assistance.

Alvin Adisasmita

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

25

Ketenagakerjaan

Mengkaji dan Menanggulangi Dampak Perdagangan Ketenagakerjaan.

Permasalahan perdagangan manusia di Indonesia masih belum bisa diselesaikan dalam jangka waktu yang singkat. Kali ini, TKI masih menjadi korban perdagangan ketenagakerjaan. Hal tersebut bisa terjadi karena adanya kesempatan para PJTKI untuk memberikan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak, selanjutnya kondisi TKI yang bekerja tidak kondusif sehingga sering mendapatkan perlakukan yang tidak sesuai dari majikan. Faktor pemicu perdagangan tenaga kerja yakni (i) kondisi pasar tenaga kerja di Indonesia, (ii) kemiskinan, (iii) gender. Seminar yang diselenggarakan pihak ILO mengenai mengkaji dan menanggulangi dampak perdagangan ketenagakerjaan diadakan di Hotel Sari Pan Pasific. Seminar tersebut diadakan 2 hari pada tanggal 4 5 Juli 2013. Pada acara tersebut Michiko Miyamoto selaku ILO Country Officer untuk Indonesia memberikan sambutan. Disampaikan bahwa percepatan pertumbuhan perekonomian Indonesia diperkirakan akan berlanjut seiring didorongnya kemajuan di seluruh sektor, khususnya sektor eksternal yang memperkuat kegiatan ekonomi melalui peningkatkan ekspor barang dan jasa serta meningkatnya kegiatan investasi dalam negeri. Namun dengan memburuknya kondisi perekonomian Eropa, maka pertumbuhan perekonomian akan tumbuh cenderung melambat, diperkirakan mencapai rentang 6,5% hingga 7,5% pada tahun 2014. Disamping itu, keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kegiatan global seperti G-20, akan menjaga dan memberikan stabilitas dalam hal keuangan dan ekonomi. Dampak perdagangan terhadap ketenagakerjaan ini bergantung pada bentuk dan volume barang dan jasa yang akan diperdagangkan, serta peraturan kerja. Dengan adanya peraturan kerja tenaga kerja antar negara di komunitas ASEAN akan memberikan peluang dan tantangan bagi dunia usia di Indonesia.

Selaku ILO Chief Technical Adviser of ETE project Geneva, David Cheong menyampaikan bahwa tujuan kajian ini adalah membantu analisis tentang kebijakan perdagangan dan pasar kerja yang efektif dan koheren guna mengatasi tantangan-tantangan yang dihadapi pekerja dan pengusaha serta memperluas kesempatan penciptaan pekerjaan yang layak di negara-negara berkembang. Selanjutnya pemaparan oleh Carunia Mulya Fridausy, P2E-LIPI menyebutkan masuknya komunitas masyarakat ASEAN di Indonesia akan menjadi tantangan terberat, jika melihat kualitas pendidikan para pekerja yang tergolong masih berpendidikan rendah, tercatat ada lebih dari 50%. Melihat perdagangan bebas terhadap pekerja dinilai akan menjadi dampak yang negatif untuk jangka waktu menengah. Untuk itu pemerintah diharapkan dapat melindungi pekerja domestik Indonesia agar perdagangan bebas yang terjadi akan memberikan peluang yang kecil bagi para tenaga kerja asing (TKA) yang akan bekerja di Indonesia. Carunia Mulya juga menyebutkan minimnya perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia, dapat terlihat pada sistem pengupahan, UMR yang ada masih buruk. Selain itu, selama 10 tahun belakangan indeks koefisien gini meningkat hingga 0,41 artinya ukuran ketimpangan ketidakmerataan secara keseluruhan semakin jelas. Menurut Rahma Iryanti, Bappenas menjelaskan pertumbuhan tenaga skilled di Indonesai tidak bertambah cukup signifikan. Sehingga untuk menghilangkan hambatan yang dialami demi tercapainya kemakmuran, pentingnya kerjasama yang saling menguntungkan.

Windy Pradipta

26

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

KUR dan UKM

Realisasi Penyaluran KUR Periode Juni 2013


Jumlah penyaluran KUR pada bulan Juni 2013 terjadi penurunan tercatat Rp 3,80 triliun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar Rp 3,88 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 225.013 orang. Sejak bulan November 2007 hingga Juni 2013 total penyaluran KUR mencapai Rp 119 triliun dengan jumlah debitur tercatat sebanyak 8,90 juta orang. Rata-rata setiap debitur mendapatkan kredit sebesar Rp 13,4 juta per orang dengan tingkat NPL 4,0%. Bank BRI merupakan bank penyalur tertinggi, khususnya BRI Mikro yang telah menyalurkan hingga bulan Juni 2013 sebesar Rp 58 triliun. Selanjutnya KUR Ritel BRI telah menyalurkan sebesar Rp 14,8 triliun. Jumlah masing-masing debitur sebesar 8,1 juta orang dan 89.434 orang untuk KUR Ritel BRI. Sementara itu penyaluran KUR melalui BPD bulan Juni 2013 terjadi peningkatan yang signifikan tercatat sebesar Rp 134 milliar dengan jumlah debitur sebanyak 1380 orang. Penyaluran melalui BPD periode November 2007 hingga Juni 2013, penyalur tertinggi adalah Bank Jatim diikuti Bank Jabar Banten masingmasing sebesar Rp 3,6 triliun dan Rp 2,6 triliun dengan jumlah debitur sebesar 34.391 orang dan 24.112 orang dengan tingkat rata-rata NPL sebesar 8,2%. Dilihat dari sektor yang menerima KUR pada bulan Juni 2013, sektor perdagangan mendapatkan KUR terbanyak hingga 65%. Selanjutnya, untuk urutan kedua adalah sektor pertanian yang mencapai 16%. Berdasarkan sebaran regional penyaluran tertinggi tercatat pada provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat dengan penyaluran masing-masing sebesar Rp 18,3 triliun, Rp 18,0 triliun dan Rp 15,2 triliun. Untuk laporan penyaluran KUR TKI juga mengalami peningkatan dari segi debitur dan penyaluran. Pada bulan Juni 2013 tercatat penyaluran KUR TKI mencapai Rp 55,3 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 4.883 TKI. Beberapa negara tujuan TKI yang menerima penyaluran KUR TKI diantaranya adalah Korea, Malaysia, Brunei Darussalam dan Hongkong.

"Jumlah penyaluran KUR pada bulan Juni 2013 mencapai Rp 3,8 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 225.013 orang. Sejak bulan November 2007 hingga Juni 2013 penyaluran KUR mencapai Rp 119 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 8,9 juta orang"

Windy Pradipta

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

27

Laporan Kegiatan

KEK Sei Mangkei Siap Menjadi Simpul Ekonomi Dunia


Pada tanggal 3 Juli 2013, Menko Perekonomian, Hatta Rajasa melaksanakan rangkaian acara ground breaking Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei dan Peresmian Proyek MP3EI di Sumatera Utara. Acara tersebut dihadiri oleh Menteri Kehutanan, Menteri Perindustrian, Menteri Perhubungan, Menteri Pekerjaan Umum, Kepala BPN, Wakil Menteri PPN/ Kepala Bappenas, Wakil Menteri Pertanian dan Wakil Menteri BUMN. Selain itu, turut hadir Gubernur Sumatera Utara, Bupati Simalungun, Bupati Batubara, Kapolda Sumatera Utara, Pangdam Bukit Barisan, serta jajaran Muspida Provinsi dan Kabupaten. Dalam pidatonya, Menko Perekonomian menegaskan bahwa keberadaaan KEK Sei Mangkei merupakan komponen strategis dari program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). KEK Sei Mangkei dirancang untuk mengakomodir lebih dari 200 unit industri berkelas dunia yang besar artinya bagi perwujudan daya saing bangsa Indonesia ke masa depan. Lebih lanjut, Hatta Rajasa menyampaikan bahwa saat ini KEK Sei Mangkei adalah satu-satunya KEK yang memiliki akses ke Selat Malaka yang juga akan terintegrasi dengan kawasan Kuala Tanjung dan terkoneksi langsung dengan Global Hub Kuala Tanjung. Dengan keunggulan geografis tersebut, KEK Sei Mangkei akan berkembang pesat dan menjadi simpul ekonomi dunia. Hadirnya KEK Sei Mangkei, diharapkan Indonesia dapat mengurangi ketergantungannya pada bahan baku impor dalam memenuhi berbagai kebutuhan bagi masyarakat, ujar Hatta. Terdapat 3 (tiga) proyek infrastruktur yang di ground breaking di KEK Sei Mangkei, yaitu pembangunan dry port dengan kapasitas 30.312 75.000 teus per tahun, pembangunan tank farm kapasitas 2 5000 Ton untuk CPO dan 2 3000 untuk CPKO (tahap 1), pembangunan instalasi pengolahan air limbah kapasitas 250 m3/jam. Nilai investasi untuk pembangunan infrastruktur tersebut sebesar Rp 78 miliar untuk Dry Port, Rp 100 miliar untuk Tank Farm, dan Rp 35 miliar untuk Instalasi Pengolahan Air Bersih. Pembangunan infrastruktur tersebut didanai oleh PTPN III selaku pembangun dan pengelola KEK Sei Mangkei. Setelah di ground breaking, PTPN III akan mengakselerasi penyelesaian proyek yang diperkirakan akan dapat dioperasikan pada akhir tahun 2014. KEK Sei Mangkei merupakan konsep yang strategis, menyediakan ruang bagi industri-industri yang terintegrasi dengan pengembangan industri hilir kelapa sawit. Adapun PT. Unilever Oleochemical Indonesia yang merupakan salah satu investasi pionir di KEK Sei Mangkei. Kehadiran pabrik PT. Unilever Oleochemical Indonesia sangat selaras dengan cita-cita KEK Sei Mangkei dalam mengembangkan industri hilir kelapa sawit. Investasi sebesar Rp 2.040 miliar disiapkan untuk meningkatkan nilai tambah CPO menjadi produk olahan berupa fatty acid, surfactant, soap noodle, dan glycerine. Di atas lahan seluas 27 Hektar, dibangun Pabrik Oleochemical yang diharapkan dapat mempekerjakan 550 sampai 600 tenaga kerja dan menciptakan multiplier effects seperti membangkitan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Investasi yang telah dimulai sejak Kuartal II tahun 2011 ini diharapkan dapat mulai berproduksi pada Kuartal II tahun 2014. Selaras dengan pilar pembangunan MP3EI, pengembangan SDM-Iptek di KEK Sei Mangkei menjadi salah satu modal penting dalam meningkatkan nilai tambah komoditas, utamanya kelapa sawit. Kementerian Perindustrian membangun Pusat Inovasi senilai Rp 31,8 Miliar yang dapat memfasilitasi kegiatan pengujian, riset, dan pengembangan produk olahan kelapa sawit. Pusat Inovasi Kelapa Sawit ini juga menjadi fasilitas pelatihan masyarakat dalam upaya membuat produk olahan kelapa sawit skala Industri Kecil Menengah (IKM). Selain proyek di KEK Sei Mangkei, juga diresmikan Bendung dan Irigasi Sei Ular yang terletak di Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai. Bendung dan Irigasi Sei Ular telah dioperasikan sejak akhir tahun 2012 dan berfungsi untuk mengairi daerah persawahan sekitar 18.500 ha. Infrastruktur yang dibangun oleh Balai Wilayah Sungai Sumatera II dan menelan biaya Rp 384 miliar ini, dibiayai dari pinjaman Japan International Cooperation Agency (JICA). Dengan tersedianya infrastruktur ini, diharapkan dapat tercipta peningkatan produksi padi dan peningkatan efisiensi sehingga dapat mendukung program ketahanan pangan.

Predi Muliansyah

28

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

Laporan Kegiatan

Indonesia Menuju Komunitas Ekonomi ASEAN 2015

Sejak ditandatanganinya Cebu Declaration on the

Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015 oleh ke-10 pemimpin negara

ASEAN pada KTT ke-12 di Cebu, Filipina tanggal 13 Januari 2007, disepakati percepatan pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) / Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dari tahun 2020 menjadi tahun 2015. Sejak saat itu, tampak pemerintah mulai berbenah diri dalam mempersiapkan Indonesia memasuki kerangka persaingan ekonomi MEA tersebut. Salah satu langkah terpenting dalam mempersiapkan Indonesia memasuki persaingan ekonomi dalam MEA, yakni hampir rampungnya cetak biru (blue print) MEA bagi Indonesia. Menurut Menteri Perdagangan , Gita Wirjawan, hingga akhir tahun 2012, implementasi cetak biru (blue print) MEA tingkat ASEAN telah mencapai 74,5% sedangkan Indonesia telah melebihi pencapaian ASEAN sendiri yakni sebesar 82%. Hal ini memposisikan implementasi blue print Indonesia tertinggi ke-3 dibawah Singapura dan Malaysia. Tidak terlepas dari hal tersebut, pemerintah telah banyak melakukan langkah-langkah guna mengurangi hambatan serta memperbesar peluang MEA bagi perekonomian Indonesia. Hal tersebut dikarenakan, implementasi MEA jelas secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada perekonomian Indonesia. Untuk itu tulisan ini berupaya mengupas secara umum beberapa tindakan yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam mengantisipasi hambatan dan menangkap peluang dalam kerangka kompetisi ekonomi MEA yang akan mulai diterapkan pada tahun 2015.
Sekilas MEA

konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan ecommerce; (iii) ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos dan Vietnam); dan (iv) ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi diluar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.

(Negara-Negara Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Sumber: http://www.asean-community.au.edu/images/asean-map1-1.jpg )

Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC) merupakan salah satu pilar utama dari 3 pilar integrasi negara-negara ASEAN. Dua pilar lainnya, yakni ASEAN Security Community (ASC) dan ASEAN Socio-Cultural Community (ASCM). Sesuai dengan cetak biru (blue print) MEA, prinsip utama dari MEA, yakni (i) ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas; (ii) ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan

Dengan kata lain prinsip utama dari MEA adalah adanya keterbukaan/openess, orientasi keluar/outward looking, inklusif /inclusive dan ekonomi pasar /market driven economy ( Hidayat, 2008). Lima komponen utama dalam proses pembentukan MEA, meliputi (i) aliran bebas barang-barang; (ii) aliran bebas jasa-jasa; (iii) aliran bebas investasi; (iv) aliran bebas modal; (v) aliran bebas untuk tenaga kerja terampil.
MEA (Hampir) Didepan Mata

Kurang lebih dua tahun kedepan dari tahun ini, pasar tunggal MEA akan mulai diterapkan pada tahun 2015. Oleh karena itu, pemerintah telah banyak melakukan tindakan-tindakan yang berguna untuk mengurangi hambatan serta memperbesar peluang kerangka ekonomi MEA bagi perkembangan perekonomian Indonesia kedepannya .

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

29

Beberapa hambatan yang dialami oleh Indonesia dalam menghadapi MEA, antara lain kekurangan tenaga terampil yang terjadi saat ini, diperkirakan terus berlanjut hingga MEA dilaksanakan. Jika MEA diterapkan, arus bebas tenaga kerja tidak bisa lagi dilarang. Indonesia kini hanya bisa mencukupi kurang dari 20% kebutuhan tenaga terampil (Benny Soetrisno, KADIN, 2013). Defisit tenaga terampil sudah berlangsung setidaknya selama 10 tahun terakhir. Jika MEA diberlakukan tanpa disertai kesiapan, daya saing Indonesia dicemaskan semakin turun. Selain dari itu, Badan Pusat Statistik juga mencatat bahwa sepanjang kuartal I 2013, nilai total perdagangan Indonesia dengan sembilan negara ASEAN lain adalah US$ 15,7 miliar dengan rincian US$ 7,63 miliar impor dan US$ 8,07 miliar ekspor. Neraca perdagangan Indonesia dengan negara ASEAN mayoritas mengalami defisit. Indonesia-Brunei defisit 281,7 juta dollar AS, IndonesiaMalaysia defisit 511,3 juta dollar AS, IndonesiaSingapura defisit 707,9 juta AS, Indonesia-Thailand defisit 721,4 juta dollar AS serta Indonesia Vietnam defisit 157,5 juta dollar AS. Neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus dengan Indonesia Kamboja surplus 233,9 juta dollar AS, Laos 17,9 Juta Dollar AS, Myanmar 238,6 Juta Dollar AS dan Filipina 248,55 juta dollar AS. Hambatan lain yang dihadapi Indonesia, yakni adalah menekan biaya logistik. Menurut survey logistics performance index Bank Dunia 2012, Indonesia menempati peringkat ke-59 berada dibawah Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam. biaya logistik yang tidak efisien seperti sekarang, bisa dipastikan produk dalam negeri akan kalah bersaing sehingga akan banyak produk dari luar negeri yang harus kita konsumsi. Menekan biaya logistik tidak cukup hanya dilakukan dari sisi pasokan (supply), tetapi juga dari permintaan (demand). Tingginya biaya logistik akibat infrastruktur logistik yang masih terbatas. Biaya logistik Indonesia sekitar 24,% dari pendapatan domestik bruto (PDB) dibandingkan biaya logistik negara-negara maju,

di antaranya Amerika Serikat, Singapura, dan negaranegara Eropa, yang hanya berkisar pada angka delapan hingga 11 persen. Tidak hanya itu, Berdasarkan World Bank Doing Business 2013, Indonesia memiliki indeks kemudahan berbisnis di nomor 128 dari 183 negara pada tahun 2012. Tahun 2013 dan 2014 merupakan tahun politik, di mana energi pemerintah seluruhnya terfokus kepada penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang rencananya dimajukan pada tahun 2013 untuk kepala daerah yang akan habis masa jabatannya pada tahun 2014, serta pemilihan legislatif dan pemilihan Presiden (pilpres) pada tahun 2014. Sesuai data World Economic Forum (WEF) tahun 2012, saat ini tingkat produktivitas Indonesia berada pada peringkat 50 dari 144 negara. Pada aspek memulai bisnis, daya saing Indonesia berada di peringkat 155 dari 183 negara; aspek izin konstruksi berada di posisi 71; pasokan listrik (ketersediaan energi) pada peringkat 161; aspek perlindungan investasi posisi 46 negara; serta aspek kemudahan berbisnis pada peringkat 129. Selain berbagai hambatan tersebut, Indonesia dapat mengambil peluang besar dari diterapkannya MEA pada tahun 2015. Beberapa Peluang yang dapat Indonesia manfaatkan dari MEA, antara lain dari segi demografis. Posisi Indonesia dalam ASEAN cukup strategis dimana 43 % dari penduduk ASEAN yang sekarang mencapai 600 juta jiwa adalah penduduk Indonesia, dan secara geografis 53% wilayah ASEAN merupakan wilayah Indonesia. Beberapa peluang lain yang dapat dimanfatkan oleh Indonesia dalam MEA antara lain kesempatan untuk penciptaan pasar-pasar baru. Kalau tidak, justru di komunitas ini Indonesia hanya akan menjadi pasar berbagai produk impor dan berdampak negatif bagi produk dalam negeri. Dalam peluang bagi perbankan Indonesia, yaitu penetrasi perbankan yang masih rendah, pertumbuhan masyarakat kelas menengah,

30

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

perbankan tanpa kantor cabang serta strategi bank mengikuti sumber dana perdagangan. Tumbuhnya masyarakat kelas menengah memberikan peluang bagi layanan bisnis konsumer. Per November 2012, kredit perbankan sebesar Rp 2.647 Triliun adapun dana pihak ketiga sebesar Rp 3.130 Triliun. Dalam segi daya saing, pada tahun 2013, daya saing Indonesia naik dibandingkan tahun sebelumnya dari 42 ke 39 dalam daftar World Competitiveness Rankings 2013. Dibandingkan negara ASEAN lain, Filipina 38, Singapura 5, Malaysia 15 dan Thailand 27. Namun dibandingkan negara BRICS, posisi Indonesia lebih baik kecuali Cina 21, Berazil 51, Rusia 42, India 40 dan Afrika Selatan 53. Menyikapi hambatan dan peluang tersebut, beberapa tindakan yang telah dilakukan oleh pemerintah hingga saat ini, yakni memprioritaskan sembilan sektor industri untuk dikembangkan dalam rangka mengisi pasar ASEAN menjelang MEA 2015 (Kementerian Perindustrian, 2013). Sembilan sektor industri yang dikembangkan adalah industri berbasis agro seperti CPO, kakao dan karet. Kemudian industri olahan ikan, TPT, alas kaki, kulit dan barang kulut, industri furniture, industri makanan dan minuman, industri pupuk dan petrokimia, mesin dan peralatannya serta industri logam dasar. Industri itu diprioritaskan untuk dikembangkan karena memiliki daya saing yang relatif lebih baik dan unggul dibandingkan negara lainnya di kawasan. Selain itu, untuk mengamankan pasar dalam negeri terhadap masuknya produk sejenis dari negara ASEAN lainya, pemerintah berupaya meningkatkan daya saing produk di tujuh sektor industri lainnya. Ketujuh sektor industri untuk mengamankan pasar adalah industri otomotif, elektronik, semen, pakaian jadi, alas kaki, makanan dan minuman serta furniture. Untuk sektor

industri prioritas dan industri pengamanan pasar itu perlu disiapkan program dan kebijakan untuk mendorong peningkatan daya saing masing-masing industri tersebut. Langkah lain yang telah dilakukan oleh pemerintah, yakni optimalisasi dan sosialisasi MEA kepada stakeholder industri, mengusulkan percepatan pemberlakuan safeguard dan anti dumping bagi produk impor, menambah fasilitas laboratorium uji dan meningkatkan kompetensi SDM industri. Selain itu penyusunan standar kompetensi kerja nasional pada masing-masih sektor industri serta penguatan Industri Kecil Menengah (IKM) dan pengembangan wira usaha baru industri.
Penutup

Dari berbagai penjelasan hambatan dan peluang serta tindakan yang telah diambil oleh pemerintah dari pemberlakuan MEA pada tahun 2015 diatas, beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain (i) melakukan proteksi terhadap industri dalam negeri melalui regulasi non tarif; (ii) menerapkan bea masuk tinggi terhadap produk asing; dan (iii) sinergi antara pemerintah, akademisi, pelaku usaha dan masyarakat diperlukan untuk memperkuat produksi dalam negeri. Sehingga Indonesia dalam MEA tidak hanya menjadi pasar bagi negara lain serta dapat berkompetisi dengan negara ASEAN lainnya , dan yang paling utama dapat menjadi tuan di rumahnya sendiri.

Alvian Syafrizal

Membangun Ekonomi yang Inklusif

Masyitha Mutiara R

ampai dengan triwulan I-2013, ekonomi Indonesia tumbuh cukup menggembirakan. Data BPS mencatat pertumbuhan ekonomi diatas enam persen dengan besaran produk domestik bruto mecapai Rp 2.146,4 triliun. Pertumbuhan yang cukup stabil ditengah ketidakpastian global ini merupakan prestasi membanggakan. Tujuan pembangunan ekonomi bukan hanya untuk menciptakan pertumbuhan setinggi-tingginya, akan tetapi meningkatkan kesejahteraan rakyat dan pemerataan pendapatan. Apakah hal ini sudah tercapai?

Bila kita melihat kondisi ekonomi dalam lingkup nasional, dominasi kawasan Jawa terhadap perekonomian jelas terlihat. Jawa menyumbang 57,79 persen terhadap PDB nasional, Sumatera menyumbang 23,99 persen, sedangkan sisa lainnya hanya menyumbang 19,22 persen. Ketidaseimbangan juga terlihat dari segi regional. Hasil observasi Tim Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di Jawa Timur, kondisi infrastruktur jalan di wilayah utara lebih baik dibandingkan dengan wilayah selatan. Dengan kondisi infrastruktur yang lebih baik, perekonomian di wilayah utara terlihat lebih maju dibandingkan dengan

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

31

wilayah selatan. Selain itu, empat kota besar di Jawa Timur (Surabaya, Kediri, Sidoarjo, dan Gresik) menyumbang 47,2 persen terhadap PDB Jawa Timur. Produk dometik bruto Indonesia yang tergolong tinggi menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota G-20. Ironisnya, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia masih sangat rendah yakni berada pada peringkat 121 dari 114. Dalam kesempatan Focus Group Discussion yang dilakukan di Universitas Airlangga pada tanggal 29 Juli 2013, Prof Suahasil Nazara berpendapat bahwa hal ini adalah inkonsistensi statistik yang lumrah terjadi. Guru Besar Universitas Indonesia ini menyarankan bahwa, yang perlu diwaspadai adalah ketidakseimbangan pada tiga sektor, yakni antar kelompok pendapatan, antar wilayah dan antar kelompok.
Focus Group Discussion juga

Hendri Saparini menekankan bahwa pemerintah harus menjaga daya beli masyarakat yang sudah cukup tinggi. Stabiltas harga bahan makanan yang menjadi pengeluaran utama masyarakat perlu terus diawasi. Untuk itu, perlu peran pemerintah dalam meramu kebijakan APBN sehingga harga pangan terkendali. Sebagai langkah awal, Pemerintah perlu menentukan bahan pokok strategis yang membutuhkan dukungan kebijakan dengan anggaran berbeda. Lilik Sugiharti selaku ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga menyoroti sektor pertanian di Jawa Timur. Sektor pertanian memiliki peran strategis dalam kesejahteraan Jawa Timur. Data merilis bahwa 60 persen penduduk miskin di Jawa Timur berada di sektor pertanian. Pengembangan sektor pertanian akan seiring dengan peningkatan kesehteraan. Dari segi sosial, Dewan Ketahanan Nasional yang diwakili Marsekal Pertama Supomo menghidupkan kembali program TNI Masuk Desa (TMD). TMD dirasa penting karena memberikan banyak manfaat untuk masyarakat sekitar dan juga anggota TNI. Dalam hal ini, tugas TNI bukan hanya membangun fisik daerah tetapi juga membangun rasa nasionalisme khusunya di daerah perbatasan. Infrastruktur menjadi bagian penting dalam pembangunan ekonomi. Hadian Ananta dari Dewan Ketahanan nasional menekankan bahwa perlu kejelasan rencana pembangunan kegiatan ekonomi yang dilakukan sehingga selaras dengan pembangunan infrastruktur. Beliau juga mengkritik Kementerian Pekerjaan Umum yang tidak punya kewenangan untuk mengotrol fungsi lahan di sekitar jalan. Kerusakan jalan yang sering terjadi bukan hanya disebabkan faktor pengguna jalan, tetapi juga faktor penggunaan lahan disekitar jalan. Kuncinya, bagaimana me-maintain fungsi jalan yang sudah ada, jelas Hadian. Untuk mencapai pembangunan ekonomi yang inklusif, perlu peran dari semua sektor. Peran investasi, pengembangan sektor unggulan dan infrastruktur menjadi sangat penting untuk memacu disribusi kue ekonomi yang lebih merata. Referensi: Focus Group Discussion Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, Surabaya. 29 Juli 2013 .

membahas keseimbangan pembangunan dari berbagai sektor. Dari sisi kelembagaan, Prof. Ahmad Erani memandang bahwa ketimpangan disebabkan oleh formasi modal di masyarakat. Hal ini didukung oleh pendapat beberapa ekonom luar negeri yang menyatakan bahwa ketimpangan pendapatan didorong oleh adanya liberalisasi. Liberalisasi memang menawarkan kesempatan ekonomi yang lebih besar untuk para pelaku ekonomi yang siap, tetapi ketidaksiapan beberapa pelaku ekonomi dan keterbatasan mereka mencapai akses akan memicu ketimpangan. Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya ini memberikan beberapa rekomendasi kebijakan untuk menurunkan ketimpangan. Pertama, pengalihan belanja modal dalam APBN ke wilayah Indonesia Bagian Timur. Kedua, perlu adanya dorongan investasi di luar pulau Jawa. Ahmad mengatakan sampai saat ini Pemerintah belum pada fase menyeleksi investasi. Investasi harus mulai dianggarkan ke wilayah yang belum berkembang. Untuk itu, perlu peningkatan infrastruktur guna menarik investasi masuk. Dari segi ekonomi politik,Hendri Saparini mengkritik penggunaan APBN. Dalam sepuluh tahun terakhir, APBN Indonesia berkembang pesat dari 380 T menjadi sekitar 2000 T akan tetapi kesejahteraan rakyat tidak meningkat secara signifikan. Direktur ekskutif ECONIT ini berpendapat bahwa ada yang salah dalam pemanfaatan APBN karena kue ekonomi yang membesar belum tentu bisa menyelesaikan masalah kesejahteraan jika pemanfaatannya tidak tepat.

32

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juli 2013

Untuk informasi lebih lanjut hubungi : Redaksi Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4 Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta, 10710 Telepon. 021-3521843, Fax. 021-3521836 Email : tinjauan.ekon@gmail.com Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat didownload pada website www.ekon.go.id

You might also like