Professional Documents
Culture Documents
com
Ekologi GIZI KESEHATAN MASYARAKAT: Ilmu yang mempelajari hubungan atau interaksi antara faktor ekologi satu dg lain yang pada akhirnya dapat mempengaruhi masalah gizi
Dasar Pemikiran
GIZI MERUPAKAN HASIL AKHIR DARI BERBAGAI PENGARUH FAKTOR YANG SALING BERINTERAKSI DI DALAM EKOLOGI (LINGKUNGAN)
a.
b. c. d. e. f.
Permasalahan panganKonsumsi pangan Aspek kesehatan (akses pelayanan kesehatan: imunisasi, antenatal care, dll) Sosial-budaya Geografi dan iklim Sosial-ekonomi Politik
a.
b. c. d. e. f.
Permasalahan panganKonsumsi pangan Aspek kesehatan (akses pelayanan kesehatan: imunisasi, antenatal care, dll) Sosial-budaya Geografi dan iklim Sosial-ekonomi Politik
a.
b. c.
Permasalahan di bidang pangan Permasalahan GiziMakro dan mikro Determinan masalah pangan dan gizi
a.
b. c.
Permasalahan di bidang pangan Permasalahan GiziMakro dan mikro Determinan masalah pangan dan gizi
a. b. c.
d.
e. f.
Lahan dan iklim Penyediaan dan produktivitas di tingkat petani Distribusi dan transportasi Harga Pendapatan Kebijakan
Tentang definisi lahan dan iklim: http://www.deptan.go.id/pusdatin/ statistik/sda.htm Di Bali tiap tahun lahan berkurang 2500 hektar Sepertinya tidak ada masalah dengan penyediaan beras?
Berkurangnya luas lahan, sementara permintaan beras meningkat itu berarti perlu bahan, sarana dan alat tertentu agar tanah bisa dipaksa berproduksi terus Itu berarti penggunaan bahan kimia, teknologi dan pengairan Apa dampaknya?
Iklim Indonesia: tropis, musim hujan dan kemarau semakin sulit diprediksi Seharusnya iklim membantu mengistirahatkan tanah, tapi tanah dipaksa ditanami padi terusmenerus Hutan dibabatmenggangu cuaca dan iklim
1.
2. 3. 4. 5.
6.
7.
Lahan menyempit, petani yang masih bertahan harus Menggunakan teknologi Menggunakan pupuk (kimia atau alami) Menggunakan pestisida Mencari tambahan air Mencari tenaga kerja Mendapatkan bibit yang katanya unggul Sayangnya banyak yang melupakan pola tanam yang baik
Sulit mencari tenaga kerja petani Anak muda tidak mau jadi petani Penghasilan petani kecil Lahan petani sempit
Produksi pertanian masih terpusat di Jawa Indonesia sudah melupakan potensi pangan lokal Distribusi tergantung cuaca dan ketersediaan sarana serta prasarana transportasi Saat cuaca buruk dan sarana serta prasarana tidak cukup, apa yang terjadi?
Harga produk pertanian relatif rendah Celakanya saat harga agak naik, pemerintah langsung operasi pasar Petani tidak mendapat insentif yang cukup Mestinya harga produk pangan wajar, yang perlu ditingkatkan adalah penghasilan konsumen, bukan kemudian memaksa penurunan harga
Pendapatan masyarakat rendah, petani malas memproduksi bahan pangan berkualitas tinggi karena takut tidak laku Di sisi lain masyarakat berpenghasilan agak tinggi cenderung memilih bahan impor karena gengsi pada mutunya belum tentu bagus
Peraturan yang dikeluarkan pemerintah untuk melindungi Lahan Pertanian Pangan Abadi tidak berjalan efektif seperti yang diharapkan 13 peraturan baik dari Kepres, Peraturan Menteri hingga Peraturan Gubernur telah ditebitkan sebagai upaya melindungi alih fungsi lahan pertanian Tak mampu menekan alih fungsi lahan atau melindungi kesuburan lahan pertania karena tidak ada sangsi tegas
Kebijakan penggunaan bibit unggul membuat benih asli Indonesia (yang berkualitas sangat baik) menghilang Kebijakan subsidi pupuk dinikmati tidak oleh petani Koperasi Unit Desa tidak didukung sepenuh hati
a.
b. c.
Permasalahan di bidang pangan Permasalahan GiziMakro dan mikro Determinan masalah gizi
a. b.
Penyakit gizi akibat defisiensi energi protein dalam jangka waktu lama Diagnosis: antropometri Balita: WHO-NCHS BB/U Dewasa: IMT/BMI Prevalensi tinggi: balita, bumil, buteki Prevalensi : Gizi kurang13,0% Gizi buruk 4,9%
Marasmus: Kekurangan energi diikuti kekurangan protein Ciri-ciri: badan kurus, kulit keriput, rambut kering kemerahan, wajah seperti orang tua, mata sayu, sela iga cekung, rewel dan cengeng
Kwashiorkor: Kekurangan protein kronis Pembengkakan di seluruh tubuh (terutama kaki dan punggung), muka bulat, rambut jarang, adanya bercak merah-hitam pada kulit, dan terkadang anak apatis.
BB/U; TB/U; BB/TB BB/TB < 2 Z-score WHO 2005 wasting malnutrisi akut mis: sakit TB/U <2 Z score WHO 2005 stunting malnutrisi kronik TB/U <2 Z score WHO 2005 undernutrition malnutrisi akut/kronik
BB/(TB) < 18,5 underweight 18,5-22,99 Normal 23,0-27,49 Overweight 27,5 Obese
25,00-29,99 Pre-obese 30,00-34,99 Obese class I 35,0-39,99 Obese class II 40,0 Obese class III
1.
2.
Menurut UNICEF ada 2 penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu: Kurangnya asupan energi-protein. Hal ini disebabkan karena terbatasnya jumlah makanan yg dikonsumsi, PSP rendah, sosial ekonomi (kemiskinan) Penyakit infeksi. Rusaknya fungsi organ tidak bisa menyerap zat makanan secara baik.
1.
2. 3.
Faktor lain terjadinya gizi buruk, yaitu: Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat Perilaku dan budaya pengolahan pangan dan pola asuh anak Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai
1.
2. 3.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk, yaitu: Keluarga miskin Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.
Obesitas konsumsi energi protein melebihi kebutuhan Diagnosis: antropometri Balita: WHO-NCHS BB/U Dewasa: IMT/BMI Lebih (overweight) 24,5-25,9 Obesitas: >25,9 Prevalensi : Gizi lebih % Gizi obesitas %
1.
2.
3. 4. 5.
Penyebab gizi lebih: Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan anakkonsumsi fast food dan soft drink Aktifitas fisik rendah Pengaruh lingkungan pergaulan Genetik (?)
1.
2. 3.
Kekurangan zat besi (Fe) dalam darah akibat kurangnya asupan dan absorpsi besi oleh tubuh Ibu hamil dan remaja putri Lemah, letih, lesu, mudah mengantu, rambut rapuh, lidah dan bagian dalam mata pucat, nyeri pada sudut mulut
Asupan makanan sumber vitamin A sangat rendah Rabun senja, xeroptalmia, kebutaan
Asupan sumber makanan beryodium sangat rendah Terjadi pada daerah pegunungan dan perbukitan yang tanahnya tidak cukup mengandung yoium Ketersediaan dan distribusi Budaya Pembengkakan kelenjar gondok, kretinisme, kegagalan reproduksi