You are on page 1of 12

hadits tentang gadai BAB I PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat perlu dana maupun modal. Misalnya untuk membuka suatu lapangan usaha tidak hanya dibutuhkan bakat dan kemauan keras untuk berusaha, tetapi juga diperlukan adanya modal dalam bentuk uang tunai. Hal itulah yang menjadi potensi perlu adanya lembaga perkreditan yang menyediakan dana pinjaman. Untuk mendapatkan modal usaha melalui kridit masyarakat membutuhkan adanya sarana dan prasarana. Maka pemerintah memberikan sarana berupa lembaga perbankkan dan lembaga non perbankkan. Salah satu sarana untuk emndapatkan modal adalah dengan gadai. Berbicara masalah gadai tentu ada hubungannya dengan jaminan, maka itu sebelum kita membahas apa itu gadai maka perlu kita ketahui dulu apa itu Jaminan, sehingga memudahkan kita untuk membahas gadai lebih lanjut sebagai bentuk jaminan. Dalam pembahasan makalah ini akan dibahas mengenai dasar hukum al-Hadits mengenai pemanfaatan barang gadai.

B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

RUMUSAN MASALAH Bagaimana kajian mengenai pemanfaatan barang gadai? Hadits apa saja yang digunakan sebagai dasar hukum pemanfaatan barang gadai? Bagaimana makna mufradat dan takhrij hadits? Bagaimana skema hadits tersebut? Bagaimana kualitas periwayat dan kualitas hadistnya? Bagaimana kandungan haditsnya? Bagaimana kaitan isi hadits dengan ekonomi?

BAB II PEMBAHASAN

A.

KAJIAN TENTANG PEMANFAATAN BARANG GADAI

Akad penggadaian adalah akad yang dimaksudkan untuk mendapatkan kepastian dan menjamin utang. Tujuannya bukanlah untuk menumbuhkan harta atau mencari keuntungan. Dan karena demikian ini halnya, tidak halal bagi penggadai untuk mengambil manfaat dari barang yang digadaikan, meskipun pegadai mengizinkannya. Apabila dia mengambil manfaat dari barang yang digadaikan maka ini adalah piutang yang mendatangkan manfaat. Dan, setiap piutang yang mendatangkan manfaat adalah riba. Seperti sabda Rasul : ) ( Setiap utang yang menarik manfaat adalah termasuk riba (HR. Harits bin Abi Usamah) Ini berlaku apabila gadaian bukanlah binatang yang biasa ditunggangi atau diperah susunya. Apabila gadaian adalah binatang yang biasa di tunggangi atau diperah susunya maka penggadai boleh mengambil manfaat darinya sebagai kompensasi biaya yang dia keluarkan untuknya. Sehingga bagi yang memegang barang-barang gadai berkewajiban memberikan makanan, bila barang gadaian itu adalah hewan. Harus memberikan bensin bila barang gadaian berupa kendaraan. Jadi diperbolehkan disini adalah adanya upaya pemeliharaan terhadap barang gadaian yang ada pada dirinya. Pada dasarnya terdapat dua pendapat, jumhur ulama selain Syafiiyah melarang rahin untuk memanfaatkan barang gadaian, sedangkan ulama syafiiyah membolehkan sejauh tidak memadharatkan murtahin. Uraiannya adalah sebagai berikut : 1. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rahin tidak boleh memanfaatkan barang gadaian tanpa seizin murtahin. Begitu pula murtahin tidak boleh memanfaatkannya tanpa seizing rahin.mereka beralasan bahwa barang harus tetap dikuasai murtahin selamanya. Pendapat ini senada dengan ulama Hanabilah sebab manfaat yang ada dalam barang gadaian pada dasarnya termasuk rahn. 2. Ulama Malikiyah berpendapat jika murtahin mengizinkan rahin untuk memanfaatkan barang gadaian, akad menjadi batal. Adapun murtahin dibolehkan memanfaatkan barang gadaian sekedarnya. Sebagian ulama Malikiyah, jika murtahin terlalu lama memanfaatkan ia harus membayarnya kecuali jika rahin mengetahui dan tidak mempermasalahkannya. Sebagian lainnya berpendapat tidak perlu membayar. 3. Ulama Syafiiyah berpendapat bahwa rahin dibolehkan untuk memanfaatkan barang gadaian. Jika tidak menyebabkan barang berkurang. Jika tidak menyebabkan berkurang , maka tidak perlu meminta izin, seperti mengendarainya, menempatinya, dll. Akan tetapi jika menyebabkan barang berkurang, seperti sawah, kebun, rahin harus meminta izin kepada murtahin.

B.

HADITS TENTANG PEMANFAATAN BARANG GADAI

Dalam pembahasan kali ini akan dibahas tiga hadits yang berasal dari tiga mukharrij yang berbeda, yang pada dasarnya mempunyai makna atau isi kandungan yang sama, yaitu;

1.

Kitab Shahih Bukhari (Muhammad bin Ismail al-Bukhari)

: )) , , ((

Terjemah: Telah menceritakan kepada kami muhammad bin muqatil telah mengabarkan kepada kami abdullah telah mengabarkan kepada kami zakariyah dari asy-syabiy dari abu hurairah radliallahu anhu berkata; rasulullah saw bersabda: binatang tunggangan yang digadaikan boleh ditunggangi kerena nafkah yang ia berikan, susu hewan juga boleh diminum bila digadaikan dengan pembayaran tertentu, dan terhadap orang yang mengendarai dan meminum susunya wajib membayar (HR.Imam Bukhari)

Struktur Hadits: Nomor urut Sanad Nama Periwayat Bentuk Periwayat Nara Sumber Matan Topik

Periwayat

5 1 , , 4 3 2 1 2 3 4 5 6 Bukhari

Mukharrij

2.

Kitab Al-Musnad (Ahmad bin Hanbal)

(( : : ) ) , ,

Terjemah:

Telah menceritakan kepada kami yahya dari zakaria, dia berkata; telah menceritakan kepadaku amir dari abu hurairah, dia berkata; rasulullah saw bersabda: binatang tunggangan yang digadaikan boleh ditunggangi kerena nafkah yang ia berikan, jika binatang yang mempunyai susu digadaikan boleh diminum susunya, orang yang menunggangi dan meminum susunya wajib memberikan nafkahnya (biaya perawatan). (HR. Ahmad bin Hanbal)

Struktur Hadits: Nomor urut Sanad Nama Periwayat Bentuk Periwayat Nara Sumber Matan Topik

Periwayat

5 1 2 3 4

4 3 2

6 Ahmad bin Hanbal

Mukharrij

3.

Kitab Sunan Abi Daud (Sulaiman bin al-Asyats al-Sijistani) )) , ,

(( :

Terjemah: Telah menceritakan kepada kami hannad dari ibnu al mubarak dari zakaria dari asy syabi dari abu hurairah dari nabi saw, beliau bersabda: jika digadaikan maka susu hewan boleh diperah sesuai dengan nafkaf yang diberikan kepada hewan tersebut, dan punggung hewan boleh dinaiki. Orang yang menaiki dan memerah wajib memberikan nafkahnya abu daud berkata, menurut kami hadits ini lebih shahih (HR. Abu Daud)

Struktur Hadits: Nomor urut Sanad Nama Periwayat Bentuk Periwayat Nara Sumber Matan Topik

Periwayat

5 1 4 3 2 1 2 3 4 5 6 Abi Daud

Mukharrij

C. 1.

MAKNA MUFRADAT DAN TAKRIJ HADITS Makna Mufradat : pungggung

: dikendarai/ naik : biaya/ membayar : digadaikan : susu :binatang ternak

: minum

2.

Takrij Hadist } {9412 } {9928 }_{

D.

SKEMA SANAD

E. 1. a.

BIOGRAFI PERIWAYAT DAN KUALITAS HADITS Biografi Periwayat )ABDUR RAHMAN BIN SHAKHR (Abi Hurairah

Tahun wafat

: 57 h

Ibnu hajar al as qalani

: sahabat

b.

AMIR BIN SYARAHIL (As-Sabii)

: 104 h

Abu zurah Adz dzahabi

: tsiqah : seorang tokoh : tsiqah masyhur : tsiqah

Ibnu hajar al asqalani Yahya bin main

c.

ZAKARIYA BIN ABI ZAIDAH KHALID : tabiin (tak jumpa sahabat)

Adz dzahabi Al bazzar An nasai

: al hafidz : tsiqah : tsiqah

Ibnu hajar al asqalani : tsiqah yudallis, karena perawi zakaria menurut Ibnu hajar al asqalani mempunyai penilaian tsiqah yudallis. Ibnu hibban : disebutkan dalam ats tsiqaat : tsiqah

Yaqub bin sufyan

Yahya bin main

: shalih

d.

ABDULLAH BIN AL MUBARAK BIN WADLIH

Abu hatim

: tsiqah imam : hafizh

Ahmad bin hambal Ibnu sad Ibnu madini Yahya bin main

: tsiqah mamun : tsiqah : tsiqah tsabat

e.

HANNAD BIN AS SARIY BIN MUSHAB abiin kalangan tua

Abu hatim Adz dzahabi An nasai

: shaduuq : hafizh : tsiqah :tsiqah

Ibnu hajar al asqalani Ibnu hibban

: disebutkan dalam ats tsiqaat

f.

MUHAMMAD BIN MUQATIL

Komentar Para Ulama Abu bakar al khatib Abu hatim Adz dzahabi Ibnu hibban

: tsiqah

: shaduuq : tsiqah : tsiqah

g.

YAHYA BIN SAID BIN FARRUKH

uniyah

: abu said

Abu hatim Abu zurah Adz dzahabi Al ajli An nasai

: tsiqah hafidz : tsiqah hafidz : hafidz kabir : tsiqah : tsiqat tsabat :tsiqah mutqin

Ibnu hajar al asqalani Ibnu sad

: tsiqah mamun.

2.

Kualitas Hadits

tidak bersambung atau tidak syiqoh. Hal ini karena menurut Ibnu hajar al asqalani perawi Zakariya bin Abi Zaidah Khalid mempunyai penilaian Tsiqah Yudallis, dimana Yudallis ini adalah julukan bagi orang yang pernah menyembunyikan atau merahasiakan suatu kabar dari orang lain. dilihat dari : ) () (. , .

F.

KANDUNGAN HADITS

Dari Abu Huroiroh, Rosulullah saw bersabda: jika kapal yang dinaiki dengan wujud manfaatnya ketika digadaikan, susu yang mengalir yang diminum dengan wujud mafaatnya ketika digadaikan, atas perkara naik dan minum itulah yang ada mafaatnya. Dari bab pengadaian ini, semua bahasa global dari ucapan mengadaikan sesuatu ketika ada pembuktian dan ketetapan dari barang tersebut.( setiap seseorang dengan apa yang didapatkan di sandraan) didalam islam memandang menyalurkan uang, penetapan hutang dan atas kendaraan yang digadaikan. Dari Abu Huroirah : rosulullah saw bersabda: lafadz dzoharo yarkabu dengan bentuk maful dan selamanya yasroba ( manfaat ada ketika digadaikan danjuga susu yang mengalir ) lafadz addaro dai fathah dalnya dan di tasdzid (Ronya) dan dinamakan susu dengan berbentuk madzab, redak si lain mengatakan, penyandaran sesuatu kepada dirinya sesuatu itu dan juga dikatakan penyandaran dari sifat kesifatnya ( diminum dengan manfaatnya ketika digadaikan, dan atas manfaat kendaraan dan minuman). Pelaku /penaik kendaraan peminum itu tergadaikan dengan batasan mengganti. Meskipun mungkin terganggu itu ada pada penggadaian. Karena susungguhnya tanggungan itu jumah, karena susungguhnya manfaat itu tetap bagainya, maka apabila barang yang digadaikan itu menjadi miliknya. Ungkapan ini benar ada pada hadits berkenaan atas pengendara dan peminum itu tidak memiliki ketika adanya manfaat itu tetap pada pemilik barangnya dalam setiap keadaan. Hadits ini menunjukkan bahwa sebenanya penggunaan manfaat dengan pergadaian didalam menbandingkan manfaat dan di dalam 3 ( tiga ) masalah ungkapan. Pertama : Ahmad dan Ishak pergi untuk bekerja dengan pekerjaan yang jelas dan menentukan atas pekerjaan itu dengan memiliki (kendaraan) dan mengakhirkan (susu) maka orang berkata, manfaat keduanya dengan pertakaran nilai manfaat dan tidak selamanya atas keduanya. pendapat kedua: mayoritas ulama berkata : penerima gadai tidak pendapat menfaat atas sesuatu para ulama berkata : hadits yang membedakan qiyas dari dua macam yaitu 1.memperbolehkan mengendarai (kendaraan) dan minum (minuman) orang lain tampa izinnya. 2. menanggungnya dengan pemberian yang sesuai dengan harga barang itu. Ibnu Abdil Barr berkata : menurut kebanyakan ahli fiqih, hadits ini kembali pada pokokpokok permasalahan dari beberapa kumpulan hukum yang atsar/pengaruhnya tetap, tidak berbeda dengan yang asli, serta menunjukkan penjelasan lebih lanjut dari hadits Ibnu Umamr : tidak boeh memrah susu dari binatang tenak milik orang lain tanpa izinnya. Di riwayatkan oleh Imam Bukhori pada bab dhalim. Saya berkata : teks tersebut sudah pasti diketahui dari sejarahnya yang mana belum menjelaskan hal itu secara pasti, kecuali jika para ulama berdalaih, dan di sini tidak ada dalih karena keumuman larangan gadai. Sementara pperbedaan qiyas bukanlah termasuk hukumhukum syariat akan tetapi dalil-dalil itu membedakan keduanya dalam hukum-hukum dan sipemilik menghukumi kendaraan yang digadaikan, meminum susunya dan menjadikannya harga yang sebanding dan sesuai pemilik menghukumi seperti jual beli hakim yaitu orang

yang seenaknya sendiri tanpa minta izin dan menjadikan satu syak kurma sebagai ganti dari air susu (ternak) dan sebagainya. Pendapat ketiga : Imam Auzai dan Imam Laits berpendapat bahwa yang dikehendaki dari hadits itu ialah ketika orang yang mengadai itu tercegah dari membayar barang yang digadaikan maka diperbolehkan, membayar jasa atas penjagaan hewan dan menjadikan pembayaran itu sebagai harga banding atas pemanfaattan transport atau meminum susu (binatang) itu, dengan syarattidak menambahkan hitungan dari pemanfaatan itu atau harga yang sebanding. Mengenai batasan syara dalam menentukan harga ganti yaitu segala sesuatu yang dipijam atau dibawa tanpa ada izin dari pemiliknya, yaitu memberikan uang ganti dalam pemanfaatan susu, sebagai ganti makanan itu. kecuali jika pemilik binatang itu tidak memberikan izin padanya untuk mengganti, maka tidak perli memberikan uang ganti namun ia berhutang manfaat dan susu. Atau bila terjadi sesuatu yang membayakan pada hewan itu sebab lamanya kembali, maka harus memberikan ganti.

G.

PENERAPAN PEMANFAATAN BARANG GADAI DALAM EKONOMI

Islam agama yang lengkap dan sempurna telah meletakkan kaedah-kaedah dasar dan aturan dalam semua sisi kehidupan manusia baik dalam ibadah dan juga muamalah (hubungan antar makhluk). Setiap orang mesti butuh berinteraksi dengan lainnya untuk saling menutupi kebutuhan dan saling tolong menolong diantara mereka. Karena itulah sangat perlu sekali kita mengetahui aturan islam dalam seluruh sisi kehidupan kita sehari-hari, diantaranya yang bersifat interaksi social dengan sesama manusia, khususnya berkenaan dengan berpindahnya harta dari satu tangan ketangan yang lainnya. Pada asalnya barang, biaya pemeliharaan dan manfaat barang yang digadaikan adalah milik orang yang menggadaikan (Raahin) dan Murtahin tidak boleh mengambil manfaat barang gadaian tersebut kecuali bila barang tersebut berupa kendaraan atau hewan yang diambil air susunya, maka boleh menggunakan dan mengambil air susunya apabila ia memberikan nafkah (dalam pemeliharaan barang tersebut). Pemanfaatannya tentunya sesuai dengan besarnya nafkah yang dikeluarkan dan memperhatikan keadilan. Demikianlah barang gadai adlah milik orang yang menggadaikannya, namun bila telah jatuh tempo, maka penggadai meminta kepada murtahin (pemilik piutang) untuk emnyelesaikan permasalah hutangnya, karena itu adalah hutang yang sudah jatuh tempo maka harus dilunasi seperti hutang tanpa gadai. Bila ia dapat melunasi seluruhnya tanpa (menjual atau memindahkan kepemilikian) barang gadainya maka murtahin melepas barang tersebut. Bila ia tidak mampu melunasi seluruhnya atau sebagiannya maka wajib bagi orang yang menggadaikan (Al Raahin) untuk menjual sendiri barang gadainya atau melalui wakilnya dengan izin dari murtahin dan didahulukan murtahin daalam pembayarannya atas pemilik piutang lainnya. Apabila penggadai tersebut enggan melunasi hutangnya dan menjual barang gadainya, maka pemerintah boleh menghukumnya dengan penjara agar ia menjual barang gadainya tersebut. Apabila tidak juga menjualnya maka pemerintah menjual barang gadai tersebut dan melunasi hutang tersebut dari nilai hasil jualnya. Inilah pendapat madzhab Syafiiyah dan Hambaliyah. Malikiyah memadang pemerintah boleh menjual barang

gadainya tanpa memenjarakannya dan melunasi hutang tersebut dengan hasil penjualannya. Sedangkan Hanafiyah memandang murtahin boleh menagih pelunasan hutang kepada penggadai dan meminta pemerintah untuk memenjarakannya bila nampak ia tidak mau melunasinya. Tidak boleh pemerintah (pengadilan) menjual barang gadainya, namun memenjarakannya saja sampai ia menjualnya dalam rangka menolak kedzoliman tersebut. Pemerintah menjual barang gadainya dan melunasi hutangnya dengan hasil penjualan tanpa memenjarakan sang penggadai tersebut, karena tujuannya adalah membayar hutang dan itu terrealisasikan dengan hal itu. Ditambah juga adanya dampak negatip social masyarakat dan lainnya pada pemenjaraan. Apabila barang gadai tersebut dapat menutupi seluruh hutangnya maka selesailah hutang tersebut dan bila tidak dapat menutupinya maka tetap penggadai tersebut memiliki hutang sisa antara nila barang gadai dan hutangnya dan ia wajib melunasinya. Demikianlah keindahan islam dalam permasalah gadai, tidak seperti yang banyak berlaku direalitas yang ada. Dimana pemilik piutang menyita barang gadainya walaupun nilainya lebih besar dari hutangnya bahkan mungkin berlipat-lipat. Ini jelas perbuatan kejahiliyah dan kedzoliman yang harus dihilangkan.

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN Tidak halal bagi penggadai untuk mengambil manfaat dari barang yang digadaikan, meskipun pegadai mengizinkannya. Apabila dia mengambil manfaat dari barang yang digadaikan maka ini adalah piutang yang mendatangkan manfaat. Dan, setiap piutang yang mendatangkan manfaat adalah riba. Ini berlaku apabila gadaian bukanlah binatang yang biasa ditunggangi atau diperah susunya. Apabila gadaian adalah binatang yang biasa di tunggangi atau diperah susunya maka penggadai boleh mengambil manfaat darinya sebagai kompensasi biaya yang dia keluarkan untuknya. Sehingga bagi yang memegang barang-barang gadai berkewajiban memberikan makanan, bila barang gadaian itu adalah hewan. Harus memberikan bensin bila barang gadaian berupa kendaraan. Jadi diperbolehkan disini adalah adanya upaya pemeliharaan terhadap barang gadaian yang ada pada dirinya. Pada dasarnya terdapat dua pendapat, jumhur ulama selain Syafiiyah melarang rahin untuk memanfaatkan barang gadaian, sedangkan ulama syafiiyah membolehkan sejauh tidak memadharatkan murtahin.

DAFTAR PUSTAKA

Sabiq, Sayyid. fiqh sunnah. Jakarta; pena pundi aksara. 2008.

Suhendi, Hendi. fiqh muamalah. Jakarta; RajaGgrafindo persada. 2002.

SyafeI , Rachmat. fiqh muamalah. Bandung; pustaka setia, 2006.

Al-Qizwini, Muhammad bin Ismail al-Qizwini. Shahih Bukhari Juz 3. Beirut: Darl al-Fikr, tth.

Hanbal, Ahmad bin. Al-Musnad Juz 3. Beirut: Darl al-Fikr, 1992.

Al-Sijistani, Sulaiman bin al-asyats. Sunan abi Daud juz 3. Beirut: Dar al Fikr, 1990.

Al-Shanani, Muhammad bin Ismail. Subul al-salam bi Syarh Bulugh al Maram min Adillat al-Ahkam. Beirut; Dar al-Fikr, 1995.

You might also like