You are on page 1of 34

BAB III

PELUANG DAN TANTANGAN INDONESIA AEC 2015


III.1 Peluang Indonesia dalam AEC 2015
Kesediaan Indonesia bersama Negara anggota lainnya membentuk ASEAN Economic
Community (AEC) pada tahun 2015 tentu saja didasarkam pada keyakinan atas manfaatnya
yang secara konseptual akan meningkatkan pertumbuhan Negara anggota ASEAN. Integrasi
ekonomi dalam AEC 2015 melalui pembukaan dan pembentukan pasar yang lebih besar,
dorongan peningkatan efisiensi dan daya saing, serta pembukaan peluang penyerapan tenaga
kerja di kawasan ASEAN, akan meningkatkan kesejahteraan seluruh Negara di kawasan.
Dalam hal ini yang perlu dilakukan adalah bagaimana Indonesia sebagai bagian dari
komunitas ASEAN berusaha mempersiapkan kualitas diri untuk dapat memanfaatkan
peluang dalam AEC 2015 dan tentunya harus bersaing dengan Negara anggota ASEAN
lainya sehingga ketakutan akan kalah saing di negeri sendiri akibat terimplementasi AEC
2015 tidak terjadi. Secara teoritis, integrasi ekonomi menjanjikan peningkatan kesejahteraan
bagi Indonesia dan Negara ASEAN lainnya, diantaranya melalui pembukaan akses pasar
yang lebih besar, dorongan mencapai efisiensi dan daya saing ekonomi yang lebih tinggi
termasuk terbukanya peluang penyerapan tenaga kerja yang lebih besar.
1
Pembentukan AEC
2015 memberikan peluang bagi Indonesia untuk.
III.2.1. Ekspansi pasar
Pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) 2015 bertujuan meningkatkan
kesejahteraan seluruh anggota ASEAN melalui kerjasama ekonomi dan perdagangan intra

1
Hasil wawancara dengan Ibu Donna Gultom, selaku Kepala Subdirektorat Kerjasama Fasilitasi Perdagangan
dan Investasi ASEAN. Direktorat Kerjasama Regional Ditjen KPI, 30 Juni 2010, Jam 13.30 WIB.
antar negara anggota agar mampu menghadapi persaingan ekonomi global. Sebagai sebuah
kawasan yang dinamis ASEAN memiliki berbagai potensi dalam mewujudkan AEC 2015. Di
antara potensi-potensi tersebut adalah kaya akan sumber daya alam, jumlah penduduk yang
hampir mencapai 520 juta yang berpotensi sebagai pangsa pasar yang besar, petumbuhan
ekonomi yang signifikan. Dengan demikian, ASEAN mempunyai komitmen kuat untuk
mewujudkan cita-cita bersama melalui peningkatan daya saing masing-masing dalam konteks
sinergi holistik. Bila hal ini dapat terwujud, peran strategis pasar bebas ASEAN mempunyai
peluang luas untuk melakukan kerja sama ekonomi regional yang lebih kokoh dan saling
menguntungkan.
2
Perwujudan AEC di tahun 2015 akan menempatkan ASEAN sebagai kawasan pasar
terbesar ke-3 di dunia yang didukung oleh jumlah penduduk ke-3 terbesar (8% dari total
penduduk dunia) di dunia setelah China dan India. Pada tahun 2008 jumlah penduduk
ASEAN sudah mencapai 584 juta orang (ASEAN Economic Community Chartbook, 2009),
dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan usia mayoritasnya berada
pada usia produktif. Pertumbuhan ekonomi individu Negara ASEAN juga meningkat dengan
stabilitas makro ekonomi ASEAN yang cukup terjaga dengan inflasi sekitar 3,5%.
3
Jumlah
penduduk ASEAN tentu saja merupakan potensi yang sangat besar bagi Indonesia yang
terbesar di kawasan (40% dari total penduduk ASEAN) tentu saja merupakan potensi yang
sangat besar bagi Indonesia menjadi negara ekonomi yang produktif dan dinamis yang dapat
memimpin pasar ASEAN di masa depan.
Peluang bagi Indonesia dalam AEC 2015, memberikan kesempatan besar bagi
Indonesia untuk membuka akses pasar domestik yang lebih besar tidak hanya intra ASEAN
melainkan Ekstra ASEAN. Perluasan akses pasar pun tidak terbatas, hal ini pun menjadi
sebuah tawaran penting bagi Indonesia, bahwasannya AEC 2015 adalah suatu momentum

2
Perihal tersebut diatas sesuai dengan apa yang disampaikan Bu Donna Gultom.
3
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag-RI), Menuju ASEAN Economic Community 2015,
(Kemendag-RI, Jakarta, 2009), hal. 286.
yang tepat untuk Indonesia dalam perluasan pasar produksi baik di kawasan regional maupun
internasional.
III.2.2.Meningkatkan produktivitas dan jaringan distribusi
ASEAN sebagai suatu kawasan merupakan pasar yang sangat potensial untuk
dimanfaatkan. Pada 2008, penduduk ASEAN mencapai sekitar 584 juta orang, dengan tingkat
pertumbuhan yang terus meningkat, pertumbuhan penduduk yang mengalami tingkat
presentasi 2,3 persen. Pada periode yang sama nilai total Produk Domestik Bruto (PDB) di
kawasan tercatat sebesar USD 1,1 triliun, sehingga PDB perkapita mencapai USD 1. 890.
nilai PDB tersebut dicapai dengan pertumbuhan 5,7 persen dengan prospek pertumbuhan
yang menjanjikan. Stabilitas makroekonomi ASEAN juga cukup terjaga dengan inflasi
sekitar 3,5%. Kawasan ASEAN juga dikenal sebagai negara eksportir. Tidak hanya produk
berbasis sumber daya alam, seperti mineral dan minyak bumi serta produk hasil pertanian,
berbagai produk elektronik juga menjadi komoditas ekspor utama kawasan.
Dengan kuatnya kenaikan harga komoditas internasional, sebagian besar negara
ASEAN mencatat surplus pada neraca transaksi berjalan. Proses perekonomian juga
menyebabkan ASEAN menjadi salah satu tujuan penanaman modal yang menarik bagi dunia.
Baiknya kinerja sektor internal mampu meningkatkan posisi cadangan devisa negara ASEAN
dibandingkan posisi pada saat krisis 1997.
4
Pada umumnya kosentrasi perdagangan ASEAN
masih dengan dunia meskipun cenderung menurun dan beralih ke intra-ASEAN. Data
perdagangan ASEAN menunjukan bahwa share perdagangan ke luar ASEAN semakin
menurun, dari 80,8% pada tahun 1993 turun menjadi 73,2% pada tahun 2008, sedangkan
share perdagangan di intra-ASEAN meningkat dari 19,2% pada tahun 1993 menjadi 26,8%
pada tahun 2008. hal yang sama juga terjadi dengan Indonesia dalam 5 tahun terakhir, namun

4
Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan, Kementria Luar Negeri Republik (BPPK Kemelu-RI),
ASEAN Economic Blueprint, 2015, (Sekretariat BPPK Kemenlu-RI, Jakarta, 2008)
perubahannya tidak signifikan. Nilai ekspor Indonesia di intra-ASEAN hanya 18-19%
sedangkan ke luar ASEAN 80-82% dari total ekspornya. Hal ini berarti peluang untuk
meningkatkan ekpor ke intra-ASEAN masih harus ditingkatkan agar laju peningkatan ekspor
ke intra-ASEAN berimbang dengan laju peningkatan impor dari intra-ASEAN.
Indonesia sudah mencatat 10 (sepuluh) komoditi unggulan ekspor baik ke dunia
maupun ke intra-ASEAN selama 5 tahun terakhir ini (2004-2008) dan 10 (sepuluh) komoditi
ekspor ke dunia adalah minyak kelapa sawit, tekstil dan produk tekstil, eletronik, produk hasil
karet, biji kakao, dan emas. Disamping itu, Indonesia mempunyai komoditi lainnya yang
mempunyai peluang untuk ditingkatkan nilai ekspornya ke dunia adalah peralatan kantor,
rempah-rempah, perhiasan, kerajinan, ikan dan produk perikanan, minyak atsiri, makanan
olahan, tanaman obat, peralatan medis, serta kulit dan produk kulit. Tentu saja. Indonesia
harus cermat mengidentifikasi tujuan pasar sesuai dengan segmen pasar dan spesifikasi dan
kualitas produk yang dihasilkan.
III.2.3.Meningkatan Mobilitas Tenaga Kerja
Liberalisasi perdagangan barang ASEAN akan menjamin kelancaran arus barang dan
pasokan bahan baku maupun bahan jadi di kawasan ASEAN karena hambatan tariff dan non
tarif yang berarti sudah tidak ada lagi. Kondisi pasar yang sudah bebas di kawasan dengan
sendirinya akan mendorong pihak produsen dan pelaku usaha lainnya untuk memproduksi
dan mendistribusikan barang berkualitas secara efisien sehingga mampu bersaing dengan
produk-produk dari negara lain. Di sisi lain, para konsumen juga mempunyai alternatif
pilihan yang beragam yang dapat dipih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, dari yang
paling murah sampai yang paling mahal. Indonesia sebagai salah satu negara besar yang juga
memiliki tingkat integrasi tinggi disektor elektronik dan keunggulan komparatif pada sektor
berbasis sumber daya alam, berpeluang besar untuk mengembangkan industri di sektor-sektor
tersebut di dalam negeri.
Disamping itu, masih adanya faktor perbedaan tingkat upah diantara negara-negara
ASEAN, kedekatan budaya dan letak geografis wilayah negara-negara anggota akan
memberikan peluang dalam meningkatkan mobiltas tenaga kerja intra kawasan. Kondisi ini
diperkuat dengan adanya kenyataan banyaknya penduduk usia muda yang pada umumnya
masih tertarik dan bersemangat untuk mendapatkan kesempatan baru yang tidak diperoleh
sebelumnya. Secara makro kemudahan bergerak bagi para pekerja diharapkan juga akan
berdampak pada pengangguran. Kemudahan pergerakan atau perpindahan pekerja yang
menjadi tujuan AEC 2015 pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan atau memberikan
devisa bagi pertumbuhan ekonomi Negara anggota ASEAN. Relatif tingginya tingkat
pengangguran di beberapa negara ASEAN, secara perlahan akan berkurang karena bagi
mereka yang tidak dapat mengisi lowongan kerja di dalam negaranya akan segera mengisi
tempat-tempat yang menyediakan kesempatan kerja di negara lain sesuai dengan ketrampilan
dan keahliannya yang dimiliki. Dengan demikian akan terjadi proses kesinambungan di pasar
tenaga kerja ASEAN.
5
Bagi Indonesia semakin terintegrasinya ekonomi di kawasan dan kemudahan bagi
pergerakan dan perpindahan tenaga kerja, akan menambah peluang kerja secara lebih luas.
Hal ini diharapkan dapat mengurangi tingkat pengangguran yang masih tinggi, mengentaskan
kemiskinan serta peningkatan pendapatan masyarakat melalui penerimaan devisa di tengah
ketatnya persaingan usaha dalam suasana perekonomian yang semakin terintegrasi.
6
III.2.4.Negara Tujuan Investor

5
Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia (BPPK
Kemenlu-RI), AEC Blueprint: Tindaklanjut dan Kesiapan Indonesia menuju implemetasi AEC 2015,
(Sekretariat BPPK, Kemenlu-RI, Jakarta, Tahun 2008).
6
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag-RI), Menuju ASEAN Economic Community 2015,
(Kemendag-RI, Jakarta, 2009).
Dengan terbentuknya pasar tunggal ASEAN Economic Community (AEC) 2015, dari
penanaman modal asing/Foreign Direct Investment (FDI) membuka peluang bagi Negara
anggota ASEAN untuk menarik derasnya aliran FDI yang masuk ke kawasan ASEAN.
Dengan terbentuknya ASEAN Economic Community (AEC) maka produsen-produsen
internasional tidak harus mempunyai pabrik di setiap negara untuk dapat mensuplai
produknya ke negara-negara ASEAN. Mereka dapat memilih satu negara di kawasan ini
untuk dijadikan basis produksinya. Tentunya negara yang dipilih sebagai negara basis
produknya adalah negara yang dianggap paling menguntungkan dalam arti produksinya
paling efisien.
7
Peningkatan produktivitas ASEAN sebagai Kawasan ekspor terbesar
merupakan fakta bahwa ASEAN memiliki basis produksi. Fakta-fakta tersebut merupakan
faktor yang mendorong meningkatnya investasi di dalam negeri masing-masing anggota dan
intra-ASEAN serta masuknya investasi asing ke kawasan.
Sebagai negara dengan jumlah terbesar (40% di antara negara anggota ASEAN),
Indonesia diharapkan mampu menarik investor ke dalam negerinya dan mendapat peluang
ekonomi yang lebih besar dari Negara anggota ASEAN lainnya. Dari segi peningkatan
investasi, berbagai negara ASEAN mengalami penurunan rasio investasi terhadap PDB sejak
krisis, antara lain akibat berkembangnya regional hub-production. Tapi bagi Indonesia, salah
satu faktor penyebab penting penurunan rasio investasi ini adalah belum membaiknya iklim
investasi dan keterbatasan infrastruktur (pipa gas, teknologi informasi) maupun dari sisi
pembiayaan menjadi agenda.
8
Kesempatan tersebut membuka peluang bagi perbaikan iklim investasi Indonesia
melalui pemanfaatan program kerja sama regional. Sedangkan, kepentingan untuk
harmonisasi dengan regional menjadi prakondisi untuk menyesuaikan peraturan investasi

7
Widyahartono, Bob. Dari AFTA Menuju Komunitas Ekonomi ASEAN. http://www2.kompas.com/kompas-
cetak/0711/23/opini/4017526.htm, diakses pada tanggal 16 May 2010, pukul: 20.00
8
Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia (BPPK
Kemenlu-RI), AEC Blueprint: Tindaklanjut dan Kesiapan Indonesia menuju implemetasi AEC 2015,
(Sekretariat BPPK, Kemenlu-RI, Jakarta, Tahun 2008).
sesuai standar internasional. Dari sisi penarikan aliran modal asing, ASEAN sebagai kawasan
dikenal sebagai tujuan investasi asing, termasuk CLMV khususnya Vietnam. Dalam AEC
2015 membuka peluang bagi Indonesia untuk dapat memanfaatkan aliran modal asing masuk
ke kawasan yang kemudian ditempatkan di aset berdominasi Rupiah. Aliran modal tersebut
tidak saja berupa berupa porsi dari portfolio regional tetapi juga dalam bentuk aliran modal
langsung (PMA/FDI).
9
Indonesia merupakan salah satu tujuan potensi investasi. Beberapa faktor mendasar
yang dimiliki Indonesia menjadikannya sebagai negara tujuan investasi yang lebih unggul
dibandingkan dengan Negara Anggota ASEAN lainnya, antara lain karena : (i) Jumlah Usaha
Kecil dan Menengah (UMKM) yang besar (42 juta) sebagai tulang punggung ekonomi
domestik; (ii) Tanah yang kaya dan subur, jumlah penduduk yang sangat besar (230 juta)
sebagai pasar potensial dan tenaga kerja yang kompetitif, lokasi wilayah yang strategis
(berada diantara beberapa jalur transportasi laut internasional yang vital), ekonomi pasar
terbuka, dan sistem mata uang bebas. Contohnya bidang usaha yang memiliki daya tarik bagi
investor antara lain Kakao, Kelapa sawit, Energi dan mineral dan perikanan. Alasan kedua
yang membuat Indonesia menjadi tujuan utama investor adalah dengan diterapkannya UU
No. 25/2007 tentang Penanaman Modal yang menjamin diterapkannya: (i) perilaku yang
sama, (ii) tanpa persyaratan modal minimun, (iii) bebas pengembalian keuntungan, (iv)
jaminan hukum, (v) penyelesaian sengketa dan (vi) pelayanan investasi. Disamping kedua
alasan tersebut di atas, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1994 juga merupakan suatu
jaminan dalam Peraturan Pemerintah tersebut.
10
Dengan adanya AEC 2015, peluang investasi Indonesia lebih terbuka, artinya
Indonesia dapat meningkatkan investasinya tidak hanya intra-ASEAN tetapi Negara ekstra

9
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag-RI), Menuju ASEAN Economic Community 2015,
(Kemendag-RI, Jakarta 2009), hal. 215.
10
BPPK Deplu RI, 2008,Op.cit, hal 66-67
ASEAN akan menjadikan Indonesia sebagai tujuan investasinya, dengan semakin terbuka
akses investasi maka peluang kerja pun terbuka lebar dan secara langsung dapat mengurangi
tingkat pengangguran, dan kemiskinan.
III.2.5. Sektor Jasa yang terbuka
Di bidang jasa, ASEAN juga memiliki kondisi yang memungkinkan pengembangan
sektor jasa dapat dibuka seluas-luasnya. Sektor jasa prioritas yang telah ditetapkan yaitu
pariwisata, kesehatan, penerbangan dan e-ASEAN dan kemudian akan disusul dengan
logistik. Namun, perkembangan jasa prioritas di ASEAN belum merata, hanya beberapa
negara ASEAN yang mempunyai perkembangan jasa yang sudah berkembang seperti
Singapura, Malaysia dan Thailand. Kemajuan ketiga negara tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai penggerak dan acuan untuk perkembangan liberalisasi jasa di ASEAN. Lebih lanjut,
untuk liberalisasi aliran modal dapat berpengaruh pada peningkatan sumber dana sehingga
memberikan manfaat yang positif baik pada pengembangan system keuangan, alokasi sumber
daya yang efisien, serta peningkatan kinerja perekonomian secara keseluruhan.
Dari sisi jumlah tenaga kerja, Indonesia yang mempunyai penduduk yang sangat besar
dapat menyediakan tenaga kerja yang cukup dan pasar yang besar, sehingga menjadi pusat
industri. Selain itu, Indonesia dapat menjadikan ASEAN sebagai tujuan pekerjaan guna
mengisi investasi yang akan dilakukan dalam rangka AEC 2015. Standarisasi yang dilakukan
melalui Mutual Recognition Arrangements (MRAs) dapat memfasilitasi pergerakan tenaga
kerja tersebut.
11
III.2.6. Mengurangi Biaya Transaksi Perdagangan

11
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag-RI), Menuju ASEAN Economic Community 2015,
(Kemendag-RI, Jakarta 2009), hal. 215.
Perdagangan bebas membuka peluang bagi Negara anggota ASEAN untuk menjual
produknya keluar negeri dan sebaliknya memberi pilihan produk yang lebih banyak kepada
masyarakat. Dengan adanya ASEAN Single Window (ASW) tentunya memberikan
keuntungan yang sangat besar bagi Negara Anggota ASEAN, dengan diberlakukannya ASW
memberikan kemudahan dalam mengurangi transaksi perdagangan karena Single Window
memudahkan produksi suatu negara ke negara anggota ASEAN lainya tidak mengalami
hambatan, artinya negara produksi barang tidak dikenakan biaya oleh negara tempat negara
produksi barang tersebut singgah. Dengan demikian dengan adanya ASW dalam hal ini NSW
dapat meningkatkan efisiensi, mempercepat kelancaran arus barang dan dokumen,
mengurangi birokrasi, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, kepastian biaya,
pemerataan penyebaran sumber daya manusia, keuangan dan menghemat waktu dan biaya.
Pada tahun 2015 saat ASEAN Single Window telah diimplemtasikan sepenuhnya,maka
transaksi perdagangan di wilayah ASEAN (Asia Tenggara) akan berlangsung lebih mudah
dan cepat karena pemprosesan ijin pengiriman barang akan dapat diselesaikan dalam waktu
30 menit.
Peluang yang ditawarkan oleh AEC 2015 dalam sektor perdagangan khususnya dalam
mengurangi biaya transaksi perdagangan secara tak langsung memberikan peluang Indonesia
untuk meningkatkan kinerja perdagangan. Indonesia harus berkompetisi dengan negara lain
di bidang perdagangan, baik negara maju, maupun negara berkembang.
Dari sisi perdagangan Indonesia, terbentuk AEC 2015 menjanjikan peluang potensial
bagi Indonesia untuk meningkatkan kinerja perdagangannya karena ASEAN yang terintegrasi
membuat pasar produk Indonesia menjadi lebih besar. Indonesia merupakan negara jumlah
penduduk dan daya beli yang terus meningkat sehingga menghasilkan potensi pasar yang
sangat besar dan menarik minat pelaku usaha di luar negeri untuk masuk dan
mengembangkan pasar. Ekspor Indonesia semakin meningkat dan menjadi tumpuan
pertumbuhan ekonomi konsumsi, karena komponen lain seperti investasi belum bisa di
andalkan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi. Dengan ekspor, jaringan bisnis global
akan terbangun dan kita selalu mengikuti perkembangan produk dan industri di pasar
internasional. Kegiatan ekspor mendukung program nasional dalam memperoleh pendapatan
devisa dalam US Dollar.
12
Peluang yang ditawarkan oleh AEC 2015 Blueprint yang dapat direbut oleh Indonesia
terutama yang terkandung dalam AEC 2015 Blueprint pilar pertama, yang bertujuan untuk
menciptakan a single market and production base (pasar tunggal dan berbasis produksi)
dengan aliran bebas barang, jasa, modal, dan sumber daya manusia di kawasan ASEAN
13
,
selain akan memberikan kemudahan ekspansi pasar bagi produsen Indonesia juga untuk
meningkatkan transparansi publik dan mempercepat proses penyesuaian peraturan dan
standar domestik menuju standar kualitas regional dan internasional. Selain itu, implementasi
AEC 2015 Blueprint secara penuh diharapkan dapat mendorong upaya pengentasan
kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi, meningkatkan daya tarik Indonesia sebagai
tujuan investasi dan pariwisata serta mengurangi biaya transaksi perdagangan. Diharapkan
pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan perdagangan dan penanaman modal di
Indonesia.
14
AEC 2015 Blueprint sejalan dengan kerangka reformasi di Indonesia dan Negara
anggota ASEAN lainnya, dimana sesungguhnya merupakan perwujudan Program Reformasi
Nasional yang diadopsi ke tingkat regional, sehingga AEC Blueprint tersebut bukanlah
sebagai ancaman bagi perekonomian Indonesia, namun lebih sebagai peluang. AEC Blueprint

12
Sebagaimana hasil wawancara dengan Bapak Anangga Roosdiono selaku Ketua Kadin Indonesia Komitte
ASEAN, pada tanggal 7 Juli 2010, Jam 11.00-12.00 WIB.
13
Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia (BPPK
Kemenlu-RI), AEC Blueprint: Tindaklanjut dan Kesiapan Indonesia menuju implemetasi AEC 2015,
(Sekretariat BPPK, Kemenlu-RI, Jakarta, Tahun 2008).
14
Hasil wawancara dengan Ibu Donna Gultom, selaku Kepala Subdirektorat Kerjasama Fasilitasi Perdagangan
dan Investasi ASEAN, Direktorat Kerjasama Regional Ditjen KPI, pada tanggal 03 Juni 2010, Jam 11.00-12.30
WIB.
selain akan memberikan fokus pada sektor-sektor unggulan dan sektor potensial, juga sebagai
momentum yang tepat bagi untuk mempercepat laju proses reformasi sehingga akan
menjadikan iklim usaha lebih kondusif dalam menghadapi persaingan dunia yang meningkat.
AEC 2015 Blueprint ini pada akhirnya ditujukan untuk menciptakan a Single Market and
Production Base, dengan aliran bebas barang, jasa, modal, dan sumber daya manusia di
kawasan ASEAN.
15
AEC 2015 merupakan momentum yang tepat bagi Indonesia untuk melakukan
restrukturisasi arah dan kebijakan perekonomian dengan bertumpu pada pasar dalam negeri
dan potensi sumber daya alam nasional untuk menjawab tantangan global. Indonesia tidak
boleh kehilangan momentum untuk bangkit ke pentas perekonomian dunia sebagai salah satu
negara yang layak untuk diperhitungkan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pada tahun
2008 telah mencapai angka 5,5%ternyata masih berada diatas rata-rata pertumbuhan
ekonomi di kawasana Asia Tenggara. Indikasi pulihnya perekonomian Indonesia, menuntut
perhatian yang cukup besar dari pemerintah. Namun angka pertumbuhan tersebut belum
cukup bagi upaya Indonesia untuk mengentaskan kemiskinan, mengatasi pengangguran dan
peningkatan mutu pendidikan.
16
Sudah waktunya bagi Indonesia untuk melakukan penataan menyeluruh atas sistem
perdagangan di Indonesia. Dalam rangka mengoptimalkan nilai manfaat dalam pembangunan
perekonomian Indonesia, maka perlu dilakukan upaya kongkrit untuk memberi ruang bisnis
lebih kondusif bagi pelaku bisnis di dalam negeri termasuk dengan mempercepat liberalisasi
perdagangan.
17
Sebagai momentun yang tepat untuk memanfaatkan peluang yang sebesarnya

15
Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia (BPPK
Kemenlu-RI), AEC Blueprint: Tindaklanjut dan Kesiapan Indonesia menuju implemetasi AEC 2015,
(Sekretariat BPPK, Kemenlu-RI, Jakarta, Tahun 2008).
16
Bank Indonesia (BI), Outlook Ekonomi Indonesia 2008-2012. Integrasi Ekonomi ASEAN dan Prospek
Perekonomian Nasional, (Jakartan, Januari 2008).
17
Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia (BPPK
Kemenlu-RI), AEC Blueprint: Tindaklanjut dan Kesiapan Indonesia menuju implemetasi AEC 2015,
(Sekretariat BPPK, Kemenlu-RI, Jakarta, Tahun 2008).
dari AEC 2015, dalam hal ini sebagai suatu peluang utama bagi Indonesia memperjuangkan
kepentingan nasional dalam menentukan arah kebijakan yang lebih jelas terhadap reformasi
perekonomian nasional.
18
Upaya Indonesia untuk mempercepat proses reformasi perekonomian nasional yang
sesuai dengan prinsip yang terdapat dalam AEC 2015 Blueprint adalah dengan upaya
pemerintah Indonesia sangat mendukung percepatan integrasi ekonomi AEC dari 2020
menjadi 2015. Hal ini diperkuat oleh Arah kebijakan ekonomi dalam RPJM Nasional 2004-
2009 dikonkritkan lewat berbagai paket kebijakan ekonomi pemerintah. Terakhir adalah yang
tertuang dalam Inpres Nomor 5 tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi 2008-2009 yang
antara lain memuat kebijakan pelaksanaan komitmen masyarakat ekonomi ASEAN (AEC)
2015.
19
Blueprint juga sejalan dengan kerangka reformasi di Indonesia, dimana sesungguhnya
merupakan perwujudan program reformasi nasional yang diadopsi ke tingkat regional,
sehingga AEC Blueprint 2015 bukanlah menjadi ancaman bagi perekonomian nasional,
namun lebih sebagai peluang.
Peluang yang ditawarkan dalam AEC 2015 Blueprint selain memberikan fokus pada
sektor potensial, juga sebagai momentum yang teapat untuk mempercepat laju proses
reformasi sehingga akan menjadikan iklim usaha yang lebih kondusif dalam menghadapi
persaingan dunia usaha yang semakin meningkat. AEC Blueprint 2015 pada akhirnya
ditujukan untuk menciptakan a single market and base production sesuai dengan AEC 2015
Blueprint pilar pertama dengan aliran bebas barang, jasa, modal dan sumber daya manusia di

18
Hasil wawancara dengan Ibu Donna Gultom, selaku Kepala Subdirektorat Kerjasama Fasilitasi Perdagangan
dan Investasi ASEAN, Direktorat Kerjasama Regional Ditjen KPI, pada tanggal 03 Juni 2010, Jam 11.00-12.30
WIB.
19
8 bidang yang tercakup dalam RPJM 200402009 adalah: kebijakan perbaikan iklim investasi, kebijakan
ekonomi makro dan keuangan, kebijakan ketahanan energi, dan kebijakan sumber daya alam, lingkungan dan
pertanian. Empat bidang lainnya adalah kebijakan pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM),
kebijakan pelaksanaan komitmen masyarakat ekonomi ASEAN, kebijakan menyangkut infrastruktur, dan
kebijakan menyangkut ketenagakerjaan dan ketransmigrasian.
kawasan ASEAN. Peluang-peluang yang ditawarkan dalam AEC 2015 Blueprint pada
akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan perdagangan dan investasi di Indonesia.
20
III.2.7. Meningkatkan Perdagangan
Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara Intra-ASEAN
Total perdagangan: total perdagangan Indonesia dengan Intra-ASEAN dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dalam 5 (lima) tahun terakhir dari
tahun 2004-2008 dicapai peningkatan hampir 3 (tiga) kali lipat dari 24,5 Miliar USD pada
tahun 2004 menjadi 68,14 Miliar USD pada tahun 2008 (Tabel 6). Konsentrasi perdagangan
Indonesia terbesar berlangsung dengan Sinapura, Malaysia, dan Thailand Nilai perdagangan
Indonesia dengan Brunnei Darussalam, Myanmar, dan Laos, meskipun jauh lebih kecil
dibandingkan dengan ketiga negara tersebut, meningkat secara signifikan (56,65, 45,11%,
dan 38,6%).
Tabel I. Total Perdagangan Indonesia dengan Negara Intra-ASEAN, periode
2004-
Negara
Tahun
2004 2005 2006 2007 2008
Trend 2004-
2008 (%)
Brunei D
Kamboja
Laos
Filipina
Malaysia
Myanmar
327,00 1.236,83 1.644,49 1.908,09 2.476,29
72,93 94,67 104,71 123,10 176,03
1,57 1.817,20 4,51 6,6 5 4,20
1.466,17 1.741,35 1.690,31 2.213,53 2.809,15
4.697,99 5.579,83 7.304,09 11.507,99 15.354,84
77,70 92,14 157,37 292,7 280,44
56,56
22,45
38,56
16,65
36,24
45,11

20
Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia (BPPK
Kemenlu-RI), AEC Blueprint: Tindaklanjut dan Kesiapan Indonesia menuju implemetasi AEC 2015,
(Sekretariat BPPK, Kemenlu-RI, Jakarta, Tahun 2008).
Singapura
Thailand
Vietnam
Total
12.080,67 17.306,10 18.964,38 20.341,41 34.652,53
4.747,82 5.693,42 5.685,03 7.341,34 9.995,52
1.016,79 1.117,47 1.898,81 2.349,35 2.390,57
24.488,65 32.863,63 37.453,71 46.084,25 68.138,58
25,47
19,04
27,80
-
Sumber:Data BPS
Neraca Perdagangan : Peningkatan nilai total perdagangan Indonesia dengan Brunei
Darussalam, Singapura, dan Thailand ternyata merupakan kontribusi peningkatan nilai tukar
ekspor ketiga Negara tersebut ke Indonesia. Pada Tabel 7 bahwa neraca perdagangan
Indonesia mengalami defisit dengan ketiga Negara tersebut. Disamping itu dalam 2 (dua)
tahun terakhir berturut-turut, neraca perdagangan Indonesia dengan Malaysia juga mengalami
diefisit yang semakin meningkat. Secara keseluruhan kinerja perdagangan Indonesia dengan
ASEAN mengalami defisit sejak tahun 2005 dan semakin buruk pada tahun 2008. Defisit
perdagangan Indonesia dengan ASEAN dari tahun 2007 ke 2008 meningkat 9 (sembilan) kali
lipat, dimana defisit dialami dengan Singapura.
Tabel 2. Neraca Pedagangan Indonesia dengan Negara Intra-ASEAN, periode
2004-2008 (juta US$)
Negara
Asal
Tahun
2004 2005 2006 2007 2008
Trend 2004-
2008 (%)
Brunei D
Kamboja
Laos PDR
Filipina
Malaysia
Myanmar
Singapura
Thailand
Vietnam
-263,48 -1.158,17 -1.569,38 -1.821,35 -2.356,95
70,72 93,20 102,59 120,60 172,02
1,57 1,69 4,18 0,77 3,78
1.009,02 1.096,89 1.121,02 -1493,83 1.298,07
1.334,02 1.282,77 917,42 -1.315,8 -2.489,74
42,86 63,84 118,04 231,9 221,08
-84,87 -1.635,33 -1.104,68 661,82 -8.927,44
-795,35 -1.200,5 -281,93 -1.232,79 -2.273,01
185,19 239,42 205,20 360,96 955,24
-
22,57
10,36
8,47
-
57,96
-
-
44,65
Total 1.499,76 -1.216,19 -487,53 -1.500,02 -13.796,94 -
Sumber:BPS
Kinerja Ekspor dan Impor: Nilai ekspor Indonesia ke ASEAN pada periode 2004-
2008 mengalami kenaikan secara bertahap dengan trend sebesar 19,9% per tahun (Tabel 8).
Peningkatan terbesar terjadi pada periode 2007-2008 yaitu sebesar 22% dari US$ 22,3 juta
pada tahun 2007 menjadi US$ 27,2 juta pada tahun 2008. Negara tujuan ekspor utama dan
terbesar Indonesia di ASEAN adalah Singapura, kemudian diikuti berturut-turut oleh
Malaysia, Thailand dan Filipina. Trend peningkatan ekspor Indonesia yang cukup signifikan
selama periode 2004-2008, meskipun nilai ekspornya kecil (kecuali dengan Vietnam), terjadi
dengan negara-negara CLMV yaitu Myanmar (50,14%), Vietnam (31,51%), Laos (29,91%,
dan Kamboja(22,51%).
Sayangnya peningkatan nilai ekspor tersebut belum dapat mengimbangi kenaikan
impor yang cukup besar dari negara ASEAN khususnya Singapura. Impor Indonesia dari 9
negara ASEAN dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Total peningkatan impor
Indonesia dari ASEAN meningkat lebih dari 300% dariUS$ 11,5 juta pada tahun 2004 naik
menjadi US$ 40,9 juta pada tahun 2008 (Tabel 9). Nilai impor Indoensia dari ASEAN
mengalami peningkatan yang sangat nyata yaitu 72,3% dari US$ 23,8% juta pada tahun 2007
menjadi US$ 40,9% juta pada tahun 2008, naik lebih dari 3 kali kenaikan ekspor (Sekretariat
ASEAN). Hal ini telah mengakibatkan defisit neraca perdagangan Indonesia ke Intra-ASEAN
secara signifikan bertambah dari US$ 1,5% juta di tahun 2007, menjadi US$ 13,8 juta pada
tahun 2008.
Nilai impor dari Singapura selama periode 2004-2008 mengalami peningkatan yang
sangat signifikan, dari US$ 6 juta pada tahun 2004 menjadi US$ 21,8 juta pada tahun 2008
(lebih dari 300%). Peningkatan impor yang sangat menyolok terjadi pada tahun 2008 yaitu
dari US$ 9,8 juta pada tahun 2007 menjadi menjadi US$ 21,8 juta pada tahun 2008 (naik
hampir 300%0. demikian halnya dengan impor dari Malaysia, naik lebih dari 500%, dari US$
1,7 juta pada tahun 2004, naik menjadi US$ 8,9 juta pada tahun 2008. Impor dari Thailand
meningkat dari US$ 2,7 juta tahun 2004 menjadi US$ 6,3 juta, naik lebih 200%.
21
Tabel 3. Ekspor Indonesia ke Negara ASEAN periode 2004-2008 (juta US$)
Negara
Asal
Tahun
2004 2005 2006 2007 2008
Trend 2004-2008
(%)
Brunei D
Kamboja
Laos
Filipina
Malaysia
Myanmar
Singapura
Thailand
Vietnam
Total
31,76 39,33 37,56 43,37 59,67
71,82 93,941 103,65 121,85 174,03
1,57 1,75 4,34 3,71 3,99
1.237,59 1.419,12 1.405,67 1.853,68 2.053,61
3.016,05 3.431,30 4.110,76 5.096,06 6.432,55
60,28 77,99 137,71 262,38 250,76
5.997,05 7.835,38 8.929,85 10.501,62 12.862,05
1.976,24 2.246,4 2.701,55 3.054,27 3.661,25
600,99 678,44 1.052,00 1.355,16 1.672,90
12.994,20 15.823,72 18.483,09 22.170,11 27.170,82
14,55
22,51
29,91
13,66
21,05
50,14
19,94
16,65
31,51
19,94
Sumber:BPS
Walaupun Indonesia merupakan negara anggota ASEAN terbesar dan terkaya dalam
sumber daya produksi (termasuk sumber daya alam), hingga saat ini Indonesia belum
merupakan negara kunci dalam perdagangan di kawasan ASEAN. Tabel 1 menunjukkan total
perdagangan Indonesia masih rendah dibandingkan Malaysia dan Thailand. Sementara dalam
hal perdagangan antar sesama negara-negara ASEAN, yang sebenarnya ini adalah tujuan

21
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag-RI), Menuju ASEAN Economic Community 2015,
(Kemendag-RI, Jakarta, 2009)
utama dari pembentukan atau mempertahankan eksistensi ASEAN dan harus merupakan
manfaat utama, Tabel 1 memperlihatkan bahwa posisi Indonesia juga bukan yang dominan.
Lemahnya perdagangan Indonesia dalam intra ASEAN juga bisa mencerminkan bahwa
Indonesia memang masih lemah dalam memproduksi barang barang modal, perantara dan
komponen.
Tabel 4
Perdagangan ASEAN (juta Dollars AS: perubahan dalam %per Agustus 2007
Negara
2005
Ekspor Impor Total
Perdagangan
2006
Ekspor Impor Total

Perdagang an
Perubahan tahun ke tahun
Ekspor I mpor Total
Perdagangan
Brunei D
Kamboja
Indonesia
Laos
Malaysia
Myanmar
Filiphina
Singapura
Thailand
Vietnam
ASEAN
6.369,3 1.503,1 7.872,4
3.091,5 2.824,8 5.916,2
85.660,0 57.700,9 143.360,8
174,1 701,9 875,9
140. 470, 5 114.213,1 254.683,6
3.123,8 1.632,9 4.756,7
41.254,7 47.418,2 88.672,9
229.804,1 200.162,8 429.966,9
109.622,6 117.990,9 227.613,5
28.576,5 32.593,9 61.170,4
648.147,0 576.742,4 1.224.889,4
7.619,4 1.488,9 9.108,3
3.514,4 2.923,0 6.437,4
100.798,6 61.065,5 161.864,1
402,7 587,5 990,2
157.226,9 128.316,1 285.543,0
3.514,8 2.115,5 5.630,2
47.410,1 51.773,7 99.183,8
271.607,9 238.482,0 510.089,9
121.579,5 127.108,8 248.688,3
37.033,7 40.236,8 77.270,5
750.707,8 654.097,8 1.404.805,7
19,6 (0,9) 15,7
13,7 3,5 8,8
17,7 5,8 12,9
131,3 (16,3) 13,0
11,9 12,3 12,1
12,5 29,6 18,4
14,9 9,2 11,9
18,2 19,1 18,6
10,9 7,7 9,3
29,6 23,4 26,3
15,8 13,4 14,7
Sumber:Data BPS
Berdasarkan uraian kinerja perdagangan ekspor dan impor Indonesia selama periode
2004-2008, dapat disimpulkan bahwa dalam 5 (lima) tahun terakhir ini pembukaan pasar oleh
masing-masing Negara ASEAN lebih banyak dinikmati oleh Singapura, Malayasia dan
Thailand. Indonesia belum mendapatkan keuntungan yang seimbang dengan Negara Anggota
ASEAN khususnya dengan ketiga negara tersebut. Jumlah penduduk Indonesia yang
merupakan 40% penduduk ASEAN (Dept.of Economic and Socio Affair, United Nation),
tidak dapat dihindari merupakan tujuan pasar terdekat dan utama yang sangat potensial bagi
Negara Anggota ASEAN. Oleh karenanya, Indonesia harus segera melakukan langkah-
langkah strategis di setiap sektor yang dapat meningkatkan daya saing produk-produknya di
ASEAN.
22
Dari sisi perdagangan Indonesia, terbentuknya aec 2015 menjanjikan pelungt
potensial karena ASEAN yang terintegrasi membuat pasar produk Indonesia menjadi lebih
besar. Pada tahun 2006 jumlah penduduk ASEAN mencapai 567,6 juta jiwa dengan nilai total
Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar US$ 1,1 Triliun (tumbuh 5,7%) pada tahun 2006.
Prosek pertumbuhan kedepan yang terus menjanjikan menjadikan ASEAN sebagai peluang
pasar maupun basis produksi yang sangat potensial.
23
Secara sektoral, alah satu sektor
potensial adalah sektor-sektor elektronik, termasuk di dalamnya industry teknologi informasi
dan komunikasi. Sektor elektronik merupakan sektor yang memiliki tingkat integrasi industri
yang tinggi di ASEAN. Hal ini berarti produk berarti produk elektronik yang dihasilkan oleh
ASEAN diproses di antara Negara anggota ASEAN sendiri. Hal ini telah menjadikan
ASEAN sebagai basis produksi untuk produksi elektronik yang potensial.
24

22
Kompas, Sektor Unggulan Fokuskan pada Industri Komponen, Fokus Kemitraan Indonesia-Jepang, Sabtu,
25 Agustus : 37. Sejumlah studi yang dikutip oleh Hidayati (2008) menunjukkan bahwa kontribusi ekspor
komponen terhadap total ekspor Indonesia pada tahun 2003-2004 hanya 9,1%. Pada periode yang sama, ekspor
komponen Malaysia terhadap total ekspor negara itu mencapai 36,3%, Filipina 59,6%, sedangkan Singapura
45,2%. Ia melanjutkan bahwa pengembangan industri komponen mensyaratkan adanya pengembangan cetakan
komponen (mold dan die). Menurutnya, saat ini sekitar 90% cetakan komponen di Indonesia masih diimpor.
Sebaliknya, sebagai suatu perbandingan, di China dan Korea Selatan, misalnya, pembangunan struktur industri
diawali dengan pengembangan mold dan die melalui bantuan teknologi dan modal dari Jepang. Penelitian yang
dilakukan oleh Prema-chandra Athukorala dari Australian National University (dikutip dari Samhadi, 2007)
menunjukkan bahwa produk-produk primer seperti makanan, minuman, tembakau, produk mentah pertanian dan
produk mineral terus mendominasi ekspor non-migas Indonesia, sedangkan pangsa dari barang-barang modal
dan pembantu dan komponen tetap kecil. Untuk produk manufaktur seperti barang-barang elektronik konsumen,
Indonesia sangat tertinggaldibandingkan Malaysia dan Thailand
23
Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia (BPPK
Kemenlu-RI), AEC Blueprint: Tindaklanjut dan Kesiapan Indonesia menujui AEC 2015, (Sekretariat BPPK,
Kemenlu-RI, Jakarta, Tahun 2008).
24
Hasil wawancara dengan Ibu Donna Gultom, selaku Kepala Subdirektorat Kerjasama Fasilitasi Perdagangan
dan Investasi ASEAN, Direktorat Kerjasama Regional Ditjen KPI, pada tanggal 03 Juni 2010, Jam 11.00-12.30
WIB.
III.2.6. Meningkatkan Investasi
Dengan adanya AEC 2015, peluang investasi Indonesia lebih terbuka, artinya
Indonesia dapat meningkatkan investasinya tidak hanya intra-ASEAN tetapi Negara ekstra
ASEAN akan menjadikan Indonesia sebagai tujuan investasinya, dengan semakin terbuka
akses investasi maka peluang kerja pun terbuka lebar dan secara langsung dapat mengurangi
tingkat pengangguran, dan kemiskinan. Pada masa pemerintahan Presiden Abdulahman
Wahid, salah satu upaya yang dilakukan untuk mendapatkan kepercayaan dari luar negeri,
dengan maksud untuk menarik investor asing ke Indonesia adalah dengan
dicanangkannya diplomasi ekonomi. Dalam pidatonya di depan MPR pada tanggal 7
Agustus 2000, ia menyatakan:
Upaya pemulihan ekonomi nasional terus kita lakukan dengan mengundang
masuknya investasi dari luar negeri ke Indonesia. Sesungguhnya, minat para investor
asing untuk menanam modalnya di Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang
besar amat tinggi. Tetapi ini hanya dapat dicapai kalau kita sukses memperbaiki citra
Indonesia, sehingga kepercayaan internasional terhadap Indonesia pulih kembali.
25
Setelah krisis ekonomi Asia, pertumbuhan investasi dalam negeri sangat lamban,
bahkan dari tahun 1998 hingga tahun 2003, Indonesia terus mengalami arus FDI bersih.
Padahal untuk membangun dan pemulihan ekonomi di Indonesia sangat dibutuhkan arus
PMA/FDI baru. Arus FDI baru bukan hanya untuka memperkuat mata uang negara tetapi
juga dapat mempromosikan restrukturisasi perusahaan dan memungkinkan infus teknologi
baru serta metode untuk merevitalisasi sektor manufaktur.
26
Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami arus PMA negatif sejak
krisis tahun 1998. walaupun negatifnya cenderung mengecil sejak tahun 2000. hal ini ada
kaitannya dengan iklim politik yang semakin membaik dibandingkan dengan periode 1998-
1999, yang memperkecil keraguan investor untuk menanam modal di Indonesia. Baik-

25
Pidato Presiden Abdurahman Wahid dalam diplomasi ekonomi yang dimaksud untuk menarik para investor
asing di depan MPR pada tanggal 17 Agustus 2000.
26
Adbi, Iklim Investasi dan PMA setalah Krisis Asia, http://www.adbi.org/discussion-
paper/2006/03/21/1727.private.sector.development, diakses pada tanggal 14 Oktober 2010, pukul 11.12 WIB
tidaknya investasi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu stabilitas politik dan
sosial, stabilitas ekonomi, kondisi infrastruktur dasar (listrik, telekomunikasi dan prasarana
jalan serta pelabuhan), berfungsinya sektor pembiayaan dan pasar tenaga kerja (termasuk isu-
isu perburuhan), masalah good governace termasuk korupsi, konsistensi dan kepastian dalam
kebijakan pemerintah yang langsung maupun tidak langsung mempengaruhi keuntungan
netto atas biaya resiko jangka panjang dari kegiatan investasi, dan hak milik mulai dari tanah
sampai kontrak.
27
Bahkan menurut database dari Sekretariat ASEAN, untuk periode 2005-2006,
persentase pertumbuhan arus masuk (Netto) FDI ke Indonesia negatif dibandingkan negara-
negara anggota lainnya, terkecuali Myanmar.
28
Perkembangan jumlah proyek panamanan
modal asing dalam negeri (FDI) yang terealisasi berdasarkan jumlah proyek, setelah tahun
2005, FDI cenderung menurun. Ini menandakan bahwa Indonesia cenderung semakin tidak
menarik bagi FDI. Berdasarkan kombinasi antar indeks Sfdi (IKPK) dan indeks potensi arus
masuk FDI (IPAMPMA), laporan UNCTAD (2007) menunjukan bahwa hingga tahun 2005
Indonesia bukan negara yang paling diminati oleh FDA
Tabel 5
Perkembangan realisasi PMA (FDI) dan PMDN di Indonesia 1990-2007

27
Ibid
28
Demikian juga dalam bidang investasi. Relatif masih buruknya perkembangan investasi riil di dalam negeri,
diplomasi investasi merupakan suatu hal yang sangat penting yang harus dilakukan secara lebih agresif oleh
pemerintah.
PMDN PMA
Tahun Proyek Nilai (Rp Milyar) Proyek Nilai (Juta Dollar AS)
1990 253
1991 265
1992 225
1993 304
1994 582
1995 375
1996 456
1997 345
1998 296
1999 248
2000 306
2001 160
2002 108
2003 120
2004 130
2005 214
2006 164
2007 124
2.398,6 100
3.666,1 144
5.067,4 155
8.286,0 183
12.786,9 392
11.312,5 287
18.609,7 357
18.628,8 331
16.512,5 412
16.286,7 504
22.038,0 638
9.890,8 453
12.500,0 444
12.247,0 571
15.409,4 546
30.665,4 909
20.788,4 867
32.875,7 775
706.9
1.059,7
1.940,9
5.653,1
3.771,2
6.698,4
4.628,2
3.473,4
4.865,7
8.229,9
......
9.877,4
3.509,4
3.509.4
5.450,6
4.602,3
8.914.6
5.977,0
8.544,4
Sumber: BKPM
Dalam kawasan ASEAN, Indonesia pun masih tertinggal negara-negara anggota
ASEAN lainnya, seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura, khususnya dalam menarik FDI
dari luar ASEAN (ASEAN Ekstra) bahkan untuk periode 2005-2006, persentase
pertumbuhan arus masuk (Netto) FDI ke Indonesia negatif di bandingkan negara-negara
anggota ASEAN lainnya, terkecuali Myanmar.
Tabel 6 Arus masuk Netto FDI ASEAN, Intra dan Ekstra periode 2004-2006, per 31
Agustus 2007 (Juta Dollar AS)
Negara
2004
ASEAN ASEAN Total
Intra Ekstra Masuk
Arus Arus
Neto Neto
2005
ASEAN ASEAN Total
Intra Ektra Masuk
Arus
Neto

2006
ASEAN ASEAN Total
Intra Ekstra Masuk
Arus
Neto
Perubahan 2004-2005(%)
ASEAN ASEAN Total
Intra Ekstra Masuk
Arus
Neto

Perubahan 2005-2006
ASEAN ASEAN Total

Brunei D
Kamboja
Indonesia
Malaysia
Filiphina
Singapur
Thailand
Vietnam
ASEAN
19,7 192,4 212,0
31,9 99,5 131,4
204,2 1.690,3 1.894,5
7,8 9,2 16,9
980,2 3.643,7 4.623,9
71,1 616,7 687.8
548,0 19.279,5 19.827,7
688,7 5.173,3 5.862,0
242,9 1.367,2 1.610,1
2.803,8 32.313,5 35.117,7
19,4 269,5 288,5
129,2 252,0 381,2
883,3 7.452,7 8.336,0
6,7 21,0 27,7
572,9 3.391,9 3.694,8
12,7 1.841,3 1.854,0
1.175,6 13.826,3 15.001,9
762,2 8.194,8 8.957,0
164,7 1.856,1 2.020,8
3.765,1 37.302,7 41.067,8
9,7 423,8 433,5
155,5 327,7 483,2
1.524,5 4.031,7 5.596,2
10,6 176,8 187,4
467,8 5.591,9 6.059,7
(195,6) 2.440,6 143,0
1.137,7 22.917,9 2.345,0
2.822,1 7.933,9 24,055,4
181,9 2.178,9 2.360,0
6.242,1 46.137,4 52.379,5
(1,2) 39,9 36,1
304,8 153,4 190,2
332,5 340,0 340,0
(13,8) 129,4 63,8
(41,6) (6,9) (14,3)
311,9 (18,3) (6,1)
(82,1) 198,6 169,6
114,5 (28,3) (24,3)
(32,2) 35,8 25,5
34,3 15,4 16,9
(50,6) 57,5 50,21
20,4 30,0 26,8
72,6 (45,9) (33,3)
58,0 740,2 575,8
(18,3) (64,9) 52,8
(27,5) (41,7) (39,4)
(852,7) 32,5 26,5
(13,2) 65,8 60,3
10,4 17,3 16,8
65,8 23,7 27,5
Sumber : Database FDI
Potensi Indonesia bagi untuk meningkatkan investasi sangat besar, baik dilihat dari
sisi penawaran (produksi) maupun sisi permintaan. Dari sisi penawaran, harus dibedakan
antara potensi jangka pendek dan jangka panjang. Potensi jangka panjang yang masih dapat
diandalkan oleh Indonesia tentu adalah masih tersedianya banyak sumber daya alam (SDA),
termasuk komoditas-komoditas pertambangan dan pertanian, dan jumlah tenaga kerja yang
besar. Sedangkan potensi jangka panjang adalah penegmbangan teknologi dan peningkatan
kualitas sumber daya manusia (SDM). Jika potensi panjang ini dapat direalisasikan, dan
berbagai permasalahan seperti yang telah dijelaskan diatas tidak tuntas, maka lambat laun
potensi jangka pendek akan hilang. Misalnya, salah satu permasalahan tenaga kerja di
Indonesia adalah kualitas serta etos kerja yang rendah. Selama ini, keunggulan klasik dari
tenaga kerja Indonesia relatif dibandingkan banyak negara lain adalah upah murah, namun
saat ini dan terutama di masa depan, keunggulan ini (potensi jangka pendek tidak bisa
diandalkan lagi sepenuhnya.
29
III.3.Tantangan Indonesia Dalam Menghadapi Implementasi AEC 2015
Selain peluang yang dapat direbut oleh Negara-negara anggota ASEAN, tentunya
juga ada Tantangan atau Hambatan yang akan dihadapi oleh Negara-negara ASEAN dalam
menghadapai implementasi AEC 2015, tentunya dibutuhkan persiapan menyeluruh agar
dapat menghadapi impelementasi AEC tersebut. Tantangan yang dihadapi oleh seluruh
Negara Anggota ASEAN memasuki integrasi ekonomi ASEAN tidak hanya bersifat internal
di dalam negeri tetapi terlebih lagi persaingan dengan sesama Negara ASEAN dan Negara
lain di luar ASEAN seperti China dan India. Tantangan yang dihadapi oleh Negara anggota
ASEAN dalam menghadapi implementasi AEC 2015, diantaranya :
III.3.1. Laju peningkatan Ekspor
Kinerja ekspor Indonesia selama periode 2004-2008 yang berada di urutan ke-4
setelah Singapura, Malaysia, dan Thailand, dan importer tertinggi ke-3 setelah Singapura dan
Malaysia, merupakan tantangan yang sangat serius ke depan karena telah mengakibatkan
neraca perdagangan Indonesia yang defisit terhadap beberapa Negara ASEAN tersebut.

29
Sebagaimana wawancara yang dilakukan dengan Ibu Donna Gultom, Kepala Subdirektorat Kerjasama
Fasilitasi Perdagangan Investasi ASEAN, Direktorat Kerjama Regional Ditjen KPI, 30 Juni 2010, Jam 11.00-
12.30 WIB.
Ancaman yang diperkirakan lebih serius lagi adalah perdagangan bebas ASEAN dengan
China. Hingga tahun 2007, nilai perdagangan Indonesia dengan China masih mengalami
surplus, akan tetapi pada tahun 2008, Indonesia mengalami defisit sebesar kurang lebih US$
3600 juta. Apabila kondisi daya saing Indonesia tidak segera diperbaiki, nilai difisit
perdagangan dengan China akan semakin meningkat. Akhir-akhir ini pelaku usaha khususnya
yang bergerak di sektor industri petrokimia hulu, baja tekstil dan produk tekstil, alas kaki
serta eletronik, menyampaikan kekhawatirannya dengan masuknya produk-produk sejenis
dari China dengan harga relatif lebih murah dari produksi dalam negeri.
30
Tahun 2009 merupakan tahun yang kurang baik bagi kinerja ekspor nasional.
Sepanjang tahun 2009 nilai ekspor Indonesia terseret karena di picunya perekonomian global
yang belum stabil. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor sepanjang
November 2009 mengalami penurunan sebesar 12,12% menjadi US$ 10,76 miliar
dibandingkan bulan sebelumnya (Oktober) sebesar US$ 12,2 miliar. Ekspor non migas
selama November mencapai US$8,43 miliar, atau mengalami penurunan lebih tajam yaitu
16,28% dibandingkan dengan November 2008 ekspor non migas masih naik 2,51%. Bukan
tidak mungkin yang terjadi di sektor usaha nasional akan semakin parah jika pemerintah tidak
segera mengambil langkah kongkret apabila mengacu terhadap tekanan yang diterima pelaku
usaha domestik pasca pemberlakukan ASEAN-China-FTA akan semakin berat dan
kekhawatiran terbesar adalah produsen nasional akan beralih menjadi importir sehingga
ekonomi domestik akan semakin memperkeruh kondisi industri nasional karena tekanan
hebat yang diterima di pasar internasional maupun domestik
31

30
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag-RI), Menuju ASEAN Economic Community 2015,
(Kemendag-RI, Jakarta 2009), hal. 216.
31
Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia (BPPK
Kemenlu-RI), AEC Blueprint: Tindaklanjut dan Kesiapan Indonesia menujui AEC 2015, (Sekretariat BPPK,
Kemenlu-RI, Jakarta, Tahun 2008).
Sehingga Departemen Perindustrian Indonesia, mengusulkan modifikasi kosesi tariff
produk Indonesia dalam skema CEPT-AFTA dengan melengkapi produk-produk Indonesia
dengan justifikasi, hal tersebut dilakukan karena, Indonesia mengalami atau berpotensi
mendapat tekanan lebih kuat akibatnya membajirnya produk-produk mitra dagang baik
negara intra-ASEAN maupun ekstra ASEAN, khususnya China. Dalam menetapkan pos tariff
yang perlu dimodifikasi, Departemen Perindustrian menggunakan pendekatan daya saing
industri (Reveald Competitive Advantage) dan memasukan aspek lain, seperti perkembangan
ekspor-impor dalam kurun waktu tertentu, trend impor, kapasitas negara pesaing dan
informasi lainnya. Pos tariff yang diusulkan oleh Departemen Perindustrian dalam skema
CEPT-AFTA, terkait integrasi AEC 2015, pada awalnya sebanyak 309 pos tariff, yang
meliputi kelompok industri baja, tekstil dan produk tekstil, elektronika, kimia anorganik
dasar, petrokimia, furniture, alas kaki, produk industri kecil, permesinan kosmetik, dan jamu.
Namun setelah pengkajian ulang hanya ada sebanyak 228 pos tariff yang di usulkan untuk
dilakukan modifikasi.
Dengan menggunakan usulan modifikasi komitmen, diusulkan kiranya, Kementrian
Perdagangan dan Perindustrian dapat melakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan
kemungkinan di terapkannya trade defense seperti bea masuk, tindakan pengamanan
(BMAD), bea masuk imbalan (BMI) dan penerapan standar internasional yang diadopsi ke
tingkat internasional. Berdasarkan masukan-masukan dari asosiasi dan sektor swasta dengan
mempertimbangkan kondisi sektor industri yang mangalami keterpurukan yang cukup tajam,
Kementrian Perindustrian mengusulkan untuk melakukan modifikasi atau penundaan kosesi.
Sementara berdasarkan Article 23 ASEAN Trade In Goods Agreement (ATIGA) mengenai
Temporary Modification or Suspension of Concessions. Dalam rapat interdep yang
dikoordinasikan oleh Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan, Kementrian
Perindustrian mengusulkan modifikasi atau penundaan kosesi sebanyak 381 pos tariff.
Mempertimbangkan kalkulasi nilai ekspor negara-negara tersebut, untuk CEPT-AFTA,
Kementrian Perindustrian mengusulkan jumlah produk yang di usulkan untuk dilakukan
modifikasi atau penundaan terhadap produk domestik yang masih berkembang sebanyak 277
pos tariff.
32
Berdasarkan Article pasal 4 ATIGA Agreement, Kementrian Perindustrian telah
melakukan identifikasi sejumlah pos tariff yang berpotensi diminta kompesasinya oleh
Negara-negara ASEAN lainnya yang memiliki Substantial supplying interest yaitu Negara-
negara yang nilai ekspornya, atas pos tariff yang bersangkutan ke Indonesia, minimal
mencapai 20 % dari nilai total impor Indonesia dari Negara-negara ASEAN. Mengingat
Indonesai hanya memiliki 112 pos tariff (96 GEL dan 16 TEL )untuk dijadikan kompensasi
atas usulan modifikasi, maka dari itu Kementrian Perindustrian Kementrian Perdagangan, dan
Kementrian Pertanian dapat secepatnya membahas bentuk kompensasi lain yang dapat
dipertimbangkan oleh Negara-negara ASEAN sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
33

32
Hasil wawancara dengan Bapak Riris Marhadi Kabid Kerjasama Fora Internasional Pujakin Kememperin-RI
pada tanggal 3 Juli 2010 Jam 13.30 WIB.
33
Kementrian Perindustrian Republik Indonesia (Sekretariat Jenderal Kememprin-RI)
Tabel 7. Rekapitulasi Usulan Modifkasi/Penundaan Penurunan Tariff CEPT-
AFTA (AEC 2015)
No Sektor Industri
Jml Pos Tarif
5 % 2,5% Total
Usulan 2010
Setuju Ditunda Ditunda
0% (5% or 2.5%) Posisi Per 22 Des
2009)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Alat Transportasi Darat, maritim
Aneka
Elektronika & Telematika
Hasil Hutan dan Perkebunan
Kimia Hilir
Kimia Hulu
Kerajinan
Logam
Makanan & Minuman
Mesin
Tekstil dan Produk Tekstil
Pertaninan
Binaan Departemen Kelautan
dan Perikanan
TOTAL INCLUSION LIST
145 - 145
125 - 125
50 - 50
196 7 203
348 13 361
227 10 237
84 4 88
283 2 285
105 - 105
109 - 109
4 - 4
7 - 7
7 - 7
1690 36 1726
89 56 27
53 72 -
9 41 -
203 - -
219 142 71
155 82 17
77 11 1
72 213 72
29 76 17
22 87 18
- 4 4
- - -
- - -
928 784 227
Sumber : Kememperin-RI, Sekretariat Jenderal
III.3.2. Laju Inflasi
Tantangan lainnya adalah laju inflasi, Inflasi adalah suatu proses atau peristiwa
kenaikan tingkat harga barang-barang secara umum. Atau dapat dikatakan inflasi adalah
suatu proses menurunnya nilai uang secara kontinu. Inflasi dikatakan sebagai proses kenaikan
harga apabila ada kecenderungan harga meningkat terus menerus atau tidak bersifat
musiman.
laju inflasi di antara Negara anggota ASEAN adalah bervariasi. Indonesia yang masih
tergolong tinggi bila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Tahun 2008 tingkat
inflasi cukup tinggi yaitu Januari-Agustus 2008 tercatat 9,4%, dan inflasi Agustus 2007-
Agustus 2008 mencapai 11,85% dan Februari 2009 ting
Tingkat inflasi di perkirakan pada kisaran 5-5,5% atau mengecil dari perkiraan asumsi
sebelumnya sebesar 6,3%. Menghadapi hal ini Bank Indonesia (BI) melakukan antisipasi
dengan menaikan BI Rate pada bulan-bulan terakhir sampai September 2008, dan saat ini BI
Rate sudah mencapai 9,25%. Tingginya BI Rate ini memang diharapkan dapat menekan
angka inflasi namun disisi lain akan berpengaruh terhadap sektor rill karena kenaikan BI Rate
berakibat terhadap peningkatan tingkat bunga pinjaman di bank-bank komersial.
Stabilitas makro menjadi kendala peningkatan daya saing Indonesia dan tingkat
kemakmuran Indonesia juga masih lebih rendah dibandingkan dengan negara lain. Populasi
Indonesia yang terbesar di ASEAN membawa konsekuensi tersendiri bagi pemerataan
pendapatan, 3 (tiga) Negara ASEAN yang lebih baik dalam menarik PMA/FDI mempunyai
pendapatan per kapita yang lebih tinggi dari Indonesia.
34
III.3.3. Kesamaan Keunggulan Komparatif
Kemampuan Negara-negara anggota ASEAN untuk menembus pasar global atau
meningkatkan ekspornya ditentukan oleh suatu komoditas dari sejumlah faktor keunggulan
relatif yang dimiliki masing-masing perusahaan di dalam negeri atau pesaing-pesaing dari
negara lain. Dalam konteks ekonomi/perdagangan internasional pengertian daripada
keunggulan relatif dapat didekati dengan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.
Suatu negara memiliki keunggulan bisa secara alami (natural advantages) atau yang
dikembangkan (acqured advantages). Sedangkan yang dimaksud dengan keunggulan yang
dikembangkan adalah misalnya tenaga kerja yang walaupun jumlahnya sedikit memiliki
persediaan atau ketrampilan yang ltinggi baik daripada bahan baku asli, atau berproduksi
secara lebih efisien dibandingkan negara laing yang kaya akan SDA.
35
Inti daripada paradigma keunggulan kompetitif adalah bahwa keunggulan suatu
negara atau industri di dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif
yang dimilikinya, yang diperkuat dengan proteksi atau bantuan dari pemerintah juga sangat
ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya. Dari pemetaan terhadap keunggulan Negara
ASEAN di sektor prioritas integrasi,
36
hampir sebagaian besar mempunyai keunggulan di
sektor pertanian, perikanan, produk karet, produk berbasis kayu dan elektronik. Hal ini
menunjukan kesamaan jenis produk ekspor keunggulan yang antara lain juga menyebabkan
pangsa perdagangan intra-ASEAN yang hanya berkisar 20-25% dari total perdagangan

34
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag-RI), Menuju ASEAN Economic Community 2015,
(Kemendag-RI, Jakarta 2009), hal. 217.
35
Ibid, hal. 288.
36
Terdapat 12 Sektor Prioritas Integrasi (SPI) yang dipercepat integrasinya pada 2010, yaitu produk pertanian,
angkutan udara, otomotif, e-ASEAN, elektronik, perikanan, kesehatan, produk hasil karet, tekstil dan appareal,
pariwisata, produk kayu, dan jasa logistic.
ASEAN. Untu itu, perlu dilakukan strategi peningkatan nilai tambah produk ekspor Indonesia
dibandingkan dengan negara ASEAN lain yang sekaligus asesmen terhadap dampak
substitusi impor yang berpeluangmeningkat sejalan dengan terhapusnya hambatan
perdagangan di ASEAN. Untuk perdagangan intra-ASEAN pangsa Indonesia masih relatif
rendah (26%)dibandingkan dengan negara Singapura (31%) dan Malaysia (26%).
Peningkatan keunggulan komparatif di sektor prioritas integrasi di tahun 2004, Thailand
tercatat mempunyai keunggulan komparatif tertinggi di ASEAN, yaitu: dalam 7 sektor
prioritas, Indonesia memiliki keunggulan di 5 sektor priorias, yaitu: produk berbasis kayu,
pertanian, perikanan, produk karet, dan elektronik. Meski Malaysia dan Filiphina tercatat
baru memiliki keunggulan di 4 sektor, peningkatan daya saing menjadi prioritas, apalagi
perkembangan terkini memungkinkan terjadinya pergesaran keunggulan komparatif di sektor
tersebut.
37
III.3.4. Daya Saing Sumber Daya Manusia (SDM)
Tidak diragukan bahwa salah satu penyebab rendahnya daya saing global adalah Daya
Saing Sumber Daya Manusia (SDM). SDM dalam ASEAN merupakan salah satu tantangan
atau hambatan yang mesti hadapi oleh Negara anggota ASEAN. Salah satu Negara yang
bermasalah dengan SDMnya adalah Indonesia. SDM Indonesia adalah salah satu tantangan
yang paling menonjol karena masalah ketenaga kerjaan yang tidak kondusif, khususnya
terkait tiga hal yang semakin menyolot sejak era reformasi, yakni sikap buruh Indonesia yang
semakin militan yang semakin memperbesar industrial unrest, biaya tenaga kerja meningkat
terus, dan tingkat produktivitas yang rendah, yang terakhir ini terutama disebabkan oleh

37
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag-RI), Menuju ASEAN Economic Community 2015,
(Kemendag-RI, Jakarta 2010),
tingkat pendidikan tenaga kerja di Indonesia yang rata-ratanya rendah. Menurut penelitian
Bank Dunia (2004), biaya satuan pekerja di Indonesia lebih tinggi sekarang ini dibandingkan
pada masa sebelum krisis 1997/98, dan merupakan salah satu penyebab rendahnya daya saing
biaya dari produksi di Indonesia. Data ILO menunjukkan dengan jelas besarnya kesenjangan
kualitas tenaga kerja dalam bentuk disparitas angka produktivitas tenaga kerja yang cukup
besar antara Indonesia dengan beberapa negara ASEAN lainnya, khususnya Singapura. Di
Singapura, tingkat produktivitas tenaga kerja mencapai hampir 17 kali Kamboja, 10,6 kal
Myanmar, dan 10 kalinya Vietnam
Tabel 8: Produktivitas Tenaga Kerja di ASEAN
Negara 1990 1995 2000 2003 2004 2005
Kamboja
Indonesia
Malaysia
Myanmar
Filipina
Singapura
Thailand
Vietnam
2296
5945
13434
1959
6348
28191
8291
2346
2297
8205
18473
2328
6195
38888
11871
3094
3037
7588
19254
3017
6952
42888
11984
3803
2732
8321
19953
3819
6797
46235
13135
4328
2714
8656
21128
4172
7164
49457
13541
4553
2845
922
22112
4541
7271
47975
13915
4809
Sumber: ILO (2007).
Laporan tahunan dari UNDP mengenai pembangunan manusia juga menunjukan data
Indonesia yang konsisten dengan kenyataan rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja di
Indonesia. Dalam kawasan ASEAN, Indonesia walaupun merupakan negara anggota terbesar
dari sisi jumlah penduduk atau angkatan kerja (potensi SDM), namun demikian Indonesia
bukan yang terbesar dalam kualitas dan upaya pengembangan SDM
Tabel 9: Pengembangan Manusia di ASEAN
Negara Literacy rate
(% of age 15+)
Gross enlorment ratio
(primary-tertiaryschool)
Expenditur on education
2000-05 (% 0f GDP)
Expenditure on health
2004 (% of GDP)
Singapura
Brunei Darussalam
Malaysia
Thailand
Filipina
Vietnam
Indonesia
Laos
Kamboja
Myanmar
92,5
92,7
88,7
92,6
92,6
90.3
90,4
68,7
73,6
89,9
87,3
77,7
74,3
71,2
81,1
63,9
68,2
61,5
60
49,5
3,7
,,
6,2
4,2
2,7
,,
0,9
2,3
1,9
1,3
1,3
2,6
2,2
2,3
1,4
1,5
1
0,8
1,7
0,3
Sumber: UNDP (diambil dari Tabel 3.11 di BI, 2008).
Kemampuan bersaing SDM tenaga kerja harus ditingkatkan baik secara formal
maupun informal. Kemampuan tersebut diharapkan harus minimal memenuhi ketentuan
dalam MRA yang telah disetujui. Pada tahun 2008-2009, mode 3 pedirian perusahaan
(commercial presence) dan Mode 4 berupa mobilitas tenaga kerja (movement of natural
persons) intra-ASEAN akan diberlakukan untuk sektor prioritas integrasi. Untuk itu,
Indonesia harus dapat meningkatkan kualitas tenaga kerjanya sehingga bisa digunakan baik
di dalam negeri maupun intra-ASEAN, untuk mencegah banjirnya tenaga kerja terampil dari
luar. Pekerjaan ini tidaklah mudah karena memerlukan adanya cetak biru sistem pendidikan
secara menyeluruh dan sertifikasi sebagai profesi.
III.3.5. Tingkat perkembangan ekonomi
Tingkat perkembangan ekonomi Negara-negara Anggota ASEAN hingga ini masih
beragam. Secara sederhana penyebutan ASEAN-6 dan ASEAN-4 dimaksudkan selain untuk
membedakan tahun bergabungnya dengan ASEAN, juga menunjukan perbedaan tingkat
ekonomi. Apabila diteliti lebih spesifik lagi, tingkat kemajuan berikut ini juga terdapat
diantara Negara Anggota ASEAN, (i) kelompok negara maju (Singapura), (ii) kelompok
negara dinamis (Thailand dan Malaysia), (iii) kelompok negara pendapatan menengah
(Indonesia, Filiphina, dan Brunei) dan (iv) kelompok negara belum maju (CLMV). Tingkat
kesenjangan yang tinggi tersebut merupakan salah satu masalah di kawasan yang cukup
mendesak untuk dipecahkan agar tidak menghambat percepatan kawasan menuju AEC
2015.
38
oleh karenanya, ASEAN dalam menentukan jadwal komitmen liberalisasi
mempertimbangkan perbedaan tingkat ekonomi tersebut. Dalam rangka membangun
ekonomi yang merata di kawasan (region of equitable economic development), ASEAN harus
bekerja keras dalam negeri masing-masing, dan bekerja sama dengan sesama ASEAN.
Tantangan lainnya yang akan dihadapi oleh Indonesia adalah bagaimana
mengoptimalkan peluang tersebut. Bila Indonesia tidak melakukan persiapan yang berarti
maka Indonesia akan menjadi Negara tujuan pemasaran bagi Negara ASEAN lainnya.
Rendahnya peringkat Indonesia dalam pelaksanaan usaha di tahun 2010 (Doing Business
2010, International Finnance Corporation, World Bank) yaitu 122 dari 185 Negara,
sementara peringkat Negara ASEAN lainnya seperti Thailand (12) , Malaysia (23, Vietnam
(93), dan Brunnei Darussalam (96) yang berada jauh di atas Indonesia, merupakan potensi

38
Ibid.
kehilangan bagi Indonesia karena investor akan lebih memilih negara-negara tersebut sebagai
tujuan investasinya.
39
Menjadi suatu masalah yang perlu dicermati oleh seluruh elemen Negara, dalam hal
ini tidak hanya intitusi tertinggi (pemerintah) akan tetapi perlunya pemahaman mendalam
intitusi di luar pemerintahan (masyarakat, Akademisi, LSM pembisnis) perlu mencermati
dengan seksama apa yang menjadi kendala Indonesia dalam meraih peluang yang ditawarkan
dalam AEC 2015. Tentunya korelasi antara pemerintah atas hingga elemen terkecil suatu
Negara sangat penting sehingga apresiasi atas peluang yang di tawarkan dalam AEC bias
direbut dengan optimal.
Seperti yang telah disebutkan diatas Laju Peningkatan ekspor, laju inflasi, kesamaan
keunggulan komparatif, SDM, dan Tingkat perkembangan Ekonomi merupakan tantangan
atau kendala yang dihadapi oleh Indonesia, maka dari itu unsur Negara perlu lebih
memperhatikan beberapa permasalahan tersebut, tentunya perlu ada suatu tindakan atau
langkah kongkrit yang harus di lakukan agar supaya dapat meminimalisikan atau mencari
solusi setidaknya kendala tersebut diatas diperkecil atau menciptakan suatu upaya agar
tantangan tersebut bisa diatasi. Butuh kesadaran semua pihak yang bersangkutan agar
tantangan-tantangan tersebut diatas dapat diatasi sehingga peluang yang di harapkan dapat
tercapai

39
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag-RI), Menuju ASEAN Economic Community 2015,
(Kemendag-RI, Jakarta 2010), hal. 61

You might also like