You are on page 1of 3

Sehat menurut depkes RI, UU No.

23, 1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan social yang memungkinkan hidup produktof secara social dan ekonomi. Dalam pe ngertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsure-unsur fisik, mental dan social dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan. Dalam kenyataannya, di masyarakat yang semakin berkembang terutama masyarakat urban di perkotaan, semakin banyak orang yang memiliki jiwa yang tidak sehat walaupun belum mencapai taraf gangguan jiwa. Jika dibiarkan dan tidak diintervensi dengan baik maka jiwa yang tidak sehat akan menimbulkan gangguan jiwa dalam jangka waktu yang signifikan. Gangguan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global. Tekanan hidup yang menghimpit dan kegelapan masa depan menyebabkan banyak masyarakat menderita sakit jiwa mulai dari ringan sampai berat. Gangguan jiwa walaupun tidak langsung menyebabkan kematian, namun akan menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi individu dan beban berat bagi keluarga, baik mental maupun materi karena penderita menjadi kronis dan tidak lagi produktif. Selama kunjungan saya di RS Bunga Rampai kemarin, saya dapat melihat beberapa pasien psikiatri yang sedang menjalani perawatan yang jumlah pasiennya adalah 34 orang. pasien yang dirawat terdiri dari berbagai usia, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, laki-laki maupun perempuan. Namun kebanyakan pasien yang dirawat adalah usia dewasa. Mereka semua berpenampilan layaknya seperti orang biasa. Kebanyakan pasien mengalami skizofrenia paranoid yang merupakan salah satu penyakit jiwa terberat dimana sebanyak 10 persen dari penderita penyakit ini berakhir dengan bunuh diri. Di RS Bunga Rampai pernah dilaporkan 7 orang pasien gangguan jiwa, kabur melewati loteng atau atap, namun mereka berhasil ditemukan kembali.
Stigma adalah suatu usaha untuk label tertentu sebagai sekelompok orang yang kurang patut dihormati daripada yang lain (Sane Research, 2009). Menurut Dadang Hawari (2001) dalam kaitannya pada penderita skizofrenia, stigma merupakan sikap keluarga dan masyarakat yang menganggap bahwa bila salah seorang anggota keluarga menderita Skizofrenia, hal ini merupakan aib bagi keluarga. Selama bertahun-tahun, banyak bentuk diskriminasi secara bertahap turun temurun dalam masyarakat kita. Penyakit mental masih menghasilkan kesalahpahaman, prasangka, kebingungan, dan ketakutan. Masayarakat masih mengganggap bahwa gangguan jiwa merupakan aib pagi penderitanya maupun

keluarganya. Selain dari itu, gangguan jiwa juga dianggap penyakit yang disebabkan oleh hal-hal supranatural oleh sebagian masyarkat. Orang yang mengalami gangguan jiwa diperlakukan

secara tidak pantas. Kalau kita melihat dari pelayanan kesehatan kita, bahwa bangsalbangsal yang ada di rumahsakit umum, banyak yang belum ada bangsal jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya masyarakat awam saja yang melakukan diskriminasi terhadap penderita gangguan jiwa, tetapi para profesional kesehatan pun secara tidak sadar melakukan stigmatisasi terhadap penderita gangguan jiwa. Pandangan

masyarakat terhadap gangguan jiwa lainnya adalah bahwa orang yang mengalami gangguan jiwa cenderung berbahaya bagi masyareakat sekitar. Mereka sering melakukan tindakan kekerasan terhadap lingkungan sekitar yang dapat merepotkan ataupun membahayakan bagi masyarakat. Oeh karena itu tidak jarang mereka dipasung atau diikat supaya tidak membahayakan masyarakat sekitar. tigmatisasi pada orang yang mengalami gangguan jiwa dapat berdampak pada penanganan gangguan jiwa yang kurang tepat. Kalau kita lihat dari stigma yang dialami oleh penderita gangguan jiwa, maka dampak dilihat dari sisi pengobatan yaitu terdapat 2 kelompok. Kelompok pertama penanganan pada klien dengan stigma bahwa orang yang menderita gangguan jiwa karena kesurupan sedangkan stigma yang kedua adalah bahwa penderita gangguan jiwa merupakan Aib keluarga.

Perlakuan yang terjadi pada penderita gangguan jiwa dengan stigma bahwa mereka mengalami penyakit yang berhubungan dengan supranatural yaitu mereka akan segera diberi pengobatan dengan memanggil dukun atau kyai yang dapat mengusir roh jahat dari tubuh si penderita. Waktu penyembuhan tersebut bisa memakan waktu sebentar ataupun lama. Dampak yang ditimbulkan adalah bahwa

gangguan jiwa yang terjadi pada penderita tersebut akan semakin parah tanpa pertolongan segera psikiater ataupun psikiatri. Sedangkan perlakuan pada orang yang menganggap gangguan jiwa adalah aib yaitu dengan cara menyembunyikan keadaan gangguan jiwa tersebut dari masyarakat. Mereka tidak segera membawa orang yang mengalami gangguan jiwa tersebut ke profesional tetapi cenderung menyembunyikan atau merahasiakan keadaan tersebut dari orang lain ataupun masyarakat. Hal ini berdampak pada pengobatan yang terlambat dapat memeperparah keadaan gangguan jiwanya.

Orang-orang yang mengalami gangguan jiwa dengan adanya stigma di masyarakat, mereka lebih memilih tidak memberitahukan kepada orang lain, sehingga mereka cenderung menarik diri dari orang sekitarnya dan ini akan memperparah keadaannya. Disamping itu terjadi pengucilan yang dilakukan oleh masyarakat atau orang terdekatnya terhadap pasien gangguan jiwa baik yang baru ataupun yang sudah sembuh dari gangguan. Hal ini dapat berakibat pada gangguan yang lebih parah yang dapat berdampak pada kekambuhan yang lebih cepat. Stigma yang diciptakan oleh masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa secara tidak langsung menyebabkan keluarga atau masyarakat disekitar penderita gangguan jiwa enggan untuk memberikan penanganan yang tepat terhadap keluarga atau tetangga mereka yang mengalami gangguan jiwa. Sehingga tidak jarang mengakibatkan penderita gangguan jiwa yang tidak tertangani ini melakukan perilaku kekerasan atau tindakan tidak terkontrol yang meresahkan keluarga, masyarakat serta lingkungan.
Kesimpulan Menghilangkan stigma gangguan jiwa di masyarakat memang tidak mudah. Namun kita perlu untuk berusaha menurunkan stigma tersebut dengan harapan di masa yang akan datang akan hilang dengan sendirinya. Penanganan stigma tersebut memerlukan pendidikan dan kemauan yang keras dari individu-individu dimasyarakat dan memerlukan keberanian yang besar untuk ikut serta dalam penanganan tersebut.

You might also like