You are on page 1of 37

Bab 3 D. Model Kinerja Proses kinerja organisasional dipengaruhi oleh banyak faktor.

Hersey, Blanchard, dan Johnson menggambarkan hubungan antara kinerja dengan faktor-faktor yang memperngaruhi dalam bentuk Satelite Model. Menurut satelite model, kinerja organisasi diperoleh dari terjadinya intergrasi dari faktor-faktor pengetahuan, sumber daya bukan manusia, posisi strategis, proses sumber daya manusia, dan stuktur. Kinerja dilihat sebagai pencapaian tujuan dan tanggung jawab bisnis dan sosial dari perspektif pihak yang mempertimbangkan. Faktor pengetahuan meliputi masalah-masalah teknis, administrasi, proses

kemanusiaan dan sistem. Sumber daya nonmanusia meliputi peralatan, pabrik, lingkungan kerja, teknologi, kapital, dan dana yang dapat dipergunakan. Posisi strategis meliputi masalah bisnis atau pasar, kebijakan sosial, sumber daya manusia dan perubahan lingkungan. Proses kemanusiaan terdiri dari masalah nilai, sikap, norma, dan interaksi. Semetara itu, struktur manajemen, sistem informasi, dan fleksibilitas.

Performance Performan ce Stucture Knowledge

Intrgation Nonhuman process intergation Strategic positioning

Human process integration

Gambar 4.2: Model Satelite Kinerja Organisasi Sumber: Paul Hersey, Kenneth H Blanchard, dan Dewey E. Johnson, Managementof organazational Behavior, 1996:386

Hersey, Blanchard, dan johnson menengarai bahwa kebanyakan manajer sangat efektif dalam mengungkapkan tentang apa yang menjadi masalah dalam kinerja. Akan tetapi, pada umumnya lemah dalam mengetahui tentang bagaimana masalah tersebut terjadi. Pendapat lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, antara lain dikemukakan Armstrong dan Baron (1998:16), yaitu sebagai berikut. 1. Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu. 2. Leadership factor, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader. 3. Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja. 4. System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi. 5. Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal. The Achieve Model dirumuskan oleh Hersey dan Blanchard dari pendapat beberapa pakar. John W . Atkinson mengindikasikan bahwa kinerja merupakan fungsi motivasi dan kemampuan. Dengan demikian, model persamaan kinerja = f (motivasi, kemampuan). Sementara itu, Lyman Porter dan Edward Lawler berpendapat bahwa kinerja merupakan fungsi dari keinginan melakukan pekerjaan, keterampilan yang perlu untuk menyelesaikan tugas, pemahaman yang jelas atas apa yang dikerjakan dan bagaimana mengejakannya. Dengan demikian, dapat dirumuskan model persamaan kinerja = f (keinginan melakukan pekerjaan, melakukuan). Sementara itu, Jay Lorsch dan Paul Laurence menggunakan pemahaman bahwa kinerja adalah fungsi atribut individu, organisasi, dan lingkungan sehingga dirumuskan model persamaan kinerja = f (atribut individu, organisasi, lingkungan). Berdasarkan pendapat di atas, Hersey, Blanchard, dan johnson merumuskan adanya tujuh faktor kinerja yang mempengaruhi kinerja dan dirumuskan dengan akronim ACHIEVE. A Ability (knowledge dan skill) C Clarity (understanding atau role perception) H Help (organisational support) I Incentive (motivation atau willingness) keterampilan, pemahaman apa dan bagaimana

E Evaluation (coaching dan performance feedback) V Validity (valid dan legal personnel practises) E Environment (environmental fit) Pelaksanaan kinerja akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang

bersumber dari pekerja sendiri maupun yang bersumber dari organisasi. Dari pekerja sangat dipengaruhi oleh kemampuan atau kompetensinya. Sementara itu, dari segi organisasi dipengaruhi oleh seberapa baik pemimpin memberdayakan pekerjanya; bagaimana mereka memberikan penghargaan pada pekerja; dan bagaimana mereka membantu meningkatkan kemampuan kinerja pekerja melalui coaching, mentoring dan counselling. E. Indikator Kinerja Indikator kinerja atau performance indicators kadang-kadang dipergunakan secara bergantian dengan ukuran kinerja (performance measures), tetapi banyak pula yang membedakannya. Pengukuran kinerja berkaitan dengan hasil yang didapat dikuantitatifkan dan mengusahakan data setelah kejadian. Sementara itu, indikator kinerja dipakai untuk aktivitas yang hanya dapat ditetepkan secara lebih kualitatif atas dasar perilaku yang dapat diamati. Indikator kinerja juga menganjurkan sudut pandang prospektif (harapan ke depan) daripada retrospektif (melihat ke belakang). Hal ini menunjukkan jalan pada aspek kinerja yang perlu diobservasi. Terdapat tujuh indikator kinerja. Dua diantaranya mempunyai peran ssangat penting, yaitu tujuan dan motif. Kinerja ditentukan oleh tujuan yang hendak dicapai dan untuk melakukannya diperlukan adanya motif. Tanpa dorongan motif untuk mencapai tujuan, kinerja tidak akan berjalan. Dengan demikian, tujuan dan motif menjadi indikator utama dari kinerja. competence Feedback motivasi Goals

Means Opportunity
Gambar 4.3: indikator kinerja

Standard

Sumber: Paul Hersey, Kenneth H.blanchard, dan Dewey E. Johnson, Management of organzational behavior, 1996:36

Namun, kinerja memerlukan adanya dukungan sarana, kompetensi, peluang, standar, dan umpan balik. Kiatan di antara ketujuh indikator tersebut digambarkan oleh Hersey, Blanchard, dan Johnson dengan penjelasan seperti berikut. 1. Tujuan Tujuan merupakan keadaan yang berbeda yang secara aktif dicari oleh seorang individu atau organisasi untuk dicapai. Pengertian tersebut mengandung makna bahwa tujuan bukanlah merupakan persyaratan, juga bukan merupakan sebuah keinginan. Tujuan merupakan sesuatu keadaan yang lebih baik yang ingin dicapai di masa yang akan datang. Dengan demikian, tujuan menunjukkan arah ke mana kinerja harus dilakukan. Atas dasar arah tersebut, dilakukan kinerja untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan, diperlukan kinerja individu, kelompok, dan organisasi. Kinerja individu maupun organisasi berhasil apabila dapat mencapai tujuan yang diinginkan. 2. Standar Standar mempunyai arti penting karena memberitahukan kapan suatu tujuan dapat diselesaikan. Standar merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu tujuan tercapai. Standar menjawab pertanyaan temtang kapan kita tahu bahwa kita sukses atau gagal. Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu mencapai standar yang ditentukan atau disepakati bersama antara atasan dan bawahan. 3. Umpan Balik Antara tujuan, standar, dan umpan balik bersifat saling terkait. Umpan balik melaporkan kemajuan, baik kualitas maupun kuantitas, dalam mencapai tujuan yang didefinisikan oleh standar. Umpan balik terutama penting ketika kita mempertimbangkan real goals atau tujuan sebenarnya. Tujuan yang dapat diterima oleh pekerja adalah tujuan yang bermakna dan berharga. Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan umpan balik dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja. 4. Alat atau Sarana Alat atau merupakan sumber daya yang dapat dipergunakan untuk membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat atau sarana merupakan faktor penunjang untuk

pencapaian tujuan. Tanpa alat atau sarana, tugas pekerjaan spesifik tidak dapat dilakukan dan tujuan tidak dapat diselesaikan sebagaimana seharusnya. Tanpa alat tidak mungkin dapat melakukan pekerjaan. 5. Kompetensi Kompetensi merupakan persyaratan utama dalam kinerja. Kompetensi merupakan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik. Orang harus melakukan lebih dari sekedar belajar tentang sesuatu, orang harus dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Kompetensi memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan. 6. Motif Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. Manajer memfasilitasi motivasi kepada karyawan dengan insentif berupa uang, memberikan pengakuan, menetapkan tujuan menantang, menetapkan standar terjangkau, meminta umpan balik, memberikan kebebasan melakukan pekerjaan termasuk waktu melakukan pekerjaan, menyediakan sumber daya yang diperlukan dan menghapuskan tindaka yang mengakibatkan disintensif. 7. Peluang Pekerja perlu mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan prestasi kerjanya. Terdapat dua faktor yang menyumbangkan pada adanya kekurangan kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan waktu dan kemampuan untuk memenuhi syarat. Tugas mendapatkan prioritas lebih tinggi, mendapat perhatian lebih banyak, dan mengambil waktu yang tersedia. Jika pekerja dihindari karena supervisor tidak percaya terhadap kualitas atau kepuasan konsumen, mereka secara efektif akan dihambat dari kemampuan memenuhi syarat untuk berprestasi. F. Kinerja Organisasional Bagaimana suatu organisasi mencapai sukses untuk sebagian besar ditentukan oleh manajer. Apabila manajer melakukan pekerjaan dengan baik, organisasi mencapai tujuannya. Namun, apabila sebaliknya manajer tidak mampu melakukan tugasnya, organisasi akan gagal mencapai tujuan. Demikian pula apabila organisasi dalam suatu negara mencapai tujuannya, negara secara menyeluruh memperoleh kemakmuran.

Masalah seberapa baik manajer melakukan pekerjaannya, atau kinerja manajerial, dapat menjadi bahan perdebatan. Manajemen kinerja merupakan ukuran seberapa efisien dan efektif seorang manajer, seberapa baik manajer mempertimbangkan dan mencapai tujuan yang tepat. Kriteria dan konsep mengevaluasi manajer dan organisasi oleh Peter Drucker dinyatakan dalam ukuran efisiensi dan efektifitas. Efisiensi mengandung makna doing things right, melakukan sesuatu dengan cara yang benar. Kemampuan melakukan sesuatu dengan baik adalah merupakan konsep input-output. Manajer yang efisien adalah yang mencapai output atau hasil, yang diukur dari input (tenaga, bahan dan waktu) yang dipergunakan untuk mencapainya. Manajer yang mampu meminimalkan biaya sumber daya yang dipergunakan untuk mencapai tujuan adalah bertindak secara efisien. Efektivitas mengandung makna doing nthe right things, melakukan sesuatu hal yang benar. Manajer yang memilih tujuan yang tidak tepat (memproduksi kendaraan besar padahal permintaan lebih banyak pada kendaraan kecil) adalah manajer yang tidak efektif, walaupun kendaraan besar diproduksi dengan efisien. Tidak ada efisiensi yang dapat mengantikan efektivitas. Efektivitas merupakan kunci sukses organisasi. Sebelum memfokuskan pada efisiensi, kita harus yakin telah menemukan hal yang benar untuk dilakukan. Kinerja organisasional merupakan produk dari banyak faktor, termasuk struktur organisasi, pengetahuan, sumber daya bukan manusia, posisi strategis dan proses sumber daya manusia. Kinerja memerlukan strategi, tujuan, dan integrasi. Strategi merupakan integrasi rencana tindak yang sangat luas untuk mencapai tujuan organisasi. Sementara itu, yang dimaksud dengan tujuan adalah memperbaiki produktivitas sumber daya manusia. Karena strategi bersifat terintegrasi, semua faktor atau variabel saling berhubungan dan memberikan kontribusi pada kinerja. Sementara itu integrasi tidak hanya diperlukan untuk menghadapi keadaan saat ini, tetapi lebih penting lagi untuk proses perubahan yang perlu dilakukan untuk menghadapi masa depan organisasi (Hersey, Blanchard, dan Johnson, 1996:383). G. Kinerja Individu dalam Kelompok Seseorang apabila bekerja untuk dirinya sendiri, prestasinya dapat berbeda dengan apabila bekerja bersama orang lain dalam kelompok. Kinerjanya dapat menjadi lebih baik dan meningkat, namun sering kali menjadi merosot apabila salah dalam menanganinya. 1. Fasilitas Sosial

Fasilitas sosial merupakan suatu kecenderungan bahwa kehadiran orang lain kadang-kadang meningkatkan kinerja individu dan pada waktu yang lain menghalanginya (Greenberg dan Baron, 2003:284). Kata fasilitasi sebenarnya menunjukkan makna perbaikan dalam kinerja. Para ilmuwan menggunakan fasilitasi sosial untuk perbaikan kinerja dan mengurangi pembatasan kehadiran orang lain. 2. Social Loafting Social loafting merupakan suatu kecenderungan bagi anggota kelompok untuk menggunakan lebih edikit usaha individu pada tugas tambahan apabila ukuran kelompok meningkat (Greenberg dan Baron, 2003:284). Tugas tambahan merupakan tipe tugas kelompok di mana usaha terkoordinasi dan beberapa orang ditambahkan bersama membentuk produk kelompok. Kecenderungan orang mengurangi usahanya apabila bekerja dengan orang lain merupakan masalah serius dalam organisasi. Terdapat beberapa cara untuk mengatadi social loafing, yaitu sebagai berikut. a. Make each performer identifiable, membuat masing-masing orang yang melakukan kinerja dapat diidentifikasi. Social loafting mugnkin terjadi ketika orang merasa dalam kondisi di mana setiap kontribusi individu tidak dapat dipertimbangakan. Apabila kontribusi setiap individu terhadap tugas ditunjukkan di mana dapat dilihat oleh orang lain, orang mungkin kurang suka menurunkan kinerjanya daripada ketika hanya kinerja kelompok atau organisasi seluruhnya ditampilkan. Apabila kontribusi individu terhadap kelompok semakin ditonjolkan, semakin besar dorongan dirsaskan individu untuk membuat kontribusi kelompok. b. Make work tasks more important and interisting, membuat tugas pekerjaan menjadi lebih penting dan menarik. Orang tidak suka dikatakan menumpang ketika tugas yang mereka kerjakan adalah vital bagi organisai. Namun, seorang tenaga penjualan yang merasa pekerjaannya kurang berharga semakin terikat pada social loafting. c. Reward individuals for contributing ti their groupss performance, memberikan penghargaan kepada individu yang memberikan kontribusi pada kinerja kelompok. Hal ini mendorong minat individu dalam kinerja kelompok. Melakukan tindakan ini membantu pekerja lebih fokus pada kepentingan kolektif dan kurang pada kepentingan individu. d. Use punishment threats, menggunakan ancaman hukuman. Kenyataan bahwa pengurangan kinerja mungkin dikontrol dengan menghukum individu yang kinerjanya menurun, social loafting mungkin dapat dikurangi. Apabila ancaman hukuman dibuat, kinerja kelompok meningkat sehingga menghilangkan social loafting.

Bab 4 A. Pengertian Penilaian Kinerja Pengembangan ekonomi melalui industrialisasi, perdagangan, real estate, asuransi, perbankan, bisnis maupun pengembangan agrobisnis yang berorientasi pada akumulasi modal, ataupun pembangunan di sektor lainnya dan pemerataan pendapatan tercermin di antaranya dalam produktivitas nasional sebagai salah satu indikator kinerja sebuah bangsa. Dalam kaitan itu, orang-orang mulai melihat pentingnya melakukan usaha nyata secara produktif, efisien, dan efektif dalam setiap kehidupan. Oleh karena itu, orang-orang mulai memikirkan cara-cara yang benar dalam berkarya atau bekerja untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat sesuai dengan harapan mereka masing-masing. Mengingat pentingnya sumber daya manusia (SDM) di antara faktor-faktor produksi yang lain, perusahaan melakukan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan karyawan demi tercapainya kinerja yang diharapkan dapat memberi sumbangan yang sangat berarti bagi kinerja dan kemajuan perusahaan. Kebutuhan tenaga-tenaga terampil di dalam berbagai bidang sudah merupakan tuntutan dunia global yang tidak dapat ditunda. Di masa krisis yang melanda seperti saat ini, justru kita seharusnya lebih menyadari bahwa kita dituntut untuk memiliki kemampuan dalam membuat rencana pengembangan SDM yang berkualitas. Bila saatnya nanti kita berhasil mengatadi krisis moneter, SDM kita hendaknya telah siap untuk memasuki era persaingan bebas sebagai era pertukaran barang dan jasa tanpa batas SDM yang ada telah siap bersaing dengan SDM megara-negara tetangga serta SDM dari negara-negara ekonomi maju. Dalam upaya mengatasi permasalahan yang sangat kompleks ini, manajemen dapat melakukan perbaikan ke dalam, yang salah satunya melalui pengembangan SDM. Perbaikan kondisi internal ini sekaligus bertujuan untuk memperkuat diri dan meningkatkan daya tahan dalam menghadapi persaingan lokal dan global yang pasti akan semakin ketat. Ini artinya perusahaan harus memperbaiki kinerja perusahaannya melalui perbaikan kinerja karyawannya. Keberhasilan perusahaan dalam memperbaiki kinerja perusahaannya sangat tergantung pada kualitas SDM yang bersangkutan dalam berkarya atau bekerja sehingga perusahaan perlu memiliki karyawan yang berkemampuan tinggi. Bekerja merupakan kegiatan manusia untuk mengubah keadaan tertentu dari suatu alam lingkungan. Perubahan itu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup,

mempertahankan hidup; dan memelihara hidup yang pada dasarnya semuanya untuk memenuhi tujuan hidup. Tujuan hidup melalui bekerja meliputi tujuan yang khusus dan

pengelompokan kerja yang menimbulkan rasa berprestasi (sense of accomplishment) dalam diri individu pekerja tersebut. Pada dasarnya kebutuhan hidup manusia tersebut tidak hanya berupa material, tetapi juga bersifat nonmaterial, seperti: kebanggaan dan kepuasan kerja. Di dalam proses mencapai kebutuhan yang diinginkan, tiap individu cenderung akan dihadapkan pada hal-hal baru yang mungkin tidak diduga sebelumnya sehingga melalui kemajuan dalam hidupnya. Dalam proses bekerja itulah, seseorang dapat dilihat bagaimana kinerjanya. Sementara itu, kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Jika dilihat dari asal katanya, kata kinerja adalah terjemahan performance, yang menurut The Scribner- bantam english dictionary, terbitan Amerika Serikat dan Canada (1979), berasal dari kata to perform dengan beberapa entries yaitu: (1) melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute); (2) memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar (to discharge of fulfill; as vow); (3) melaksanakan atau menyempurnakan tanggunf jawab (to execute or complete an understaking); (4) melakukan sesuatu yang diharapakan oleh seseorang atau mesin (to do what is expected of a person machine). Beberapa pengertian berikut ini akan memeperkaya wawasan kita tentang kinerja. 1. Kinerja merupakan hasil seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta (Stolovitch and Keeps: 1992). 2. Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri pekerja (Griffin: 1987). 3. Kinerja dipengaruhi oleh tujuan (Monday and Premeaux: 1993). 4. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk

menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Hersey and Blanchard: 1993). 5. Kinerja merujuk kepada pencapaian tujuan karyawan atas tugas yang diberikan (Casio: 1992). 6. Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik (Donnelly, Gibson and Ivancevich: 1994).

7. Pencapaian tujuan yang telah ditetapkan merupakan salah satu tolok ukur kinerja individu. Ada tiga kriteria dalam melakukan penilaian kinerja individu, yakni: (a) tugas individu; (b) perilaku individu; dan (c) ciri individu (Robbin: 1996). 8. Kinerja sebagai kualitas dan kuantitas dari pencapaian tugas-tugas, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok maupun perusahaan (Schermerhorn, Hont and Osborn: 1991). 9. Kinerja sebagia fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau opportunity (O), yaitu kinerja = f (A x M x O). Artinya: kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan (Robbins: 1996). Dengan demikian, kinerja ditentukan oleh faktor-faktor kemampuan, motivasi dan kesempatan. Kesempatan kinerja adalah tingkat-tingkat kinerja yang tinggi yang sebagian merupakan fungsi dari tiadanya rintangan-rintangan yang mengendalakan karyawan itu. Meskipun seorang individu mungkin bersedia dan mampu, bisa saja ada rintangan yang menjadi penghambat, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.1 halaman berikut. Dengan demikian , kinerja adalah kesediaan seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Jika dikaitkan dengan performance sebagai kata benda (noun) di mana salah satu entrinya adalah hasil dari suatu pekerjaan (thing done), pengertian performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam ssuatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral dan etika.

Kemampuan

Kinerja

Motivasi

Peluang

GAMBAR 2.1 Dimensi Kerja

Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, tapi berhubungan dengan kepuasan kerja dan tingkat imbalan, dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan dan sifatsifat individu. Oleh karan itu, menurut model partner-lawyer (Donnelly, Gibson and Ivancevich: 1994), kinerja individu pada dasrnya dipengaruhi oleh faktor-faktor: (a) harapan mengenai imbalan; (b) dorongan; (c) kemampuan; kebutuhan dan sifat(d) persepsi terhadap tugas; (e) imbalan dan eksternal; (f) persepsi terhadap imbalan dan kepuasan kerja. Dengan demikian, kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu: (1) kemampuan, (2) keinginan dan (3) lingkungan. Olh karena itu, agar mempunyai kinerja yang baik, seseorang harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengerjakan serta mengetahui pekerjaannya. Tanpa mengetahui ketiga faktor ini kinerja yang baik tidak akan tercapai. Dengan demikian, kinerja individu dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan. Kinerja individu dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Kepuasan kerja itu sendiri adalah persaan individu terhadap pekerjaannya. Perasaan ini berupa suatu hasil penilaian mengenai seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan mampu memuaskan

kebutuhannya. Kepuasan tersebut berhubungan dengan faktor-faktor individu, yakni; (a) kepribadian seperti aktualisasi diri, kemampuan menghadapi tantangan, kemampuan menghadapi tekana; (b) status dan senioritas, makintinggi hierarkis di dalam perusahaan lebih mudah lebih mudah individu tersebut untuk puas; (c) kecocokan dengan minat, semaki cocok minat individu semakintinggi kepuasan kerjanya; (d) kepuasan dalam hidupnya, yaitu individu yang mempunyai kepuasan yang tinggi terhadap elemen-elemen kehidupannya yang tidak berhubungan dengan kerja, biasanya akan mempunyai kepuasan kerja yang tinggi. Dari berbagai definisi yang dikemukakan di atas, maka dapt disimpulkan bahwa pada hakikatnya kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya sesuai dengan standar dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan itu. Dengan pandangan tersebut kinerja mempunyai empat aspek, yaitu: (1)

kemampuan; (2) penerimaan tujuan perusahaan; (3) tingkatan tujuan yang dicapai; (4) interaksi antara tujuan dan kemampuan para karyawan dalam perusahaan, di mana masingmasing elemen tersebut berpengaruh terhadap kinerja seseorang. Seorang karyawan tidak akan mamapu bekerja dengan baik jika tidak memiliki kemempuan untuk mengerjakan

pekerjaan tersebut. Meskipun pekerjaan itu dapat dikerjakan, namun tidak membuahkan hasil memuaskan. Oleh karena itu, dalam rangka peningkatan kinerja seorang karyawan, pengetahuan bidang tugas pekerja yang bersangkutan sangat penting. Dengan demikian,

faktor-faktor yang menandai kinerja adalah hasil ketentuan: (1) kebutuhan yang dibuat pekerja; (2) tujuan yang khusus; (3) kemampuan; (4) kompleksitas; (5) komitmen; (6) umpan balik; (7) situasi; (8) pembatasan; (9) perhatian pada setiap kegiatan; (10) usaha; (11) ketekunan; (12) ketaatan (13) kesediaan untuk berkorban; dan (14) memiliki standar yang jelas. Evaluasi Kinerja (performance ebaluation), yang dikenal juga dengan istilah penilaian kinerja (performance apprasial), performance raring, performance assesment, employee evaluation, merit, rating, efficiency rating, service ratin, pada dasrnya merupakan proses yang digunakan perusahaan untuk mengevaluasi job performance. Jika dikerjakan dengan benar, hal ini akan memberikan manfaat yang penting bagi karyawan, supervisor, departemen SDM, maupun perusahaan. Supervisor dan manajer harus mengevaluasi kinerja untuk mengetahui tindakan apa yang akan diambil. Umpan balik yang spesifik memungkinkan mereka untuk membuat perencanaan karier (craeer planning), pelatihan dan pengembangan (training and development), peningkatan gaji (pay increases), promosi, dan keputusan-keputusan penempatan lainnya. Performance evaluation berkaitan dengan kinerja dan pertanggung jawaban karyawan pada perusahaan. Dalam dunia bersaing secara global, perusahaan membutuhkan kinerja yang tinggi. Pada saat yang bersamaan, karyawan membutuhkan feed back terhadap kinerjanya sebagai pembimbing sikap untuk masa yang akan datang. Departemen SDM menggunakan informasi yang dikumpulkan melalui performance evaluation untuk mengevaluasi keberhasilan dari perekrutan, seleksi, orientasi, penempatan, pelatihan, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Meskipun penilaian harian yang terus-menerus dan informal penting dilakukan untuk memperlancar operasional, tapi metode ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan departemen SDM. Penilaian formal dibtutuhkan untuk membantu manajer dalam hal yang berkaitan dengan keputusankeputusan SDM seperti penempatan, penggajian dan lainn-lain. Pada perusahaan yang ditata dengan baik, penilaian dihubungkan dengan permasalahan. Penylai dan manajer sering menganggap penilaian formal sebagai suatu yang tidak dibutuhkan. Mereka merasa bahwa mereka telah mengetahui bagaimana pekerjaan karyawan mereka, dan mereka menganggap tidk perlu menghabiskan waktu yang berharga untuk melakukannya. Di

samping itu, rancangan sistem penilaian yang kurang tepat memungkinkan terjadinya tindakan yang tidak diinginkan oleh karyawan dan supervisor. Dengan demikian, jelaslah bahwa penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Selai itu, kinerja sebagai suatu sistem pengukuran, dan evaluasi, mempengaruhi atribut-atribut yang berhubungan dengan pekerjaan karyawan, perilaku dan keluaran, dan tingkat absensi untuk mengetahui tingkat

kinerja karyawan pada saat ini. Dalam praktiknya, evaluasi kinerja menggunakan alat evaluasi, berupa pemberian komentar di dalam formulir yang isinya berkaitan dengan pengamatan seorang pemimpin terhadap karyawan tentang kerja itu sendiri (seperti evaluasi harian, mingguan, bulanan,triwulanan; semesteran atau tahunan) yang dikaitkan dengan perilaku di dalam pekerjaan. Analisis kinerja perlu dilakukan secara terus-menerus melalui proses komunikasi antara karyawan dengan pemimpin. Untuk itu, ada tiga kriteria dalam melakukan penilaian kinerja karyawan, yaitu: (1) tugas karyawan; (2) perilaku karyawan; dan (3) ciri-ciri karyawan. Di dalamnya meliputi bagaimana melihat efektivitas karyawan, menelusuri faktor-faktor yang membentuk kinerja, menyesuaikan standar kinerja dengan kondisi yang ada, dan memberikan tambahan kemampuan kepada katyawan. Dengan demikian, suatu perusahaan tidak bisa hanya sekedara mempunyai sistem penilaian saja; sistem harus efektif, diterima dsn pantas digunakan. Dengan terpenuhnya kondisi-kondisi itu, sistem performance evaluation dapat mengidentifikasikan peningkatan yang diperlukan pada SDM yang berhubungan dengan analisis dan penempatan, pelatihan dan pengembangan, perencanaan karier, dan lain-lain. Di samping itu, performance evalution sangat penting untuk memfokuskan karyawan terhadap tujuan strategis dan untuk penempatan, untuk penggantian perencanaan dan tujuan untuk pelatihan dan

pengembangan. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja atau performane evaluation merupakan: 1. Alat yang palingbaik umtuk menentukan apakah karyawan telah memberikan hasil kerja yang memadai dan melaksanakan aktivitas kinerja sesuai dengan standar kinerja; 2. Satu cara untuk penilaian kinerja dengan melakukan penialain mengenai kekuatan dan kelemahan karyawan; 3. Alat yang baik untuk menganalisis kinerja karyawan dan membuat rekomendasi perbaikan. B. Syarat-syarat Berkualitas Penilaian Kinerja 1. Input (potensi) Agar penilaian kinerja tidak bias dapat mencapai sasaran sesuai yang dikehendaki oleh perusahaan, maka perlu ditetapkan, disepakati, dan diketahui faktor-faktor yang akan dinilai/dievaluasi sebelumnya sehingga setiap karyawan yang ada dalam perusahaan telah mengetahui dengan pasti faktor-faktor apa yang akan dinilai. Dengan demikian, akan tercipta ketenangan kerja. Perlu ada kejelasan ruang lingkup pengukuran, seperti berikut ini. a. Who?

Pertanyaan ini mencakup hal-hal berikut ini. 1) Siapa yang harus dinilai? Yaitu seluruh karyawa yang ada dalam perusahaan dari jabatan yang tertinggi sampai jabatan yang terendah. 2) Siapa yang harus menilai? Evaluasi kinerja dapat dilakukan oleh atasan langsung dan atasan tidak langsung. Atau dapat ditunjuk orang tertentu yang menurut pemimpin perusahaan memilik keahlian dalam bidangnya. b. What? Apa yang harus dinilai? Pertanyaan ini mencakup hal-hal berikut ini. 1) Objek atau materi yabg dinilai, antara lain hasil kerja, kemampuan sikap, kepemimpinan kerja dan motivasi kerja (atau disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan) 2) Dimensi waktu, yaitu kinerja yang dicapai pada saat ini (current performance), dan potensi yang dapat dikembangkan pada waktu yang akan datang (future potencial) c. Why? Mengapa kinerja itu harus dilakukan? Hal ini digunakan untuk: 1) Memelihara potensi kerja; 2) Menetukan kebutuhan pelatihan; 3) Dasr untuk mengembangakan karier; 4) Dasr untuk promosi jabatan. d. When? Waktu pelaksanaan penilaian kinerja dapar dilakukan secara formal dan informal. 1) Penilaian kinerja secara formal dilakukan secara periodik, seperti setiap hari, minggu, bulan, triwulan, semester, atau setiap tahun. 2) Penilaian kinerja secara informal dilakukan secara terus-menerus dan setiap saat atau setiap hari kerja. e. Where? Penilaian kinerja dapat dilakuakan pada dua tempat, berikut ini. 1) Di tempat kerja (on the job evaluation) Pelaksanaan penilaian kinerja di tempat kerja yang bersangkutan, atau di tempat lain yang masih dalam lingkungan perusahaan. 2) Di luar tempat kerja (off the job evaluation) Pelaksanaan penilaian kinerja dapat dilakukan di luar perusahaan dengan cara meminta bantuan konsultan. f. How?

Bagaimana penilaian dilakukan, yaitu dengan menggunakan metode tradisonal atau metode modern. Penilaian dengan menggunakan metode tradisoanal, antara lain dengan rating scale, dan employee comparison, sedngkan penilaian dengan menggunakan metode modern, antara lain dengan mangement by objective dan assesment centre. Setelah beberapa pertanyaan di atas dapat dijawab dan semakin jelas baik bagi karyawan, supervisor, maupun perusahaan, hal-hal berikut ini perlu pula ditetapkan sejak awal sebelum seorang karyawan akan dinilai. a. Ukuran-ukuran keberhasilan dalam pekerjaan dapat ditentukan dengan tepat dan lengkap, dan diuraikan dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dan diukur secara cermat dan tepat. Ukuran-ukuran keberhasilan yang sering digunakan dalam pekerjaan ialah ciri kepribadian dalam bentuk sifat (prakarsa, kemampuan dalam bekerja sama, dan hasil/prestasi kerja). Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja seorang karyawan yang perlu dipertimbangkan dan diperhatikan di gambarkan dalam gambar di bawah ini.

Human performance

Ability

Motivation

Ability Motivation

Knowledge Attitude

Skill Situation

GAMBAR 2.2. faktor- faktor yang Mempengaruhi Kinerja

b. Standar pekerjaan seharusnya dapat diterima oleh karyawan sebagai standar pekerjaan yang masuk akal (dapat dicapai dengan upaya tertentu). Standar ditetapkan bersama antar atasan dengan karyawan yang akan dinilai dan dilakukan secara berkala pada setiap permulaan periode penilaian kerja. Selain itu, dalam menyusun formulir evaluasi harus disesuaikan dengan bidang tugas dan tanggung jawab karyawan. Ketidak sesuaian antara faktor yang akan dinilai akan membingungkan karyawan. Ketika penilaian dilakuakan antara yang dikerjakan karyawan dengan evaluasinya nanti. 2. Proses (pelaksanaan)

Dalam fase pelaksanaan, proses konsultasi dengan sebanyak mungkin individu dan kelompok harus dilakukan, untuk menjamin seluruh aspek dari sistem penilaian kinerja dapat dihubungakan secara menyeluruh dari pokok-pokok yang berhubungan dengan praktik sehingga dapat berjalan dengan baik. Proses tersebut dapat dilakuakn melalui sarana-sarana berikut ini. Di antaranyandapat melalui: a. Briefing (penjelasan singkat) Persyaratan yang cukup penting bagi pelaksanaan yang sukses, yaitu jika seluruh karyawan dapat dilibatkan. Penilai atau yang dinilai harus diberi penjelasan secara menyeluruh mengenai sistemnya. Penjelasan yang baik harus: 1) Face to face 2) Didukung dengan buku panduan/pedoman yang berisi penjelasan yang dibutuhkan oleh penilai dan yang dinilai; 3) Suasana yang kondusif; 4) Tersedia sebuah mekanisme di mana tiap karyawan mengetahui siapa yang harus didekati untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka atau siapa yang mereka lebih suka dalam perusahaan secra pribadi. Dalam hal ini briefing harus meliputi: 1) Tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran dari sistem penilai kinerja; 2) Manfaat bagi kelompok-kelompok utama, karyawan yang dinilai, penilai dan perusahaan; 3) Rincian yang lengkap mengenai putaran-putaran penilaian, berbagai elemennya, termasuk metode dan dokumentasi; 4) Apa-apa yang benar diharapkan dari masing-masing kelompok pada tiap tahap dalam putaran kinerja; 5) Wawancara penilaian sesuai kepentingan pokoknya; 6) Hasil penilaian. b. Pelatihan Pelatihan memberikan dampak yang baik dan besar bagi keefektifan wawancarawawncara penilaian. Salah satu trend/kecenderungan baru-baru ini adalah penytediaan pelatihan bagi karyawan yang dinilai sebagai kelompok yang selalu terabaikan, selain para penilai. Pembentukan kelompok yang sering diberi pelatihan, sudah jelas bahwa penggolongan dari kisaran area di mana pelatihan dibutuhkan, penting untuk dilakukan. Biasanya, bila suatu perusahaan akan memperkenalkan suatu sistem penilaian baru atau memodifikasi sistem lama, pelatihan bagi para penilai akan terfokus pada:

1) Penilaian kebijakan perusahaan; 2) Sistem dan dokumentasi; 3) Keterampilan penilai. Dalm pelaksanaannya, sebaiknyan ada pemisahan atau pembedaan antara pelatihan tentang sistem dan prosedur dengan penjelasan tentang sistem penilaian agar sasaran untuk memperkenalkan sistem penilaian ini tercapai. Sebaiknya dilaksanakan melalui wawancara (role play (role pley interview) yang biasanya terstruktur kedalam tiga tahap berikut ini. Tahap I Tahap II :role play (bermain peran) yang terfokus pada keterampilan :role play yang memasukkan/menggabungkan sebuah elemen dari dokumentasi penilaian (misalnya penggunaan dokumen-dokumen penilaian sendiri/pribadi) Tahap III :role play memasukkan penyelesaian dan dokumen-

dokumenpenilaian perusahaan. Permasalahan yang sering diabaikan dalam pelaitahan penilaian, antara alain sebagai berikut. 1) Pelatihan bagi yang dinilai. Penjelasan singkat bagi karyawan yang dinilai diharapkan dapat mengurangi kegelisahan/ketegangan dan dapat mengembangkan sikap-sikap positif yang membuat para karyawan sadar akan manfaat dari penilaian kinerja. 2) Peninjauan pelatihan. Bayak sistem penilaian membutuhkan figure untuk memainkan peran penting, umumnya dalam menjamion keadilan dan konsentrasi dalam penilaian terhadap karyawan. 3) Pemilihan waktu pelatihan. Masalah pemilihan waktu sering diabaikan, yaitu permasalahan akan pengadaan pelatihan yang lebih segar dapat membantu dalam menjaga momentum dari pelatihan. 4) Pelatihan untuk menetapkan sasaran. Penetapan sasaran sebagai area yang penting untuk dimasukkan. Siapa yang seharusnya menyelenggarakan pelatihan? Perusahaan-perusahaan biasanya meminta beberapa manajernya seperti spesialis SDM profesional atau mengundang kelompok eksternal dari perusahaan konsultan

manajemen profesional

3. Output (hasil) Perlu ada kejelasan hasil penilaian, seperti manfaat, dampak, risiko, serta tindak lanjut dari rekomendasi penilaian. Selain itu perlu diketahui apakah hasil penilaian ini berhasil meningkatkan kualitas kerja, motivasi kerja, etos kerja dan kepuasan kerja karyawan, yang akhirnya akan merefleksi pada peningkatan kinerja perusahaan. C. Unsur-unsur Kunci dalam Penilaian kinerja 1. Pendefinisian misi, penettapan tujuan dan sasaran-sasaran perusahaan

pendefinisian misi bertujuan: a. Meyakinkan adanya satu kesatuan tujuan di dalam perusahaan; b. Menyediakan dasar untuk memotivasi penggunaan sumber daya perusahaan; c. Mengembangkan suatu dasar, atau standar dalam rangka mengalokasikan sumber daya perusahaan; d. Melaksanakan suatu irama yang umum atau iklim perusahaan yang umum (misalnya: operasi yang berkenaan dengan pelayanan masyarakat); e. Menyediakan dasar identifikasi tujuan dan arah perusahaan; f. Mengakomodasikan proses penerapan tujuan dan sasaran ke dalam struktur kerja yang terlibat serta penugasan pigak-pihak yang bertanggung jawab di dalam perusahaan. g. Menetapkan tujuan-tujuan di dalam perusahaan. Untuk dapat merumuskan misi suatu perusahaan dengan tepat dan jelas, dapat menggunakan acuan utama, yaitu: a. Visi perusahaan; b. Jenis perusahaan; c. Jenis usaha. Misi suatu perusahaan dapat juga menggambarkan tentang hal-hal antara lain: a. Kegiatan atau aktivitas yang dominan; b. Kegiatan atau aktivitas yang unil/khas/khusus; c. Kegiatan atau aktivitas yang menjadi isu umum dari perusahaan yang bersangkutan. Penetapan tujuan dan sasaran perusahaan merupakan hasil pengkajian pernyataan misi yang berisi suatu kebijakan jangka panjang tertentu (misalnya lima tahun, sepuluh tahun atau dua puluh tahun) dan jangka pendek (tahunan) yang akan

dilakuakan dalam upaya mencapai hasil yang telah ditetapkan. Tujuan tidak harus dinyatakan dalam bentuk kuantitatif, mungkin hanya kualitatif, akan tetapi harus dapat mengekspresikan suatu kondisi di masa yang akan datang yang dapat diapai atau tidak. Sasaran sedapat mungkin ditetapkan dengan menggunakan ukuranukuran kuantitatif maupun kualitatif sehingga pencapaian sasaran dapat diukur dengan jelas dan mudah. 2. Penetapan Perencanaan Strategis dan Kebijakan Operasional Perusahaan

Perencanaan strategis merupakan proses berkesinambungan suatu pengambilan keputusan yang mengandung resiko. Pengambilan keputusan ini dilakukan secara sistematis dengan memanfaatkan pengetahuan yang luas tentang kondisi masa yang akan datang, mengelola usaha yang diperlukan untuk melaksanakan keputusan tersebut, dan membandingkan hasil yang dicapai dengan harapan yang telah ditetapkan, serta menyiapkan umpan balik untuk pengembalian selanjutnya.

Perencanaan strategis membantu pengambilan keputusan untuk memilih secara rasional di antara berbagai kemungkinan, sumber daya yang harus dialokasikan, sejalan dengan tujuan dan sasaran, serta hasil yang diharapkan dari perusahaan bersangkutan.

Perencanaa strategis mencakup: a. Analisis lingkungan untuk menentukan kendala dan kesempatan yang spesifik; b. Penilaian untuk menentukan kemampuan dan sumber daya utama yang dapat digunakan untuk mengembangkan strategi yang kompetitif dengan situasi yang ada; c. Intregasi kemampuan dan sumber daya yang khusus dengan kesempatan tertentu dalam lingkungan perusahaan; d. Penetapan tujuan dan sasaran perusahaan; e. Penciptaan beberapa kebijakan, rencana, program, dan tugas pokok perusahaan dan masing-masing departemen untuk menyukseskan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Penetapan kebijakan, baik yang bersifat umum maupun operasional, merupakan bagian dari penetapan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran. Strategi-strategi ini biasanya dituangkan dalam perencanaan yang bersifat strategis jangka menengah, dan jangka pendek. Perancangan program-program dan kegiatankegiatan hendaknya dipaparkan oleh unit instansi pemerintah sehingga terdapat

keterkaitan yang jelas antara kegiatan yang direncanakan dengan strategi yang digunakan dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran. 3. Penetapan dan Pengembangan Indikator-indikator Kinerja

Indikator kinerja merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur. Dalam menetapkan indikator kinerja, harus dapat diidentifikasikan suatu bentuk pengukuran yang akan menilai hasil dan outcome yang diperoleh dari aktivitas yang dilaksanakan. Indikator kinerja ini digunakan untuk meyakinkan bahwa kinerja hari demi hari karyawan membuat kemajuan menuju tujuan dan sasaran strategi.

Penetapan awal indikator kinerja hendaknya didasarkan pada perkiraan yang realistis dengan memerhatikan tujuan, sasaran dan hasil yang diinginkan. Penetapan awal ini mungkin berdasarkan data atau informasi yang sangat sedikit. Namun, paling tidak indikator yang ditetapkan sedapat mungkin lebih dari satu. Oleh karena itu, pemetapan indikator kinerja haruslah hasil kerja tim, bukan hasil kerja seseorang saja atau hasil pemikiran pemimpin perusahaan.

Dalam

mengembangkan

indikator

kinerja,

hendaknya

diperhatikan

bahwa

pengembangan tersebut difokuskan pada hal-hal utama yang merupakan kegiatan yang terikat pada tujuan program dan dapat menggambarkan tingkat keberhasilan pencapaiannya. Di samping itu, juga perlu dipertimbangkan antara sistem ukuran kinerja dengan kondisi nyata yang dihadapi seperti biaya pengumpulan data, tingkat kucukupan data, tingkat akurasi data, dan konsistensi data untuk pengambilan keputusan.

Untuk perusahaan yang baru pertama kali melakukan pengukuran kinerja dapat mengikuti langkah-langkah antara lain; a. Meneliti tugas poko dan fungsi perusahaan; b. Meneliti tujuan kebijakan dan program-program yang ada pada perusahaan; c. Meneliti sasaran program, sasaran pelaksanaan tugas dan target-target yang diteteapkan oleh kantor pusat (bagi kantor cabang atau kantor wilayah); d. Membuat daftar; indikator outcome; e. Membuat daftar variabel-variabel masukan dan proses; f. Memilih indikator-indikator yang diinginkan.

4. PengukuranKinerja dan Penilaian Pengukuran

Hal-hal yang perlukan dilakukan dalam mengukur kinerja adalah sebagai berikut. a. Penetapan indikator kinerja, dengan memerhatikan: 1) Karakteristik indikator kinerja yang baik, yaitu: a) Terikat pada tujuan program dan menggambarkan pencapaian hasil; b) Terbatas pada hal-hal yang perlu mendapat prioritas; c) Terpusat pada hal-hal yang vital dan penting bagi pengambilan keputusan; d) Terikat dengan sistem pertanggungjawaban yang memerlihatkan hasil. 2) Pertimbangkan utama penetapannya bahwa indikator kinerja harus: a) Menggambarkan hasil atau usaha pencapaian hasil; b) Merupakan indikator di dalam wewenangnya (uncntrollable); c) Mempunyai dampak negatif yang rendah; d) Digunakan untuk menghilangkan insentif yang sudah ada; e) Ada pengganti atau manfaat yang lebih besar jika menghilangkan insentif. Seperti itu, penetapan indikator kinerja harus tetap mengacu pada visi, misi, tujuan, sasaran yang telah ditetapkan seperti pada Gambar 2.3

visi Misi Tujuan Hasil Sasaran Aktivitas Strategi

Indikator Kinerja

Sistem informasi pengump ulan data

GAMBAR 2.3 Pola penetapan Indikator Kinerja

b. Cara Pengukuran Kinerja Keberhasilan ataupun kegagalan manajemen dapat diukur dengan melakukan: 1) Perbandingan antara kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan; 2) Perbandingan antara kinerja nyata dengan hasil (sasaran) yang diharapkan; 3) Perbandingan sebelumnya; antara kinerja nyata tahun ini dengan tahun-tahun

4) Perbandingan kinerja suatyu perusahaan dengan perusahaan lain yang unggul di bidangnya (bechmarking/patok duga); 5) Perbandingan capaian tahun berjalan dengan rencana dalam (dua, tiga, empat, atau lima tahun) tren pencapaian. c. Penilaian Kinerja Penilaian kinerja merupakan analisis dan interprestasi keberhasilan atau kegagalan pencapaian kinerja. Penilaian sebaiknya dikaitkan dengan sumber daya (input) yang berada di bawah wewenangnya seperti SDM, dana/keuangan, sarana-prasarana, metode kerja dan hal lainnya yang berkaitan. Tujuannya adalah agar dapat diketahui dengan pasti apakah pencapaian kinerja yang tidak sesuai (kegagalan) disebabkan oleh faktor input yang kurang mendukung atau kegagalan pihak manajemen.

5. Pelaporan Hasil-hasil Secara Formal

Pelaporan hasil pengukuran kinerja mempunyai dua fungsi, yaitu:

a. Sebagai pertanggung jawaban atas hasil yang dicapai, proses yang dilakukan, dan sumber daya yang telah dipercayakan untuk dikelola; b. Sebagai umpan balik dalam rangka meningkatkan kinerja di masa yang akan datang. Prinsip pelaporan yang harus digunakan adalah: 1) Prinsip pertanggungjawaban (responbility center) sehingga jelas lingkupnya; 2) Prinsip pengecualian yaitu yang dilaporkan hanya hal-hal yang penting dan relevan bagi pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban; 3) Prinsip perbandingan; 4) Prinsip manfaat lebih besar dari biayanya; 5) Prinsip akurasi; 6) Prinsip ketepatan waktu (timeliness).

6. Pengunaan Informasi Kinerja

Informasi kinerja digunakan sebagai sarana untuk menilai keberhasilan/ kegagalan pencapian kinerja pada suatu periode tertentu (misalnya tahunan) sebagai pertanggungjawaban penggunaan sumber daya (input) yang telah dikuasakan pada suatu perusahaan tertentu. Di samping itu, informasi kinerja digunakan juga sebagai

media

yang

memberikan

umpan

balik

(feedback)

sebagai

sarana

untuk

meningkatakn kinerjanya di masa yang akan datang.

Bab. 5 MOTIVASI A. PENDAHULUAN Tugas umum seorang pemimpin adalah memberikan pengarahan atau bimbingan (Finch & McGough, 1819). Pengarahan (leading) menurut Stoner (1992) meliputi: (1) motivasi, (2) kinerja, (3) kepuasan kerja, (4) kepemimpinan, (5) kelompok dan komite, (6) komunikasi, (7) negosiasi, dan (8) manajemen karier individu. Sementara itu Schermerhorn (1996) menyatakan bahwa leading meliputi: (1) dasar-dasar leading, (2) leading melalui motivasi, (3) leading melalui komunikasi, (4) leading melalui keterampilan personal, (5) leading melalui dinamika kelompok dan kerja tim, dan (6) leading melalui inovasi dan perencanaan perubahan. Robbin (2000) menyatakan bahwa leading meliputi: (1) memahami perilaku dasar manusia, (2) motivasi kerja dan ganjaran, (3) isu-isu dasar kepemimpinan, (4) isu-isu dasarer kontemporer, (5) membangun kepercayaan, dan (6) mengembangkan keterampilan interpersonal. Leading menurut Hunsaker (2001) meliputi: (1) membangun dasar kekuasaan, (2) mengarahkan perubahan, (3) memotivasi orang lain, (4) mengembangkan anak buah, dan (5) mengelola konflik. Dari ketiga pendapat tersebut ternyata terdapat persamaan, yang berbeda hanya istilahnya saja. Kepemimpinan menurut Stoner sama dengan dasar-dasar leading menurut Schermerhorn dan juga sama dengan isu-isu dasar kepemimpinan dan isu-isu kepemimpinan menurut Robbin. Motivasi menurut Stoner hampir sama maksudnya dengan leading melalui motivasi menurut Schermerhorn, dan motivasi kerja dan ganjaran menurut Robbin dan memotivasi orang lain menurut Hunsaker. Komunikasi menurut Stoner sama dengan leading melalui komunikasi menurut Schermerhorn. Kelompok dan komite menurut Stoner sama dengan leading melalui dinamika kelompok dan kerja tim menurut Schermerhorn. Manajemen karir individu menuut Stoner hampir sama dengan leading melalui keterampilan personal menurut Schermerhorn dan juga hampir sama dengan mengembangkan keterampilan interpersonal sama dengan mengembangkan anak buah menurut Hunsaker. Perbedaan ketiga pendapat terletak pada jumlah dan unsur-unsur lain dari leading. Negosiasi, kinerja, dan kepuasan kerja hanya ada pada pendapat Stoner. Leading melalui inivasi dan perencanaan perubahan hanya ada pada pendapat Schermerhorn dan Hunsaker. Membangun kepercayaan hanya ada pada Robbin. Manajemen konflik hanya ada pada pendapat Hunsaker.

Berdasarkan ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengarahan meliputi: (1) motivasi, (2) kepemimpinan, (3) kekuasaan, (4) pengambilan keputusan, (5) komunikasi, (6) koordinasi, (7) negosiasi, (8) manajemen konflik, (9) perubahan, (10) keterampilan interpersonal, (11) membangun kepercayaan, (12) penilaian kinerja, dan (13) kepuasan kerja. Motivasi merupakan salah satu alat atasan agar bawahan mau bekerja keras dan bekerja cerdas sesuai dengan yang diharapkan. Pengetahuan tentang pola motivasi membantu para manajer memahami sikap kerja pegawai masing-masing. Manajer dapat memotivasi pegawainya dengan cara berbeda-beda sesuai dengan pola masing-masing yang paling menonjol. Bawahan perlu dimotivasi karena ada bawahan yang baru mau bekerja setelah dimotivasi atasannya. Motivasi yang timbul dari luar disebut motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik biasanya lebih bertahan lama dan efektif dibandingkan motivasi intrinsik. Jika sesorang berhasil mencapai motivasinya, maka yang bersangkutan cenderung untuk terus termotivasi. Sebaliknya, jika seseorang sering gagal mewujudkan motivasinya, maka yang bersangkutan mungkin tetap ulet terus berusaha dan berdoa sampai motivasinya tercapai atau justru menjadi putus asa (frustasi). Berikut akan disajikan beda dengan motif, manfaat teori motivasi, toeri motivasi konten dari Maslow, Murray, Alderfer, Herzberg, McGregor, Lewin & Vroom, McClelland; serta teori motivasi dari teori harapan Porter-Lawler, teori perilaku Skinner, teori PorterLawler, toeri keadilan, dan teori White. Akhirnya, bab ini ditutup dengan tekinik-teknik memotivasi. B. MANFAAT TEORI MOTIVASI Motivasi sangat penting bagi manajer untuk meningkatkan kinerja (performance) bawahannya karena kinerja tergantung dari motivasi, kemampuan dan lingkungannya. Rumus adalah Kinerja (K) = fungsi dari motivasi (m), kemampuan (k), dan lingkungan (l) atau K=fm,k,l. C. MOTIVASI DAN MOTIF Motivasi ialah keinginan untuk berbuat sesuatu, sedangkan motif adalah kebutuhan (need), keinginan (wish), dorongan (desire) atau impuls. Motivasi merupakan keinginan yang terdapat pada seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan atau sesuatu yang menjadi dasar atau alasan seseorang berperilaku. Motivasi kerja dapat

diartikan sebagai keinginan atau kebuthan yang melatarbelakangi seseorang sehingga ia terdorong untuk bekerja. Motivasi seseorang ditentukan oleh intensitas motifnya. Pertanyaan yang penting bagi pemimpin manajerial ialah Bagaimana menimbulkan motivasi kerja anggota kelompoknya? Otivasi merupakan proses psikis yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu. Motivasi dapat berasal dari dalam diri maupun luar diri seseorang. Memotivasi diri apalagi memotivasi orang lain atau bawahan bukanlah pekerjaan yang mudah. Apalagi terhadap orang yang sudah berusia di atas 40 tahun, atau pegawai yang sudah cukup lama menggeluti pekerjaan yang sama, sementara kenaikan pangkat dan jabatan sudah kecil kemungkinannya. Rutinitas pekerjaan sering menimbulkan kejenuhan mendalam yang dapat menurunkan motivasi berprestasi, yang diperparah oleh kondisi kerja yang tidak mendukung. Dalam memotivasi bawahannya, manajer atau leader berhadapan dengan dua hal yang mempengaruhi orang dalam pekerjaan, yaitu kemauan dan kemampuan. Kemauan dapat diatasi dengan mengadakan diklat. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa kinerja manusia yang tampak dipengaruhi oleh fungsi motivasi dan kemampuannya. Motivasi cenderung menurun kekuatannya apabila sudah terpenuhi atau terhambat pemenuhannya. Pemuasan terhadap suatu kebutuhan mungkin terhambat dan orang itu kemudian putus asa (frustasi). Akan tetapi, ada pula yang ulet untuk mengatasi hambatan itu dan akhirnya berhasil. Hubungan antara motif, perilaku, dan kegiatan digambarkan sebagai berikut.

Moitf (uang) Perilaku

Aktivitas yang diarahkan pada tujuan untuk mencari pekrjaan

Tujuan mencari pekerjaan

Aktivitas tujuan (bekerja)

Gambar 5.1 Hubungan motif, tujuan, dan aktivitas D. TEORI MOTIVASI Teori motivasi dapat digambarkan sebagai berikut.

Apa Isi (content) fokus penyebab perilaku terjadi dan berhenti? Contoh : teori Maslow, Murray, Alderfer, McGregor, dan McClelland. Teori motivasi Proses fokus bagaimana perilaku dimulai dan dilaksanakan? Contoh: teori harapan, pembentukan, perilaku, Porter-Lawler, dan teori keadilan.

Gambar 5.2 Teori motivasi Teori isi memusatkan perhatiannya pada pertanyaan,apa penyebab perilaku terjadi dan berhenti. Jawabnya pada 1) kebutuhan, keinginan, atau dorongan yang memacu untuk melakukan kegiatan, 2) hubungan karyawan dengan faktor-faktor eksternal dan internal yang menyebabkan mereka melakukan kegiatan. Teori proses memusatkan perhatiannya pada bagaimana perilaku dimulai dan dilaksanakan. Model teori isi digambarkan sebagai berikut.

Kebutuhan

Dorongan

Kegiatan

Kepuasan Gambar 5.3 teori isi dari motivasi (Stoner,2000)

Kemampuan

Kebutuhan

Insentif
organisasi

Dampak persepsi

Usaha motivasi

Tingkat kinerja

Ganjaran

Kepuasan

Produktivitas Gambar 5.4 Proses motivasi (chung & Meggison, 1981)

Berdasarkan gambar diatas, dapat diketahui terjadinya proses motivasi diawali oleh adanya kebutuhan. Kebutuhan itu dipenuhi oleh insentif atau gaji/upah dari organisasi tempat kita bekerja. Gaji/upah yang kita terima memberikan dampak persepsi. Misalnya, jika organisasi semakin maju maka organisasi semakin untung. Apabila organisasi banyak keuntungannya, diharapkan gaji/upah atau bonus yang akan diterima semakin besar pula. Untuk maksud tersebut, muncul usaha-usaha motivasi. Usaha-usaha motivasi dan kemampuan memengaruhi tingkat kinerja. Tingkat kinerja memengaruhi ganjaran (hadiah) dan produktivitas. Produktivitas memengaruhi insentif organisasi dan ganjaran memengaruhi kepuasan. Apabila kepuasan terpenuhi, maka akan muncul pula kebutuhan-kebutuhan baru. Demikian seterusnya. Griffin & Moorhead (1986) menyajikan kerangka motivasi seperti gambar berikut. Proses Dasar Kebutuhan dan motif sebagai rangsangan Identifikasi tujuan yang akan memuaskan kebutuhan dan motif Kebutuhan dan motif sebagai rangsangan

penguatan inisial kebutuhan dan motif

Level nyata kebutuhan kepuasan dari pencapaian tujuan

Gambar 5.5 Kerangka motivasi (Griffin & Moorhead, 1986) Newstrom & Davis (1997) memberikan pola motivasi dengan asumsi bahwa setiap manusia cenderung mengembangkan motivasi tertentu sebagai hasil dari lingkungan budaya tempat manusia hidup.pola ini sebagai sikap yang memengaruhi cara-cara orang memandang pekerjaan dan menjalani kehidupan mereka, empat pola motivasi yang sangat penting adalah prestasi, afiliasi, kompetensi, dan kekuasaan. Keempat pola tersebut dijelaskan oleh Tabel 5.1 berikut. Pola Motivasi Prestasi Keterangan Dorongan untuk mengatasi tantangan, untuk maju, untuk berkembangan ,untuk mendapatkan yang terbaik, menuju pada kesempurnaan. Afiliasi Dorongan untuk berhubungan dengan orang lain secara efektif atas dasar sosial, dorongan ingin memiliki sahabat sebanyak-banyaknya. Kompetensi Dorongan untuk mencapai hasil kerja dengan kualitas tinggi, dorongan untuk mencapai keunggulan kerja, keterampilan memecahkan masalah,

dan berusaha keras untuk berinovasi. Tidak mau kalah dengan hasil kerja orang lain. Kekuasaan Dorongan untuk memengaruhi orang dan situasi.

Motivasi manusia menurut Claser (1998) adalah (1) survival, (2) belonging, (3) power, (4) fun, (5) freedom. Sedangkan motivasi manusia menurut Charles (2000) adalah (1) sex, (2) security, (3) dignity, (4) power, (enjoyment), dan (6) competence. Proses motivasi meliputi siklus yang disingkat AIDA, yaitu Attention (perhatian), interest (tertarik), Desire (terangsang), dan Action (tindakan). Manusia termotivasi karena ada perhatian. Ada perhatian menimbulkan ketertarikan. Ketertarikan menimbulkan rangsangan. Rangsangan menimbulkan tindakan. Proses motivasi dicontohkan oleh fibson, et al (2000:128) seperti gambar 5.6 berikut.

I.kebutuhan kurang terpenuhi saya ingin berprestasi sebaikbaiknya agar naik pangkat

VI.merasa kurang lagi saya masih ingin naik pangkat. Saya harus mencoba pendekatan lainnya. pegawai V.ganjaran atau hukuman menerima hadiah, mendapat peluang mengikut diklat.

II.mencari cara untuk memenuhi kebutuhan saya ingin menunjukkan kepada atasan bahwa saya ingin naik pangkat bekerja untuk mendapatkan asesmen baik, kerja ekstra dan membantu teman-teman.

III.perilaku mengarah tujuan naik pangkat IV.kinerja (evaluasi tujuan yang dicapai). Tingkat tertinggi secara kuatitas dan kualitas dan mengandung harga.

Gambar 5.6 proses motivasi (Gibson,et al, 2000:128) 1. Hierarki Kebutuhan Maslow Menurut teori hierarki kebutuhan Maslow terdapat lima tingkatan manusia yang paling rendah sampai pada kebutuhan manusia yang paling tinggi. Urutan motivasi yang paling rendah sampai ke motivasi yang paling tinggi. Hierarki kebutuhan Maslow seperti tampak pada gambar 5.7.

Prestasi

aktualisasi diri kebtuhan penghargaan kebutuhan memilki

Pekerjaan yang menantang

Status

Jabatan

Persahabatan

Teman dikelompok

Kestabilan

kebutuhan keselamatan
Perlindungan pokok

Tunjangan pensiun

Gaji

kebutuhan fisikologikal

Gambar Hieraraki kebutuhan (Maslow,1943) a. Kebutuhan Fisiologikal (Fisiological needs) Kebutuhan fisiologikal merupakan kebutuhan dasar atau kebutuhan yang paling rendah dari manusia. Sebelum seseorang menginginkan kebutuhan di atasnya, kebutuhan ini harus dipenuhi terlebih dahulu agar dapat hidup secara normal. Contoh kebutuhan ini adalah akan sandang, tidur, dan hubungan seks. Untuk memenuhi kebutuhan ini manusia biasanya berusaha keras untuk mencari rezeki.. Kebutuhan yang mengutamakan kebutuhan fisiologikal dalam hierakis Maslow

digambarkan seperti berikut.

Kebutuhan fisologi Kebutuhan keselamtan Kebutuhan berkelompok Kebutuhan berkelompok Kebutuhan beaktualisasi diri Gambar 5.8 kebutuhan yang mengutamakan fisiologikal b. Kebutuhan Keselamatan (Safety Needs, Security Needs)

Tinggi

beaktual isasi diri

Rendah

beaktual isasi diri Setelah kebutuhan fisiologikal terpenuhi, maka muncul kebutuhan baru yang diinginkan manusia, yaitu kebutuhan akan keselamatan atau rasa aman. Contoh kebutuhan ini antara lain menabung, mendapatkan tunjangan pensiun, memiliki asuransi, memasang pagar, teralis pintu, dan jendela. Kebutuhan yang mengutamakan kebutuhan keselamatan dalam hierarkis Maslow digambarkan seperti berikut. Kebutuhan keselamtan Kebutuhan fisiologikal Kebutuhan berkelompok Kebutuhan penghargaan Kebutuhan aktualisasi diri Gambar 5.9 yang mengutamakan keselamatan Kebutuhan Berkelompok (Social Needs, Love needs, belonging needs, affection needs) beaktual Setelah kebutuhan keselamtan atau aman terpenuhi maka muncul pula kebutuhan baru isasi diri yang diinginkan manusia, yaitu kebutuhan hidup berkelompok, bergaul, bermasyarakat, ingin mencintai dan dicintai, serta ingin memiliki dan dimiliki. Contoh kebutuhan ini antara lain membina keluarga, bersahabat, bergaul, bercinta, menikah dan mempunyai anak, bekerja sama, menjadi anggota organisasi. Untuk memenuhi kebutuhan ini, manusia biasanya berdoa dan berusaha untuk memenuhinya. c. Tinggi

beaktual isasi diri

Rendah

Kebutuhan yang mengutamakan kebutuhan berkelompok dalam hierarkis Maslow digambarkan seperti berikut. Tinggi

Kebutuhan berkelompok Kebutuhan keselamtan Kebutuhan fisiologikal

Kebutuhan penghargaan

beaktual isasi diri

Kebutuhan aktualisasi diri

Rendah

Gambar 5.10 Kebutuhan yang mengutamakan berkelompok d. Kebutuhan Penghargaan (Esteem needs, Egoistic Needs) beaktual Setelah kebutuhan fisiologikal terpenuhi, maka muncul keutuhan baru yang isasi diinginkan diri manusia, yaitu kebutuhan akan penghargaan atau ingin berprestasi. Contoh kebutuhan ini antara lain ingin mendapat ucapan terima kasih, ucapan selamat kita berjumpa, menunjukkan rasa hormat, mendapatkan tanda penghargaan (hadiah), menjadi legislatif, menjadi pejabat (hadiah), menjadi pahlawan, mendapat ijazah sekolah, status simbol, dan promosi. Untuk memenuhi kebutuhan ini, manusia biasanya berdoa minta ditinggikan derajatnya melalui salat tahajud dan berusaha untuk memenuhi aturan seperti jika ingin dihargai orang lain, maka kita harus menghargai orang lain. Kebutuhan yang mengutamakan penghargaan dalam hierarki Maslow digambarkan. Kebutuhan penghargaan Kebutuhan berkelompok Kebutuhan keselamtan Kebutuhan fisiologikal Rendah Kebutuhan aktualisasi diri Tinggi

beaktual isasi diri

beaktual isasi diri

e. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self-actualization Needs, Self-realization Needs, Selffulfillment, Self-expression Needs) Setelah kebutuhan penghargaan terpenuhi, maka muncul kebutuhan baru yang diinginkan manusia, yaitu kebutuhan akan aktualisasi diri atau realisasi diri atau pemenuhan kepuasan atau ingin berprestise. Contoh kebutuhan ini antara lain memliki sesuatu bukan hanya karena fungsi tetapi juga gengsi, mengoptimalkan potensi dirinya secara kreatif dan inovatif, ingin pekerjaan yang menantang. Untuk memenuhi kebutuhan ini, manusia biasanya berdoa dan berusaha untuk memenuhinya. Kebutuhan yang mengutamakan kebutuhan aktualisasi diri dalam hierarkis Maslow digambarkan seperti berikut. Kebutuhan aktualisasi diri Kebutuhan penghargaan Kebutuhan berkelompok Kebutuhan keselamtan Kebutuhan fisiologikal Rendah Tinggi

beaktual isasi diri

beaktual isasi diri Hieraraki kebutuhan Maslow tersebut didasar dua asumsi, yaitu (1) kebutuhan seseorang tergantung dari apa yang telah dipunyai, dan (2) kebutuhan merupakan hierarki dilihat dari pentingnya. Toeri hierarki kebuthan Maslow ini mengandung kelemahan antara lain 1) sukar membuktikan bahwa kebuthan manusia itu mengikuti suatu hierarki; 2) terdapat kekuatan kebutuhan yang berbeda-beda pada setiap individu, terutama pada tingkat kebutuhan yang lebih tinggi; 3) timbulnya kebutuhan pada tingkatan yang lebih tinggi bukan semata-mata disebabkan telah terpenuhinya kebutuhan yang meningkatnya lebih rendah, melainkan karena

Gambar 5.12 Kebutuhan yang mengutamakan aktualisasi diri

karier atau posisi seseorang; 4) kebutuhan-kebutuhan itu luwes sifatnya

sehingga sulit menetapkan suatu ukuran yang memuaskan segala pihak. Walaupiun teori

hierarki kebutuhan Maslow ini memiliki kelemahan, tetap teori i ni sangat berguna untui menjelaskan mekanisme motivasi seseorang di dalam suatu organisasi. 2. Teori Murray Teori kebutuhan Murray (1938) berasumsi bahwa manusia mempunyai sejumlah kebutuhan yang memotivasinya untuk berbuat. Kebutuhan-kebutuhan manusia itu menurut Murray antara lain (1) pencapaian hasil kerja, (2) afiliasi, (3) agresi, (4) otonomi, (5) pamer, (6) kata hati, (7) memelihara hubungan baik, (8) memerintah (berkuasa), (9) kekuatan, (10) pengertian. Kebutuhan yang disampaikan Murray tersebut bersifat kategoris saja. Sebenarnya kebutuhan manusia itu sangat banyak ,kompleks, dan tidak terbatas. 3. Toeri Alderfer Menurut teori alderfer (1972) disebutkan bahwa manusia itu memiliki kebutuhan yang disingkatERG (Existence, Relatedness, Growth). Manusia menurut Alderfer pada hakikatnya ingin dihargai dan diakui keberadaannya (eksistensi), ingin diundang, dan dilibatkan. Di samping itu, manusia sebagai makhluk sosial ingin berhubungan atau bergaul dengan manusia lainnya (relasi). Manusia juga ingin selalu meningkatkan taraf hidupnya menuju kesempurnaan (ingin selalu berkembang). 4. Teori Dua Faktor dari Herzberg Teori dua dikembangkan oleh Herzberg bersama-sama dengan Mausner dan Snyderman. Mereka melakukan penelitian dengan bertanya pada subjek penelitian tentang waktu ia merasa paling puas terhadap pekerjaannya. Kemudian mencari sebabsebab mereka merasa puas. Faktor kesehatan (ekstrinsik) merupakan faktor lingkungan yang menyebabkan ketidakpuasan. Penilitian menyimpulkan terdapat dua faktor, yaitu faktor pemuas dan faktor kesehatan seperti tampak pada Tabel 5.2 berikut. Tabel 5.2 Teori Dua Faktor Herzberg Faktor Motivasi (interinsik) 1.prestasi (achievement) 2.penghargaan (recognition) 3.pekerjaan itu sendiri 4.tanggung jawab 5.pertumbuhan dan perkembangan Faktor Kesehatan (ekstrinsik) 1.supervisi 2.kondisi kerja 3.hubungan interpersonal 4.bayaran dan keamanan 5.kebijakan perusahaan

Menurut Herzberg, uang bukan memotivasi tetapi menyehatkan. Teori dua faktor Herzberg tersebut mendapat kritikan, yaitu metodologinya mengharuskan orang melihat pada dirinya sendiri pada masa lampau. Dapatkah orang menyadari bahwa mereka dahulu merasa tidak puas? Faktor-faktor yang berada di bawah sadar tidak diidentifikasikan dalam analisis Herzberg. Selanjutnya Korman (1997) mengkritik bahwa dengan peristiwa yang baru terjadi menyebabkan orang tidak mampu mengingat kembali kondisi kerja yag paling baru dan dalam metodologinya terdapat unsur perasaan. Di samping itu, teori Herzberg kurang memerhatikan pengujian terhadap implikasi motivasi dan penampilan. 5. Teori X dan Y dari McGregor Teori X dan Y dikembangkan oleh McGregor atas dasar karakteristik manusia merupakan anggota organisasi dalam hubungannya dengan penampilan organisasi secara keseluruhan dan penampilan individu dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Teori McGregor berasumsi bahwa kedua teori X dan Y adalah berbeda, seperti yang ditunjukkan Tabel 5.3 berikut. Tabel 5.3 Teori X dan Y McGregor

Manusia Tipe X 1.malas belajar dan atau bekerja (pasif).

Manusia Tipe Y 1.rajin belajar dan atau bekerja

2.mau bekerja kalau diperintah, diancam, (aktif).bekerja adalah bermain sehingga atau dipaksa. 3.senang jawab. menghindar dari menyenangkan. tanggung 2.bekerja atas keasadran sendiri,kurang senang diawasi dan kreatif dalam

4.tidak berambisi dan cukup menjad anak memecahkan masalah. buah saja. 5.tidak mandiri. mempunyai kemampuan 3.bertanggung jawab. untuk 4.berambisi. 5.mampu mengendalikan dirinya sendiri mencapai tujuan organisasinya (mandiri).

6. Teori Ekspektasi dari Lewin dan Vroom Teori ekspektesi (harapan) dikembangkan oleh Lewin dan diterapkan oleh Vroom secara khusus dalam praktik memotivasi. Teori ekspektasi ini mempunyai asumsi 1) manusia

biasanya meletakkan nilai kepada sesuatu yang diharapkan dari karyanya. Oleh sebab itu, manusia mempunyai urutan kesenangan (preference) di antara sejumlah hasil yang diharapkan; 2) suatu usaha untuk menjelaskan motivasi yang terdapat pada seseorang selain harus mempertimbangkan hasil yang dicapai, ia juga mempertimbangkan keyakinan orang tersebut bahwa yang dikerjakan memberikan sumbangan terhadap tercapainya tujuan yang diharapkannya. Berdasarkan asumsi-asumsi di atas, Vroom mengembangkan suatu teori motivasi, yaitu intensitas motif seseorang untuk melakukan sesuatu adalah fungsi nilai atau kegunaan dari setiap hasil yang mungkin dapat dicapai dengan persepsi kegunaan suatu tindakan dalam upaya mencapai hasil tersebut. Guna menguji teori Vroom tersebut telah banyak dilakukan penelitian. Terdapat dua hal penting yang dihasilkan oleh penelitian tersebut yaitu 1) perbedaan antara imbalan (insentif) intrissik dan ekstrinsik; 2) spesifikasi dari suatu keadaan di mana ekspektasi dan nilai memengaruhi kualitas pekerjaan seseorang. Di samping itu, ditemukan pula bahwa ada dua kondisi yang harus dipenuhi agar ekspektasi dan urutan kesenangan itu dapat memengaruhi kinerja, yaitu 1) kemampuan yang memadai untuk melaksanakan tugas, dan 2) persepsi yang akurat tentang peranan seseorang dalam organisasi. Teori harapan dari Vroom (1964) telah dikembangkan Poster dan Lawler (1968) serta ahli-ahli lainnya. Vroom menjelaskan bahwa motivasi adalah hasil dari tiga faktor, yaitu 1) valensi, 2) harapan, dan 3) instrumentasi. Rumusnya sebagai berikut. Motivasi = valensi x harapan x instrumentasi Valensi ialah kekuatan preferensi seseorang untuk memperoleh imbalan. Valensi merupakan ungkapan seseorang untuk mencapai tujuan. Valensi setiap orang tidak sama tergantung tergantung pengalaman masing-masing. Valensi imbalan sangat dipengaruhi oleh usia, pendidikan, pengalaman, dan jenis pekerjaan. Valensi mempunyai jenjang. Apabila seseorang tidak menaruh perhatian kepada valensi maka valensinya 0 (nol). Apabila menghindari valensinya -1 dan apabila sangat menginginkan valensi yang besar nilainya 1. Harapan ialah kadar kekuatan keyakinan bahwa usaha kerja akan menghasilkan penylesaian tugas. Harapan dinyatakan sebagai kemungkinan prestasi kerja seseorang terhadap usaha kerja yang telah dilakukannya. Seperti halnya dengan valensi, harapan pun memiliki jenjang. Jika harapannya kecil atau rendah maka nilainya 0 (nol). Sebaliknya, jika harapannya tinggi maka nilainya 1.

Instrumentasi ialah keyakinan seseorang bahwa ia akan memperoleh imbalan atas pekerjaan yang telah diselesaikannya. Seperti halnya dengan valensi dan harapan, instrumentasi pun memilik jenjang. Jika instrumentasinya kecil atau rendah mak nialinya 0 (nol). Sebaliknya, jika instrumentasinya tinggi maka nilainya 1. Hubungan valensi, harapan, dan instrumentasi Davis & Newstorm (1997) seperti pada gambar 5.13.

You might also like