You are on page 1of 4

LATAR BELAKANG Skizofrenia adalah gangguan mental yang cukup mengkhawatirkan karena mempengaruhi sekitar 0,5-1% penduduk dunia.

Penyakit ini cukup sulit didiagnosis karena masih subjektif , penyakit ini memiliki spectrum gejala yang kompleks, dan mekanisme yang mendasari proses penyakit yang belum bisa dijelaskan.suatu studi klinis mengenai biomarker untuk melakukan prefensi untuk meningkatkan prognosis meringankan dan meningkatkan hasil terapi.suatu tes niacin diusulkan untuk mengukur dan mengurangi kadar asam arakidonat membran dimana hal ini disarankan untuk diagnosis skizofrenia pada 1980m namun belum dapat menemukan jalan untuk penggunaan secara klinisnya, karena sensitifitas dan spesifitasnya rendah. Ada beberapa studi yang menggunakan teori genetik yang dilakukan namun juga belum menghasilkan niomarker genetik yang bisa diaplikasikan untuk skizofrenia. Beberapa hasil metabolit yang tidak patognomonik di dalam cairan tubuh manusia termasuk serum/plasma, urin atau cairan serebrospinal mungkin memegang potensi yang cukup tinggi untuk menterjemahkan diskriminatif molekul untuk menjadi biomarker secara klinis. Metabonomik didefinisikan sebagai pengukuran kuantitatif komposisi metabolit dalam biologi yang dapat digunakan untuk memberikan pengetahuan mengenai patofisiologi penyakit. Pada kenyataannya strategi metabonomik telah banyak digunakan untuk digunakan untuk mengkarakterisasi status metabolisme manusia pada kasus-kasus seperti gangguan sistem saraf, seperti penyakit motor neuron, penyakit Parkinson, penyakit Huntington, multiple sclerosis, skizofrenia dan meningitis. Gangguan kejiwaan yang telah ditemukan terkait dengan jalur gangguan metabolisme, yang juga dapattercermin dalam profil metabonomik. Pada tahun 2004, profil metabonomik dari jaringan otak post-mortem dengan Nuclear Magnetic Resonantion (NMR) digunakan sebagai suplemen untuk genomik dan protiomik, dan memeberikan bukti untuk Hipotesis disfungsi mitokondria skizofrenia. Hal ini menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia menunjukkan penurunan kadar asam lemak dan peningkatan fosfolipid yang memecahkan baik pada jaringan pusat maupun perifer. Karena membran fosfolipid merupakan dasar dari hipotesis mengenai pengembangan neuro dari skizofrenia , maka metabolisme lipid merupakan fokus penelitian metabonomik awal.karena jaringan otak yang langka dan terbatas maka CSF merupakan alternatif untuk refleksi dari status metabolisme otak, yang dapat memberikan spesimen bermakna untuk deteksi molekul biologis yang diubah secara langsung terkait dengan gangguan

neuropsikiatri. Namun CSF hanya dapat diakses secara klinis melalui prosedur yang canggih yang melibatkan pungsi lumbal, dengan demikian sampel darah perifer juga dipertimbangkan untuk studi metabonomik. Hasil resonansi dari VLDL, LDL, dan grup aromatik terutama ditemukan dalam peranannya dalam pengaruh maupun yang tidak terpengaruh pada individu kembar dari kontrol yang normal. Walaupun hasil tersebut masih dipengaruhi oleh terapi antipsikotik. Lipid merupakan zat yang memiliki peran cukup penting dalam metabolisme terutama untuk memetakan dunia profil lipid pada pasien skizofrenia. Pada penelitian yang telah dilakukan phosphatidylethanolamine dan fosfatidylkolin ditemukan menurun pada pasienpenderita skizofrenia dibandingkan dengan kontrol, hal tersebut mendukung hipotesis mengenai membran fosfolipid. Setelah itu triptofan plasma dan purin metabolit diteliti pada pasien skizofrenia oleh Kelompok Yao menggunakan metabolomik dan kromatografi cair dengan tejanan tinggi ditambah dengan elektrokimia kulometri deteksi aray. Nacetylserotonin ditemukan meningkat padaa pasien skizofrenia dibandingkan dengan kontrol.Ketidak seimbangan katabolisme ditemukan pada pasien skizofrenia, yang konsisten dengan gagasan neurotoksisitas bebas yang dimediasi radikal bebas pada pasien skizofrenia. Penelitian tersebutmemberikan contoh aplikasi matabonomic dalam penelitian pada pasien penderita skizofrenia, dan memberikan petunjuk yang berharga untuk memahami mekanisme kondisi pasien. Kurangnya biomarker penyakit untuk mendukung tes objektf laboratorium masih merupakan hambatan dalam diagnosis klinis dan evaliasi pada pasien penderita skizofrenia. Untuk saat ini belum ada evaluasi global yang komperhensif tentang metabolit mikromolekul menggunakan GC-TOFMS pada kasus skizofrenia. Pendekatan ini memiliki keuntungan komparatif dalam hal sensitifitas yang luar biasa serta sebagai slah satu penunjang untuk mengidentifikasi metabolit dalam analisis. Dalam studi ini peneliti mendaftarkan 112 pasien skizofrenia dan 110 subjek sehat yang normal sebagai kontrol, memanfaatkan GC-TOFMS platform untuk mengeksplorasi serum diagnostik potensial dari biomarker. Sampel Urin dianalisis menggunakan GC-TOFMS dan 1H-NMR untuk mengidentifikasi tambahan penyebab metabolit terhadap penyakit skizofrenia. METODE Subyek penelitian diambil berdasarkan kriteria inklusi eksklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien yang didiagnosis skizofrenia berdasarkan DSM-IV yang berlokasi di provinsi Anhui, China. Sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah pasien yang mendapatkan pengobatan mood stabilizer pada minimal 2 minggu sebelum sampel penelitian

diambil dan pasien maupun kontrol yang menderita gangguan metabolik (seperti DM tipe I dan II). Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut didapatkan 112 pasien skizofrenia dimana 64 pasien mengalami psikosis onset awal dan 48 lainnnya mondok di rumah sakit karena kambuh setelah minimal 1 bulan tanpa antipsikotik. Untuk kontrol, diambil 110 orang sehat dari daerah yang sama. Subyek yang didapatkan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok training dan kelompok tes dimana masing-masing kelompok terdiri dari pasien skizofrenia dan kontrol. Pada kelompok training terdapat 62 pasien skizofrenia dan 62 kontrol yang telah disesuaikan jenis kelamin, uisa, tinggi badan, berat badan dan IMT. Sedangkan kelompok tes terdiri dari 50 pasien skizofrenia dan 48 kontrol tanpa dilakukan penyesuaian seperti kelompok training. Sampel serum dan urin diambil pada pagi hari setelah subyek dipuasakan sepanjang malam. Pada kedua kelompok dilakukan pengambilan sampel pada awal penelitian, namun pada pasien skizofrenia dalam kelompok training sampel juga diambil setelah 4 minggu mendapat terapi antipsikotik. Setelah sampel terkumpul, kandungan metabolit serum dianalisis menggunakan GCTOFMS (gas chromatograph time-of-flight mass spectometer) sedangkan kandungan dalam urin dianalisis menggunakan GC-TOFMS dan HNM (nuclear magnetic resonance). Kemudian hasil yang didapatkan dianalisis secara statistik menggunakan Wilcoxon MannWhitney untuk analisis univariat, FDR (False Discovery Rate ) untuk analisis perbandingan multipel, SIMCA-P 11.5 untuk analisis multivariat dan kurva ROC (Receiver Operating Characteristic). HASIL Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan serum adalah terdapat 5 metabolit serum yang memiliki perbedaan kadar paling tinggi antara pasien skizofrenia dan kontrol yaitu gliserat, asam eikosenoik, -hidroksibutirat, piruvat dan sistin dengan peningkatan kadar gliserat, asam eikosenoik, -hidroksibutirat dan piruvat serta penurunan sistin pada pasien skizofrenia. Sedangkan hasil yang didapatkan dari pemeriksaan urin adalah peningkatan -hidroksibutirat yang sesuai dengan hasil pada serum dan penurunan sistin yang berlawanan dengan hasil pada serum. Selain itu pada urin pasien skizofrenia juga terdapat peningkatan kadar glukosa

meskipun tidak berbeda signifikan dengan kontrol serta peningkatan benda keton yaitu aseton dan asetoasetat. Setelah hasil tersebut dianalisis menggunakan ROC hasil yang didapatkan adalah AUC (Area Under Curve) untuk kelima metabolit serum pada kelompok training dan kelompok tes yaitu 0,945 (95% CI : 0,900 0,991) dan 0,895 (95% CI : 0,829 0,961). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelima metabolit tersebut, gliserat, asam eikosenoik, hidroksibutirat, piruvat dan sistin tergolong baik untuk membedakan antara pasien skizofrenia dan kontrol. Apabila hasil tersebut ditambahkan dengan kadar -hidroksibutirat dalam urin maka menghasilkan AUC = 1 yang berarti bernilai sama dengan pemeriksaan psikiatri dalam mendiagnosis skizofrenia. Dalam penelitian juga diketahui bahwa kadar metabolit serum antara pasien skizofrenia onset awal dengan pasien kambuh memiliki hasil yang sama sehingga pemeriksaan serum tidak dapat digunakan untuk membedakan kedua keadaan tersebut.

You might also like