You are on page 1of 90

LAPORAN TUTORIAL SEKENARIO B BLOK 10

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 2 1. Aini Nur Syafaah 2. Asifa Ramadhani Sembiring 3. Catri Dwi Utari Pramasari 4. Fatimah Shellya 5. Febri Wijaya 6. Hajrin Andwiarmi Adfirama 7. Johannes Lee 8. Maulia Wisda Era Chresia 9. Meylinda 10. M. Hadley Aulia 11. Ramadhan AD 12. Sabrina Sinurat Tutor : dr. Riyanto ( 04111001092 ) ( 04111001022 ) ( 04111001133 ) ( 04111001123 ) ( 04111001002 ) ( 04111001047 ) ( 04111001038 ) ( 04111001010 ) ( 04111001028 ) ( 04111001052 ) ( 04111001129 ) ( 04111001066 )

PENDIDIKAN DOKTER UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA TAHUN PEMBELAJARAN 2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karuniaNya, laporan tugas tutorial skenario A Blok 10 ini dapat diselesaikan dengan baik. Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem pemelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Tim penyusun laporan ini tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan tutorial ini. Laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan tim penyusun lakukan.

Palembang, Oktober 2012

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

Judul Laporan ...................................................................................................... Kata Pengantar .................................................................................................... Daftar Isi.............................................................................................................. Sekenario ............................................................................................................. Klarifikasi Istilah ................................................................................................. Identifikasi Masalah ............................................................................................

1 2 3 4 5 6

Analisis Masalah ................................................................................................. 7-29 Keterkaitan Antar Masalah ................................................................................. 30 Learning Objectives ............................................................................................ 31 Sintesis ................................................................................................................ 32-87 Kerangka Konsep ................................................................................................ 88 Kesimpulan ......................................................................................................... 89 Daftar Isi.............................................................................................................. 90

I. Sekenario
Nyonya A, 45 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan demam, sesak napas dan berat badan ( BB ) turun sejak 6 minggu yang lalu. Keluhan ini disertai menggigil, berkeringat, dan anorexia yang terus memburuk. Ia juga merasa nyeri punggung yang menetap sejak 4 mingu sebelum masuk rumah sakit. Selama ini ia sudah sering mengeluh sesak napas jika berjalan cukup jauh, tetapi sesak semakin lama semakin berat. Saat masuk rumah sakit BB telah turun 5 kg. Sewaktu kecil ia menderita rheumatic fever dengan gejala pembengkakan sendi dan demam sehingga harus dirawat ( dirumah ) selama 3 bulan. Dokter yang memeriksa mengatakan bahwa Ny. A menderita endocarditis.

Pemeriksaan Fisik: Vital Sign : compos mentis, Nadi : 90x/m, RR : 28x/m, TD : 130/80 mmHg, Suhu : 39C Pemeriksaan Spesifik : Kepala dam leher : normal Thorax : Perkusi : Ukuran jantung normal Auskultasi : Murmur diastolic dengan nada rendah, pada dada kiriterdapat suara pembukaan katup mitral yang keras ( loud opening snap ) Pemeriksaan Penunjang : Kultur darah : S. viridans Echocardiography : stenosis mitral ( pada apex jantung )

II. Klarifikasi Istilah


1. Anorexia 2. Rheumatic fever : tidak ada atau hilang selera makan. : penyakit demam yang terjadi sebagai lanjutan infeksi streptococcus hemolytic grup A, ditandai dengan lesi peradangan vocal multiple pada jantung dan persendian. 3. Compos mentis : kesadaran sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan. 4. Murmur diastolic : suara bising jantung yang terjadi pada fase diastolic.

5. Loud opening snap : suara keras pada pembukaan katup mitral 6. Endocarditis : perubahan peradangan proliferative dan eksudatif pada endocardium. 7. Demam 8. Menggigil 9. Stenosis mitral : peningkatan temperature tubuh di atas normal (>37C) : gerakan tubuh gemetar secara involunter. : penyempitan ostium atrioventricularis sinistrum.

10. Echocardiography : perekaman posisi dan gerakan dindin jantung / struktur dalam jatung melalui ema yang diperoleh dari pancaran gelombang ultrasonic yang diarahkan lewat dinding thorax.

III. Identifikasi Masalah


1. Sewaktu kecil ia menderita rheumatic fever dengan gejala pembengkakan sendi dan demam sehingga harus dirawat ( dirumah ) selama 3 bulan. 2. Selama ini ia sudah sering mengeluh sesak napas jika berjalan cukup jauh, tetapi sesak semakin lama semakin berat. 3. Nyonya A, 45 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan demam, sesak napas dan berat badan ( BB ) turun sejak 6 minggu yang lalu. Keluhan ini disertai menggigil, berkeringat, dan anorexia yang terus memburuk. 4. Ia juga merasa nyeri punggung yang menetap sejak 4 mingu sebelum masuk rumah sakit. 5. Saat masuk rumah sakit BB telah turun 5 kg. 6. Dokter yang memeriksa mengatakan bahwa Ny. A menderita endocarditis. 7. Pemeriksaan Fisik : Vital Sign : compos mentis, Nadi : 90x/m, RR : 28x/m, TD : 130/80 mmHg, Suhu : 39C 8.Pemeriksaan Spesifik : Kepala dam leher : normal Thorax : Perkusi : Ukuran jantung normal Auskultasi : Murmur diastolic dengan nada rendah, pada dada kiriterdapat suara pembukaan katup mitral yang keras ( loud opening snap ) 9. Pemeriksaan Penunjang : Kultur darah : S. viridans Echocardiography : stenosis mitral ( pada apex jantung )

IV. Analisis Masalah


1. Sewaktu kecil ia menderita rheumatic fever dengan gejala pembengkakan sendi dan demam sehingga harus dirawat ( dirumah ) selama 3 bulan. a. Jelaskan : - Morfologi, Sifat dan klasifikasi dari bakteri penyebab rheumatic fever ! Morfologi: Kuman berbentuk bulat atau bulat telur, kadang menyerupai batang, tersusun berderet seperti rantai. Panjang rantai bervariasi dan sebagian besar ditentukan oleh faktor lingkungan. Rantai akan lebih panjang pada media cair dibanding pada media padat. Pada pertumbuhan tua atau kuman yang mati sifat gram positifnya akan hilang dan menjadi gram negatif Streptokokus terdiri dari kokus yang berdiameter 0,5-1 m. Dalam bentuk rantai yang khas, kokus agak memanjang pada arah sumbu rantai. Streptokokus patogen jika ditanam dalam perbenihan cair atau padat yang cocok sering membentuk rantai panjang yang terdiri dari 8 buah kokus atau lebih. Streptokokus yang menimbulkan infeksi pada manusia adalah positif gram, tetapi varietas tertentu yang diasingkan dari tinja manusia dan jaringan binatang ada yang negatif gram. Pada perbenihan yang baru kuman ini positif gram, bila perbenihan telah berumur beberapa hari dapat berubah menjadi negatif gram. Tidak membentuk spora, kecuali beberapa strain yang hidupnya saprofitik. Geraknya negatif. Strain yang virulen membuat selubung yang mengandung hyaluronic acid dan M type specific. Klasifikasi Ordo = Eubacteriales Famili = Streptococcaceae Genus = Streptococcus

Spesies = Group A: -hemolytic Streptococcus pyogenes

- Patogenesis dari bakteri penyebab rheumatic fever ! - Patogenesis dari bakteri penyebab rheumatic fever

Patofisiologi secara utuh dari terjadinya penyakit jantung reumatik belum diketahui secara jelas tetapi ada penelitian yang mendapatkan bahwa demam rematik yang mengakibatkan penyakit jantung rematik terjadi akibat sensitisasi dari tantigen Streptokokus sesudah satu sampai empat minggu infeksi Streptokokus di faring. Lebih kurang 95% pasien menunjukkan peninggian titer antistreptoksisn O (ASTO), antideoksiribonukleat B (anti DNA-ase B) yang merupakan dua macam tes yang biasa dilakukan untuk infeksi kuman Streptokokus grup A. Beberapa faktor yang didiga menjadi komplikasi pasca Streptokokus ini kemungkinan utama adalah pertama Virulensi dan Antigenisitas Streptokokus ddan kedua besarnya responsi umum dari host dan persistensi organisme yang menginfeksi faring. Dan tidak diketemukannya faktor predisposisi dari kelainan genetik.

Infeksi dari Streptokokus ini pada awalnya akan mengaktifkan sistem imun. Seberapa besar sistem imun yang aktif ini sangat dipengaruhi oleh faktor virulensi dari kuman itu sendiri yaitu kejadian terjadinaya bakteriemia. Beberapa protein yang cukup penting dalam faktor antigenisitas antara lain adalah protein M dan N asetil glukosamin pada dinding sel bakteri terserbut. Kedua faktor antigen terserbut akan dipenetrasikan oleh makrofak ke sel CD4+naif. Selanjutnya sel CD4 akan menyebabkan poliferasi dari sel T helper 1 dan Thelper 2 melalui berbagai sitokin antara lain interleukin 2, 12, dll. Thelper 1 akan menghasilkan interferon yang berfungsi untuk merekrut makrofak lain datang ke tempat terjadinya infeksi terserbut. Dan juga keberadaan IL 4 dan IL 10 juga menjadi salah satu faktor perekrutan makrofak ke tempat lesi terserbut. Selain itu T helper juga akan mengaktifasi sel palasma menjadi sel B yang merupakan sel memori dengan memprodukksi IL4. Keberadaan sel memori ini lah yang

memungkinkan terjadinya autoimun ulang apabila terjadi pajanan terhadap streptokokus lagi. Setelah sel B aktif akan menghasilkan IgG dan IgE. Apabila terpajan kembali dengan bakteri penyebab teserbut akan terjadi pengaktifan jalur komplemen yang menyebabkan kerusakan jaringan dan pemanggilan makrofag melalui interferon

Pada penderita jantung rematik, sel B, IgG dan IgE akan memiliki raksi silang dengan beberapa protein yang terdapat di dalam tubuh. Hal ini disebabkan M protein dan N asetil glukosamin pada bakteri mirip

dengan protein miosin dan tropomiosin pada jantung, laminin pada katup jantung, vimentin pada sinovial, keratin pada kulit, dan lysogangliosida pada subtalamikus dan caudate nuclei di otak. Reaksi imun yang terjadi akan menyebabkan pajanan sel terus menerus dengan makrofag. Kejaidan ini akan meningkatkan sitoplasma dan organell dari makrofag sehingga mirip seperti sel epitel. Sel epitel teserbut disebut dengan sel epiteloid, pengabungan dari granuloma ini disebut dengan aschoff body. Sedangkan jariangan yang lisis atau rusak karena reaksi autoimun baik yang disebabkan oleh karena reaksi komplemen atau fagositosis oleh makrofak akan digantikan dengan jaringan fibrosa atau scar. Terbentuknya scar ini lah yang dapat menyebabkan stenosis ataupun insufisiensi dari katup-katup pada jantung. Komplikasi kedua tersering yang diktemui adalah stenosis katup mitral. Stenosis ini adalah akibat fibrosis cincin mitral, perlekatan komisura, dan kontraktur daun katup, korda, dan muskulus papilare selama periode waktu yang lama. Akibat yang biasanaya diketemukan pada stenosis katup mitral adalah dilatasi atau hipertrophy dari atrium kiri, hal ini terjadi karena hambatan aliran darah dari atrium kiki menuju ventrikel kiri. Hambatan ini menyebabkan kurangnya aliran

10

darah sistemik yang menyebabkan anak terserbut mudah lelah. Hal lain yang disebabkan oleh stenosis katup mitral adalah peningkatan tekanan pada paru-paru, sehingga mungkin didapatkan efusi ringan air menuju paru-paru ataupun ke pleura. Apabila terjadi peningkatan tekanan pulmonal dalam waktu yang cukup lama akan menyebabkan hipertrofi dengan disertai gagal jantung sisi kanan. Manifestasi dari gagal jantung sisi kanan yaitu adanya edema perifer, dilatasi dari vena jugularis, dan hepatomegali.

- Pencegahan Streptococus 1. Berikan Penyuluhan kepada masyarakat dan kepada petugas kesehatan tentang cara-cara penularan penyakit ini, tentang hubungan infeksi streptokokus dengan demam rematik akut, chorea sydenham, penyakit jantung rematik, glomerulonefritis dan tentang pentingnya diagnosa pasti serta dijelaskan bahwa antibiotika yang diberikan untuk terapi infeksi streptokokus, agar diminum sesuai dengan jadwal yang disuruh dokter. 2. Sediakan fasilitas laboratorium yang memadai untuk identifikasi streptokokus hemolitik grup A. 3. Lakukan Pasteurisasi terhadap susu dan melarang orang yang terinfeksi menangani susu untuk mencegah kontaminasi. 4. Siapkan makanan beberapa saat sebelum dikonsumsi; jika jarak waktu antara penyiapan manakan dan saat konsumsi agak lama simpanlah makanan tersebut pada suhu kurang dari 5o C (41o F) dan dalam jumlah yang sedkit. 5. Orang yang mempunyai lesi pada kulit dilarang menangani makanan. 6. Pencegahan komplikasi sekunder : untuk mencegah infeksi streptokokus kembali dan berulangnya demam rematik, erisipelas atau chorea adalah dengan injeksi benzathin penicillin G long acting tiap bulan (atau pemberian penisilin oral tiap hari,

11

jika pasien patuh) diberikan kurang lebih selama 5 tahun. Jika pasien tersebut tidak tahan terhadap penisilin dapat diberikan sulfisoxasole per oral.

b. Bagaimana mekanisme :

- Pembengkakan sendi pada RhF Rematik arthritis atau peradangan sendi dapat terjadi akibat adanya infeksi bakteri, autoimun, endokrin, dsb. Merupakan reaksi dari autoimun tubuh. - Demam pada RhF ?

Mekanismenya: Infeksi bacteri streptococcus grup A Reaksi imun (antigen-antibodi) Pirogen eksogen Merangsang pirogen endogen (leukosit) Produksi sitokin (IL 1, IL-6,TNF) Memacu pelepasan asam arakidonat sintesis prostaglandin E2 Mencapai hipotamalus set point pada termostat hipotalamus Penyimpanan panas tubuh dan pembentukan panas Suhu meningkat Demam.

2. Selama ini ia sudah sering mengeluh sesak napas jika berjalan cukup jauh, tetapi sesak semakin lama semakin berat. a. Apa saja jenis jenis sesak nafas ? Macam-Macam Sesak Napas (Dyspnea) antara lain :

Dyspnea (Sesak Nafas) akut Dyspnea (Sesak Nafas) akut dengan awal yang tiba-tiba merupakan penyebab umum kunjungan ke ruang gawat darurat. Penyebab dyspnea akut diantaranya penyakit

pernapasan (paru-paru dan pernapasan), penyakit jantung atau trauma dada.

Dyspnea (Sesak Nafas) kronis

12

Dyspnea (Sesak Nafas) kronis (menahun) dapat disebabkan oleh penyakit asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), emfisema, inflamasi paru-paru, tumor, kelainan pita suara. b. Mengapa ia mengeluh sesak nafas jika berjalan jauh ? Pada kasus ini sesak napas ditimbulkan akibat infeksi Streptococcus viridans yang menempel pada permukaan

endokarditis jantung kemudian bermultiplikasi menyerang pada katup jantung lalu timbul koloni-koloni bakteri tersebut di katup jantung dan menghasilkan nodul nodul akibatnya terjadi

penyempitan katup jantung dan aliran darah yang melewati katup jantung terhambat akibat nodul, nodul itu sebenarnya merupakan massa dari bakteri atau fungi yang dilapisi oleh benang fibrin, sel darah, dan keping darah. ditambah dengan aktivitas fisik misalnya berjalan jauh tentunya memerlukan 02 yang lebih banyak sedangkan aliran darah terhambat oleh nodul akibatnya denyut

jantung yang tidak teratur menyebabkan tubuh berkompensasi dan menimbulkan napas yang tidak beraturan untuk memenuhi kebutuhan oksigen jaringan. Hal ini terjadi karena reseptor O2 di pembuluh darah memberi sinyal bahwa tubuh butuh oksigen lebih banyak sehingga sinyal tersebut menjadi pemicu system pernapasan untuk bernapas lebih sering untuk mencukupi kebutuhan oksigen, hal itu lah yang menyebabkan sesak napas Ny.A ini semakin lama semakin berat.

c. Mengapa sesak nafasnya semakin berat ? Gangguan pompa jantung menurunkan curah jantung (suplai darah menurun) sehingga terjadi hipoksia di jaringan. Sebagai mekanisme kompensasinya, denyut jantung dipercepat. Akan tetapi, terjadi elevasi ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri yang menuju ke peningkatan tekanan kapiler pulmonal yang menyebabkan edema paru. Edema paru menyebabkan ketidaksesuaian perfusi ventilasi sehingga menurunkan tekanan oksigen. Penurunan tekanan oksigen ini
13

menstimulasi kemoreseptor perifer yang lalu mengirimkan impuls ke pusat pernapasan di medula oblongata. Akhirnya terjadi peningkatan usaha respirasi tapi tetap gagal karena adanya obstruksi cairan di traktus respiratorius akibat edema paru 3. Nyonya A, 45 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan demam, sesak napas dan berat badan ( BB ) turun sejak 6 minggu yang lalu. Keluhan ini disertai menggigil, berkeringat, dan anorexia yang terus memburuk. a. Bagaimana mekanisme : - Demam

Mekanismenya: Infeksi bacteri streptococcus Viridans Reaksi imun (antigen-antibodi) Pirogen

eksogen Merangsang pirogen endogen (leukosit) Produksi sitokin (IL 1, IL-6,TNF) Memacu pelepasan asam arakidonat sintesis prostaglandin E2 Mencapai hipotamalus set point pada termostat hipotalamus Penyimpanan panas tubuh dan

pembentukan panas Suhu meningkat Demam.

- Sesak nafas Kelainan primer stenosis mitral ialah bendungan mekanik sewaktu pengosongan atrium kiri. Potongan melintang yang normal dari anulus mitral sekitar 5 cm2, dan tanda maupun gejala stenosis mitral akan terjadi apabila ukuran ini berkurang menjadi 1 cm2 atau lebih kecil. Pada regurgitasi mitral dan penyakit katup aorta, kelainan hemodinamik primer terletak pada ventrikel kiri, tetapi pada stenosis mitral fungsi ventrikel kiri masih dapat normal. Stenosis mitral menyebabkan pengosongan atrium kiri tidak sempurna, menaikkan tekanan vena pulmonalis, hipertensi pulmo dan hipertrofi ventrikel kanan, dilatasi dan kegagalan.

14

Penyempitan dari katup mitral menyebabkan perubahan pada peredaran darah, terutama di atas katup. Ventrikel kiri yang berada di bawah katup tidak banyak mengalami perubahan kecuali pada mitral stenosis yang berat, ventrikel kiri dan aorta dapat menjadi kecil. Luas normal orifisium katup mitral adalah 4-6 cm2. Ketika daerah orifisium ini berkurang hingga 2 cm2 maka akan terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang dibutuhkan agar aliran transmitral tetap normal. Mitral stenosis yang parah terjadi ketika pembukaan berkurang hingga 1 cm2. Pada tahap ini dibutuhkan tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang normal. Mitral stenosis menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri selama fase diastolic ventrikel. Untuk mengisi ventrikel curah dengan adekuat kiri dan harus

mempertahankan

jantung,

atrium

menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah melampaui katup yang menyempit. Karena itu, selisih tekanan atau gradient tekanan antara kedua ruang tersebut meningkat. Dalam keadaan normal selisih tekanan tersebut minimal. Otot atrium kiri mengalami hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan memompa darah. Makin lama peranan kontraksi atrium makin penting sebagai faktor pembantu pengisian ventrikel. Dilatasi atrium kiri terjadi oleh karena volume atrium kiri meningkat karena ketidakmampuan atrium untuk mengosongkan diri secara normal. Peningkatan tekanan dan volume atrium kiri dipantulkan ke belakang ke dalam pembuluh paru-paru. Tekanan dalam vena pulmonalis dan kapiler meningkat, akibatnya terjadi kongesti paru-paru, mulai dari kongesti (akumulasi abnormal atau berlebihan dari cairan tubuh) vena yang ringan sampai edema interstitial yang kadang15

kadang disertai transudasi dalam alveoli. Pada akhirnya, tekanan arteria pulmonalis harus meningkat sebagai akibat dari resistensi vena pulmonalis yang meninggi.

Peningkatan tekanan vena pulmonal akan menyebabkan tekanan hidrostatik kapiler paru meningkat dan

menyebabkan masuknya cairan ke dalam rongga ekstra vaskuler.Akibatnya sesak nafas.

Dari hal di atas, dapat disimpulkan bahwa stenosis mitral menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri selama fase diastolik ventrikel. Untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah melampaui katup yang menyempit. Karena itu selisih tekanan atau gradien tekanan antara dua ruangan tersebut meningkat. Dalam keadaan normal selisih kedua tekanan itu minimal. - Menggigil Terletak pada bagian dorsomedial dari hipotalamus posterior dekat dengan dinding ventrikel ketiga adalah suatu area yang disebut pusat motorik primer untuk menggigil. Pusat ini teraktivasi saat suhu tubuh turun bahkan hanya beberapa derajat di bawah nilai suhu kritis. Pusat ini kemudian meneruskan sinyal yang menyebabkan menggigil melalui traktus billateral turun ke batang otak kemudian kedalam kolumna lateralis medulla spinalis dan akhirnya ke neuron-neuron motorik anterior. Sinyal ini tidak teratur dan menyebabkan gerakan otot yang sebenarnya. Sebaliknya sinyal tersebut meningkatkan tonus otot rangka diseluruh tubuh dengan meningkatkan akltivitas neuron-neuron motorik anterior. Ketika tonus ini

16

meningkat diatas nilai kritis tertentu, proses menggigil dimulai. Menggigil merupakan kompensasi tubuh untuk meningkatkan suhu tubuh. Ketika demam hipothalamus menetapkan set point yang lebih tinggi dari suhu tubuh, untuk mencapai set point tersebut, tubuh melakukan proses yang dapat menghasilkan panas dan meningkatkan suhu tubuh yaitu menggigil - Berkeringat Ketika suhu tubuh meningkat, ada 3 mekanisme yang dilakukan tubuh untuk mengompensasinya. 1. Vasodilatasi pembuluh darah perifer. Vasodilatasi ini disebabkan oleh hambatan dari pusat simpatis pada hipotalamus posterior yang menyebabkan vasokontriksi sehingga terjadi vasodilatasi yang kuat pada kulit, yang memungkinkan percepatan pemindahan panas dari tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat lebih banyak. 2. Berkeringat. Pada saat suhu tubuh sudah mencapai batas kritis, yaitu 370c dan vasodilatasi pembuluh kulit tidak mampu untuk membuang panas yang berlebihan, maka akan terjadi pengurangan suhu tubuh dengan cara peningkatan pengeluaran panas melalui penguapan atau evaporasi. 3. Penurunan pembentukan panas. Beberapa mekanisme pembentukan panas, seperti termogenesis kimia dan menggigil dihambat dengan kuat - Anorexia memburuk
Mekanisme berubahnya perasaan lapar dan selera makan pada berbagai penyakit belum dipahami dengan baik.

17

Asupan makanan diatur lewat dua buah pusat di hipotalamus pusat makan di bagian lateral dan pusat rasa kenyang di bagian ventromedial. Pusat rasa kenyang menghambat pusat makan setelah seseorang makan hingga timbul rasa kenyang. Anoreksia umumnya terlihat pada penyakit traktus

gastrointestinal dan hepar. Namun dapat pula menjadi gambaran pada penyakit ekstraintestinal. Nyeri kronik karena berbagai sebab dapat menimbulkan kehilangan selera makan. Anorexia bisa terlihat mencolok pada penyakit jantung kongestif. Pada penyakit kardiovaskular, penurunan aliran darah ke GI tract, dapat menyebabkan anorexia. Di sisi lain, penurunan aliran darah ke otak dan sekitarnya dapat mengganggu pusat lapar dan kenyang, sehingga timbul anorexia. Pada anak-anak, rasa sakit juga terkadang menyebabkan dia anorexia atau susah makan. Radang pada saluran pencernaan (mulai dari mulut sampai usus menimbulkan rasa sakit pada saat sesuatu melewatinya. Ini juga dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan

Yang berhubungan dengan endocarditis dan penyakit dahulu 4. Ia juga merasa nyeri punggung yang menetap sejak 4 mingu sebelum masuk rumah sakit. a. Bagaimana mekanisme nyeri punggung pada Ny. A, sesuai keluhan? Nyeri punggung yang dirasakan oleh Ny. A merupakan nyeri alih akibat adanya peradangan pada perikardium dan miokardium, efek sistemik dari infeksi, dan iskemi jaringan. b. Adakah hubungan dengan RhF ? Nyeri punggung yang dialami Nyonya A disebabkan oleh nyeri alih yang berasal dari jantung.

18

5. Saat masuk rumah sakit BB telah turun 5 kg. a. Bagaimana S. viridans bisa menyebabkan endocarditis ? S. viridian merupakan flora normal yang terdapat di mulut. Tetapi apabila masuk ke aliran darah maka bisa menyebabkan endocarditis subakut. Faktor-factor yang menyebabkan s.viridan masuk ke aliran darah:

Cedera pada kulit, lapisan mulut atau gusi (karena mengunyah atau menggosok gigi), yang memungkinkan masuknya sejumlah kecil bakteri ke dalam aliran darah

Gingivitis (infeksi dan peradangan pada gusi), infeksi kecil pada kulit dan infeksi pada bagian tubuh lainnya, bisa bertindak sebagai jalan masuk bakteri ke dalam aliran darah.

Pembedahan tertentu, prosedur gigi dan beberapa prosedur medik juga dapat mempermudah bakteri untuk masuk ke dalam aliran darah. Contohnya adalah penggunaan infus intravena untuk memasukkan cairan, makanan atau obat-obatan; sitoskopi

(memasukkan selang untuk memeriksa kandung kemih) dan kolonoskopi (memasukkan selang untuk memeriksa usus besar).

Katup jantung yang telah mengalami kerusakan. Pada orang yang memiliki katup jantung normal, sel darah putih pada tubuh akan menghancurkan bakteri-bakteri ini. Tetapi katup jantung yang telah mengalami kerusakan bisa menyebabkan bakteri tersangkut dan berkembangbiak disana.

Katup jantung buatan . Pada katup jantung buatan, bakteri juga bisa masuk dan bakteri ini lebih kebal terhadap pemberian antibiotik.

Kelainan bawaan atau kelainan yang memungkinkan terjadinya kebocoran darah dari satu bagian jantung ke bagian jantung lainnya

Septikemia Bakteremia (adanya bakteri di dalam darah) yang sifatnya ringan mungkin tidak segera menimbulkan gejala, tetapi bakteremia bisa

19

berkembang

menjadi

septikemia.

Septikemia adalah infeksi berat pada darah, yang sering menyebabkan demam tinggi, menggigil, gemetar dan menurunnya tekanan darah. Pemakai obat-obat suntik, karena mereka sering menggunakan jarum atau larutan yang kotor. Pada pemakai obat suntik dan penderita endokarditis karena penggunaan kateter berkepanjangan, katup yang sering terinfeksi adalah katup yang menuju ke ventrikel kanan (katup trikuspidalis). Pada sebagian besar kasus lainnya, yang terinfeksi adalah katup yang menuju ke ventrikel kiri (katup mitralis) atau katup yang keluar dari ventrikel kiri (katup aorta). b. Bagaimana pathogenesis endocarditis ? Endokarditis merupakan peradangan pada katup dan permukaan endotel jantung. Endokarditis bisa bersifat endokarditis rematik dan endokarditis infeksi. Terjadinya endokarditis rematik disebabkan langsung oleh demam rematik yang merupakan penyakit sistemikkarena infeksi streptokokus. Endokarditis infeksi (endokarditis bakterial) adalah infeksi yang disebabkan oleh invasi langsung oleh bakteri atau organisme lain, sehingga menyebabkan deformitas bilah katup. Mikroorganisme penyebabnya mencakup: streptokokus, enterokokus, pneumokokus, stapilokokus, fungi/jamur, riketsia, dan streptokokus viridans. Endokarditis paling banyak disebabkan oleh streptokokus viridans yaitu mikroorganisme yang hidup dalam saluran napas bagian atas. Infeksi endokarditis biasanya terjadi pada jantung yang telah mengalami kerusakan. Kecuali jika terluka, endothelium normal resisten terhadap infeksi oleh kebanyakan bakteri dan terhadap pembentukan trombus. Kerusakan endothelial (pada tempat pengaruh velositas tinggi atau pada sisi dengan tekanan rendah dari lesi struktural jantung) menyebabkan aliran yang tidak semestinya dan akan membuat infeksi langsung oleh mikroorganisme virulent

20

atau perkembangan dari platelet fibrin-trombus tak terinfeksi sebuah kondisi yang dinamakan nonbacterial thrombotic endocarditis (NBTE). Trombus selanjutnya akan menjadi temppat bakteri menempel selama bakteremia transient. Akibatnya katup makin rusak, dan bakteri berproliferasi dengan penyebaran hematogen. Beberapa kondisi yang berisiko terjadi infeksi bakteri pada katup jantung adalah: * Luka di kulit, mulut, gusi atau bagian lain. * Terjadi infeksi di kulit, gusi, mulut dan bagian lain. * Karena tindakan operasi. * Katup jantung yang rusak. * Karena pemakaian jarum suntik yang tidak terjaga. Pada endokarditis reumatik, daun katup dan korda akan mengalami sikatrik dan kontraktur bersamaan dengan

pemendekan korda, sehingga menimbulkan penarikan daun katup menjadi bentuk (funnel shape.)

6. Dokter yang memeriksa mengatakan bahwa Ny. A menderita endocarditis. a. Bagaimana pengobatan endocarditis ? Pencegahan sekunder dengan Benzatin Penisilin G yang berupaya untuk mencegah menetapnya infeksi Streptococcus beta

hemolitikus grup A. Benzatin Pensilin G diberikan tiap 4 minggu sekali selama 10 tahun sesudah serangan akut sampai umur 40 tahun dan kadang-kadang diperlukan selama hidup. Operasi Sekitar 15%-25% penderita endocarditis memerlukan operasi yang bertujuan untuk memperbaiki kerusakan pada jantung. Operasi
21

biasanya direkomendasikan jika penderita sudah mengalami heart failure, tetap demam walaupun sudah diobati menggunakan antibiotic, dan terdapat abses dan fistula di dalam jantung. Tiga prosedur operasi yang biasanya digunakan untuk mengatasi endocarditis adalah:
1. Perbaikan dari katup jantung yang sudah rusak 2. Penggantian katup jantung yang sudah rusak dengan prosthetic 3. Draining dari abses dan memperbaiki fistula yang mungkin masih berkembang di dalam jantung.

b. Bagaimana pengobatan Streptococus Grup A ? Mencegah infeksi dengan memberikan penisilin sebagai profilaksis satu bulan satu kali. Jika sampai terjadi infeksi oleh kuman tersebut, harus diberikan penisilin dengan dosis eradikasi. Jika penderita tidak tahan dengan penisilin dapat diberikan eritromisin.

Pengobatan profilaktik diberikan terus sampai umur 25 tahun. 1. Pemusnahan Streptococus Benzatin PNC G 1,2 juta unit i.m satu kali untuk BB > 30 kg dan 600.000 unit untuk BB < 30 kg jika benzatin penisilin G Alternatif lain Oral Penisilin V Oral sulfadiazin 2 x 250 mg 1 gram sekali alergi Eritromisin 40 mg/kg BB/hari 2- 4 dosis selama 10 hari

sehari

22

Oral eritromisin

2 x 250 mg

Eradikasi kuman Streptococcus beta hemolyticus grup A Pengobatan yang adekuat terhadap infeksi Streptococcus harus segera dilaksanakan setelah diagnosis ditegakkan. Cara pemusnahan streptococcus dari tonsil dan faring sama dengan cara untuk pengobatan faringitis streptococcus yakni pemberian penisilin benzatin intramuskular dengan dosis 1,2 juta unit untuk pasien dengan berat badan > 30 kg atau 600 000-900 000 unit untuk pasien dengan berat badan < 30 kg. Penisilin oral, 400 000 unit (250 mg) diberikan empat kali sehari selama 10 hari dapat digunakan sebagai alternatif. Eritromisin, 50 mg/kg BB sehari dibagi dalam 4 dosis yang sama dengan maximum 250 mg 4 kali sehari selama 10 hari dianjurkan untuk pasien yang alergi penisilin. Obat lain seperti sefalosporin yang diberikan dua kali sehari selama 10 hari juga efektif untuk pengobatan faringitis streptokokus. Penisilin benzatin yang berdaya lama lebih disukai dokter karena reliabilitasnya serta efektifitasnya untuk profilaksis infeksi streptokokus c. Bagaimana hubungan endocarditis dan RhF? Streptoccocus -hemolyticus group A (SGA) akan melepaskan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel, diantaranya streptosilin O, streptosilin S, hialuronidase, streptokinase, difosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease (DNA-se) serta streptococcal erytrogenic toxin dan antigen protein-M Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi. Selain itu, protein M dapat berfungsi sebagai anti-fagositosis sehingga pertahanan tubuh terhadap bakteri ini terhambat. Terjadi reaksi silang antibodi terhadap streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai susunan epitop yang mirip dengan epitop antigen streptococcus. Hal inilah yang menyebabkan autoimun. Kemudian terjadilah infiltrasi sel-sel radang. Apabila peradangan berlanjut, timbullah badan23

badan aschoff yang nantinya dapat meninggalkan jaringan parut di antara otot jantung. Mula-mula akan terjadi edema dan reaksi seluler akut yang mengenai katup dan korda tendine. Kemudian terjadi valvutasi inflamatorik yang ditandai dengan vegetasi fibrinosa berbentuk veruka di tepi daun-daun katup dan mengandung badan aschoff. Vegetasi yang terjadi mengakibatkan terbentuknya koloni Streptococcus viridans pada katup jantung abnormal atau yang mengalami jejas sehingga meningkatkan vegetasi pada katup jantung. Mikroorganisme tersebut berasal dari tempat lain di dalam tubuh, karena keadaan kardiovaskular yang memudahkan infeksi seperti aliran darah yang kuat dan cepat akibat stenosis. Streptoccocus -hemolyticus group A (SGA) akan melepaskan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel, diantaranya streptosilin O, streptosilin S, hialuronidase, streptokinase, difosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease (DNA-se) serta streptococcal erytrogenic toxin dan antigen protein-M Produkproduk tersebut merangsang timbulnya antibodi. Selain itu, protein M dapat berfungsi sebagai anti-fagositosis sehingga pertahanan tubuh terhadap bakteri ini terhambat. Terjadi reaksi silang antibodi terhadap streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai susunan epitop yang mirip dengan epitop antigen streptococcus. Hal inilah yang menyebabkan autoimun. Kemudian terjadilah infiltrasi sel-sel radang. Apabila peradangan berlanjut, timbullah badanbadan aschoff yang nantinya dapat meninggalkan jaringan parut di antara otot jantung. Mula-mula akan terjadi edema dan reaksi seluler akut yang mengenai katup dan korda tendine. Kemudian terjadi valvutasi inflamatorik yang ditandai dengan vegetasi fibrinosa berbentuk veruka di tepi daun-daun katup dan mengandung badan aschoff. Vegetasi yang terjadi mengakibatkan terbentuknya koloni Streptococcus viridans pada katup jantung abnormal atau yang mengalami jejas sehingga meningkatkan vegetasi pada katup jantung. Mikroorganisme tersebut berasal dari tempat lain di dalam tubuh, karena keadaan kardiovaskular yang

24

memudahkan infeksi seperti aliran darah yang kuat dan cepat akibat stenosis. 7. Pemeriksaan Fisik : Vital Sign : compos mentis, Nadi : 90x/m, RR : 28x/m, TD : 130/80 mmHg, Suhu : 39C a. Bagaimana intepretasi dan penyebab abnormalitas vital sign ? 1. Compos mentis : menandakan bahwa tidak ada gangguan pada kesadaran yang di miliki oleh nyonya A (kesadarannya penuh) 2. Nadi 90x / menit : menunjukan bahwa tidak ada kelainan denyut nadi yang dialami oleh nyonya A (normal 60-100x/menit) 3. RR 28x/menit : pada respiration rate Ny. A termasuk cepat (normal RR adalah 16-24x/menit), hal ini disebabkan konpensasi yang disebabkan oleh sesak nafas yang dialami oleh Ny. A. 4. TD 130/80 mmHg :

Optimal : 120/80 mmHg Normal <130 / <85 mmHg Hipertensi Ringan 140-159 / 90-99 mmHg Sedang 160-180 / 100-110 mmHg Berat 180 110 dengan nilai diatas dapat diketahui bahwa Tekanan Darah Ny. A masih termasuk normal. 5. Suhu 39C : Suhu tubuh sangat tinggi (normal 36 - 37 C), hal ini disebakan oleh demam yang diderita Ny. A

8.Pemeriksaan Spesifik : Kepala dam leher : normal Thorax : Perkusi : Ukuran jantung normal

25

Auskultasi : Murmur diastolic dengan nada rendah, pada dada kiriterdapat suara pembukaan katup mitral yang keras ( loud opening snap ) a. Bagaimana melakukan perkusi dan auskultasi jantung dalam PS ? Perkusi Jantung Perkusi menetukan batas-batas garis bentuk statis tetapi tidak memberikan informasi tentang peristiwa dinamis. Mulailah pada tiap sela iga jauh ke arah lateral ke arah aksila. Perkusilah ke arah sternum. Tandailah tempat di mana nada perkusi berubah dari resonan ke pekak, pekak relatif. Biasanya, ini terjadi kira-kira 2 cm dari sternum di dalm sela iga ketiga pada sisi kanan dan kirakira 4 cm pada sisi kiri. Batasnya terdeteksi kira-kira 8 cm ke lateral di ruang sela iga kelima kiri. Gerakkan jari Anda dari titik ini ke sternum, pekak menjadi makin bertambah kira-kira 4 cm dari sternum, daerah pekak jantung absolut. Ini adalah tempat dimana jantung berhubungan langsung dengan dinding anterior dada. Daerah pekak absolut membesar secara tidak proporsional kalau efusi perikardium mendorong batas anterior jantung ke dinding dada.

Auskultasi Jantung Pasien dan pemeriksa yang santai dan nyaman dalam suatu ruang yang sunyi dan stetoskop yang baik yang diperlengkapi dengan bel dan diafragma yang diperlukan untuk auskultasi. Dengan hati-hati
26

letakkan tangan pada karotis. Pakailah upstroke untuk menentukan permulaan sistole dan bunyi jantung pertama yang berkaitan (S1). Identifikasi dan dengarkan bunyi jantung pertama, kemudian dengarkan bunyi jantung kedua. Selanjutnya, dengarkan interval di antara bunyi jantung pertama dan kedua (bunyi sistolik). Tentukanlah waktu bunyi-bunyi tersebut dengan upstroke karotis dan dengarkanlah empat komponen siklus jantung. Auskultasilah seluruh prekordium. Empat daerah penting mencerminkan bunyi dari empat katup. Dada lateral (garis aksila interior di sela iga keempat dan kelima) dan karotis di pangkal leher harus diasukultasi pula jika ada bising (murmur) sistolik. Daerah mitral dan trikuspid biasanya menghantarkan suara-suara berfrekuensi rendah dari peristiwa-peristiwa bertekanan rendah. Pakailah bel di daerah katup ini. Dengan ringan, letakkan bel tersebut pada dada sehingga berhubungan erat dengan kulit. Di daerah aorta dan pulmoner, bunyi berfrekuensi tinggi lebih baik didengar dengan diafragma yang ditekankan kuat-kuat ke dada. Pakailah teknik inching, berulang-ulang menggerakkan stetoskop Anda sedikit demi sedikit, bergerak dari apeks melalui daerah katup atrioventrikuler sampai ke basis jantung. Simpulkanlah auskultasi pada basis jantung dengan meminta pasien menarik nafas dengan perlahan-lahan sementara Anda mendengarkan splitting fisiologis bunyi jantung kedua.

9. Pemeriksaan Penunjang :
27

Kultur darah : S. viridans Echocardiography : stenosis mitral ( pada apex jantung ) a. Bagaimana pengembangbiakan kultur darah ? Blood culture Kultur darah adalah uji laboratorium untuk memeriksa bakteri dalam sampel darah. Bagaimana Test Dilakukan Darah biasanya diambil dari vena, biasanya dari bagian dalam siku atau bagian belakang tangan. Situs ini dibersihkan dengan obat pembunuh kuman (antiseptik). Petugas laboratorium kesehatan memasang pengikat/torniquet di lengan atas untuk membendung aliran darah ke daerah tersebut sehingga pembuluh darah dapat terlihat/teraba jelas. Selanjutnya, petugas laboratorium kesehatan dengan lembut memasukkan jarum ke dalam pembuluh darah. masukkan darah dalam spuit ke dalam botol atau tabung kedap udara . Melepas torniquet dari lengan. Setelah darah telah terkumpul, jarum ditarik, dan bekas tusukan ditutup untuk menghentikan pendarahan. Sangat penting bahwa sampel darah tidak terkontaminasi. Sampel tersebut dikirim ke laboratorium, di laboratorium sampel dimasukkan dalam tabung /botol yang mengandung media pertumbuhan untuk melihat apakah mikroorganisme tumbuh. Hal ini disebut Kultur. Kebanyakan Kultur memeriksa bakteri. Jika bakteri tumbuh, tes lebih lanjut dilakukan untuk mengidentifikasi jenis tertentu. Pengecatan gram juga dapat dilakukan. Pengecatan gram adalah metode untuk mengidentifikasi mikroorganisme (bakteri) dengan menggunakan serangkaian pewarna khusus . Bagaimana Mempersiapkan Test Tidak diperlukan persiapan khusus untuk kultur darah. Untuk informasi tentang cara mempersiapkan sampel darah, lihat venipuncture. Bagaimana Test Dirasakan Tidak ada rasa sakit yang terkait dengan kultur darah. lihat
28

venipuncture. Mengapa Test adalah Dilakukan Dokter Anda mungkin meminta tes ini jika Anda diduga memiliki gejala infeksi darah seperti bakteremia atau septicemia. Kultur darah bertujuan mengidentifikasi jenis bakteri yang menyebabkan infeksi. Ini membantu dokter menentukan pengobatan terbaik. Hasil Normal Nilai normal berarti tidak ada mikroorganisme tumbuh di media pertumbuhan. Catatan: rentang nilai normal dapat sedikit berbeda antara laboratorium yang berbeda. Berbicara dengan dokter Anda tentang arti dari hasil tes khusus Anda. Apa Arti Hasil Abnormal Sebuah hasil positif berarti bahwa dalam darah Anda telah terpapar bakteri. Namun, kontaminasi dari sampel darah dapat menyebabkan hasil positif palsu, yang berarti Anda tidak memiliki infeksi sejati. . Resiko Kultur darah dilakukan di laboratorium. Tidak ada risiko bagi pasien. Untuk informasi mengenai risiko yang berkaitan dengan pengambilan sampel darah, lihat venipuncture. Pertimbangan Bakteri penginfeksi darah kadang-kadang datang dan pergi, sehingga serangkaian (tiga kali) kultur darah dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil. Nama Alternatif Biakan darah, Culture - blood

29

V. Keterkaitan Antar Masalah

Sewaktu kecil

6 Minggu Sbeleum masuk RS

4 minggu sebelum masuk RS

Saat di RS

Ny. A menderita RHF

Ny. A masuk rumah sakit dgn keluhan demam, sesak napas, BB turun

Ny. A merasa nyeri punggu menetap

Dokter mengatakan Endokarditis BB turun 5 kg

30

VI. Learning Objectives


1. Streptococus secara umum 2. Streptococus grup A 3. RhF 4. endocarditis 5. Pemeriksaan Fisik 6. Cara pemeriksaan fisik 7. Pemeriksaan penunjang - Cara mengidentifikasi streptococcus - Echocardiography

31

VII. Sintetsis
1. Streptococcus Streptococcus adalah bakteri Gram-positif membentuk formasi rantai atau berpasangan, bersifat anaerob fakultatif dan katalase negative. Terbagi menjadi grup berdasarkan pengenalan antibody terhadap antigen permukaan kuman. Satu grup dapat berisi satu atau beberapa spesies. Kelompok terpenting Streptococcus adalah grup A, B, dan D. faringitis terutama disebabkan grup A. Streptococcus pnemunoniae salah satu penyebab utama pnemumonia dan Streptococcus mutans dan Streptococcus viridans (kasus dental caries) tidak termasuk dalam grup. Bila kuman ditumbuhkan pada agar darah domba akan terlihat tiga reaksi hemolysis yaitu alfa, beta, dan gamma. Hemolysis alfa berarti hemolysis parsial dengan warna hijau (disebabkan oleh unidentified product hemoglobin) terlihat disekitar koloni, hemolysis beta merupakan hemolysis lengkap dengan warna jernih dan sedangkan hemolysis gama berarti tidak ada hemolysis. Grup A dan grup B adalah hemolitik beta sedangkan grup D adalah hemolitik alfa atau gamma. Reaksi hemolitik penting untuk pengelompokan Streptococcus juga dapat menjadi presumptive clinical identification.

32

2. Grup A Streptococcus (S. pyogenes) atau GAS Kuman kelompok ini secara tradisional menyebabkan infeksi supuratif, faringitis non-invasif dan infeksi kulit (jarang) yaitu impetigo. Hingga pertengahan tahun 1970-an komplikasi serius infeksi kuman ini menurun secara drastic, tetapi tahun 1980-1990-an terjadi peingkatan secara drastic rheumatic fever (penyakit jantung non-supuratif) juga bacteremia. Infeksi GAS mengenai semua umur dan puncaknya umur 5-15 tahun. Komplikasi serius termasuk demam rematik dan bakteriemia invasive adalah defek imunitas pada bayi, lansia, dan pasien immunocompromised. Belum jelas mengapa anak dan orang dewasa yang sebelumnnya sehat dapat mengalami komplikasi serius. Rheumatic fever adalah peradangan secara primer mengenai jantung dan sendi. Penyakit dapat bertambah berat dalam jangka panjang. Mekanisme chronic immunopathology ini belum terjelaskan. M protein bereaksi silang dengan myosin jantung menyebabkan autoimunitas. Dinding sel GAS sangat resisten terhadap degradasi dalam inang. Antigen ini tetap ada beberapa bulan in vivo dan menimbulkan penyakit berupa rheumatic arthritis dan carditis. Pengobatan dini infeksi tenggorokan dapat menurunkan insiden penyakit jantung rematik.

Pathogenesis Adanya adhesin yang memungkinkan perlekatan via fibronektin epitel saluran nafas. Liphoteichoic acid banyak terdapat pada membrane sel pada GAS juga terdapat di fimbrae. Penelitian-penelitian terdahulu menyebutkan bahwa Lipoteichoic acid GAS adalah adhesin sedangkan penelitian terakhir mengajukan hipotesa F protein. Pada ketiadaan fibrinogen, GAS akan mengikat komplemen pada lapisan peptidoglikan dan bila tanpa antibody, kuman tidak dapat difagosit. M protein mengikat fibrionogen serum dan menghambat perlekatan kompelemen dengan peptidoglikan. Keadaan ini memungkinkan kuman tetap hidup dengan menghambat proses fagositosis, tetapi pada individu imun, neutralizing antibody akan bereaksi dengan M protein mengakibatkan kematian kuman. Ini merupakan mekanisme utama imunitas dalam melenyapkan infeksi GAS. Karenanya vaksin M protein merupakan

33

kandidat utama untuk demam rematik. Kapsul GAS secara klasik dikenal sebagai antifagosit, beberapa galur virulen baru memiliki kapsul mukoid yang diduga penting dalam pathogenesis. Sayangnya tipe M protein tertentu bereaksi silang dengan jantung dan dapat menyebabkan rematik karditis. Ketakutan terjadinya autoimunitas telah menghambat penggunaan vaksin GAS. Toksin yang diproduksi Streptococcus antara lain: Streptolysin (S&O), NADase, hyaluronidase, streptokinase, DNAses dan erythrogenic toxin. S.pyogenes terutama menyebabkan faringitis dan tonsillitis, juga dapat menyebabkan sinusitis, otitis, dan artirits dan infeksi tulang. Beberapa galur menyebabkan infeksi kulit impetigo atau selulitis. Post-infection sequelae S. pyogenes terjadi dalam 1-3 minggu setelah ifneksi akut seperti demam rematik akut (mengikuti faringitis) dan glomerulonephritis. Sequelae kemungkinan mengubah respon imun (autoantibodi). Glomerulonephritis terjadi karena deposisi kompleks AgAb pada membrane basal glomerulus ginjal.

34

3. RhF ( Rheumatic Fever ) Demam reumatik merupakan penyakit vaskular kolagen multisistem yang terjadi setelah infeksi streptokokus grup A pada individu yang mempunyai faktor predisposisi. Penyakit ini masih merupakan penyebab terpenting penyakit jantung didapat (acquired heart disease) pada anak dan dewasa muda di banyak negara terutama negara sedang berkembang. Keterlibatan kardiovaskular pada penyakit ini ditandai oleh inflamasi endokardium dan miokardium melalui suatu proses autoimun yang menyebabkan kerusakan jaringan2. Serangan pertama demam reumatik akut terjadi paling sering antara umur 515 tahun. Demam reumatik jarang ditemukan pada anak di bawah umur 5 tahun1,2,3,5. Demam reumatik akut menyertai faringitis Streptococcus beta hemolyticus grup A yang tidak diobati. Pengobatan yang tuntas terhadap faringitis akut hampir meniadakan resiko terjadinya demam reumatik. Diperkirakan hanya sekitar 3 % dari individu yang belum pernah menderita demam reumatik akan menderita komplikasi ini setelah menderita faringitis streptokokus yang tidak diobati1,5. Saat ini diperkirakan insidens demam reumatik di Amerika Serikat adalah 0,6 per 100.000 penduduk pada kelompok usia 5 sampai 19 tahun. Insidens yang hampir sama dilaporkan di negara Eropa Barat. Angka tersebut menggambarkan penurunan tajam apabila dibandingkan angka yang dilaporkan pada awal abad ini, yaitu 100-200 per 100.000 penduduk1. Sebaliknya insidens demam reumatik masih tinggi di negara berkembang. Data dari negara berkembang menunjukkan bahwa prevalensi demam reumatik masih amat tinggi sedang mortalitas penyakit jantung reumatik sekurangnya 10 kali lebih tinggi daripada di negara maju. Di Srilangka insidens demam reumatik pada tahun 1976 dilaporkan lebih kurang 100-150 kasus per 100.000 penduduk. Di India, prevalensi demam reumatik dan penyakit jantung reumatik pada tahun 1980 diperkirakan antara 6-11 per 1000 anak. Di Yemen, masalah demam reumatik dan penyakit jantung reumatik sangat besar dan merupakan penyakit kardiovaskular pertama yang menyerang anak-anak dan menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi8. Di Yogyakarta pasien dengan demam reumatik dan penyakit jantung reumatik yang diobati di Unit Penyakit Anak dalam periode 1980-1989 sekitar 25-35 per tahun, sedangkan di Unit Penyakit Anak RS. Cipto Mangunkusumo tercatat ratarata 60-80 kasus baru per tahun1,3. Insidens penyakit ini di negara maju telah menurun dengan tajam selama 6 dekade terakhir, meskipun begitu dalam 10 tahun terakhir ini telah terjadi peningkatan kasus demam reumatik yang mencolok di beberapa negara bagian Amerika Serikat. Hal tersebut mengingatkan kita bahwa demam reumatik belum seluruhnya terberantas, dan selalu terdapat kemungkinan untuk menimbulkan masalah kesehatan masyarakat baik di negara berkembang maupun negara maju1. Suatu faktor penting yang mempengaruhi insidens demam reumatik adalah ketepatan diagnosis dan pelaporan penyakit. Sampai sekarang belum tersedia uji spesifik yang tepat untuk menegakkan diagnosis demam reumatik akut. Terdapat

35

kesan terdapatnya overdiagnosis demam reumatik, sehingga diharapkan dengan kriteria diagnosis yang tepat, pengertian dan kemampuan untuk mengenal penyakit ini serta kesadaran para dokter untuk menanggulanginya merupakan hal yang sangat penting dalam menurunkan insidens penyakit ini.

TINJAUAN PUSTAKA Definisi Demam reumatik merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus beta hemolyticus grup A1.

Etiologi Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan3. Infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulangan1,3,5,6. Untuk menyebabkan serangan demam reumatik, Streptokokus grup A harus menyebabkan infeksi pada faring, bukan hanya kolonisasi superficial. Berbeda dengan glumeronefritis yang berhubungan dengan infeksi Streptococcus di kulit maupun di saluran napas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi Streptococcus di kulit3. Hubungan etiologis antara kuman Streptococcus dengan demam reumatik diketahui dari data sebagai berikut: 1. Pada sebagian besar kasus demam reumatik akut terdapat peninggian kadar antibodi terhadap Streptococcus atau dapat diisolasi kuman betaStreptococcus hemolyticus grup A, atau keduanya3. 2. Insidens demam reumatik yang tinggi biasanya bersamaan dengan insidens oleh beta-Streptococcus hemolyticus grup A yang tinggi pula. Diperkirakan hanya sekitar 3% dari individu yang belum pernah menderita demam reumatik akan menderita komplikasi ini setelah menderita faringitis Streptococcus yang tidak diobati1,3. 3. Serangan ulang demam reumatik akan sangat menurun bila penderita mendapat pencegahan yang teratur dengan antibiotika.

Faktor Predisposisi Faktor Individu 1. Faktor Genetik

36

Banyak demam reumatik/penyakit jantung reumatik yang terjadi pada satu keluarga maupun pada anak-anak kembar. Karenanya diduga variasi genetik merupakan alasan penting mengapa hanya sebagian pasien yang terkena infeksi Streptococcus menderita demam reumatik, sedangkan cara penurunannya belum dapat dipastikan1,3. 2. Jenis Kelamin

Tidak didapatkan perbedaan insidens demam reumatik pada lelaki dan wanita1,3. Meskipun begitu, manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada salah satu jenis kelamin, misalnya gejala korea jauh lebih sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki. Kelainan katub sebagai gejala sisa penyakit jantung reumatik juga menunjukkan perbedaan jenis kelamin. Pada orang dewasa gejala sisa berupa stenosis mitral lebih sering ditemukan pada wanita, sedangkan insufisiensi aorta lebih sering ditemukan pada laki-laki3. 3. Golongan Etnik dan Ras

Belum bisa dipastikan dengan jelas karena mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada golongan etnik dan ras tertentu ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya. Yang telah dicatat dengan jelas ialah terjadinya stenosis mitral. Di negara-negara barat umumnya stenosis mitral terjadi bertahun-tahun setelah serangan penyakit jantung reumatik akut. Tetapi data di India menunjukkan bahwa stenosis mitral organik yang berat seringkali sudah terjadi dalam waktu yang relatif singkat, hanya 6 bulan-3 tahun setelah serangan pertama3. 4. Umur

Paling sering pada umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum umur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi Streptococcus pada anak usia sekolah3. 5. Keadaan Gizi dan adanya penyakit lain

Belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi. Hanya sudah diketahui bahwa penderita sickle cell anemia jarang yang menderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik3.

Faktor-faktor Lingkungan 1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk

Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya demam reumatik1,3. Termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk ialah sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang sakit

37

sangat kurang, pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain3. 2. Iklim dan Geografi

Penyakit ini terbanyak didapatkan di daerah beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi daripada yang diduga semula1,3. Di daerah yang letaknya tinggi agaknya insidens lebih tinggi daripada di dataran rendah3. 3. Cuaca

Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat3.

Patogenesis Meskipun pengetahuan serta penelitian sudah berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya demam reumatik yang pasti belum diketahui. Pada umumnya para ahli sependapat bahwa demam reumatik termasuk dalam penyakit autoimun3,4,5. Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel; yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, disfosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease serta streptococcal erythrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi3. Demam reumatik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap beberapa produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibodi terhadap Streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip antigen streptococcus, hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun1,3. ASTO (anti streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80% penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikan titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap Streptococcus, maka pada 95% kasus demam reumatik/penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap Streptococcus3. Penelitian menunjukkan bahwa komponen streptokokus yang lain memiliki reaktivitas bersama dengan jaringan lain. Ini meliputi reaksi silang imunologik di antara karbohidrat streptokokus dan glikoprotein katup, di antara membran protoplasma streptokokus dan jaringan saraf subtalamus serta nuklei kaudatus dan antara hialuronat kapsul dan kartilago artikular. Reaktivitas silang imunologik multiple tersebut dapat menjelaskan keterlibatan organ multiple pada demam reumatik1.

38

Peran antibodi sebagai mediator cedera jaringan belum sepenuhnya diterima. Adanya antibodi bereaksi silang yang serupa pada serum pasien tanpa demam reumatik mendorong penelitian mediator imun lain. Data muthakir menunjukkan pada sitotoksitas yang ditengahi oleh sel sebagai mekanisme alternatife untuk cedera jaringan. Penelitian menunjukkan bahwa limfosit darah perifer pasien dengan karditis reumatik akut adalah sitotoksik terhadap sel miokardium yang dibiak in vitro, dan bahwa serum penderita demam reumatik menghapuskan pengaruh sitotoksik tersebut. Ini memberi kesan bahwa antibodi yang bereaksi silang dapat mempunyai pengaruh protektif dalam pejamu tersebut. Sekarang hipotesis yang paling banyak dipercaya adalah bahwa mekanisme imunologik, humoral atau selular, menyebabkan cedera jaringan pada demam reumatik1. Patologi Dasar kelainan patologi demam reumatik ialah reaksi inflamasi eksudatif dan proliferatif jaringan mesenkim. Kelainan yang menetap hanya terjadi pada jantung; organ lain seperti sendi, kulit, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain dapat terkena tetapi selalu reversibel3. Proses patologis pada demam reumatik melibatkan jaringan ikat atau jaringan kolagen. Meskipun proses penyakit adalah difus dan dapat mempengaruhi kebanyakan jaringan tubuh, manifestasi klinis penyakit terutama terkait dengan keterlibatan jantung, sendi, dan otak.1. Jantung Keterlibatan jantung pada demam reumatik dapat mengenai setiap komponen jaringannya. Proses radang selama karditis akut paling sering terbatas pada endokardium dan miokardium, namun pada pasien dengan miokarditis berat, perikardium dapat juga terlibat. Beberapa dengan pada penyakit kolagen lain seperti lupus eritematosus sistematik atau artristis reumatoid juvenil (pada kedua penyakit ini serositas biasanya ditunjukkan oleh perikarditis), pada demam reumatik jarang ditemukan perikaditis tanpa endokarditis atau miokarditis. Perikaditis pada pasien reumatik bisanya menyatakan adanya pankarditis atau perluasan proses radang1. Penemuan histologis pada karditis reumatik akut tidak selalu spesifik. Tingkat perubahan histologis tidak perlu berkolerasi dengan derajat klinis. Pada stadium awal, bila ada dilatasi jantung, perubahan histologis dapat minimal, walaupun gangguan fungsi jantung mungkin mencolok1. Dengan berlanjutnya radang, perubahan eksudatif dan proliferatif menjadi lebih jelas. Stadium ini ditandai dengan perubahan edematosa jaringan, disertai oleh infiltrasi selular yang terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan beberapa granulosit. Fibrinoid, bahan granular eusinofil ditemukan tersebar di seluruh jaringan dasar. Bahan ini meliputi serabut kolagen ditambah bahan granular yang berasal dari kolagen yang sedang berdegenerasi dalam campuran fibrin, globulin, dan bahanbahan lain. Jaringan lain yang terkena oleh proses penyakit, seperti jaringan sendi, dapat menunjukkan fibrinoid; hal ini dapat juga terjadi dalam jaringan yang sembuh pada pasien penyakit kolagen lain1.

39

Pembentukan sel Aschoff atau benda Aschoff diuraikan oleh Aschoff pada tahun 1940, menyertai stadium di atas. Lesi patognomonis ini terdiri dari infiltrat perivaskular sel besar dengan inti polimorf dan sitoplasma basofil tersusun dalam roset sekeliling pusat fibrinoid yang avaskular. Beberapa sel mempunyai inti banyak, atau mempunyai inti mata burung hantu dengan titik-titik dan fibril eksentrik yang menyebar ke membran inti, atau mempunyai susunan kromatin batang dengan tepi gigi gergaji dan nukleus kisi-kisi atau lingkaran yang melilit. Sel-sel yang khas ini disebut monosit Anitschkow1. Benda Aschoff dapat ditemukan pada setiap daerah miokardium tetapi paling sering ditemukan dalam jaringan aurikular kiri. Benda Aschoff ditemukan paling sering dalam jaringan miokardium pasien yang sembuh dari miokarditis reumatik subakut atau kronik. Sel Aschoff dapat tampak dalam fase akut; mungkin pasien ini menderita karditis kronik dengan kumat demam reumatik. Jarang sel Aschoff ditemukan dalam jaringan jantung pasien tanpa riwayat demam reumatik1. Reaksi radang juga mengenai lapisan endokardium yang mengakibatkan endokarditis. Proses endokarditis tersebut mengenai jaringan katup serta dinding endokardium. Radang jaringan katup menyebabkan manifestasi klinis yang mirip karditis reumatik. Yang paling sering terlibat adalah katup mitral, disusul katup aorta. Katup trikuspid jarang terlibat, dan katup pulmonal jarang sekali terlibat1. Tinjauan etiologi penyakit katup oleh Roberts menunjukkan bahwa etiologi reumatik 70% dari kasus dapat berasal dari penyakit katup mitral murni (isolated) dan hanya 13% dari kasus yang berasal dari penyakit katup aorta murni. Pada pasien yang kedua katupnya (mitral dan aorta) terlibat, kemungkinan etiologi reumatik adalah 97%1. Radang awal pada endokarditis dapat menyebabkan terjadinya insufisiensi katup. Penemuan histologis dalam endokarditis terdiri dari edema dan linfiltrasi selular jaringan katup dan korda tendine. Lesi yang khas endokarditis reumatik adalah tambalan (patch) MacCallum, daerah jaringan menebal yang ditemukan dalam atrium kiri, yakni di atas dasar daun katup mitral posterior. Degenerasi hialin pada katup yang terkena akan menyebabkan pembentukan veruka pada tepinya, yang akan menghalangi pendekatan daun-daun katup secara total dan menghalangi penutupan ostium katup. Dengan radang yang menetap, terjadilah fibrosis dan klasifikasi katup. Klasifikasi mikroskopik dapat terjadi pada pasien muda dengan penyakit katup reumatik. Jikalau tidak ada pembalikan proses dan penyembuhan, proses ini akhirnya akan menyebabkan stenosis dan perubahan pengapuran yang kasar, yang terjadi beberapa tahun pascaserangan1. Pasien dengan pankarditis, di samping menderita miokarditis juga menderita perikarditis. Eksudat fibrin menutupi permukaan viseral maupun sisi permukaan serosa (serositis), dan cairan serohemoragis yang bervariasi volumenya berada dalam rongga perikardium1.

Organ-organ lain

40

Ruam kulit mencerminkan terdapatnya vaskulitis yang mendasari, yang mungkin ada pada setiap bagian tubuh dan yang paling sering mengenai pembuluh darah yang lebih kecil. Pembuluh darah ini menunjukkan proliferasi sel endotel. Nodul subkutan jarang ditemukan pada pasien demam reumatik akut; kalaupun ada, nodul ini cenderung ditemukan pada pasien dengan penyakit katup kronik, terutama stenosis mitral. Histologi nodul subkutan terdiri dari nekrosis fibrinoid sentral yang dikelilingi oleh sel-sel epitel dan mononuklear. Lesi histologis tersebut serupa dengan lesi pada benda Ascoff, suatu tanda patologis karditis reumatik1. Seperti pada perikarditis, patologi artritis pada dasarnya sama, yaitu serositis. Pada artritis reumatik jaringan tulang rawan (kartilago) tidak terlibat, akan tetapi lapisan sinovia menunjukkan terjadinya degenerasi fibrinoid. Patologi nodulus subkutan, yang membentuk penonjolan di atas tonjolan tulang dan permukaan tendo ekstensor, telah diuraikan di atas1. Vaskulitis, yang merupakan dasar proses patologis eritema marginatum, juga menyebabkan lesi ekstrakardial lain seperti keterlibatan paru dan ginjal yang kadang ditemukan pada demam reumatik akut. Demikian pula, vaskulitis dapat merupakan proses patologis yang berhubungan dengan korea Sydenham (St. Vitus dance). Ganglia basalis dan serebellum adalah tempat perubahan patologis yang sering ditemukan pada pasien dengan gejala korea Sydenham. Perubahan ini terdiri dari perubahan selular dengan infiltrasi perivaskular oleh sel limfosit1. Pada literatur lain menyebutkan kelainan-kelainan pada susunan saraf pusat ini (korteks, ganglia basalis, serebellum) tidak dapat menerangkan terjadinya korea, kelainan tersebut dapat ditemukan pada penderita demam reumatik yang meninggal dan diautopsi tetapi sebelumnya tidak pernah menunjukkan gejala korea3.

Manifestasi Klinis Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4 stadium: Stadium I Stadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman betaStreptococcus hemolyticus grup A. Keluhan biasanya berupa demam, batuk, rasa sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisik sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular seringkali membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan3. Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran napas bagian atas pada penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik, yang biasanya terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit jantung reumatik3. Stadium II

41

Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi Streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian3. Stadium III Merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai manifestasi klinik demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinik tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum (gejala minor) dan manifestasi spesifik (gejala mayor) demam reumatik/penyakit jantung reumatik3.

Manifestasi Klinis Mayor 1. Karditis Karditis pada demam reumatik akut ditemukan pada sekitar 50% pasien, yang cenderung meningkat dengan tajam pada pengamatan mutakhir1,2. Dua laporan yang paling baru, dari Florida dan Utah, melaporkan karditis pada 75% pasien demam reumatik akut. Angka ini didasarkan kepada diagnosis yang ditegakkan hanya dengan auskultasi, dan bahkan lebih tinggi bila alat ekokardiografi Doppler 91% pasien menunjukkan keterlibatan jantung1. Pada literatur lain menyebutkan yaitu sekitar 4080% dari demam reumatik akan berkembang menjadi pankarditis5,7. Karditis merupakan kelainan yang paling serius pada demam reumatik akut, dan menyebabkan mortalitas paling sering selama stadium akut penyakit. Bahkan sesudah fase akut, cedera sisa pada katup dapat menyebabkan gagal jantung yang tidak mudah ditangani, dan seringkali memerlukan intervensi bedah. Selanjutnya mortalitas dapat terjadi akibat komplikasi bedah atau dari infeksi berikut yang menyebabkan endokarditis bakteri1. Banyak dokter memandang karditis sebagai manifestasi demam reumatik yang paling khas. Karditis dengan insufisiensi mitral diketahui dapat berkaitan dengan infeksi virus, riketsia, dan mikoplasma. Namun demam reumatik tetap merupakan penyebab utama insufisiensi mitral didapat pada anak dan dewasa muda. Meskipun laporan dari negara berkembang mengambarkan insidens penyakit jantung reumatik yang tinggi pada anak muda, demam reumatik dan karditis reumatik jarang ditemukan pada anak umur di bawah 5 tahun. Penyakit ini terkait dengan gejala nonspesifik meliputi mudah lelah, anoreksia, dan kulit pucat kekuningan. Mungkin terdapat demam ringan dan mengeluh bernapas pendek, nyeri dada, dan artralgia. Pemeriksaan jantung mungkin menunjukkan keterlibatan jantung, dan pada sebagian pasien dapat terjadi gagal jantung. Karditis dapat merupakan manifestasi tunggal atau terjadi bersamaan dengan satu atau lebih manifestasi lain. Kadang artritis dapat mendahului karditis; pada kasus demikian tanda karditis biasanya akan muncul dalam 1 atau 2 minggu; jarang terjadi keterlibatan jantung yang jelas di luar interval ini.

42

Seperti manifestasi yang lain, derajat keterlibatan jantung sangat bervariasi. Karditis dapat sangat tidak kentara, seperti pada pasien dengan korea, tanda insufisiensi mitral dapat sangat ringan dan bersifat sementara, sehingga mudah terlewatkan pada auskultasi. Karditis yang secara klinis mulainya lambat mungkin sebenarnya mengambarkan progresivitas karditis ringan yang semula tidak dideteksi. Pasien yang datang dengan manifestasi lain harus diperiksa dengan teliti untuk menyingkirkan adanya karditis. Pemeriksaan dasar, termasuk elektrokardiografi dan ekokardiografi, harus selalu dilakukan. Pasien yang ada pada pemeriksaan awal tidak menunjukkan keterlibatan jantung harus terus dipantau dengan ketat untuk mendeteksi adanya karditis sampai tiga minggu berikutnya. Jikalau karditis tidak muncul dalam 2 sampai 3 minggu pascaserangan, maka selanjutnya ia jarang muncul. Takikardia merupakan salah satu tanda klinis awal miokarditis. Pengukuran frekuensi jantung paling dapat dipercaya apabila pasien tidur. Demam dan gagal jantung menaikkan frekuensi jantung; sehingga mengurangi nilai diagnostik takikardia. Apabila tidak terdapat demam atau gagal jantung, frekuensi jantung saat pasien tidur merupakan tanda yang terpercaya untuk memantau perjalanan karditis. Miokarditis dapat menimbulkan disritmia sementara; blok atrioventrikular total biasanya tidak ditemukan pada karditis reumatik. Miokarditis kadang sukar untuk dicatat secara klinis, terutama pada anak muda yang tidak terdengar bising yang berarti. Pada umumnya, tanda klinis karditis reumatik meliputi bising patologis, terutama insufisiensi mitral, adanya kardiomegali secara radiologis yang makin lama makin membesar, adanya gagal jantung dan tanda perikarditis. Terdapatnya gagal jantung kongestif, yaitu tekanan vena leher yang meninggi, muka sembab, hepatomegali, ronki paru, urin sedikit dan bahkan edema pitting, semuanya dapat dipandang sebagai bukti karditis. Hampir merupakan aksioma, setiap anak dengan penyakit jantung reumatik yang datang dengan gagal jantung pasti menderita karditis aktif. Hal ini berbeda dengan orang tua, padanya gagal jantung kongestif dapat terjadi sebagai akibat stres mekanik pada jantung karena keterlibatan katup reumatik. Pada anak dengan demam reumatik, gagal jantung kanan, terutama yang disertai dengan edema muka, mungkin terjadi sekunder akibat gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri pada anak reumatik relatif jarang ditemukan. Endokarditis, radang daun katup mitral dan aorta serta kordae katup mitral, merupakan komponen yang paling spesifik pada karditis reumatik. Katup-katup pulmonal dan trikuspid jarang terlibat. Insufisiensi mitral paling sering terjadi pada karditis reumatik, yang ditandai oleh adanya bising holosistolik (pansistolik) halus, dengan nada tinggi. Bising ini paling baik terdengar apabila pasien tidur miring ke kiri. Pungtum maksimum bising adalah di apeks, dengan penjalaran ke daerah aksila kiri. Apabila terdapat insufisiensi mitral yang bermakna, dapat pula terdengar bising stenosis mitral relatif yaitu bising mid-diastolik sampai akhir diastolik yang bernada rendah. Bising ini disebut bising Carey-Coombs, terjadi karena sejumlah besar darah didorong melalui lubang katup ke dalam ventrikel kiri selama fase pengisian, menghasilkan turbulensi yang bermanifestasi sebagai bising aliran (flow murmur). Insufisiensi aorta terjadi pada sekitar 20% pasien dengan karditis reumatik. Insufisiensi ini dapat merupakan kelainan katup tunggal tetapi biasanya bersama

43

dengan infusiensi mitral. Infisiensi aorta ini ditandai oleh bising diastolik dini dekresendo yang mulai dari komponen aorta bunyi jantung kedua. Bising ini bernada sangat tinggi, sehinggga paling baik didengar dengan stetoskop membran (diafragma) pada sela iga ketiga kiri dengan pasien pada posisi tegak, terutama jika pasien membungkuk ke depan dan menahan napasnya selama ekspirasi. Bising ini mungkin lemah, dan karenanya sering gagal dikenali oleh pemeriksa yang tidak terlatih. Pada infusiensi aorta yang berat, bising terdengar keras dan mungkin disertai getaran bising diastolik. Pada kasus ini tekanan nadi yang naik karena lesi aorta yang besar digambarkan sebagai nadi perifer yang melompat-lompat (water-hammer pulse). Keterlibatan katup pulmonal dan trikuspid jarang terjadi; ia ditemukan pada pasien dengan penyakit jantung reumatik yang kronik dan berat. Pemeriksaan ekokardiografi-Doppler menunjukkan bahwa kelainan pada katup trikuspid dan pasien demam reumatik pulmonoal ini lebih banyak daripada yang dipekirakan sebelumnya. Miokarditis atau insufisiensi katup yang berat dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung. Gagal jantung yang jelas terjadi pada sekitar 5% pasien demam reumatik akut, terutama pada anak yang lebih muda. Di Yogyakarta pasien yang datang dengan gagal jantung jelas dapat mencapai 65% karena kasus yang dapat berobat ke rumah sakit terdiri atas pasien demam reumatik akut serangan pertama dan demam reumatik akut serangan ulang. Lagipula pasien di Yogyakarta baru berobat apabila telah timbul gejala dan tanda gagal jantung. Manifestasi gagal jantung meliputi batuk, nyeri dada, dispne, ortopne, dan anoreksia. Pada pemeriksaan terdapat takikardia, kardiomegali, dan hepatomegali dengan hepar yang lunak. Edema paru terjadi pada gagal jantung sangat bervariasi. Pembesaran jantung terjadi bila perubahan hemodinamik yang berat terjadi akibat penyakit katup. Pembesaran jantung yang progresif dapat terjadi akibat pankarditis, yaitu karena dilatasi jantung akibat miokarditis ditambah dengan akumulsi cairan perikardium parietale dan viserale. Penggesekan permukaan yang meradang menimbulkan suara gesekan yang dapat didengar. Bising gesek ini terdengar paling baik di midprekordium pada pasien dalam posisi tegak, sebagai suara gesekan permukaan. Bising gesek dapat didengar pada sistole atau diastole tergantung pada apakah pergeseran timbul oleh kontraksi maupun relaksasi ventrikel. Pengumpulan cairan yang banyak menyebabkan terjadinya pergeseran perikardium, sehingga dapat mengakibatkan menghilangnya bising gesek. Bising gesek pada pasien parditis reumatik hampir selalu merupakan petunjuk adanya pankarditis. Perikarditis yang tidak disertai dengan endokarditis dan miokarditis biasanya bukan disebabkan demam reumatik. Irama derap yang mungkin terdengar biasanya berupa derap protodiastolik, akibat aksentuasi suara jantung ketiga. Derap presistolik agak jarang terjadi, akibat pengerasan suara jantung keempat yang biasanya tidak terdengar, atau derap kombinasi, yaitu kombinasi dari dua derap (summation gallop).

2. Artritis

44

Artritis terjadi pada sekitar 70% pasien dengan demam reumatik. Walaupun merupakan manifestasi mayor yang paling sering, artritis ini paling tidak spesifik dan sering menyesatkan diagnosis. Insidens artritis yang rendah dilaporkan pada penjangkitan demam reumatik akhir-akhir ini di Amerika Serikat, mungkin akibat pedekatan diagnosis yang berbeda. Kebanyakan laporan menunjukkan artritis sebagai manifestasi reumatik yang paling sering, tetapi bukan yang paling serius, seperti kata Lasegue, demam reumatik menjilat sendi namun menggigi jantung1. Artritis menyatakan secara tidak langsung adanya radang aktif sendi, ditandai oleh nyeri yang hebat, bengkak, eritema, dan demam. Meskipun tidak semua manifestasi ada, tetapi nyeri pada saat istirahat yang menghebat pada gerakan aktif atau pasif biasanya merupakan tanda yang mencolok. Intensitas nyeri dapat menghambat pergerakan sendi hingga mungkin seperti pseudoparalisis1. Artritis harus dibedakan dari artralgi, karena pada artralgia hanya terjadi nyeri ringan tanpa tanda objektif pada sendi. Sendi besar paling sering terkena, yang terutama adalah sendi lutut, pergelangan kaki, siku, dan pergelangan tangan. Sendi perifer yang kecil jarang terlibat. Artritis reumatik bersifat asimetris dan berpindahpindah (poliartritis migrans). Proses radang pada satu sendi dapat sembuh secara spontan sesudah beberapa jam serangan, kemudian muncul artritis pada sendi yang lain. Pada sebagian besar pasien, artritis sembuh dalam 1 minggu, dan biasanya tidak menetap lebih dari 2 atau 3 minggu. Artritis demam reumatik berespons dengan cepat terhadap salisilat bahkan pada dosis rendah, sehingga perjalanan artritis dapat diperpendek dengan nyata dengan pemberian aspirin1. Pemeriksaan radiologis sendi tidak menunjukkan kelainan kecuali efusi. Meskipun tidak berbahaya, artritis tidak boleh diabaikan; ia harus benar-benar diperhatikan, baik yang berat maupun yang ringan. Sebelum terburu-buru ke laboratorium untuk memikirkan skrining kolagen yang lain, ia harus diperiksa dengan anamnesis yang rinci serta pemeriksaan fisis yang cermat1.

Korea Sydenham Korea Sydenham, korea minor, atau St. Vitus dance, mengenai sekitar 15% pasien demam reumatik1,2. Manifestasi ini mencerminkan keterlibatan sistem saraf pusat, terutama ganglia basal dan nuklei kaudati, oleh proses radang. Hubungan korea Sydenham dengan demam reumatik tetap tidak jelas untuk waktu yang lama. Hubungan tersebut tampak pada pasien dengan manifestasi reumatik, terutama insufisiensi mitral, yang semula datang hanya dengan korea Sydenham. Sekarang jelas bahwa periode laten antara infeksi streptokokus dan awal korea lebih lama daripada periode laten untuk artritis atau karditis. Periode laten manifestasi klinis artritis atu karditis adalah sekitar 3 minggu, sedangkan manifestasi klinis korea dapat mencapai 3 bulan atau lebih1. Pasien dengan korea datang dengan gerakan yang tidak disengaja dan tidak bertujuan, inkoordinasi muskular, serta emosi yang labil. Manifestasi ini lebih nyata apabila pasien dalam keadaan stres. Gerakan abnormal ini dapat ditekan sementara

45

atau sebagian oleh pasien dan menghilang pada saat tidur. Semua otot terkena, tetapi yang mencolok adalah otot wajah dan ekstremitas. Pasien tampak gugup dan menyeringai. Lidah dapat terjulur keluar dan masuk mulut dengan cepat dan menyerupai kantong cacing. Pasien korea biasanya tidak dapat mempertahankan kestabilan tonus dalam waktu yang pendek1. Biasanya pasien berbicara tertahan-tahan dan meledak-ledak. Ekstensi lengan di atas kepala menyebabkan pronasi satu atau kedua tangan (tanda pronator). Kontraksi otot tangan yang tidak teratur tampak jelas bila pasien menggenggam jari pemeriksa (pegangan pemerah susu). Apabila tangan diekstensikan ke depan, maka jari-jari berada dalam keadaan hiperekstensi (tanda sendok atau pinggan). Koordinasi otot halus sukar. Tulisan tangannya buruk, yang ditandai oleh coretan ke atas yang tidak mantap1,5. Bila disuruh membuka dan menutup kancing baju, pasien menunjukkan inkoordinasi yang jelas, dan ia menjadi mudah kecewa. Kelabilan emosinya khas, pasien sangat mudah menangis, dan menunjukkan reaksi yang tidak sesuai1,2,5. Orangtua sering cemas oleh kecanggungan pasien yang reaksi yang mendadak. Guru memperhatikan bahwa pasien kehilangan perhatian, gelisah, dan tidak koperatif. Sebagai pasien mungkin disalahtafsirkan sebagai menderita kelainan tingkah laku. Meskipun tanpa pengobatan sebagian besar korea minor akan menghilang dalam waktu 1-2 minggu. Pada kasus yang berat, meskipun dengan pengobatan, korea minor dapat menetap selama 3-4 bulan, bahkan dapat sampai 2 tahun1. Insidens korea pada pasien demam reumatik sangat bervariasi dan cenderung menurun, tetapi pada epidemi mutakhir di Utah korea terjadi pada 31% kasus. Korea tidak biasa terjadi sesudah pubertas dan tidak terjadi pada dewasa, kecuali jarang pada wanita hamil (korea gravidarum). Korea ini merupakan satu-satunya manifestasi yang memilih jenis kelamin, yakni dua kali lebih sering pada anak wanita dibanding pada lelaki. Sesudah pubertas perbedaan jenis kelamin ini bertambah1.

Eritema Marginatum Eritema marginatum merupakan khas untuk demam reumatik dan jarang ditemukan pada penyakit lain. Karena khasnya, ia termasuk dalam manifestasi mayor. Data kepustakaan menunjukkan bahwa eritema marginatum ini hanya terjadi pada lebihkurang 5% pasien1. Pada literatur lain menyebutkan eritema ini ditemukan pada kurang dari 10% kasus2. Ruam ini tidak gatal, maskular, dengan tepi eritema yang menjalar dari bagian satu ke bagian lain mengelilingi kulit yang tampak normal. Lesi ini berdiameter sekitar 2,5 cm, tersering pada batang tubuh dan tungkai proksimal, dan tidak melibatkan wajah1,2,5. Pemasangan handuk hangat atau mandi air hangat dapat memperjelas ruam. Eritema sukar ditemukan pada pasien berkulit gelap. Ia biasanya timbul pada stadium awal penyakit, kadang menetap atau kembali lagi, bahkan setelah semua manifestasi klinis lain hilang. Eritema biasanya hanya ditemukan pada pasien dengan karditis, seperti halnya nodul subkutan1. Menurut literatur lain, eritema ini sering ditemukan pada wanita dengan karditis kronis5.

46

Nodulus Subkutan Frekuensi manifestasi ini telah menurun sejak beberapa dekade terakhir, saat ini jarang ditemukan, kecuali pada penyakit jantung reumatik kronik. Penelitian mutakhir melaporkan frekuensi nodul subkutan kurang dari 5%. Namun pada laporan mutakhir dari Utah nodul subkutan ditemukan pada sekitar 10% pasien. Nodulus terletak pada permukaan ekstensor sendi, terutama pada siku, ruas jari, lutut dan persendian kaki. Kadang nodulus ditemukan pada kulit kepala dan di atas kolumna vetrebralis. Ukurannya bervariasi dari 0,5-2 cm, tidak nyeri, dan dapat bebas digerakkan. Nodul subkutan pada pasien demam reumatik akut biasanya lebih kecil dan lebih cepat menghilang daripada nodul pada reumatoid artritis. Kulit yang menutupinya tidak menunjukkan tanda radang atau pucat. Nodul ini biasanya muncul sesudah beberapa minggu sakit dan pada umumnya hanya ditemukan pada pasien dengan karditis1.

MANIFESTASI MINOR Demam hampir selalu ada pada poliartritis reumatik; ia sering ada pada karditis yang tersendiri (murni) tetapi pada korea murni. Jenis demamnya adalah remiten, tanpa variasi diurnal yang lebar, gejala khas biasanya kembali normal atau hampir normal dalam waktu 2/3 minggu, walau tanpa pengobatan. Artralgia adalah nyeri sendi tanpa tanda objektif pada sendi. Artralgia biasanya melibatkan sendi besar. Kadang nyerinya terasa sangat berat sehingga pasien tidak mampu lagi menggerakkan tungkainya1. Termasuk kriteria minor adalah beberpa uji laboratorium. Reaktan fase akut seperti LED atau C-reactive protein mungkin naik. Uji ini dapat tetap naik untuk masa waktu yang lama (berbulan-bulan). Pemanjangan interval PR pada elektrokardiogram juga termasuk kriteria minor5. Nyeri abdomen dapat terjadi pada demam reumatik akut dengan gagal jantung oleh karena distensi hati. Nyeri abdomen jarang ada pada demam reumatik tanpa gagal jantung dan ada sebelum manifestasi spesifik yang lain muncul. Pada kasus ini nyeri mungkin terasa berat sekali pada daerah sekitar umbilikus, dan kadang dapat disalahtafsirkan sebagai apendistis sehingga dilakukan operasi1. Anoreksia, nausea, dan muntah seringkali ada, tetapi kebanyakan akibat gagal jantung kongestif atau akibat keracunan salisilat. Epitaksis berat mungkin dapat terjadi. Kelelahan merupakan gejala yang tidak jelas dan jarang, kecuali pada gagal jantung. Nyeri abdomen dan epitaksis, meskipun sering ditemukan pada demam reumatik, tidak dianggap sebagai kriteria diagnosis1.

Stadium IV

47

Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa3. Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pada fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya3.

Lama Serangan Demam Reumatik Lama serangan demam reumatik secara keseluruhan (bukan lama masing-masing manifestasi) berbeda tergantung pada kriteria yang digunakan, dan pada manifestasi klinis. Serangan yang terpendek merupakan ciri artritis, yang lebih panjang terjadi pada korea dan serangan terpanjang adalah karditis1. Pada serangan lebih pendek jikalau yang dianggap sebagai titik akhir adalah hilangnya manifestasi klinis akut, dan lebih panjang jika titik akhir adalah kembalinya laju endap darah manjadi normal. Walaupun demikian dalam beberapa kasus manifestasi klinis mayor tertentu (misalnya korea, dan kadang eritema marginatum dan nodulus) dapat menetap atau bahkan muncul pertama kalinya setelah fase akut telah kembali normal1. Lama serangan pertama demam reumatik adalah mulai kurang dari 3 minggu (pada sepertiga kasus) sampai 3 bulan. Namun pada pasien karditis berat, proses reumatik aktif ini dapat berlanjut sampai 6 bulan atau lebih. Pasien ini menderita demam reumatik kronik. Di negara Barat keadaan ini terjadi pada sebagian kecil kasus (3% atau kurang). Sebagian besar pasien dengan demam reumatik yang berkepanjangan menderita beberapa kali serangan. Di negara tempat karditis berat dan kumat sering terjadi, frekuensi demam reumatik kronik mungkin sekali lebih tinggi1. Proses demam reumatik dianggap aktif terdapat salah satu dari tanda berikut: artritis, bising organik baru, kardiomegali, nadi selama tidur melebihi 100/menit, korea, eritema marginatum, atau nodulus subkutan. Gagal jantung tanpa penyakit katup yang berat juga merupakan tanda karditis aktif. Karditis reumatik kronik dapat berlangsung berlarut-larut dan menyebabkan kematian sesudah beberapa bulan atau tahun. Laju endap darah (LED) yang terus tinggi lebih dari 6 bulan bukan aktivitas reumatik jika tidak disertai tanda lain1.

Diagnosis Demam reumatik tidak mempunyai organ sasaran tertentu. Demam reumatik dapat mengenai sejumlah organ dan jaringan, secara tersendiri atau bersama. Tidak adanya manifestasi (kecuali korea Sydenham murni) maupun uji laboratorium yang cukup

48

khas untuk diagnosis, karenanya diagnosis didasarkan pada kombinasi beberapa penemuan. Makin banyak manifestasi, makin kuat pula diagnosis. Karena prognosis bergantung pada manifestasi klinis, maka pada diagnosis harus disebut manifestasi klinisnya, misalnya demam reumatik dengan poliartritis saja. Pada tahun 1994 Dr. T. Duckett Jones mengusulkan kriteria diagnosis yang didasarkan kepada kombinasi manifestasi klinis dan penemuan laboratorium. Tanda klinis yang paling berguna disebut sebagai manifestasi mayor, yakni karditis, poliartritis, korea, nodulus subkutan, dan eritema marginatum. Istilah mayor berkaitan dengan diagnosis dan bukan dengan frekuensi atau derajat kelainan. Tanda dan gejala lain, meski kurang khas, masih dapat bermanfaat, disebut kriteria minor yang meliputi demam, artralgia, riwayat demam reumatik atau penyakit jantung reumatik sebelumnya, pemanjangan interval P-R dan reaktan fase akut (LED, PCR). Dua manifestasi mayor, atau satu manifestasi mayor dan dua minor, menunjukkan kemungkinan besar demam reumatik1.2.5. Pada kriteria Jones yang direvisi tahun 1965 diperlukan bukti adanya infeksi sterptokokus yang baru untuk mandukung diagnosis. Terdapat dua pengecualian pada perlunya dukungan ini; pertama pada beberapa pasien dengan korea Sydenham, dan kedua pada pasien dengan karditis yang diam-diam (silent carditis). Antibodi streptokokus mungkin telah kembali normal pada saat kedua golongan pasien tersebut pertama diperiksa. Kriteria Jones ditinjau kembali pada tahun 1984 tanpa perubahan yang berarti (Tabel 1). Tujuan semula Jones ini untuk mencegah kesalahan diagnosis demam reumatik akut, yang sampai sekarang belum tercapai. Overdiagnosis masih sering terjadi, paling sering pada pasien dengan poliartritis sebagai manifestasi tunggal. Manifestasi minor sangat tidak spesifik dan infeksi sterptokokus terdapat dimana-mana, sehingga kebutuhan pelengkap untuk diagnosis dengan mudah dapat dipenuhi sehingga menyebabkan overdiagnosis1. Yang sering dirancukan dengan demam reumatik adalah golongan penyakit kolagen vaskular, khususnya artritis reumatoid juvenil. Umumnya bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya dapat membedakan penyakit ini. Penemuan klinis tertentu pada artritis reumatoid juvenil yang khas meliputi keterlibatan sendi kecil perifer, keterlibatan sendi besar yang simetris tanpa artritis migrans, sendi yang terkena pucat, perjalanan penyakitnya lebih lamban dan responsif terhadap salisilat. Meski sebagian artritis reumatoid berespons cepat terhadap salisilat, sebagian besar pasien sembuh lebih lambat, walaupun dengan dosis salisilat yang besar. Jika pasien gagal berespons sesudah 24-48 jam setelah dimulainya terapi salisilat, ia lebih mungkin menderita artritis reumatoid daripada demam reumatik akut1. Beberapa penyakit harus dimasukkan dalam diagnosis banding, termasuk lupus eritematosus sistematik, penyakit jaringan ikat campuran, artritis reaktif yang mencakup artritis pascasterptokokus, penyakit serum, dan artritis infeksi, terutama artritis akibat gonokokus yang melibatkan beberapa sendi. Pemeriksaan serologis, termasuk panel antibodi anti-nuklear (ANA), dan biakan biasanya dapat membantu membedakan keadaan-keadaan tersebut. Pasien penyakit sel sikel atau hemoglobinopati lain, dan kadang pasien leukemia, mungkin datang dengan keluhan poliartritis. Pemeriksaan darah dan biopsi sumsum tulang biasanya memastikan diagnosis1.

49

Karditis atau perikarditis reumatik harus dibedakan dengan karditis akibat penyebab lain, termasuk infeksi bakteri, virus, atau mikoplasma, serta penyakit kolagen vaskular. Endokarditis harus dibedakan dari endokarditis pada kelainan katup bawaan atau prolaps katup mitral. Ekokardiografi berperan penting untuk identifikasi kelainan bawaan dan prolaps katup mitral. Penyakit Libman Sacks, endokarditis yang bersamaan dengan lupus eritematosus sistematik, jarang sekali terlihat pada anak. Pasien dengan hipertiroidisme, terutama yang disertai dengan blok A-V derajat I dapat dirancukan dengan insufisiensi mitral reumatik1. Berbagai penyakit neurologis degeneratif, koreoatetosis kongenital, spasme habitualis, beberapa tumor otak, dan kelainan tingkah laku dapat dirancukan dengan korea Sydenham. Penyembuhan spontan membantu diagnosis korea Sydenham, karena biasanya pada kelainan lain apabila tidak diobati korea akan cendrung menetap atau progresif. Teknik diagnosis yang lebih baru, antara lain computerized axial tomography (CAT) scan dan magnetic resonance imaging (MRI) berguna dalam memastikan kelainan-kelainan tersebut1. Seperti dinyatakan di atas, masalah utama dalam diagnosis adalah bila pasien yang hanya menunjukan satu kriteria mayor, khususnya pasien poliartritis. Masalah jarang timbul apabila ditemukan dua kriteria mayor. Pengamatan cermat terhadap pasien sementara pemberian profilaksis antibiotik dapat menyelesaikan dilema, terutama bila terdapat artritis kumat tanpa bukti faringitis streptokokus sebelumnya1.

Peninjauan Kembali Kriteria Diagnosis Kesulitan untuk menegakkan diagnosis dengan tepat menyebabkan Kelompok Studi WHO secara berhati-hati meninjau kembali kriteria Jones dan memandang perlu untuk mengadakan beberapa perubahan. Kelompok ini menyimpulkan bahwa bukti adanya infeksi sterptokokus grup A sebelumnya adalah menyimpulkan penting, mengingat fasilitas laboratorium telah banyak tersedia di banyak negara selama dua puluh tahun terakhir ini. Uji laboratorium untuk biakan dan antibodi sterptokokus saat ini sudah dapat diperoleh di banyak negara. Juga disimpulkan bahwa artralgia harus dipertahankan sebagai manifestasi minor, bila tidak maka akan terjadi overdiagnosis1. Di negara sedang berkembang tidak jarang pasien didiagosis untuk pertama kalinya sebagai karditis reumatik aktif tanpa dukungan anamnesis, pemeriksaan fisis, ataupun pemeriksaan laboratorium untuk memenuhi kriteria Jones yang direvisis. Untuk membuat kriteria benar-benar lebih sesuai dengan pengalaman klinikus, disetujui bahwa pada pasien dengan karditis yang datang diam-diam atau datang terlambat, diagnosis demam reumatik dimungkinkan pada pasien yang manifestasi satu-satunya adalah karditis aktif, sebagaimana halnya pada diagnosis korea Sydenham. Namun harus ditekankan bahwa dasar diagnosis tersebut haruslah secara hati-hati ditentukan untuk membedakan dari penyakit jantung valvular kronik yang diduga reumatik, dari mioperikarditis, dan dari kerdiomiopati1. Akhirnya kelompok studi menyimpulkan bahwa diagnosis demam reumatik akut kumat pada pasien yang telah diketahui pernah menderita demam reumatik harus

50

ditentukan secara tersendiri. Pada pasien dengan riwayat demam reumatik atau penyakit jantung reumatik yang dapat dipercaya, diagnosis haruslah didasarkan atas manifestasi minor ditambah bukti adanya infeksi sterptokokus yang baru. Diagnosis demam reumatik kumat mungkin baru dapat ditegakkan sesudah waktu yang cukup lama untuk menyingkirkan diagnosis lain. Dalam mengevaluasi pasien seperti ini harus diingat kemungkinkan endokarditis infektif yang mungkin secara klinis menyerupai demam reumatik kumat. Kelambatan diagnosis endokarditis infektif dapat berakibat amat serius1. Kriteria yang Dianjurkan Kelompok studi WHO menganjurkan bahwa kriteria Jones yang direvisi tahun 1982 (Tabel 1) dengan tambahan catatan di bawah, diambil sebagai pegangan umum. Pada tiga golongan pasien yang diuraikan di bawah, diagnosis demam reumatik diterima tanpa adanya dua manifestasi mayor atau satu manifestasi mayor dan dua manifestasi minor. Hanya pada dua yang pertama persyaratan untuk infeksi streptokokus sebelumnya dapat dikesampingkan1,2,5.

Korea dalam praktek diagnosis korea reumatik ditegakan apabila korea merupakan manifestasi klinis tunggal, sesudah sindrom grenyet (tic) dan penyebab gerakan koreiform lain (misalnya lupus) disingkirkan. Kelompok WHO secara tegas menyatakan bahwa korea murni dapat dikecualikan dari pemakaian kriteria Jones. Karditis datang diam-diam atau datangnya terlambat. Pasien kelompok ini biasanya mempunyai riwayat demam reumatik yang samar-samar atau tidak ada sama sekali, tetapi selama periode beberapa bulan timbul gejala dan tanda umum seperti rasa tidak enak badan, lesu, anoreksia, dengan penampakan sakit kronik. Mereka sering datang dengan gagal jantung, dan pemeriksaan fisis dan laboratorium menunjukkan adanya penyakit jantung valvular. Jenis miokarditis akibat kelainan lain harus disingkirkan. Tanda radang aktif (biasanya reaksi fase akut seperti LED dan PCR) diperlukan untuk membedakannya dari penyakit katup reumatik inaktif. Pemeriksaan ekokardiografi bermanfaat untuk memperkuat atau menyingkirkan adanya penyakit katup kronik. Endokarditis infektif mudah dirancukan dengan keadaan ini. Demam reumatik kumat. Pada pasien penyakit reumatik yang telah menetap (establihed) yang telah tidak minum obat antiradang (salisilat atau kortikosteroid) selama paling sedikit dua bulan, terdapatnya satu kriteria mayor atau demam, artralgia, atau naiknya reaktan fase akut memberikan kesan dugaan diagnosis demam reumatik kumat, asalkan terdapat bukti adanya infeksi sterptokokus sebelumnya (misalnya peninggian titer ASTO). Namun untuk diagnosis yang tepat diperlukan pengamatan yang cukup lama untuk menyingkirkan penyakit lain dan komplikasi penyakit jantung reumatik seperti endokarditis infektif.

Seringkali sukar membuktikan adanya karditis akut selama serang kumat. Munculnya bising baru, bertambahnya kardiomegali, atau adanya bising gesek perikadial biasanya membuktikan diagnosis karditis. Adanya nodul subkutan atau

51

eritema marginatum juga merupakan bukti terpercaya untuk terdapatnya karditis aktif. TABEL 1. KRITERIA JONES (REVISI) UNTUK PEDOMAN DALAM DIAGNOSIS DEMAM REUMATIK

Manifestasi Mayor

Manifestasi Minor

Karditis Poliartritis Korea

Klinik - Riwayat demam reumatik atau penyakit jantung reumatik - Artralgia

Eritema marginatum - Demam Nodulus subkutan Laboratorium - Reaktans fase akut Laju endap darah (LED)

- Protein C reaktif Leukositosis

- Pemanjangan interval P-R ditambah

Bukti adanya infeksi streptokokus - Kenaikan titer antibodi antisterptokokus: ASTO/lain - Biakan farings positif untuk streptokokus grup A - Demam skarlatina yang baru

52

Adanya dua kriteria mayor, atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor, menunjukkan kemungkinan besar demam reumatik akut, jika didukung oleh adanya infeksi streptokokus grup A sebelumnya. * Committee on Rheumatic Fever and Bacterial Endocarditis, 1982

Diagnosa Banding Tidak ada satupun gejala klinis maupun kelainan laboratorium yang khas untuk demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Banyak penyakit lain yang mungkin memberi gejala yang sama atau hampir sama dengan demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Yang perlu diperhatikan ialah infeksi piogen pada sendi yang sering disertai demam serta reaksi fase akut. Bila terdapat kenaikan yang bermakna titer ASTO akibat infeksi Streptococcus sebelumnya (yang sebenarnya tidak menyebabkan demam reumatik), maka seolah-olah kriteria Jones sudah terpenuhi. Evaluasi terhadap riwayat infeksi Streptococcus serta pemeriksaan yang teliti terhadap kelainan sendinya harus dilakukan dengan cermat agar tidak terjadi diagnosis berlebihan3. Reumatoid artritis serta lupus eritrmatosus sistemik juga dapat memberi gejala yang mirip dengan demam reumatik (Tabel 2). Diagnosis banding lainnya ialah purpura Henoch-Schoenlein, reaksi serum, hemoglobinopati, anemia sel sabit, artritis pasca infeksi, artritis septik, leukimia dan endokarditis bakterialis sub akut3. TABEL 3. DIAGNOSIS BANDING DEMAM REUMATIK3 Demam reumatik Umur Rasio kelamin Kelainan sendi Sakit Bengkak Kelainan Ro Kelainan kulit Karditis Laboratorium Lateks Aglutinasi sel domba 5-15 tahun sama Artritis reumatoid Lupus eritomatosus sistemik 5 tahun 10 tahun Wanita 1,5:1 Wanita 5:1

Hebat Non spesifik Tidak ada Eritema marginatum ya

sedang Non spesifik Sering (lanjut) Makular Jarang

Biasanya ringan Non spesifik Kadang-kadang Lesi kupu-kupu Lanjut Kadang-kadang

10% 10% 5%

53

Sediaa sel LE Respon terhadap salisilat

cepat

Biasanya lambat

Lambat / -

Pengobatan 1. Eradikasi kuman Streptococcus beta hemolyticus grup A

Pengobatan yang adekuat terhadap infeksi Streptococcus harus segera dilaksanakan setelah diagnosis ditegakkan. Cara pemusnahan streptococcus dari tonsil dan faring sama dengan cara untuk pengobatan faringitis streptococcus yakni pemberian penisilin benzatin intramuskular dengan dosis 1,2 juta unit untuk pasien dengan berat badan > 30 kg atau 600 000-900 000 unit untuk pasien dengan berat badan < 30 kg. Penisilin oral, 400 000 unit (250 mg) diberikan empat kali sehari selama 10 hari dapat digunakan sebagai alternatif. Eritromisin, 50 mg/kg BB sehari dibagi dalam 4 dosis yang sama dengan maximum 250 mg 4 kali sehari selama 10 hari dianjurkan untuk pasien yang alergi penisilin. Obat lain seperti sefalosporin yang diberikan dua kali sehari selama 10 hari juga efektif untuk pengobatan faringitis streptokokus. Penisilin benzatin yang berdaya lama lebih disukai dokter karena reliabilitasnya serta efektifitasnya untuk profilaksis infeksi streptokokus1,3.

2.

Obat analgesik dan anti-inflamasi

Pengobatan anti-radang amat efektif dalam menekan manifestasi radang akut demam reumatik, sedemikian baiknya sehingga respons yang cepat dari artritis terhadap salisitas dapat membantu diagnosis1. Pasien dengan artritis yang pasti harus diobati dengan aspirin dalam dosis total 100 mg/kgBB/ hari, maximum 6 g per hari dosis terbagi selama 2 minggu, dan 75 mg/kgBB/ hari selama 2-6 minggu berikutnya. Kadang diperlukan dosis yang lebih besar. Harus diingatkan kemungkinan keracunan salisilat, yang ditandai dengan tinitus dan hiperpne1,2,3. Pada pasien karditis, terutama jika ada kardiomegali atau gagal jantung aspirin seringkali tidak cukup untuk mengendalikan demam, rasa tidak enak serta takikardia, kecuali dengan dosis toksik atau mendekati toksik. Pasien ini harus ditangani dengan steroid; prednison adalah steroid terpilih, mulai dengan dosis 2 mg/kgBB/hari dengan dosis terbagi, maximum 80 mg per hari. Pada kasus yang sangat akut dan parah, terapi harus dimulai dengan metilprednisolon intravena (10-40 mg), diikuti dengan prednison oral. Sesudah 2-3 minggu prednison dapat dikurangi terhadap dengan pengurangan dosis harian sebanyak 5 mg setiap 2-3 hari. Bila penurunan ini dimulai, aspirin dengan dosis 75 mg/kgBB/hari harus ditambahkan dan dilanjutkan selama 6 minggu setelah prednison dihentikan. Terapi tumpang tindih ini dapat mengurangi

54

insidens rebound klinis pascaterapi, yaitu munculnya kembali manifestasi klinis segera sesudah terapi dihentikan, atau sementara prednison diturunkan, tanpa infeksi streptokokus baru. Steroid dianjurkan untuk pasien dengan karditis karena kesan klinis bahwa pasien berespons lebih baik, demikian pula gagal jantung pun berespons lebih cepat daripada dengan salisilat1,2. Pada sekitar 5-10% pasien demam reumatik, kenaikan LED bertahan selama berbulan-bulan sesudah penghentian terapi. Keadaan ini tidak berat, tidak dapat dijelaskan sebabnya, dan tidak perlu mengubah tata laksana medik. Sebaliknya kadar PCR yang tetap tinggi menandakan perjalanan penyakit yang berlarut-larut; pasien tersebut harus diamati dengan seksama. Apabila demam reumatik inaktif dan tetap tenang lebih dari dua bulan setelah penghentian antiradang, maka demam reumatik tidak akan timbul lagi kecuali apabila terjadi infeksi streptokokus baru.

TABEL 3. OBAT ANTIRADANG YANG DIANJURKAN PADA DEMAM REUMATIK2,3

MANIFESTASI KLINIS Artralgia

PENGOBATAN Hanya analgesik (misal asetaminofen).

Artritis

Salisilat 100 mg/kgBB/hari selama 2 minggu, dan 75 mg/kgBB/hari selama 4 minggu berikutnya

Artritis + karditis tanpa kardiomegali

Salisilat 100 mg/kgBB/hari selama 2 minggu, dan 75 mg/kgBB/hari selama 4 minggu berikutnya

Artritis + karditis + kardiomegali Prednison 2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu dan diturunkan sedikit demi sedikit (tapering off) 2 minggu; salisilat 75 mg/kgBB/hari mulai awal minggu ke 3 selama 6 minggu

3.

Diet

Bentuk dan jenis makanan disesuaikan dengan keadaan penderita. Pada sebagian besar kasus cukup diberikan makanan biasa, cukup kalori dan protein. Tambahan
55

vitamin dapat dibenarkan. Bila terdapat gagal jantung, diet disesuaikan dengan diet untuk gagal jantung yaitu cairan dan garam sebaiknya dibatasi3,9.

4.

Tirah Baring dan mobilisasi

Semua pasien demam reumatik akut harus tirah baring, jika mungkin di rumah sakit. Pasien harus diperiksa tiap hari untuk menemukan valvulitis dan untuk mulai pengobatan dini bila terdapat gagal jantung. Karditis hampir selalu terjadi dalam 2-3 minggu sejak dari awal serangan, hingga pengamatan yang ketat harus dilakukan selama masa tersebut. Sesudah itu lama dan tingkat tirah baring bervariasi. Tabel 4 merupakan pedoman umum; tidak ada penelitian acak terkendali untuk mendukung rekomendasi ini. Hal penting adalah bahwa tata laksana harus disesuaikan dengan manifestasi penyakit, sedang pembatasan aktivitas fisis yang lama harus dihindari1. Selama terdapat tanda-tanda radang akut, penderita harus istirahat di tempat tidur. Untuk artritis cukup dalam waktu lebih kurang 2 minggu, sedangkan untuk karditis berat dengan gagal jantung dapat sampai 6 bulan. Mobilisasi dilakukan secara bertahap3. Istirahat mutlak yang berkepanjangan tidak diperlukan mengingat efek psikologis serta keperluan sekolah. Penderita demam reumatik tanpa karditis atau penderita karditis tanpa gejala sisa atau penderita karditis dengan gejala sisa kelainan katup tanpa kardiomegali, setelah sembuh tidak perlu pembatasan aktivitas. Penderita dengan demam kardiomegali menetap perlu dibatasi aktivitasnya dan tidak diperkenankan melakukan olahraga yang bersifat kompetisi fisis3.

TABEL 4. PEDOMAN ISTIRAHAT DAN MOBILISASI PENDERITA DEMAM REUMATIK/PENYAKIT JANTUNG REUMATIK AKUT (Markowitz dan Gordis, 1972)3 Artritis Tirah baring Mobilisasi bertahap di ruangan Mobilisasi bertahap di luar ruangan Semua kegiatan 2 minggu 2 minggu Karditis minimal 3 minggu 3 minggu Karditis tanpa Karditis + kardiomegali kardiomegali 6 minggu 3-6 bulan 6 minggu 3 bulan

3 minggu

4 minggu

3 bulan

3 bulan atau lebih bervariasi

Sesudah 6-8 minggu

Sesudah 10 minggu

Sesudah 6 bulan

56

5.

Pengobatan lain

5.1 Pengobatan Karditis Pengobatan karditis reumatik ini tetap paling kontroversial, terutama dalam hal pemilihan pasien untuk diobati dengan aspirin atau harus dengan steroid. Meski banyak dokter secara rutin menggunakan steroid untuk semua pasien dengan kelainan jantung, penelitian tidak menunjukkan bahwa steroid lebih bermanfaat daripada salisilat pada pasien karditis ringan atau sedang. Rekomendasi untuk menggunakan steroid pada pasien pankarditis berasal dari kesan klinis bahwa terapi ini dapat menyelamatkan pasien3. Digitalis diberikan pada pasien dengan karditis yang berat dan dengan gagal jantung; digoksin lebih disukai dipakai pada anak. Dosis digitalisasi total adalah 0,04 sampai 0,06 mg/kg, dengan dosis maximum 1,5 mg. Dosis rumatnya adalah antara sepertiga samapai seperlima dosis digitalisasi total, diberikan dua kali sehari. Karena beberapa pasien miokarditis sensitif terhadap digitalis, maka dianjurkan pemberian diitalisasi lambat. Penggunaan obat jantung alternatif atau tambahan dipertimbangkan bila pasien tidak berespons terhadap digitalis3. Tirah baring dianjurkan selama masa kariditis akut, seperti tertera pada tabel 11-9. pasien kemudian harus diizinkan untuk melanjutkan kembali aktivitasnya yang normal secara bertahap. Hindarkan pemulihan aktivitas yang cepat pada pasien yang sedang menyembuh dari karditis berat. Sebaliknya, kita harus mencegah praktek kuno yang mengharuskan tirah baring untuk waktu yang lama sesudah karditis stabil dan gagal jantung mereda, karena takut memburuk atau kumatnya karditis. Meskipun telah ada pedoman tirah baring, namun dalam pelaksanaannya harus disesuaikan kasus demi kasus3.

5.2 Pengobatan Korea Sydenham Pasien korea yang ringan pada umumnya hanya memerlukan tirah baring. Pada kasus yang lebih berat, obat antikonvulsan mungkin dapat mengendalikan korea. Obat ini sangat bervariasi. Fenobarbital diberikan dalam dosis 15-30 mg tiap 6 sampai 8 jam. Haloperidol dimulai dengan dosis rendah (0,5 mg), kemudian dinaikkan sampai 2 mg tiap 8 jam. Obat antiradang tidak diperlukan pada korea, kecuali pada kasus yang sangat berat, dapat diberi steroid3.

Pencegahan Sekunder Cara pencegahan sekunder yang diajukan The American Heart Association dan WHO tertera pada tabel 5. Pemberian suntikan penisilin berdaya lama setiap bulan adalah cara yang paling dapat dipercaya. Pada keadaan-keadaan khusus, atau pada pasien dengan resiko tinggi, suntikan diberikan setiap 3 minggu. Meskipun nyeri suntikan dapat berlangsung lama, pasien yang lebih tua lebih suka cara ini

57

karena dapat dengan mudah teratur melakukanya satu kali setiap 3 atau 4 minggu, dibanding dengan tablet penisilin oral yang harus setiap hari. Preparat sulfa yang tidak efektif untuk pencegahan primer (terapi faringitis), terbukti lebih efektif daripada penisilin oral untuk pencegahan sekunder. Sulfadiazin juga jauh lebih murah daripada eritromisin. Lama pemberian pencegahan sekunder sangat bervariasi, bergantung pada pelbagai faktor, termasuk waktu serangan atau serangan ulang, umur pasien, dan keadaan lingkungan. Makin muda saat serangan makin besar kemungkinan kumat; setelah pubertas kemungkinan kumat cenderung menurun. Sebagian besar kumat terjadi dalam 5 tahun pertama sesudah serangan terakhir. Pasien dengan karditis lebih mungkin kumat daripada pasien tanpa karditis. Dengan mengingat faktor-faktor tersebut, maka lama pencegahan sekunder disesuaikan secara individual; beberapa prinsip umum dapat dikemukakan. Pasien tanpa karditis pada serangan sebelumnya diberikan profilaksis minimum 5 tahun sesudah serangan terakhir, sekurangnya sampai umur 18 tahun. Pasien dengan keterlibatan jantung dilakukan pencegahan setidaknya sampai umur 25 tahun, dan dapat lebih lama jika lingkungan atau faktor risiko lain mendukungnya1,3. Evaluasi pengobatan setiap 5 tahun. Risiko terjadi kekambuhan paling tinggi dalam 5 tahun pertama2. Pencegahan sekunder harus dilanjutkan selama pasien hamil; akan tetapi sebaiknya tidak dipakai sulfadiazin karena mendatangkan risiko terhadap janin. Remaja biasanya mempunyai masalah khusus terutama dalam ketaatannya minum obat, sehingga perlu upaya khusus mengingat resiko terjadinya kumat cukup besar. Untuk pasien penyakit jantung reumatik kronik, pencegahan sekunder untuk masa yang lama, bahkan seumur hidup kadang diperlukan, terutama pada kasus yang berat. TABEL 5. JADWAL YANG DIANJURKAN UNTUK PENGOBATAN DAN UNTUK PENCEGAHAN INFEKSI STREPTOKOKUS

PENGOBATAN FARINGITIS (PENCEGAHAN PRIMER) 1. Penisilin benzatin G IM 1.

PENCEGAHAN INFEKSI (PENCEGAHAN SEKUNDER) Penisilin benzatin G IM

a. 600 000-900 000 unit untuk pasien < a. 600 000-900 000 unit untuk pasien < 30 kg 30 kg setiap 3-4 minggu b. 1 200 00 unit pasien > 30 kg b. 1 200 00 unit pasien > 30 kg setiap 34 minggu

58

2.

Penisilin V oral:

2.

Penisilin V oral: 250 mg, dua kali sehari

250 mg, 3 atau 4 kali sehari selama 10 hari

3.

Eritromisin: 3. Eritromisin: 250 mg, dua kali sehari

40 mg/kg/hari dibagi dalam 2-4 kali dosis sehari (dosis maximum 1 g/hari) selama 10 hari

4.

Sulfadiazin: 0,5 g untuk pasien < 30 kg sekali sehari 1 g untuk pasien > 30 kg sekali sehari

Prognosis Morbiditas demam reumatik akut berhubungan erat dengan derajat keterlibatan jantung. Mortalitas sebagian besar juga akibat karditis berat, komplikasi yang sekarang sudah jarang terlihat di negara maju (hampir 0%) namun masih sering ditemukan di negara berkembang (1-10%). Selain menurunkan mortalitas, perkembangan penisilin juga mempengaruhi kemungkinan berkembangnya menjadi penyakit valvular kronik setelah serangan demam reumatik aku. Sebelum penisilin, persentase pasien berkembang menjadi penyakit valvular yaitu sebesar 60-70% dibandingkan dengan setelah penisilin yaitu hanya sebesar 9-39%1,9. Profilaksis sekunder yang efektif mencegah kumatnya demam reumatik akut hingga mencegah perburukan status jantung. Pengamatan menunjukkan angka penyembuhan yang tinggi penyakit katup bila profilaksis dilakukan secara teratur. Informasi ini harus disampaikan kepada pasien, bahwa profilaksis dapat memberikan prognosis yang baik, bahkan pada pasien dengan penyakit jantung yang berat1.

PENUTUP Demam reumatik merupakan suatu reaksi autoimun terhadap faringitis Streptococcus beta hemolyticus grup A yang mekanismenya belum sepenuhnya dimengerti. Demam reumatik tidak pernah menyertai infeksi kuman lain maupun infeksi Streptococcus di tempat lain. Penyakit ini juga cenderung berulang.

59

Insidens tertinggi penyakit ini ditemukan pada anak berumur 5-15 tahun dan pengobatan yang tuntas terhadap faringitis akut hampir meniadakan risiko terjadinya demam reumatik. Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik didahului pertama kali oleh infeksi saluran napas atas oleh kuman Streptococcus beta hemolyticus grup A dan selanjutnya diikuti periode laten yang berlangsung 1-3 minggu kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan. Setelah periode laten, periode berikutnya merupakan fase akut dari demam reumatik dengan timbulnya berbagai manifestasi klinis, dan diakhiri dengan stadium inaktif, yang pada demam reumatik tanpa kelainan jantung atau penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa. Manifestasi klinis demam reumatik dibagi menjadi manifestasi klinis mayor yaitu artritis, karditis, korea, eritema marginatum dan nodulus subkutan. Manifestasi klinis minor yaitu demam, artralgia, peningkatan LED dan C-reactive protein dan pemanjangan interval PR. Kriteria diagnosis berdasarkan kriteria Jones (revisi 1992) ditegakkan bila ditemukan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor +2 kriteria minor ditambah dengan bukti infeksi Streptococcus grup A tenggorok positif + peningkatan titer antibodi Streptococcus. Penatalaksanaan pada demam reumatik/penyakit jantung reumatik berupa eradikasi dari kuman Streptococcus beta hemolyticus grup A, obat-obat analgesik dan antiinflamasi, diet, istirahat dan mobilisasi serta pengobatan lain yang diberikan sesuai klinisnya seperti pengobatan korea. Kemudian diikuti dengan pencegahan sekunder yang lamanya sesuai dengan klinisnya. Pencegahan sekunder ini diharapkan dapat efektif untuk mencegah timbulnya demam reumatik berulang. Pengobatan serta pencegahan yang harus dilaksanakan secara teratur ini, informasinya harus disampaikan kepada pasien atau keluarga pasien sehingga prognosis pasien dengan penyakit ini baik walaupun pada pasien dengan penyakit jantung yang berat.

60

4. Endokarditis Endokarditis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme pada endokard atau katub jantung. Infeksi endokarditid biasanya terjadi pada jantung yang telah mengalami kerusakan. Penyakit ini didahului dengan endokarditis, biasanya berupa penyakit jantung bawaan, maupun penyakit jantung yang didapat. Dahulu Infeksi pada endokard banyak disebabkan oleh bakteri sehingga disebut endokariditis bakterial. Sekarang infeksi bukan disebabkan oleh bakteri saja, tetapi bisa disebabkan oleh mikroorganisme lain, seperti jamur, virus, dan lain-lain. Endokarditis tidak hanya terjadi pada endokard dan katub yang telah mengalami kerusakan, tetapi juga pada endokar dan katub yang sehat, misalnya penyalahgunaan narkotik perintravena atau penyakit kronik. Perjalanan penyakit ini bisa; akut, sub akut, dan kronik, tergantung pada virulensi mikroorganisme dan daya tahan penderita. Infeksi subakut hampir selalu berakibat fatal, sedangkan hiperakut/akut secara klinis tidak pernah ada, karena penderita meninggal terlebih dahulu yang disebabkan karena sepsis. Endokarditis kronik hampir tidak dapat dibuat diagnosanya, karena gejalanya tidak khas. ETIOLOGI Endokarditis paling banyak disebabkan oleh streptokokus viridans yaitu

mikroorganisme yang hidup dalam saluran napas bagian atas. Sebelum ditemuklan antibiotik, maka 90 - 95 % endokarditis infeksi disebabkan oleh strptokokus viridans, tetapi sejak adanya antibiotik streptokokus viridans 50 % penyebab infeksi endokarditis yang merupakan 1/3 dari sumber infeksi. Penyebab lain dari infeksi endokarditis yang lebih patogen yaitu stapilokokus aureus yang menyebabkan infeksi endokarditis subakut. Penyebab lainnya adalah streptokokus fekalis, stapilokokus, bakteri gram negatif aerob/anaerob, jamur, virus, ragi, dan kandida. Faktor-faktor predisposisi dan faktor pencetus. Faktor predisposisi diawali dengan penyakit-penyakit kelainan jantung dapat berupa penyakit jantung rematik, penyakit jantung bawaan, katub jantung prostetik, penyakit

61

jantung sklerotik, prolaps katub mitral, post operasi jantung, miokardiopati hipertrof obstruksi. Endokarditi infeksi sering timbul pada penyakit jantung rematik dengan fibrilasi dan gagal jantung. Infeksi sering pada katub mitral dan katub aorta. Penyakit jantung bawaan yang terkena endokarditis adalah penyakit jantung bawaan tanpa ciyanosis, dengan deformitas katub dan tetralogi fallop. Bila ada kelainan organik pada jantung, maka sebagai faktor predisposisi endokarditis infeksi adalah akibat pemakaian obat imunosupresif atau sitostatik, hemodialisis atau peritonial dialisis, serosis hepatis, diabetis militus, penyakit paru obstruktif menahun, penyakit ginjal, lupus eritematosus, penyakit gout, dan penyalahan narkotik intravena. Faktor pencetus endokarditis infeksi adalah ekstrasi gigi atau tindakan lain pada gigi dan mulut, kateterisasi saluran kemih, tindakan obstretrik ginekologik dan radang saluran pernapasan.

PATOFISIOLOGI Kuman paling sering masuk melalui saluran napas bagian atas selain itu juga melalui alat genital dan saluran pencernaan, serta pembuluh darah dan kulit. Endokard yang rusak dengan permukaannya tidak rata mudah sekali terinfeksi dan menimbulakan vegetasi yang terdiri atas trombosis dan fibrin. Vaskularisasi jaringan tersebut biasanya tidak baik, sehingga memudahkan mikroorganisme berkembang biak dan akibatnya akan menambah kerusakan katub dan endokard, kuman yang sangat patogen dapat menyebabkan robeknya katub hingga terjadi kebocoran. Infeksi dengan mudah meluas ke jaringan sekitarnya, menimbulkan abses miokard atau aneurisme nekrotik. Bila infeksi mengenai korda tendinae maka dapat terjadi ruptur yang mengakibatkan terjadinya kebocoran katub. Pembentukan trombus yang mengandung kuman dan kemudian lepas dari endokard merupakan gambaran yang khas pada endokarditis infeksi. Besarnya emboli

62

bermacam-macam. Emboli yang disebabkan jamur biasanya lebih besar, umumnya menyumbat pembuluh darah yang besar pula. Tromboemboli yang terinfeksi dapat teranggkut sampai di otak, limpa, ginjal, saluran cerna, jantung, anggota gerak, kulit, dan paru. Bila emboli menyangkut di ginjal. akan meyebabkan infark ginjal, glomerulonepritis. Bila emboli pada kulit akan menimbulkan rasa sakit dan nyeri tekan. TANDA DAN GEJALA Sering penderita tidak mengetahui dengan jelas. Sejak kapan penyakitnya mulai timbul , misalnya sesudah cabut gigi, mulai kapan demam, letih-lesu, keringat malam banyak, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, sakit sendi, sakit dada, sakit perut, hematuria, buta mendadak, sakit pada ekstremitas (jari tangan dan kaki), dan sakit pada kulit. Gejala umum Demam dapat berlangsung terus-menerus retermiten / intermiten atau tidak teratur sama sekali. Suhu 38 - 40 C terjadi pada sore dan malam hari, kadang disertai menggigil dan keringat banyak. Anemia ditemukan bila infeksi telah berlangsung lama. pada sebagian penderita ditemukan pembesaran hati dan limpha.

Gejala Emboli dan Vaskuler Ptekia timbul pada mukosa tenggorok, muka dan kulit (bagian dada). umumya sukar dibedakan dengan angioma. Ptekia di kulit akan berubah menjadi kecoklatan dan kemudian hilang, ada juga yang berlanjut sampai pada masa penyembuhan. Emboli yang timbul di bawah kuku jari tangan (splinter hemorrhagic). Gejala Jantung Tanda-tanda kelainan jantung penting sekali untuk menentukan adanya kelainan katub atau kelainan bawaan seperti stenosis mitral, insufficiency aorta, patent ductus arteriosus (PDA), ventricular septal defect (VCD), sub-aortic stenosis, prolap katub

63

mitral. Sebagian besar endocarditis didahului oleh penyakit jantung, tanda-tanda yang ditemukan ialah sesak napas, takikardi, palpasi, sianosis, atau jari tabuh (clubbing of the finger). Perubahan murmur menolong sekali untuk menegakkan diagnosis, penyakit yang sudah berjalan menahun, perubahan murmur dapat disebabkan karena anemia . Gagal jantung terjadi pada stadium akhir endokarditis infeksi, dan lebih sering terjadi pada insufisiensi aorta dan insufisiensi mitral, jarang pada kelainan katub pulmonal dan trikuspid serta penyakit jantung bawaan non valvular . Endokarditis infeksi akut Infeksi akut lebih sering timbul pada jantung yang normal, berbeda dengan infeksi sub akut, penyakitnya timbul mendadak, tanda-tanda infeksi lebih menonjol, panas tinggi dan menggigil, jarang ditemukan pembesaran limfa, jari tabuh, anemia dan ptekia . Emboli biasanya sering terjadi pada arteri yang besar sehingga menimbulkan infark atau abses pada organ bersangkutan. Timbulnya murmur menunjukkan kerusakan katub yang sering terkena adalah katub trikuspid berupa kebocoran, tampak jelas pada saat inspirasi yang menunjukkan gagal jantung kanan, vena jugularis meningkat, hati membesar, nyeri tekan, dan berpulsasi serta udema. Bila infeksi mengenai aorta akan terdengar murmur diastolik yang panjang dan lemah. Infeksi pada aorta dapat menjalar ke septum inter ventricular dan menimbulkan abses. Abses pada septum dapat pecah dan menimbulkan blok AV . Oleh karena itu bila terjadi blok AV penderita panas tinggi, kemungkinan ruptur katub aorta merupakan komplikasi yang serius yang menyebabkan gagal jantung progresif. Infeksi katub mitral dapat menjalar ke otot papilaris dan menyebabkan ruptur hingga terjadi flail katub mitral. Laboratorium Leukosit dengan jenis netrofil, anemia normokrom normositer, LED meningkat, immunoglobulin serum meningkat, uji fiksasi anti gama globulin positf, total hemolitik komplemen dan komplemen C3 dalam serum menurun, kadar bilirubin sedikit meningkat. Pemeriksaan umum urine ditemukan maka proteinuria dan hematuria secara mikroskopik. Yang penting adalah biakan mikro organisme dari darah . Biakan harus
64

diperhatikan darah diambil tiap hari berturut-turut dua / lima hari diambil sebanyak 10 ml dibiakkan dalam waktu agak lama (1 - 3 minggu) untuk mencari mikroorganisme yang mungkin berkembang agak lambat. biakkan bakteri harus dalam media yang sesuai. NB: darah diambil sebelum diberi antibiotik . Biakan yang positif uji resistansi terhadap antibiotik. Echocardiografi Diperlukan untuk: - Melihat vegetasi pada katub aorta terutama vegetasi yang besar ( > 5 mm) - Melihat dilatasi atau hipertrofi atrium atau ventrikel yang progresif - Mencari penyakit yang menjadi predisposisi endokarditis ( prolap mitral, fibrosis, dan calcifikasi katub mitral ) - Penutupan katub mitral yang lebih dini menunjukkan adanya destrruktif katub aorta dan merupakan indikasi untuk melakukan penggantian katub Diagnosis Diagnosis endokarditis infeksi dapat ditegakkan dengan sempurna bila ditemukan kelainan katub, kelainan jantung bawaan, dengan murmur , fenomena emboli, demam dan pembiakan darah yang positif. Diagnosis dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria diatas. Endokarditis paska bedah dapat diduga bilamana terjadi panas, leukositosis dan anemia sesudah operasi kardiovaskuler atau operasi pemasangan katub jantung prostetik.

Pengobatan Pemberian obat yang sesuai dengan uji resistensi dipakai obat yang diperkirakan sensitif terhadap mikroorganisme yang diduga. Bila penyebabnya streptokokus

65

viridan yang sensitif terhadpa penicillin G , diberikan dosis 2,4 - 6 juta unit per hari selama 4 minggu, parenteral untuk dua minggu, kemudian dapat diberikan parenteral / peroral penicillin V karena efek sirnegis dengan streptomicin, dapat ditambah 0,5 gram tiap 12 jam untuk dua minggu . Kuman streptokokous fecalis (post operasi obsgin) relatif resisten terhadap penisilin sering kambuh dan resiko emboli lebih besar oleh karena itu digunakan penisilin bersama dengan gentamisin yang merupakan obat pilihan. Dengan dosis penisilin G 12 - 24 juta unit/hari,dan gentamisin 3 - 5 mg/kgBB dibagi dalam 2 - 3 dosis. Ampisilin dapat dipakai untuk pengganti penisilin G dengan dosis 6 - 12 gr/hari . Lama pengobatan 4 minggu dan dianjurkan sampai 6 minggu. Bila kuman resisten dapat dipakai sefalotin 1,5 gr tiap jam (IV) atau nafcilin 1,5 gr tiap 4 jam atau oksasilin 12 gr/hari atau vankomisin 0,5 gram/6 jam, eritromisin 0,5 gr/8 jam lama pemberian obat adalah 4 minggu. Untuk kuman gram negatif diberikan obat golongan aminoglikosid : gentamisin 5 - 7 mg/kgBB per hari, gentamisin sering dikombinsaikan dengan sefalotin, sefazolia 2 - 4 gr/hari , ampisilin dan karbenisilin. Untuk penyebab jamur dipakai amfoterisin B 0,5 - 1,2 mg/kgB per hari (IV) dan flucitosin 150 mg/Kg BB per hari peroral dapat dipakai sendiri atua kombinasi. Infeksi yang terjadi katub prostetik tidak dapat diatasi oleh obat biasa, biasanya memerlukan tindakan bedah. Selain pengobatan dengan antibiotik penting sekali mengobati penyakit lain yang menyertai seperti : gagal Jantung . Juga keseimbangan elektrolit, dan intake yang cukup .

66

5. Pemeriksaan Fisik dan Cara melakukannya PRINSIP DAN METODE PEMERIKSAAN FISIK DASAR

Pengkajian kesehatan menyeluruh seorang individu terdiri dari tiga komponen: (1) wawancara dan riwayat kesehatan; (2) pengamatan umum dan pengukuran tandatanda vital; dan (3) pemeriksaan fisik, yang meliputi evaluasi diagnostik, interpretasi temuan klinis, diagnosis, terapi dan tindak-lanjut. Biasanya, farmasis tidak melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh, tidak seperti profesional kesehatan lainnya (yaitu dokter, asisten dokter, perawat). Walaupun demikian, sangatlah penting bagi farmasis untuk mengenal pemeriksaan fisik terutama prinsipprinsipnya, metode, dan data yang diperoleh karena farmasis secara rutin menggunakan data pasien selama melaksanakan pekerjaan asuhan kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Bab ini membahas pemeriksaan fisik, yang merupakan komponen pengkajian kesehatan yang bersifat obyektif. Karena tidak perlu bagi seorang farmasis untuk menjadi sangat terampil secara teknis melakukan pemeriksaan fisik, pembahasan pada bab ini akan menfokuskan pada prinsip-prinsip dasar pemeriksaan, situasi, metode umum, dan peralatan. Pertimbanganpertimbangan khusus pada pemeriksaan fisik seorang individu dari suatu populasi khusus (misalnya pediatrik, geriatrik, dan pasien hamil) juga akan didikusikan.

Prinsip Dasar Pemeriksaan Fisik Tujuan umum pemeriksaan fisik adalah untuk memperoleh informasi mengenai status kesehatan pasien. Tujuan definitif pemeriksaan fisik adalah, pertama, untuk mengidentifikasi status normal dan kemudian mengetahui adanya variasi dari keadaan normal tersebut dengan cara memvalidasi keluhan-keluhan dan gejala-gejala pasien, penapisan/skrining keadaan wellbeing pasien, dan pemantauan masalah kesehatan/penyakit pasien saat ini. Informasi ini menjadi bagian dari catatan/rekam medis (medical record) pasien, menjadi dasar data awal dari temuantemuan klinis yang kemudian selalu diperbarui (updated) dan ditambahkan sepanjang waktu. Seperti telah dibahas pada bab sebelumnya, rekam medis terdiri dari informasi subyektif dan obyektif. Informasi subyektif yang baru akan diperoleh dari hasil

67

wawancara pasien dan riwayat kesehatan. Informasi subyektif akan membuat pemeriksa waspada mengenai area apa yang harus menjadi perhatian selama pemeriksaan itu. Informasi lebih lanjutan kemudian akan diperoleh melalui pemeriksaan fisik. Harus diingat bahwa garis pemisah antara riwayat pasien dan pemeriksaan fisik selalu abstrak. Sebagai contoh, temuan klinis obyektif akan memperkuat, memvalidasi dan menjelaskan data subyektif yang diperoleh pada pemeriksaan awal, tetapi juga pada saat yang sama, temuan fisik akan menstimulasi pemeriksa untuk bertanya lebih lanjut selama pemeriksaan. Tidak ada yang absolut mengenai metode yang digunakan dan sistem yang harus dicakup dalam suatu pemeriksaan fisik. Penentuan pilihan dipengaruhi oleh usia pasien, gejala, data fisik dan laboratorium lainnya, serta tujuan pemeriksaan itu sendiri (misalnya, penapisan/screening fisik umum, pemeriksaan fisik spesifik, atau analisis gejalagejala). Kunjungan berikutnya atau tindak lanjut merupakan kunjungan yang terjadwal untuk mengkaji progresi atau kesembuhan dari suatu masalah atau abnormalitas tertentu). Pengkajian kesehatan sering dianggap sebagai suatu insiden tersendiri. Namun, saat ini, telah diterima bahwa penapisan atau pemantauan kesehatan terkait-usia harus dilakukan secara teratur (jika pasien tidak menunjukkan gejala/asimtomatik).Remaja (usia 12-19 tahun) sebaiknya menjalami pemeriksaan fisik setiap 2 tahun. Individu dewasa (usia 20-59 tahun) sebaiknya menjalani pemeriksaan fisik menyeluruh setiap 5-6 tahun. Pemeriksaan penapisan lainnya, misalnya mammografi, tes pap, uji adanya darah pada feses, dan sigmoidoskopi, sebaiknya dilakukan secara lebih teratur, seperti yang disarankan pada Pedoman Deteksi Kanker Dini dari American Cancer Society. Orang-orang dewasa yang lebih lanjut usia (>60 tahun) sebaiknya melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh setiap 2 tahun, termasuk serangkaian pemeriksaanpenapisan seperti yang telah dikemukakan di atas. Karena asuhan kefarmasian yang berorientasi pasien mencakup juga tindakan pencegahan masalah kesehatan, farmasis sebaiknya secara rutin mengajukan pertanyaan pada pasien kapan pasien terakhir melakukan pemeriksaan fisik. Pertanyaan demikian harus menitikberatkan pada penapisan spesifik dan pedomanpedoman pemantauan (misalnya mammografi, tes pap, uji adanya darah pada feses, kolesterol, dan lain-lain). Farmasis sebaiknya mendorong pasien untuk menemui dokter untuk pemeriksaan fisik menyeluruh. Jika psien tidak melakukan pemeriksaan selama 2 tahun terakhir (untuk pasien >60 tahun). Farmasis juga sebaiknya

68

memberikan penyuluhan/edukasi kepada pasien mengenai penapisan dan pemantauan kesehatan sesuai pedoman. Pemeriksaan penapisan yang teratur sangat penting, tetapi pada kenyataannya hanya sedikit pertemuan antara pasien dan farmasis yang dilakukan untuk penapisan/skrining kesehatan saja. Kebanyakan pada interaksi farmasis dengan pasien lebih membahas keluhan-keluhan pasien. Pemeriksaan yang dilakukan sebagai respon terhadap keluhan atau gejala diarahkan untuk mengetahui atau mencegah masalah kesehatan yang potensial dan merupakan interaksi yang terfokus. Ketika memberikan pelayanan/asuhan kesehatan yang berorientasi pasien, farmasis dapat berperan penting dalam menentukan fokus interaksi tersebut untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi keluhan-keluhan dan gejala-gejala pasien yang berkaitan dengan efek pengobatan.

Metode Pemeriksaan Terdapat empat teknik pengkajian yang secara universal diterima untuk digunakan selama pemeriksaan fsik: inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Teknik-teknik ini digunakan sebagai bingkai kerja yang menfokuskan pada indera penglihatan, pendengaran, sentuhan dan penciuman. Data dikumpulkan berdasarkan semua indera tersebut secara simultan untuk membentuk informasi yang koheren. Teknik-teknik tersebut secara keseluruhan disebutsebagai observasi/pengamatan, dan harus dilakukan sesuai dengan urutan di atas, dan setiap teknik akan menambah data yang telah diperoleh sebelumnya. Dua perkecualian untuk aturan ini, yaitu jika usia pasien atau tingkat keparahan gejala memerlukan pemeriksaan ekstra dan ketika abdomen yang diperiksa (lihat Bab lain).

INSPEKSI Langkah pertama pada pemeriksaan pasien adalah inspeksi, yaitu melihat dan mengevaluasi pasien secara visual dan merupakan metode tertua yang digunakan untuk mengkaji/menilai pasien. Sebagai individu-individu, kita selalu menilai orang lain setiap hari, membangun kesan pada pikiran kita mengenai orang lain, memutuskan apakah kita menyukai atau tidak menyukai mereka, dan secara umum akan tetap bersama mereka atau sebaliknya menjauhi mereka. Yang tidak kita sadari, sebenarnya kita telah melakukan inspeksi. Secara formal, pemeriksa menggunakan indera penglihatan berkonsentrasi untuk melihat pasien secara seksama, persisten dan

69

tanpa terburu-buru, sejak detik pertama bertemu, dengan cara memperoleh riwayat pasien dan, terutama, sepanjang pemeriksaan fisik dilakukan. Inspeksi juga menggunakan indera pendengaran dan penciuman untuk mengetahui lebih lanjut, lebih jelas dan memvalidasi apa yang dilihat oleh mata dan dikaitkan dengan suara atau bau yang berasal dari pasien. Pemeriksa kemudian akan mengumpulkan dan menggolongkan informasi yang diterima oleh semua indera tersebut, baik disadari maupun tidak disadari, dan membentuk opini, subyektif dan obyektif, mengenai pasien, yang akan membantu dalam membuat keputusan diagnosis dan terapi. Pemeriksa yang telah melakukan observasi selama bertahun-tahun (ahli) melaporkan bahwa mereka seringkali mempunyai persepsi intuitif mengenai sumber/penyebab masalah kesehatan pasien segera setelah melihat pasien. Karena inspeksi umum digunakan pada interaksi dengan pasien sehari-hari pada berbagai situasi di apotek, maka teknik ini merupakan metode yang paling penting yang harus dikuasai pada praktek kefarmasian.

PALPASI Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah langkah kedua pada pemeriksaan pasien dan digunakan untuk menambah data yang telah diperoleh melalui inspeksi sebelumnya. Palpasi struktur individu,baik pada permukaan maupun dalam rongga tubuh, terutama pada abdomen, akan memberikan informasi mengenai posisi, ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas/gerakan komponen-komponen anatomi yang normal, dan apakah terdapat abnormalitas misalnya pembesaran organ atau adanya massa yang dapat teraba. Palpasi juga efektif untuk menilai menganai keadaan cairan pada ruang tubuh. Pemeriksa yang ahli akan menggunakan bagian tangan yang paling sensitif untuk melakukan setiap jenis palpasi. Pads atau ujung jari pada bagian distal ruas interphalangeal paling baik digunakan untuk palpasi, karena ujung saraf spesifik untuk indera sentuh terkelompok saling berdekatan, sehingga akan meningkatkan kemapuan membedakan dan interpretasi apa yang disentuh. Pengukuran kasar suhu tubuh paling baik dilakukan memggunakanbagian punggung (dorsum) tangan. Posisi, ukuran dan konsistensi struktur dapat ditentukan secara paling efektif menggunakan tangan yang berfungsi untuk meraih atau

70

memegang. Struktur individu dalam rongga tubuh, terutama dalam abdomen/perut, dapat dipalpasi untuk mengetajui posisi, ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas. Tangan juga dapat digunakan untuk mendeteksi massa atau mengevaluasi cairan yang terkumpul secara abnormal. Vibrasi/getaran dapat mudah terdeteksi oleh permukaan telapak tangan, sepanjang persendian tulang metakarpophalangeal (MCP) atau aspek ulnar digit kelima dari pergelangan tangan ke sendi MCP. Area ini dapat mendeteksi getaran dengan baik, karena suara dapat lewat dengan mudah melalui tangan. Untuk area mana saja yang dinilai, akan sangat bermanfaat jika menggunakan palpasi dalam, medium atau ringan. Pada awal selalu digunakan palpasi ringan, dan kekuatan palpasi dapat ditingkatkan terus sepanjang pasien dapat menoleransi. Jika pada awal palpasi, anda melakukan terlalu dalam, anda mungkin melewatkan dan tidak mengetahui jika terdapat lesi permukaan dan palpasi anda akan mengakibatkan rasa nyeri yang tidak perlu pada pasien. Palpasi ringan bersifat superfisial, lembut dan berguna untuk menilai lesi pada permukaan atau dalam otot. Juga dapat membuat pasien relaks sebelum melakukan palpasi medium dan dalam. Untuk melakukan palpasi ringan, letakkan/tekan secara ringan ujung jari anda pada kulit pasien, gerakkan jari secara memutar. Palpasi medium untuk menilai lesi medieval pada peritoneum dan untuk massa, nyeri tekan, pulsasi (meraba denyut), dan nyeri pada kebanyakan struktur tubuh. Dilakukan dengan menekan permukaan telapak jari 1-2 cm ke dalam tubuh pasien, menggunakan gerakan sirkuler/memutar. Palpasi dalam digunakan untuk menilai organ dalam rongga tubuh, dan dapat dilakukan dengan satu atau dua tangan. Jika dilakukan dengan dua tangan, tangan yang di atas menekan tangan yang di bawah 2-4 cm ke bawah dengan gerakan sirkuler. Bagian yang nyeri atau tidak nyaman selalu dipalpasi terakhir. Kadang, diperlukan untuk membuat rasa tidak nyaman atau nyeri untuk dapat benar-benar menilai suatu gejala.

PERKUSI Perkusi, langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah menepuk permukaan tubuh secara ringan dan tajam, untuk menentukan posisi, ukuran dan densitas struktur atau cairan atau udara di bawahnya. Menepuk permukaan akan menghasilkan gelombang suara yang berjalan sepanjang 5-7 cm (2-3 inci) di bawahnya. Pantulan suara akan berbedabeda karakteristiknya tergantung sifat struktur yang dilewati oleh suara itu. Pitch (atau frekuensi) adalah jumlah vibrasi atau siklus per detik (cycles per second/cps).

71

Vibrasi cepat menghasilkan nada dengan pitch yang tinggi, sedangkan vibrasi lambat menghasilkan nada pitch yang rendah. Amplitudo (atau intensitas) menentukan kerasnya suara. Makin besar amplitude, makin keras suara. Durasi adalah panjangnya waktu di mana suara masih terdengar. Kualitas (atau timbre, harmonis, atau overtone) adalah konsep subyektif yang digunakan untuk menggambarkan variasi akibat overtone suara yang tertentu. Prinsip dasarnya adalah jika suatu struktur berisi lebih banyak udara (misalnya paru-paru) akan menghasilkan suara yang lebih keras, rendah dan panjang daripada struktur yang lebih padat (misalnya otot paha), yang menghasilkan suara yang lebih lembut, tinggi dan pendek. Densitas jaringan atau massa yang tebal akan menyerap suara, seperti proteksi akustik menyerap suara pada ruang kedap suara. Ada dua metode perkusi, langsung (segera) dan tak langsung (diperantarai). Perkusi diperantarai (tak langsung) adalah metode yang menggunakan alat pleksimeter untuk menimbulkan perkusi. Dari sejarahnya, pleksimeter adalah palu karet kecil, dan digunakan untuk mengetuk plessimeter, suatu obyek padat kecil (biasanya terbuat dari gading), yang dipegang erat di depan permukaan tubuh. Ini merupakan metode yang disukai selama hampir 100 tahun, tetapi pemeriksa merasa repot untuk membawa peralatan ekstra ini. Sehingga, perkusi tak langsung, menggunakan jari telunjuk dan jari tengah atau hanya jari tengah satu tangan bertindak sebagai pleksimeter, yang mengetuk jari tengah tangan yang lain sebagai plessimeter, berkembang menjadi metode pilihan. Kini, jari pasif (plessimeter) diletakkan dengan lembut dan erat pada permukaan tubuh, dan jari-jari lainnya agak terangkat di atas permukaan tubuh untuk menghindari berkurangnya suara. Pleksimeter, mengetuk plessimeter dengan kuat dan tajam, di antara ruas interphalangeal proksimal. Setelah melakukan ketukan cepat, jari segera diangkat, agar tidak menyerap suara. Perkusi langsung dan tak langsung juga dapat dilakukan dengan kepalan tangan. Perkusi langsung kepalan tangan melibatkan kepalan dari tangan yang dominan yang kemudian mengetuk permukaan tubuh langsung. Perkusi langsung kepalan bermanfaat untuk toraks posterior, terutama jika perkusi jari tidak berhasil. Pada perkusi tak langsung dengan kepalan, plessimeter menjadi tangan yang pasif, diletakkan pada tubuh ketika pleksimeter (kepalan dari tangan yang dominan) mengetuk. Kedua metode prekusi bermanfaat untuk menilai, misalnya, nyeri tekan costovertebral angle (CVA) ginjal.

72

AUSKULTASI Auskultasi adalah ketrampilan untuk mendengar suara tubuh pada paru-paru, jantung, pembuluh darah dan bagian dalam/viscera abdomen. Umumnya, auskultasi adalah teknik terakhir yang digunakan pada suatu pemeriksaan. Suara-suara penting yang terdengar saat auskultasi adalah suara gerakan udara dalam paru-paru, terbentuk oleh thorax dan viscera abdomen, dan oleh aliran darah yang melalui sistem kardiovaskular. Suara terauskultasi dijelaskan frekuensi (pitch), intensitas

(keraslemahnya), durasi, kualitas (timbre) dan waktunya. Pemeriksa akan mengauskultasi suara jantung, suara tekanan darah (suara Korotkoff), suara aliran udara melalui paru-paru, suara usus, dan suara organ tubuh. Auskultasi dilakukan dengan stetoskop. Stetoskop regular tidak mengamplifikasi suara. Stetoskop regular meneruskan suara melalui ujung alat (endpiece), tabung pipa (tubing), dan bagian ujung yang ke telinga (earpiece), menghilangkan suara gangguan eksternal dan demikian memisahkan dan meneruskan satu suara saja. Stetoskop khusus yang mengamplifikasi suara juga tersedia dengan akuitas suara yang lebih rendah. Yang penting diperhatikan adalah kesesuaian dan kualitas stetoskop. Ujung yang ke telinga harus diletakkan pas ke dalam telinga, dan tabung/pipa tidak boleh lebih panjang dari 12-18 inci. Gambar 45 Stetoskop. Bagian endpiece harus memiliki diafragma dan bel. Diafragma digunakan untuk meningkatkan suara yang tinggi-pitch-nya., misalnya suara nafas yang terdengar dari paruparu dan suara usus melalui abdomen dan ketika mendengarkan suara jantung yang teratur (S1 dan S2). Bel dipergunakan khususnya untuk suara dengan pitch-rendah dan mengamplifikasi suara-suara gemuruh murmur jantung, turbulensi arteri (bruits) atau vena (hums), dan friksi organ. Karena aliran darah memberikan suara dengan pitch yang rendah, bel juga digunakan untuk mengukur tekanan darah; namun, peletakan bel dengan tepat pada beberapa pasien kadang-kadang cukup sulit dilakukan. Oleh karena itu, diafragma sering juga digunakan untuk mengukur tekanan darah. Banyak pemeriksa, baik yang masih baru maupun yang sudah ahli, cenderung meletakkan stetoskop pada dada segera setelah pasien melepas pakaian dan tanpa melakukan perkusi pasien dahulu. Jika praktek yang buruk ini menjadi kebiasaan, maka pemeriksa akan melewatkan/tidak mengetahui petunjuk penting mengenai analisis gejala. Mengikuti metode pemeriksaan secara berurutan dan menggunakan auskultasi sebagai pemeriksaan

73

terakhir merupakan hal-hal yang esensial. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, pemeriksaan abdomen merupakan perkecualian aturan ini. Auskultasi abdomen harus mendahului palpasi dan perkusi; jika tidak demikian, suara mekanik yang terjadi dalam abdomen akibat menekan-nekan sekitar isi perut akan menghasilkan suara usus palsu. Auskultasi adalah keterampilan yang mudah dipelajari tapi sulit interpretasinya. Pertama, suara normal yang bermacam-macam harus dipelajari sebelum dapat membedakan mana suara yang abnormal dan ektra. Ketika menggunakan stetoskop, kurangi suara-suara eksternal yang mengganggu dan suara artefak. Tutup mulut anda dan, jika endpiece telah diletakkan pada permukaan tubuh, tutup mata anda dan berkonsentrasilah. Dengan cara demikian, anda akan mengeliminasi suara yang ditransmisikan melalui mulut yang terbuka, yang dapat berfungsi seperti megaphone, dan gangguan akibat stimulasi visual terus menerus.

Persiapan Untuk Pemeriksaan Agar interaksi pasien berlangsung efisien dan lancar, penting bagi pemeriksa untuk bersiap-siap sebelum perjumpaan dengan pasien. Langkah-langkan penting pada persiapan ini meliputi hal-hal berikut: mengumpulkan peralatan, menyiapkan tempat, dan menjamin keselamatan pasien.

MENYIAPKAN ALAT Peralatan yang diperlukan untuk pemeriksaan fisik menyeluruh adalah: Pena cahaya atau senter digunakan untuk cek kulit dan respon pupil terhadap cahaya dan untuk sumber cahaya tangensial menerangi dada danabdomen dariri sisi samping. Penggaris atau meteran,lebih disukai jika menggunakan satuan centimeter, untuk mengukur ukuran mola atau abnormalitas kulit lainnya, abdomen, tinggi fundus dan keliling tangan. Sarung tangan dan masker atau kaca mata pelindung/goggles sesuai aturan Centers for Disease Control (CDC) untuk situasi tertentu. Otoskop dan oftalmoskop untuk memeriksa telinga dan mata (jika otoskop tidak dilengkapi dengan spekulum pendek, maka diperlukan spekulum nasal).

74

Depresor lidah untuk menggerakkan atau menahan lidah pada saat memeriksa orofaring. Stetoskop (dengan bel dan diafragma) untuk auskultasi paru-paru, jantung dan saluran cerna. Palu reflex untuk menguji reflex tendon Beberapa benda untuk menguji saraf cranial (misalnya uang logam, peniti, kancing dll) Thermometer untuk mengetahui temperature Sfigmomanometer untuk mengetahui tekanan darah Jam dengan jarum penunjuk detik atau jam digital untuk menghitung kecepatan detak jantung (nadi) dan pernafasan. Skala untuk mengukur berat badan Hampir semua alat sudah tercantum pada daftar di atas. Peralatan tambahan yang diperlukan untuk menilai tanda-tanda vital (vital signs) antara lain: melakukan pemeriksaan terfokus tanpa interupsi, anda harus menyiapkan peralatan dasar (misalnya sfigmomanometer dan stetoskop) tersedia dan mudah dijangkau di ruang praktek Pengaturan yang hati-hati dan konsisten sebelum memulai pemeriksaa akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemeriksaan dan menjamin pemeriksaan selalu dilakukan dengan urutan yang sesuai.

MENYIAPKAN TEMPAT DAN KONDISI Ruang pemeriksaan yang terpisah atau daerah dengan tirai pembatas harus disediakan untuk menjamin privacy dan kerahasiaan (confidentiality). Ruangan tersebut harus cukup hangat. Pencahayaan yang baik dan lingkungan yang tenang merupakan hal yang penting, walaupun kadang-kadang hal ini sulit diperoleh. Usaha untuk memperoleh efek pencahayaan yang optimal dari sinar matahari atau sumber cahaya artificial juga penting. Jika lampu berfluoresensi di atas kepala merupakan sumber cahaya yang tersedia, maka pencahayaan tangensial atau samping juga harus digunakan. Sinar fluoresens menghilangkan semua bayangan permukaan, hal yang memang baik jika anda bekerja di meja tulis, tapi akan menghalangi kemampuan anda memvisualisasi karakteristik permukaan tubuh. Dengan menggunakan sumber cahaya tangensial akan dapat diperoleh pandangan anatomi tubuh yang lebih baik misalnya untuk melihat adanya benjolan, pulsasi atau lesi kulit. Pena cahaya, lampu yang bisa ditekuk tangkainya, atau senter merupakan alat-alat yang paling sering digunakan untuk memvisualisasi tubuh.

75

MENJAMIN KEAMANAN PASIEN Hal-hal/langkah-langkah standard Selama pemeriksaan fisik, lakukan langkahlangkah untuk menjamin keamanan pasien dan anda sendiri terhadap transmisi penyakit yang dapat menyebar melalui darah dan untuk mencegah komtaminasisilang. Cairan tubuh yang dianggap bersifat infeksius atau dapat menyebarkan infeksi antara lain ludah/saliva, darah, semen, cairan vagina, cairan serebrospinal, cairan amnion, cairan pericardia dan peritonela, cairal pleura dan simovial. CDC telah menetapkan pedoman langkah-langkah yang harus diikuti untuk membantu mencegah penularan penyakit infeksi selama pemeriksaan fisik. Cuci tangan dengan seksama sebelum memulai pemeriksaan dan setealh pemeriksaan selesai. (sebelum meninggalkan ruang) Jika terdapat luka teriris, abrasi atau lesi lainnya, pakailah sarung tangan untuk melindungi pasien. Pakailah sarung tangan secara rutin jika terdapat kemungkinan kontak dengan carian tubuh selama: Pemeriksaan oral Pemeriksaan lesi kulit Mengumpulkan sampel Ketika kontak dengan permukaan atau perlalatan yang terkontaminasi Gantilah sarung tangan ketika berganti kerja atau prosedur. Jika memakai sarung tangan, cucilah tangan segera setelah sarung tangan dilepas dan dari pasien ke pasien lain. Pakai masker dan pelindung mata/wajah dan baju lab untuk melindungi kulit, membran mukosa dan pakaian jika terapat kemngkinan terjadi cipratan atau semprotan cairan tubuh. Ikuti prosedur klinik atau lembaga untuk perawatan rutin dan pembuanagna perlalatan, linen dan lainlaina. Beri label yang jelas semua wadah peralatan agar dapat berhati hati dan waspada terhadap cairah tubuh. Selain pedoman standard di atas, ada beberapa hal lain yang harus diperkatikan ketika melakukan pemeriksaan fisik, terkait dengan meningkatnya insiden reaksi alergi terhadap produk lateks alami. Farmasis, sesuai dengan petunjuk standard, sering memakai sarung tangan, sehingga perlu mengetahui kemungkinan terjadinya alergi lateks. Juga, pasien yang terpapar lateks selama pemeriksaan dan dapat mengalami reaksi alergi. Alergi lateks juga dapat terjadi ketika menggunakan peralatan lain yang berbahan dasar lateks. Rekomendasi untuk Pencegahan Alergi terhadap Lateks

76

Gunakan sarung tangan nonlateks jika memungkinkan (yaitu jika tidak ada kontak dengan cairan tubuh atau materi yang bersifat infeksius) Gunakan sarung tangan hipoalergenik jika memungkinkan dan tersedia, jika alergi telah terjadi, atau jika pasien diketahui mempunyai alergi terhadap lateks (sarung tangan ini bukan bebaslateks, tetapi kemungkinan untuk induksi reaksi alerginya berkurang) Jika memakai sarung tangan lateks, pilih jenis yang bebasserbuk/powderfree untuk mengurangi kandungan protein pada sarung tangan: Jangan menggunakan krim tangan dengan bahan dasar minyak atau lotion kecuali jika memang sudah terbukti mengurangi masalah alergi lateks. Beberapa individu merasa mendapat menfaat menggunakan foam atau cairan protektan kulit yang berbasis silicon sebelum menggunakan sarung tanagn lateks. Setelah menggunakan sarung tangan lateks, segera dan dengan lembut cucilah tangan menggunakan sabun yang ringan/mild dan keringkan tangan seluruhnya. Pemeriksa harus mengetahui dan memberi tahu menganenai program edukasi dan training yang ada kepada pasien mengenai alergi lateks. Jika terjadi tandatanda dan gejala alergi, hindari kontak dengan produk lateks, dan segera cari pertolongan dari praktisi yang berkualifikasi/berpengalaman mengatasi masalah alergi lateks. *Berdasarkan informasi National Institute of Occupational Safety and Health Recommendation for the Prevention of Natural Rubber Latex Allergy. Cincinnati, OH: National Institute of Occupational Safety and Health 1998. NIOSH Publication No. 98113.

TIPS UNTUK PEMERIKSA BARU Kebanyakan kesalahan pemeriksaan fisik dan diagnosis bukan berasal dari ketidaktahuan, tetapi lebih banyak karena malas dan ketidak hati-hatian. Tiga jenis kesalahan yang paling sering dilakukan oleh pemeriksa yang masih baru adalah: kesalahan teknik, kesalahan deteksi dan interpretasi, dan kesalahan pencatatan. Ketelitian dalam melakukan pemeriksaan akan membantu penegakan diagnosis yang tepat dan bukannya sekedar mengikuti dugaan. Mengingat rutinitas pemeriksaan khusus dan belajar membaca gejala dan menilai/mengkaji temuan-temuan klinis dapat menghilangkan 2 dari 3 jenis kesalahan tersebut. Selain itu, anda dapat menjadi lebih

77

baik dengan cara memperkatikan orang lain melakukan pemeriksaan, dengan mempraktekkan berbagai tindakan, dan dengan memperoleh umpanbalik terhadap teknik anda. Jugaa kan sangat membantu untuk membahas rekam medik pasien, terutama riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik terdahulu. Temuan fisik dan interpretasi yang dibuat oleh tim medis dan farmasis lain yang tercatat pada rekam medic ini akan membantu anda melihat teknik umum apa yang berkaitan dengan gejal atertentu dan apa arti temuan-temuan tersebut bagi professional kesehatan lain. Pemeriksa yang masih baru seringkali khawatir mengenai teknik mereka, merupakan langkah-langkah penting urutan pemeriksaan, atau melewatkan suatu temuan akibat mengabaikan atau tidak memiliki ilmu mengenainya. Banyak yang malu melihat pasien yang tidak mengenakan pakaian atau menyentuh pasien. Semua kekhawatiran ini sebenarnya alami dan umum, namun demikian anda harus

menunjukkankepercayaan diri, sabar, sopan, toleran dan lembut. Wajah anda mungkin secara spontan menunjukkan kekagetan, khawatir, waspada, jijik atau bahkan frustasi oleh keadaan pasien tertentu. Berusahalah selalu untuk menyadari emosi yang muncul dan berusaha untuk tidak menampakkannya. Lagipula, hal ini adalah persoalan bagaimana untuk tetap sensitif terhadap perasaan dan respon pasien.

URUTAN DAN POSISI UNTUK PEMERIKSAAN FISIK Pendekatan cephalocaudal, dari kepala ke kaki, dianggap pendekatan urutan yang paling logis dan konsisten untuk pemeriksaan fisik. Dengan metode cephalocaudal ini, anda diharapkan untuk memulai pemeriksaan fisik mulai dari yang paling tidak invasive atau intrusive ke teknik yang lebih invasive atau intrusive. Anda harus menjadi kompulsif terhadap rutinitas pemeriksaan, mempraktekkan sampai pola konsisten pemeriksaan fisik dipelajari dengan benar.

Pemeriksaan Fisik Komprehensif Farmasis tidak melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh/komprehensif. Walaupun demikian, memahami langkah-langkah bagaimana suatu pemeriksaan fisik dilakukan sangatlah penting bagi seorang farmasis, karena komponen pemeriksaan seringkali dilakukan sebagai bagian dari persetujuan pada suatu praktek bersama/kolaborasi, pada pelayanan penapisan/skrining kesehatan, di klinik imunisasi, pada sesi konseling

78

pasien dan edukasi, pemberian saran mengenai obat bebas, dan peracikan resep obat rutin. Seorang pasien biasanya datang ke dokter, asisten dokter, atau perawat dengan suatu alasa, misalnya permintaan untuk pemeriksaan dan interpretasi suatu gejala atau suatu set gekjala-gejala. Alternatif lain, pasien mungkin meminta penapisan kesehatan fisik. Dokter akan bertmeu dengan pasien di ruang klinik (atau sejenisnya) atau ruang pemeriksaan di rumah sakit. Setelah memperoleh riwayat penyakit pasien, tandatanda vital akan diobservasi. Ini menjadi jembatan izin yang menumungkin kan pemeriksaan fisik berlangsung dari berbicara ke pada pasien menjadi menyentuh pasien untuk pemeriksaan fisik. Hal ini menjadi suatu cara yang meredakan ketegangan, karena kedua pihak yaitu pasien dan pemeriksa berkesempatan untuk relaks dan mulai mengembangkan kepercayaan. Jika memungkinkan, praktisioner harus mencuci tangan pada saat pasien ada di situ. PAsien akan merasa nyaman jika mereka melihat pemeriksa mencucu tangan, karena menganggap hal itu sebagai proteksi dan penghoramatn terhadap keberadaan mereka. Pemeriksaan harus dilaksanakan secara metodis, perlahan dan sengaja, sambil praktision mengajukan pertanyaan seta mendorong pasien bertanya untuk lebih mengetahui bukti-bukti klinis yang ada pada riwayat kesehatan pasien. Pemeriksa mengikuti jejak perubahan/variasi disbanding keadaan normal pasien, seperti detektif mengikuti petunjuk untuk memecahkan suatu misteri. Sebenarnya, metode yang digunakan oleh pemeriksa maupun detektif dalam banyak hal mirip, karena pemeriksa berusaha mencari penjelasan mengenai suatu gejala sedangkan detektif berusaha memecahkan masalah kriminal. Ketika pemeriksaan berlangsung, setiap langkah harus dijelaskan, memberitahu pasien terlebih dahulu jika suatu tindak an mungkin akan menyebabkan rasa tidak nyaman pada pasien. Keterangan singkat harus diberikan kepada pasien mengenai tubuh pasien, metode pemeriksaan diri sendiri, tanda-tanda dan gejalagejala masalah yang potensial, dan seterusnya. Berbagi informasi tersebut akan membangun hubungan dan kepercayaan. Harus diingat, jika seseorang menjadi tegang, dia bisa menjadi sangat pendiam atau sebaliknya terlalu banyak bicara. Sekedar mengobrol akan mengganggu pasien dan tidak membangun suatu hubungan yang bermanfaat untuk terapi. Bahkan mungkin akan membuat pasien tidak senang dan memutuskan komunikasi. Oleh karena itu, anda harus selalu memantau tingkat kecemasan anda sendiri dan berkonsentrasi menjalin komunikasi yang efektif

79

sehubungan dengan terapi. Pada akhir pemeriksaan, buat ringkasan temuan klinis yang diperoleh dan berbagi informasi dengan pasien. Berterimakasihlah pada pasien karena telah meluangkan waktu, dan tegaskan kembali edukasi anda kepada pasien mengenai terapinya, perawatan selama di rumah dan kunjungan tindak lanjut berikutnya.

Pertimbangan Khusus Usia pasien dapat mempengaruhi cara pemeriksaan, terutama jika pasien masih sangat muda atau sangat lanjut usia. PASIEN ANAK-ANAK/PEDIATRIK Pemeriksaan fisik seorang anak dilakukan secara terstruktur dan sistematik, tetapi pendekatan cephalocaudal yang biasanya lebih disukai untuk orang dewasa mungkin tidak selalu dapat dilakukan dengan sempurna pada anak-anak. Untuk anak-anak yang lebih dewasa dan remaja, urutan pemeriksaan seperti pada pasien dewasa mungkin dapat dilakukan, tetapi makin muda pasiennya maka makin besar kemungkinannya untuk menggunakan pendekatan oportunisik untuk dapat memperoleh data pengkajian vital. Atau dengan kata lain, urutan pemeriksaan mungkin perlu disesuaikan untuk mengakomodasi sikap anak. Bayi biasanya lebih mudah, karena mereka tidak terlalu takut terhadap orang tak dikenal, dapat dialihkan perhatiannya sambil mengumpulkan data untuk pengkajian kesehatan, dan dapat dipegang oleh orangtua selama pemeriksaan berlangsung. Jika bayi tidur atau mengantuk, maka toraks paru-paru dan kardiovaskular dapat diperiksa terlebih dahulu, sebelum bayi terbangun. Jika bayi aktif dan mau bermain, maka pemeriksaan tangan dan kaki dilakukan terlebih dahulu. Pemeriksaan kepala dan leher biasanya membuat pasien bayi distress, sehingga area ini diperiksa terakhir. Bayi yang berusia sekitar 1 tahun, balita dan anak-anak sebelum usia sekolah merupakan tantangan bahkan bagi pemeriksa yang berpengalaman. Anak-anak ini secara normal telah mengembangkan ketidakpercayaan terhadap orang tak dikenal dengan berbagai tingkat. Mereka mungkin malah pernah mempunyai pengalaman yang menakutkan dengan praktisi kesehatan dan, mungkin sangat takut terhadap siapa saja di suasan kantor atau yang memakai baju putih. Untuk alasa ini, biasanya akan sangat membantu untuk memakai pakaian putih ketika berinteraksi dengan anak-anak. Juga, mungkin akan bermanfaat untuk menunjukkan teknik pemeriksaan pada orangtuanya,

80

boneka, atau mainan binatang terlebih dahulu. Mungkin juga akan membantu, jika pasien anak tersebut bermain dengan perlatan dan mengkondisikan suasana pemeriksaan. Hampir selalu diperlukan untuk melakukan pemeriksaan sambil orangtuanya memegang pasien; namun tidak perlu menghalangi pasien anak tersebut untuk bangun dan berjalan-jalan di sekitar ruang pemeriksaan. Banyak yang dapat diperiksa ketika pasien mau. Jika tidak, banyak data mungkin tidak diperoleh, dan mungkin seluruh system harus diabaikan tidak diperiksa. Untuk detil persamaan dan perbedaan antara teknik dan urutan pemeriksaan fisik antara pasien anak versus dewasa. PASIEN USIA LANJUT/GERIATRIK Pengkajian pasien geriatric cukup kompleks dan memakan waktu, tergantung pada tingkat keragaman, tingkat kronis dan kompleksitas masalah fisik yang mendasari. Pemeriksaan fisik umum sama seperti pada pasien dewasa; namun, perubahan posisi diusahakan sesedikit mungkin. Ruangan harus dijaga sedikit lebih hangat, atau diperlukan selimut tambahan. Kadangkadang, ketidakmampuan pasien untuk mencapai atau mempertahankan posisi optimal membuat pemeriksa harus menyesuaikan posisinya gar dapat melakukan pengkajian secara adekuat. Tingkat energi dan ketahanan pasien usia lanjut harus diobservasi dengan seksama, dan pemeriksaan harus disesuaikan dengan kondisi pasien. Pasien usia lanjut mungkin memerlukan lebih banyak waktu dan bantuan untuk bergerak. Selain itu, mereka mungkin juga memerlukan waktu lebih lama untuk menjawab pertanyaan. Jika pasienmemang memerlukan waktu lebih lama untuk merespon, jangan langsung menganggap bahwa pasien tidak mendengar pertanyaan anda dan mengulang pertanyaan dengan suara lebih keras! Kecuali jika pasien telah didiagnosis kemapuan pendengarannya menurun, anda harus menjelaskan petanyaan dengan jelas dan dengan suara biasa. Jika pasien memang menurun pendengarannya, jangan berterika karena akan mengaburkan bunyi konsonan dan menyulitkan pasien untuk memahami komunikasi. Berbicara dengan nada lebih rendah dan agak lebih keras akan membantu. Untuk detil persamaan dan perbedaan urutan dan teknik pemeriksaan fisik antara pasien geriatrik dan pasien dewasa. PASIEN HAMIL

81

Walaupun farmasis biasanya tidak bertanggung jawab memeriksa pasien hamil, penting untuk mengetahui hal-hal praktis yang biasanya digunakan. Pengkajian pasien yang hamil dilakukan berdasarkan metode pasien yang tidak hamil. Pemeriksaan fisik komplit harus dilakukan selama kunjungan prenatal pertama untuk mengetahui kondisi basal dan perubahan yang terjadi selama kehamilan. Juga, kunjungan prenatal pertama merupakan waktu yang penting untuk mengetahui adanya masalah kesehatan yang mendasari yang mungkin dapat mempengaruhi kehamilan atau kesehatan pasien selama stres kehamilan secara umum. Pemeriksaan fisik umum awal pada pasien yang hamil sama seperti pemeriksaan pasien dewasa; namun, perhatian khusus diberikan untuk mendiagnosis kehamilan, apakah pelvic adekuat, dan menilai pertumbuhan dan keadaan umum janin. Pengkajian prenatal selalu mencakup evaluasi ibu dan janin. Setelah pengkajian awal, pemeriksaan ulang dijadwalkan secara teratur, yang dapat berbeda-beda tergantung kondisi ibu dan pertumbuhan janin. Untuk detil urutan dan teknik pemeriksaan fisik untuk menilai wanita hamil.

6. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Uji untuk diagnosis infeksi streptococus

Bukti adanya faringitis akibat streptococus beta hemolyticus group A ( SGA ) sebelumnya, diperlukan untuk konfirmasi diagnosis demam rematik akut. Diagnosis infeksi selama masa akut biasanya dilakukan dengan biakan, tetapi pada 2/3 kasus

82

biakan menunjukkan hasil yang negatif, sehingga analisis antibodi terhadap antigen streptococus dalam serum penderita merupakan metode yang lebih dapat dipercaya untuk mendapatkan bukti adanya infeksi sebelumnya. Uji yang paling sering digunakan adalah uji antistreptolisin O (ASTO) dan uji ini secara umum dipakai untuk uji antibodi terhadap streptococus. Reaksi fase akut Uji yang sering digunakan adalah leukosit darah perifer, laju endap darah ( LED) dan protein C reaktif ( CRP ). Ketiga uji ini merupakan indikator adanya radang nonspesifik jaringan. Uji ini abnormal selama fase akut demam rematik, juga abnormal pada beberapa infeksi bakteri dan penyakit kolagen. Bukti adanya keterlibatan jantung Gambaran radiologis Berguna untuk menilai besar jantung. Tetapi gambaran radiologis normal tidak mengesampingkan adanya karditis. Pemeriksaan radiologis secara seri berguna untuk menentukan prognosis dan kemungkinan adanya perikarditis. Gambaran elektrokardiografi: Hioertropi atrium kanan atau kiri (ataupun keduanya), interval PR memanjang (akan kembali normal dengan pemberian atropin), T rata atau T inversi, elevasi ST (Wahab, 2003). 1. Laboratorium, Leukosit dengan jenis netrofil, anemia normokrom normositer, LED meningkat, immunoglobulin serum meningkat, uji fiksasi anti gama globulin positf, total hemolitik komplemen dan komplemen C3 dalam serum menurun, kadar bilirubin sedikit meningkat. 2. Pemeriksaan umum urine ditemukan maka proteinuria dan hematuria secara mikroskopik. Yang penting adalah biakan mikro organisme dari darah . Biakan harus diperhatikan, darah diambil setiap hari berturut-turut dua hingga lima hari diambil sebanyak 10 ml dibiakkan dalam waktu agak lama 1-3 minggu, untuk mencari mikroorganisme yang mungkin berkembang agak lambat. biakkan bakteri harus dalam media yang sesuai. NB: darah diambil sebelum diberi antibiotik . Biakan yang positif uji resistansi terhadap antibiotik.

3. Echocardiografi Diperlukan untuk: Melihat vegetasi pada katub aorta terutama vegetasi yang besar ( > 5 mm). Melihat dilatasi atau hipertrofi atrium atau ventrikel yang progresif

83

Mencari penyakit yang menjadi predisposisi endokarditis ( prolap mitral, fibrosis, dan calcifikasi katub mitral ). Penutupan katub mitral yang lebih dini menunjukkan adanya destrruktif katub aorta dan merupakan indikasi untuk melakukan penggantian katub. Menilai beratnya penyumbatan atau kebocoran katup tersebut. Bila penyumbatan atau kebocoran ringan, tidak diperlukan tindakan khusus, selain pemberian obat untuk menunjang fungsi jantung. Namun jika penyumbatan atau kebocoran memberat, diperlukan pergantian katup jantung dengan operasi. Ekokardigrafi Doppler dapat dipergunakan untuk mengetahui morfologi lesi katup mitral, derajat atau beratnya MR. Hasil ekokardiografi yang telah dilakukan pada pasien ini 1 bulan SMRS menunjukkan adanya mitral regurgitasi dengan fungsi sistolik dari ventrikel kiri yang telah menurun, selain itu dari gambaran ekokardiografi juga tampak dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.

4. Pemeriksaan (EKG) menunjukkan adanya iskemia, hipertropi, blok konduksi, disritmia (elevasi ST), PR depresi. Elektrokardiografi Ketika dilakukan pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) saat istirahat kelihatan normal. Akan tetapi pada saat melakukan aktifitas fisik atau emosi ketidak seimbangan mulai terjadi, dan timbullah keluhan-keluhan akibat otot jantung kekurangan oksigen. Itulah sebabnya, kemudian dikembangkan pemeriksaan elektrokardiografi yang dilakukan pada saat melakukan aktifitas fisik, pemeriksaan ini disebut uji latih jantung (test treadmill). EKG pencatatan aktifitas jantung atas dasar perbedaan potensial listrik Berguna untuk : Menentukan hipertrofi Menentukan terdapat gangguan miokard Membantu diagnosis spesifik disritmia Membantu diagnosis perikarditis / efusi pericard Mengetahui efek berbagai obat terhadap kardiovaskular Menentukan terdapat gangguan metabolik atau elektrolit Ada 12 hantaran yang perlu dicatat pada EKG : I, II, III, aVR, aVL, aVF, V1, V2, V3, V4, V5, V6. V3R dan V4R disebut hantaran dada kanan penting untuk menggambarkan keadaan ventrikel kanan.

84

5. Pemeriksaan Enzim jantung menunjukan, peningkatan CPK, tapi MB inzuenzim tidak ada. 6. Pemeriksaan Angiografi memperlihatkan stenosis katup dan regurgitasi atau menurunnya gerakan. 7. Pemeriksaan Rontgen memperlihatkan pembesaran jantung, infiltrat pulmonal. 8. Pemeriksaan CBC menunjukan terjadinya proses infeksi akut, kronik atau anemia. 9. Pemeriksaan Kultur darah bertujuan untuk mengisolasi penyebab bakteri, virus dan jamur. 10. Pemeriksaan ESR menunjukan elevasi secara umum. 11. Pemeriksaan Titer ASO menunjukan demam rematik (kemungkinan faktor pencetus). 12. Pemeriksaan Titer ANA positif dengan penyakit autoimmun contoh : SLE (kemungkinan faktor pencetus). 13. Pemeriksaan BUN dapat mengevaluasi uremia (kemungkinan faktor pencetus). 14. Pemeriksaan Perikardiosentesis, cairan perikardial diperiksa untuk mengetahui penyebab infeksi, bakteri, TBC, virus atau infeksi jamur, SLE, penyakit rematik.

H. Penatalaksanaan Prinsip dasar dalam pengobatan endokarditis adalah membasmi kuman penyebab secepat mungkin, tindakan operasi pada saat yang tepat bila diperlukan dan mengobati kompliikasi yang terjadi. Saran pengobatan adalah eradikasi total organisme penyerang melalui dosis adekuat agen antimicrobial yang sesuai. 1. Solisasikan organisme penyebab melalui seri kultur darah. Kultur darah dilakukan untuk membantu perjalanan terapi. 2. Setelah pemulihan dari proses infeksi, kerusakan katub serius mungkin membutuhkan pengganti katub. 3. Suhu tubuh pasien dipantau untuk keefektifan pengobatan. Penatalaksanaan medis umum: 1. Tirah baring.

85

2. Farmakoterapi gentamicyn).

antibiotik

(penicillin,

streptomycin

vancomycyn,

3. Penderita dirawat di rumah sakit dan mendapatkan antibiotik intravena dosis tinggi selama minimal 2 minggu. Pemberian antibiotik saja tidak cukup pada infeksi katub buatan. Mungkin perlu dilakukan pembedahan jantung untuk memperbaiki atau mengganti katub yang rusak dan membuang vegetasi. Sebagai tindakan pencegahan, kepada penderita kelainan katub jantung, setiap akan menjalani tindakan gigi maupun pembedahan sebaiknya diberikan antibiotik.

Tabel 1. Pengobtan Endokarditis Infektif yang disebabkan oleh kokus gram positif. PENGOBATAN SECARA EMPIRIS PENGOBATAN PEMBEDAHAN SECARA

Untuk ABE : Nafsilin 2 gram/4 jam + Tindakan pembedahan diperlukan pada ampisilin 2 gram/4 jarn + gentamisin 1,5 keadaan : mg/kgBB/8jam. - gagal jantung tidak dapat diatasi dengan obat-obatan. Untuk SBE : Ampisilin 2 gramla jam + - septikemia yang tidak respon dengan gentamisin 1,5 mgikgBB/8 jam. pengobatan antibiotika. - emboli multipel. - "relapsing endocarditis'. - endokarditis pada katup buatan. - perluasan infeksi rntrakardiak. - endokarditis pada lesi iantung yang perlu tindakan koreksi bedah sepeti cacat jantung bawaan. - endokarditis oleh karena jamur.

86

Tabel 2. Standar profilaksis terhadap endokarditis infektif. A. Prolilaksis standar 1. Untuk pencabutan gigi alau tindakan pada traktus respiratorius. B.Prolilaksis khusus 1. Parenteral,untuk penderita resiko tinggi tindakan gastrointestinal atau urogenital. 2. Unluk alergi penisilin parenteral : Penisilin 2 gram (oral), 1 jam sebelum tindakan dan 1 gram, 6 jam sesudahnya. : Ampisilin 2 gram + Genlamisin 1,5 mg/KgBB 1/2 iam sebelum tindakan.

: Vankon lsin 1 gram pelan-pelan i.v. +Genmisin 1,5 gram/kgBB 1 jam sebelum tindakan,

3. Oral (penderita alergi penisilin) : Eritromisin 1 gram 1 iam sebelum untuk tindakan pada traktus tindakan dan 0,5 gram 6 jam sesudah respiratorius tindakan. 4. Oral untuk tindakan minor lraktus gastrointeslinal atau urogenital 5. Parenleral untuk tindakan operasi bedah jantung : Sefazolin 2'gram i.v. pada waktu induksi anestesi, diulang 8 ,jam dan 16 jam kemudian. : Vankomisin 1 gram pelan, 1 jam pada waktu induksi, anestesi kemudian 0,5 gram 8 jam dan 16 jam sesudahnya. : Amoksisilin 3 gram 1 jam sebelum dan 1,5 gram 6 jam sesudah tindakan.

87

VIII. Kerangka Konsep


Infeksi GAS

Faringitis

Demam

5-15 tahun

Reaksi autoimun pascastreptococus

mikrolesi

Reaksi silang

S. viridans masuk

Lesi pada katup jantung

Pembengkakan sendi

Demam, menggigil, berkeringat

endokarditis

Stenosis mitral

Reffered pain

Perfusi ke GI tract & otak menurun

Murmur diastolic & loud opening snap

Kongesti paru

Sesak nafas Penekanan pusat kenyang , paar

BB turun

88

IX. Kesimpulan

Penyakit sekarang endocarditis mempunyai hubungan dengan terjadinya Rheumatic fever pada saat Ny. A kecil, RhF ini disebabkan oleh bakteri Streptococcus grup A yaitu S. pyogens yang bersifat b-hemolitik, akibat infeksi bakteri ini menimbulkan gejala seperti demam dan pembengkakan sendi Ny. A, 45 Tahun menderita endocarditis disebabkan oleh infeksi peradangan oleh bakteri S. viridans, endocarditis inilah yang mempunyai hubungan erat dengan stenosis mitral akibat penyakit Rhf dahulu yang menimbulkan gejala gejala yang dialami sekarang seperti demam, sesak nafas, dan BB turun, serta nyeri di punggung menetap..

89

X. Daftar Pustaka
1. Sastroasmoro S, Madiyono B. Buku Ajar Kardiologi Anak. Jakarta: Binarupa

Aksara, 1994. Hal 279-314 2. Hasan, Rusepro. Buku Kuliah Ilmu kesehatan anak jilid dua edisi keempat.

Jakarta: Bagian ilmu kesehatan anak FK UI, 1985. Hal. 734-752 3. Pusponegoro HD. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi 1. Jakarta:

Badan Penerbit IDAI, 2004. hal 149-153 4. Fayler, DC. Kardiologi Anak Nadas. Yogyakarta: Gajah Mada University Press,

1996. Hal 354-366 5. Behrman, R.E. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak vol. 2 Ed. 15. Jakarta: EGC; 1999.

hal 929-935 6. Samsi, TK, dkk. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak: RS. Sumber Waras Kedokteran Universitas Tarumanagara. Jakarta: UPT Penerbitan

Fakultas

Universitas Tarumanagara, 2000. hal 190-193 7. Penn State Medical Center. Rheumatic Fever. 31 Oktober 2006. (online).

(http://www..hmc.psu.edu, diakses 13 Maret 2008) 8. Ghaleb, Thuria. Rheumatic Fever Still Threatens Yemenss Children. 22 Mei

2007. (online). (http://www.yobserver.com, diakses 13 Maret 2008) 9. Chin, TK. Rheumatic Heart Disease. 19 Mei 2006. (online).

(http://www.emedicine.com, diakses 13 Maret 2008) 10. Binotto MA, Guilherme L, Tanaka AC. Rheumatic Fever. 2002. (online). (http://www.health.gov.mt/impaedcard/index.html, diakses 13 Maret 2008)

90

You might also like