You are on page 1of 3

Pemanfaatan Dana Bagi Hasil Migas (Studi kasus DBH Migas Kabupaten Natuna)

Septian Fachrizal1)
1) 8A DIV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan pschzeptzophrenic@gmail.com Abstrak Pengelolaan dan distribusi hasil migas di Indonesia dilakukan dengan metode bagi hasil (revenue sharing)dalam konteks desentralisasi. Salah satu bentuk distribusinya adalah melalui Dana Bagi Hasil Migas. Posisi DBH Migas dalam APBD diharapkan dapat menjadi modal bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan wilayahnya, khususnya bagi daerah penghasil migas. Namun dalam implementasinya seringkali daerah penghasil migas justru tidak optimal dalam pemanfaatan DBH Migas sehingga masih perlu campur tangan pemerintah pusat dalam menyusun suatu konsep pemanfatan DBH Migas Sebagai sumber kekayaan alam terbesar di Indonesia, sumber daya alam minyak dan gas harus dioptimalkan pengelolaannya untuk kesejahteraan rakyat. Kata Kunci: desentralisai fiskal, DBH Migas, earmarking 1. PENDAHULUAN terdapat lapangan/sumur migas yang berproduksi, terdapat lifting migas, dan menghasilkan penerimaan Negara dari sektor migas. 1.2 Maksud dan Tujuan Paper ini bertujuan untuk mengkaji penerapan dan pemanfaatan DBH Migas 1.3 Perumusan Masalah 1.3.1 Bagaimana alokasi DBH Migas? 1.3.2. Bagaimana pemanfaatan DBH Migas? 1.3.3 Rekomendasi apa bagi pengelolaan DBH Migas? 2. LANDASAN TEORI

1.1 Latar Belakang Minyak dan Gas Bumi (Migas) adalah salah satu sektor penghasil devisa terbesar bagi Negara dan termasuk sumber daya alam yang tidak terbarukan. Oleh karena itu, Pemerintah Republik Indonesia harus mengoptimalkan eksplorasi dan eksploitasi Migas untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Hal ini sesuai dengan pasal 33 ayat 3 yang menyatakan bahwa Bumi dan Air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sejalan dengan tujuan tersebut, pengelolaan migas di Indonesia harus diarahkan kepada prinsip keadilan, dimana supaya daerah penghasil migas harus memperoleh manfaat dari usaha penambangan migas di wilayahnya melalui mekanisme desentralisasi fiskal. Kebijakan desentralisasi fiskal yang pelaksanaannya dimulai pada tahun 2001 bertumpu pada alokasi pusat kepada daerah yang dikenal sebagai dana perimbangan. Dana bagi hasil merupakan dana perimbangan yang strategis bagi daerah-daerah yang memiliki sumber-sumber penerimaan pusat di daerahnya, meliputi penerimaan pajak pusat. Berdasarkan UU No.33/2004 salah satu dana bagi hasil tersebut adalah dana bagi hasil sumber daya alam pertambangan minyak dan gas bumi (DBH SDA migas). DBH SDA migas berasal dari penerimaan Negara atas kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dari wilayah daerah penghasil migas setelah dikurangi pajak dan komponen lainnya. Daerah penghasil migas sendiri adalah daerah (provinsi/kabupaten/kota) dimana

2.1 Metode penelitian Metode pengkajian untuk paper Pemanfaatan Dana Bagi Hasil Migas (Studi kasus DBH Migas Kabupaten Natuna) ini dilakukan melalui observasi kepustakaan dan pencarian data melalui internet. 2.2 Landasan Teori Peraturan perundangan lainnya yang menjadi dasar transfer DBH SDA dengan dana cadangan adalah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 23, yaitu : Dana Bagi Hasil yang merupakan bagian Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 disalurkan berdasarkan realisasi penerimaan tahun anggaran berjalan Buchanan (1974) menunjukkan bahwa redistribusi pendapatan juga dapat secara efektif jika dilakukan oleh pemerintah daerah.

Musgrave (1959) menyatakan bahwa Salah satu fungsi utama pemerintah adalah fungsi distribusi .Kekuatan dan mekanisme pasar diyakini tidak akan pernah menghasilkan distribusi pendapatan yang merata. Padahal, distribusi pendapatan yang (relatif) merata merupakan satu fenomena yang diinginkan oleh masyarakat secara umum. Karenanya, tugas pemerintah adalah memastikan bahwa terdapat pembagian pendapatan yang lebih merata di antara kelompok-kelompok masyarakat. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Formula Alokasi DBH Persentase yang dibagi-hasilkan dengan daerah relatif tidak mengalami perubahan semenjak ditetapkan kebijakan tersebut pada tahun 2001 . UU No. 33/2004 Pasal 14 huruf e menjelaskan, penerimaan pertambangan minyak bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibagi dengan imbangan, yaitu 84,5 persen untuk pemerintah, dan 15,5 persen untuk daerah. Sedangkan untuk gas bumi dijelaskan pada Pasal 14 huruf f, yaitu penerimaan pertambangan gas bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundangundangan dibagi dengan imbangan, yaitu 69,5 persen untuk pemerintah, 30,5 persen untuk daerah. Dasar nilai untuk penetapan bagi hasil untuk daerah adalah nilai net-operating income setelah dikurangi berbagai jenis pajak (PPh, PPN, dan PBB). Bahkan peruntukan dari dana bagi hasil pertambangan migas diatur pada Pasal 20 ayat 1 yang berbunyi: dana bagi hasil pertambangan minyak bumi dan gas bumi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf e dan huruf f, sebesar 0,5 persen dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar. Secara singkat dapat dilihat proporsinya dalam tabel berikut :

3.2 DBH Migas dalam APBD Kabupaten Natuna

Setiap tahun, Natuna sebagai daerah penghasil menikmati dana lebih besar dari DBH. Pada tahun 2013, sesuai Peraturan Menteri Keuangan nomor 19/PMK.07/2013 tentang perkiraan alokasi DBH SDA dan Migas Tahun 2013, Kabupaten Natuna mendapatkan total DBH Migas Rp.617.272.884,000,-. Dana itu diperoleh dari minyak bumi sebesar 285,397,304,000,- dan dari gas bumi sebesar 331,875,580,000,- . Nilai itu telah mendongkrak APBD Natuna. Untuk tahun 2013, APBD Kabupaten Natuna mencapai Rp1,5 triliun dengan peruntukan di bidang pelayanan umum Rp626,63 miliar (M), ketertiban dan ketentraman Rp2,28 M, ekonomi Rp209,9 M, lingkungan hidup Rp. 7,67 M, perumahan dan fasilitas umum Rp. 299,83 M, kesehatan Rp131,83 M, pariwisata dan budaya Rp12,99 M, pendidikan Rp262,25 M dan perlindungan sosial Rp14,23 M. 3.3 Potensi Migas Natuna Kabupaten Natuna terkenal dengan penghasil minyak dan gas. Cadangan minyak bumi Natuna diperkirakan mencapai 14.386.470 barel, sedangkan gas bumi 112.356.680 barel. Selain itu Ladang gas DAlpha yang terletak 225 km di sebelah utara Pulau Natuna (di ZEEI) ditemukan juga sumber gas dengan total cadangan 222 trillion cubic feet (TCT) dan gas hidrokarbon yang bisa didapat sebesar 46 TCT merupakan salah satu sumber terbesar di Asia. Wilayah Kerja Migas di perairan Natuna ada sekitar 13 blok migas. Blok migas tersebut dikelola oleh sejumlah KKKS baik eksplorasi maupun eksploitasi. Sampai saat ini ada 4 perusahaan migas (KKKS) yang telah melakukan eksploitasi di wilayah Kabupaten Natuna yaitu : 1. Conoco Phillips Indonesia Inc. 2. Premier Oil 3. Star Energy 4. PT. Pertalahan Arnebatara Natuna Selain itu terdapat sekitar 8 KKKS yang melakukan tahap eksplorasi di blok migas Natuna. 3.4 Analisis Pemanfaatan DBH Migas Kabupaten Natuna Berdasarkan pengalaman penulis, Kabupaten Natuna nyaris tak terlihat kemajuan berarti. Anggaran sebesar 626,63 miliar digunakan untuk pelayanan umum tetapi fasilitas dan infrastruktur masih jauh dari standar. Jangankan hingga ke pelosok desa yang jauh, di Ranai Kota, sebagai pusat pemerintahan kabupaten tidak tampak geliat pembangunan, kecuali beberapa ruas jalan yang beraspal hotmix dengan lebar berkisar tiga hingga enam meter. Kegiatan pembangunan mayoritas dilakukan untuk pembangunan gedunggedung pemerintahan. Fasilitas taman kota juga belum tersedia di Ranai meskipun potensi ruang

wilayah masih sangat besar. Saat ini yang tersedia hanyalah lapangan di pinggir pantai yang masih berupa tanah merah tanpa pohon pelindung dan terkesan gersang. Hingga kini, masih banyak masyarakat yang belum merasakan dana APBD tersebut yang berhubungan langsung dengan pembangunan rill ekonomi rakyat. Masih banyak penduduk miskin di Natuna, terutama di daerah yang tersebar di pulaupulau. Bahkan masyarakat Natuna sering mengalami kekurangan stock gas. Selain itu Kabupaten Natuna menganggarkan dana 25 miliar di sektor perikanan. Namun masih belum sektor ini juga masih belum optimal pengembangannya padahal memiliki potensi perikanan yang besar. Perikanan lokal masih belum didukung teknologi yang mendorong optimalisasi potensi, belum tersedianya tempat pelelangan ikan, dan pengawasan yang kurang terhadap ilegal fishing. Sebagai salah satu penghasil minyak bumi dan gas (migas) terbesar di Asia, jika dibandingkan dengan proporsi DBH Migas dan manfaat yang diterima Kabupaten Natuna masih belum mengalami kemajuan wilayah. 4. KESIMPULAN

DAFTAR REFERENSI

Bagi pemerintah daerah yang memperoleh alokasi DBH yang cukup signifikan, seyogyanya pemanfaatan dana tersebut dilakukan secara optimal dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan pengembangan infrastruktur dasar di daerah. Namun demikian, arah penggunaan DBH tampaknya belum jelas di daerah, desentralisasi fiskal yang dimaksudkan untuk pemerataan pendapatan seringkali kurang efektif dalam penerapannya. Berdasarkan uraian terhadap alokasi dan pemanfaatan DBH Migas tersebut, diharapkan di masa yang akan datang akan dapat didesain suatu sistem bagi hasil menyeluruh sampai ke level desa. Penyaluran DBH Migas ini sebaiknya didampingi oleh campur tangan pemerintah pusat, misalnya dengan mengembangkan alokasi DBH menggunakan penetapan suatu earmarking seperti penetapan standar persentase standar program pemanfaatan dari dari DBH untuk dapat dimanfaatkan bagi pengembangan pendidikan, kesehatan ataupun perbaikan lingkungan hidup di daerah. Earmarking ini diharapkan menjadikan DBH Migas berjalan sesuai fingsi dan tujuannya mengurangi ketidakseimbangan vertikal dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal nasional.

[1] Prawoto, Agus. Pengantar Keuangan Publik(Edisi :1), BPFE, Yogyakarta. 2010. [2] Wahyudim, Dian. Analisa Pengaruh Penanaman Modal Asing Langsung (Fdi) Pada Kegiatan Hulu Minyak Bumi Terhadap Output Sektor Pertambangan Dan Penggalian Regional Propinsi . Fakultas Ekonomi UI.2010 [3] APBD Kepri Disetujui Rp3,4 Triliun. Haluan Kepri 17 Desember 2013 [4] Perda Propinsi Kepri No 7 Tahun 2012 tentang APBD Kepri Tahun 2013 [5] Peraturan Menteri Keuangan nomor 19/PMK.07/2013 tentang perkiraan alokasi DBH SDA dan Migas Tahun 2013 [6] Gambaran Migas Kabupaten Natuna. Dinas Pertambangan Kabupaten Natuna. [7] Setyabekti, Sukma Prima. Pelaksanaan Kebijakan Hulu Minyak Bumi Pada Sumur Sukowati Oleh Pemda Kabupaten Bojonegoro Pasca Sarjana Ilmu Administrasi Negara. FISIPOL UGM. [8] Alokasi Lifting Minyak Mentah Per Daerah Penghasil Kumulatif S/D Triwulan IV Tahun 2013. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi. [9] Grand Design Desentralisasi Fiskal di Indonesia. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Kementerian Keuangan. 2013 [10] Policy Brief 2013. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Kementerian Keuangan.2013 [11] Tarigan, David Christian. Pengaturan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Indonesia. FISIPOL UI.2012 [12] Natuna Dalam Angka 2013. Badan Pusat Statistik Kabupaten Natuna.2013 [13] Perlu Penyaluran DBH Migas Hingga ke Tingkat Desa. Forum Konsultasi Daerah Penghasil Migas. 2013 [14] http://www.natunakab.go.id/ [15] http://www.djpk.depkeu.go.id/

You might also like