You are on page 1of 4

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan jumlah sepeda motor sebagai alat transportasi utama saat ini berpengaruh terhadap peningkatan jumlah bengkel. Bengkel-bengkel ini merupakan sarana untuk melakukan pemeliharaan dan perbaikan baik secara rutin maupun berkala sehingga menyebabkan pemakaian produk minyak pelumas, maupun produk penunjang kendaraan lainnya juga ikut meningkat. Sebagaimana disebutkan dalam Lampiran I Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999, limbah B3 dari kegiatan bengkel ini merupakan limbah B3 dari sumber spesifik yang berupa limbah cair dan limbah padat. Limbah cair yang dihasilkan berupa pelumas bekas, pelarut (cleaning degreasing), limbah cat, dan asam, sedangkan limbah padat yang dihasilkan berupa baterai bekas. Menurut PP No 18 Tahun 1999 jo. PP No 85 Tahun 1999, limbah B3 yang dibuang langsung ke dalam lingkungan dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan sehingga untuk menghilangkan atau mengurangi risiko yang ditimbulkan dari limbah B3 tersebut, maka perlu dikelola secara khusus. Seiring dengan perkembangan Kota Surabaya, jumlah oli bekas dan limbah B3 padat lainnya juga terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah kendaraan bermotor dan mesin-mesin bermotor. Surabaya Utara memiliki bengkel kendaraan bermotor roda dua sebanyak 121 bengkel yang tersebar di lima kecamatan yang terdiri dari kecamatan Krembangan, Pabean Cantikan, Semampir, Kenjeran, dan Bulak. Semampir merupakan kecamatan dengan luas wilayah dan jumlah penduduk terbesar di Surabaya Utara. Jumlah bengkel kendaraan bermotor roda dua di kecamatan Semampir juga menempati urutan pertama yaitu 27 bengkel (Survey Pendahuluan). Berdasarkan penelitian yang telah 1

2 dilakukan Mukhlishoh dan Afiuddin (2012), pengelolaan limbah B3 yang berasal dari bengkel perwakilan kendaraan roda dua masih belum sesuai dengan peraturan sehingga dapat diperkirakan bahwa kondisi yang sama terjadi pula pada bengkel bebas yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan bengkel perwakilan. Oli bekas yang dihasilkan dari kegiatan bengkel merupakan senyawa hidrokarbon yang dapat mengubah struktur dan fungsi tanah sehingga produktifitas tanah menjadi menurun. Pencemaran oli bekas dapat terjadi dikarenakan tidak adanya sistem yang baku mengenai pengelolaan minyak pelumas bekas terutama dari bengkel-bengkel kendaraan bermotor (Surtikanti, 2004). Pembuangan limbah B3 bengkel yang tidak dikelola dengan baik dapat mengakibatkan pencemaran dan menurunnya daya dukung lingkungan. Limbah bengkel mengandung Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) yang bersifat karsinogenik dan berbahaya bagi makhluk hidup (Irfai, 2007). Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pemerintah daerah dapat menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah tersebut, pemerintah daerah dapat menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya, salah satunya urusan yang terkait dengan lingkungan hidup sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007. Berdasarkan Keputusan Kepala Bapedal Nomor 2 Tahun 1998, bengkel merupakan salah satu badan usaha yang pengelolaan limbahnya, dalam hal ini limbah B3, berada di bawah pengawasan pemerintah daerah. Namun dalam Peraturan Pemerintah tersebut untuk kasus oli bekas masih ditangani oleh pemerintah pusat, sedangkan pemerintah provinsi, kabupaten/kota hanya diberi tugas sebagai pelapor jika terjadi kasus mengenai oli bekas (Silaban, 2008). Belum adanya peraturan yang spesifik mengenai pengelolaan limbah B3 dari hasil kegiatan perbengkelan khususnya bengkel kendaraan bermotor roda dua

3 ini menyebabkan limbah B3 bengkel kendaraan bermotor roda dua belum terkelola dengan baik. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi pengelolaan limbah B3 bengkel kendaraan bermotor roda dua di Kecamatan Semampir, Surabaya Utara. 1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diperoleh berdasarkan permasalahan diatas antara lain: 1. Bagaimana jumlah timbulan, karakteristik, dan pengelolaan limbah B3 yang berasal dari bengkel kendaraan roda dua di Kecamatan Semampir, Surabaya Utara? Bagaimana pengelolaan limbah B3 yang berasal dari bengkel kendaraan roda dua yang ada di Kecamatan Semampir, Surabaya Utara? Tujuan

2.

1.3

Dari rumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin dicapai antara lain: 1. Mengidentifikasi jumlah timbulan, karakteristik, dan pengelolaan limbah B3 dari bengkel kendaraan roda dua di Kecamatan Semampir, Surabaya Utara. Menentukan pengelolaan limbah B3 dari bengkel kendaraan roda dua di Kecamatan Semampir, Surabaya Utara.

2.

4 1.4 Ruang Lingkup

Tugas akhir ini memiliki ruang lingkup antara lain: 1. 2. 3. Wilayah studi yang diidentifikasi adalah Kecamatan Semampir, Surabaya Utara. Bengkel yang akan dijadikan sampling adalah bengkel motor perwakilan dan bengkel motor bebas. Limbah bengkel terdiri dari bekas kemasan oli, limbah oli, limbah aki/ accu, sisa onderdil dan kain lap/ majun yang digunakan di bengkel. Identifikasi timbulan, karakteristik, pengelolaan limbah B3 dari bengkel yang ada di Kecamatan Semampir, Surabaya Utara. Kuesioner dibagikan untuk semua bengkel kendaraan roda dua yang ada di Kecamatan Semampir, Surabaya Utara. Pengelola maupun pemanfaat berada di wilayah Surabaya. Pengambilan contoh bengkel untuk pengukuran timbulan limbah bengkel dilakukan secara stratified random sampling. Pengelolaan di sumber meliputi reduksi, pewadahan, penyimpanan sementara, pengolahan disumber serta transportasi limbah B3 bengkel. Manfaat

4.

5.

6. 7.

8.

1.5

Manfaat yang diharapkan adalah hasil yang akan diperoleh diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mengevaluasi peraturan yang terkait dengan limbah B3 terutama limbah B3 yang berasal dari usaha bengkel, sehingga pengelolaan limbah B3 dapat diatur dalam peraturan secara rinci dan jelas dalam upaya mengurangi pencemaran yang disebabkan oleh limbah B3 bengkel tersebut.

You might also like