You are on page 1of 6

PENGARUH DIMENSI DAN JARAK SALURAN DRAINASE TERHADAP DINAMIKA LENGAS TANAH

Dakhyar Nazemi dan K. Anwar


Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra)

ABSTRAK Penelitian di lakukan pada lahan lebak tengahan, desa Muning Baru, kecamatan Daha Selatan, kabupaten Hulu Sungai Selatan, dari awal bulan September 2004 sampai awal Desember. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan dimensi saluran yang dapat mempertahankan lengas tanah selama periode kering. Lahan yang digunakan adalah lahan dengan jenis tanah mineral pada 10 hamparan lahan petani semangka dengan berbagai variasi dimensi dan jarak antar saluran. Metode yang digunakan adalah observasi dengan mengukur tinggi muka air tanah dan mengukur lengas tanah di daerah perakaran (0-20 cm) secara periodik. Untuk mengukur tinggi muka air tanah yang mewakili satu hamparan lahan ditempatkan pizometer secara melintang dan membujur saluran utama atau sungai dengan interval 20 m. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi saluran terutama kedalaman saluran di lahan lebak lebih berpengaruh terhadap lengas tanah di daerah perakaran (0-20 cm) daripada jarak antar saluran. Pada saluran yang mempunyai ukuran lebar 2,0 m dan kedalaman saluran 1,30 m dengan jarak antar saluran 42 m merupakan model saluran yang dapat mempertahankan lengas tanah 44,5-70,0 % selama periode kering, yaitu pada awal September hingga periode basah yaitu awal Desember.
Kata Kunci: Saluran, Lengas tanah, Lebak.

PENDAHULUAN Salah satu permasalahan utama pada penanaman musim kemarau pada lahan lebak adalah kekeringan. Kekeringan terjadi karena pada periode ini curah hujan relatif kecil, selain itu karena terjadinya penurunan muka air tanah yang jauh dari daerah perakaran. Menurut Thorne (1979), air tanah merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi hasil tanaman. Air harus tersedia sesuai kebutuhan apabila ingin mendapatkan hasil maksimum. Selain itu sejalan dengan konsep energi lengas tanah yang dikemukakan oleh Hillel (1971) bahwa semakin kecil nilai lengas tanah maka semakin besar energi yang diperlukan tanaman untuk mengambil air tanah. Hal ini berarti bahwa kekeringan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan tanaman sehingga hasil menjadi rendah. Berbagai upaya telah dilakukan petani di lapangan, antara lain dengan melakukan penanaman varietas toleran kekeringan dan berumur pendek, penahanan air di saluran, membiarkan lahan tanpa saluran agar air lambat keluar dari lahan, dan pemberian mulsa in situ.

369

Adanya variasi pembuatan dimensi saluran di tingkat petani dapat menyebabkan terjadinya variasi kecepatan penurunan muka air tanah yang dapat berpengaruh pada lengas tanah daerah perakaran. Informasi ini perlu dikaji sebagai dasar dalam menentukan dimensi saluran di lahan lebak, dengan melakukan observasi dinamika lengas tanah pada berbagai dimensi saluran yang ada di tingkat petani dalam satu hamparan teknologi.

BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di lahan lebak tengahan, desa Muning Baru, kecamatan Daha Selatan, kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan pada musim kemarau, dari awal bulan September 2004 hingga (awal Desember 2004). Lahan yang digunakan adalah lahan petani semangka yang jenis tanahnya merupakan tanah mineral. Sebanyak 10 hamparan lahan dengan berbagai variasi jarak antar saluran dan kedalaman saluran merupakan objek penelitian. Saluran yang dipilih mempunyai ukuran lebar 2,0 m. Metode digunakan observasi dengan mengukur tinggi muka air tanah dan mengukur lengas tanah diatasnya (daerah perakaran, 0-20 cm) secara periodik. Untuk mengukur tinggi muka air tanah yang mewakili satu hamparan lahan ditempatkan beberapa pizometer secara melintang dan membujur saluran utama (sekunder/sungai) dengan interval 20 m. Selama penelitian dilakukan pengukuran intensitas curah hujan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian Dari hasil observasi penampang tanah di lapangan menunjukan bahwa pada kedalaman lebih dari 95 cm dari permukaan tanah merupakan lapisan pirit (bereaksi keras dengan H2O2). Ini menunjukan bahwa tanah tersebut berbahan induk liat marin. Hal ini didukung oleh pH penampang tanah yang berkisar 2,48 3,48, kandungan sulfat yang sangat tinggi (17.381 18.672 ppm), dan daya hantar listrik (DHL) berkisar 3.100-3.820 mS/cm. Kondisi sifat kimia ini menunjukan bahwa lapisan tersebut sudah teroksidasi ketika terjadi penurunan muka air tanah pada periode puncak musim kemarau. Hal ini didukung oleh data muka air tanah yang rata-rata berada dibawah 100 cm dari muka air tanah selama periode kering (Gambar 1). Menurut Alloway dan Ayres (1997) dan Dent (1986), adanya oksidasi lapisan pirit akan menghasilkan ion H+ sehingga tanah menjadi sangat masam. Menurut Hardjosoesatro dan Subardja (1977), dalam kondisi sangat masam ini, sejumlah mineral liat terurai ke unsur penyusunnya seperti Al sehingga kelarutannya meningkat, dan besarnya ion H+ yang dihasilkan akan mendesak garam-garam yang berada di kompleks jerapan tanah sehingga terlepas kelarutan tanah, akibatnya nilai DHL meningkat. Adanya pencucian menyebabkan garam tersebut terlarut ke badan perairan, akibatnya tanah semakin miskin hara. Lapisan atas umumnya mempunyai pH lebih baik, berkisar 4,00-4,29 dengan DHL dan kandungan sulfat yang lebih rendah dibanding lapisan bawahnya. Hal ini menunjukan bahwa lapisan atas telah mengalami pencucian. Namun bila ditinjau pola kandungan liat

370

dalam penampang tanah, jelas bahwa hamparan lahan di kawasan tersebut telah mengalami penyusupan fraksi liat dari lumpur sungai setiap tahunnya. Ini artinya bahwa dikawasan tersebut terjadi keseimbangan kimia antara pengurangan melalui pencucian dan pengambilan hara oleh tanaman dengan penambahan melalui luapan air sungai dan pemupukan. Bahan organik yang tinggi hanya ditemukan pada lapisan yang banyak mengandung pirit. Hal ini berkaitan dengan proses pembentukan pirit tersebut yang membutuhkan kondisi reduksi dan elektron dari bahan organik. Dari 3 kelompok hamparan tanah tersebut dapat diketahui bahwa kandungan bahan organik relatif sama pada lapisan perakaran, berkisar 6-7,7 %, hal ini menunjukkan bahwa kemampuan lahan dalam menyerap air ditinjau dari bahan organik relatif sama. Sifat fisik tanah dapat mempengaruhi gerakan air tanah dan daya pegang tanah terhadap air. Menurut Thorne (1979), Islami dan Utomo (1995) kemampuan tanah menyimpan air merupakan fungsi dari tesktur dan struktur tanah. Data analisis sifat fisik tanah memperlihat bahwa lapisan atas (daerah perakaran) lahan tersebut bertekstur liat dengan kisaran 44,06-56,12%, BD 0,64-0,68 cm3/g dan porositas 62,22-64,35 %. Hal ini menunjukkan bahwa hamparan ini relatif seragam kemampuannya dalam memegang air, karena menurut Hakim (1989) porositas sangat dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah. Faktor Penentu Lengas Tanah Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedalaman saluran di lahan lebak lebih berpengaruh terhadap lengas tanah di daerah perakaran (0-20 cm) daripada jarak antar saluran. Semakin dalam saluran, maka semakin jauh jarak muka air tanah dan mempercepat gerakan drainase. Hal ini akan mempercepat menurunkan muka air tanah dan berdampak terhadap lengas tanah. Kedalaman saluran 2,35 m (Gambar 2) dengan jarak antar saluran 42 m (Gambar 1) merupakan model saluran yang dapat mempertahankan lengas tanah 44,570,0 % pada saluran yang mempunyai ukuran lebar 2,0 m selama periode kering yaitu awal September hingga periode basah yaitu awal Desember.

Gambar 1. Dinamika lengas tanah pada beberapa jarak antar saluran di lahan lebak tengahan Daha Selatan, Kalimantan Selatan, Sept-Des 2004.

371

Gambar 2. Dinamika kedalaman muka air tanah pada beberapa kedalaman saluran di lahan lebak tengahan Daha Selatan, Kalimantan Selatan, Sept-Des 2004.

Hasil rata-rata dinamika lengas tanah pada semua lahan menunjukan bahwa peranan muka air tanah terhadap lengas tanah semakin jelas terlihat apabila muka air berada lebih dari 100 cm dari permukaan tanah (Gambar 3). Hal ini menunjukan bahwa apabila kedalaman muka air tanah lebih dari 100 cm dari permukaan tanah akan berpengaruh terhadap lengas tanah daerah perakaran. Kenaikan lengas tanah dari 42 % menjadi 50 % terjadi dengan naiknya muka air tanah dari 90 cm menjadi 77 cm. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mepertahankan lengas tanah dapat dilakukan dengan mempertahankan muka air tanah kurang dari 100 cm dari permukaan tanah melalui pengaturan air di saluran dengan menggunakan pintu tabat.

Gambar 3. Hubungan kedalaman muka air tanah dengan lengas tanah di lahan lebak tengahan Daha Selatan, Kalimantan Selatan, Sept-Des 2004

372

Peranan muka air tanah dalam mempengaruhi lengas tanah daerah perakaran sesuai dengan konsep Soil-Plant-Atmosphere Continum (Kramer, 1977), bahwa salah satu penentu energi potensial air adalah potensial gravitasi. Semakin jauh permukaan air dari permukaan tanah, semakin besar pula tenaga yang diperlukan agar air sampai ke daerah perakaran, karena itu semakin dekat muka air tanah dari daerah perakaran semakin mudah pula air tanah menyumbangkan air untuk daerah perakaran Hasil analisis regresi menunjukan bahwa faktor yang dominan mempengaruhi lengas tanah adalah kedalaman muka air tanah dari permukaan tanah dengan persamaan regresi linear: Y = 54,66 0,1733 M **, R2 = 0, 68**

dimana Y = lengas tanah (%) dan M = dalam muka air tanah dari permukaan tanah (cm). ** = sangat nyata Dari persamaan ini terlihat bahwa semakin dalam muka air tanah dari permukaan tanah, maka semakin kecil nilai lengas tanah.

KESIMPULAN 1. Dimensi saluran terutama kedalaman saluran lebih berpengaruh terhadap lengas tanah di daerah perakaran (0-20 cm) daripada jarak antar saluran. 2. Dimensi kedalaman saluran 2,35 m dengan jarak antar saluran 42 m pada saluran yang mempunyai ukuran lebar 2,0 m merupakan model saluran yang dapat mempertahankan lengas tanah 44,5-70,0 % selama periode kering.

DAFTAR PUSTAKA Alloway B.J. and D.C. Ayres. 1997. Chemical Principless of Enviromental Pollution. Second edition. Blackie Acad & Professional. London. Dent, D. 1986. Acid sulphate soils: A baseline for research and development. ILRI Publ. 39. Wageningen. Nederland. Hardjosoesatro, R. dan Subardja. 1977. Mineral liat dari liat marin dan perkembangannya di daerah pasang surut Sumetra Selatan. KNIT II. Yogyakarta. Hillel, D. 1971. Soil and Water, Physical Principles and Processes. Academic Press, New York. Islami T. dan Utomo W.H. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. Cetakan ke 1. IKIP Semarang Press. Semarang.

373

Kramer, P.J. 1977. Plant and Soil Relationship. Tata Mc. Graw Hill Co. New Delhi. Thorne M.D. 1979. Soil-Water-Plant Relations. In. Thorne DW and Thorne MD. Soil, Water, and Crop Production. AVI. Publ. Comp, Inc. USA.

374

You might also like