You are on page 1of 5

Tinjauan Obat Tradisional Pengertian Obat Tradisional Obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun-temurun,

berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat, baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional. Menurut penelitian masa kini, obat-obatan tradisional memang bermanfaat bagi kesehatan, dan kini digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau masyarakat, baik harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional pada saat ini banyak digunakan karena menurut beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkab efek samping, karena masih bisa dicerna oleh tubuh (obtra, 2011). Beberapa perusahaan mengolah obat-obatan tradisional yang dimodifikasi lebih lanjut. Bagian dari Obat tradisional yang bisa dimanfaatkan adalah akar, rimpang, batang, buah, daun dan bunga. Bentuk obat tradisional yang banyak dijual dipasar dalam bentuk kapsul, serbuk, cair, simplisia dan tablet. Di zaman modern ini, penggunaan obat tradisional memang lebih ramah terhadap kantong dan juga lebih alami karena bahan bakunya berasal dari alam. Kekayaan hayati Indonesia yang luar biasa besar memang mengandung banyak manfaat (obtra, 2011). Obat tradisional sudah dikenal dan digunakan di seluruh dunia sejak beribu tahun yang lalu (Sidik, 1998). Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, memiliki keanekaragaman obat tradisional yang dibuat dari bahan-bahan alami bumi Indonesia, termasuk tanaman obat. Indonesia yang dianugerahi kekayaan keanekaragaman hayati tersebut, memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman dan 940 spesies di antaranya diketahui berkhasiat sebagai obat atau digunakan sebagai bahan obat. Keanekaragaman hayati Indonesia ini diperkirakan terkaya kedua di dunia setelah Brazil dan terutama tersebar di masing-masing pulau-pulau besar di Indonesia (Puslitbangtri, 1992). Pengembangan obat tradisional ini memang patut mendapatkan perhatian yang lebih besar bukan saja disebabkan potensi pengembangannya yang terbuka, tetapi juga permintaan pasar akan bahan baku obat-obat tradisional ini terus meningkat untuk kebutuhan domestik maupun internasional. Hal ini tentunya juga akan berdampak positif bagi peningkatan

pendapatan petani dan penyerapan tenaga kerja baik dalam usaha tani maupun dalam usaha pengolahannya (Puslitbangtri, 1992). Manfaat Obat Tradisional Bagi Kesehatan Manusia Di samping kebutuhan akan sandang, pangan, papan serta pendidikan, kesehatan juga merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena dengan kondisi kesehatan yang baik dan kondisi tubuh yang prima, manusia dapat melaksanakan proses kehidupan, tumbuh dan menjalankan aktivitasnya dengan baik. Apabila terjadi suatu keadaan sakit atau gangguan kesehatan, maka obat akan menjadi suatu bagian penting yang berperan aktif dalam upaya pemulihan kondisi sakit tersebut (Wijesekera, 1991). Selama ini, pembangunan kesehatan meletakkan ilmu pengobatan Barat (modern) sebagai dasar sistem kesehatan nasional, begitu pula berbagai peraturan dan kebijakan lebih banyak menyangkut obat-obatan modern. Di lain pihak, merujuk pada filosofi pengobatan Timur, eksistensi manusia tidak terpisah dari unsur alam semesta, yang meliputi air, api, tanah dan udara. Keberadaan manusia di tengah kehidupan harus dipandang secara holistik. Ketika manusia terganggu kesehatannya, harmoni kehidupannyapun terganggu. Pada saat inilah manusia membutuhkan obat untuk memulihkan kesehatannya (Wijesekera, 1991) . Berbicara mengenai obat tradisional, sumber penggunaannya dapat ditelusuri dari budaya dan konsep kesehatan dari beberapa prinsip pandang di antaranya Ayurveda, Cina dan UnaniTibb (Wijesekera, 1991). Sistem Ayurveda yang berkembang di India dan kawasan Asia Tenggara menganut konsep pemulihan kesehatan berdasarkan pengembalian (restorasi) dan menjaga keseimbangan tubuh pada keadaan normal. Sistem Cina, yang berkembang di Cina, Jepang, Korea dan Taiwan, pada intinya menekankan pada pengembalian hubungan fungsional yang dinamis antar organ tubuh. Sedangkan sistem Unani-Tibb yang berkembang di Timur Tengah terutama Mesir dan Turki, berdasarkan konsep terapi yang sistematis. Di Indonesia sendiri, landasan ilmiah konsep pengobatan tradisional belum didokumentasikan secara sistematis, namun manfaatnya telah dirasakan terutama oleh masyarakat yang hidupnya jauh dari fasilitas pengobatan modern (Wijesekera, 1991).

Penggunaan tanaman obat di kalangan masyarakat sangat luas, mulai untuk bahan penyedap hingga bahan baku industri obat-obatan dan kosmetika. Namun, di dalam sistim pelayanan kesehatan masyarakat, kenyataannya peran obat-obat tradisional belum sepenuhnya diakui, walaupun secara empiris manfaat obat-obat alami tersebut telah terbukti. Sebagai salah satu contoh adalah penggunaan jamu sebagai obat kuat, obat pegal linu, mempertahankan keayuan, pereda sakit saat datang bulan dan lain-lain, menyiratkan penggunaan jamu yang sangat luas di masyarakat. Memang disadari, bahwa produksi jamu belum banyak tersentuh oleh hasilhasil penelitian karena antara lain disebabkan para produsen jamu pada umumnya masih berpegang teguh pada ramuan yang diturunkan turun-temurun. Akibatnya, hingga saat ini obat tradisional masih merupakan bahan pengobatan alternatif di samping obat modern (Wijesekera, 1991). Dengan adanya krisis moneter yang melanda Indonesia dan berlanjut menjadi krisis ekonomi yang berkepanjangan, berdampak pada melonjaknya harga obat-obatan modern secara drastis oleh karena lebih dari 90% bahan bakunya tergantung impor. Obat tradisional, yang merupakan potensi bangsa Indonesia, oleh karena itu dapat ikut andil dalam memecahkan permasalahan ini dan sekaligus memperoleh serta mendayagunakan kesempatan untuk berperan sebagai unsur dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat, terlebih-lebih dengan adanya kebijakan Menteri Kesehatan RI tahun 1999 untuk mengembangkan dan memanfaatkan tanaman obat asli Indonesia untuk kebutuhan farmasi di Indonesia (Wijesekera, 1991). Kecenderungan kuat untuk menggunakan pengobatan dengan bahan alam, tidak hanya berlaku di Indonesia, tetapi juga berlaku di banyak negara karena cara-cara pengobatan ini menerapkan konsep back to nature atau kembali ke alam yang diyakini mempunyai efek samping yang lebih kecil dibandingkan obat-obat modern (Wijesekera, 1991) . Mengingat peluang obat-obat tradisional dalam mengambil bagian di dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat cukup besar dan supaya dapat menjadi unsur dalam sistem ini, obat alami perlu dikembangkan lebih lanjut agar dapat memenuhi persyaratan keamanan, khasiat dan mutu (Wijesekera, 1991).

Pengelompokkan Obat Tradisional Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat bahan alam yang ada di Indonesia saat dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka (Ari Sidharta, 2011). 1. Jamu Jamu adalah obat tradisional Indonesia. Obat tradisional yaitu bahan atau ramuan bahan yang berupa tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) aau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Ari Sidharta, 2011). 2. Obat Herbal Terstandard (OHT) Obat Herbal Terstandard adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandardisasi (Ari Sidharta, 2011). 3. Fitofarmaka Fitofarmaka adalah sediaan obat alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandardisasi. Perbedaan antara OHT dengan fitofarmaka adalah obyek ujinya, dimana OHT menggunakan hewan (tikus, kelinci, dan lain-lain) sedangkan fitofarmaka dilakukan langsung pada manusia. Pertanyaan berikutnya, tingkatan manakah yang layak kita konsumsi? Melihat penjabaran di atas, pastilah fitofarmaka atau OHT yang dipilih karena khasiatnya yang sudah teruji. Namun patut diingat bahwa jumlah OHT dan fitofarmaka di Indonesia masih sangat sedikit yaitu 17 (OHT) dan 5 (Fitofarmaka) (Data tahun 2010). Selain itu, belum seluruh kelompok terapi terakomodir di dua tingkatan tersebut. Pada kenyataannya 95 % lebih obat tradisional di Indonesia masuk kategori jamu. Lalu, apakah kita tidak boleh mengkonsumsi jamu? Secara prinsip tidak ada perbedaan mendasar di antara 3 tingkatan tersebut karena

penggunaan jamu pun sudah terbukti berkhasiat secara turun temurun. Perbedaanya hanya di kajian ilmiahnya saja. Sehingga mengkonsumsi jamu pun sangat baik dan bermanfaat. Yang terpenting adalah bahwa obat tradisional tidak boleh dicampur dengan BKO (Bahan Kimia Obat) yang berbahaya bagi kesehatan (Ari Sidharta, 2011).

You might also like