(NSS) BUKU PETUNJUK SKILL LAB TlM BLOK NSS 20l3 JURUSAN KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN lLMU-lLMU KESEHATAN UNlVERSlTAS JENDERAL SOEDlRMAN PURWOKERTO 1 Pada akhir sesi,mahasiswa mampu : l. Definisi Glasgow Coma Scale dan Paediatric Coma Scale. 2. lndikasi pemeriksaan GCS dan PCS. 3. Melakukan prosedur pemeriksaan GCS dan PCS dengan baik dan benar. 4. Menjelaskan parameter normal hasil pemeriksaan GCS dan PCS. 5. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan GCS dan PCS. Glasgow Coma Scale adalah parameter untuk pemeriksaan kesadaran kuantitatif pada orang dewasa,sedangkan paediatric coma scale adalah parameter untuk pemeriksaan kesadaran secara kuantitatif pada anak-anak. Kesadaran adalah keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls eferen (output) dan aferen (input) di susunan saraf pusat. Dapat juga diartikan sebagai kemampuan untuk berespon terhadap rangsangan dari luar.Kesadaran dapat diditentukan baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Derajat kesadaran (kuantitatif) ditentukan dari jumlah input susunan saraf pusat,sedangkan cara pengolahan input tersebut sehingga menghasilkan pola-pola output susunan saraf pusat menentukan kualitas kesadaran.lnput susunan saraf pusat dapat dibedakan jadi 2 yaitu : a. Spesifik : berasal dari semua lintasan aferen impuls protopatik,propioseptif,dan perasaan panca indera.Lintasan ini menghubungkan satu titik pada tubuh dengan suatu titik pada kortek perseptif primer. b. Non spesifik : merupakan sebagian dari impuls aferen spesifik yang disalurkan melalui aferen non spesifik,menghantarkan setiap impuls dari titik manapun dalam tubuh ke titik-titik pada seluruh kedua kortek serebri. Tingkat kesadaran sangat penting pada pasien cedera kepala.Glasgow coma Scale sudah digunakan secara luas untuk menentukan tingkat kesadaran penderita.Glasgow Coma Scale meliputi : l. Eye / Mata Spontan membuka mata 4 Membuka mata dengan perintah(suara) 3 Membuka mata dengan rangsang nyeri 2 Tidak membuka mata dengan rangsang apapun l 2. Verbal Berorientasi baik Bingung (bisa membentuk kalimat tapi arti keseluruhan kacau) Bisa membentuk kata tapi tidak bisa membentuk kalimat Bisa mengeluarkan suara yang tidak memiliki arti Tidak bersuara 3. Motorik Menurut perintah 6 Dapat melokalisir rangsang nyeri 5 Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak (withdrawal) 4 Reaksi fleksi (dekortifikasi) (berikan rangsang nyeri, misalnya menekan dengan objek keras, seperti ballpoint, pada jari kuku. Bila sebagai jawaban siku mem- fleksi, terdapat reaksi fleksi terhadap nyeri (fleksi pada pergela- gan tangan mungki ada atau tidak ada)) 3 Reaksi ekstensi (deserebrasi) (dengan rangsang nyeri tsb di atas terjadi ekstensi pada siku lni selalu disertai fleksi spastik pada pergelangan tangan) 2 Tidak ada reaksi/tidak ada tonus (sebelum memutuskan bahwa tidak ada reaksi, harus diyakinkan bahwa rangsang nyeri memang cukup adekuat diberikan) l Kriteria : kesadaran baik/normal : GCS l5 Koma : GCS < 7 2 PEMERIKSAAN GLASGOW COMA SCALE (GCS) DAN PAEDIATRIC COMA SCALE (PCS) B. TINJAUAN PUSTAKA A. TUJUAN PEMBELAJARAN : Sedangkan Paediatric coma Scale merupakan modifikasi dari Glasgow Coma Scale karena pada anak-anak yang belum bisa berbicara akan menyulitkan pemeriksa dalam menentukan skor verbal-nya. Paediatric Coma Scale meliputi : l. Eyes opening / Respon membuka mata Spontaneously 4 to verbal stimuli 3 to pain 2 Never l 2. Non verbal children & Best verbal response / respon verbal terbaik N! "er#a$ C%i$&re! Be't "er#a$ Re'(!'e S)re smiles oriented to sound follows objects interacts oriented and converses 5 consolable when crying and interacts inappropriately disoriented and converses 4 inconsistently consolable and moans; makes vocal sounds inappropriate words 3 inconsolable irritable and restless; cries incomprehensible sounds 2 no response no response l 3. Best motor response/ respon motorik terbaik obeys commands 6 localizes pain 5 flexion withdrawal 4 abnormal flexion (decorticate rigidity) 3 extension (decerebrate rigidity) 2 no response l Children Coma Scale : Skor membuka mata + respon verbal/nonverbal terbaik + respon motorik lnterpretasi : l. Skor minimum adalah 3, prognosis sangat buruk 2. Skor maksimum adalah l5, prognosis baik 3. Skor > 7 kesempatan untuk sembuh besar 4. Skor 3-5 berpotensi fatal 5. Anak-anak usia dibawah 5 tahun memiliki skor lebih rendah karena pengurangan terjadi pada respon motorik dan verbal. l. Usia 0-6 bulan : Respon verbal terbaik pada usia ini adalah menangis, skor yang diharapkan adalah 2 2. Usia 6-l2 bulan : Pada usia ini bayi sudah dapat membentuk suara, skor yang diharapkan adalah 3. Bayi akan melokalisir nyeri tapi tidak menuruti perintah, skor yang diharapkan adalah 4. 3. Usia l2-24 bulan : Kata-kata yang diucapkan sudah dapat dimengerti, skor yang diharapkan adalah 4. Bayi akan melokalisir nyeri tapi tidak menuruti perintah, skor yang diharapkan adalah 4. 4. Usia 2-5 tahun : Kata-kata yang diucapkan sudah dapat dimengerti,skor yang diharapkan adalah 4. Bayi sudah menuruti perintah,skor yang diharapkan adalah 5. 5. Usia diatas 5 tahun : Orientasi baik bila pasien mengetahui bahwa ia di rumah sakit,skor verbal normal yang diharapkan adalah 5. Skor normal berdasarkan umur : 0-6 bulan 9 6-l2 bulan ll l2-24 bulan l2 2-5 tahun l3 > 5 tahun l4 3 C. ALAT DAN BAHAN : l. Alat : skor GCS dan PCS. 2. Bahan : tidak ada. a. Pasien dibaringkan di atas tempat tidur b. Nilai status pasien,adakah kelainan gawat yang harus ditangani terlebih dahulu/tidak. c. Periksa kesadaran pasien dengan GCS (dewasa) dan PCS (anak-anak) d. GCS : d.l Eye : - saat dokter mendatangi pasien,pasien spontan membuka mata dan memandang dokter : skor 4. - pasien membuka mata saat namanya dipanggil atau diperintahkan untuk membuka mata oleh dokter : skor 3. - pasien membuka mata saat dirangsang nyeri (cubitan) : skor 2. - pasien tidak membuka mata dengan pemberian rangsang apapun: skor l. d.2 Verbal : - pasien berbicara secara normal dan dapat menjawab pertanyaan dokter dengan benar (pasien menyadari bahwa ia ada di rumah sakit,menyebutkan namanya,alamatnya,dll) : skor 5. - pasien dapat berbicara normal tapi tampak bingung,pasien tidak tahu secara pasti apa yang telah terjadi pada dirinya,dan memberikan jawaban yang salah saat ditanya oleh dokter : skor 4. - pasien mengucapkan kata "jangan/stop" saat diberi rangsang nyeri,tapi tidak bisa menyelesaikan seluruh kalimat,dan tidak bisa menjawab seluruh pertanyaan dari dokter : skor 3. - pasien tidak bisa menjawab pertanyaan sama sekali,dan hanya mengeluarkan suara yang tidak membentuk kata (bergumam) : skor 2. - pasien tidak mengeluarkan suara walau diberi rangsang nyeri (cubitan) : skor l. d.3 Motoric : - pasien dapat mengikuti perintah dokter,misalkan "Tunjukkan pada saya 2 jari!" : skor 6. - pasien tidak dapat menuruti perintah,tapi saat diberi rangsang nyeri (penekanan ujung jari/penekanan strenum dengan jari-jari tangan terkepal) pasien dapat melokalisir nyeri : skor 5. - pasien berusaha menolak rangsang nyeri : skor 4. - saat diberi rangsang nyeri,kedua tangan pasien menggenggam dan di kedua sisi tubuh di bagian atas sternum (posisi dekortikasi) atau kedua tangan fleksi abnormal: skor 3. - saat diberi rangsang nyeri,pasien meletakkan kedua tangannya secara lurus dan kaku di kedua sisi tubuh (posisi deserebrasi) atau kedua tangan ekstensi abnormal : skor 2. - pasien tidak ada tonus walaupun diberi rangsang nyeri : skor l. e. PCS : e.l Eye : pemeriksaan sama dengan GCS. e.2 Non verbal : - pasien tersenyum saat diberi obyek/mainan dan bisa mengikutinya saat digerakkan : skor 5. - pasien dapat mengucapkan konsonan saat menangis,interaksi kurang baik : skor 4. - pasien mengeluarkan suara yang tidak konsisten (konsonan),dan rintihan saat menangis : skor 3. - pasien gelisah,tidak bisa istirahat/diam,menangis : skor 2. - pasien tidak memberikan respon terhadap rangsang apapun : skor l. e.3 Verbal : sama dengan pemeriksaan GCS. e.4 Motoric : sama dengan pemeriksaan GCS. 4 D. PROSEDUR TINDAKAN/PELAKSANAAN : 1. Children's Coma Scale (Modified Glasgow coma Scale, Adelaide Coma Scale)* Algorithm. Available at : www.child-neuro.org.uk/content/publish/algorithms/article_2ll.shtml-5lk. Accessed 22 nd March,2005. 2. Mackreth B. Glasgow coma scale training exercise. Matanuska-Susitna Borough Dept of Public Safety. Available from : URL : www.chems.alaska.gov/EMS/documents/GCS_Activity_2003. Accessed 22 nd March,2005. 3. Mardjono M,Sidharta P. Neurologi klinis dasar. 6 th ed. Jakarta : Dian Rakyat. l997; l83-5. Pe!i$aia! Ketera+(i$a! Pe+eri,'aa! GCS &a! PCS Na+a : NIM : N* A'(e, -a!. &i!i$ai Ni$ai / 0 1 I Pe+eri,'aa! GCS : A* Pe+eri,'aa! E-e2+ata : l. Pemeriksa mendekati pasien dan pasien spontan membuka mata dan memandang pemeriksa : skor 4 2. Pemeriksa memanggil nama pasien/memerintahkan pasien untuk membuka mata : skor 3 3. Pemeriksa memberi rangsang nyeri berupa cubitan,pasien akan membuka mata : skor 2 4. Pemeriksa memberi rangsang apapun (suara keras/cubitan) pasien tidak membuka mata : skor l B* Pe+eri,'aa! "er#a$ : 5. Pemeriksa menanyakan orientasi pasien (tempat,orang,waktu),pasien menjawab dengan jelas,benar,dan cepat : skor 5 6. Pemeriksa menanyakan orientasi pada pasien,pasien dapat menjawab tapi bingung,tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya : skor 4 7. Pemeriksa memberi pertanyaan tapi pasien tidak dapat menjawab seluruh pertanyaan dan tidak dapat menyelesaikan seluruh kalimat : skor 3 8. Pemeriksa memberi pertanyaan dan pasien hanya bisa bergumam : skor 2 9. Pemeriksa memberikan rangsang tapi pasien tidak mengeluarkan suara /tidak ada respon : skor l C* Pe+eri,'aa! +tri, l0. Pemeriksa memberi perintah dan pasien dapat melaksanakannya : skor 6 ll. Pemeriksa memberi perintah,tapi pasien mangabaikannya,diberi rangsang nyeri pasien dapat melokalisir nyeri : skor 5 l2. Pemeriksa memberi rangsang nyeri dan pasien berusaha menolaknya : skor 4. l3. Pemeriksa memberi rangsang nyeri,reaksi fleksi (dekortifikasi) : skor 3. l4. Pemeriksa memberi rangsang nyeri , reaksi ekstensi (deserebrasi): skor 2. l5. Pemeriksa memberi rangsang apapun pasien tidak bergerak/tidak berespon : skor l. II Pe+eri,'aa! PCS A* Pe+eri,'aa! +ata2e-e l6. Pemeriksa mendekati pasien dan pasien spontan membuka mata dan memandang pemeriksa : skor 4 l7. Pemeriksa memanggil nama pasien/memerintahkan pasien untuk 5 E. Daftar Pustaka membuka mata : skor 3 l8 Pemeriksa memberi rangsang nyeri berupa cubitan,pasien akan membuka mata : skor 2 l9. Pemeriksa memberi rangsang apapun (suara keras/cubitan) pasien tidak membuka mata : skor l B* Pe+eri,'aa! !! 3er#a$ 20. Pemeriksa memberi rangsang berupa obyek/mainan yang menarik perhatian pasien dan pasien tersenyum serta bisa mengikutinya saat digerakkan : skor 5. 2l. lnteraksi pasien dengan pemeriksa kurang baik,pasien dapat mengucapkan konsonan saat menangis: skor 4. 22. Pemeriksa mencoba berinteraksi dengan pasien tapi pasien mengeluarkan suara yang tidak konsisten (konsonan),dan rintihan saat menangis : skor 3. 23. Pasien gelisah,tidak bisa istirahat/diam,menangis : skor 2. 24. Pemeriksa memberi rangsangan tapi pasien tidak memberikan respon terhadap rangsang apapun : skor l. C* Pe+eri,'aa! 3er#a$ : 25. Pemeriksa menanyakan orientasi pasien (tempat,orang,waktu),pasien menjawab dengan jelas,benar,dan cepat : skor 5 26. Pemeriksa menanyakan orientasi pada pasien,pasien dapat menjawab tapi bingung,tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya : skor 4 27. Pemeriksa memberi pertanyaan tapi pasien tidak dapat menjawab seluruh pertanyaan dan tidak dapat menyelesaikan seluruh kalimat : skor 3 28. Pemeriksa memberi pertanyaan dan pasien hanya bisa bergumam : skor 2 29. Pemeriksa memberikan rangsang tapi pasien tidak mengeluarkan suara /tidak ada respon : skor l D* Pe+eri,'aa! +tri, 30. Pemeriksa memberi perintah dan pasien dapat melaksanakannya : skor 6 3l. Pemeriksa memberi perintah,tapi pasien mangabaikannya,diberi rangsang nyeri pasien dapat melokalisir nyeri : skor 5 32. Pemeriksa memberi rangsang nyeri dan pasien berusaha menolaknya : skor 4. 33. Pemeriksa memberi rangsang nyeri,kedua tangan pasien menggenggam dan di kedua sisi tubuh di bagian atas sternum (posisi dekortikasi) : skor 3. 34. Pemeriksa memberi rangsang nyeri ,pasien meletakkan kedua tangannya secara lurus dan kaku di kedua sisi tubuh (posisi deserebrasi) : skor 2. 35. Pemeriksa memberi rangsang apapun pasien tidak bergerak/tidak berespon : skor l. Tta$ Ni$ai 6 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan saraf kranialis. Saraf kranialis dibagi menjadi l2 jenis, yaitu : 0* Sara4 I (N* O$4a,tri5') Pemeriksaan dapat secara subyektif dan obyektif. Subyektif hanya ditanyakan apakah penderita masih dapat membaui bermacam-macam bau dengan betul. Obyektif dengan beberapa bahan yang biasanya sudah dikenal oleh penderita dan biasanya bersifat aromatik dan tidak merangsang seperti : golongan minyak wangi, sabun, tembakau, kopi, vanili, dan sebagainya (3 atau 4 macam). Bahan yang merangsang mukosa hidung (alkohol, amonia) tidak dipakai karena akan merangsang saraf V. Yang penting adalah memeriksa kiri, kanan dan yang diperiksa dari yang normal. lni untuk pegangan, sebab tiap orang tidak sama. Kemudian abnormal dibandingkan dengan yang normal. Tetapi dalam pembuatan status dilaporkan yang abnormal dahulu. Cara Pe+eri,'aa! : Kedua mata ditutup Lubang hidung ditutup salah satu Dilihat apakah tidak ada gangguan pengaliran udara, mahasiswa melihat lubang hidung pasien dengan senter Kemudian bahan satu persatu didekatkan pada lubang hidung yang terbuka dan penderita diminta menarik nafas panjang, kemudian diminta mengidentifikasi bahan tersebut. Yang harus diperhatikan pada pemeriksaan adalah : Penyakit pada mukosa hidung, baik yang obstruktif (rinitis) atau atropik (ozaena) akan menimbulkan positif palsu. Pada orangtua fungsi pembauan bisa menurun (hiposmia). Yang penting adalah gangguan pembauan yang sesisi (unilateral) tanpa kelainan intranasal dan kurang disadari penderita (kronik), perlu dipikirkan suatu glioma lobus frontalis, meningioma pada crista sphenoidalis dan tumor parasellar. Fungsi pembauan juga bisa hilang pada trauma kapitis (mengenai lamina cribosa yang tipis) dan meningitis basalis (sifilis, tuberkulosa). Untuk membedakan hambatan pembauan karena penyebab psychic dengan organik, pemeriksaan tidak hanya memakai zat yang merangsang N ll, tapi juga yang merangsang N V (seperti amoniak). Meskipun N l tidak dapat membau karena rusak, tetapi N V tetap dapat menerima rangsangan amoniak. Bila dengan amoniak tetap tidak membau apa-apa maka kemungkinan kelainan psycis. 1* Sara4 II (N* O(ti)5') Pemeriksaan meliputi : 2.l. Penglihatan sentral Untuk keperluan praktis, membedakan kelainan refraksi dengan retina digunakan PlN HOLE (apabila penglihatan menjadi lebih jelasmaka berarti gangguan visus akibat kelainan refraksi). Lebih tepat lagi dengan optotype Snellen. Yang lebih sederhana lagi memakai jari-jari tangan dimana secara normal dapat dilihat pada jarak 60 m dan gerakan tangan dimana secara normal dapat dilihat pada jarak 300 m 2.2. Penglihatan Perifer diperiksa dengan : a. Tes Konfrontasi. Pasien diminta untuk menutup satu mata, kemudian menatap mata pemeriksa sisi lain. Mata pemeriksa juga ditutup pada sisi yang lain, agar sesuai denganlapang pandang pasien. Letakkan jari tangan pemeriksa atau benda kecil pada lapang pandang pasien dari 8 arah. Pasien diminta untuk menyatakan bila melihat benda tersebut. Bandingkan lapang pandang pasien dengan lapang pandang pemeriksa. Syarat pemeriksaan tentunya lapang pandang pemeriksa harus normal b. Perimetri/Kampimetri Biasanya terdapat di bagian mata dan hasilnya lebih teliti daripada tes konfrontasi. 7 PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS TINJAUAN PUSTAKA LEARNING OUTCOME 2.3.Melihat warna Persepsi warna dengan gambar stilling lshihara. Untuk mengetahui adanya polineuropati pada N ll. 2.4.Pemeriksaan Fundus Occuli Pemeriksaan ini menggunakan alat oftalmoskop. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat apakah pada papilla N ll terdapat : l. Stuwing papil atau protusio N ll Kalau ada stuwing papil yang dilihat adalah papilla tersebut mencembung atau menonjol oleh karena adanya tekanan intra cranial yang meninggi dan disekitarnya tampak pembuluh darah yang berkelok-kelok dan adanya bendungan. 2. Neuritis N ll Pada neuritis N ll stadium pertama akan tampak adanya udema tetapi papilla tidak menyembung dan bial neuritis tidak acut lagi akan terlihat pucat. Dengan oftalmoskop yang perlu diperhatikan adalah : Papilla N ll, apakah mencembung batas-batasnya. Warnanya Pembuluh darah Keadaan Retina 6* Sara4 III (N* O)5$7Mtri5') Pemeriksaan meliputi : l. Retraksi kelopak mata atas, dilakukan dengan inspeksi pada kelopak mata atas Bisa didapatkan pada keadaan : Hidrosefalus (tanda matahari terbit) Dilatasi ventrikel lll/aquaductus Sylvii Hipertiroidisme Cara pemeriksaan : 2. Ptosis Pada keadaan normal bila seseorang melihat kedepan, maka batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Bila salah satu kelopak mata atas memotong iris lebih rendah daripada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepala ke belakang/ ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik dapat dicurigai sebagai ptosis. Penyebab Ptosis adalah: False Ptosis : enophtalmos (pthisis bulbi), pembengkakan kelopak mata (chalazion). Disfungsi simpatis (sindroma horner). Kelumpuhan N. lll Pseudo-ptosis (Bell's palsy, blepharospasm) Miopati (miastenia gravis). Cara (e+eri,'aa! : lnspeksi : Melihat apakah kelopak mata atas memotong iris pada titik yang sama secara bilateral atau tidak. Melihat apakah pasien mendongakkan kepala ke atas untuk melihat objek yang berada di depan pasien Melihat apakah pasien cenderung mengangkat alis untuk melihat objek yang berada di depan Palpasi (untuk menilai ptosis karena kelumpuhan M.levator palpebrae akibat kelumpuhan N lll): Meminta pasien memejamkan mata, kemudian disuruh membukanya Saat pasien membuka mata, lakukan fiksasi dengan cara memegang palpebra superior serta dengan menekan alis mata dengan tangan yang lain 3. Pupil Pemeriksaan pupil meliputi : Bentuk dan ukuran pupil. Bentuk yang normal adalah bulat, jika tidak maka ada kemungkinan bekas operasi mata. Pada sifilis bentuknya menjadi tidak teratur atau lonjong/segitiga. Ukuran pupil yang normal kira-kira 2-3 mm (garis tengah). Pupil yang mengecil disebut Meiosis, yang biasanya terdapat pada Sindroma Horner, pupil Argyl Robertson( sifilis, DM, multiple sclerosis). Sedangkan pupil yang melebar disebut mydriasis, yang biasanya terdapat pada parese/ paralisa m. sphincter dan kelainan psikis yaitu histeris Perbandingan pupil kanan dengan kiri Perbedaan diameter pupil sebesar l mm masih dianggal normal. Bila antara pupil kanan dengan kiri sama besarnya maka disebut isokor. Bila tidak sama besar disebut anisokor. Pada penderita tidak sadar maka harus dibedakanapakah anisokor akibat lesi non neurologis(kelainan iris, penurunan visus) ataukah neurologis (akibat lesi batang otak, saraf perifer N. lll, herniasi tentorium. Refleks pupil 8 Terdiri atas : - Reflek cahaya Diperiksa mata kanan dan kiri sendiri-sendiri. Satu mata ditutup dan penderita disuruh melihat jauh supaya tidak ada akomodasi dan supaya otot sphincter relaksasi. Kemudian diberi cahaya dari samping mata. Pemeriksa tidak boleh berada ditempat yang cahayanya langsung mengenai mata. Dalam keadaan normal maka pupil akan kontriksi. Kalau tidak maka ada kerusakan pada arcus reflex (mata---N. Opticus---pusat---N. Oculomotorius) - Reflek akomodasi Penderita disuruh melihat benda yang dipegang pemeriksa dan disuruh mengikuti gerak benda tersebut dimana benda tersebut digerakkan pemeriksa menuju bagian tengah dari kedua mata penderita. Maka reflektoris pupil akan kontriksi. Reflek cahaya dan akomodasi penting untuk melihat pupil Argyl Robetson dimana reflek cahayanya negatif namun reflek akomodasi positif. - Reflek konsensual Adalah reflek cahaya disalah satu mata, dimana reaksi juga akan terjadi pada mata yang lain. Mata tidak boleh langsung terkena cahaya, diantara kedua mata diletakkan selembar kertas. Mata sebelah diberi cahaya, maka normal mata yang lain akan kontriksi juga. 4. Gerakan bola mata (bersama-sama dengan N. lV dan Vl) Gerakan bola mata yang diperiksa adalah yang diinervasi oleh nervus lll, lV dan Vl. Dimana N lll menginervasi m. Obliq inferior (yang menarik bala mata keatas), m. rectus superior, m. rectus media, m. rectus inferior. N lV menginervasi m. Obliq Superior dan N Vl menginervasi m. rectus lateralis. N lll selain menginervasi otot-otot mata luar diatas juga menginervasi otot sphincter pupil. Pemeriksaan dimulai dari otot-otot luar yaitu penderita disuruh mengikuti suatu benda kedelapan jurusan. Yang harus diperhatikan ialah melihat apakah ada salah satu otot yang lumpuh. Bila pada l atau 2 gerakan mata ke segala jurusan dari otot-otot yang disarafi N lll berkurang atau tidak bisa sama sekali, maka disebut opthalmoplegic externa. Kalau yang parese otot bagian dalam (otot sphincter pupil) maka disebut opthalmoplegic interna. Jika hanya ada salah satu gangguan maka disebut opthalmoplegic partialis, sedangkan kalau ada gangguan kedua macam otot luar dan dalam disebut opthalmoplegic totalis Cara (e+eri,'aa! : meminta penderita untuk menggerakkan bola mata ke berbagai arah (superior, inferior, medial, temporal, superolateral, superomedial, inferiomedial dan inferolateral) 5. Sikap Bola Mata Sikap bola mata yaitu kedudukan mata pada waktu istirahat. Kelainan kelaian yang tampak diantaranya adalah : - Exopthalmus, dimana mata terdorong kemuka karena proses mekanis retroorbital, dan celah mata tampak lebih besar. - Strabismus yang dapat divergen atau convergen.Secara subyektif ditanyakan apakah ada diplopia. Pemeriksaan subyektif ini penting karena kadang-kadang strabismus yang ringan tak kelihatan pada pemeriksaan obyektif. Perhatikan apakah terdapat kontraksi/tarikan yang berlebihan dari otot antagonisnya. - Nystagmus atau gerakan bola mata yang spontan. Dalam hal ini tidak hanya memeriksa otot-otot yang menggerakkan bola mata sja, tetapi sekaligus melihat adanya kelainan dalam keseimbangan atau N Vlll. Cara pemeriksaan : penderita diminta melirik ke satu arah selama 5 atau 6 detik. lnterpretasi hasil : terdapat gerakan bola mata spontan selama jangka waktu tersebut - Deviasi conjugae, adalah sikap bola mata yang dalam keadaan istirahat menuju kesatu jurusan tanpa dapat dipengaruhi oleh kesadaran, dengan sumbu kedua mata tetap sejajar secara terus-menerus. Lesi penyebab bisa di lobus frontalis atau di batang otak, bisa lesi destruktif (infark) atau irirtatif (jaringan sikatriks post trauma/ epilepsi fokal & perdarahan) 8* Sara4 " (N* Tri.e+i!5') Pemeriksaan meliputi : l. Sensibilitas Sensibilitas N V ini dapat dibagi 3 yaitu : - bagian dahi, cabang keluar dari foramen supraorbitalis - bagian pipi, keluar dari foramen infraorbitalis - bagian dagu, keluar dari foramen mentale. Pemeriksaan dilakukan pada tiap cabang dan dibandingkan kanan dengan kiri
2. Motorik Penderita disuruh menggigit yang keras dan kedua tangan pemeriksa ditruh kira-kira didaerah otot maseter. Jika kedua otot masseter berkontraksi maka akan terasa pada tangan pemeriksa. Kalau ada parese maka dirasakan salah satu otot lebih keras 9 3. Reflek Penderita diminta melirik kearah laterosuperior, posisi penderita dalam keadaan tidur terlentang, posisi pemeriksa dari atas pasien. Kemudian dari arah lain limbus (tepi) kornea disentuhkan dengan kapas agak basah. Bila reflek kornea mata positif, maka mata akan menutup. 9* Sara4 "II (N* Fa)ia$i') A. Dalam keadaan diam, perhatikan : - asimetri muka (lipatan nasolabial) - gerakan-gerakan abnormal (tic fasialis, grimacing, kejang tetanus/rhesus sardonicus, tremor, dsb) B. Atas perintah pemeriksa l. Mengangkat alis, bandingkan kanan dengan kiri. 2. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri), kemudian pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut (bandingkan kekuatan kanan dan kiri). 3. Memperlihatkan gigi (asimetri). 4. Bersiul dan mencucu (asimetri/deviasi ujung bibir). 5. Meniup sekuatnya (bandingkan kekuatan udara dari pipi masing-masing). 6. Menarik sudut mulut ke bawah (bandingkan konsistensi otot platisma kanan dan kiri). Pada kelemahan ringan, kadang-kadang tes ini dapat untuk mendeteksi kelemahan saraf fasialis pada stadium dini. C. Sensorik khusus (pengecapan 2/3 depan lidah) Melalui chorda tympani. Pemeriksaan ini membutuhkan zat-zat yang mempunyai rasa : - manis, dipakai gula - pahit, dipakai kinine - asin, dipakai garam - asam, dipakai cuka Paling sedikit menggunakan 3 macam. Sebelumnya lidah pasien dibersihkan/dilap terlebih dahulu untuk mengurangi air liur. Penderita tidak boleh menutup mulut dan mengatakan perasaannya dengan menggunakan kode-kode yang telah disetujui bersama antara pemeriksa dan penderita. Penderita diminta membuka mulut dan lidah dikeluarkan. Zat-zat diletakkan di 2/3 bagian depan lidah. Kanan dan kiri diperiksa sendiri-sendiri, mula-mula diperiksa yang normal. Biasanya menggunakan gula, garam, klorampenicol :* Sara4 "III (N* A)5'ti)5') Pemeriksaan pendengaran l. Detik arloji Arloji ditempelkan ditelinga, kemudian dijauhkan sedikit demi sedikit, sampai tak mendengar lagi, dibandingkan kanan dan kiri. 2. Gesekan jari 3. Tes Weber Garpu tala yang bergetar ditempelkan dipertengahan dahi. Dibandingkan mana yang lebih keras, kanan/ kiri. 4. Tes Rinne Garpu tala yang bergetar ditempelkan pada Processus mastoideus. Sesudah tak mendengar lagi dipindahkan ke telinga maka terdengar lagi. lni karena penghantaran udara lebih baik daripada tulang. Pemeriksaan dengan garpu tala penting dalam menentukan nervus deafness atau tranmission deafness. Pemeriksaan pendengaran lebih baik kalau penderita ditutup matanya untuk menghindari kebohongan. ;* Sara4 I<7< (N* G$''(%ar-!.e5'7N* "a.5') Pemeriksaan saraf lX dan X terbatas pada sensasi bagian belakang rongga mulut atau l/3 belakang lidah dan faring, otot-otot faring dan pita suara serta reflek muntah/menelan/batuk. a. Gerakan Palatum Penderita diminta mengucapkan huruf a atau ah dengan panjang, sementara itu pemeriksa melihat gerakan uvula dan arcus pharyngeus. Uvula akan berdeviasi kearah yang normal (berlawanan dengan gerakan menjulurkan lidah pada waktu pemeriksaan N Xll). b. Reflek Muntah dan pemeriksaan sensorik Pemeriksa meraba dinding belakang pharynx dan bandingkan refleks muntah kanan dengan kiri. Refleks ini mungkin menghilang pada pasien lanjut usia. c. Kecepatan menelan dan kekuatan batuk =* Sara4 <I (N* A))e'''ri5') Hanya mempunyai komponen motorik. 10 Pemeriksaan : a. Kekuatan otot sternocleidomastoideus diperiksa dengan menahan gerakan fleksi lateral dari kepala/leher penderita atau sebaliknya (pemeriksa yang melawan/ mendorong sedangkan penderita yang menahan pada posisi lateral fleksi) b. Kekuatan m. Trapezius bagian atas diperiksa dengan menekan kedua bahu penderita kebawah, sementara itu penderita berusaha mempertahankan posisi kedua bahu terangkat (sebaliknya posisi penderita duduk dan pemeriksa berada dibelakang penderita) >* Sara4 <II (N* ?-(.$''5') Pada lesi LMN, maka akan tamapk adanya atrofi lidah dan fasikulasi (tanda dini berupa perubahan pada pinggiran lidah dan hilangnya papil lidah) Pemeriksaan : a. Menjulurkan lidah Pada lesi unilateral, lidah akan berdeviasi kearah lesi. Pada Bell,s palsy (kelumpuhan saraf Vll) bisa menimbulkan positif palsu. b. Menggerakkan lidah kelateral Pada kelumpuhan bilateral dan berat, lidah tidak bisa digerkkan kearah samping kanan dan kiri. c. Tremor lidah Diperhatikan apakah ada tremor lidah dan atropi. Pada lesi perifer maka tremor dan atropi papil positip d. Articulasi Diperhatikan bicara dari penderita. Penderita disuruh mengikuti kalimat yang diucapkan oleh pemeriksa, yaitu: "ular melingkar-lingkar di atas pagar". Bila terdapat parese maka didapatkan dysarthria. l. Juwono T, Pemeriksaan klinik neurologik dalam praktek, Jakarta, EGC, l996 2. http://endeavor.med.nyu.edu/neurosurgery/cranials.html 3. Lumbantobing, Neurologi Klinik "Pemeriksaan Fisik dan Mental", Jakarta, FKUl, 2008 4. Wirawan, Pemeriksaan Neurologi, Semarang, Senat Mahasiswa Universitas Diponegoro KETRAMPlLAN PEMERlKSAAN SARAF KRANlAL Nama : NlM : No Aspek Yang Dinilai Nilai l 2 3 l. Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan 2. Menyiapkan penderita dan meminta kerjasama penderita dalam pelaksanaan Pemeriksaan Me$a,5,a! (e+eri,'aa! N* I 3. Kedua mata pasien ditutup 4. Lubang hidung pasien ditutup salah satu 5. Melihat kedua lubang hidung pasien dengan menggunakan senter, apakah ada gangguan pengaliran udara 6. Satu persatu bahan didekatkan pada lubang hidung yang terbuka 7. Meminta pasien menarik napas panjang, kemudian mengidentifikasi bahan tersebut Me$a,5,a! (e+eri,'aa! N III 8. Melakukan pemeriksaan retraksi Melakukan pemeriksaan ptosis 9. lnspeksi palpebra superior l0. Meminta pasien menutup mata, kemudian membukanya ll. Memfiksasi ringan palpebra superior dan alis mata Melakukan pemeriksaan pupil l2. Melihat ukuran pupil : isokor/anisokhor 11 DAFTAR PUSTAKA l3. Melihat bentuk dan diameter pupil l4. Meminta penderita menutup salah satu mata. Mengarahkan senter dari samping untuk menilai reflex cahaya l5. Melakukan pemeriksaan pada mata kontralateral Me$a,5,a! (e+eri,'aa! .era,a! #$a +ata N*III@ N* I"@ N "I l6 Memfiksasi kepala pasien lurus ke depan l7 Meminta penderita menggerakkan bola mata ke berbagai arah l8 Melakukan pemeriksaan sikap bola mata l9 Melakukan pemeriksaan N. V sensibilitas 20 Melakukan pemeriksaan N.V motorik 2l Melakukan pemeriksaan N.V reflek 22 Melakukan pemeriksaan N. Vll atas perintah pemeriksa 23 Melakukan pemeriksaan N. Vll sensorik khusus 24 Melakukan pemeriksaan N. lX-X gerakan palatum 25 Melakukan pemeriksaan N. lX-X reflek muntah dan sensorik 26 Melakukan pemeriksaan N. Xl m. Sternocleidomastoid 27 Melakukan pemeriksaan N. Xl M. Trapezius 28 Melakukan pemeriksaan N. Xll TOTAL NlLAl 12 Thianti Sylviningrum Pada akhir sesi, mahasiswa mampu : l. Mengetahui definisi pemeriksaan reflek fisiologis. 2. lndikasi pemeriksaan reflek fisiologis. 3. melakukan prosedur pemerikdaan reflek fisiologis dengan baik dan benar. 4. menjelaskan parameter normal hasil pemeriksaan reflek fisiologis 5. melakukan interpretasi hasil pemeriksaan reflek fisiologis. Reflek adalah jawaban terhadap suatu rangsang. Sedangkan reflek fisiologis adalah mucle stretch reflexes sebagai jawaban atas perangsangan tendo, periosteum, tulang, sendi, fasia, aponeurosis, kulit, semua impuls perseptif termasuk panca indera dimana respon tersebut muncul pada orang normal. Semua gerakan yang bersifat reflektorik merupakan suatu usaha tubuh untuk menyesuaikan diri bahkan membela diri. Gerakan reflektorik dapat dilakukan oleh semua otot seran lintang. Pemeriksaan reflek fisiologis merupakan satu kesatuan dengan pemeriksaan neurologi lainnya, dan terutama dilakukan pada kasus-kasus mudah lelah, sulit berjalan, kelemahan/kelumpuhan, kesemutan, nyeri otot anggota gerak, gangguan trofi otot anggota gerak, nyeri punggung/pinggang gangguan fungsi otonom. lnterpretasi pemeriksaan reflek fisiologis tidak hanya menentukan ada/tidaknya tapi juga tingkatannya. Adapun kriteria penilaian hasil pemeriksaan reflek fisiologis adalah sebagai berikut : l. Positif Normal 2. Positif Meningkat 3. Positif Menurun Suatu reflek dikatakan meningkat bila daerah perangsangan meluas, dan respon gerak reflektorik meningkat dari keadaan normal. Rangsangan yang diberikan harus cepat dan langsung, kerasnya rangsangan tidak boleh melebihi batas sehinggajustru melukai pasien. Sifat reaksi setelah perangsangan tergantung tonus otot sehingga otot yang diperiksa sebaiknya dalam keadaan sedikit kontraksi, dan bila hendak dibandingkan dengan sisi kontralateralnya maka posisi keduanya harus simetris. Palu reflek terbuat dari karet - Penentuan lokasi pengetukan yaitu tendon, periosteum, dan kulit - Anggota gerak yang akan diketuk harus dalam keadaan santai - Dibandingkan dengan sisi lainnyha dalam posisi yang simetris REFLEK FlSlOLOGlS Dl EKSTREMlTAS ATAS : 0* Re4$e, #i'e( : a. Pasien duduk santai b. Lengan rileks, posisi antara fleksi dan ekstensi dan sedikit pronasi, lengan diletakkan di atas lengan pemeriksa c. lbu jari pemeriksa diletakkan diatas tendo bisep, lalu pukullah ibu jari tadi dengan palu reflek d. Respon : fleksi ringan di siku. 1* Re4$e, tri'e( a. Pasien duduk rileks b. lengan pasien diletakkan di atas lengan pemeriksa c. Pukullah tendo trisep melalui fosa olekrani d. Respon : ekstensi lengan bawah di siku. 6* Re4$e, #ra,%ira&ia$i' : a. Posisi pasien sama dengan pemeriksaan reflek bisep b. Pukullah tendo brakhioradialis pada radius distal dengan palu reflek c. Respon : muncul terakan menyentak pada lengan 8* Re4$e, (eri'te5+ ra&ia$i' : a. Lengan bawah sedikit di fleksikan pada sendi siku dan tangan sedikit di pronasikan b. Ketuk periosteum ujung distal os. Radialis 13 P!r"ksaa# Rf$k F"s"%$%&"s A. Tu'ua# P!($a'ara# B. T"#'aua# Pustaka D. Pr%s)ur T"#)aka# P$aksa#aa#: C. A$at )a# Ba*a# c. Respon : fleksi lengan bawah dan supinasi lengan 9* Re4$e, (eri'te5+ 5$!ari' : a. Lengan bawah sedikit di fleksikan pada siku, sikap tangan antara supinasi dan pronasi b. Ketukan pada periosteum os. Ulnaris. c. Respon : pronasi tangan. REFLEK FlSlOLOGlS DlNDlNG PERUT Re4$e, &i!&i!. (er5t: a. Kulit dinding perut digores dengan bagian tumpul palu reflek dengan arah dari samping ke garis tengah b. Respon : kontraksi dinding perut REFLEK FlSlOLOGlS EKSTREMlTAS BAWAH : 0* Re4$e, (ate$$a : a. Pasien duduk santai dengan tungkai menjuntai b. Raba daerah kanan-kiri tendo untuk menentukan daerah yang tepat c. Tangan pemeriksa memegang paha pasien d. Ketuk tendo patela dengan palu reflek menggunakan tangan yang lain. e. Respon : pemeriksa akan merasakan kontraksi otot kuadrisep, ekstensi tungkai bawah. 1. Re4$e, A)%i$$e' a. Penderita berbaring terlentang b. Kaki yang akan diperiksa ditumpangkan pada os. Tibia kaki lainnya c. l tangan pemeriksa memegang jari-jari kaki yang akan diperiksa, sedangkan tangan yang lain mengetuk tendo achilles d. Respon : plantarfleksi kaki 6* Re4$e, P$a!tar : a. Telapak kaki pasien digores dengan ujung tumpul palu reflek. b. Respon : plantar fleksi kaki dan fleksi semua jari kaki. l. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis dalan Neurologi. 4th ed. Jakarta : Dian Rakyat. l999; 429-40. 2. Laboratorium Ketrampilan Keperawatan Program Studi llmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Skills Lab pendidikan ketrampilan keperawatan program B semester l. Yogyakarta : Program Studi llmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2002; 28-38. 3. Neurologie examination Available at : http://medinfo.ufl.edu/yearl/bes/clist/neuro.html.Accessed l9th May, 2005. Pe!i$aia! Ketra+(i$a! Pe+eri,'aa! Re4$e, Fi'i$.i' Nama / N l M : N* A'(e, Ya!. Di!i$ai Ni$ai l. Beri salam pada pasien 0 l 2 2. Memperkenalkan diri pada pasien 14 E. Daftar Pustaka : 3. Menjelaskan pada pasien pemeriksaan yang akan dilakukan dan tujuannya. 4. Pemeriksaan bisep: a. Pasien duduk santai b. Lengan rileks, posisi antara fleksi dan ekstensi dan sedikit pronasi, lengan diletakkan diatas lengan pemeriksa c. lbu jari pemeriksa diletakkan di atas tendo bisep, lalu pukullah ibu jari tadi dengan palu reflek. d. Respon : fleksi ringan disiku 5. Pemeriksaan Reflek Trisep : a. Pasien duduk rileks b. Lengan pasien diletakkan diatas lengan pemeriksa c. Pukullah tendo trisep melalui fosa olekrani d. Respon : ekstensi lengan bawah di siku 6. Pemeriksaan Reflek brachioradialis: a. Posisi pasien sama dengan pemeriksaan reflek bisep b. Pukullah tendo brakhioradialis pada radius distal dengan palu reflek c. Respon : muncul gerakan menyentak pada tangan 7. Pemeriksaan Reflek ulnaris : a. Lengan bawah sedikit di fleksikan pada sikap tangan antara supinasi dan pronasi b. Ketukan pada periosteum os. Ulnaris c. Respon : pronasi tangan 8. Pemeriksaan Reflek radialis : a. Lengan bawah sedikit di fleksikan pada sendi siku dan tangan sedikit di pronasikan b. Ketuk periosteum ujung distal os. Radialis c. Respon : fleksi lengan bawah dan supinasi lengan 9. Pemeriksaan Reflek patella: a. Pasien duduk santai dengan tungkai menjuntai b. Raba daerah kanan-kiri tendo untuk menentukan daerah yang tepat c. Tangan pemeriksa memegang paha pasien. d. Ketuk tendo patela dengan palu reflek menggunakan tangan yang lain e. Respon : pemeriksa akan merasakan kontraksi otot kuadrisep, ekstensi tungkai bawah. l0. Pemeriksaan Reflek Achilles : a. Penderita berbaring terlentang b. Kaki yang akan diperiksa ditumpangkan pada os. Tibia kaki lainnya c. l tangan pemeriksa memegang jari-jari kaki yang akan diperiksa, sedangkan tangan yang lain mengetuk tendo achilles d. Respon : plantarfleksi kaki ll. Pemeriksaan Reflek dinding perut: a. Kulit dinding perut digores dengan bagian tumpul palu reflek dengan arah dari samping ke garis tengah b. Respon : kontraksi dinding perut l2 Pemeriksaan Reflek Plantar : a. Telapak kaki pasien digores dengan ujung tumpul palu reflek b. Respon : plantar fleksi kaki dan fleksi semua jari kaki. Total Nilai 15 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan reflek patologis. Secara umum reflek adalah respon motorik spesifik akibat rangsang sensorik spesifik. Ada 3 unsur yang berperan yaitu jaras aferen, bussur sentral, dan jaras eferen. Perubahan ketiga komponen tersebut akan mengakibatkan perubahan dalam kualitas maupun kuantitas dari reflek. lntergritas dari arcus reflek akan terganggu jika trdapat malfungsi dari organ reseptor,nercus sensorik, ganglion radiks posteior, gray matter medula spinal, radik anterior, motor end plate, atau organ efektor. Pengetahuan tentang reflek dapat dugunakan untuk menentukan jenis kerusakan yang terjadi pada sistem persyarafan. Ada beberapa pembagian tentang reflek : l. Brainstem reflek 2. Deep reflek / reflek tendon 3. Superficial reflek /skin reflek 4. Abnormal reflek / patologis ada juga yang menambahkan reflek-reflek primitif. A&a 9 .ra&a'i &ari ,e,5ata! re4$e, : 0 : absent l : minimal tetapi ada 2 : normal 3 : hiperativity 4 : hiperactivity with clonus A&a #e#era(a (ri!'i( 5+5+ +e!.e!ai re4$e, : l. Lesi UMN cenderung akan mengakibatkan peningkatan reflek, kecuali : a. stadium akut b. reflek abdominal / dinding perut dan reflek kremaster akan menurun baik lesi UMN atau LMN 2. Reflek tidak akan dipengaruhi pada lesi CNS yang mengenai sistem sensorik, cerebelar, atau ganglia basalis 3. Setelah stadium akut umumnya lesi cereblar lebih cepat menimbulkan reflek yang meningkat dari pada lesi sppinal. 4. Sdanya asimetri reflek bila disertai tanda-tanda lain berupa defisit mototrik dan sensorik pada satu sisi, maka pada satu sisi yang mengalami defisit motorik atau sensorik tersebut adalah abnormal /patologi 5. Reflek kornea tidak dipengaruhi oleh lesi UMN Pe+#a.ia! re4$e, l. reflek braistem / reflek saraf otak - reflek pupil - refelk konsensual pupil - cornela reflek - jaw reflek - gag reflek, dll 2. deep reflek / tendon - biceps - triceps - patela - ankle jerk - dll 3. reflek superficial - dinding perut - cremaster - anal - dll 4. reflek primitif - snouting - palmo mental - glabela - dll 5. reflek abnormal/ patologi / - babinsky 16 PEMERIKSAAAN REFLEK PATOLOGIS TINJAUAN PUSTAKA TUJUAN PEMBELAJARAN - hoffmann - gordon - dll Berikut akan disampaikan reflek yang terkait dengan reflek patologik dan reflek primitif. 0* Re4$e, %44+a!! tr+er Tangan pasien ditumpu oleh tangan pemeriksa, kemusian ujung jari tangan pemeriksa yang lain disentilkan ke ujung jari tengah tangan penderita. Kita lihat respon jari tangan penderita, yaitu fleksi jari-jari yang lain, aduksi dari ibu jari. Reflek positif bilateral bisa dijumpai pada 25 % orang normal, sedangkan unilateral hoffmann indikasi untuk suatu lesi UMN . 1* Gra'(i!. re4$e, Gores palmar penderita dengan telunjuk jari pemeriksa diantara ibujari dan telunjuk penderita. Maka timbul genggaman dari jari pendeirta, menjepit jari pemeriksa. Jika reflek ini ada maka penderuta tidak dapat membebaskan jari pemeriksa. Normal masih terdapat pada anak kecil. jika positif ada pada dewasa, maka kemungkinan terdapat lesi di area premotorik cortex. 6* Re4$e, (a$++e!ta$ Garukan pada telapak tangan pasien menyebabkan kontraksi muskulus mentali ipsilateral. Reflek patologis ini timbul akibat kerusakan lesi UMN di atas inti saraf Vll kontralateral. 8* Re4$e, '!5ti!. 2 +e!-5'5 o Ketukan hammer pada tendo insertio m. Orbicularis oris, maka akan menimbulkan reflek menyusu. o Menggaruk bi bir dengan tingue spatel maka akn timbul reflek menyusu. Normal pada bayi, jika positif pada dewasa menandakan lesi UMN bilateral. 9* Re4$e, G$a#e$$a Ketukkan tangan pemeriksa ke daerah glabella pasien. Hasil positif jika pasien berkedip beberapa kali. :* Re4$e, Ba#i!',i Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui sisi lateral menuju medial (arah ibu jari kaki), orang noramla akan memberikan respon fleksi jari-jari kaki, abduksi jempol kaki dan penarikan tungkai. Pada lesi UMN maka akan timbul respon jempol kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau membuka. Normal pada bayi masih ada. ;* Re4$e, O((e!%ei+ Lakukan goresan pada sepanjang tepi depan tuilang tibia dari atas ke bawah, dengan kedua jari telunjuk dan tengah., jika posistidf maka akan timbul reflek seperti babinski =* Re4$e, .r&! Lakukan goresan / memencet otot gastrocnemius . jika posistif maka akan timbul reflek seperti babinski >* Re4$e, ')%ae4er Lakukan pemencetan pada tendo achiles. Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski 0/* Re4$e, )%a&&), Lakukan goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki di luar telapak kaki, dari tumit ke depan. Jika posistif maka akan timbul reflek seperti babinski 00* Re4$e, R''$i+ Pukulkan hammer reflek pada dorsal kaki pada tulang cuboid. Reflek akan terjadi fleksi jari-jari kaki. 01* Re4$e, Me!&e$7Ba))trereA Pukulan telapak kaki bagian depan akan memberikan respon fleksi jari-jari kaki PENlLAlAN KETRAMPlLAN PEMERlKSAAN REFLEK PATOLOGlS Nama : NlM: 17 No Aspek yang dinilai Skor 0 l 2 l Siapkan alat 2 Jelaskan tujuan 3 Melakukan pemeriksaan Re4$e, %44+a!! tr+!er 4 Melakukan pemeriksaan Gra'(i!. re4$e, 5 Melakukan pemeriksaan Re4$e, (a$++e!ta$ 6 Melakukan pemeriksaan Re4$e, '!5ti!. 2 +e!-5'5 7 Melakukan pemeriksaan Re4$e, .$a#e$$a 8 Melakukan pemeriksaan Re4$e, Ba#i!',i 9 Melakukan pemeriksaan Re4$e, O((e!%ei+ l0 Melakukan pemeriksaan Re4$e, .r&! ll Melakukan pemeriksaanRe4$e, ')%ae4er l2 Melakukan pemeriksaan Re4$e, )%a&&), l3 Melakukan pemeriksaan Re4$e, R''$i+ l4 Melakukan pemeriksaan Re4$e, Me!&e$7 Ba))trereA l5 Rapikan alat l6 Cuci tangan l7 Dokumentasikan TOTAL NlLAl 18 PEMERIKSAAN SENSORIK@ KESEIMBANGAN DAN KOORDINASI Evy Sulistyoningrum Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan sensorik, posisi, keseimbangan dan koordinasi Adanya gangguan pada otak, medulla spinalis, dan saraf tepi dapat menimbulkan gangguan sensorik. Gangguan ini tidak tampak seperti halnya pada gangguan motorik maupun trofi otot. Gangguan sensorik dapat menimbulkan perasaan kesemutan atau baal (parestesi), kebas atau mati rasa, kurang sensitif (hipestesi) dan ada pula yang sangat sensitif (hiperestesi). Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit di antara pemeriksaan neurologik yang lain karena sangat subjektif. Sehubungan dengan pemeriksan fungsi sensorik maka beberapa hal berikut ini harus dipahami dulu: l. Kesadaran penderita harus penuh dan tajam. Penderita tidak boleh dalam keadaan lelah, kelelahan akan mengakibatkan gangguan perhatian serta memperlambat waktu reaksi. 2. Prosedur pemeriksan harus benar-benar dimengerti oleh penderita, karena pemeriksaan fungsi sensorik benar- benar memerlukan kerja sama yang sebaik-baiknya antara pemeriksa dan penderita. Dengan demikian cara dan tujuan pemeriksaan harus dijelaskan kepada penderita dengan istilah yang mudah dimengerti olehnya. 3. Kadang-kadang terlihat adanya manifestasi obyektif ketika dilakukan pemeriksaan anggota gerak atau bagian tubuh yang dirangsang, misalnya penderita menyeringai, mata berkedip-kedip serta perubahan sikap tubuh. 4. Yang dinilai bukan hanya ada atau tidak adanya sensasi tetapi juga meliputi perbedaan-perbedaan sensasi yang ringan, dengan demikian harus dicatat gradasi atau tingkat perbedaannya. 5. Ketajaman persepsi dan interpretasi rangsangan berbeda pada setiap individu, pada tiap bagian tubuh, pada individu yang sama tetapi dalam situasi yang berlainan. Dengan demikian dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ulangan pada hari berikutnya. 6. ABa' 'i+etri': pemeriksaan bagian kiri harus selalu dibandingkan dengan bagian kanan. Hal ini untuk menjamin kecermatan pemeriksaan. 7. Pemeriksaan ini harus dikerjakan dengan sabar (jangan tergesa-gesa), menggunakan alat yang sesuai dengan kebutuhan/ tujuan, tanpa menyakiti penderita, dan penderita tidak boleh dalam keadaan tegang. PRINSIP7PRINSIP UMUM l. Mencari defisit sensibilitas (daerah-daerah dengan sensibilitas yang abnormal, bisa hipestesi, hiperestesi, hipalgesia atau hiperalgesia) 2. Mencari gejala-gejala lain di tempat gangguan sensibilitas tersebut, misalnya atrofi, kelemahan otot, refleks menurun/negative, menurut distribusi dermatom. 3. Keluhan-keluhan sensorik memiliki kualitas yang sama, baik mengenai thalamus, spinal, radix spinalis atau saraf perifer. Jadi untuk membedakannya harus dengan distribusi gejala/keluhan dan penemuan lain. 4. Lesi saraf perifer sering disertai berkurang atau hilangnya keringat, kulit kering, perubahan pada kuku dan hilangnya sebagian jaringan di bawah kulit. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi: l. Jarum berujung tajam dan tumpul (dapat digunakan jarum pentul atau jarum pada palu refleks) untuk rasa nyeri superficial. 2. Kuas halus, kapas, bulu, tissue, atau bila terpaksa dengan ujung jari tangan yang disentuhkan ke kulit secara halus sekali untuk rasa raba/taktil. 3. Tabung yang diisi air dingin atau air panas untuk sensasi suhu. Lebih baik menggunakan tabung dari metal daripada tabung gelas karena gelas merupakan konduktor yang buruk. Untuk sensai dingin menggunakan air bersuhu 5-l0C dan sensasi panas diperlukan suhu 40-45C. suhu kurang dari 5C dan lebih dari 45C dapat menimbulkan rasa nyeri. 4. Garpu tala berfrekuensi l28 atau 256 Hz untuk sensasi getar. 5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif), seperti: Jangka untuk two point tactile discrimination Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan lain-lain) untuk pemeriksaan stereognosis. 19 TINJAUAN PUSTAKA PEMERIKSAAN FUNGSI SENSORIK DAN POSISI A$at )a# Ba*a# TUJUAN PEMBELAJARAN Pensil untuk pemeriksaan graphestesi. 6. Untuk pemeriksaan sensasi gerak dan posisi tidak diperlukan alat khusus. CARA PEMERIKSAAN SENSORIK DAN POSISI: A. Anamnesis a. Apa yang dikeluhkan. Keluhan dapat berupa: kesemutan atau baal (parestesi) rangsang yang tidak nyeri dirasakan sebagai nyeri (disestesi/painful parestesi) kurang peka (hipestesi) terlalu peka (hiperestesi) gangguan keseimbangan dan gait (gaya berjalan) modalitas sensorik normal tetapi tidak bias mengenal benda pada perabaan tangan (astereognosis) lain-lain keluhan b. Kapan timbulnya keluhan. c. Lokasi keluhan. Keluhan positif semacam parestesi, disestesi dan nyeri biasanya dapat dilokalisir, tetapi gejala-gejala negative seperti hipestesi dan anogsia sulit dilokalisir. d. Sifat keluhan. Penderita diminta menggambarkan sifat keluhan. Pada keluhan nyeri perlu juga diketahui derajat rasa nyeri yang timbul. e. Kejadian-kejadian tertentu yang berkaitan. Apakah ada kejadian-kejadian yang memicu terjadinya keluhan. Misalnya pada HNP, penderita merasakan ischialgia pada waktu mengangkat benda berat, dan nyeri meningkat pada keadaan-keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, misalnya batuk, mengejan, bersin), dan lain-lain. f. Kelainan neurologis yang menyertai. Dapat berupa kelemahan/gangguan motorik, gangguan bahasa, kejang, gangguan defekasi dan miksi, dan gangguan saraf otonom. B* Pe+eri,'aa! 4i'i, l. Pemeriksaan modalitas modalitas primer dari sensasi somatik (seperti rasa nyeri, raba, posisi, getar dan suhu) diperiksa lebih dulu sebelum memeriksa fungsi sensorik diskriminatif/kortikal. Pemeriksaan sensasi nyeri superfisial Nyeri merupakan sensasi yang paling baik untuk menentukan batas gangguan sensorik. Alat yang digunakan adalah jarum berujung tajam dan tumpul. Cara pemeriksan: a. Mata penderita ditutup b. Pemeriksa terlebih dahulu mencoba jarum pada dirinya sendiri. c. Tekanan terhadap kulit penderita seminimal mungkin, jangan sampai menimbulkan perlukaan. d. Rangsangan terhadap terhadap kulit dilakukan dengan ujung runcing dan ujung tumpul secara bergantian. Penderita diminta menyatakan sensasinya sesuai yang dirasakan. Penderita jangan ditanya: apakah anda merasakan ini atau apakah ini runcing? e. Bandingkan daerah yang abnormal dengan daerah normal yang kontralateral tetapi sama (misalnya: lengan bawah volar kanan dengan kiri) f. Penderita juga diminta menyatakan apakah terdapat perbedaan intensitas ketajaman rangsang di derah yang berlainan. g. Apabila dicurigai daerah yang sensasinya menurun/meninggi maka rangsangan dimulai dari daerah tadi ke arah yang normal. Pemeriksaan sensasi nyeri tekan dalam Pemeriksaan dilakukan dengan cara menekan tendo Achilles, fascia antara jari tangan lV dan V atau testis. Pemeriksaan sensasi taktil/raba Alat yang dipakai adalah kapas, tissue, bulu, kuas halus, dan lain-lain. Cara pemeriksaan : a. Mata penderita ditutup b. Pemeriksa terlebih dahulu mencoba alat pada dirinya sendiri. c. Stimulasi harus seringan mungkin, jangan sampai memberikan tekanan terhadap jaringan subkutan. Tekanan dapat ditambah sedikit bila memeriksa telapak tangan atau telapak kaki yang kulitnya lebih tebal. d. Mulailah dari daerah yang dicurigai abnormal menuju daerah yang normal. Bandingkan daerah yang abnormal dengan daerah normal yang kontralateral tetapi sama (misalnya: lengan bawah volar kanan dengan kiri) 20 e. Penderita diminta untuk mengatakan "ya" atau "tidak" apabila merasakan adanya rangsang, dan sekaligus juga diminta untuk menyatakan tempat atau bagian tubuh mana yang dirangsang. Pemeriksaan sensasi getar/vibrasi Alat yang digunakan adalah garpu tala berfrekuensi l28 atau 256 Hz. Cara pemeriksaan: a. Garpu tala digetarkan dengan memukulkan pada benda padat/keras. b. Kemudian pangkal garpu tala diletakkan pada daerah dengan tulang yang menonjol seperti ibu jari kaki, pergelangan tangan, maleolus lateralis/medialis, procc. spinosus vertebrae, siku, bagian lateral clavicula, lutut, tibia, sendi-sendi jari dan lainnya. (Gambar l) c. Bandingkan antara kanan dan kiri. d. Catat intensitas dan lamanya vibrasi. e. Untuk penentuan lebih cermat, garpu tala kemudian dipindahkan pada bagian tubuh yang sama pada pemeriksa. Apabila pemeriksa masih merasakan getaran, berarti rasa getar penderita sudah menurun. Gambar l Pemeriksaan sensasi gerak dan posisi Tujuannya adalah memperoleh kesan penderita terhadap gerakan dan pengenalan terhadap arah gerakan, kekuatan, lebar atau luas gerakan (range of movement) sudut minimal yang penderita sudah mengenali adanya gerakan pasif, dan kemampuan penderita untuk menentukan posisi jari dalam ruangan. Tidak diperlukan alat khusus. Cara pemeriksaan: a. Mata penderita ditutup. b. Penderita diminta mengangkat kedua lengan di depan penderita menghadap ke atas. c. Penderita diminta mempertahankan posisi tersebut. Pada kelemahan otot satu sisi atau gangguan proprioseptik maka lengan akan turun dan menuju ke arah dalam. Modifikasi dari tes ini adalah dengan menaik turunkan kedua tangan dan penderita diminta menanyakan tangan mana yang posisinya lebih tinggi. Kedua tes di atas dapat dikombinasi dengan modifikasi tes Romberg. Caranya: penderita diminta berdiri dengan tumit kanan dan jari-jari kaki kiri berada pada satu garis lurus dan kedua lengan ekstensi ke depan. Kemudian penderita diminta menutup matanya. Bila ada gangguan proprioseptik pada kaki maka penderita akan jatuh pada satu sisi. Untuk tes posisi dapat dilakukan dengan cara berikut: a. Penderita dapat duduk atau berbaring, mata penderita ditutup. b. Jari-jari penderita harus benar-benar dalam keadaan relaksasi dan terpisah satu sama lain sehingga tidak bersentuhan. c. Jari penderita digerakkan secara pasif oleh pemeriksa, dengan sentuhan seringan mungkin sehingga tekanan terhadap jari-jari tersebut dapat dihindari, sementara itu jari yang diperiksa tidak boleh melakukan gerakan aktif seringan apapun. d. Penderita diminta untuk menyatakan apakah ada perubahan posisi jari atau adakah gerakan pada jarinya. Cara lain adalah dengan menempatkan jari-jari salah satu penderita pada posisi tertentu dan meminta penderita diminta menirukan posisi tersebut pada jari yang lain. Pemeriksaan sensasi suhu Alat yang dipakai adalah tabung berisi air bersuhu 5-l0C untuk sensasi dingin dan air 40-45C untuk sensasi panas. Cara pemeriksaan: a. Penderita lebih baik pada posisi berbaring. Mata penderita ditutup. b. Tabung panas/dingin lebih dahulu dicoba terhadap diri pemeriksa. c. Tabung ditempelkan pada kulit penderita dan penderita diminta menyatakan apakah terasa dingin atau panas. 2. Pemeriksan sensorik diskriminatif/kortikal 21 Syarat pemeriksaan ini adalah fungsi sensorik primer (raba, posisi) harus baik dan tidak ada gangguan tingkat kesadaran, kadang-kadang ditambah dengan syarat harus mampu memanipulasi objek atau tidak ada kelemahan otot-otot tangan (pada tes barognosis) Macam-macam gangguan fungsi sensorik kortikal: a. gangguan two point tactile discrimination Gangguan ini diperiksa dengan dua rangsangan tumpul pada dua titik di anggota gerak secara serempak, bisa memakai jangka atau calibrated two point esthesiometer. Pada anggota gerak atas biasanya diperiksa pada ujung jari. Orang normal bisa membedakan dua rangsangan pada ujung jari bila jarak kedua rangsangan tersebut lebih besar dari 3 mm. Ketajaman menentukan dua rangsangan tersebut sangat bergantung pada bagian tubuh yang diperiksa, yang penting adalah membandingkan kedua sisi tubuh. (Gambar 2) Gambar 2 b. gangguan graphesthesia Pemeriksaan graphesthesia dilakukan dengan cara menulis beberapa angka pada bagian tubuh yang berbeda-beda dari kulit penderita. Pasien diminta mengenal angka yang digoreskan pada bagian tubuh tersebut sementara mata penderita ditutup. Besar tulisan tergantung luas daerah yang diperiksa. Alat yang digunakan adalah pensil atau jarum tumpul. Bandingkan kanan dengan kiri. (Gambar 3)
Gambar 3 Gambar 4 c. gangguan stereognosis = astereognosis Diperiksa pada tangan. Pasien menutup mata kemudian diminta mengenal sebuah benda berbentuk yang ditempatkan pada masing-masing tangan dan merasakan dengan jari-jarinya. Ketidakmampuan mengenal benda dengan rabaan disebut sebagai tactile anogsia atau astereognosis. Syarat pemeriksaan, sensasi proprioseptik harus baik. (Gambar 4) d. gangguan topografi/topesthesia = topognosia Kemampuan pasien untuk melokalisasi rangsangan raba pada bagian tubuh tertentu. Syarat pemeriksaan, rasa raba harus baik. e. gangguan barognosis = abarognosis Membedakan berat antara dua benda, sebaiknya diusahakan bentuk dan besar bendanya kurang lebih sama tetapi beratnta berbeda. Syarat pemeriksaan, rasa gerak dan posisi sendi harus baik. f. sindroma Anton-Babinsky = anosognosia Anosognosia adalah penolakan atau tidak adanya keasadaran terhadap bagian tubuh yang lumpuh atau hemiplegia. Bila berat, pasien akan menolak adanya kelumpuhan tersebut dan percaya bahwa dia dapat menggerakkan bagian-bagian tubuh yang lupuh tersebut. g. sensory inattention = extinction phenomenon Alat yang digunakan adalah kapas, kepala jarum atau ujung jari. Cara pemeriksaan adalah dengan merangsang secara serentak pada kedua titik di anggota gerak kanan dan kiri yang letaknya setangkup, sementara itu mata ditutup. Mula-mula diraba punggung tangan pasien dan pasien diminta menggenal tempat yang diraba. Kemudian rabalah pada tititk yang satangkup pada sisi tubuh yang berlawanan dan 22 ulangi perintah yang sama. Setelah itu dilakukan perabaan pada kedua tempat tersebut dengan tekanan yang sama secara serentak. Bila ada extinction phenomen maka pasien hanya akan merasakan rangsangan pada sisi tubuh yang sehat saja. 3. Pemeriksaan sensorik khusus Tinel's sign Umumnya digunakan untuk tes saraf medianus pada sindroma Carpal-Tunnel. Tepukan ujung jari pada saraf medianus di tengah-tengah terowongan carpal akan menimbulkan disesthesi (rasa paresthesi dan nyeri yang menjalar mulai dari tempat rangsang ke jari-jari telunjuk, tengah dan manis yang mirip aliran listrik). Perspiration test Prinsip: adanya keringat akan bereaksi dengan amilum/tepung yang diberi yosium, sehingga memberikan warna biru. Cara pemeriksaan : a. Bagian depan tubuh (leher ke bawah) disapu dengan tepung yang mengandung yodium. b. Kemudian tubuh penderita ditutup dengan semacam sungkup supaya cepat berkeringat (bila perlu diberi obat antipiretik). c. Setelah l-2 jam sungkup dibuka dan dicatat bagian tubuh yang tetap putih (tidak ada produksi keringat). Tes ini adalah tes yang obyektif dan digunakan pada kasus-kasus paraplegia untuk menentukan batas lesinya.
Koordinasi adalah penggunaan normal dari faktor-faktor motorik, sensorik dan sinergik dalam melakukan gerakan. Pusat koordinasi adalah cerebellum. Ga!..5a! ,r&i!a'i dibagi menjadi: l. Gangguan equlibratory coordination (mempertahankan keseimbangan, khususnya pada posisi berdiri), diperiksa dengan: a* Te' R+#er. Penderita diminta berdiri dengan kedua tumit saling merapat. Pertama kali dengan mata terbuka kemudian penderita diminta menutup matanya. Pemeriksa menjaga jangan sampai penderita jatuh tanpa menyentuh penderita. Hasil positif didapatkan apabila penderita jatuh pada satu sisi. #* Te' ta!&e+ Aa$,i!. Penderita diminta berjaln pada satu garis lurus di atas lantai, dengan cara menempatkan satu tumit langsung di depan ujung jari kaki yang berlawanan, baik dengan mata terbuka atau tertutup 2. Gangguan non equilibratory coordination (pergerakan yang disengaja dari anggota gerak, terutama gerakan halus), diperiksa dengan: a. Finger-to-nose test. Bisa dilakukan dengan posisi pasien berbaring, duduk atau berdiri. Dengan posisi abduksi dan ektensi secara komplit, mintalah pada pasien untuk menyentuh ujung hidungnya sendiri dengan ujung jari telunjuknya. Mula-mula dengan gerakan perlahan kemudian dengan gerakan cepat, baik dengan mata terbuka dan tertutup. b. Nose-finger-nose-test Serupa dengan finger to nose test, tetapi setelah menyentuh hidungnya, pasien diminta menyentuh ujung jari pemeriksa dan kembali menyentuh ujung hidungnya. Jari pemeriksa dapat diubah-ubah baik dalam jarak maupun bidang gerakan. (Gambar 6) c. Finger-to-finger test Penderita diminta mengabduksikan lengan pada bidang horizontal dan diminta untuk menggerakkan kedua ujung jari telunjuknya saling bertemu tepat ditengah-tengah bidang horizontal tersebut. Pertama dengan gerakan perlahan kemudian dengan gerakan cepat, dengan mata ditutup dan dibuka. d. Diadokokinesis Penderita diminta untuk menggerakan kedua tangannya bergantian pronasi dan supinasi dengan posisi siku diam, mintalah gerakan tersebut secepat mungkin dengan mata terbuka atau mata tertutup. Diadokokinesis pada lidh dapat dikerjakan dengan meminta penderita menjulurkan dan menarik lidah atau menggerakkan ke sisi kanan dan kiri secepat mungkin. (Gambar 7) Tapping test merupakan variasi test diadokokinesis, dilakukan dengan menepuk pinggiran meja/paha dengan telapak tangan secara berselingan bagian volar dan dorsal tangan dengan cepat atau dengan tepukan cepat jari-jari tangan ke jempol. 23 PEMERIKSAAN KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN e. Heel-to-knee-to-toe test Penderita diminta untuk menggerakkan tumit kakinya ke lutut kontralateral, kemudian diteruskan dengan mendorong tumit tersebut lurus ke jari-jari kakinya. (Gambar 9) Variasi dari test ini adalah toe-finger test, yaitu penderita diminta untuk menunjuk jari penderita dengan jari-jari kakinya atau dengan cara membuat lingkaran di udara dengan kakinya. f. Rebound test Penderita diminta adduksi pada bahu, fleksi pada siku dan supinasi lengan bawah, siku difiksasi/diletakkan pada meja periksa/alas lain, kemudian pemeriksa menarik lengan bawah tersebut dan penderita diminta menahannya, kemudian dengan mendadak pemeriksa melepaskan tarikan tersebut tetapi sebelumnya lengan lain harus menjaga muka dan badan pemeriksa supaya tidak terpukul oleh lengan penderita sendiri bila ada lesi cerebellum. l. Duss P, Diagnosis Topik Neurologi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kepokteran EGC; l996. 2. Juwono T, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; l987. 3. Laboratorium Ketrampilan Medik FK UGM. Skills Lab Semester 2 Tahun kademik l998-l999. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran UGM. l999 4. Sidharta P. Pemeriksaan Neurologis Dasar. PT. Dian Rakyat . l999 5. Weiner H dan Levitt L. Buku Saku Neurologi. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 200l Pe!i$aia! Ketera+(i$a! F5!.'i Se!'ri,@ P'i'i@ Ke'ei+#a!.a! &a! Kr&i!a'i A* Pe+eri,'aa! Se!'a'i Ta,ti$ N A'(e, -a!. &i!i$ai Ni$ai / 0 1 l Memberi salam dan memperkenalkan diri 2 Melakukan anamnesis seperlunya 3 Menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan 4 Memilih dengan benar alat yang akan dipergunakan 5 Meminta penderita untuk relaks dan memejamkan mata 6 Mencoba alat pada dirinya sendiri 7 Meminta penderita mengatakan "ya" atau "tidak" apabila merasakan adanya rangsang 8 Meminta penderita menyebutkan tempat yang dirangsang 9 Memberikan rangsang pada penderita pada daerah yang dicurigai abnormal menuju ke daerah normal l0 Membandingkan daerah yang diperiksa pada tempat setangkup kontralateral. ll Melaporkan hasil pemeriksaan TOTAL NlLAl B* Pe+eri,'aa! Se!'a'i N-eri S5(er4i'ia$ 24 DAFTAR PUSTAKA N A'(e, -a!. &i!i$ai Ni$ai / 0 1 l Memberi salam dan memperkenalkan diri 2 Melakukan anamnesis seperlunya 3 Menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan 4 Memilih dengan benar alat yang akan dipergunakan 5 Meminta penderita untuk relaks dan memejamkan mata 6 Mencoba alat pada dirinya sendiri 7 Meminta penderita untuk menyebutkan apakan rangsangnya tajam atau tumpul. 8 Menanyakan apakah ada perbedaan intensitas ketajaman rangsangan. 9 Memberikan rangsang seminimal mungkin tanpa menimbulkan luka/perdarahan pada penderita pada daerah yang dicurigai abnormal menuju ke daerah normal. l0 Melakukan rangsangan dengan ujung tajam dan tumpul secara bergantian ll Membandingkan daerah yang diperiksa pada tempat setangkup kontralateral. l2 Melaporkan hasil pemeriksaan TOTAL NlLAl C* Pe+eri,'aa! Se!'a'i S5%5 N A'(e, -a!. &i!i$ai Ni$ai / 0 1 l Memberi salam dan memperkenalkan diri 2 Melakukan anamnesis seperlunya 3 Menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan 4 Memilih dengan benar alat yang akan dipergunakan 5 Penderita dalam posisi berbaring, kedua mata ditutup 6 Mencoba tabung panas/dingin terlebih dahulu terhadap diri pemeriksa 7 Menempelkan tabung pada kulit penderita dan penderita diminta menyatakan apakah terasa dingin atau panas. 8 Melaporkan hasil pemeriksaan D* Pe+eri,'aa! P'i'i N A'(e, -a!. &i!i$ai Ni$ai / 0 1 l Memberi salam dan memperkenalkan diri 2 Melakukan anamnesis seperlunya 3 Menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan 4 Meminta penderita untuk duduk atau berdiri 5 Meminta penderita memejamkan mata 6 Meminta penderita untuk mengistirahatkan jari-jari tangannya dan memisahkan satu sama lain. 7 Menggerakkan jari penderita secara pasif dengan sentuhan seringan mungkin. 8 Meminta penderita menyatakan adakah perubahan posisi atau adakah gerakan pada jarinya. 9 Melaporkan hasil pemeriksaan TOTAL NlLAl E* Pe+eri,'aa! Ke'ei+#a!.a! &a! Kr&i!a'i N A'(e, -a!. &i!i$ai Ni$ai / 0 1 l Memberi salam dan memperkenalkan diri 2 Melakukan anamnesis seperlunya 3 Menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan 25 Te' R+#er. 4 Meminta penderita untuk berdiri dengan kedua tumit saling merapat 5 Meminta penderita melakukan hal tersebut pada mata terbuka kemudian mata tertutup. 6 Melaporkan hasil pemeriksaan. Te' Ta!&e+ Wa$,i!. 7 Meminta penderita berjalan pada satu garis lurus di lantai, dengan menempatkan satu tumit langsung di depan ujung jari kaki yang berlawanan. 8 Meminta penderita melakukan hal tersebut pada mata terbuka dan mata tertutup. 9 Melaporkan hasil pemeriksaan Fi!.er7t7!'e te't l0 Meminta penderita menyentuh ujung hidungnya dengan ujung jari telunjuknya dengan gerakan abduksi dan ekstensi lengan secara komplit. ll Meminta penderita melakukan mula-mula dengan perlahan kemudian cepat. l2 Meminta penderita melakukan hal tersebut dengan mata terbuka dan mata tertutup. l3 Melaporkan hasil pemeriksaan N'e74i!.er7!'e te't l4 Meminta penderita menyentuh ujung hidungnya dengan ujung jari telunjuknya dengan gerakan abduksi dan ekstensi lengan secara komplit kemudian menyentuh ujung jari pemeriksa dan kembali menyentuh ujung hidungnya l5 Meminta penderita melakukan mula-mula dengan perlahan kemudian cepat. l6 Meminta penderita melakukan hal tersebut dengan mata terbuka dan mata tertutup. l7 Mengubah-ubah jari pemeriksa baik dalam jarak maupun bidang gerakan l8 Melaporkan hasil pemeriksaan Fi!.er7t74i!.er te't l9 Meminta penderita mengabduksikan lengan pada bidang horizontal dan diminta untuk menggerakkan kedua ujung jari telunjuknya saling bertemu tepat ditengah-tengah bidang horizontal tersebut. 20 Meminta penderita melakukan mula-mula dengan perlahan kemudian cepat. 2l Meminta penderita melakukan hal tersebut dengan mata terbuka dan mata tertutup. 22 Melaporkan hasil pemeriksaan Dia&,,i!e'i' 23 Penderita diminta untuk menggerakan kedua tangannya bergantian pronasi dan supinasi dengan posisi siku diam. 24 Meminta penderita melakukan gerakan tersebut secepat mungkin. 25 Meminta penderita melakukan hal tersebut dengan mata terbuka dan mata tertutup. 26 Melaporkan hasil pemeriksaan ?ee$7t7,!ee7t7te te't 27 Meminta penderita untuk menggerakkan tumit kakinya ke lutut kontralateral, kemudian diteruskan dengan mendorong tumit tersebut lurus ke jari-jari kakinya. 28 Melaporkan hasil pemeriksaan Re#5!& te't 29 Penderita diminta adduksi pada bahu, fleksi pada siku dan supinasi lengan bawah, siku difiksasi/diletakkan pada meja periksa/alas lain. 30 Menarik lengan bawah penderita dan penderita diminta menahannya 3l Dengan mendadak melepaskan tarikan tersebut 26 32 Sebelumnya lengan lain harus menjaga muka dan badan pemeriksa supaya tidak terpukul oleh lengan penderita sendiri 33 Melaporkan hasil pemeriksaan TOTAL NlLAl PEMERIKSAAAN MENGINGEAL SIGN + PEMERIKSAAN TANDA IRITASI RADI, PADA DAERAH -ERTEBRALIS Mahasiswa mampu : l. Melakukan pemeriksaan meningeal sign dan pemeriksaan tanda iritasi radix pada daerah vertebralis 2. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan meningeal sign dan pemeriksaan neurologis pada kasus low back pain Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial. Saluran nafas merupakan port dentree utama pada penularan penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak. Tanda-tanda perangsangan selaput otak: l. Kaku kuduk Pastikan bahwa penderita tidak ada cedera servikal kemudian letakkan tangan kiri dibawah kepala pasien. Menggoyangkan kepala pasien ke kanan dan ke kiri. Memfleksikan maksimal kepala ke anterior, sampai dagu menyentuh dada. Hasil positif apabila dagu tidak dapat menyentuh dada. 2. Brudzinski's sign a. Neck sign Memfleksikan kepala secara pasif hingga dagu menyentuh sternum. Hasil positif bila gerakan fleksi pasif tersebut disusul dengan gerakan fleksi reflektoris di sendi lutut dan panggul kedua tungkai. b. Leg sign Penderita terlentang dan dilakukan fleksi pasif pada salah satu panggul (salah satu tungkainya dapat diangkat pada sikap lurus di sendi lutut dan ditekukkan di sendi panggul. Hasil positif jika tungkai kontralateral timbul fleksi reflektoris di sendi lutut dan sendi panggul c. Cheek sign Penekanan pada pipi kedua sisi tepat dibawah os zigomatikum akan disusul gerakan fleksi reflektoris keatas sejenak dari kedua lengan d. Symphisis sign Penekanan pada simfisis pubis akan disusul dengan timbulnya gerakan fleksi reflektoris pada kedua tungkai di sendi lutut dan panggul. Syarat dilakukan tes ini adalah kandung kemih kosong dan tidak ada fraktur pada os.coxae 3. Kernig' sign Penderita terlentang, pemeriksa menekuk tungkai atas penderita sehingga paha penderita tegak lurus terhadap tubuh kemudian tungkai bawah penderita diluruskan di sendi lutut. Gerakan ini akan mendapat tahanan dan sekaligus membangkitkan nyeri pada otot biseps femoris. Hasil positif apabila ekstensi lutut tidak mencapai l35 oleh karena nyeri dan spasme otot paha sedangkan tungkai sisi kontralateral fleksi di lutut dan panggul secara reflektoris. Cervical syndrome adalah sindrome atau keadaan yang ditimbulkan oleh adanya iritasi atau kompresi pada radiks saraf servikal ditandai dengan adanya rasa nyeri pada leher yang dijalarkan ke bahu dan lengan sesuai dengan radiks yang terganggu. Rasa nyeri yang dijalarkan tersebut disebut nyeri radikuler artinya bahwa rasa nyeri tersebut berpangkal pada tempat perangsangan dan menjalar ke daerah persarafan radiks yang terkena. Daerah ini sesuai dengan kawasan suatu dermatom. Untuk mengetahui adanya nyeri di tengkuk yang mungkin bersifat radikuler dapat dikerjakan tes-tes sebagai berikut: 4. Tes Kompresi Lhermitte Pada pasien yang duduk dilakukan kompresi pada kepalanya dalam berbagai posisi : miring kanan, miring kiri, tengadah dan menunduk. Hasil tes dinyatakan positif bila pada penekanan tersebut dirasakan adanya nyeri yang dijalarkan 5. Tes Valsava 27 TUJUAN PEMBELAJARAN TINJAUAN PUSTAKA Pada pasien yang duduk, penderita disuruh mengejan dengan epiglottis menutup (penderita disuruh menahan napas). Hasil tes positif bila timbul rasa nyeri yang ditimbulkan 6. Tes Naffziger Kedua vena jugularis ditekan dan penderita diuruh mengejan. Dengan ini tekanan intrakranial ditingkatkan yang akan diteruskan ke sepanjang rongga arakhnoidal medula spinalis. Jika terdapat proses desak ruang di kanalis vertebralis maka radiks yang terbentang atau teregang mendapat perangsangan pada saat tes dikerjakan. Oleh karena itu akan timbul rasa nyeri yang dijalarkan melintasi kawasan dermatomnya. Low back pain (LBP) / nyeri punggung bawah merupakan keluhan yang cukup sering muncul di pelayanan kesehatan. Low back pain disebabkan oleh berbagai hal. Sebab terbanyak kasus low back pain meliputi trauma muskuloskeletal, penyakit degeneratif, hernia nukleus pulposus (HNP), dan stenosis spinalis. Penyebab lain yang dapat mengakibatkan low back pain yaitu keganasan, infeksi tulang belakang, spondilitis dan nyeri alih dari organ-organ viseral. Penegakan diagnosis pada kasus LBP memerlukan pemeriksaan yang sistematis. Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan langkah awal yang sangat menentukan ketepatan penegakan diagnosis pada pasien LBP. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis LBP antara lain : l. inspeksi tulang belakang : mengamati ada/tidaknya ketidaknormalan kurvatura vertebrae. 2. observasi cara berjalan pasien : diamati pada saat berjalan 3. Observasi posisi duduk pasien 4. palpasi / perkusi vertebra 5. range of motion Setelah melakukan beberapa pemeriksaan fisik diatas, dapat dilakukan beberapa tes yang dapat membantu mengarahkan diagnosis nyeri punggung bawah l. Tes Patrick Penderita posisi terlentang, tumit atau maleolus externus tungkai yang sakit diletakkan diatas lutut tungkai yang lain ( fleksi, abduki, eksorotasi) kemudian dilakukan penekanan pada lutut yang difleksikan tersebut. Hasil positif apabila nyeri pada sendi panggul yang terkena penyakit 2. Tes Kontra Patrick Penderita terlentang, tungkai yang sakit dilipat, endorotasi dan adduksi kemudian dilakukan penekanan pada lutut tungkai tersebut sejenak. Hasil positif apabila nyeri pada sendi sacroiliaka 3. Tes Laseque Angkat tungkai pasien dalam keadaan lurus. Untuk menjamin lurusnya tungkai maka tangan si pemeriksa yang satu mengangkat tungkai dengan memegang pada tumit pasien, sedangkan tangan lain pemeriksa memegang serta menekan pada lutut pasien. Fleksi pasif tungkai dalam keadaan lurus di sendi panggul menimbulkan peregangan nervus ischiadikus. Apabila salah satu radiks yang menyususn nervus ischiadikus mengalami penekanan, pembentangan dan sebagainya karena HNP atau tumor kanalis vertebralis maka tes laseque membangkitkan nyeri yang berpangkal pada radiks yang terkena dan menjalar sepanjang perjalanan perifer ischiadikus l. Lumbantobing, S.M. dr. DR. Prof. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. FK Ul. 2008 2. Sidharta P. Pemeriksaan Neurologis Dasar. PT. Dian Rakyat . l999 l.Bed Periksa 2.Lampu/penerangan yang cukup 28 ALAT DAN BAHAN DAFTAR PUSTAKA PEMERlKSAAN MENlNGEAL SlGN & PEMERlKSAAN TANDA lRlTASl RADlX PADA DAERAH VERTEBRALlS Pemeriksaan Meningeal sign N A'(e, -a!. &i!i$ai Ni$ai / 0 1 l Memberi salam dan memperkenalkan diri 2 Melakukan anamnesis seperlunya 3 Menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan 4 Meminta penderita untuk posisi tiduran Ka,5 ,5&5, 5 Pastikan tidak ada cedera servikal 6 Letakkan tangan kiri dibawah kepala pasien 7 Menggoyangkan kepala pasien ke kanan dan ke kiri 8 Memfleksikan maksimal kepala ke anterior, sampai dagu menyentuh dada 9 Melaporkan hasil pemeriksaan Br5&Bi!',iC' Si.! Ne), Si.! l0 Memfleksikan kepala secara pasif hingga dagu menyentuh sternum ll Melaporkan hasil pemeriksaan Le. Si.! l2 Mengangkat salah satu tungkai dalam sikap lurus pada sendi lutut dan kemudian ditekukkan pada sendi panggul l3 Melaporkan hasil pemeriksaan C%ee, Si.! l4 Menekan pipi kedua sisi tepat di bawah os.zigomatikum l5 Melaporkan hasil pemeriksaan S-+(%i'i' Si.! l6 Pastikan kandung kemih kosong dan tidak ada fraktur pada os.coxae l7 Menekan pada simfisis pubis l8 Melaporkan hasil pemeriksaan Ker!i.C' Si.! l9 Memfleksikan sendi panggul 90 20 Mengekstensikan sendi lutut 2l Melaporkan hasil pemeriksaan TOTAL NlLAl Pemeriksaan Tanda lritasi Radix Pada Daerah Vertebralis N A'(e, -a!. &i!i$ai Ni$ai / 0 1 l Memberi salam dan memperkenalkan diri 2 Melakukan anamnesis seperlunya 3 Menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan 4 Meminta penderita untuk posisi tiduran Te' Patri), 5 Meletakkan maleolus eksterna tungkai yang sakit pada lutut tungkai lainnya 6 Melakukan penekanan pada lutut yang difleksikan 7 Melaporkan hasil pemeriksaan Te' K!tra(atri), 29 PROSEDUR TINDAKAN 8 Mengendorotasikan & mengaduksikan tungkai yang sakit 9 Menekan sejenak sendi lutut tungkai yang sakit l0 Melaporkan hasil pemeriksaan Te' La'eD5e ll Mengangkat tungkai pasien dalam keadaan lurus dengan cara tangan kanan pemeriksa memegang tumit pasien l2 Memfiksasi lutut pasien dengan tangan kiri l3 Melaporkan hasil pemeriksaan Te' Na44Bi.er l4 Menekan kedua vena jugularis dan penderita disuruh mengejan l5 Melaporkan hasil pemeriksaan Te' "a$'a3a l6 Meminta penderita posisi duduk l7 Meminta pasien untuk mengejan sewaktu pasien menahan napas l8 Melaporkan hasil pemeriksaan Te' K+(re'i L%er+itte l9 Melakukan kompresi pada kepala penderita dalam berbagai posisi miring kanan, miring kiri, tengadah, menunduk 20 Melaporkan hasil pemeriksaan TOTAL NlLAl 30 Setelah menyelesaikan modul pemeriksaan fisik mata, mahasiswa diharapkan mampu : l. Melakukan pemeriksaan tajam penglihatan (visus) 2. Melakukan pemeriksaan lapang pandang 3. Melakukan oftalmoskopi 4. Melakukan pemeriksaan buta warna 5. Melakukan pemeriksaan papan placido (astigmatisma) 6. Melakukan pemeriksaan sistem lakrimalis 7. Melakukan pemeriksaan tonometri 8. Melakukan pemeriksaan otot penggerak bola mata Si'te+ "i'5a$ Cahaya masuk melalui media refrakta (berurutan dari kornea, COA, lensa dan corpus vitreum). Alat penangkap rangsang cahaya ialah sel batang dan kerucut yang terletak di retina. lmpuls kemudian dihantarkan melalui serabut saraf yang membentuk nervus optikus. Sebagian dari serabut ini, yaitu serabut yang menghantarkan rangsang yang datang dari bagian medial retina menyimpang ke sisi lainnya di khiasma optic. Dari khiasma, serabut melanjutkan diri dengan membentuk traktus optic ke korpus genikulatum lateral, dan setelah bersinaps disini, rangsang diteruskan melalui traktus genikulokalkarina ke korteks optic. Daerah berakhirnya serabut ini di korteks disebut korteks striatum (area l7) yang merupakan pusat persepsi cahaya. Disekitar area l7, terdapat daerah yang berfungsi untuk asosiasi rangsang visual, yaitu area l8 dan l9. Area l8 yang disebut juga area parastriatum atau parareseptif, menerima dan menginterpretasi impuls dari area l7. Area l9 yaitu korteks peristriatum atau perireseptif, mempunyai hubungan dengan area l7 dan l8 dan dengan bagian- bagian lain dari korteks. la berfungsi untuk pengenalan dan persepsi visual kompleks, asosiasi visual, revisualisasi, diskriminasi ukuran dan bentuk, orientasi ruangan serta peenglihatan warna. Serabut yang mengurus refleks optic pupil setelah melalui khiasma optic dan traktus optic menyimpang di anterior korpus genikulatum lateral, dan menuju serta bersinaps di nucleus pretektalis di batang otak (setinggi kolikuli superior). Disini ia bersinaps dengan neuron berikutnya yang mengirim serabut ke nucleus Edinger Westphal sisi yang sama dan sisi kontralateral. Dari sini rangsang kemudian diteruskan melalui nervus okulomotorius (N.lll) ke sfingter pupil. Serabut yang mengurusi refleks somatovisual, yaitu refleks pergerakan bola mata dan kepala sebagai jawaban terhadap rangsang visual, menuju kolikulus superior dan kemudian melalui fasikulus medial longitudinal menuju nucleus nervus okulomotorius dan melalui traktus tektospinalis untuk kemudian menginervasi otot-otot skelet. Selain itu kita juga mengenal traktus kortikotektal internus yang datang dari area l8 dan l9 di korteks oksipital melalui radiasi optic dan menuju ke kolikulus superior. Traktus ini juga ikut mengatur refleks dengan jalan berhubungan dengan otot-otot penggerak bola mata dan struktur lainnya. Keluhan yang berhubungan dengan sistem visual berupa ketajaman penglihatan berkurang, lapang pandang berkurang, ada bercak di dalam lapang pandang yang tidak dapat dilihat (skotoma). Selain itu, fotofobi, yaitu mata mudah silau, takut akan cahaya, yang dapat dijumpai pada penderita meningitis. Si'te+ !! 3i'5a$ Sistem non visual terdiri dari kelopak mata, sistem lakrimal, konjungtiva dan otot-otot penggerak bola mata. Kelopak mata atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat penutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata dari trauma sinar dan pengeringan bola mata. Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan mata yang dapat menyebabkan keratitis et lagoftalmus. Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian yaitu, sistem produksi atau glandula lakrimal yang terletak di temporoanterosuperior rongga orbita dan sistem ekskresi yang terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, dan duktus nasolakrimal. Film air mata sangat berguna untuk kesehatan mata. Untuk melihat adanya sumbatan pada duktus nasolakrimal, maka sebaiknya dilakukan penekanan pada sakus lakrimal. Bila terdapat penyumbatan yang disertai dakriosistitis, maka cairan berlendir kental akan keluar melalui pungtum lakrimal. Konjungtiva merupakan membrane yang menutupi sclera dan kelopak mata bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Gerak bola mata yang normal ialah gerak terkonjugasi, yaitu gerak bola mata kiri dan kanan selau bersama- sama, dengan sumbu mata yang sejajar. Disamping itu mata juga melakukan konvergensi yaitu sumbu mata saling 31 PEMERIKSAAN FISIK MATA A. TUJUAN PEMBELAJARAN B. TINJAUAN PUSTAKA berdekatan dan menyilang pada objek fiksasi. Otot-otot penggerak bola mata melakukan fungsi ganda tergantung letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot. Terdapat enam otot penggerak bola mata, yaitu : l. m. Oblikus inferior Dipersarafi N.lll, bekerja menggerakkan mata keatas, abduksi dan eksiklotorsi 2. m. Oblikus superior Dipersarafi N.lV, berfungsi menggerakkan bola mata untuk depresi terutama bila mata melihat ke nasal, abduksi dan insiklorotasi. 3. m. Rektus inferior Dipersarafi oleh N.lll, berfungsi menggerakkan bola mata depresi, eksiklorotasi dan aduksi. 4. m. Rektus lateral Dipersarafi oleh N.Vl, dengan fungsi abduksi bola mata. 5. m. Rektus medius Dipersarafi oleh N.lll, berfungsi untuk aduksi bola mata 6. m. Rektus superior Dipersarafi oleh N.lll, berfungsi pada elevasi, aduksi dan insiklorotasi bola mata. l. Optotype snellen 2. Oftalmoskop 3. Tonometer 4. Loupe dengan slitlamp 5. Kampimeter 6. Fluorescein 7. lshihara book 8. Papan placido 9. Senter l0. Kasa dan kapas I* I!'(e,'i Pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien. Perhatikan : Posisi kedua mata (simetris atau tidak) Apakah mata sembab Bagaimana keadaan sekitar orbita Perhatikan alis mata : apakah bagian lateral menipis/rontok Perhatikan apakah kelopak mata dapat menutup dan membuka dengan sempurna Perhatikan konjungtiva palpebra. (membuka mata, menarik palpebra inferior, menekan canthus medialis.) Perhatikan : l. Adakah ikterus 2. Bagaimanakah warna ikterus , kuning kejinggaan atau kehijauan 3. Apakah pucat (anemia) 4. Apakah kebiruan (sianosis) 5. Adakah pigmentasi lain 6. Adakah petechie bercak perdarahan atau/white centered spot. 7. Apakah ada obstruksi ductus nasolacrimalis. Pemeriksa duduk di lateral pasien, perhatikan : Adakah exopthalmos (Dengan penggaris, dibandingkan kanan dan kiri. normal sampai l6 mm dan pasti patologis apabila > 20 mm.) Simetriskah exopthalmus ini ll. Pemeriksaan visus l. Penderita dan pemeriksa berhadapan. 2. Penderita duduk pada jarak 6 m dari Optotype Snellen, mata yang satu ditutup. 3. Penderita dipersilahkan untuk membaca huruf/gambar yang terdapat pada Optotype, dari yang paling besar sampai pada huruf/gambar yang dapat terlihat oleh mata normal. 32 C. ALAT DAN BAHAN D. PROSEDUR TINDAKAN/PELAKSANAAN 4. Apabila penderita tak dapat melihat gambar yang terdapat pada Optotype, maka kita mempergunakan jari kita. 5. Penderita diminta untuk menghitung jari pemeriksa, pada jarak l m, 2 m, sampai dengan 6 m. 6. Dalam hal demikian maka visus dari penderita dinyatakan dalam per-60 7. Apabila penderita tak dapat menghitung jari, maka dipergunakan lambaian tangan pemeriksa pada jarak lm sampai 6 m 8. Dalam hal ini, maka visus penderita dinyatakan dalam per 300. 9. Apabila lambaian tangan tak terlihat oleh penderita, maka kita periksa visusnya dengan cahaya (sinar baterai). l0. Untuk ini maka visus dinyatakan dalam per tak terhingga. III* Pe+eri,'aa! O#$i.5e I$$5+i!a'i* l. Penderita duduk di kursi dalam kamar gelap 2. Pemeriksa berdiri di depan penderita. 3. Dengan condensing lens, pemeriksa mengarahkan sinar yang datang dari lampu pijar kearah mata penderita. 4. Pemeriksa memakai loupe, memperhatikan : Conjunctiva, selera, cornea, COA, iris, lensa, pupil adakah Tyndall effect. I"* F5!&5' re4$e,' : l. Mata penderita ditetesi dulu dengan midriatikum dan dibiarkan selama 5 menit didalam kamar gelap. 2. Pemeriksa dan penderita didalam kamar gelap di samping meja dan lampu pijar pada jarak kurang lebih 50 cm. 3. Sinar yang datang dari lampu dipantulan oleh cermin datar atau cekung, masuk ke pupil penderita. 4. Pemeriksa menilai kejernihan : cornea, COA, lensa dan corpus vitreum (media -refrakta ). Apabila media refrakta jernih, maka dari jauh saja pemeriksa dapat melihat refleksi fundus yang berwarna merah jingga cemerlang. "* Pe+eri,'aa! 45!&5')(i : l. Penderita duduk dalam kamar gelap. 2. Pemeriksa dengan Oftalmoskop berdiri disamping penderita 3. Bila kita akan memeriksa fundus secara ideal maka sebaiknya pupil dilebarkan dulu. 4. Bila mata kanan yang penderita akan diperiksa, maka pemeriksa memegang opthalmoscope dengan tangan kanan dan melihat fundus mata dengan mata kanan pula. 5. Pemeriksa memperhatikan : papila N ll : adakah papil oedema, papil atrofi macula lutea pembuluh darah retina "I* Pe+eri,'aa! La(a!.a! Pa!&a!.* A. Metode konfrontasi l. Pemeriksa dan penderita saling berhadapan. 2. Satu mata penderita yang akan diperiksa memandang lurus kedepan (kearah mata pemeriksa). 3. Mata yang lain ditutup 4. Bila yang akan diperiksa mata kanan, maka mata kanan pemeriksa juga dipejamkan. 5. Tangan pemeriksa direntangkan, salah satu tangan pemeriksa atau kedua tangan pemeriksa digerak- gerakkan dan penderita diminta untuk menunjuk ke arah tangan yang bergerak (dari belakang penderita). B* Met&e Ka+(i+eter l. Dalam ruang, penderita duduk menghadap kampimeter. 2. Pemeriksa berdiri disamping penderita. 3. Mata penderita yang tak diperiksa ditutup. 4. Mata yang diperiksa berada pada posisi lurus dengan titik tengah kampimeter. Pandangan lurus ke depan (titik tengah kampimeter). 5. Pemeriksa menggerakkan obyek dari perifer menuju ketitik tengah kampimeter. 6. Bila penderita telah melihat obyek tersebut, maka pemeriksa memberi tanda pada kampimeter. 7. Demikian dilakukan sampai 360 derajat sehingga dapat digambarkan lapangan pandang dari mata yang diperiksa. "II* Pe+eri,'aa! t!+etri : A* Pe+eri,'aa! 'e)ara ,a'ar (+et&e &i.ita$) l. Penderita diminta untuk melirik kebawah. 2. Kedua jari telunjuk kita gunakan untuk pemeriksaan fluktuasi pada bola mata penderita B* Me!..5!a,a! T!+eter
&ari S)%itB* l. Persiapan : Mata penderita terlebih dulu ditetesi dengan larutan anestesi lokal. 33 2. Tonometer didesinfeksi dengan dicuci alkohol atau dibakar dengan api spiritus. Penderita tidur telentang, mata yang akan diperiksa melihat lurus keatas tanpa berkedip. 3. Tonometer diletakkan dengan perlahan-lahan dan hati-hati diatas cornea penderita. 4. Pemeriksa membaca angka yang ditunjuk oleh jarum tonometer. 5. Kemudian pemeriksa melihat pada tabel, dimana terdapat daftar tekanan bola mata. "III* Pe+eri,'aa! ,e'ei+#a!.a! tt l. Penderita berhadap-hadapan dengan pemeriksa. 2. Corneal refleks : pada orang normal refleksi cahaya pada kornea sama tinggi pada kedua mata. 3. Cover test : pada orang normal tak akan ada gerak dari mata, sedang pada penderita strabisnius akan ada gerak dari mata kearah posisi primer. 4. Tes konvergensi : dengan meminta penderita untuk mengikuti ujung vulpen yang kita bawa kearah ujung hidung, normal terlihat kedua kornea bergerak ke nasal dan pupil menyempit (aksi N. lll). 5. Gerak-gerak bola mata menuju ke temporal, nasal, kiri atas, kiri bawah, kanan atas dan kanan bawah menunjukkan aksi dari N. lll, N.lV dan N. Vl. I<* Pe+eri,'aa! 'i'te+ $a,ri+a$i'* A* Me!..5!a,a! $ar5ta! F$5re')ei! 6 E l. Penderita duduk di kursi, pemeriksa disamping penderita 2. Mata yang diperiksa ditetesi dengan larutan Fluorescein 3 %. 3. Lubang hidung yang sesuai dengan mata tersebut ditutup dengan kapas putih yang basah. 4. Penderita diminta untuk bersin atau sisi. Bila sistem lakrimalis lancar, maka akan terlihat kapas menjadi berwarna hijau. B* Me!..5!a,a! $ar5ta! .ara+ 4i'i$.i' l. Penderita dipersiapkan dulu dengan obat anestesi lokal (Pantocain 0,5%), ditunggu l-2 menit. 2. Kita ambil larutan garam fisiologis kedalam spuit, lalu dengan jarum tumpul kita masukkan larutan garam tadi kedalam canalis lacrimalis. 3. Bila lancar, berarti tak ada sumbatan pada sistema lacrimalis. <* Pe+eri,'aa! &e!.a! F$5re')ei! 5!t5, Cr!ea l. Mata yang diperiksa ditetesi dengan larutan Fluorescein 3% 2. Penderita diminta untuk berkedip-kedip sebentar. 3. Kemudian mata tersebut dicuci dengan boorwater sampai bersih. 4. Dengan Oblique lllumination dilihat apakah ada warna hijau yang tertinggal pada kornea. 5. Bila ada defek epitel kornea, maka akan terlihat warna hijau menempel pada kornea. <I* Pe+eri,'aa! 'e!'i#i$ita' ,r!ea ( N*" ) Di bagian mata biasanya tes ini dilakukan bila kita curiga adanya Keratitis Herpetika, dimana sensibilitas korneanya menurun* l. Penderita dan pemeriksa saling berhadapan 2. Penderita diminta untuk melihat jauh 3. Pemeriksa memegang kapas yang dipilih ujungnya dan menyentuh kornea (yang jernih). 4. Perhatikan apakah penderita mengedipkan mata atau mengeluarkan air mata. 5. Bila demikian berarti sensibilitas kornea baik. <II* Te' B5ta War!a Dengan menggunakan buku ishihara, lakukan tes buta warna dengan cara meminta penderita membaca dan menyebutkan angka yang tampak pada setiap halaman buku. Hasil bacaan penderita dikonfirmasikan dengan jawaban yang tersedia untuk menentukan diagnosis. l. DeGowin RL, Donald D Brown.2000.Diagnostic Examination. McGraw-Hill.USA. 2. llyas S.l999.llmu Penyakit Mata.Balai Penerbit FKUl.Jakarta 3. Lumbantobing SM.2000.Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental. Balai Penerbit FKUl. Jakarta. Pe!i$aia! Ketera+(i$a! Pe+eri,'aa! Fi'i, Mata 34 E. DAFTAR PUSTAKA Na+a : NIM : N Aspek Yang Dinilai Ni$ai / 0 1 l. Menyapa pasien dengan ramah 2. Menjelaskan dan meminta persetujuan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan 3. lnspeksi orbita dan daerah sekitarnya 4. Melakukan pemeriksaan visus menggunakan optotype snellen 5. Melakukan pemeriksaan lapangan pandang menggunakan tes konfrontasi 6. Melakukan pemeriksaan papan placido 7. Melakukan pemeriksaan tonometri digital Pe+eri,'aa! 4ta$+',(i 8. Melakukan pemeriksaan fundus reflek 9. Melakukan pemeriksaan funduskopi l0. Melakukan pemeriksan otot penggerak bola mata ll. Melakukan pemeriksaan tes buta warna TOTAL NlLAl 35 Setelah menjalani sesi, mahasiswa diharapkan mampu : l. Melakukan pemeriksaan fisik telinga dengan benar 2. Melakukan pemeriksaan fisik hidung dengan benar 3. Melakukan pemeriksaan fisik tenggorok dengan benar Untuk dapat menegakkan diagnosis suatu kelainan atau penyakit THT, diperlukan kemampuan dan keterampilan melakukan anamnesis dan pemeriksaan organ-organ tersebut. Te$i!.a Keluhan utama yang sering ditemui pada penderita dengan gangguan telinga berupa : l. Gangguan pendengaran/tuli 2. Suara berdenging (tinnitus) 3. Rasa pusing yang berputar (vertigo) 4. Rasa nyeri didalam telinga (otalgia) 5. Keluar cairan dari telinga (otore) Gangguan pada telinga dapat terjadi pada satu ataupun kedua telinga, timbul tiba-tiba ataupun bertambah secara bertahap. Gangguan pendengaran dapat terjadi akibat trauma kepala, trauma akustik, infeksi (parotitis, influenza berat dan meningitis) atau sebagai efek samping dari pemakaian obat-obatan yang bersifat ototoksik. Gangguan pendengaran dapat diderita sejak bayi sehingga biasanya disertai juga dengan gangguan bicara dan komunikasi. Gangguan pendengaran biasanya disertai dengan tinnitus pada awalnya, walaupun pada beberapa kasus ketulian dapat terjadi total dan mendadak. Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif, sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli saraf, mungkin tuli koklea atau tuli retrokoklea. Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, sedangkan pada tuli saraf terdapat kelainan perseptif dan sensorineural. Tuli campur merupakan kombinasi tuli konduktif dan tuli saraf, dapta merupakan satu penyakit ataupun karena dua penyakit yang berbeda. Vertigo merupakan keluhan gangguan keseimbangan dan rasa ingin jatuh. Perubahan posisi biasanya mempengaruhi kualitas dan kuantitas vertigo. Vertigo biasanya juga disertai dengan keluhan mual, muntah, rasa penuh di telinga dan telinga berdenging yang kemungkinan kelainannya terdapat di labirin atau disertai keluhan neurologis seperti disartri dan gangguan penglihatan sentral. Kadang-kadang keluhan vertigo akan timbul bila ada kekakuan pergerakan otot- otot leher. Penyakit diabetes mellitus, hipertensi, arteriosclerosis, penyakit jantung, anemia, kanker, sifilis dapat menimbulkan keluhan vertigo dan tinnitus. Otalgia biasanya merupakan nyeri alih dari rasa nyeri pada gigi molar, sendi rahang, dasar mulut, tonsil atau tulang servikal. Sedangkan otore dapat berasal dari infeksi telinga luar, namun bila secret banyak dan bersifat mukoid umumnya berasal dari infeksi telinga tengah. Bila secret bercampur darah harus dicurigai adanya infeksi akut berat atau keganasan, dan harus diwaspadai adanya LCS bila cairan keluar seperti air jernih. ?i&5!. Hidung memiliki fungsi yang penting sebagai jalan nafas, pengatur kondisi udara, penyaring udara, indra penghidu, resonansi suara, turut membantu proses bicara dan refleks nasal. Keluhan utama penyakit atau kelainan hidung dapat berupa sumbatan hidung, secret hidung dan tenggorok, bersin, rasa nyeri di daerah muka dan kepala, perdarahan hidung dan gangguan penghidu. Gangguan penghidu dapat berupa hilangnya penciuman (anosmia) atau berkurang (hiposmia), disebabkan karena adanya kerusakan pada saraf penghidu ataupun karena sumbatan pada hidung. Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal, sering dijumpai dengan tanda dan gejala nyeri di daerah dahi, pangkal hidung, pipi dan tengah kepala. Rasa nyeri dapat bertambah bila menundukkan kepala dan dapat berlangsung sampai beberapa hari. Sinusitis yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksilaris, kemudian sinusitis etmoidalis, sinusitis frontalis dan sinusitis sfenoidalis. Te!..r, Tenggorok dibagi menjadi faring dan laring. Berdasarkan letaknya faring dibagi atas: l. Nasofaring 2. Orofaring Dinding posterior faring Fossa tonsil Tonsil 3. Laringofaring (Hipofaring) 36 FISIK DIAGNOSTIK THT A. TUJUAN PEMBELAJARAN B. TINJAUAN PUSTAKA Sedangkan fungsi faring terutama untuk respirasi, proses menelan, resonansi suara dan artikulasi. Keluhan di daerah faring umumnya berupa nyeri tenggorok (odinofagi), rasa penuh dahak di tenggorok, rasa ada sumbatan dan sulit menelan (disfagi). Kelainan yang sering dijumpai pada faring yaitu tonsillitis, faringitis, tonsilofaringitis dan karsinoma nasofaring. Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi serta fonasi. Fungsi laring untuk proteksi ialah mencegah makanan dan benda asing masuk ke dalam trakea dengan jalan menutup aditus laring dan rima glottis secara bersamaan. Selain itu dengan refleks batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dapat dibatukkan keluar. Suara parau merupakan gejala penyakit yang khas untuk kelainan tenggorok khususnya laring terkait dengan fungsi fonasi dari laring. Sedangkan lainnya dapat berupa batuk, disfagi, dan rasa ada sesuatu di tenggorok. Kelainan yang sering dijumpai pada laring yaitu laryngitis, paralisa otot laring dan tumor laring. l. Lampu Kepala 2. Spatel lidah 3. Spekulum hidung 4. Corong telinga 5. Garpu Tala 6. Kaca laring l. Memakai lampu kepala Lampu kepala ditengah-tengah antara kedua mata kanan-kiri 20 25 cm ("sekilan" tangan) di depan objek. Fokus jatuh tepat pada organ/bagian yang ingin diperiksa. 2. Duduk berhadapan dengan penderita Kedua kaki penderita rapat, demikian juga kaki pemeriksa : kaki-kaki pemeriksa sejajar dengan kaki-kaki penderita. Jangan menjepit kaki penderita diantara kaki pemeriksa lnspeksi muka Lihat muka penderita dari depan, kalau dipandang perlu juga dari samping kanan dan kiri. Perhatikan bentuk muka, hidung, bentuk kedudukan dan letak kedua telinga kanan-kiri. Palpasi sinus para nasal Pegang kepala penderita dengan kedua tangan di kanan dan kiri kepala penderita; ibu jari di depan, jari-jari lain di belakang kepala. Tekan dengan ibu jari kanan dan kiri. Bandingkan nyeri tekan kanan dengan kiri 3. Memangku penderita (anak kecil) Anak dipangku, tangan kiri memegang/menahan kepala (dagu) anak; tangan kanan memegang kedua tangan anak. Kedua kaki anak dijepit kaki pemangku. Teknik ini untuk melihat bagian depan dan bagian samping kanan. Untuk melihat bagian samping kiri, tangan kanan memegang dahi (sebaliknya). 4. Memeriksa faring Tangan kanan memegang spatel, tangan kiri memegang/menahan tengkuk/belakang kepala penderita. Spatel diletakkan untuk menahan lidah (jangan menekan keras). Memeriksa : cavum oris dan gigi, orofaring : tonsil, palatum molle, dinding belakang faring. Perhatikan warna, bengkak, tumor, gerakan. 5. Memeriksa hidung Pemeriksaan Hidung Luar dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi. Kelainan-kelainan yang mungkin didapat adalah Kelainan kongenital seperti agenesis hidung, hidung bifida, atresia nares anterior. Radang, misal selulitis, infeksi spesifik Kelainan bentuk, misal saddle nose, hidung betet (hump). Kelainan akibat trauma Tumor Rinoskopi Anterior adalah pemeriksaan rongga hidung dari depan dengan memakai spekulum hidung. Tangan kiri memegang speculum dengan ibu jari (di atas/depan) dan jari telunjuk (dibawah/belakang) pada engsel speculum. Jari tengah diletakan dekat hidung, sebelah kanan untuk fiksasi. Jari manis dan kelingking membuka dan menutup spekulum. Speculum dimasukkan tertutup ke dalam vestibulum nasi setelah masuk baru dibuka. Tangan kanan bebas : dapat membantu memegang alat-alat pinset dan kait dsb, menahan kepala dari belakang/tengkuk atau mengatur sikap kepala. Melebarkan nares anterior dengan meregangkan ala nasi. Melihat jelas dengan menyisihkan rambut hidung. Hal-hal yang harus diperhatikan pada rinoskopi anterior : 37 D. PROSEDUR TINDAKAN/PELAKSANAAN C. ALAT DAN BAHAN Mukosa. Dalam keadaaan normal berwarna merah muda, pada radang berwarna merah, pada alergi pucat atau kebiruan (livid) Septum. Normalnya terletak ditengah dan lurus, perhatikan apakah terdapat deviasi, krista, spina, perforasi, hematoma, abses, dll. Konka. Perhatikan apakah konka normal (eutrofi), hipertrofi, hipotrofi atau atrofi Sekret. Bila ditemukan sekret perhatikan jumlah, sfat dan lokalisasinya Massa. 6. Pemeriksaan telinga Duduk berhadapan dengan penderita. I!'(e,'i &a! (a$(a'i* Amati telinga luar apakah terdapat kelainan/abnormalitas. Palpasi dengan penekanan pada tragus, aurikula, dan os. Mastoideus di posterior aurikula. Perhatikan adanya nyeri tekan, kemungkinan otitis eksterna dan mastoiditis. Ot',(i* Tangan kiri, jari tengah dan jari kelingking memegang bagian atas daun telinga dan menariknya ke superoposterior. Tangan kanan memasukkan corong telinga ke dalam kanalis auditorius eksterna. Corong kemudian dipegang dengan tangan kiri, ibu jari dan jari telunjuk mengamati telinga luar dan sekitarnya. Memeriksa kanalis auditorius eksterna dan membrana timpani. 7. Pemeriksaan pendengaran dengan garpu tala a. Rinne Garpu tala (frekuensi 256/5l2) digetarkan. Tangkai garpu tala diletakkan di processus mastoid penderita. Bila penderita tidak mendengar suara lagi, kaki garpu tala didekatkan di depan liang telinga penderita kira-kira 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne (+), bila tidak terdengar disebut Rinne (-). b. Weber Garpu tala digetarkan kemudian tangkainya diletakkan di tengah garis kepala (vertex, dahi, pangkal hidung, tengah-tengah gigi seri, atau di dagu) penderita. Apabila bunyi garputala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah mana bunyi terdengar lebih keras dikatakan weber tidak ada lateralisasi. c. Schwabach Garpu tala digetarkan, kemudian tangkai garpu tala diletakkan pada processus mastoid pemeriksa, bila telah tidak terdengar diletakkan pada penderita atau sebaliknya. (dianggap pemeriksa normal). Apabila penderita masih mendengar meskipun pemeriksa sudah tidak mendengar berarti Schwabach memanjang. Apabila pemeriksa masih mendengar meskipun tidak lagi terdengar oleh penderita berarti Schawach memendek. Te' Ri!!e Te' We#er Te' S)%Aa#a)% Dia.!'i' Posittif Lateralisasi (-) Sama dengan pemeriksa Normal Negatif Lateralisasi ke telinga yang sakit Memanjang Tuli konduktif Positif Lateralisasi ke telinga yang sehat Memendek Tuli sensorineur al Catatan : Pada tuli konduktif < 30 dB, Rinne bisa masih positif 8. Pemeriksaan keseimbangan. Akan dibicarakan pada materi neurologi. l. Buku Ajar llmu Penyakit THT. Ed.3.l998. Balai Penerbit FKUl. Jakarta. 2. DeGowin RL, Donald D Brown.2000.Diagnostic Examination. McGraw-Hill.USA. 3. Lumbantobing SM.2000.Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental. Balai Penerbit FKUl. Jakarta 38 E. DAFTAR PUSTAKA Pe!i$aia! Ketera+(i$a! Pe+eri,'aa! T?T Na+a : NIM : No Aspek yang dinilai SKOR 0 l 2 l Menyapa dan memperlakukan pasien dengan ramah dan sopan 2 Menjelaskan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan dan meminta persetujuan pasien 3 Menggunakan sumber cahaya (lampu kepala) 4 Mengarahkan cahaya/ sinar ke daerah pemeriksaan 5 Mengatur posisi pemeriksa dan penderita (kaki kanan pemeriksa bertemu kaki kanan penderita atau sebaliknya) 6 Melakukan inspeksi daun telinga dan jaringan sekitarnya (regio pre dan retro aurikuler) 7 Melakukan palpasi pada tragus dan daerah retroaurikuler 8 Melakukan inspeksi liang telinga dengan mengatur posisi aurikula (dewasa: ditarik ke belakang atas; anak: ditarik ke belakang bawah) 9 Menggunakan otoskop (untuk memeriksa telinga kanan penderita, otoskop dipegang tangan kanan begitu sebaliknya) l0 Memasukan spekulum otoskop dengan lembut ke dalam liang telinga ll Tangan yang memegang otoskop bersandar pada kepala penderita; tangan yang tidak memegang mengatur posisi aurikula l2 Mengarahkan spekulum otoskop ke arah anterior, kemudian menilai membran tympani (cone of light membran tympani) l3 Melakukan pemeriksaan garpu tala Rinne a.Garputala digetarkan b.Meletakkkan tangkai garputala di proc.mastoideus pasien, hingga pasien tidak mendengar suara lagi c. Mendekatkan tangkai garputala di depan liang telinga pasien kira-kira 2,5 cm d.lnterpretasi hasil (+) atau ( - ) e.-CHL -SNHL -Normal l4 Melakukan pemeriksaan garpu tala Weber a. Garputala digetarkan b. Meletakkan tangkai garputala pada vertex/glabella/tengah incisivus pasien c.Meminta pasien untuk membandingkan suara garputala terdengar lebih keras pada salah satu telinga atau sama keras d. lnterpretasi terdapat lateralisasi atau tidak e. CHL -SNHL -Normal l5 Melakukan pemeriksaan garpu tala Schwabach a. Garputala digetarkan b. Meletakkan garputala pada proc. Mastoideus pasien, hingga pasien tidak mendengar suara lagi c.Meletakkan garputala pada proc. Mastoideus pemeriksa d. lnterpretasi apakah sama dengan pemeriksa, memanjang, atau memendek e. Melakukan sebaliknya (meletakkan garputala pada proc.Mastoideus pemeriksa) f. CHL -SNHL -Normal l6 Kesimpulan dari ketiga pemeriksaan garputala 39 - CHL - SNHL - Normal l7 Melaporkan/ menulis hasil pemeriksaan TOTAL NlLAl 40 JADAL SKILL LAB NSS 2013 ?ari2Ta!..a$ Wa,t5 Ke.iata! Ke$+(, Ke$+(, Ket 0 1 6 8 9 : ; = > 0/ 00 01 Rabu, 6 Maret 20l3 09.00-l0.50 Pemeriksaan Meningeal Sign TL AN F OFF Kel.7-l2 libur Pemeriksaan Saraf Kranialis MS DK Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis RJ AB S Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi OFF Kamis, 7 Maret 20l3 l3.00-l4.50 Pemeriksaan Meningeal Sign OFF OFF Kel. l-6 libur Pemeriksaan Saraf Kranialis MS DK Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis RJ AB S Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi JM YF P Rabu, l3 Maret 20l3 l0.00-ll.50 Pemeriksaan Meningeal Sign OFF OFF Kel. 7-l2 libur Pemeriksaan Saraf Kranialis MS DK Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis RJ AB S Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi JM YF P Kamis, l4 Maret 20l3 l3.00-l4.50 Pemeriksaan Meningeal Sign OFF TL AN F Kel. l-6 libur Pemeriksaan Saraf Kranialis OFF Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis RJ AB S P Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi JM YF P Selasa, l9 Maret 20l3 l0.00-ll.50 Pemeriksaan Meningeal Sign TL AN F OFF Kel. 7-l2 libur Pemeriksaan Saraf Kranialis OFF Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis RJ AB S Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi JM YF P Kamis, 2l Maret 20l3 l3.00-l4.50 Pemeriksaan Meningeal Sign OFF TL AN F Kel. l-6 libur Pemeriksaan Saraf Kranialis MS DK Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis OFF Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi JM YF P Selasa, 26 Maret 20l3 l0.00-ll.50 Pemeriksaan Meningeal Sign TL AN F OFF Kel.7-l2 libur 41 Pemeriksaan Saraf Kranialis MS DK Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis OFF Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi JM YF P Rabu, 27 Maret 20l3 l0.00-ll.50 Pemeriksaan Meningeal Sign OFF TL AN F Kel.l-6 libur Pemeriksaan Saraf Kranialis MS DK Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis RJ AB S Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi OFF kamis, 4 April 20l3 l0.00-ll.50 Pemeriksaan Mata YF DA AN F OF F OF F OF F OFF Kel. 4-l2 libur Kamis, 4 April 20l3 l2.00-l3.50 Pemeriksaan Mata OFF MS RJ DA OFF Kel. l-3, 7-l2 libur Senin, 8 April 20l3 l3.00-l4.50 Pemeriksaan Mata OFF YF DA TL OFF Kel l-6, l0-l2 libur Rabu, l0 April 20l3 l0.00-ll.50 Pemeriksaan Mata OFF OFF AN F RJ DA Kel l-9 libur Kamis, ll April 20l3 l0.00-ll.50 Pemeriksaan THT AB D WF YF P "R OFF OFF Kel 5-l2 libur Kamis, ll April 20l3 l3.00- l4.50 Pemeriksaan THT OFF AB D WF YF P "R OFF Kel l-4, 9-l2 libur Jumat,l2 April 20l3 l4.00-l5.50 Pemeriksaan THT OFF OFF AB D WF YF P "R Kel l-8 libur KETERANGAN : ABS : dr. Agus Budi S,Sp. BS ANF : dr. Arini Nur Famila MS : dr. Mustofa, MSc RJ : dr. Raudatul Janah DK : dr. Diah Krisnansari, MSi TL : dr. Tri Lestari JM : dr. Joko Mulyanto, MSc YFP : dr. Yudha Fitrian Prasetyo YF : dr. Yulia Fitriani, Sp. M DA : dr. Dwi Adi Nugroho ABD : dr. Anton Budhi Dharmawan, M.Kes, Sp. THT WF : dr. Wiwiek Fatchurohmah VR : dr. Viva Ratih Bening Ati 42 CADANGAN: CD : dr.Christian Dananto DD : dr. Danar Dwi Anandika FQ : dr. M. Faqih 43 TRAlNER SKlLL LAB CADANGAN NO NAMA TRAlNER JENlS SKlLL LAB l. Dr. Christian Dananto Pemeriksaan Meningeal sign Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis 2. Dr. Danar Dwi Anandika Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi Pemeriksaan Mata 3. Dr. M. Faqih Pemeriksaan Saraf Kranialis Pemeriksaan Telinga 44 DAFTAR KELOMPOK PBL BLOK NSS T.A. 2012/2013 KELOMPOK 1 KELOMPOK 2 KELOMPOK 3 NO NIM NAMA NO NIM NAMA NO NIM NAMA 1 G1A010016 DANDHY DHARMA S. P. l G1A010025 ANDRIAN NOVATMIKO 1 G1A010010 M CAHYA RIYADI S 2 G1A010017 NUR FITRI MARGARETNA 2 G1A010035 SILVIA ROSYADA 2 G1A010013 KHOLIFAH ALHUDA 3 G1A010031 NING MAUNAH 3 G1A010036 WINDARTO 3 G1A010022 MAYUNDA RIANI A 4 G1A01003 ANGKAT PRASETYA A.N 4 G1A010042 GILANG RIDHA F. 4 G1A010030 PARTOGI ANDRES M 5 G1A010062 DASEP PADILAH 5 G1A010051 SHOFA SHA!RINA H. 5 G1A010040 WIDYA KUSUMASTUTI 6 G1A010063 EVIYANTI RATNA SUMINAR 6 G1A010056 FE!RILIA MUTIARA SARI 6 G1A01004" ANGGITA SETIADI N R 7 G1A010075 LINA SUNAYYA 7 G1A01005" YUNI PURWATI 7 G1A01000 RI#KA DANA PRASTIWI G1A0100"4 RONA LINTANG HARINI 8 G1A010064 META MUKHSININA P G1A01001 NOVITA LUSIANA " G1A0100"" HESTI PUTRI A 9 G1A010102 HAYIN NAILA N " G1A0100" NAHIYAH ISNANDA 10 G1A00102 TRI!UANA YOGASWARA l0 G1A00"063 DYAH HANDAYANI 10 G1A00"016 !UNGA 11 ll ll KELOMPOK4 KELOMPOK 5 KELOMPOK 6 NO NIM NAMA NO NIM NAMA NO NIM NAMA 1 G1A010003 CAHYA CANDRA P 1 G1A01001" LILIANA YENI SAFIRA 1 G1A010005 TYASA !UDIMAN 2 G1A010020 INDRASTI !AN$ARANSARI 2 G1A01007 DYAH RETNO YUS F 2 G1A010006 SOFIA KUSUMADEWI 3 G1A010033 RINDA PUSPITA A 3 G1A0100 MASROMI HENDRIYA W. 3 G1A010015 DEO RI#KI WINANDA 4 G1A010046 I NGURAH ARDHI W 4 G1A0100" CELESTIA WOHINGATI 4 G1A01002 ORY#HA TRILIANY 5 G1A010054 NURVITA PRANASARI 5 G1A0100"5 ARIA YUSTI KUSUMA 5 G1A010045 RISMA PRAMUDYA W. 6 G1A01005 RAHMAT VANADI N 6 G1A010104 IRFANI RYAN A. 6 G1A010060 #AFIR $EHAN ANDIKA 7 G1A010061 #HITA WAHYU AGRINARTANTI 7 G1A010107 GRETTA AYUDHA 7 G1A010066 NURVYNDA PRATIWI G1A010072 SARAH SHAFIRA AULIA R. G1A01010 YESSY DWI OKTAVIA G1A010067 AGISTA KHOIRUL M. 45 " G1A01002 PROVITA RAHMAWATI " G1A010114 TIKA WULANDARI " G1A01005 LILIS INDRI ASTUTI 10 G1A00"067 SUCI NURYANTI l0 G1A00"02 NONI MINTY !ELANTRIC 10 G1A00"041 ARGARINI DIAN P 11 11 11 KELOMPOK 7 KELOMPOK 8 KELOMPOK 9 NO NIM NAMA NO NIM NAMA NO NIM NAMA 1 G1A010007 HIMATUN ISTI$A!AH 1 G1A010002 TESA AGRAWITA 1 G1A010001 NAELIN NIKMAH 2 G1A010023 RATIH PARINGGIT 2 G1A010014 OLGA CANTIKA P. I. 2 G1A010012 RI#A REVINA 3 G1A010047 NIKKO AULIA RACHMAN 3 G1A010021 ANNA RUMAISYAH A 3 G1A010024 LUTFIA AULIA SAFITRI 4 G1A010071 MOCH.RISKI KURNIADI 4 G1A01004 IMAN HENDRIANTO 4 G1A010043 MONA FADHILA 5 G1A010073 ANISAH ASTIRANI 5 G1A010053 RHININTA ADISTYARANI 5 G1A010044 RIDDA NURRAIDA S. 6 G1A01007 TSALASA AGUSTINA 6 G1A010057 INDRA$ATI LAKSANA 6 G1A01006" ATEP LUTPIA PAHLEPI 7 G1A01004 NURUL APRILIANI 7 G1A0100"2 ULFAH I#DIHAR 7 G1A01007" ELISA!ETH SERAFIYANI G1A0100"3 PUTRI HAYUNINGTIAS G1A010101 ELMA LAENI !AROKAH G1A01006 DESSRIYA AM!AR R " G1A0100"7 PRADANI EVA A " G1A01010" INTAN PUSPITA HAPSARI " G1A010113 DICKY !RAMANTYO A.P 10 G1A00"137 M KALIO!AS 10 G1A00703 RI#KI ANSHAR 10 G1A0070"2 WEDHA $ATI TYAS S. U 11 11 11 KELOMPOK l0 KELOMPOK ll KELOMPOK l2 NO NIM NAMA NO NIM NAMA NO NIM NAMA 1 G1A010037 ANDIKA PRATIWI 1 G1A01000 AYUSTIA FANI F 1 G1A010027 KHO#ATIN #UNI F 2 G1A01003" KHAIRISA AMRINA ROSYADA 2 G1A010011 DHITA HESTILANA A 2 G1A01002" GALUH A$ENG P. 3 G1A010050 DANNY AMANATI AISYA 3 G1A010026 FIRDA SOFIA 3 G1A010034 FANNY TRESTANITA !. 4 G1A010065 MEY HARSANTI 4 G1A010032 FIYA YANTI FAHMA 4 G1A010041 MUTIARA CANDRA DEWI 5 G1A010074 KEYKO LAMPITA MARIANA S. 5 G1A010052 AL!ERTUS ADITYA !. 5 G1A010076 RHANI SHA!RINA 6 G1A01003 SANIA NADIANISA MARUTO 6 G1A0100"0 SITI NURIKEN 6 G1A0100"1 VICI MUHAMMAD AK!AR 7 G1A010100 HANDIKA RE#HA A 7 G1A010103 YANITA GEA NURILLAH 7 G1A0100"6 TIARA DIAN PUSPI 46 G1A010106 KHOIRUL RI$AL A G1A010105 RI#KA AMALIA FULINDA G1A010112 EKA WI$AYA W " G1A010111 EKA RI#KI FE!RYANTI " G1A010115 DONI KRISTIYONO " G1A00"113 ARYA YUNAN PERMAIDI 10 G1A00"135 !ELLINDRA PUTRA H. 10 G1A00"06 MIFTAHUL FALAH 10 G1A00"07 FARI#A #UMALA LAILI 11 11 11 47 JADAL BLOK NSS 2013 MIN!!U I 48 49 H"#$ "%&' SENIN 4 MARET 2013 SELASA 5 MARET 2013 RABU 6 MARET 2013 KAMIS 7 MARET 2013 JUMAT 8 MARET 2013 07.00-07.50 K()&#"% *+,-+."/"#") 0T$, NSS1 K'.$"2 ")"&(,$ SSP3SST 04#.A5'6 BS7 S*.BS1 K'.$"2 6"#"8 N+'#(9"6%'.+# 0S&#(%+1 04#. B",-")5 S#$ D:"&,(%(7S*.S1 K'.$"2 6"#"8 N+'#($)8+%6$ 1 0S+#+-#$&$6 4") A-6+6 S+#+-#$7 M+)$)5$&$6 -"%&+#$".7 M+)$)5$&$6 T'-+#%'.(6"7 M+)$)5(+)6+8".$&$6 9$#".1 04#.T'&$% E#,";"&$7S*.S1 K'.$"2 6"#"8 N+'#(()%(.(5$ 1 0T',(# O&"% 04#. M'&&"<$+) P#",'4$54(7S*.S1 08.00-08.50 K'.$"2 ")"&(,$ +,-#$(.(5$ SSP 04#.L")&$* R7M.S$.M.+41 K'.$"2 *+)5")&"# -+4"2 6"#"8 04#.A5'6 BS7S*.BS1 09.00-09.50 K'.$"2 8$6$(.(5$ SSP 04#.T'&$% E#,";"&$7S*.S1 S%$.. ."- 6"#"8 I 0%+..1-61 PBL ../ 10.00-10.50 K'.$"2 2$6&(.(5$ SSP 04#.E9: S'.$6&:()$)5#',7M.S=1 K'.$"2 ,$%#(-$(.(5$ ,$%#(-" *"4" %+."$)") SSP 04#".IDSAP P+#",$"#&$7M.K+61 11.00-11.50 K'.$"2 6"#"8 N+'#(9"6%'.+# 1 %+6"4"#")7+)6+8".(*"&$ 0H$*+#&+)6$ ,+&"-(.$%7%(,"1 04#. M'&&"<$+) P#",'4$54(7S*.S1 PBL ... $6&$#"2"& 12.00-12.50 $6&$#"2"& $6&$#"2"& 13.00-13.50 K'.$"2 ")"% %+."$)") %()5+)$&". SSP 3 K'.$"2 ")"% !")55'") &',-'2 %+,-")5 SSP 04#.H"#&()(7S*.A1 $6&$#"2"& S%$.. ."- %+."6 -+6"# A)",)+6$63*+,+#$%6"") 8$6$% SSP 04#.T'&$% E#,";"&$7S*.S1 S%$.. ."- 6"#"8 1 0%+..7-121 K'.$"2 PK *')56$ .',-". 04#. D2"#," K((65$"#&(7 S*.PK1 14.00-14.50 15.00-15.50 K'.$"2 -$(%$,$" 6"#"8 0D#.S"#:()(1 P#"%&$%', A)"&(,$ 1.> P#"%&$%', H$6&(.(5$ 1.A P#"%&$%', A)"&(,$ 1.A P#"%&$%', H$6&(.(5$ 1.B P#"%&$%', A)"&(,$ 1.B P#"%&$%', A)"&(,$ 1.D 50 MIN!!U II H"#$ "%&' SENIN 11 MARET 2013 SELASA 12 MARET 2013 RABU 13 MARET 2013 KAMIS 14 MARET 2013 JUMAT 15 MARET 2013 07.00-07.50 K'.$"2 -+4"2 6"#"8 =+4+#" %+*"." 04#.A5'6 BS7S*.BS1 LIBUR N:+#$ N+'#(*"&$% 0 N+'#".5$" T#$5+,$)".7 N+'#".5$" P"6=" H+#*+67 N:+#$ P')55')5 B";"27 S$)4#(," T(.(6" H')&7 N:+#$ N+'#(*"&$ D$"-+&$%"7 S$)4#(,+ T+#(;()5") K"#*". 1 %4#.U)&')5 !')"#&(7S*.S& !")55'") !+#"% 0P"#%$)6()1 04#. M'&&"<$+) P#",'4$54(7S*.S1 N:+#$ K+*"." 0M$5#"$)7 TTH7 N:+#$ K+*"." K."6&+# 3 S+8".5$" O&()(,$% T#$5+,$)".1 04#.U)&')5 !')"#&(7S*.S1 08.00-08.50 K'.$"2 PA SSP 0.+6$ )+(*."6&$%1 04#.D(4: N(9#$".7 M.S$.M+47.S*.PA1 K'.$"2 6"#"8 -#"$) 4+"&2 04#. M'&&"<$+) P#",'4$54(7S*.S1 09.00-09.50 PBL ..0 K'.$"2 #"4$(.(5$ %+."$)") SSP I 04#. M"#%'6 B'4$ R"2"#/(7S*.R"41 PBL /./ 10.00-10.50 S%$.. ."- 6"#"8 2 0%+..1-61 PBL /.. 11.00-11.50 I6&$#"2"& 12.00-12.50 $6&$#"2"& $6&$#"2"& $6&$#"2"& 13.00-13.50 K'.$"2 PA SSP .+6$ )() )+(*."6&$% 04#. H$4":"& S'.$6&:(7M.S$.M+47S*.PA 1 S%$.. ."- 6"#"8 2 0%+.. 7-121 14.00-14.50 K'.$"2 8(#+)6$% 9+2$=.+ $)/'#: 04#7?"+)'#$ S.H7S*.KF1 15.00-15.50 P#"%&$%', A)"&(,$ 2.A P#"%&$%', H$6&(.(5$ 1 > P#"%&$%', A)"&(,$ 2.> P#"%&$%', H$6&(.(5$ 1.D P#"%&$%', A)"&(,$ 2.B P#"%&$%', H$6&(.(5$ 2.A P#"%&$%', A)"&(,$ 2.D 47 MIN!!U III H"#$ "%&' SENIN 18 MARET 2013 SELASA 19 MARET 2013 RABU 20 MARET 2013 KAMIS 21 MARET 2013 JUMAT 22 MARET 2013 07.00-07.50 N+'#(5+#$"&#$ 0D+,+)6$" A.@2+$,+#7 D+,+)6$" A"6%'.+# 1 4#. M'&&"<$+) P#",'4$54(7 S*. S K'.$"2 6"#"8 +*$.+*6$ 4#. B",-")5 S#$ D:"&,(%(7 S*. S N+'#(&#"',"&(.(5$ 0>+4+#" K+*"."7 >+4+#" M+4'." S*$)".$61 4#. U)&')5 !')"#&(7S*. S K'.$"2 RM R+2"-$.$&"6$ !5) N+'#(.(5$ ")"% 04#."&$7S*.RM1 K'.$"2 *"#"6$&(.(5$ *"#"6$& *"4" %+."$)") SSP 04#.L$+@" D;$")"6"#$ S'6$";")7M.K+61 08.00-08.50 PBL 0.. PBL 0./ 09.00-09.50 PBL /.0 K'.$"2 ")"% $)8+%6$ SSP 04#.N'# F"$@"27S*.A1 K'.$"2 *+4$"&#$ %()9'.6$ 04#.N'# F"$@"27S*.A1 10.00-10.50 S%$.. ."- 6"#"8 3 0%+.. 1-61 UTK 1 11.00-11.50 N+'#($)8+%6$ 2 0M:+.$&$67 A#"=2)($4$&$61 04#. B",-")5 S#$ D:"&,(%(7 S*. S1 N+'#(()%(.(5$ 2 0T',(# M+4'." S*$)".$61 4#. B",-")5 S#$ D:"&,(%(7 S*. S I6&$#"2"& 12.00-12.50 N:+#$ 0 HNP 1 4#. U)&')5 !')"#&(7 S*. S $6&$#"2"& $6&$#"2"& 13.00-13.50 P#"%&$%', F"#,"%(.(5$ B P#"%&$%', ,$%#( A P#"%&$%', F"#,"%(.(5$ D P#"%&$%', M$%#( > K'.$"2 8"#,"%(.(5$ (-"&- (-"&") SSP I 0FARMAKOLO!I1 S%$.. ."- 6"#"8 3 0%+. 7-121 K'.$"2 -+4"2 6"#"8 =+4+#" 9+#&+-#" 3 MS 04#.A5'6 BS7 S*.BS1 14.00-14.50 15.00-15.50 P#"%&$%', A)"&(,$ 3.> P#"%&$%', ,$%#( D P#"%&$%', A)"&(,$ 3.A P#"%&$%', M$%#( B P#"%&$%', A)"&(,$ 3.B P#"%&$%', F"#,"%(.(5$ A P#"%&$%', A)"&(,$ 3.D P#"%&$%', F"#,"%(.(5$ > K'.$"2 8"#,"%(.(5$ (-"&- (-"&") SSP II 0FARMAKOLO!I1 48 MIN!!U IA H"#$ "%&' SENIN 25 MARET 2013 SELASA 26 MARET 2013 RABU 27 MARET 2013 KAMIS 28 MARET 2013 JUMAT 29 MARET 2013 07.00-07.50 K'.$"2 RM #+2"-$.$&"6$ *"4" !")55'") 6"#"8 04#."&$7S*.RM1 N+'#((&(.(5$ 3 N+'#((8&".,(.(5$ 0A+#&$5(1 4#. U)&')5 !')"#&(7 S*. S P+):"%$& S"#"8 T+*$ 3 O&(& 2 0M$(*"&$7 P+#$(4$% P"#".$6$61 4#. U)&')5 !')"#&(7 S*. S K'.$"2 RM #+2"-$.$&"6$ *"4" %+."$)") &'.")5 -+."%")5 3 ):+#$ 04#."&$7S*. RM1 LIBUR 08.00-08.50 PBL 1./ K'.$"2 #"4$(.(5$ 9+#&+-#" 3 MS 04#. M"#%'6 B'4$ R"2"#/(7S*.R"41 09.00-09.50 P+):"%$& S"#"8 T+*$ 3 O&(& 1 0N+'#(*"&$7 B+..B6 P".6:7 S!B1 4#. T'&$% E#,";"&$7S*.S S%$.. ."- #"4$(.(5$ 04#. M"#%'6 B'4$ R"2"#/(7S*.R"41 10.00-10.50 PBL 1.. S%$.. ."- 6"#"8 4 0K+..1-61 S%$.. ."- 6"#"8 4 0K+..7-121 11.00-11.50 12.00-12.50 $6&$#"2"& $6&$#"2"& $6&$#"2"& 13.00-13.50 P#"%&$%', F$6$(.(5$ 10A3B1 P#"%&$%', PA 1 0>3D1 P#"%&$%', F$6$(.(5$ 1 0>3D1 P#"%&$%', PA 1 0A3B1 K'.$"2 ")"&(,$ (#5") *+)5.$2"&") 04#.N"6$4 A-4'."21 PBL 2.. 14.00-14.50 15.00-15.50 K'.$"2 2$6&(.(5$ (#5") *+)5.$2"&") 04#.E9: S'.$6&:()$)5#',7M.S=1 P#"%&$%', 2$6&(.(5$ 2B 16.00-16.50 49 MIN!!U A H"#$ "%&' SENIN 1 APRIL 2013 SELASA 2 APRIL 2013 RABU 3 APRIL 2013 KAMIS 4 APRIL 2013 JUMAT 5 APRIL 2013 07.00-07.50 K'.$"2 ,"&" %(#)+" 3 6%.+#" K'.$"2 ,"&" %()/')5&$9" 04#.S/"#$8 D/"&$7S*.M1 K'.$"2 ,"&" .+)6" 3 %"&"#"% 04#."2$4 H+#'7S*.M1 K'.$"2 ,"&" *".*+-#" 04#.S/"#$8 D/"&$7S*.M1 K'.$"2 ,"&" *+4$"&#$ (8&".,(.(5$ 04#.D$") P'&#$")$7S*.M1 K'.$"2 ,"&" ,'6=.+ -".")=+ 04#.D$") I6;(#(7S*.M1 08.00-08.50 K'.$"2 ,"&" 5."'%(," 04#."2$4 H+#'7S*.M1 K'.$"2 ,"&" 6$6&+, ."%#$,".$6 04#.S/"#$8 D/"&$7S*.M1 K'.$"2 ,"&" )+'#((8&".,(.(5$ 04#.D$") I6;(#(7S*.M1 09.00-09.50 K'.$"2 ,"&" )+(*."6," 04#.T+5'2 A)",")$7S*.M1 K'.$"2 6%$.. ,"&" ")",)+6$6 3 *+,+#$%6"") 8$6$% ,"&" 04#.C'.$" F$&#$")$7S*.M1 K'.$"2 ,"&" &#"',"&(.(5$ 04#.T+5'2 A)",")$7S*.M1 K'.$"2 ,"&" '9+" 3 9$&#+('6 2',('# 04#.T'&$ SS7S*.M1 PBL 3./ 10.00-10.50 UTK 2 PBL 3.. S%$.. ."- $)4+#" I 0,"&"1 0K+. 1-31 11.00-11.50 K'.$"2 8$6$(.(5$ *+)5.$2"&") 04#.C'.$" F$&#$")$7S*.M1 $6&$#"2"& 12.00-12.50 $6&$#"2"& $6&$#"2"& S%$.. ."- $)4+#" I 0,"&"1 0K+. 4-61 13.00-13.50 K'.$"2 H$6&(.(5$ T+.$)5" 4#.E9: S'.$6&:()$)5#',7M.6= PBL 2./ P#"%&$%', A)"&(,$ 4 D7A P#"%&$%', H$6&(.(5$ 2D F$6$(.(5$ 4") ")"&(,$ P+)4+)5"#") 7A)",)+6$6 4") *+,+#$%6"") 8$6$% THT7 04#. A)&() B'42$ D"#,";")7M. K+67S*.THT1 14.00-14.50 P#"%&$%', A)"&(,$ 4 B7> P#"%&$%', H$6&(.(5$ 3A 15.00-15.50 K'.$"2 8"#,"%(.(5$ (-"&- (-"&") ,"&" 0FARMAKOLO!I1 PRAKTIKUM HISTO 2> PRAKTIKUM FISIO 2AB PRAKTIKUM HISTOLO!I 3B PRAK.FISIOLO!I 2 >7D H"#$ "%&' SENIN 1 APRIL 2013 SELASA 2 APRIL 2013 RABU 3 APRIL 2013 KAMIS 4 APRIL 2013 JUMAT 5 APRIL 2013 50 MIN!!U AI H"#$ "%&' SENIN 8 APRIL 2013 SELASA 9 APRIL 2013 RABU 10 APRIL 2013 KAMIS 11 APRIL 2013 JUMAT 12 APRIL 2013 SABTU 13 APRIL 2013 07.00-07.50 K'.$"2 ,"&" #+8#"%6$ 04#.M.R$8<: S7S*.M1 K'.$"2 THT &+.$)5" .'"# 4# N'# M+$ >2"6")"&$7S*.THT K'.$"2 THT &+.$)5" &+)5"2 I 4# N'# M+$ >2"6")"&$7S*.THT K'.$"2 THT &+.$)5" &+)5"2 II 4# N'# M+$ >2"6")"&$7S*.THT Ku$"a* au)"%$%&" 4)r.5%6%k7S8.THT9 DDD OPE >ASE FINDIN! KATARAK 08.00-08.50 K'.$"2 ,"&" #+&$)" 04#.M.R$8<: S7S*.M1 K'.$"2 #"4$(.(5$ ,"&" 3 THT 4#. M"#%'6 B'4$ R"2"#/(7S*.R"4 PBL :.. K'.$"2 THT &+.$)5" 4".",79+6&$-'.+#7).8"6=$".$6 04#. A)&() B'42$ D"#,";")7M. K+67S*.THT1 09.00-09.50 K'.$"2 ,"&" (8&".,(.(5$ %(,')$&"6 04#.T'&$ SS7S*.M1 PBL :./ 10.00-10.50 PBL 3.0 S%$.. ."- $)4+#" I 0,"&"1 0K+. 10-121 S%$.. ."- $)4+#" 2 0&+.$)5"1 0K+.. 1-41 11.00-11.50 K'.$"2 8"#,"%(.(5$ (-"&-(-"&") &+.$)5" 0FARMAKOLO!I1 $6&$#"2"& 12.00-12.50 $6&$#"2"& P#"%&$%', A)"&(,$ 5 A7B P#"%&$%', PA 2 >3D $6&$#"2"& I6&$#"2"& 13.00-13.50 S%$.. ."- $)4+#" I 0,"&"1 0K+. 7-91 P#"%&$%', A)"&(,$ 5 >7D P#"%&$%', PA 2 A3B S%$.. ."- $)4+#" 2 0&+.$)5"1 0%+..5-81 K'.$"2 PA ,"&" 3 &+.$)5" 4#. H$4":"& S'.$6&:(7M.S$.M+47S*.PA 14.00-14.50 P#"%&$%', A)"&(,$ 5 A7B P#"%&$%', PA 2 >3D S%$.. ."- $)4+#" 2 0&+.$)5"1 0%+..9-121 15.00-15.50 PRAKT.HISTO 3> PRAK.HISTO 3D 51 MIN!!U AII H"#$ "%&' S+)$) 15 A*#$. 2013 S+."6" 16 A*#$. 2013 R"-' 17 A*#$. 2013 K",$6 18 A*#$. 2013 J',"& 19 A*#$. 2013 07.00-07.50 OPE >ASE FINDIN! KATARAK UTK 3 08.00-08.50 U/$") $4+)&$8$%"6$ H$6&(.(5$ F$6$(.(5$ F"#,"%(.(5$ U/$") I4+)&$8$%"6$ E A)"&(,$ M$%#(-$(.(5$ PA SO>A 09.00-09.50 10.00-10.50 11.00-11.50 S(6$".$6"6$ U/$") 12.00-12.50 I6&$#"2"& 13.00-13.50 D$6%'6$ *+#=+*&(# OPE R+,$4$ UTK I R+,$4$ UTK II SO>A 14.00-14.50 15.00-15.50 16.00-16.50 MIN!!U AIII H"#$ "%&' S+)$) 22 A*#$. 2013 S+."6" 23 A*#$. 2013 R"-' 24 A*#$. 2013 K",$6 25 A*#$. 2013 J',"& 26 A*#$. 2013 07.00-07.50 08.00-08.50 OS>E OS>E REMIDI SO>A REMIDI OS>E REMIDI IDENT A)"&(,$ M$%#(-$(.(5$ PA 09.00-09.50 10.00-10.50 11.00-11.50 12.00-12.50 $6&$#"2"& I6&$#"2"& $6&$#"2"& I6&$#"2"& I6&$#"2"& 13.00-13.50 OS>E REMIDI UTK III REMIDI SO>A REMIDI OS>E REMIDI IDENT H$6&(.(5$ F$6$(.(5$ F"#,"%(.(5$ 52