You are on page 1of 6

Moch. Rum Alim.

ANALISIS KETERKAITAN DAN KESENJANGAN EKONOMI INTRA DAN


INTERREGIONAL JAWA-SUMATERA. Disertasi. IPB. 2006

VIII. SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan

1. Antara Jawa dan Sumatera terdapat perbedaan struktur ekonomi, baik

secara agregat maupun secara parsial. Transformasi struktur ekonomi di Jawa

berlansung secara sistimatis, sehingga memiliki tingkat kedalaman peran yang

mantap dalam PDRB Jawa. Sebaliknya, transformasi struktur ekonomi di

Sumatera berlangsung secara acak, sehingga tidak memiliki tingkat kedalaman

peranan dalam PDRB seperti yang terjadi di Jawa.

2. Interaksi ekonomi antara Jawa dan Sumatera lebih menguntungkan

perekonomian Jawa dalam arti impor Sumatera dari Jawa lebih besar dari

impor Jawa dari Sumatera. Impor Sumatera dari Jawa yang terbesar berasal

dari sektor industri pengolahan dan impor Sumatera pada sektor ini

merupakan sumber utama defisit neraca perdagangan Sumatera atas Jawa.

3. Pengeluaran interregiona berbagai golongan rumahtangga Sumatera ke

Jawa yang terbesar terjadi pada sektor industri pengolahan, terutama pada

sektor industri makanan, minuman dan tembakau (IMMJ). Sebenarnya total

pengeluaran rumahtangga golongan rendah kota (GRKJ) dan golongan atas

kota (GAKJ) di Jawa ke Sumatera lebih besar daripada total pengeluaran

golongan rumahtangga yang sama di Sumatera ke Jawa. Namun surplus yang

diperoleh dari dua golongan rumahtangga ini menjadi tidak berarti karena

defisit pengeluaran rumahtangga lainnya di Sumatera ke Jawa lebih besar.

Pengeluaran interregional yang terbesar dari kedua golongan rumahtangga

Jawa tersebut terjadi pada sektor jasa, terutama pada sektor perdagangan,

restoran dan hotel dan sektor transportasi dan komunikasi.


217

4. Keterkaitan (linkages) antarsektor intra region menunjukkan bahwa sektor

jasa-jasa lain, baik di Jawa maupun di Sumatera memiliki backward dan

forward linkages yang tergolong tinggi. Berarti, sektor ini memiliki kekuatan

untuk mendorong kemajuan ekonomi pada masing-masing wilayah.

Sementara itu, sektor perdagangan, restoran dan hotel, dan sektor industri

makanan, minuman dan tembakau di Jawa dan di Sumatera relatif kurang

terkait dengan sektor-sektor di belakangnya. Dengan demikian, kedua sektor

tersebut relatif kurang mampu menyebarkan kemajuannya kepada sektor-

sektor lain di masing-masing wilayah.

5. Keterkaitan antarsektor interregional (interlinkages) menunjukkan bahwa

secara agregat tingkat ketergantungan perekonomian Sumatera atas input yang

berasal dari Jawa relatif sangat tinggi dibandingkan dengan tingkat

ketergantungan perekonomian Jawa atas input yang berasal dari Sumatera.

Tingkat ketergantingan perekonomian Sumatera atas input yang berasal dari

Jawa yang terbesar berasal dari sektor perdagangan, restoran dan hotel

(PRHJ), dan sektor industri makanan. Minuman dan tembakau (IMMJ).

6. Guncangan output pada sektor produksi menimbulkan distribusi

pendapatan faktorial yang bias kapital dan distribusi pendapatan institusi yang

bias pendapatan rumahtangga, baik intra maupun interregional. Golongan

rumahtangga di Jawa yang paling menikmati efek kenaikan pendapatan dari

setiap guncangan output adalah rumahtangga golongan rendah kota dan

rumahtangga golongan atas kota. Sedangkan di Sumatera, golongan

rumahtangga yang paling menikmati efek kenaikan pendapatan dari setiap

guncangan output adalah rumahtangga pengusaha tani dan rumahtangga


218

golongan rendak kota. Hal ini terjadi karena golongan rumahtangga tersebut

memiliki faktor produksi primer lebih besar dari yang dimiliki golongan

rumahtangga lainnya.

7. Guncangan output di Sumatera pada sektor manapun akan menimbulkan

spillover effect ke Jawa relatif lebih besar daripada sebaliknya apabila

guncangan output terjadi di Jawa. Implikasinya, kemajuan ekonomi Jawa

lebih cepat dari kemajuan ekonomi Sumatera, sehingga kesenjangan ekonomi

antara Jawa dan Sumatera tak terhindarkan.

8. Skenario Arus Balik mengindikasikan bahwa stimulus ekonomi pada

sektor manapun yang dilakukan di Sumatera saja akan menimbulkan kenaikan

total output kedua wilayah lebih besar dan terdistribusikan secara berimbang

daripada stimulus tersebut dilakukan pada kedua wilayah secara simultan,

apalagi hanya di Jawa saja.

9. Skenario Distribusi Pendapatan Rumahtangga mengindikasikan bahwa

stimulus ekonomi kepada rumahtangga berpenghasilan rendah di wilayah

manapun, akan memperlebar kesenjangan pendapatan antara berbagai

golongan rumahtangga di masing-masing wilayah yang memperoleh stimulus

ekonomi tersebut. Golongan rumahtangga yang paling beruntung dari stimulus

ekonomi tersebut adalah golongan rumahtangga yang memiliki faktor

produksi primer yang paling besar.

10. Perbedaan struktur ekonomi antara Jawa dan Sumatera menimbulkan

belanja Sumatera ke Jawa lebih besar daripada belanja Jawa ke Sumatera.

Akibatnya spillover effect dari Sumatera ke Jawa lebih besar daripada

sebaliknya. Dalam kondisi ini stimulus ekonomi atau guncangan output pada
219

sektor produksi manapun pada kedua wilayah secara silmultan akan

menimbulkan kesenjangan ekonomi antara kedua wilayah. Dengan demikian,

langkah kebijakan yang paling arif untuk mengatasi kesenjangan ekonomi

antara kedua wilayah adalah mengalokasikan seluruh sumberdaya

pembangunan ke luar Jawa, yang dalam konteks studi ini adalah ke Sumatera.

7.2. Saran

7.2.1. Implikasi Kebijakan

Pemerintah pusat mengemban tugas yang berat dan pelik. Tugas-tugas berat

tersebut di antaranya adalah mengatasi pengangguran, kemiskinan, dan

kesenjangan ekonomi antarwilayah. Dalam kondisi keterbatasan sumberdaya,

pemerintah harus memilih, yang mana yang menjadi prioritas. Pilihan yang

terbaik adalah mengatasi kesenjangan ekonomi antarwilayah. Sebab dengan

mengatasi kesenjangan ekonomi antarwilayah, maka masalah pengangguran dan

kemiskinan akan ikut teratasi dengan sendirinya. Untuk maksud tersebut studi ini

memberikan rekomendasi kebijakan, sebagai salah satu alternatif, sebagai berikut:

1. Wilayah Jawa diperlakukan sebagai wilayah yang ekonominya sudah

mandiri dan tidak memerlukan bantuan pemerintah pusat, kecuali beberapa

kabupaten yang memang masih tertinggal. Perlakuan yang dengan demikian

diperlukan, agar pemerintah pusat memiliki dana yang cukup besar untuk

dialokasikan ke Sumatera dan wilayah-wilayah lainnya. Dengan alokasi dana

yang besar ke Sumatera dan wilayah-wilayah lain, akan memacu percepatan

pertumbuhan ekonomi Sumatera, yang kemudian mengalir kembali ke Jawa

sehingga pertumbuhan ekonomi kedua wilayah menjadi relatif berimbang dan

distribusi pendapatan pun relatif lebih merata.


220

2. Hasil sumberdaya alam yang diperoleh dari Sumatera dikembalikan ke

Sumatera dalam proporsi yang lebih besar dari yang berlaku saat ini, agar

Sumatera dapat membiayai pembangunan infrastruktur, prasarana dan serana

trasportasi, serta prasarana dan serana komunikasi. Infrastruktur dan fasilitas-

fasilitas tersebut diperlukan guna membangun lingkungan usaha yang menarik

bagi para investor, baik lokal maupun asing.

3. Pemerintah pusat hendaknya melakukan intervensi untuk membatasi

munculnya industri baru di pulau Jawa. Intervensi ini diperlukan guna

mencegah berlanjutnya konversi lahan pertanian produktif sekaligus

mendorong penyebaran industri ke luar pulau Jawa.

4. Pemerintah daerah di Sumatera perlu mendorong tumbuhnya industri-

industri berbasis bahan baku lokal dan berorientasi ekspor, dengan

memberikan kemudahan dan insentif, seperti taxholiday selama masa tertentu.

Dalam kaitan ini, pemerintah pusat perlu memfasilitasi dan membantu

pemerintah daerah untuk menciptakan lingkungan usaha yang menarik.

5. Menciptakan dan mengembangkan keterkaitan antarsektor intra region dan

keterkaitan antarsektor interregional secara luas dan mendalam. Hal ini berarti

bahwa industri-industri yang masih menggunakan bahan baku dari luar negeri,

secara bertahap mulai dikurangi dan mengupayakan agar dapat dihasilkan di

dalam negeri.

6. Pemerintah pusat perlu meninjau kembali kebijakan pemerataan

pendapatan rumahtangga dan menggunakan dana tersebut untuk membangun

infrastruktur dan berbagai sarana-prasarana di luar Jawa, termasuk di

Sumatera dan membantu pemerintah daerah di luar Jawa membangun

lingkungan bisnis yang menarik di luar Jawa..


221

7.2.2. Penelitian Lanjutan

1. Penelitian ini masih bersifat makro. Oleh karena itu masih memerlukan

studi lain yang bernuansa mikro, yang diantaranya untuk menemukan lokasi-

lokasi strategis bagi penyebaran sektor industri di Sumatera dan wilayah

lainnya di luar Jawa.

2. Perlu ada penelitian serupa dengan menggunakan data SAM dua titik

waktu, sehingga dapat menjelaskan perubahan kesenjangan ekonomi dan

distribusi pendapatan interregional secara lebih baik.

3. Untuk memperkaya khasana ilmu ekonomi regional di Indonesia,

penelitian serupa perlu dilakukan pada wilayah pulau lain yang berdekatan,

misalnya antara Kalimantan dan Sulawesi, atau pada wilayah propinsi atau

wilayah kabupaten yang bertetangga.

You might also like