You are on page 1of 42

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS a. Nama b. Tempat/Tanggal Lahir c. Jenis Kelamin d. Alamat e. No.RM f. Masuk RS g. Tanggal diperiksa h. Nama Ayah/Ibu i. Umur j. Pendidikan/Pekerjaan : : An.Ellyza Jihan Mahriza : Bekasi, 22 September 2012 : Perempuan : Kp. Cikedokan RT/RW 004/011, Sukadanau, Cikarang : 532372 : 12 Februari 2014 : 13 Februari 2014 : Maryati : 1 tahun 5 bulan

II.

ANAMNESIS (Alloanamnesis terhadap ibu pasien) a. Keluhan Utama : Pucat sejak 3 hari yang lalu Pasien datang bersama ibunya ke RSUD Kab.

b. Riwayat Penyakit Sekarang :

Bekasi dengan keluhan pucat sejak 3 hari yang lalu. Menurut ibu pasien selain pucat pasien juga terlihat lemas. Pucat juga disertai perut yang membesar sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya perut pasien seperti kembung, namun semakin hari semakin membesar. Perut membesar juga disertai bintik-bintik merah di seluruh tubuh. Selain itu menurut ibu pasien, pasien demam, batuk, tetapi flu disangkal. Buang air besar dan buang air kecil lancar, nafsu makan pasien juga baik. c. Riwayat Penyakit Dahulu yang lalu d. Riwayat Penyakit Keluarga pasien : Riwayat thalassemia dalam keluarga disangkal ibu : Pasien pernah ditransfusi karena anemia pada 4 bulan

e. Silsilah / Ikhtiar Keturunan

Keterangan: : Ayah

: Ibu

: Kakak perempuan

: Pasien

f. Riwayat Pribadi: Riwayat kehamilan:

Selama hamil, ibu pasien rajin memeriksakan kehamilannya ke bidan tiap bulan. Tidak ada keluhan selama kehamilan, ibu pasien tidak merokok, tidak konsumsi alkohol, ataupun obat-obatan. Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Riwayat persalinan:

Persalinan dilakukan di bidan, dengan usia kehamilan 36 minggu. Persalinan normal, bayi langsung menangis ketika lahir. Pasien lahir cukup bulan, sesuai masa kehamilan, dengan berat badan lahir 3550 gr dan panjang 47 cm. Tidak terdapat kelainan bawaan. Riwayat pasca lahir

Ibu pasien rajin membawa pasien ke bidan atau posyandu untuk kontrol anaknya. g. Riwayat Makanan: (sejak lahir s/d sekarang, kualitas dan kuantitas) 0 6 bulan 6 bulan 8 bulan 8 bulan 12 bulan 12 bulan sekarang : Susu ASI 100% : Susu formula + bubur bayi (70 % - 30%) : Susu formula + nasi tim (60 % - 40 %) : Susu formula + nasi padat (39% - 70%)

h. Perkembangan: (sejak lahir sampai sekarang)

Usia

Motorik kasar

Motorik halus

Bicara

Sosial

1 bulan

Tangan dan kaki Kepala menoleh Bereaksi bergerak aktif ke kanan dan terhadap kiri lonceng

Mulai

menatap

bunyi ibu/pengasuh

2 bulan

Mengangkat kepala tengkurap ketika

Bersuara ooo/aaa Tersenyum spontan

3 bulan

Kepala ketika

tegak Memegang mainan

Tertawa/ berteriak

Memandang tangannya

didudukkan 4 bulan Meraih, menggapai

5 bulan

Menoleh suara

ke Meraih mainan

6 bulan

Memasukkan benda ke mulut

7 bulan

Tengkurapterlentang sendiri

Bersuara mama..,dada

8 bulan

Melambaikan tangan

9 bulan

Duduk

tanpa

berpegangan 10 bulan Mengambil dengan tangan

kanan dan kiri 11 bulan Berdiri berpegangan 12 bulan 15 bulan Memukul mainan dengan kedua tangan 1,5 tahun Berdiri tanpa Mencoret-coret Berbicara beberapa kata Bermain dengan orang lain Berbicara 2 kata Menjimpit Memanggil mama, papa Bertepuk tangan

berpegangan

i. Imunisasi: BCG DPT Polio Campak Hepatitis B : 3 bulan : 2, 4, 6 bulan : 0, 2, 4, 6 bulan : 9 bulan : 0, 1, 6 bulan

j.

Sosial Ekonomi dan Lingkungan Sosial Ekonomi:

Pasien tinggal bersama ibu dan ayah kandung. Ayah bekerja sebagai buruh bangunan dengan penghasilan yang tidak tentu, berkisar Rp 300.000 600.000 sebulan. Dan ibu bekerja sebagai buruh pabrik dengan penghasilan berkisar Rp 600.000 sebulan.

Lingkungan:

Pasien tinggal dirumah sendiri. Dengan tempat tinggal berukuran 6 x 8 m2. Kamar mandi terletak di luar rumah pasien dan merupakan kamar mandi bersama. Ibu pasien juga mengaku sanitasi di sekitar tempat tinggalnya kurang baik.

III.

PEMERIKSAAN FISIK a. Pemeriksaan Umum 1. Kesan umum 2. Kesadaran 3. Tanda utama : Tampak sakit sedang : Compos mentis :

Frekuensi nadi : 140 /menit Frekuensi napas: 40 /menit Suhu : 38 C

Tekanan darah : 90/60 mmHg

4. Status Gizi : Antropometris : : 9,5 kg : 72 cm : (10 kg) + 2 SD hingga - 2 SD : (80 cm) < - 2 SD hingga - 3 SD : 95 % : Gizi baik

Berat Badan (BB) Tinggi/Panjang Badan(TB/PB) BB/U TB/U BB/TB

Simpulan status gizi b. Pemeriksaan Khusus 1. Kulit

: tidak bersisik, pucat, tidak sianosis, tidak ikterik, tidak edema,

bintik-bintik kemerahan 2. Kepala dan wajah : rambut hitam, normocephal, wajah mongoloid, tulang dahi melebar, tulang pipi menonjol 3. Mata cahaya positif 4. Leher 5. Telinga 6. Hidung : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening : bentuk normal, simetris, tidak ada sekret : bentuk normal simetris, septum tidak deviasi, tidak ada : simetris, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, refleks

pernapasan cuping hidung, tidak ada sekret yang keluar 7. Tenggorokan 8. Mulut 9. Dada Jantung o Inspeksi o Palpasi o Perkusi : tidak ditemukan tanda-tanda peradangan, tonsil T1-T1. : bibir tidak sianosis, bibir kering : : : tidak terlihat iktus kordis : tidak teraba iktus kordis : : linea parasternalis dextra ICS II : linea parasternalis dextra ICS IV : linea parasternalis sinistra ICS II : linea midclavicularis sinistra ICS V

Batas kanan atas Batas kanan bawah Batas kiri atas Batas kiri bawah

o Aukultasi : bunyi janting I II regular, murmur ( - ), gallop ( - )

Paru Depan o Inspeksi o Palpasi o Perkusi

: : : bentuk dada normal, simetris, tidak ada retraksi sela iga : fremitus taktil kanan dan kiri simetris : sonor di seluruh lapang paru

o Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonki ( -/- ), wheezing ( -/- ) Belakang o Inspeksi o Palpasi o Perkusi : : bentuk punggung normal, simetris, tidak ada retraksi sela iga : fremitus taktil kanan dan kiri simetris : sonor di seluruh lapang paru

o Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonki ( -/- ), wheezing ( -/- ) 10. Abdomen o Inspeksi o Palpasi o Perkusi o Auskultasi 11. Ekskremitas : : bentuk perut membuncit, pucat : tegang, hepar teraba 3 jari dibawah arcus costae dan lien

teraba di S III , ballotement (-), undulasi (-) : timpani diseluruh abdomen kecuali pada kuadran kanan atas

ditemukan suara pekak : bising usus (+) normal : Tungkai Kanan Gerakan Trofi Tonus Kekuatan Klonus Ref. Fisiologis Ref. Patologis Sensibilitas Rangsang meningeal Baik Atrofi Baik Baik Normal Baik kiri baik atrofi baik baik normal baik kanan baik atrofi baik baik normal baik Lengan Kiri Baik Atrofi Baik Baik Normal Baik -

12. Anogenital

Perkembangan pubertas : Wanita o Aksila o Payudara o Anus : rambut belum tumbuh : belum tumbuh : tidak ada peradangan

IV.

DATA LABORATORIUM 12 Februari 2014 PEMERIKSAAN LABORATORIUM HEMATOLOGI LED Hemoglobin Hematokrit Eritrosit Leukosit Trombosit Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit 80 4.1 14.5 1.4 13.600 42 0 1 0 56 36 7 8 16 mm/jam 11 14 g/dl 35-50 % 3.8 5.8 jt/mm3 3.500 10.000 /mm 150 400 ribu/mm3 00% 03% 26% 50 70 % 20 40 % 28% NILAI RUJUKAN

PEMERIKSAAN LABORATORIUM KIMIA DARAH SGPT SGOT Glukosa sewaktu Ureum Kreatinin Na+ K+ Cl -

NILAI

RUJUKAN

20 11 114 17 0.5 140 4.5 111

< 38 U/L < 41 U/L < 170 mg/dl 15 45 mg/dl 0.7 1.2 mg/dl 136 145 mEq/l 3.3 5.1 mEq/l 98 106 mg/dl

14 Februari 2014 PEMERIKSAAN LABORATORIUM HEMATOLOGI Hemoglobin Hematokrit Eritrosit Leukosit Trombosit 11.1 33.3 3.3 11.300 92 11 14 g/dl 35-50 % 3.8 5.8 jt/mm3 3.500 10.000 /mm 150 400 ribu/mm3 NILAI RUJUKAN

V.

RINGKASAN DATA DASAR a. Anamnesis Pasien datang bersama ibunya dengan keluhan pucat sejak 3 hari yang lalu, selain pucat pasien juga terlihat lemas. Pucat juga disertai perut yang membesar sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya perut pasien seperti kembung, namun semakin hari semakin membesar. Perut membesar juga disertai bintik-bintik merah di seluruh tubuh. Selain itu menurut ibu pasien, pasien demam, batuk. b. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik ditemukan kulit pucat, terdapat bintik-bintik merah diseluruh tubuh. Pada wajah mongoloid, tulang dahi melebar, tulang pipi menonjol. Pada mata terdapat

konjungtiva anemis. Pada abdomen membuncit, tegang, terdengar pekak pada perkusi abdomen kuadran kanan atas, hepar teraba 3 jari dibawah arcus costae dan lien teraba di S III. c. Pemeriksaan Penunjang Dari hasil laboratorium ditemukan LED 80 mm/jam, Hemoglobin 4,1 gr/dl, Hematokrit 14,5 %, Eritrosit 1,4 juta/mm3, Leukosit 13.600/mm, Trombosit 42 ribu/mm3, Kreatinin 0,5 mg/dl, Cl 111 mg/dl. VI. DIAGNOSA KERJA VII. Thalasemia mayor

DIAGNOSA BANDING Anemia defisiensi besi

VIII.

RENCANA PENGELOLAAN a. Rencana Pemeriksaan 1. Pemeriksaan darah lengkap (MC, MCV, MCH, dan MCHC) 2. Pemeriksaan darah tepi 3. Analisa Hemoglobin 4. Penilaian cadangan besi: Feritin serum

b. Rencana Pengobatan dan Diit 1. Medikamentosa IVFD RL (100 cc/kgBB/hari) 950 cc/hari = 13 gtt/menit Ceftriaxone (20 - 50 mg/kgBB/hari) 1 750 mg iv Paracetamol syr (10 15 mg/kgBB/hari) 4 150 mg cth PRC 2 125 cc
( )

Lasix (1 mg/kgBB/hari) 1 10 mg

2. Diit (kebutuhan cairan, kalori, jenis makanan) Kebutuhan cairan :


( ) ( ) 10

Kebutuhan kalori:

Jenis makanan: o Makanan dengan gizi seimbang o Menghindari makanan yang mengandung zat besi o Dianjurkan menjalani diet normal dengan suplemen sebagai berikut : asam folat, asam askorbat dosis rendah dan alfa-tokoferol

c. Rencana Pemantauan IX. Pantau tanda-tanda vital Pantau reaksi transfusi Pantau tanda-tanda komplikasi Pantau apakah pasien masih batuk

d. Rencana Edukasi Jaga oral hygiene pasien Perhatikan tumbuh kembang anak Beri makanan yang bergizi

PROGNOSIS a. Quo Ad Vitam : dubia ad malam

b. Quo Ad Functionam : ad malam c. Quo Ad Sanationam : ad malam

11

X.

FOLLOW UP Tanggal / Jam 13 Februari 2014 S Pemeriksaan Rencana Terapi : Pasien masih Pucat, Saran dr. Saadah, Sp.A anemis, perut IVFD RL 200 cc Ceftriaxone 1 750 mg dalam NaCl Sanmol drip 4 150 mg PRC 2 125 cc pre-transfusi Lasik 1 mg/kgBB

konjungtiva

membesar, demam, batuk O : KU: Tampak sakit sedang KS: Compos mentis Frekuensi nadi: 130 /menit Frekuensi napas: 40 /menit Suhu: 37,8 C A : Thalasemia 14 Februari 2014 S : Perut membesar, batuk O : KU: Tampak sakit sedang KS: Compos mentis Frekuensi nadi: 130 /menit Frekuensi napas: 40 /menit Suhu: 37,8 C A : Thalasemia

IVFD RL 200 cc Ceftriaxone 1 750 mg dalam NaCl Lasik 1 mg/kgBB

Boleh pulang

12

Tinjauan Pustaka
1. DEFINISI (1) Thalassemia adalah sekelompok heterogen anemia hipokromik herediter dengan berbagai derajat keparahan. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi total atau parsial gen globin dan substitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Akibat dari berbagai perubahan ini adalah penurunan atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai globin atau pembentukan mRNA yang cacat secara fungsional. Akibatnya adalah penurunan dan supresi total sintesis rantai polipeptida Hb. Kira-kira 100 mutasi yang berbeda telah ditemukan mengakibatkan fenotip thalassemia; banyak di antara mutasi ini adalah unik untuk daerah geografi setempat. Pada umumnya, rantai globin yang disintesis dalam eritrosit thalassemia secara struktural adalah normal. Pada bentuk thalassemia- yang berat, terbentuk hemoglobin hemotetramer abnormal (4 atau 4) tetapi komponen polipeptida globin mempunyai struktur normal. Sebaliknya, sejumlah Hb abnormal juga menyebabkan perubahan hemotologi mirip thalassemia.

2. EPIDEMIOLOGI Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia. Fakta ini mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak; menyerang hampir semua golongan etnik dan terdapat pada hampir seluruh negara di dunia.(2) Beberapa tipe thalassemia lebih umum terdapat pada area tertentu di dunia. Talasemia o ditemukan terutama di Asia Tenggara dan kepulauan Mediterania, talasemia + tersebar di Afrika, Mediterania, Timor Tengah, India dan Asia Tenggara. Angka kariernya mencapai 40-80%. Thalassemia memiliki distribusi sama dengan thalassemia Dengan kekecualian di beberapa negara, frekuensinya rendah di Afrika, tinggi di mediterania dan bervariasi di Timor Tengah, India dan Asia Tenggara. HbE yang merupakan varian thalassemia sangat banyak dijumpai di India, Birma dan beberapa negara Asia Tenggara. Adanya interaksi HbE dan thalassemia menyebabkan thalassemia HbE sangat tinggi di wilayah ini. Yayasan Thalassemia Indonesia menyebutkan bahwa setidaknya 100.000 anak lahir di dunia dengan Thalassemia mayor. Di Indonesia sendiri, tidak kurang dari 1.000 anak kecil

13

menderita penyakit ini. Sedang mereka yang tergolong thalassemia trait jumlahnya mencapai sekitar 200.000 orang. Di RSCM sampai dengan akhir tahun 2003 terdapat 1060 pasien thalassemia mayor yang berobat jalan di Pusat Thalassemia Departemen Anak FKUI-RSCM yang terdiri dari 52,5 % pasien thalassemia homozigot, 46,2 % pasien thalassemia HbE, serta thalassemia 1,3%. Sekitar 70-80 pasien baru, datang tiap tahunnya. (4)

Gambar 1. Daerah Penyebaran Thalassemia/Sabuk Thalassemia.(2)

Mortalitas dan Morbiditas(2) Thalassemia- mayor adalah penyakit yang mematikan, dan semua janin yang terkena akan lahir dalam keadaan hydrops fetalis akibat anemia berat. Beberapa laporan pernah mendeskripsikan adanya neonatus dengan thalassemia- mayor yang bertahan setelah mendapat transfusi intrauterin. Penderita seperti ini membutuhkan perawatan medis yang ekstensif setelahnya, termasuk transfusi darah teratur dan terapi khelasi, sama dengan penderita thalassemia- mayor. Terdapat juga laporan kasus yang lebih jarang mengenai neonatus dengan thalassemia- mayor yang lahir tanpa hydrops fetalis yang bertahan tanpa transfusi intrauterin. Pada kasus ini, tingginya level Hb Portland, yang merupakan Hb fungsional embrionik, diperkirakan sebagai penyebab kondisi klinis yang jarang tersebut. Pada pasien dengan berbagai tipe thalassemia-, mortalitas dan morbiditas bervariasi sesuai tingkat keparahan dan kualitas perawatan. Thalassemia- mayor yang berat akan berakibat fatal bila tidak diterapi. Gagal jantung akibat anemia berat atau iron overload adalah penyebab tersering kematian pada penderita. Penyakit hati, infeksi fulminan, atau komplikasi lainnya yang dicetuskan oleh penyakit ini atau terapinya termasuk merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas pada bentuk thalassemia yang berat.

14

Mortalitas dan morbiditas tidak terbatas hanya pada penderita yang tidak diterapi; mereka yang mendapat terapi yang dirancang dengan baik tetap berisiko mengalami bermacam-macam komplikasi. Kerusakan organ akibat iron overload, infeksi berat yang kronis yang dicetuskan transfusi darah, atau komplikasi dari terapi khelasi, seperti katarak, tuli, atau infeksi, merupakan komplikasi yang potensial. Ras (2) Meskipun thalassemia ditemukan pada semua ras dan etnik grup, ada beberapa tipe thalassemia yang sering ditemukan pada grup tertentu dibanding dengan yang lain. thalassemia biasa ditemukan di Eropa Selatan, Timur Tengah, India, dan Africa. thalassemia biasa ditemukan di Asia Tenggara; meskipun juga ditemukan di bagian dunia yang lain. Mutasi spesifik pada thalassemia sudah dapat discrenning dan didiagnostik kelainannya. thalassemia trait di Afrika is biasanya bukan dari cis-delesi dari kromosom 16, berbeda dengan di Asia Tenggara, dimana terjadi komplit absence dari gene pada salah satu chromosome. Pada kedua orang tua yang memiliki cis-delesi, bayinya bias saja mengalami hydrps fetalis. Karena alasan ini, hydops fetalis tidak beresiko tinggi oada rang Afrika tetapi beresiko tinggi pada Asia Tenggara. Sex (2) Baik pria maupun wanita,keduanya memiliki kemungkinan yang sama Usia (2) Meskipun thalassemia merupakan penyakit turunan (genetik), usia saat timbulnya gejala bervariasi secara signifikan. Dalam talasemia, kelainan klinis pada pasien dengan kasus-kasus yang parah dan temuan hematologik pada pembawa (carrier) tampak jelas pada saat lahir. Ditemukannya hipokromia dan mikrositosis yang tidak jelas penyebabnya pada neonatus, digambarkan di bawah ini, sangat mendukung diagnosis.

15

Gambar 2. Sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H pada neonatus Namun, pada thalassemia- berat, gejala mungkin tidak jelas sampai paruh kedua tahun pertama kehidupan; sampai waktu itu, produksi rantai globin dan penggabungannya ke Hb Fetal dapat menutupi gejala untuk sementara. Bentuk thalassemia ringan sering ditemukan secara kebetulan pada berbagai usia. Banyak pasien dengan kondisi thalassemia- homozigot yang jelas (yaitu, hipokromasia, mikrositosis, elektroforesis negatif untuk Hb A, bukti bahwa kedua orang tua terpengaruh) mungkin tidak menunjukkan gejala atau anemia yang signifikan selama beberapa tahun. Hampir semua pasien dengan kondisi tersebut dikategorikan sebagai thalassemia- intermedia. Situasi ini biasanya terjadi jika pasien mengalami mutasi yang lebih ringan, yaitu gabungan heterozygote for B+ dan B -0 thalssemia, atau gabungan dengan heterozygote yang lain. 3. FISIOLOGI HEMATOPOESIS Maximow (1924) mengemukakan suatu dalil bahwa sel darah berasal dari satu sel induk. Hal ini kemudian dikembangkan oleh Downey (1938) yang membuat hipotesa dengan konsep hirarki dari sel pluripoten dan selanjutnya Till dan Mc Culloch (1961) menyimpulkan bahwa satu sel induk merupakan koloni yang memperlihatkan diferensiasi multilineage atau pluripoten menjadi eritroid, mieloid serta megakariosit. Dari penelitian-penelitian tersebut ditetapkan bahwa sel stem ada pada hematopoisis. Sistem hematopoitik mempunyai karakteristik berupa pergantian sel yang konstan untuk mempertahankan populasi leukosit, trombosit dan eritrosit.(3) Sistem hematopoitik dibagi menjadi 3, yaitu: 1. Sel Stem (progenitor awal) yang menyokong hematopoiesis.

16

2. Colony forming unit (CFU) sebagai pelopor yang selanjutnya berkembang dan berdiferensiasi dalam memproduksi sel. 3. Faktor regulator yang mengatur agar Sistem berlangsung beraturan. Sel Stem merupakan satu sel induk (klonal) yang mempunyai kemampuan berdiferensiasi menjadi beberapa turunan, membelah diri dan memperbaharui populasi sel stem sendiri di bawah pengaruh faktor pertumbuhan hematopoitik.Hematopoitik membutuhkan perangsang untuk pertumbuhan koloni granulosit dan makrofag yang disebut "Colony Stimulating Fac tor" (CSF) yang merupakan glikoprotein. Dalam proses selanjutnya diketahui regulasi hematopoisis sangat kompleks dan factor pertumbuhan yang berfungsi tumpang tindih serta banyak tempat untuk memproduksi factorfaktor tersebut, termasuk organ hematopoitik. (3) Dikenal sejumlah sitokin yang mempunyai peranan dalam meningkatkan aktifitas hematopoitik (Tabel 1.1 Faktor pertumbuhan hematopoiesis serta karakterisitiknya) Faktor Sel Stimulasi Sumber Produksi CS1 (M-CSF) Monosit Sel Lokasi Kromosom

endotel, 5q33-1

monosit, fibroblast GM-CSF Granulosit, eritrosit,sel leukemik G-CSF megakariosit Sel stem, T, sel 5q23-31

blas endotel, fibroblast endotel, 17q11-22

Granulosit, makrofag, sel Sel

endotelial, fibroblas, blas plasenta, leukemia IL-3 Granulosit, progenitor, blas leukemia IL-4 Sel B, T Sel T 5q31 sel monosit eritroid Sel T 5q23-31

multipoten,

17

IL-5 IL-6

Sel B, CFU-Eo

Sel T

5q31 7p15 sel

Sel B, CFU-GEMM, CFU Fibroblas, GM, BFU-E, makrofag, leukosit, sel sel saraf, hepatosit epitel Leukosit Leukosit Limfosit Makrofag

IL-7 IL-8 IL-9 IL=11

Sel B Sel T, neutrofil BFU-E, CFU-GEMM Sel B, T, Makrofag CFU-GEMM,

8q-12-13 4 5q31 7q11-22

Eritropoietin c-kit "stem factor"

CFU-E, BFU-E

Ginjal, hepar NI

7q11-22 NI

figand Progenitor primitif cell

GM-CSF = granulocyte macrophage colony stimulating factor, G-CSF= granulocyte colony stimulating factor, IL=interleukin, BFU-E=burst forming unit erithrocyte, CFU -E= colony forming unit erythrocyte, CFU-GEMM= colony forming unit granulocyte, erythrocyte, macrophage monocyte, CFU-GM= colony forming unit netrophil-macrophage(3) Pembentukan dan asal darah (3) Perkembangan sistem vaskuler dan hematopoisis dimulai pada awal kehidupan embrio dan berlangsung secara paralel / bersamaan sampai masa dewasa mempunyai hubungan dengan lokasi anatomi yang menyokong hematopoisis tersebut. Secara garis besar perkembangan hematopoisis dibagi dalam 3 periode: 1. Hematopoisis yolk sac (mesoblastik atau primitif ) 2. Hematopoisis hati (definitif ) 3. Hematopoisis medular

18

Gambar 3. Hematopoiesis prenatal dan postnatal (dikutip dari Hasan R,1985) Hematopoisis Yolk Sac (mesoblastik atau primitif) Sel darah dibuat dari jaringan mesenkim 2-3 minggu selelah fertilisasi. Mulamula terbentuk dalam blood island yang merupakan pelopor dari sistem vaskuler dan hematopoisis. Selanjutnya eritrosit dan megakariosit dapat diidentifikasi dalam yolk sac pada masa gestasi 16 hari. Sel induk primitif hematopoisis berasal dari mesoderm mempunyai respons terhadap faktor pertumbuhan antara lain eritropoetin, IL-3, IL-6 dan faktor sel stem. Sel induk hematopoisis mulai berkelompok dalam hati janin pada masa gestasi 5-6 minggu dan pada masa gestasi 8 minggu blood island mengalami regresi. (3) Hematopoisis hati (Definitif) Hematopoisis hati berasal dari sel stem pluripoten yang berpindah dari yolk sac. Perubahan empat hematopoisis dari yolk sac ke hati dan kemudian sumsum tulang mempunyai hubungan dengan regulasi perkembangan oleh lingkungan mikro, produksi sitokin dan komponen merangsang adhesi dari matrik ekstraseluler dan ekspresi pada reseptor. Pada masa gestasi 9 minggu, hematopoisis sudah terbentuk dalam hati. Hematopoisis dalam hati yang terutama adalah eritropoisis, walaupun masih ditemukan sirkulasi granulosit dan trombosit. Hematopoisis hati mencapai puncaknya pada masa gestasi 4-5 bulan kemudian mengalami regresi perlahan-lahan. Pada masa pertengahan kehamilan, tampak pelopor hematopoetik terdapat di limpa, thymus, kelenjar limfe dan ginjal. (3)

19

Gambar 4. Perkembangan embrional dan fetal serta ontogeni hematopoesis ( dikutip dari Hasan, 1985) Hematopoisis medular Merupakan periode terakhir pembentukan sistem hematopoisis dan dimulai sejak masa gestasi ulan. Ruang medular terbentuk dalam tulang rawan dan tulang panjang dengan proses reabsorpsi. Pada masa gestasi 32 minggu sampai lahir, semua rongga sumsum tulang diisi jaringan hematopoitik yang aktif dan sumsum tulang penuh berisi sel darah. Dalam perkembangan selanjutnya fungsi pembuatan sel darah diambil alih oleh sumsum tulang, sedangkan hepar tidak berfungsi membuat sel darah lagi. (3) Sel mesenkim yang mempunyai kemampuan untuk membentuk sel darah menjadi kurang, tetapi tetap ada dalam sumsum tulang, hati, limpa, kelenjar getah bening dan dinding sus, dikenal sebagai sistem retikuloendotelial. Pada bayi dan anak, hematopoisis yang aktif terutama pada sumsum tulang termasuk bagian distal tulang panjang. Hal ini berbeda dengan dewasa normal di mana hematopoisis terbatas pada vertebra (tulang belakang), tulang iga, tulang dada (sternum), pelvis, skapula, skull (tulang tengkorak kepala) dan jarang yang berlokasi pada humerus dan femur. Selama masa intra uterin, hematopoisis terdapat pada tulang (skeletal) dan ekstraskeletal dan pada waktu lahir hematopoisis terutama pada skeletal. Secara umum hematopoisis ekstra medular terutama pada organ perut, terjadi akibat penyakit yang menyebabkan gangguan produksi satu atau lebih tipe sel darah, seperti eritroblastosis fetalis, anemia pernisiosa, talasemia, nickel cell anemia, sferositosis herediter dan variasi leukemia.
20

Perpindahan lokasi anatomi hematopoisis disertai perpindahan populasi sel sampai ini belum dapat diketahui mekanismenya. (3)

Gambar 5. Pembentukan sel darah Hemoglobin(4) Merupakan kompleks protein yang terdiri dari heme yang mengandung besi dan globin dengan interaksi dianatar heme dan globin menyebabkan hemoglobin (Hb) merupakan perangkat yang ireversibel untuk mengangkut oksigen. Sesuai dengan rangkaian hematopoisis yang dimulai dari yolk sac, limpa, hati dan sumsum tulang diikuti juga dengan variasi sintesis hemoglobin. Sejak masa embrio, janin, anak dan dewasa sel darah merah mempunyai 6 hemoglobin antara lain: Hemoglobin embrional : Gower-1, Gower-2, Portland Hemoglobin fetal : Hb-F Hemoglobin dewasa : Hb-A1 dan Hb-A2 Hemoglobin embrional(4) Selama masa gestasi 2 minggu pertama, eritroblas priomitif dalam yolk sac membentuk rantai globin-epsilon () dan zeta (Z) yang akan membentuk hemoglobin primitive Gower-1 (Z22). Selanjutnya mulai sintesis rantai mengganti rantai zeta; rantai mengganti rantai di yolk sac, yang akan membentuk Hb-Portland (Z22) dan Gower-2 (22) Hemoglobin yang ditemukan terutama pada masa gestasi 4-8 minggu adalah HbGower-1 dan Gower-2 yaitu kira-kira 75% dan merupakan hemoglobin yang disintesis di yolk sac, tetapi akan menghilang pada masa gestasi 3 bulan.

21

Hemoglobin fetal(4) Migrasi pluripoten stem cell dari yolk sac ke hati, diikuti dengan sintesis hemoglobin fetal dan awal sintesis rantai . Setelah masa gestasi 8 minggu Hb-F paling dominan dan setelah janin berusai 6 bulan merupakan 90% dari keseluruhan hemoglobin, kemudian berkurang bertahap dan pada saat lahir ditemukan kira-kira 70% Hb-F. sintesis Hb-F menuurun secara cepat setelah bayi lahir dan setelah usia 6-12 bulan hanya sedikit ditemukan. Hemoglobin dewasa(4) Pada masa embrio telah dapat dideteksi HbA (22) karena telah terjadi perubahan sintesis rantai menjadi dan selanjutnya globin meningkat pada ,masa gestasi 6 bulan ditemukan 5-10% HbA, pada waktu lahir mencapai 30% dan pada usia 6-12 bulan sudah memperlihatkan gambaran hemoglobin dewasa. Hemoglobin dewasa minor (HbA2) ditemukan kira-kira 1% pada saat lahir dan pada usia 12 bulan mencapai 2-3,4%, dengan rasio normal antara HbA dan HbA2 adalah 30:1.Perubahan hemoglobin janin ke dewasa merupakan proses biologi berupa diferensiasi sel induk eritroid, sel stem pluripoten, gen dan reseptor yang mempengaruhi eritroid dan dikontrol oleh factor humoral.

Gambar 6. Sintesis rantai globin primitive dan definitive selama periode embrional, fetal dan pascanatal dalam hubungannya dengan perubahan tempat eritropoisis.

4. PATOFISIOLOGI Hemoglobin (Hb) tersusun atas heme yang merupakan cincin porfirin dalam ikatan dengan Fe dan globulin yang merupakan protein pendukung. Satu molekul hemoglobin mengandung 4 sub-unit. Masing-masing sub-unit tersusun atas satu molekul globin dan satu molekul heme.

22

Globulin terdiri atas 2 pasang rantai polipeptida, yaitu sepasang rantai dan sepasang rantai non alpha (,,). Kombinasi rantai polipeptida tersebut akan menentukan jenis hemoglobin. Hb A (22) merupakan lebih dari 96 % Hb total, Hb F (22) kurang dari 2% dan Hb A2 (22) kurang dari 3%. Pada janin trisemester III kehamilan hampir 100% Hb adalah Hb F. Setelah lahir, sintesis globin makin menurun digantikan oleh globin .

Gambar 7. Struktur hemoglobin Rantai polipeptida tersusun atas 141 asam amino, sedangkan rantai non tersusun atas 146 asam amino. Sintesis rantai disandi oleh gen 1 dan gen 2 di kromosom 16, sedangkan gen yang mensintesis rantai , rantai dan rantai terletak di kromosom 11. Pada orang normal sintesis rantai sama dengan rantai non alpha. Thalassemia akan terjadi bila sintesis salah satu rantai polipeptida menurun.

Struktur

kimia

hemoglobin

memungkinkan

molekul

hemoglobin

memiliki

kemampuan untuk mengikat oksigen secara reversible. Zat besi dalam molekul heme secara langsung berfungsi sebagai pengikat oksigen. Hemoglobin memiliki struktur kuartener empat rantai polipeptida, masing-masing dengan satu tempat pegikatan oksigen. Sehingga satu molekul hemoglobin dapat mengikat 4 molekul oksigen. Hemoglobin yang merupakan suatu protein, disintesis berdasarkan informasi genetik. Masing-masing polipeptida penyusun Hb berbeda dalam urutan asam aminonya. Dengan demikian ada beberapa lokus gen terpisah dalam kromosom yang mengatur sintesis rantai polipeptida dari hemoglobin. (2)
23

Lokus Genotip

/ Polipetida yang terbentuk

Hb yang terbentuk

22

22

22

Untuk pembentukan dan sebenarnya terdapat 2 lokus gen untuk masing-masing, sedangkan dan hanya memilki satu lokus gen. Lokus gen untuk terletak pada kromosom 16 sedangkan lainnya (,,) terletak pada kromosom 11. Sintesis rantai bersama dengan sintesi rantai menonjol selama masa kehidupan janin. Rantai akan terus disintesis sampai usia dewasa sedangkan rantai mulai menurun pada trisemester akhir dan dengan cepat menurun setelah kelahiran. Talasemia merupakan salah satu bentuk kelainan genetik hemoglobin yang ditandai dengan kurangnya atau tidak adanya sintesis satu rantai globin atau lebih, sehingga terjadi ketidak seimbangan jumlah rantai globin yang terbentuk. Secara genetik, gangguan pembentukan protein globin dapat disebabkan karena kerusakan gen yang terdapat pada kromosom 11 atau 16 yang ditempati lokus gen globin. Sebagian besar kelainan hemoglobin dan jenis thalassemia merupakan hasil kelaianan mutasi pada gamet yang terjadi pada replikasi DNA. Pada replikasi DNA dapat terjadi pergantian urutan asam basa dalam DNA, dan perubahan kode genetic akan diteruskan pada penurunan genetic berikutnya. Mutasi ini dapat memperpendek rantai asam amino maupun memperpanjangnya. Kelainan mutasi dapat pula terjadi pada keselahan berpasangan kromosom pada proses meiosis yang mengakibatkan perubahan susunan material genetic.
24

Bila terjadi crossing over pada kesalahan berpasangan itu, sebagai hasil akhir peristiwa tadi akan terjadi apa yang disebut duplikasi, delesi, translokasi dan iversi. Kerusakan pada salah satu kromosom homolog menimbulkan terjadinya keadaan heterozigot, sedangkan kerusakan pada kedua kromosom homolog menimbulkan keadaan homozigot. Pada thalassemia homozigot sintesis rantai menurun atau tidak ada sintesis sama sekali. Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha, khususnya kekurangan sintesis rantai akan menyebabkan kurangnya pembentukan Hb. Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini. (2) Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya biosintesis dari unit globin pada Hb A. pada thalasemia heterozigot, sintesis globin kurang lebih separuh dari nilai normalnya. Pada thalasemia homozigot, sintesis globin dapat mencapai nol. Karena adanya defisiensi yang berat pada rantai , sintesis Hb A total menurun dengan sangat jelas atau bahkan tidak ada, sehingga pasien dengan thalasemia homozigot mengalami anemia berat. Sebagai respon kompensasi, maka sintesis rantai menjadi teraktifasi sehingga hemoglobin pasien mengandung proporsi Hb F yang meningkat. Namun sintesis rantai ini tidak efektif dan secara kuantitas tidak mencukupi. (7) Pada thalasemia homozigot, sintesis rantai tidak mengalami perubahan. Ketidakseimbangan sintesis dari rantai polipeptida ini mengakibatkan kelebihan adanya rantai bebas di dalam sel darah merah yang berinti dan retikulosit. Rantai bebas ini mudah teroksidasi. Mereka dapat beragregasi menjadi suatu inklusi protein (haeinz bodys), menyebabkan kerusakan membran pada sel darah merah dan destruksi dari sel darah merah imatur dalam sumsum tulang sehingga jumlah sel darah merah matur yang diproduksi menjadi berkurang. Sel darah merah yang beredar kecil, terdistorsi, dipenuhi oleh inklusi globin, dan mengandung komplemen hemoglobin yang menurun. Hal yang telah disebutkan diatas adalah gambaran dari Anemia Cooley: hipokromik, mikrosisitk dan poikilositik.

25

Sel darah merah yang sudah rusak tersebut akan dihancurkan oleh limpa, hepar, dan sumsum tulang, menggambarkan komponen hemolitik dari penyakit ini. Sel darah merah yang mengandung jumlah Hb F yang lebih tinggi mempunyai umur yang lebih panjang. Anemia yang berat terjadi akibat adanya penurunan oksigen carrying capacity dari setiap eritrosit dan tendensi dari sel darah merah matur (yang jumlahnya sedikit) mengalami hemolisa secara prematur. Eritropoetin meningkat sebagai respon adanya anemia, sehingga sumsum-sumsum tulang dipacu untuk memproduksi eritroid prekusor yang lebih banyak. Namun mekanisme kompensasi ini tidak efektif karena adanya kematian yang prematur dari eritroblas. Hasilnya adalah suatu ekspansi sumsum tulang yang masif yang memproduksi sel darah merah baru. Sumsum tulang mengalami ekspansi secara masif, menginvasi bagian kortikal dari tulang, menghabiskan sumber kalori yang sangat besar pada umur-umur yang kritis pada pertumbuhan dan perkembangan, mengalihkan sumber-sumber biokimia yang vital dari tempat-tempat yang membutuhkannya dan menempatkan suatu stress yang sangat besar pada jantung. Secara klinis terlihat sebagai kegalan dari pertumbuhan dan perkembangan, kegagalan jantung high output, kerentanan terhadap infeksi, deformitas dari tulang, fraktur patologis, dan kematian di usia muda tanpa adanya terapi transfusi. (8) Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat diperbaiki, dan terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga penyerapan besi akan berkurang dan makrofag akan mempertahankan kadar besi. Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi besi menurun akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi pada penderita thalassemia- berat karena diduga faktor plasma menggantikan mekanisme tersebut dan mencegah terjadinya produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus berlangsung meskipun penderita dalam keadaan iron overload. Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon lain bernama ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan makrofag menuju plasma dan menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus. Ferroportin diregulasi oleh jumlah penyimpanan besi dan jumlah hepsidin. Hubungan ini juga menjelaskan mengapa penderita dengan thalassemia- yang memiliki jumlah besi yang sama memiliki jumlah ferritin yang berbeda sesuai dengan apakah mereka mendapat transfusi darah teratur atau tidak. Sebagai contoh, penderita thalassemia- intermedia yang tidak mendapatkan transfusi darah memiliki
26

jumlah ferritin yang lebih rendah dibandngkan dengan penderita yang mendapatkan transfusi darah secara teratur, meskipun keduanya memiliki jumlah besi yang sama. Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat dengan protein pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti pada thalassemia berat, transferrin tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di plasma. Besi ini cukup berbahaya karena memiliki material untuk memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya akan terakumulasi pada organ-organ, seperti jantung, kelenjar endokrin, dan hati, mengakibatkan terjadinya kerusakan pada organ-organ tersebut (organ damage). (2) 5. KLASIFIKASI Talasemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin. Hal ini menyebabkan

ketidakseimbangan produksi rantai globin. Sebagaimana telah disebutkan di atas, secara garis besar terdapat dua tipe utama thalassemia yaitu thalassemia dan thalassemia. Selain itu juga terdapat tipe thalassemia lain seperti thalassemia intermediate. Abnormalitas genetic Thalassemia Penghapusan 4 gen- hydrops fetalis Penghapusan 3 gen- penyakit Hb H Penghapusan 2 gen ( trait thalasemia ) Penghapusan 1 gen ( trait thalasemia + ) Thalassemia Homozigot thalassemia mayor Heterzigot- trait thalassemia Anemia berat perlu transfusi darah Sediaan darah mikrositik hipokrom tetapi biasanya dengan atau tanpa anemia Thalassemia intermediate Sindroma klinik yang disebabkan oleh Anemia hipokrom mikrositik, hepatosejenis lesi genetik splenomegali, kelebihan beban besi. Kematian in utero Anemia hemolitik Sediaan darah mikrositik hipokrom tetapi biasanya tanpa anemia Sindroma klinik

Talasemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-dominan. Heterozigot biasanya tanpa gejala homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih berat dari talasemia atau .(2)
27

Thalassemia-(7) Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin- banyak ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar Asia. Delesi gen globin- menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat empat gen globin- pada individu normal, dan empat bentuk thalassemia- yang berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua, tiga, dan semua empat gen ini. Tabel 1. Thalassemia- Genotip / -/ /- --/- --/-1 0 Penyakit Hb H Hydrops fetalis 15-30% Hb Bart >75% Hb Bart Hb H Jumlah gen Presentasi Klinis Hemoglobin Elektroforesis Saat Lahir 4 3 Normal Silent carrier Trait thal- N 0-3 % Hb Barts 2-10% Hb Barts > 6 bulan N N N

--/ atau 2

Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Barts = 4, HbH = 4 a. Silent carrier thalassemia- Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya ditemukan secara kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik Afro-Amerika. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 gen yang terletak pada kromosom 16. Pada tipe silent carrier, salah satu gen pada kromosom 16 menghilang, menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis, hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit (sel darah merah) yang rendah dalam beberapa pemeriksaan. Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan elektroforesis Hb, sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih. Bisa juga dicari akan adanya kelainan hematologi pada anggota keluarga (misalnya orangtua) untuk mendukung

28

diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orangtua yang menunjukkan adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas merupakan bukti yang cukup kuat menuju diagnosis thalasemia. (7) b. Trait thalassemia- Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen pada satu kromosom 16 atau satu gen pada masing-masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di Asia Tenggara, subbenua India, dan Timur Tengah. Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (4) dapat ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal. (7)

Gambar 7. Thalassemia alpha menurut hukum Mendel (6) c. Penyakit Hb H Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin , merepresentasikan thalassemia- intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali, ikterus, dan jumlah sel darah merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah merah yang diinklusi oleh rantai tetramer (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies.
(7)

29

Gambar 8. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H yang menunjukkan Heinz-Bodies d. Thalassemia- mayor Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen globin-, disertai dengan tidak ada sintesis rantai sama sekali. Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai , maka tidak satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (4) mendominasi pada bayi yang menderita, dan karena 4 memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland = 22), yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen. Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan manajemen neonatus agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan transfusi. (7) Thalassemia- (8) Sama dengan thalassemia-, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-; antara lain : a. Trait thalassemia-+ heterozigot (Thalassemia minor) Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb F, atau keduanya. Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia- mempunyai
30

peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe . (8)

Gambar 9. Thalassemia beta menurut Hukum Mendel

Gambar 10. Sapuan darah tepi tampak sel target b. Thalassemia- homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor) Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan. Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur patologis

31

mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.

Gambar 11. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley) Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian besarnya sehingga menimbulkan ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.

Gambar 12. Splenomegali pada thalassemia Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan oleh siderosis pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal

32

jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering merupakan kejadian terminal. Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia- homozigot yang tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak ditemukan poikilosit yang terfragmentasi, aneh (sel bizarre) dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi intraeritrositik, yang merupakan presipitasi kelebihan rantai , juga terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit. (8) 6. GEJALA KLINIS (STADIUM THALASSEMIA) (9) Gejala klinis pada thalassemia hampir semua sama, yang membedakan adalah tingkat keparahannya, dari ringan (asimptomatik) sampai parahnya gejala.. Gejala klinis biasa berupa tanda-tanda anemia seperti pucat, lemah,letih,lesu, tidak aktif beraktifitas atau jarang bermain dengan teman seusianya, sesak nafas kurang konsentrasi, sering pula disertai dengan kesulitan makan, gagal tumbuh, infeksi berulang dan perubahan tulang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan facies Cooley, conjungtiva anemis, bentuk tulang yang abnormal, pembesaran lien dan atau hepar. Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan jumlah kumulatif transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk menentukan tingkat gejala yang melibatkan kardiovaskuler dan untuk memutuskan kapan untuk memulai terapi khelasi pada pasien dengan thalassemia- mayor atau intermedia. Pada sistem ini, pasien dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : Stadium I

Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed Red Cells (PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram (ECG) hanya ditemukan sedikit penebalan pada dinding ventrikel kiri, dan elektrokardiogram (EKG) dalam 24 jam normal. Stadium II

Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan memiliki keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan dilatasi pada dinding ventrikel kiri. Dapat ditemukan pulsasi atrial dan ventrikular abnormal pada EKG dalam 24 jam.

33

Stadium III

Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif, menurunnya fraksi ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi prematur dari atrial dan ventrikular.

7. DIAGNOSIS BANDING Thalassemia sering kali didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi Fe, hal ini disebabkan oleh karena kemiripan gejala yang ditimbulkan, dan gambaran eritrosit mikrositik hipokrom. Namun kedua penyakit ini dapat dibedakan, karena pada anemia defisiensi Fe didapatkan : (10) Pucat tanpa organomegali SI rendah IBC meningkat Tidak tedapat besi dalam sumsum tulang Bereaksi baik dengan pengobatan dengan preparat besi

Gambar 13. Apusan darah tepi defisiensi besi Anemia sideroblastik dimana didaptkan pula gambaran apusan darah tepi mikrositik hipokrom dan gejala-gejala anemia, yang membedakan dengan thalassemia adalah kadar besi dalam darah tinggi, kadar TIBC (Total Iron Binding Capacity) normal atau meningkat sedangkan pada thalassemia kadar besi dan TIBC normal. Dapat juga dibandingkan dengan anemia defisiensi G6PD, dimana enzim ini bekerja untuk mencegah kerusakan eritrosit akibat oksidasi. Merupakan salah satu anemia hemolitik juga. Dapat dibedakan dengan thalassemia dengan gambaran apusan darah tepi dimana pada defisiensi G6PD nomositik-normokrom dan pemeriksaan enzim G6PD.

34

Thalassemia juga didiagnosis banding dengan jenis thalassemia lainnya, yang memberi gambaran klinis yang sama. Namun pada pemeriksaan elektroforesis hemoglobin dapat diketahui jenis thalassemia atau thalassemia . Pada thalassemia dengan HbH ditemukan jaundice dan splenomegali. (9)

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis thalassemia ialah: 1. Darah (2) Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita thalasemia adalah : Darah rutin

Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan jumlah eritrosit, peningkatan jumlah lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah trombosit. Hitung retikulosit

Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %. Gambaran darah tepi

Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear drops sel dan target sel.

Gambar 13. Sapuan darah tepi pada thalassemia

35

Serum Iron & Total Iron Binding Capacity

Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun, sedangkan TIBC akan meningkat. Tes Fungsi Hepar

Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga terjadi kelainan dalam faktor pembekuan darah. 2. Elektroforesis Hb (2) Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis hemoglobin. Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga pada orang tua, dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar HbA2. Petunjuk adanya thalassemia adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H. Pada thalassemia kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%. 3. Pemeriksaan sumsum tulang (2) Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal biasanya nilai perbandingannya 10 : 3.

Gambar 14. Sapuan sumsum tulang May-Giemsa stain, x1000

36

4. Pemeriksaan rontgen (5) Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak mendapat tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi berkurang, dan dapat diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala. Apabila tranfusi tidak optimal terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari korteknya. Trabekulasi memberi gambaran mozaik pada tulang. Tulang terngkorak memberikan gambaran yang khas, disebut dengan hair on end yaitu menyerupai rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.

Gambar 15. Gmabar rontgen kepala Hair on end dan tulang panjang yang terjadi penipisan korteks. 5. EKG dan echocardiography untuk mengetahui dan memonitor keadaan jantungnya.

Kadang ditemukan jantung yang kardiomegali akibat anemianya. 6. HLA typing untuk pasien yang akan di transplantasi sumsum tulang. 7. Pemeriksaan mata, pendengaran, fungsi ginjal dan test darah rutin untuk memonitor efek terapi deferoxamine (DFO) dan shelating agent. (9) 9. KOMPLIKASI
-

Splenomegali karena penimbunan besi dan eritrosit abnormal, leukosit dan trombosit. Anak dengan thalassemia mayor dengan transfuse yang tidak adekuat dapat menyebabkan pertumbuhan kurang dan mudah terinfeksi, hepatosplenomegali, penipisan cortex tulang dan mudah fraktur.

Hemosdierosis akibat pemberian transfuse, sehingga kadar serum besi yang berlebihan.

37

Kerusakan hepar yang disebabkan oleh besi yang berhubungan dengan komplikasi sekunder dari transfuse dan infeksi hepatitis C merupakan penyebab tersering hepatitis pada anak dengan thalassemia.

Congestive heart failure dan cardiac aritmia pada transfusi tanpa chelating agent. Thrombosis dan septikemia pada splenektomi Wanita dengan fetus - thalassemia meningkatkan komplikasi pada kehamilan karena toksikemia dan peradarahan post partum. (10)

9. TERAPI Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut setelah diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan kecuali memang dipastikan terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan apabila nilai Hb yang potensial pada penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan konseling pada semua penderita dengan kelainan genetik, khususnya mereka yang memiliki anggota keluarga yang berisiko untuk terkena penyakit thalassemia berat. Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen transfusi darah merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah harus dimulai pada usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah periode pengamatan awal untuk menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa transfusi. a. Transfusi Darah (4) Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada level 9-9.5 gr/dL sepanjang waktu. Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka dibutuhkan suatu studi lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut meliputi fenotip sel darah merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan pemeriksaan hepatitis. Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit; 10-15 mL/kg PRC dengan kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan regimen yang adekuat untuk mempertahankan nilai Hb yang diinginkan. Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi untuk mencegah demam dan reaksi alergi.

38

Komplikasi Transfusi Darah (4) Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi bahan infeksius ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor biasanya lebih mudah untuk terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan transfusi. Beberapa tahun lalu, 25% pasien yang menerima transfusi terekspose virus hepatitis B. Saat ini, dengan adanya imunisasi, insidens tersebut sudah jauh berkurang. Virus Hepatitis C (HCV) merupakan penyebab utama hepatitis pada remaja usia di atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi oleh organisme opurtunistik dapat menyebabkan demam dan enteriris pada penderita dengan iron overload, khususnya mereka yang mendapat terapi khelasi dengan Deferoksamin (DFO). Demam yang tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi dengan Gentamisin dan Trimetoprim-Sulfametoksazol. b. Terapi Khelasi (Pengikat Besi) (4) Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi dapat menunda onset dari kelainan jantung dan, pada beberapa pasien, bahkan dapat mencegah kelainan jantung tersebut. Chelating agent yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan kompleks

hidroksilamin dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute pemberiannya sangat penting untuk mencapai tujuan terapi, yaitu untuk mencapai keseimbangan besi negatif (lebih banyak diekskresi dibanding yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka rute pemberiannya harus melalui parenteral (intravena, intramuskular, atau subkutan). Dosis total yang diberikan adalah 30-40mg/kg/hari diinfuskan selama 8-12 jam saat pasien tidur selama 5 hari/minggu. c. Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH) (4) TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang saat ini diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya hepatomegali, fibrosis portal, dan terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi dilakukan. Prognosis bagi penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah 59%, sedangkan pada penderita yang tidak memiliki ketiganya adalah 90%. Meskipun transfusi darah tidak diperlukan setelah transplantasi sukses dilakukan, individu tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk menghilangkan zat besi yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk memulai pengobatan
39

tersebut adalah setahun setelah TSSH. Prognosis jangka panjang pasca transplantasi , termasuk fertilitas, tidak diketahui. Biaya jangka panjang terapi standar diketahui lebih tinggi daripada biaya transplantasi. Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus

dipertimbangkan. d. Terapi Bedah(4) Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada pasien dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi nontoksik (yaitu, fungsi penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel darah merah dan distribusi besi. Fakta-fakta ini harus selalu dipertimbangkan sebelum memutuskan melakukan splenektomi.. Limpa berfungsi sebagai penyimpanan untuk besi nontoksik, sehingga melindungi seluruh tubuh dari besi tersebut. Pengangkatan limpa yang terlalu dini dapat membahayakan. Sebaliknya, splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi hiperaktif, menyebabkan penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan dengan demikian meningkatkan kebutuhan transfusi darah, menghasilkan lebih banyak akumulasi besi. Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari 200-250 mL / kg PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10 gr / dL karena dapat menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30%. Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur sekarang dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila memungkinkan sampai anak berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan antibiotik harus selalu diberikan untuk setiap keluhan demam sambil menunggu hasil kultur. Dosis rendah Aspirin setiap hari juga bermanfaat jika platelet meningkat menjadi lebih dari 600.000 / L pasca splenektomi. e. Transplantasi sumsum tulang(4) Transplantasi sumsum tulang untuk talasemia pertama kali dilakukan tahun 1982. Transplantasi sumsum tulang merupakan satu-satunya terapi definitive untuk talasemia. Jarang dilakukan karena mahal dan sulit.

40

f. Diet talasemia (11) Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut : o Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi. o Asam Folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. o Vitamin E 200-400 IU setiap hari. Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi juga dihindari. Kopi dan teh diketahui dapat membantu mengurangi penyerapan zat besi di usus. 10. SKRINNING Ada 2 pendekatan untuk menghindari thalassemia: 1. Karena karier thalassemia bias diketahui dengan mudah, skrinning populasi dan

koseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1 dari 4 anak mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot. 2. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa dan

bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan pada fetus dengan thalassemia berat. Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan skrinning premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan program konseling verbal maupun tertulis mengenai skrinning. Alternatif lain bisa juga dilakukan pemeriksaan terhadap setiap wanita hamil berdasar ras, melalui ukuran eritrosit, kadar Hb A2 (meningkat pada thalassemia-). Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis rantai . (4) 11. PROGNOSIS Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Seperti dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi dari ringan bahkan asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa, tergantung pula pada terapi dan komplikasi yang terjadi. Bayi dengan thalassemia mayor kebanyak an lahir mati atau lahir hidup dan meninggal dalam beberapa jam. Anak dengan thalassemia dengan transfuse darah biasanya hanya bertahan sampai usia 20 tahun, biasanya meninggal karena penimbunan besi.
(9)

41

DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman Richard E., Kliegman Robert, Arvin Ann M., et al. Kelainan Hemoglobin: Sindrom Thalassemia. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 2. Edisi ke-15. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. Hal 1708-1712. 2. Yaish Hassan M. Thalassemia. April 30, 2010. Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/958850-overview. 3. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Sel darah merah: Eritropoisis. Buku Ajar Hematologi- Onkologi Anak. Cetakan ketiga. Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta : 2010. Hal 16, 16-23. 4. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Hemoglobin Abnormal: Talasemia. Buku Ajar Hematologi- Onkologi Anak.. Cetakan ketiga. Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta : 2010. Hal 64-84. 5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hematologi. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universita Indonesia: Bagian Ilmu Kesehatan Anak. 6. U.S Department SA. K. of Health & Human Services. 26, 27, Thalassemias. 2009. 2010. Available at at at: : :

http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Thalassemia/Thalassemia_Causes.html.

7. Bleibel, 8. Takeshita,

Thalassemia Thalassemia

Alpha. Beta.

August September

Available Available

http://emedicine.medscape.com/article/206397-overview

http://emedicine.medscape.com/article/206490-overview

9. Yaish Hassan M. Thalassemia: Differential diagnoses & Workup. April 30, 2010. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/958850-diagnosis 10. Hay WW, Levin MJ. Hematologic Disorders. Current Diagnosis and Treatment in Pediatrics. 18th Edition. New York : Lange Medical Books/ McGraw Hill Publishing Division ; 2007. Hal 841-845. 11. Haut, A., Wintrobe MM. The hemoglobinopathies and thalassemias. Forfar and Arneils Textbook of Paediatrics. Edisi 7. Chruchill Livingstone. 2010. Hal 1621-1632.

42

You might also like