You are on page 1of 8

Salinitas Air Laut

Air laut mengandung 3,5% garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan


organik dan partikel-partikel tak terlarut. Keberadaan garam-garaman mempengaruhi
sifat fisis air laut (seperti: densitas, kompresibilitas, titik beku, dan temperatur dimana
densitas menjadi maksimum) beberapa tingkat, tetapi tidak menentukannya.
Beberapa sifat (viskositas, daya serap cahaya) tidak terpengaruh secara signifikan
oleh salinitas. Dua sifat yang sangat ditentukan oleh jumlah garam di laut (salinitas)
adalah daya hantar listrik (konduktivitas) dan tekanan osmosis.
Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida (55%),
natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%) dan
sisanya (kurang dari 1%) teridiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium dan
florida. Tiga sumber utama garam-garaman di laut adalah pelapukan batuan di darat,
gas-gas vulkanik dan sirkulasi lubang-lubang hidrotermal (hydrothermal vents) di laut
dalam.
Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh garam-garaman dalam
gram pada setiap kilogram air laut. Secara praktis, adalah susah untuk mengukur
salinitas di laut, oleh karena itu penentuan harga salinitas dilakukan dengan meninjau
komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Kandungan klorida ditetapkan pada
tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion klorida pada satu kilogram air laut jika
semua halogen digantikan oleh klorida. Penetapan ini mencerminkan proses kimiawi
titrasi untuk menentukan kandungan klorida.
Salinitas ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah total dalam gram bahan-
bahan terlarut dalam satu kilogram air laut jika semua karbonat dirubah menjadi
oksida, semua bromida dan yodium dirubah menjadi klorida dan semua bahan-bahan
organik dioksidasi. Selanjutnya hubungan antara salinitas dan klorida ditentukan
melalui suatu rangkaian pengukuran dasar laboratorium berdasarkan pada sampel air
laut di seluruh dunia dan dinyatakan sebagai:
S (o/oo) = 0.03 +1.805 Cl (o/oo) (1902)
Lambang o/oo (dibaca per mil) adalah bagian per seribu. Kandungan garam 3,5%
sebanding dengan 35o/oo atau 35 gram garam di dalam satu kilogram air laut.
Persamaan tahun 1902 di atas akan memberikan harga salinitas sebesar 0,03o/oo
jika klorinitas sama dengan nol dan hal ini sangat menarik perhatian dan menunjukkan
adanya masalah dalam sampel air yang digunakan untuk pengukuran laboratorium.
Oleh karena itu, pada tahun 1969 UNESCO memutuskan untuk mengulang kembali
penentuan dasar hubungan antara klorinitas dan salinitas dan memperkenalkan
definisi baru yang dikenal sebagai salinitas absolut dengan rumus:
S (o/oo) = 1.80655 Cl (o/oo) (1969)
Namun demikian, dari hasil pengulangan definisi ini ternyata didapatkan hasil
yang sama dengan definisi sebelumnya.
Definisi salinitas ditinjau kembali ketika tekhnik untuk menentukan salinitas dari
pengukuran konduktivitas, temperatur dan tekanan dikembangkan. Sejak tahun 1978,
didefinisikan suatu satuan baru yaitu Practical Salinity Scale (Skala Salinitas Praktis)
dengan simbol S, sebagai rasio dari konduktivitas.
"Salinitas praktis dari suatu sampel air laut ditetapkan sebagai rasio dari
konduktivitas listrik (K) sampel air laut pada temperatur 15oC dan tekanan satu
standar atmosfer terhadap larutan kalium klorida (KCl), dimana bagian massa KCl
adalah 0,0324356 pada temperatur dan tekanan yang sama. Rumus dari definisi ini
adalah:
S = 0.0080 - 0.1692 K1/2 + 25.3853 K + 14.0941 K3/2 - 7.0261 K2 + 2.7081 K5/2
Catatan:
Dari penggunaan definisi baru ini, dimana salinitas dinyatakan sebagai rasio, maka
satuan o/oo tidak lagi berlaku, nilai 35o/oo berkaitan dengan nilai 35 dalam satuan
praktis. Beberapa oseanografer menggunakan satuan "psu" dalam menuliskan harga
salinitas, yang merupakan singkatan dari "practical salinity unit". Karena salinitas
praktis adalah rasio, maka sebenarnya ia tidak memiliki satuan, jadi penggunaan
satuan "psu" sebenarnya tidak mengandung makna apapun dan tidak diperlukan.
Pada kebanyakan peralatan yang ada saat ini, pengukuran harga salinitas dilakukan
berdasarkan pada hasil pengukuran konduktivitas.
Salinitas di daerah subpolar (yaitu daerah di atas daerah subtropis hingga mendekati
kutub) rendah di permukaan dan bertambah secara tetap (monotonik) terhadap
kedalaman. Di daerah subtropis (atau semi tropis, yaitu daerah antara 23,5o - 40oLU
atau 23,5o - 40oLS), salinitas di permukaan lebih besar daripada di kedalaman akibat
besarnya evaporasi (penguapan). Di kedalaman sekitar 500 sampai 1000 meter harga
salinitasnya rendah dan kembali bertambah secara monotonik terhadap kedalaman.
Sementara itu, di daerah tropis salinitas di permukaan lebih rendah daripada di
kedalaman akibatnya tingginya presipitasi (curah hujan).

bahan bacaan:
• Tomczak, M, An Introduction to Physical Oceanography
• Talley, L, Properties of Seawater
• Prager, Ellen J, and Sylvia A. Earle, The Oceans, McGraw-Hill, 2000.
• Pickard and Emery, Descriptive Physical Oceanography
Dapus :
Setiawan, Agus.2005.Salinitas Air
Laut.http://oseanografi.blogspot.com/2005/07/salinitas-air-laut.html.Dibuka
tanggal 25 September 2009

Salinitas
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Salinitas
juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah.
Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami
sangat kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan
garam sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu,
air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai
5%. Lebih dari 5%, ia disebut brine.
Air laut secara alami merupakan air saline dengan kandungan garam sekitar
3,5%. Beberapa danau garam di daratan dan beberapa lautan memiliki kadar garam
lebih tinggi dari air laut umumnya. Sebagai contoh, Laut Mati memiliki kadar garam
sekitar 30% (P.W. Goetz,1986)
Istilah teknik untuk keasinan lautan adalah halinitas, dengan didasarkan bahwa
halida-halida—terutama klorida—adalah anion yang paling banyak dari elemen-elemen
terlarut. Dalam oseanografi, halinitas biasa dinyatakan bukan dalam persen tetapi
dalam “bagian perseribu” (parts per thousand , ppt) atau permil (‰), kira-kira sama
dengan jumlah gram garam untuk setiap liter larutan. Sebelum tahun 1978, salinitas
atau halinitas dinyatakan sebagai ‰ dengan didasarkan pada rasio konduktivitas
elektrik sampel terhadap "Copenhagen water", air laut buatan yang digunakan sebagai
standar air laut dunia (E.L. Lewis, 1980). Pada 1978, oseanografer meredifinisikan
salinitas dalam Practical Salinity Units (psu, Unit Salinitas Praktis): rasio konduktivitas
sampel air laut terhadap larutan KCL standar (Unesco, 1988). Rasio tidak memiliki unit,
sehingga tidak bisa dinyatakan bahwa 35 psu sama dengan 35 gram garam per liter
larutan (Unesco, 1985).

Dapus :
Goetz, P. W. (ed.): "The New Encyclopaedia Britannica (15th edn)", Vol. 3, p.937,
Encyclopaedia Britannica Inc., Chicago, 1986.
Lewis, E.L. (1980). The Practical Salinity Scale 1978 and its antecedents. IEEE J. Ocean.
Eng., OE-5(1): 3-8.
Unesco (1981a). The Practical Salinity Scale 1978 and the International Equation of
State of Seawater 1980. Tech. Pap. Mar. Sci., 36: 25 pp.
Unesco (1981b). Background papers and supporting data on the Practical Salinity
Scale 1978. Tech. Pap. Mar. Sci., 37: 144 pp.
Unesco (1985). The International System of Units (SI) in Oceanography. Tech. Pap.
Mar. Sci., 45: 124 pp.
Anonim.Salinitas.http://id.wikipedia.org/wiki/Salinitas.Dibuka tanggal 25 September
2009

Densitas Air Laut


Densitas merupakan salah satu parameter terpenting dalam mempelajari
dinamika laut. Perbedaan densitas yang kecil secara horisontal (misalnya akibat
perbedaan pemanasan di permukaan) dapat menghasilkan arus laut yang sangat kuat.
Oleh karena itu penentuan densitas merupakan hal yang sangat penting dalam
oseanografi. Lambang yang digunakan untuk menyatakan densitas adalah ρ (rho).
Densitas air laut bergantung pada temperatur (T), salinitas (S) dan tekanan (p).
Kebergantungan ini dikenal sebagai persamaan keadaan air laut (Equation of State of
Sea Water):
ρ = ρ(T,S,p)
Penentuan dasar pertama dalam membuat persamaan di atas dilakukan oleh
Knudsen dan Ekman pada tahun 1902. Pada persamaan mereka, ρ dinyatakan dalam g
cm-3. Penentuan dasar yang baru didasarkan pada data tekanan dan salinitas dengan
kisaran yang lebih besar, menghasilkan persamaan densitas baru yang dikenal
sebagai Persamaan Keadaan Internasional (The International Equation of State, 1980).
Persamaan ini menggunakan temperatur dalam oC, salinitas dari Skala Salinitas Praktis
dan tekanan dalam dbar (1 dbar = 10.000 pascal = 10.000 N m-2). Densitas dalam
persamaan ini dinyatakan dalam kg m-3. Jadi, densitas dengan harga 1,025 g cm-3
dalam rumusan yang lama sama dengan densitas dengan harga 1025 kg m-3 dalam
Persamaan Keadaan Internasional.
Densitas bertambah dengan bertambahnya salinitas dan berkurangnya
temperatur, kecuali pada temperatur di bawah densitas maksimum. Densitas air laut
terletak pada kisaran 1025 kg m-3 sedangkan pada air tawar 1000 kg m-3. Para
oseanografer biasanya menggunakan lambang σt (huruf Yunani sigma dengan subskrip
t, dan dibaca sigma-t) untuk menyatakan densitas air laut. dimana σt = ρ - 1000 dan
biasanya tidak menggunakan satuan (seharusnya menggunakan satuan yang sama
dengan ρ). Densitas rata-rata air laut adalah σt = 25. Aturan praktis yang dapat kita
gunakan untuk menentukan perubahan densitas adalah: σt berubah dengan nilai yang
sama jika T berubah 1oC, S 0,1, dan p yang sebanding dengan perubahan kedalaman
50 m.
Perlu diperhatikan bahwa densitas maksimum terjadi di atas titik beku untuk
salinitas di bawah 24,7 dan di bawah titik beku untuk salinitas di atas 24,7. Hal ini
mengakibatkan adanya konveksi panas.
• S < 24.7 : air menjadi dingin hingga dicapai densitas maksimum, kemudian jika
air permukaan menjadi lebih ringan (ketika densitas maksimum telah terlewati)
pendinginan terjadi hanya pada lapisan campuran akibat angin (wind mixed
layer) saja, dimana akhirnya terjadi pembekuan. Di bagian kolam (basin) yang
lebih dalam akan dipenuhi oleh air dengan densitas maksimum.
• S > 24.7 : konveksi selalu terjadi di keseluruhan badan air. Pendinginan
diperlambat akibat adanya sejumlah besar energi panas (heat) yang tersimpan
di dalam badan air. Hal ini terjadi karena air mencapai titik bekunya sebelum
densitas maksimum tercapai.
Seperti halnya pada temperatur, pada densitas juga dikenal parameter densitas
potensial yang didefinisikan sebagai densitas parsel air laut yang dibawa secara
adiabatis ke level tekanan referensi.

bahan bacaan:
• Tomczak, M, An Introduction to Physical Oceanography
• Talley, L, Properties of Seawater
• Prager, Ellen J, and Sylvia A. Earle, The Oceans, McGraw-Hill, 2000.
• Pickard and Emery, Descriptive Physical Oceanography
Dapus :
Setiawan, Agus.2005.Densitas Air Laut.
http://oseanografi.blogspot.com/2005/07/densitas-air-laut.html.Dibuka tanggal 25
September 2009

Salinitas adalah jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut dalam
satu liter air. Faktor-faktor yang mempengaruhi salinitas adalah pola sirkulasi air,
penguapan, curah hujan dan aliran sungai.

Sirkulasi Laut
Sirkulasi laut adalah pergerakan massa air di laut. Sirkulasi laut di permukaan
dibangkitkan oleh stres angin yang bekerja di permukaan laut dan disebut sebagai
sirkulasi laut yang dibangkitkan oleh angin (wind driven ocean circulation). Selain itu,
ada juga sirkulasi yang bukan dibangkitkan oleh angin yang disebut sebagai sirkulasi
termohalin (thermohaline circulation) dan sirkulasi akibat pasang surut laut. Sirkulasi
termohalin dibangkitkan oleh adanya perbedaan densitas air laut. Istilah termohalin
sendiri berasal dari dua kata yaitu thermo yang berarti temperatur dan haline yang
berarti salinitas. Penamaan ini diberikan karena densitas air laut sangat dipengaruhi
oleh temperatur dan salinitas. Sementara itu, sirkulasi laut akibat pasang surut laut
disebabkan oleh adanya perbedaan distribusi tinggi muka laut akibat adanya interaksi
bumi, bulan dan matahari.
Sirkulasi di permukaan membawa massa air laut yang hangat dari daerah tropis
menuju ke daerah kutub. Di sepanjang perjalanannya, energi panas yang dibawa oleh
massa air yang hangat tersebut akan dilepaskan ke atmosfer. Di daerah kutub, air
menjadi lebih dingin pada saat musim dingin sehingga terjadi proses sinking
(turunnnya massa air dengan densitas yang lebih besar ke kedalaman). Hal ini terjadi
di Samudera Atlantik Utara dan sepanjang Antartika. Air laut dari kedalaman secara
perlahan-lahan akan kembali ke dekat permukaan dan dibawa kembali ke daerah
tropis, sehingga terbentuklah sebuah siklus pergerakan massa air yang disebut Sabuk
Sirkulasi Laut Global (Global Conveyor Belt). Semakin efisien siklus yang terjadi, maka
akan semakin banyak pula energi panas yang ditransfer dan iklim di bumi akan
semakin hangat.
Akibat bumi yang berotasi, maka aliran massa air (arus) yang terjadi akan
dibelokkan ke arah kanan di belahan bumi utara (BBU) dan ke kiri di belahan bumi
selatan (BBS). Efek ini dikenal sebagai gaya semu Coriolis. Pembelokkan ini
menjadikan tinggi dan rendahnya elevasi muka laut berbanding secara langsung
dengan kecepatan arus permukaan. Perubahan elevasi muka laut yang diakibatkan
aliran massa air ini disebut sebagai topografi laut dan saat ini dapat diamati dengan
menggunakan satelit TOPEX/Poseidon. Dengan bantuan data dari satelit ini, maka para
ahli dapat memetakan pola arus laut global.

*Interaksi laut-atmosfer mempunyai peranan yang sangat penting terhadap


dinamika dan kondisi baik perairan laut maupun lingkungan atmosfer. Interaksi ini
meliputi pertukaran momentum, energi dan massa. Perubahan kondisi atmosfer akan
dapat mempengaruhi kondisi laut dan sebaliknya. Angin misalnya dapat menyebabkan
terjadinya gelombang laut dan arus permukaan laut, curah hujan dapat
mempengaruhi kadar salinitas air laut. Sebaliknya proses fisis di laut seperti upwelling
dapat mempengaruhi kondisi atmosfer setempat.
Upwelling adalah proses penaikan massa air dari bawah ke permukaan laut.
Massa air yang naik ini mempunyai salinitas yang tinggi, suhu yang rendah dan kaya
nutrien sehingga memberikan dampak posistif terhadap tingkat kesuburan perairan.
Kondisi ini memicu peningkatkan produktifitas primer. Sebagai akibat adanya
perbedaan suhu yang relatif besar antara daerah upwelling dan sekitarnya maka
kondisi ini akan mempengaruhi kondisi atmosfer di atasnya.

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut
Oleh :
Martono, Halimurrahman, Rudy Komarudin,
Syarief, Slamet Priyanto dan Dita Nugraha
Densitas air laut merupakan jumlah massa air laut per satu satuan volume.
Densitas merupakan fungsi langsung dari kedalaman laut, serta dipengaruhi juga oleh
salinitas, temperatur, dan tekanan.
Perubahan densitas dapat disebabkan oleh proses-proses :
– Evaporasi di permukaan laut
– Massa air pada kedalaman < 100 m sangat dipengaruhi oleh angin dan gelombang,
sehingga besarnya densitas relatif homogen
– Di bawah lapisan ini terjadi perubahan temperatur yang cukup besar (Thermocline)
dan juga salinitas (Halocline), sehingga menghasilkan pola perubahan densitas yang
cukup besar (Pynocline)
– Di bawah Pynocline hingga ke dasar laut mempunyai densitas yang lebih padat
Stabilitas air laut dipengaruhi oleh perbedaan densitasnya, yang disebut dengan
Sirkulasi Densitas atau Thermohaline
Sirkulasi Thermohaline umumnya merupakan proses yang terjadi di laut dalam.
Disebabkan oleh variasi densitas air yang terbentuk di bidang batas antara udara - air,
dan erat kaitannya dengan Sirkulasi Wind-driven. Sulit diamati secara langsung
mengingat kecepatannya yang sangat lambat, namun bisa disimpulkan melalui
pengamatan salinitas, temperatur, dan kadar O2 terlarut.

Jenis Alat-Besaran Pengamatan


Thermometer-Temperatur
Bathythernograph-Temperatur (profil terhadap Kedalaman)
Thermistor-Temperatur
Salinometer-Salinitas
Salinity & Temperature Bridge-Salinitas dan Temperatur
STD (Salinity-Temperature-Depth) Sensor-Salinitas, Temperatur, dan Kedalaman
(Tekanan)

JAWABAN TUGAS PENDAHULUAN


1. *Salinitas :
Salinitas adalah banyaknya zat terlarut. Zat padat terlarut meliputi garam-garam
anorganik, senyawa-senyawa organik yang berasal dari organisme hidup, dan gas-
gas terlarut (Nybakken, 1992).
Salinitas adalah jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut dalam
satu liter air, biasanya dinyatakan dengan satuan 0/00 (permil, gram per liter) (Nontji,
1987).
*Suhu:
Suhu adalah ukuran energi gerakan molekul. Suhu merupakan salah satu faktor
yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme
(Nybakken, 1992).
Suhu adalah suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya bahang yang
terkandung dalam suatu benda. Secara alamiah sumber utama bahang dalam air
laut adalah matahari (Meadows and Campbell,1993).
Kisaran suhu pada daerah tropis relatif stabil karena cahaya matahari lebih
banyak mengenai daerah ekuator daripada daerah kutub. Hal ini dikarenakan
cahaya matahari yang merambat melalui atmosfer banyak kehilangan panas
sebelum cahaya tersebut mencapai kutub. Suhu di lautan kemungkinan berkisar
antara -1.87°C (titik beku air laut) di daerah kutub sampai maksimum sekitar 42°C
di daerah perairan dangkal (Hutabarat dan Evans, 1986).
Dapus :
Nontji, Anugerah.1987.Laut Nusantara.Djambatan, Universitas Michigan
Meadows dan Campbell.1993.Ecology and Management of Coastal Waters: The
Aquatic Environment.Springer
2. Yang mempengaruhi salinitas :
Di perairan pantai karena terjadi pengenceran misalnya karena pengaruh aliran
sungai salinitas bisa turun rendah. Sebaliknya di daerah dengan penguapan yang
sangat kuat, salinitas bisa meningkat tinggi. Air payau adalah istilah umum yang
digunakan untuk menyatakan air yang salinitasnya antara air tawar dan air laut.
Perairan estuari atau daerah sekitar kuala dapat mempengaruhi struktur
salinitas yang kompleks, karena selain merupakan pertemuan antara air tawar yang
relatif ringan dan air laut yang lebih berat juga pengadukan air sangat menentukan
(Nontji, 1987).
Yang mempengaruhi temperature :
Temperatur suatu perairan dipengaruhi oleh radiasi matahari, posisi matahari,
letak geografis, musim, kondisi awan serta proses interaksi antara air dan udara.
Rata-rata radiasi matahari yang mencapai bumi dan menembus atmosfir hanya
sekitar 70%. Sebesar 30% lainnya dikembalikan ke angkasa oleh awan dan partikel
debu. Dari sekitar 70% yang ada, sebanyak 17% diserap atmosfer, 23% sampai ke
atmosfer sebagai difusi cahaya siang hari dan 30% sampai ke permukaan bumi
sebagai sinar matahari langsung.
3. *Suhu :
Suhu menurun secara teratur sesuai dengan kedalaman. Semakin dalam suhu
akan semakin rendah atau dingin. Hal ini diakibatkan karena kurangnya intensitas
matahari yang masuk kedalam perairan. Pada kedalaman melebihi 1000 meter suhu
air relatif konstan dan berkisar antara 2°C – 4°C (Hutagalung, 1988).
Suhu mengalami perubahan secara perlahan-lahan dari daerah pantai menuju
laut lepas. Umumnya suhu di pantai lebih tinggi dari daerah laut karena daratan
lebih mudah menyerap panas matahari sedangkan laut tidak mudah mengubah
suhu bila suhu lingkungan tidak berubah. Di daerah lepas pantai suhunya rendah
dan stabil.
Lapisan permukaan hingga kedalaman 200 meter cenderung hangat, hal ini
dikarenakan sinar matahari yang banyak diserap oleh permukaan. Sedangkan pada
kedalaman 200-1000 meter suhu turun secara mendadak yang membentuk sebuah
kurva dengan lereng yang tajam. Pada kedalaman melebihi 1000 meter suhu air
laut relatif konstan dan biasanya berkisar antara 2-4o C (Sahala Hutabarat,1986).
Faktor yang memengaruhi suhu permukaan laut adalah letak ketinggian dari
permukaan laut (Altituted), intensitas cahaya matahari yang diterima, musim,
cuaca, kedalaman air, sirkulasi udara, dan penutupan awan (Hutabarat dan Evans,
1986).
*Salinitas
Salinitas ditentukan oleh keseimbangan presipitasi dan penguapan di
permukaan. Pengaruh fluktuasi permukaan umumnya kecil untuk perairan di bawah
1000 meter, dimana salinitas air antara 34,5 dan 35 di semua lintang. Zona dimana
salinitas bekurang terhadap kedalaman ditemukan pada lintamg rendah dan
menengah, yaitu antara lapisan permukaan campuran dan bagian atas lapisan
dalam dimana salinitas konstan. Zona tersebut dikenal sebagai haloklin.
4. *Lapisan termoklin :
Lapisan termoklin yaitu lapisan dimana gradien suhu berubah secara cepat
sesuai dengan pertambahan kedalaman. Pada lapisan termoklin memiliki ciri
gradien suhu yaitu perubahan suhu terhadap kedalaman sebesar 0.1ºC untuk setiap
pertambahan kedalaman satu meter (Nontji, 1987).
*Lapisan haloklin
Lapisan dingin di bawah lapisan termoklin yang disebut juga lapisan hipolimnion
dimana suhu air laut konstan sebesar 4ºC (Nontji, 1987).
*Lapisan pinoklin
Lapisan hangat di bagian teratas atau lapisan epilimnion dimana pada lapisan ini
gradien suhu berubah secara perlahan (Nontji, 1987).
*Suhu insitu
*Suhu exsitu
5. Perubahan tekanan, evaporasi, hujan, masukan air sungai serta pembekuan dan
pencairan es merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi temperatur
dan salinitas permukaan air laut. Perubahan temperatur dan salinitas dapat
menaikkan atau menurunkan densitas permukaan air laut. Jika air di permukaan
masuk ke perairan yang lebih dalam, hal tersebut akan menimbulkan hubungan
antara temperatur dan salinitas yang dapat dimanfaatkan untuk mengukur
perubahan laut dalam. Temperatur, salinitas dan tekanan digunakan untuk
mengkalkulasi densitas.

You might also like