You are on page 1of 9

2.1 Ikterik 2.1.

1 Pengertian Ikterus adalah perubahan warna kulit, sclera mata atau jaringan lainnya (membrane mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin heme, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah. Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada sclera mata, dan kalau ini terjadi konsentrasi bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dl (34-43 umol/L). Jika ikterus sudah jelas terlihat dengan nyata maka bilirubin mungkin sebenarnya sudah mencapai angka 7 mg%.1,2

2.1.2 Patofisiologi Metabolisme bilirubin terdiri dari 5 fase yaitu: Fase Prahepatik 1. Pembentukan bilirubin. 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang matang. Sedangkan sisanya 20-30% dating dari protein heme lainnya yang berada terutama di dalam sumsum tulang dan hati. Sebagian dari protein heme dipecah menjadi besi dan produk antara biliverdin dengan perantara enzim

hemoksigenase. Enzim lain, biliverdin reduktase mengubah biliverdin menjadi bilirubin. 2. Transport plasma. Bilirubin tidak larut di dalam air, karenanya bilirubin tak terkonjugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membrane glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air seni.

Fase Intrahepatik 3. Liver Uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati 4. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi dengan asam glukuronik membentuk bilirubin diglukuronida atau bilirubin konjugasi/bilirubin direk. Reaksi ini dikatalisasi oleh enzim mikrosomal glukoronil-transferase menghasilkan bilirubin yang larut air.

Fase Pascahepatik 5. Ekskresi Bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama bahan lainnya. Di dalam usus flora bakteri mendekonjugasi dan mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebahagian besar kedalam tinja yang member warna coklat. Sebahagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan diglukuronida tetapi tidak bilirubin unkonjugasi. Hal ini menerangkan warna air seni yang gelap yang khas pada gangguan hepatoselular atau kolestasis intrahepatik. Bilirubin tak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam lemak. Karenanya bilirubin tak terkonjugasi dapat melewati barier darah otak atau masuk ke dalam plasenta. Dalam sel hati, bilirubin tak terkonjugasi mengalami proses konjugasi dengan gula melalui enzim glukoronil transferase dan larut dalam empedu cair.1

2.1.3 Penyakit Gangguan Metabolisme Bilirubin Ada 2 yaitu: Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi Hiperbilirubinemia konjugasi (non kolestasis dan kolestasis)

Kolestasis Intrahepatik Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik yaitu hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alcohol, penyakit hepatitis autoimun. Penyebab yang kurang sering yaitu sirosis hati bilier primer, kolestasis pada kehamilan, karsinoma metastatic. Virus hepatitis, alcohol, keracunan obat dan kelainan autoimun merupakan penyebab yang tersering. Peradangan intrahepatik mengganggu transport bilirubin konjugasi dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan penyakit self limited yang dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul secara akut. Hepatitis B dan C akut sering tidak menimbulkan ikterus pada tahap akut, tetapi bisa berjalan kronik sehingga bisa menyebabkan sirosis hati. Tidak jarang penyakit hati menahun juga disertai gejala kuning, sehingga kadang-kadang didiagnosis salah sebagai penyakit hepatitis akut.

Alkohol bisa mempengaruhi pengambilan empedu dan sekresinya dan menyebabkan kolestasis. Pemakaian alcohol secara terus-menerus dapat menyebabkan perlemakan (steatosis), hepatitis dan sirosis, dengan berbagai tingkat ikterus. Perlemakan hati merupakan penemuan yang sering, biasanya dengan manifestasi yang ringan tanpa ikterus tetapi kadang-kadang dapat menjurus ke sirosis. Hepatitis karena alcohol biasanya member gejala ikterus sering timbul akut dengan keluhan dan gejala yang lebih berat. Jika ada nekrosis sel hati ditandai dengan peningkatan transaminase yang tinggi. Dua penyakit autoimun yang berpengaruh pada system bilier tanpa terlalu menyebabkan reaksi hepatitis yaitu sirosis bilier primer dan kolangitis sklerosing. Sirosis bilier primer merupakan penyakit hati bersifat progresif dan terutama mengenai perempuan paruh baya. Gejalanya yang mencolok adalah rasa lelah dan gatal sedangkan kuning timbul kemudian. Kolangitis sclerosing primer sering ditemukan pada laki-laki sekitar 70% menderita penyakit peradangan usus. 1

Kolestatik Ekstrahepatik Penyebab paling sering pada kolestatis ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus atau kanker pancreas. Penyebab lainnya yang jarang adalah striktur jinak (operasi terdahulu) pada duktus koledokus, Ca duktus koledokus, pakreatitis atau pseudocyst pancreas dan kolangitis sklerosing. Efek patofisiologi mencerminkan efek backup konstituen empedu ( yang terpenting bilirubin, garam empedu, dan lipid) ke dalam sirkulasi sistemik dan kegagalannya untuk masuk usus halus untuk ekskresi. Retensi bilirubin menghasilkan campuran hiperbilirubinemia dengan kelebihan bilirubin konjugasi masuk ke dalam urin. Tinja sering berwarna pucat karena lebih sedikit yang bisa mencapai saluran cerna usus halus. Peningkatan garam empedu ke dalam sirkulasi selalu diperkirakan sebagai penyebab keluhan gatal (priritus). Garam empedu dibutuhkan untuk penyerapan lemak dan vit K, gangguan ekskresi garam empedu dapat berakibat steatorea dan hipoprotombinemia. Pada kolestasis yang berlangsung lama gangguan penyerapan Ca dan vitamin D dan vitamin yang larut lemak dapat terjadi dan dapat menyebabkan osteoporosis dan osteomalasia. Retensi kolesterol dan fosfolipid mengakibatkan hiperlipidemia.1

2.1.4 Manifestasi Klinis Gejala awal terjadi perubahan warna urin yang menjadi lebih kuning, gelap dan tinja pucat dan gatal yang menyeluruh adalah tanda klinis adanya kolestasis. Kolestasis kronis bisa menimbulkan pigmentasi kulit kehitaman, ekskoriasi karena pruitus, perdarahan diathesis, sakit tulang, endapan lemak dikulit (xantelasma atau xantoma). Keluhan sakit perut, gejala sistemik (anoreksia, muntah, demam ) mencerminkan penyebab penyakit dasarnya dari pada kolestasisnya dan karenanya dapat memberikan petunjuk etiologinya.1

2.1.5 Diagnosis Kolestasis ekstrahepatik dapat diduga dengan adanya keluhan sakit bilier atau kandung empedu yang teraba. Jika sumbatan karena keganasan pancreas (kaput) sering timbul kuning yang tidak disertai gejala keluhan sakit perut. Kadang-kadang bila bilirubin telah mencapai konsentrasi yang lebih tinggi sering warna sclera memberikan warna kehijauan pada kolestasis ekstrahepatik dan kekuningan pada kolestasis intrahepatik. 1

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang Tes laboratorium Kelainan laboratorium yang khas adalah peninggian nilai fosfatase alkali, yang terutama diakibatkan peningkatan sintesa dari pada gangguan ekskresi, namun tetap belum bisa menjelaskan penyebabnya. Nilai bilirubin juga menentukan beratnya bukan penyebab kolestasisnya. Nilai aminotransferase bergantung terutama pada penyakit dasarnya, namun sering kali meningkat tidak tinggi. Jika peningkatan tinggi sangat mungkin karena proses hepatoseluler, namun kadang-kadang terjadi juga pada kolestasis ekstrahepatik, terutama pada sumabatan akut yang diakibatkan oleh adanya batu di duktus koledokus. Peningkatan amylase serum menunjukkan sumbatan ekstrahepatik.1

Pencitraan

Pemeriksaan CT, sonografi dan MRI memperlihatkan adanya pelebaran saluran bilier yang menunjukkan adanya sumbatan mekanik. ERCP (endoscopic retrograde chlangio pancreatography untuk melihat saluran bilier dan menentukan sebab sumbatan ekstrahepatik. PTC (percutaneous transhepatik cholangiography. Biopsi Hati Umumnya biopsy aman pada kasus dengan kolestasis namun berbahaya pada keadaan obstruksi ekstrahepatik yang berkepanjangan, karenanya harus disingkirkan dahulu dengan pemeriksaan pencitraan sebelum biopsy dilakukan. Tumor pancreas dapat berasal dari jaringan eksokrin dan jaringan endokrin pancreas, serta jaringan penyangganya. Tumor pancreas dapat tumor jinak atau tumor ganas. Dalam klinis sebagian besar pasien (90%) tumor pancreas adalah tumor ganas dari jaringan eksokrin pankreas, yaitu adenokarsinoma duktus pancreas. Insidensi dan riwayat penyakit Insidensi kanker pancreas di Negara-negara barat makin meningkat sesuai dengan meningkatnya kelestarian hidup penduduk. Di Amerika Serikat pada tahun 2004, terdapat 31.270 pasien meninggal akibat kanker. Data kepustakaan kanker pancreas di Indonesia masih sangat sedikit. Data dari RSUP Dr. Hasan Sadikin pada tahun 1976-1979 (3,5 tahun) terdapat 18 kasus kanker pancreas. Di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tahun 1985-1989 (5 tahun) terdapat 24 kasus. Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada tahun 1990-1993 (3 tahun ) terdapat 15 kasus. Data terbaru di RSUP Dr Kariadi Semarang pada tahun 1997-2004 ( 8 Tahun) terdapat 53 kasus. Insidensi kanker pancreas makin meningkat dengan bertambahnya usia. Penyakit banyak dijumpai pada usia lanjut, dimana 80 % berusia 60-80 tahun, dan jarang dijumpai pada usia kurang dari 50 tahun. Pasien pria lebih banyak daripada perempuan, dengan perbandingan 1,21,5 : 1. Angka kematian kanker pancreas masih sangat tinggi, yakni 98 % pasien akan meninggal. Sebagian besar pasien meninggal dalam waktu 1 tahun setelah diagnosis penyakit. Secara keseluruhan angka kelestarian hidup 1 tahun sekitar 0,4%-4%. Etiologi

Penyebab sebenarnya kanker pancreas masih belum jelas. Penelitian epidemiologik menunjukkan adanya hubungan kanker pancreas dengan beberapa faktor eksogen (lingkungan) dan faktor endogen pasien. Etiologi kanker pancreas merupakan interaksi kompleks antara faktor endogen pasien dan faktor lingkungan. Faktor Eksogen (lingkungan) Telah diteliti beberapa faktor resiko eksogen yang dihubungkan dengan kanker pancreas, antara lain : kebiasaan merokok, diet tinggi lemak, alcohol, kopi dan zat karsinogen industry. Faktor resiko yang paling konsisten adalah rokok. Pada perokok, resiko kanker pancreas adalah 1,4-2,3 kali dibanding non-perokok. Diet tinggi lemak, kolesterol dan rendah serat terbukti meningkatkan resiko kanker pancreas bila dibandingkan dengan diet rendah lemak dan kolesterol. Faktor endogen (pasien) Ada 3 hal penting sebagai faktor resiko endogen yaitu : usia, penyakit pancreas (pancreatitis kronik dan diabetes mellitus) dan mutasi genetic. Insidensi kanker pancreas meningkat pada usia lanjut. Pasien pancreatitis kronik mempunyai resiko tinggi 9,5 kali berkembang menjadi kanker pancreas. Pada pasien pancreatitis herediter didapatkan 5 kali resiko kanker pancreas. DM sudah lama dianggap sebagai faktor resiko kanker pancreas. Sekitar 80 % pasien kanker pancreas disertai gangguan toleransi glukosa dan hampir 20 % klinis DM. Faktor genetic Pada masa kini peran faktor genetic pada kanker pancreas makin banyak diketahui. Risiko kanker pancreas meningkat 2 kali pada pasien dengan riwayat hubungan keluarga tingkat pertama. Sekitar 10 % pasien kanker pancreas mempunyai predisposisi genetic yang diturunkan. Proses karsinogenesis kanker pancreas diduga merupakan akumulasi dari banyak kejadian mutasi genetic. Mutasi genetic yang banyak dijumpai pada pasien kanker pancreas adalah pada gen Kras, serta deplesi dan mutasi pada tumor suppressor genes antara lain p53,p16,DPC4, dan BRCA2. Patologi anatomi

Kanker pancreas hampir 90 % berasal dari duktus , dimana 75 % bentuk klasik adenokarsinoma sel duktal yang memproduksi musin. Sebagian besar kasus (70%), lokasi kanker pada kaput pancreas, 15-20% badan dan 10 % pada ekor. Pada waktu didiagnosis, ternyata tumor pancreas relative sudah besar. Tumor yang dapat direseksi biasanya besarnya 2,5-3,5 cm. Pada sebagian besar kasus tumor sudah besar (5-6 cm) dan atau telah terjadi infiltrasi dan melekat pada jaringan sekitar, sehingga tidak dapat direseksi. Pada umumnya tumor meluas ke retroperitoneal ke belakang pancreas, melapisi dan melekat pada pembuluh darah, dan secara mikroskopik terdapat infiltrasi di jaringan lemak peripankreas, saluran limfe, dan perineural. Pada stadium lanjut, kanker kaput pancreas sering bermetastasis ke duodenum, lambung, peritoneum, hati dan kandung empedu. Kanker pancreas pada badan dan ekor pancreas dapat metastasis ke hati, peritoneum, limpa, lambung dan kelenjar adrenal kiri. Penampilan klinis Gejala awal kanker pancreas tidak spesifik dan samar, sering terabaikan baik oleh pasien dan dokter, sehingga sering terlambat didiagnosis, dengan akibat lebih lanjut pengobatan sulit dan angka kematian sangat tinggi. Gejala awal dapat berupa rasa penuh, kembung di ulu hati, anoreksia, mual, muntah, diare (steatore), dan badan lesu. Keluhan tersebut tidak khas karea juga dijumpai pada pankreatitis dan tumor intra abdominal lainnya, bahkan pada penyakit gangguan fungsi saluran cerna. Keluhan awal biasanya berlangsung lebih dari 2 bulan sebelum diagnosis kanker. Keluhan utama pasien kanker pankreas yang paling sering dijumpai adalah sakit perut, berat badan turun (lebih 75 % kasus) dan ikterus (terutama pada kanker kaput pankreas), dan ini mencolok pada stadium lanjut. Jumlah macam dan kualitas keluhan pasien tergantung pada letak, besar dan penjalaran kanker pankreas. Sakit perut merupakan keluhan yang paling sering dijumpai pada pasien kanker pankreas. Hampir 90 % kasus dengan keluhan sakit perut, dan sebagai keluhan utama pada 80 % kasus. Lokasi sakit perut biasanya pada ulu hati, awalnya difus, selanjutnya lebih terlokalisir. Sakit perut biasanya disebabkan invasi tumor pada pleksus celiac dan pleksus mesenterik superior. Rasa sakit dapat menjalar ke belakang pada punggung pasien, disebabkan invasi tumor ke retroperitoneal dan terjadi infiltrasi pada pleksus saraf splanknikus. Sakit perut yang berat menunjukkan kanker lanjut yang meluas ke jaringan sekitarnya dan sudah tidak dapat direseksi.

Berat badan turun lebih 10 % dari berat ideal umum dijumpai pada pasien kanker pankreas. Pada mulanya terjadi secara bertahap, kemudian menjadi progresif. Penurunan berat badan disebabkan berbagai faktor, antara lain: asupan makanan kurang, malabsorbsi lemak dan protein, dan peningkatan kadar sitokin pro-inflamasi (tumor necrosis factor a dan interleukin 6). Ikterus obstruktif, karena obstruksi saluran empedu oleh tumor dijumpai pada 80-90 % kanker kaput pankreas dan sering terjadi lebih awal. Ikterus dapat juga terjadi pada kanker di badan dan ekor pankreas stadium lanjut (6-13% kasus), akibat metastasis di hati atau limfonodi di hilus yang menekan saluran empedu. Ikterus obstruktif pada kanker kaput pankreas biasanya disertai dengan sakit perut, tapi bukan kolik. Hal ini berbeda dengan ikterus tanpa nyeri (painless jaundice) yang sering dijumpai pada kanker duktus koledukus atau kanker ampula vateri. Tanda klinis pasien kanker pankreas sangat tergantung pada letak tumor dan perluasan/stadium kanker. Pasien pada umunya dengan gizi kurang, disertai anemic, dan ikterik (terutama pada kanker kaput pankreas). Pada pemeriksaan abdomen teraba tumor massa padat pada epigastrium, sulit digerakkan karena letak tumor retroperitoneum. Dapat dijumpai ikterus dan pembesaran kandung empedu (Courvoisiers sign), hepatomegali, splenomegali (karena kompresi atau thrombosis pada vena porta atau vena lienalis, atau akibat metastasis hati yang difus), asites (karena invasi/infiltrasi kanker ke peritoneum). Kelainan lain yang kadang dijumpai adalah hepatomegali yang keras dan berbenjol (metastasis hati), nodul peri-umbilikus (sister Mary Josephs nodule), thrombosis vena dan migratory thrombophlebitis (Trousseaus syndrome), perdarahan gastrointestinal (karena erosi duodenum atau perdarahan varises akibat kompresi tumor pada vena porta), dan edema tungkai (karena obstruksi vena kava inferior). Laboratorium Kelainan laboratorium pada pasien kanker pankreas biasanya tidak spesifik. Pada pasien kanker pankreas terdapat kenaikan serum lipase, amylase dan glukosa. Anemia dan hipoalbuminemia yang timbul sering disebabkan karena penyakit kankernya dan nutrisi yang kurang. Pasien dengan ikterus obstruktif terdapat kenaikan bilirubin serum terutama bilirubin terkonjugasi (direk), alkali fosfatase

You might also like