You are on page 1of 14

Herpes Simpleks Genitalis

I. DEFINISI Herpes simpleks genitalis merupakan penyakit yang disebkan oleh infeksi virus Herpes simplex (VHS) tipe 2 atau kadang tipe 1, sering bersifat rekurens, dan sampai saat ini masih belum dapat disembuhkan. Infeksi akibat kedua tipe VHS bersifat seumur hidup, virus berdiam di saraf, tepatnya di ganglia dorsalis.1 II. EPIDEMIOLOGI Herpes virus simpleks genitalis banyak diderita oleh pasien dewasa muda dimana memiliki riwayat seksual aktif.2 Menurut studi Nutrisi dan kesehatan nasional (NHANES III), 15% laki laki dan 20 % perempuan kulit putih di USA merupakan positive HSV-2. Sedangkan pada kulit hitam 35% laki-laki dan 55% perempuan merupakan HSV 2 positif. Sedangkan sebanyak 60% sampai 90% perempuan pekerja seks komersial memiliki antibodi terhadap HSV-2. 3 ETIOLOGI4 VHS tipe I dan II merupakan virus herpes hominis yang merupakan virus DNA. Pembagian tipe I dan II berdasaarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenik marker dan lokasi klinis.

III.

IV.

PATOGENESIS Infeksi herpes genital disebabkan oleh inokulasi virus ke dalam permukaan mukosaatau melalu lesi pada kulit genitalia, biasanya melalu kontak seksual. Penyakit ini disebabkan oleh efek langsung replikasi virus yang menyerang jaringan. Pada infeksi primer, virus memasuki saraf sensorik perifer dan tinggal di ganglion saraf sensorik ataau autonom

untuk menghindari seringan dari imunitas tubuh. Penyakit genital sendiri umumnya merupakan reaktivasi dari virus lama yang sebelumnya sudah menginfeksi ganglion saraf. 5 V. GEJALA KLINIS 6 Gejala prodormal (2-24 jam) : nyeri regional, rasa terbakar atau panas. Gejala konstitusi : nyeri kepala, demam, limfadenopati ingunal, anorexia dan malaise Pola kelainan kulit pada HSV-1 dan HSV-2 merupakan identik : vesikel dengan ukuran yang hampir beragam, yang bisa berubah menjadi krusta, kemudian reepiteliasisai dan menghilang tanpa skar. Pada perempuan ulserasi dapat terjadi pada introitus, meatus uretra, labia dan perineum. Pada laki-laki, ulser dapat terjadi pada glands penis. Pada laki-laki dan perempuan, lesi dapat terjadi pada area perianal, paha dan pantat. Ada dua macam bentuk infeksi episode pertama yaitu lesi primer dan non primer. Lesi non primer terjadi pada pasien yang telah terinfeksi oleh virus HSV tipe apa saja. Lesi primer sering disertai dengan keluhan sistemik. 80% pasien datang dengan gejala konstitusi.

Gambar 1. Virus Herpes Simpleks pada penis Infeksi pada fase laten : pada penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi HSV dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis Infeksi Recurrens: HSV yang sebelumnya tidak aaktif menjadi aktif, sehingga muncul gejala klinis. Mekanisme ini bisa dicetuskan oleh adanya trauma fisik, kurang tidur, hubungan seksual dan sebagainya. Gejalanya lebih ringan dibandingkan dengan gejala primer dan berlangsung 7 sampai 10 hari.4 DIAGNOSIS BANDING7 VII. Ulkus primer Sifilis Ulkus Chancroid

VI.

PENATALAKSANAAN1 A. Non medikamentosa Abstinensia Melakukan konseling mengenai resiko kecendrungan berulang, potensi penularan penyakit kepada pasangannya dan kemungkinan resiko tertular HIV

Anjuran untuk melakukan pemeriksaan terhadap psangan seksual tetapnya

B. Medikamentosa Pemberian Antivirus Pemberian antivirus tidak menghilangkan virus herpes. Antivirus hanya akan mengontrol tanda dan gejala yang disebabkan oleh virus herpes dan untuk mengurang frekuensi timbulnya penyakit. Antiviru yang bisa digunakan adalah asiklovir, valasikolvir dan famsiklovir.

Candidiasis vulvovagina DEFINISI 1 Infeksi pada vulva dan vagina yang disebabkan oleh Candida albicans, lainnya. EPIDEMIOLOGI 8 Dari data sebelumnya, riwayat prevalensi dari vaginitis yang disebabkan oleh jamur cukup tinggi. Pada populasi mahasiswi universitas dilaporkan 54,7% didiagnossis vaginitis yang disebabkan oleh jamur pada umur 25 tahun. Pada studi populasi yang lain, prevalensi jamur dilaporkan mencpai 20% dan di klinik prevalensinya mencapai 72%. Rekurensi dilaporkan juga cukup tinggi. Menurut studi, dari 2000 wanita yang berumur 18 tahun, 8% dilaporkan memiliki setidaknya empat atau lebih episode dalam satu tahun. Walaupun jamur biasanya menyebabkan tanda dan gejala yang khas, akan tetapi kolonisasi asimtomatik terjadi pada 25% sampai 50% perempuan dengan imunokompremise. Sebanyak 80% sampai 92% dari infeksi jamur disebabkan oleh Candida albicans. ETIOLOGI 9 Spesies candidda biasanya tampak pada vagina sebagai flora normal, juga terdapat pada daerah mulut dan gastrointestinal tanpa menyebabkan suatu gejala. Tetapi, pertumbuhan berlebihan pada Candida baru dapat menyebabkan suatu gejala. Pada 90% atau kadang oleh Candida sp, Torulopsis sp, atau ragi

I.

II.

III.

kasus,organisme penyebab dari candidiasis vulvovaginal adalah Candida albicans. Organisme lain yang mungkin adalah C. glabrata, C. parapsilosis, C. krusei, C. tropicalis and Saccharomycescerevisiae.
5

IV.

PATOGENESIS 8,9 Normalnya, vagina perempuan dewasa muda berwarna agak kemerahan dengan pH sedikit meningkat, kulit atau flora fokal biasanya muncul normal adanya. Adanya kolonisasi spesies actobacillus yang memproduksi asam laktat, menjaga pH 4,5 atau kurang. Strain laktobasilus tertentu dapat memproduksi hidrogen peroksida, dimana menghambat pertumbuhan abnormal dari bakteri fakultatif anaerob. Discharge normalnya berwarna putih cerah yang memiliki karakteristik tidak menyatu dengan dinding vagina, fornix posterior dan memiliki keasaman pH dibawah 4,5.8 Penyebab primer dari candidiasis vulvovaginal adalah

pertumbuhan berlebihan dari spesies candida yang merusak flora normal vagina. Pertumbuhan berlebihan ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, termasuk penggunaan antibiotik, umur, hormon, status imun, aktivitas seksual, dan penyakit kronis. Penggunaan antibiotik menyebabkan pergantian flora normal vagina. Pergantian ini menyebabkan laktobacilus berkurang, dimana menngkatkan pertumbuhan dari Candida.9 V. GEJALA KLINIS 10 Gejala utama yang muncul adalah pruritus akut dan discharge pada vagina yang biasanya tidak terlalu spesifik dan diagnosis yang meyakinkan tidak bisa ditegakkan tanpa penemuan laboratorium. Priritus pada vulva merupakan gejala yang paling sering ada pada hampir semua pasien dengan simptomatik, tetapi discharge vagina tidak selalu muncul, dan jumlahnya biasaanya minimal. Discharge biasanya berbentuk mulai dari cair hingga kental dan homogen. Tanda dan gejalaa yang lain nya adalah : Nyeri pada vagina Iritasi Vulva terasa terbakar Disuria eksterna

Dispareunia Berbau, dimana biasanya minimal dan tidak terlalu menyengat

VI. DIAGNOSIS 9 Gejala Klinis Evaluasi pH vagina Pemeriksaan mikroskop : ditemukan budding sel, blastospora dan pseudohifa Tes Amin : fishy odor pada bakterial vaginosis

VII.

DIAGNOSIS BANDING1 Gonore Infeksi Genital Non spesifik Trikomoniasis Vaginosis Bakterial

VIII. PENATALAKSANAAN11 Candidiassis vulvovaginal tanpa komplikasi : nystatin topikal selama 14 hari atau fluconazole 150 mg single dose Rekuren candidiasis vulvovaginal ( pasien mengaami 4x atau lebih infeksi yang sama dalam kurun waktu satu tahun) : fluconazole 150 mg setiap minggu sekali, selama 6 bulan. Candidiasis vulvovaginal dengan komplikasi : terapi topikal intravaginal setiap hari selama 7 hari, atau dosis multiple fluconazole ( 150 mg setiap 72 jam untuk 3 dosis ). Obat Intravagina : Butoconazole 2% cream, 5 g, intravaginal untuk 3 hari Butoconazole 2% cream, 5 g, intravaginal single dose Clotrimazole 1% cream, 5 g, intravaginal 7-14 hari Clotrimazole, 100 mg, tablet selama 7 hari Clotrimazole, 100 mg, vaginal tablet, dua tablet selama 3 hari

Clotrimazole, 500 mg, vaginal tablet, satu tablet Miconazole 2% cream, 5 g, intravaginal selama 7 hari

Bakterial Vaginosis DEFINISI1 Sindrom kinis yang disebabkan oleh pergantian Lactobacillus sp H202 yang normal didalam vagina dengan ekelompok bakteri anaerob (Prevotella sp, Mobiluncus sp) Gardnerella vaginalis dan Mycoplasma horminis. II. EPIDEMIOLOGI 8 BV merupakan infeksi vagina yang umum dijumpai pada wanita usia produktif. BV juga merupakan penyebab yang paling sering menyebabkan discharge pada vagina dan malodour. Resiko

I.

peningkatan terjadinya BV ditunjukkan dengan pembedahan dan kehamilan dimana diestimasi bahwa 15% sampai 20% wanita hamil memiliki BV. Studi lain melaporkan bahwa prevalensi BV pada wanita yang tidak hamil berkisar antara 15-30% dan dilaporkan lebih dari 50% wanita haamil ditemukan BV. BV sering dihubungkan dengan perilaku seksual, dan profil epidemiologi BV mencerminkan bahwa BV menggambarkan infeksi menular seksual. Meskipun begitu, memang belum dapat cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa patogenesis BV termasuk dalam transmisi seksual mikroorganisme dari laki-laki ke perempuan. ETIOLOGI12 BV adalah kompleks, gangguan polimikrobial yang

III.

dikarakteristikan dengan pertumbuhan berlebih dari bakteri anaerob yaitu Gardnerella vaginalis, Atopobium vaginae, Prevotella spp., Mobiluncus spp., Mycoplasma hominis.

IV.

PATOGENESIS Peranan Gardnerella vaginalis dalam terjadinya BV masih diperdebatkan, karena Gardnerella vaginalis merupakan flora normal

jika dalam jumlah sedikit. Akan tetapi penyelidik lain mengatakan bahwa ada kaitan yang erat antara Gardnerella vaginalis banyak ditemukan pada pasien penderita BV.4 Secara umum diketahui bahwa Lactobacillus memiliki peranan penting dalam mempertahankan lingkungan yaang menekan pertumbuhan mikroorganisme vagina. Ini telah dibuktikan bahwa estrogen dan lactobacillus dibutuhkan untuk menjaga pH vagina pada pH 4,0- 4,5 . Lactobacillus menghasilkan asam laktat dimana menjaga pH tetap pada kondisi asma. Beberapa spesien lactobacillus juga memproduksi hidrogen peroksida yang bersifat toxic terhadap microorganisme yang bervariasi. BV kemudiaan dikarakteristikkan dengan perubahan keasaman ekosistem dimana didominasi oleh lactobacillus menjadi ekosistem yang didominasi oleh flora bateri anaerob campuran dengan dibarengi peningkatan pH. 12 Bertambahnya pH sendiri akan menjadi suasana yang menyenangkan untuk pertumbuhan Gardnerella vaginalis.4 Pertumbuhan berlebih bakteri anaerob vaginal meningkatkan produksi amin (putreskin, kadaverin dan trimetilamine) yang menyebabkan pH menjadi lebih basa terutama setelah aktifitas seksual, selama siklus menstruasi. Hal ini menjadi salah satu yang berkontribusi terhadap discharge vagina menjadi bertipe melodor.13 GEJALA KLINIS 4 Wanita dengan BV akan mengeluh adanya duh tubuh dari vagina yang ringan atau sedang dan berbau tidaak enak (amis) Iritasi derah vagina atau sekitar vagina ( gatal dan terasa terbakar), akan tetapi lebih ringan daripada pada Trichomonas vaginaalis atau Candida albicans. Timbul kemerahan dan edema pada vulva Nyeri abdomen, dispareunia, disuria dengan

terjadinya BV. Hal ini diungkapkan karena Gardnerella vaginalis

V.

10

VI.

DIAGNOSIS 12, 4 Ditemukannya duh tubuh yaang homogen, dengan pH lebih dar 4,5 Adanya bau amin setelah ditetesi dengan larutan KOH 10% Pada pemeriksaan mikroskop bisa ditemukan adanya clue cells (epitel skuamosa yang didalamnya terdapat coccusbacil) Gambaran gram duh tubuh vaagina a. Didiagnosis BV jika ditemukan campuran bakteri batang gram positif atau negatif atau keduaanya dalam jumlah besar, dan morfotipe Lactobacillus dalam jumlah sedikit atau tidak ada b. Normal, jika ditemukan morfotipe Lactobacillus di antara flora vaginal atau tanpa Gardnerella c. Intermediate, diantara kriteria jormal dan tidak konsisten dengan BV Gold standar : kriteria amsel

VII.

DIAGNOSIS BANDING 1 Kandidiasis vulvovaginalis Trikomoniasis Uretritis / servisitis gonore Infeksi genital non spesifik

11

VIII. PENATALAKSANAAN 1, 13 Nonmedikamenstosa : Pasien dianjurkan untuk menghindari pemakaian vaginal douching atau antiseptik Komunikasi, informasi dan edukasi

Medikamentosa : Obat pilihan : Metronodazol 2x500 mg/hari selama 7 hari Atau Metronidazol 2 gram per oral dosis tunggal Obat alternatif : Klindamisin 2x 300 mghari per oral selama 7 hari Saat ini juga dikembangkan probiotic dalam penanganan BV

12

DAFTAR PUSTAKA

1. Radiono S et al. 2011. Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (PERDOSKI). Jakarta : Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM, h : 246,247,249. 2. Fitzpatricks dermatology in general medicine 6thed. 2008. New York: Mc Graw Hill; h: 913. 3. Rhoda L, Asley, Anna W. 1999. Genital Herpes: Review Of The Epidemic And Potential Use Of Type-Specific Serology. American Society and Microbiology, 12 : 2. 4. Djuanda A. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FK UI, h: 381, 387, 388. 5. Brugha A, Keersmaekers K, Renton A et al. 1997. Review Genital Herpes Infetion. International journal of epidemiologi. Great Britain, 26 : 699. 6. Beauman JG. 2005. Genital Herpes : A Review. American family Physician. 72 (8) : 1528. 7. Kamberlin DW. 2004. Genital Herpes. NEJM. 350 : 1974. 8. Syed TS dan Braverman PK. 2004. Vaginitis in Adolescents. Adolesc Med, 15: 239. 9. Fidler BD. 2007. Diagnosis and Treatment of Vulvovaginal Candidiasis. Spring, hal: 34. 10. Shellack N. 2012. Recurrent Vulvovaginal Candidiasis. Sfr Pharm J, 79(6):15. 11. Pappas PG, Kauffman CA, Andes D et al. 2009. Clinical Practice Guidlines for the Management of Candidiasis : 2009 Update by the Infectious Disease Society of America. IDSA guidline. 48:519. 12. Truter I dan Graz M. 2013. Bacterial Vaginosis : Literatre review of Treatment Options with Specific Emphasis on Non-Antibiotic Treatment. Pharmacol, 7 (48): 3061. 13. Matromarino P, Vitali B, Mosca L. 2013. Bacterial vaginosis: a review on clinical trials with prebiotics. New microbiologica, 26: 230.

13

14

You might also like