You are on page 1of 3

Ia mengungkapkan, kehamilan grande multiparatermasuk dalam kehamilan berisiko tinggi, karena komplikasi bisa terjadi baik saat hamil

atau melahirkan. Beberapa risiko komplikasi yang mungkin terjadi antara lain perdarahan ante partum, (pendarahan yang terjadi setelah usia kandungan 28 minggu), solustio plasentae (lepasnya sebagian atau semua plasenta dari rahim), plasenta previa (jalan lahir tertutup plasenta), spontaneus abortion(keguguran), dan intrauterine growth retadation (IUGR), atau pertumbuhan bayi yang buruk dalam rahim. Grande multipara juga bisa berakibat komplikasi pada persalinan, antara lain dengan meningkatkan risiko terjadinya uterine atony (perdarahan pasca melahirkan), ruptur uteri (robeknya dinding rahim), serta malpresentation (bayi salah posisi lahir). Perdarahan merupakan salah satu risiko besar yang harus dialami oleh ibu yang jumlah kehamilannya empat kali atau lebih, dibandingkan ibu yang hamil kurang dari empat kali. "Perdarahan yang terjadi akibat grande multipara tergolong hebat, dan akhirnya membuat si ibu akan mengalami serangan anemia," bebernya. Untuk menghindari berbagai risiko kehamilan grande multipara, sebaiknya rencanakan kehamilan dengan baik sehingga menurunkan angka kematian ibu dan bayi yang masih cukup tinggi di Indonesia. Jika sudah terlanjur mengalami grande multipara, sebaiknya deteksi kehamilan sejak dini sehingga kemungkinan kelainan dan komplikasi masih bisa diatasi sejak dini.

PERSALINAN PADA GRANDE MULTIPARA


A. Prinsip Dasar Grande Multipara Menurut www.grandemultipara.com 1. Grande multipara adalah kehamilan lebih dari 4 kali 2. Grande multipara termasuk dalam kehamilan dengan resiko tinggi

3. Ibu hamil dengan resiko tinggi memiliki bahaya yang lebih besar pada waktu kehamilan maupun persalinan bila di bandingkan dengan ibu hamil normal. 4. Kehamilan resiko tinggi dapat dicegah bila gejalanya ditemukan sedini mungkin sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikan. 5. Grande multipara memiliki komplikasi dalam kehamilan dan persalinan, antara lan :

Dalam kehamilan : a. Perdarahan ante partum b. Solusio plasenta c. Plasenta previa d. Abortus Dalam persalinan : e. Atonia uteri f. Ruptur uteri

B. Hubungan Grande Multipara Dengan Atonia Uteri 1. Pengertian Menurut Wiknjosastro H (2005) Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 -600 cc dalam masa 24 jam setelah anak lahir. Perdarahan terutama perdarahan post partum masih merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu dalam persalinan.

a. b. c. d. e.

Berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut : Atonia uteri 50%-60% retensio plasenta 16%-17% sisa plasenta 23%-24% laserasi 4%-5% kelainan darah 0,5%-0,8% (Roestam, 1988) atonia uteri jika uterus tidak berkontraksi secara terkoordinasi sehingga ujung pembuluh darah ditemapt implantasi plasenta tidak dapat dihentikan (kolusi) sehingga perdarahan menjadi tidak terkendali. Pada grande mulitpara, fungsi otot-otot uterus dalam melakukan kontraksi menurun, sehingga pada grande multipara sering didapati his yang lemah, bahkan tidak ada (atonia uteri) Tanda atau Gejala Atonia Uteri Perdarahan pasca persalinan Uterus lembek dan tidak berkontraksi

2. a. b.

C. Penatalaksanaan Atonia Uteri dikutip dari Modul APN Edisi Revisi (2007) Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkonraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (massase) fundus uteri : 1. Segera lakukan kompresi bimanual internal a. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan secara obstetric (menyatakan kelima ujung jari) melalui introitus kedalam vagina ibu. b. Periksa vagina dan serviks, jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kovum uteri mungkin hal ini menyebabkan uterus tidak dapt berkonraksi secara penuh. c. Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior, tekan dinding anterior uterus kearah tangan luar yang menahan dan mendorong dinding posterior uterus ke arah depan sehingga uterus ditekan dari ara depan dan belakang. d. Tekan kuat uterus diantara kedua tangan. Kompresi uteru sini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah yang terbuka (bekas implantasi plasenta) di dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkonraksi. e. Evaluasi keberhasilan : 1) Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI selama 2 menit, kemudian perlahan keluarkan tangan dan pantau ibu secara melekat selama kala IV. 2) Jika uterus berkontraksi tapi perdaraan masih berlangsung, periksa ulang perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi. Jika demikian, segera lakukan penjahitan untuk menghentikan. 3) Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal, kemudian lakukan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya, kemudian untuk mulai menyiapkan rujukan. 2. Berikan 0,2 mg ergometris IM atau misoprostol 600-1000 per rectal, jangan berikan ergo metrium kepada ibu dengan hipertensi karena ergometrin dapat menaikkan tekanan darah. 3. Gunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infuse dan berikan 500 cc larutan RL yang mengandung 20 unit oksitoxin (guyur dalam 10 menit) 4. Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI

5.

Jika uterus tidak berkonraksi dalam waktu (sampai 2 menit, segera rujuk ibu karena hal ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan tindakan gawat darurat difasilitasi kesehatan rujukan yang mampu melakukan tindakan operasi dan tranfusi darah. 6. Sambil membawa ibu ketempat rujukan, teruskan tindakan KBI dan infuse cairan hingga ibu tiba di tempat rujukan a. Infus 500 ml pertama dihabiskan dalam waktu 10 menit b. Berikan tambahan 500 ml/jam hingga tiba ditempat rujukan atau hingga jumlah cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 L dan kemudian lanjutkan dalam jumlah 125 cc/jam c. Jika cairan infuse tidak cukup, infuskan 500 ml (botol kedua) cairan infuse dengan tetesan sedang dan ditambah pemberian cairan secara oral untuk rehidrasi.

You might also like