You are on page 1of 20

ASMA

OLEH: Martino S, Venny Mandang


1

DEFINISI

Penyakit Asma (Asthma) adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

PATOGENESIS

PATOGENESIS

Perubahan struktur yang terjadi :


Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus Penebalan membran reticular basal Pembuluh darah meningkat Matriks ekstraselular fungsinya meningkat Perubahan struktur parenkim Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis

EPIDEMIOLOGI

Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian (mortaliti) ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/ 1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/ 1000 dan obstruksi paru 2/ 1000.

FAKTOR RESIKO

DIAGNOSIS

Riwayat penyakit / gejala :


Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu Respons terhadap pemberian bronkodilator

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :

Riwayat keluarga (atopi) Riwayat alergi / atopi Penyakit lain yang memberatkan Perkembangan penyakit dan pengobatan

10

DIAGNOSIS

Pemeriksaan Jasmani

Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah sesak napas, mengi pada auskultasi. Pada serangan yang sangat berat dapat disertai sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas

11

DIAGNOSIS

Faal Paru

Spirometri Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio Volume ekspirasi paksa detik pertama(VEP1) / kapasitas vital paksa (KVP) < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi. Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter) Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE 15% setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi kortikosteroid (inhalasi/ oral , 2 minggu) Pemeriksaan lain Status alergi

Classification of Asthma Control Components of Control


2007 NAEPP Guidelines, EPR-3 Section 3, pg 77. (Youths 12 years of age and adults)

Well-Controlled 2 days/week
2x/month None >80% predicted/persona l best

Not WellControlled

Very Poorly Controlled

Symptoms
Nighttime awakening Interference with normal activity

>2 days/week
1-3x/week Some limitation 60-80% predicted/personal best

Throughout the day


4x/week Extremely limited <60% predicted/personal best

Impairment

FEV1 or peak flow Validated Questionnaires ATAQ ACQ ACT


Exacerbations Progressive loss of lung function

0 0.75* 20
0-1/year

1-2 1.5 16-19


2/year

3-4 N/A 15

Consider severity and interval since last exacerbation Evaluation requires long-term follow-up care Medication side effects can vary in intensity from none to very troublesome and worrisome. The level of intensity does not correlate to specific levels of control but should be considered in the overall

Risk
Treatment-related adverse effects

13

Asma dan Penanggananya


Asma dapat diterapi dengan 2 macam cara: Cara pertama merupakan terapi nonobat, dapat dilakukan dengan menghindari pemicunya, atau dengan terapi napas (senam asma). Cara kedua dengan melibatkan obatobat asma

14

Terapi Obat

Pelega (Reliever)

Gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas.

Termasuk pelega adalah :

Medikasi asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan parenteral (subkutan, intramuskular, intravena).

Agonis beta2 kerja singkat, Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain). Antikolinergik Aminofillin Adrenalin

15

Terapi Obat
Pengontrol

Adalah medikasi jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Yang termasuk : Glukokortikosteroid inhalasi, Glukokortikosteroid sistemik, Kromolin (Sodium kromoglikat dan nedokromil sodium), metilsantin, Agonis beta 2 kerja lama, Leukotrien modifiers)

STEP-WISE APPROACH TO THERAPY


Intermittent Asthma

Persistent Asthma: Daily Medication


Consult asthma specialist if step 4 care or higher is required. Consider consultation at step 3. Step 6 Step 5 Step 4 Step 3
Preferred: Preferred:
Medium Dose ICS + LABA Alternative: Medium-dose ICS + either LTRA, Theophylline, or Zileuton Step up if needed
(first, check adherence, environmental control & comorbid conditions)

Preferred:
High dose ICS + LABA + oral corticosteroid AND Consider Omalizumab for patients who have allergies

Preferred:
High Dose ICS +

LABA AND
Consider Omalizumab for patients who have allergies

Step 2
Preferred:

Step 1
Preferred:
SABA PRN

Low dose ICS Alternative: Cromolyn, LTRA, Nedocromil or Theophylline

Low-dose ICS + LABA OR Medium dose ICS


Alternative: Low-dose ICS + either LTRA, Theophylline, or Zileuton

Assess control
Step down if possible
(and asthma is well controlled at least 3 months)

Each Step: Patient Education and Environmental Control and management of comorbidities
Steps 2 4: Consider subcutaneous allergen immunotherapy for patients who have allergic asthma

2007 NAEPP Guidelines, EPR-3 Section 4, pg 343.

17

18

Efek Samping

Kortikosteroid hirup, pada ibu hamil berefek pada rendahnya berat bayi yang lahir dan memperlambat pertumbuhan anak-anak jika digunakan selama bertahun-tahun. Kortikosteroid inhalasi berefek samping lokal pada anak-anak seperti batuk, rasa haus, dan kekakuan lidah bila pemberian melalui nebulizer, meningkatkan kejadian osteoporosis pada wanita. Kortikosteroid oral dapat saja digunakan untuk jangka panjang, tetapi hanya boleh digunakan kalau obat lain telah gagal sebab beresiko osteoporosis.

19

Efek Samping
Teofilin,

pada anak-anak, menimbulkan hiperaktivitas dan gangguan pencernaan. Obat-obat sistemik dalam jangka pendek dapat meningkatkan berat badan, hipertensi, gemuk air karena retensi cairan, dan jangka panjangnya menimbulkan moon face, perlambatan pertumbuhan, diabetes, dan penipisan jaringan kulit.

20

Farmakologi Sosial_Rina Yuniarti, S.Farm, APT.

You might also like