You are on page 1of 8

Hak Jawab di Media budi santoso

PERS harus beritikad baik dan sebaiknya tidak boleh beritikad buruk. Dalam praktek walaupun sudah sebaik mungkin, tetapi tetap terbuka peluang pers melakukan kekeliruan, baik dalam penyajian data, fakta keterangan maupun dalam mempersepsikan atau mengkontruksikan sebuah berita. Pers yang profesional dan beritikad baik tidak akan menampik kenyataan ini dan senantiasa dilengkapi atau diperbaiki. Hak jawab adalah salah satu mekanisme yang disediakan untuk melengkapi kekurangan yang ada dan melakukan perbaikan kekeliruan dari pers. [1] [1] Wina Armada Sukardi, Keutamaan di Balik Kontroversi Undang-undang Pers, hal 51

Akhir bulan Oktober 2008, Dewan Pers selesai merumuskan soal Pedoman Hak Jawab. Bagi para pekerja media problem hak jawab kadang merepotkan. Sebuah kekeliruan atau kekurangakuratan fakta untuk meminta hak jawab yang panjangnya biasanya jauh lebih panjang dari substansi yang dipersoalkan. Bahkan, segala instansi ditembusi apa yang disebut Hak Jawab. Dalam Pedoman Hak jawab, Dewan Pers merumuskan hak jawab adalah hak seseorang, sekelompok orang, organisasi atau badan hukum untuk menanggapi dan menyanggah pemberitaan atau karya jurnalistik yang melanggar kode etik, terutama kekeliruan dan ketidakakuratan fakta yang merugikan nama baiknya, kepada pers yang memublikasikannya

Pers memang punya kewajiban untuk memuat hak jawab. Namun pers, juga bisa menolak Hak Jawab jika (a) panjang/durasi/jumlah karakter materi Hak Jawab melebihi pemberitaan yang dipersoalkan, (b) memuat fakta yang tidak terkait dengan pemberitaan yang dipersoalkan, (c) pemuatannya dapat menimbulkan pelanggaran hukum; dan (d) bertentangan dengan kepentingan pihak ketiga. [1] Dewan Pers juga merumuskan Hak Jawab diperlakukan secara proporsional. Hak Jawab atas pemberitaan yang keliru, dilakukan bagian per bagian atau secara keseluruhan dari informasi yang dipersoalkan. Hak Jawab dilayani pada tempat dan program yang sama dengan pemberitaan. Hak Jawab dengan persetujuan para pihak dapat dilayani dalam format ralat, wawancara/profil, feature, liputan, talkshow, pesan berjalan, komentar media ciber atau format lain, tetapi bukan dalam format IKLAN.

Pelaksanaan HAK JAWAB harus dilakukan dalam waktu secepatnya, atau pada kesempatan pertama, sesuai dengan sifat pers. Untuk pers cetak wajib memuat HAK JAWAB pada edisi berikutnya, selambatnya dua edisi cetak sejak HAK JAWAB diterima redaksi. Untuk pers radio dan televisi HAK JAWAB diberikan pada program berikutnya. HAK JAwab hanya dimuat satu kali. Permintaan maaf dilakukan, bila kekeliruan dan ketidakakuratan fakta yang bersifat menghakimi, fitnah, atau bohong.

Dengan memperhatikan tujuan diadakannya hak jawab, mekanisme sistem yang ada dalam persserta berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait, termasuk kode etik jurnalistik, maka pemuatan atau penyiaran hak jawab sebaiknya mengikuti ketentuan-ketentuan sebagai berikut.

Pada prinsipnya hak jawab harus dilakukan secepat mungkin. Ada perbedaan tenggang waktu layanan hak jawab, baik karena frekuensi penerbitannya. Misalnya harus dibedakan antara media elektronik dan media cetak. Begitu pula harus dibedakan antara surat kabar harian dan mingguan, atau bulanan. Untuk surat kabar harian pelaksanaan hak jawab yang bersifat sanggahan sedapat mungkin adalah keesokan harinya setelah hak jawab yang bersifat sanggahan itu diterima redaksi, dan maksimal dua hari setelah pemberitaan dimuat. Sedangkan untuk hak jawab yang bersifat tanggapan, maksimal tiga hari setelah pemuatan berita yang ditanggapi. Untuk majalah sedapat mungkin hak jawab harus dimuat pada penerbitan berikutnya dan selama-laamanya pada penerbitan kedua setelah pemuatan berita yang dijawab. Untuk televisi dan radio, hak jawab yang bersifat sanggahan harus disiarkan pada hari yang sama dengan waktu penyiaran berita yang disanggah atau ditanggapi lewat hak jawab.

HAK JAWAB pun mengenal kadaluwarsa. Dewan Pers merumuskan, HAK JAWAB tidak berlaku lagi jika setelah dua bulan sejak berita atau karya jurnalistik dipublikasikan, pihak yang dirugikan tidak mengajukan hak jawab, kecuali atas kesepakatan para pihak. Sengketa HAK JAWAB diselesaikan Dewan Pers. Pasal 5 ayat 2 Undang-undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers menyebut pers wajib melayani hak jawab. Pers yang tidak melayani HAK JAWAB selain melanggar kode etik, sesuai pasal 18 ayat 2 dapat dijatuhi sanksi pidana dan denda maksimal Rp 500 juta.

Apakah HAK JAWAB juga terkena bagi para blogger? Karena sifatnya yang interaktif, mungkin orang yang merasa dirugikan atas ketidakakuratan fakta, bisa langsung memberikan respons atau tanggapan atas substansi yang dipersoalkan. Sifat media sosial seperti inilah yang membedakannya dengan media mainstream. Jadi, keberatan terhadap berbagai posting di dunia maya, seyogyanya juga ditanggapi dengan tulisan di dunia maya. Dan tidak terlalu mudah membawanya ke problem tindak pidana.

Walaupun secara prinsip penerapan hak jawab antara media cetak dan media elektronik sama, tetapi dalam teknis penyajiannya ada perbedaan. Untuk media cetak, ada tiga kemungkinan penempatan hak jawab : Di tempat (halaman) yang sama dengan halaman tempat berita itu dimuat. Di halaman rubrik / surat pembaca Di kombinasi keduanya. Kasus hak jawab di Indonesia, kita bisa melihat apa yang pernah menimpa majalah Forum Keadilan. Pada cover majalah itu termuat foto Try Sutrisno, tapi tanda pangkatnya didesain terbalik, yang harusnya dikiri dipasang di kanan. Setelah disomasi Mabes ABRI, dimuat ralatnya pada edisi berikutnya. Namun pemasangan hak jawab disepakati tidak ditempat yang sama, tapi di halaman dalam majalah itu.

You might also like