You are on page 1of 12

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN Nama Umur : Ny. N : 42 tahun

Jenis Kelamin : perempuan Alamat RM MRS Ruang : BT Boddia, Desa Lempangang, Gowa : 207296 : 7 Oktober 2010 : RS Labuang Baji (BP I K. 207)

CATATAN RIWAYAT PENYAKIT KELUHAN UTAMA : Batuk darah ANAMNESIS TERPIMPIN : dialami sejak 5 bulan SMRS memberat 3 minggu yang lalu, jumlahnya sekitar 1 sendok makan, warna merah segar. Lendir (+) warna putih, sesak kadangkadang, demam (-), riwayat demam (-), mual (-), muntah(-), nyeri ulu hati (+). Nafsu makan menurun (+), berat badan menurun (+) tapi tidak diketahui jumlahnya. BAB biasa, BAK lancar. RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA : Riwayat HT (-) Riwayat DM tidak diketahui Riwayat mendapat OAT 1 tahun yang lalu, tapi osi hanya minum beberapa hari lalu berhenti sendiri. Riwayat berobat ke Puskesmas karena batuk darah sejak 5 bulan, tetapi hanya diberi obat batuk dan tidak ada perubahan. Riwayat keringat banyak pada malam hari (-)

PEMERIKSAAN FISIS : Status Present : SS/GC/CM, BB = 50 kg, TB = 150 cm, IMT = 20,81 kg/m2 Tanda Vital : TD = 110/80 mmHg, N = 80/i, P = 24/i, S = 36,5oC Kepala : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterus, bibir tidak sianosis. Mulut : tidak ditemukan kandidiasis oral

Leher : tidak didapatkan massa tumor, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar leher. DVS R-2 cmH2O. Thorax : I : simetris kiri = kanan, ikut gerak napas. Bentuk : normochest P : tidak ada massa tumor, tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus meningkat pada apeks P : redup pada apeks, batas paru hepar ICS V kanan depan A : BP bronkovesikuler, BT rh Jantung : I : ictus cordis tidak nampak P : ictus cordis teraba P : batas jantung dalam batas normal A : BJ I/II murni reguler, BT (-) Abdomen : I : datar, ikut gerak napas A : peristaltik (+), kesan normal P : MT(-), NT(+) regio epigastrium, h/l tidak teraba P : tympani Ekstremitas : edema -/Diagnosis sementara : hemoptisis e.c. suspect TB paru dyspepsia Pengobatan awal : Diet TKTP IVFD NaCl 0,9% 20 tpm Asam traneksamat 1 amp/12 jam/iv Ranitidine 1 amp/12 jam/iv Codein 31 dan wh -/-

Rencana pemeriksaan : Darah rutin SGOT, SGPT, Ur, Cr, GDS, LED Sputum BTA 3, gram, jamur

Kultur dan sensitivitas OAT

Pemeriksaan laboratorium: Darah rutin (8 Oktober 2010): RBC HGB HCT MCV MCH MCHC RDW PLT MPV PCT PDW WBC NEU LYM MON EOS BAS ALY LIC LED 4,53106/mm3 13,4 g/dl 40,0% 88 m3 29,6 pg 33,5 g/dl 12,3% 316103/mm3 8,3 m3 0,263% 14,31% 7,3103/mm3 45,6% 42,1% 8,1% 3,6% 0,6% 1,0% 0,5% 24/jam 3,80 5,20106/mm3 11,7 15,5 g/dl 35,0 47,0% 82 92 m3 27,0 31,0 pg 32,0 37,0 g/dl 11,5 14,5% 150 450103/mm3 7,8 11,0 m3 0,190 0,360% 15,5 17,1% 3,6 11,0103/mm3 50,0 70,0% 25,0 40,0% 2,0 8,0% 2,0 4,0% 0,0 1,0% 0,0 2,5% 0,0 3,0% <10/jam

Kimia Klinik (8 Oktober 2010): SGOT SGPT Ureum Creatinin GDS 12 /l 15 /l 20,9 mg/dl 0,57 mg/dl 613 mg/dl <31 /l <32 /l 10 50 mg/dl 0,51 0,95 mg/dl 70 140 mg/dl

Foto thorax PA (14 Desember 2011): Tampak bercak berselubung pada lapangan atas paru kanan dan bercak berawan pada kedua lapangan paru disertai bintik kalsifikasi. Cor: dalam batas normal Kedua sinus dan diafragma baik Tulang-tulang tervisualisasi intak

Kesan: KP DUPLEX LAMA

FOLLOW UP 8/10/2010 T = 100/70 N = 104/i P = 24/i S = 36,5oC Perawatan hari ke-1 P:

S : batuk darah, lendir (+), sesak (-), Diet TKTP NUH (+) O : SS/GC/CM Anemis (-), ikterus (-), sianosis (-) IVFD NaCl 0,9% 20 tpm As.traneksamat 1 amp/12j/iv Ranitidine 1 amp/12 j/iv Codein 31

GDS = 613 mg/dl DVS R-2 cmH2O Thorax: I : simetris kiri = kanan P : VF meningkat pada apeks P : redup pada apeks A : bronkovesikuler, rh +/+ wh-/Cor: BJ I/II murni reguler Abd.: peristaltik (+), NT (+) regio epigastrium, h/l ttb Ext.: udem -/A: Hemoptisis e.c. suspect TB Paru Dyspepsia Hiperglikemia pro evaluasi 9/10/2010 T = 100/70 Perawatan hari ke-2

P monit: GDS ulangan GDP HbA1C

P:

S : batuk darah, lendir (+), sesak (-), Diet TKTP

N = 84/i P = 20/i S = 36,5 C


o

NUH (+) O : SS/GC/CM Anemis (-), ikterus (-), sianosis (-) DVS R-2 cmH2O Thorax: I : simetris kiri = kanan P : VF meningkat pada apeks P : redup pada apeks A : bronkovesikuler, rh +/+ wh-/Cor: BJ I/II murni reguler Abd.: peristaltik (+), NT (+) regio epigastrium, h/l ttb Ext.: udem -/A: Hemoptisis e.c. suspect TB Paru Dyspepsia Hiperglikemia pro evaluasi

IVFD NaCl 0,9% 20 tpm As.traneksamat 1 amp/12j/iv Ranitidine 1 amp/12 j/iv Codein 31

P monit: GDS ulangan GDP HbA1C

11/10/2010 T = 100/70 N = 84/i P = 28/i S = 36,5 C


o

Perawatan hari ke-4

P:

S : batuk darah, lendir (+), sesak (-), Diet TKTP NUH (+) O : SS/GC/CM Anemis (-), ikterus (-), sianosis (-) DVS R-2 cmH2O Thorax: I : simetris kiri = kanan P : VF meningkat pada apeks P : redup pada apeks A : bronkovesikuler, rh +/+ wh-/Cor: BJ I/II murni reguler Abd.: peristaltik (+) kesan N, NT (+) regio epigastrium, h/l ttb P monit: GDS ulangan GDP HbA1C IVFD NaCl 0,9% 20 tpm As.traneksamat 1 amp/12j/iv Ranitidine 1 amp/12 j/iv Codein 31

Ext.: udem -/A: Hemoptisis e.c. suspect TB Paru Dyspepsia Hiperglikemia pro evaluasi 12/10/2010 T = 90/60 N = 56/i P = 24/i S = 36,5 C
o

Perawatan hari ke-5

P:

S : batuk darah, lendir (+), sesak (-), Diet TKTP, diet DM 1700 kkal/hari NUH (-) O : SS/GC/CM Anemis (-), ikterus (-), sianosis (-) IVFD NaCl 0,9% 20 tpm As.traneksamat 1 amp/12j/iv Codein 31 Humulin R 6-6-6 sc Humulin N 0-0-10 sc OAT: INH 300 mg 11 Rif 600 mg 11 Eth 500 mg 12 PZA 500 mg 13

GDS = 504 mg/dl DVS R-2 cmH2O Thorax: I : simetris kiri = kanan P : VF meningkat pada apeks P : redup pada apeks A : bronkovesikuler, rh +/+ wh-/Cor: BJ I/II murni reguler Abd.: peristaltik (+) kesan N, h/l ttb Ext.: udem -/A: Hemoptisis e.c. TB Paru on treatment DM tipe 2 non obese 13/10/2010 T = 90/60 N = 56/i P = 24/i S = 36oC Perawatan hari ke-6 S : batuk (+), darah (+), NUH (-) O : SS/GC/CM Anemis (-), ikterus (-), sianosis (-) DVS R-2 cmH2O Cor: BJ I/II murni reguler Abd.: peristaltik (+) kesan N, h/l ttb

P monit: GDP/hari, HbA1C

P: Diet TKTP, diet DM 1700 kkal/hari IVFD NaCl 0,9% 20 tpm As.traneksamat 1 amp/12j/iv Codein 31 Humulin R 6-6-6 sc Humulin N 0-0-10 sc OAT:

GDP = 186 mg/dl Thor: bronkovesikuler, rh +/+ wh-/-

Ext.: udem -/A:

INH 300 mg 11 Rif 600 mg 11

Hemoptisis e.c. TB Paru on Eth 500 mg 12 treatment DM tipe 2 non obese P monit: GDP/hari, HbA1C 14/10/2010 T = 100/70 N = 72/i P = 19/i S = 36,5oC GDP = 113 mg/dl Thor: bronkovesikuler, rh A: TB Paru on treatment DM tipe 2 non obese wh-/Perawatan hari ke-7 S : batuk (+), darah (-), NUH (-) O : SS/GC/CM Anemis (-), ikterus (-), sianosis (-) P: Diet TKTP, diet DM 1700 kkal/hari IVFD NaCl 0,9% 20 tpm Codein 31 Humulin R 8-8-8 sc Humulin N 0-0-10 sc OAT: INH 300 mg 11 Rif 600 mg 11 Eth 500 mg 12 PZA 500 mg 13 PZA 500 mg 13

P monit: GDP/hari, HbA1C 15/10/2010 T = 100/70 N = 104/i P = 24/i S = 36,5oC GDP = 109 mg/dl Thor: bronkovesikuler, rh A: TB Paru on treatment DM tipe 2 non obese wh-/Perawatan hari ke-8 S : batuk (+), darah (-), NUH (-) O : SS/GC/CM Anemis (-), ikterus (-), sianosis (-) P: Diet TKTP, diet DM 1700 kkal/hari IVFD NaCl 0,9% 20 tpm Codein 31 Humulin R 8-8-8 sc Humulin N 0-0-10 sc OAT: INH 300 mg 11 Rif 600 mg 11 Eth 500 mg 12 PZA 500 mg 13

P monit: GDP/hari, HbA1C 16/10/2010 T = 90/60 N = 68/i P = 28/i S = 36,5oC GDP = 145 mg/dl Thor: bronkovesikuler, rh A: TB Paru on treatment DM tipe 2 non obese wh-/Perawatan hari ke-9 S : batuk (+), darah (-), NUH (-) O : SS/GC/CM Anemis (-), ikterus (-), sianosis (-) P: Diet TKTP, diet DM 1700 kkal/hari IVFD NaCl 0,9% 20 tpm Codein 31 Humulin R 8-8-8 sc Humulin N 0-0-10 sc OAT: INH 300 mg 11 Rif 600 mg 11 Eth 500 mg 12 PZA 500 mg 13

P monit: GDP/hari, HbA1C 18/10/2010 T = 100/70 N = 60/i P = 24/i S = 36,5 C GDP = 126 mg/dl Thor: bronkovesikuler, rh A: TB Paru on treatment DM tipe 2 non obese wh-/o

Perawatan hari ke-11 S : batuk (+), darah (-), NUH (-) O : SS/GC/CM Anemis (-), ikterus (-), sianosis (-)

P : pasien boleh pulang, kontrol rutin ke poliklinik

RESUME
Seorang wanita, umur 42 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan utama batuk darah yang dialami sejak 5 bulan SMRS dan memberat 3 minggu yang lalu, jumlahnya sekitar 1 sendok makan, warna merah segar. Lendir (+) warna putih, sesak kadang-kadang, demam (-), riwayat demam (-), mual (-), muntah(-), nyeri ulu hati (+). Nafsu makan menurun (+), berat badan menurun (+) tapi tidak diketahui jumlahnya. BAB biasa, BAK lancar. RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA : Riwayat HT (-) Riwayat DM tidak diketahui Riwayat mendapat OAT 1 tahun yang lalu, tapi osi hanya minum beberapa hari lalu berhenti sendiri. Riwayat berobat ke Puskesmas karena batuk darah sejak 5 bulan, tetapi hanya diberi obat batuk dan tidak ada perubahan. Riwayat keringat banyak pada malam hari (-) Dari pemeriksaan fisis didapatkan gambaran umum: SS/GC/CM. Tanda vital: TD = 110/80 mmHg, N = 80/i, P = 24/i, S = 36,5oC. Pada pemeriksaan thorax, didapatkan vocal fremitus meningkat pada kedua apeks paru, perkusi redup pada kedua apex paru, dan bunyi pernapasan bronkovesikuler dengan ronchi pada apeks paru bilateral. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan NT (+) regio epigastrium. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan adanya peningkatan LED dan hasil foto thorax PA menunjukkan KP dextra lama. Beberapa hari kemudian, hasil laboratorium menunjukkan adanya peningkatan kadar gula darah. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan tambahan, maka pasien ini didiagnosis sebagai hemoptisis e.c. suspect TB paru + DM tipe 2 non obese + dyspepsia.

DISKUSI
Pasien masuk dengan keluhan utama batuk lama, darah (+), lendir (+). Banyak penyakit yang dapat menyebabkan batuk darah atau hemoptisis, antara lain: infeksi (tuberkulosis, bronkiektasis, abses paru, jamur, bronchitis, dan pneumonia), neoplasma (karsinoma bronkus), kardiovaskular (infark paru, edema paru, stenosis katup mitral), dan lain-lan (trauma dada, aspirasi benda asing). Pada pasien ini berdasarkan gejala klinis (batuk lama yang disertai darah dan lendir, sesak, nafsu makan menurun, dan berat badan menurun), riwayat penyakit sebelumnya (pernah mendapat terapi OAT), pemeriksaan fisis (vocal fremitus meningkat pada kedua apeks paru, perkusi redup pada kedua apex paru, dan bunyi pernapasan bronkovesikuler dengan ronchi pada apeks paru bilateral), dan pemeriksaan tambahan (LED meningkat, limfosit meningkat, dan foto thorax yang memberi kesan KP dextra lama), diagnosis lebih diarahkan pada hemoptisis e.c. suspect TB Paru. Diagnosis TB paru dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan atau riwayat penyakit sebelumnya, pemeriksaan fisis, pemeriksaan bakteriologi, dan pemeriksaan radiologi. Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal (batuk lebih dari 2 minggu, hemoptisis, sesak napas, dan nyeri dada) dan gejala sistemik (demam, malaise, keringat malam, nafsu makan menurun, dan penurunan berat badan). Pada pemeriksaan fisis thorax dapat ditemukan vocal fremitus meningkat pada apeks paru, perkusi redup, dan bunyi tambahan berupa ronchi pada kedua apeks paru. Gambaran ini dapat muncul akibat adanya infiltrat pada kavitas parenkim paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa. Riwayat penyakit sebelumnya menunjukkan bahwa pasien telah mengonsumsi OAT tapi hanya beberapa hari, berarti pasien ini termasuk dalam penderita TB kategori 1. Riwayat pengobatan sebelumnya inilah yang mungkin menyebabkan foto thorax yang diinterpretasi sebagai KP dextra lama (lesi TB non aktif/yang sedang dalam masa penyembuhan). Rencana pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan sputum BTA 3, gram, dan jamur. Adapun pengobatan OAT tetap dijalankan sebelum pemeriksaan sputum BTA 3, gram, dan jamur, mengingat pemeriksaan BTA di rumah sakit yang bersangkutan memerlukan waktu yang lama dan kebutuhan pasien akan OAT tidak bisa menunggu. Hal ini didasarkan pada riwayat pasien yang pernah mengkonsumsi OAT selama beberapa hari, namun tidak tuntas berobat. Diperlukan juga pemeriksaan kultur dan sensitivitas OAT, mengingat banyak kasus MDR (Multi

Drug Resistant) TB sekarang ini. Namun, pemeriksaan tersebut tidak tersedia di rumah sakit yang bersangkutan. Pengobatan pada pasien ini tetap mengacu pada pengobatan simptomatik, terapi ulangan OAT yang sempat terputus, dan terapi insulin untuk memperbaiki keadaan hiperglikemia pasien. Asam traneksamat diberikan untuk mengatasi perdarahan pada pasien ini, oleh karena itu pemberian obat ini dihentikan ketika keluhan batuk darah pada pasien ini sudah tidak ada. Ranitidine, yang merupakan golongan obat antagonis H2 reseptor, diberikan pada pasien ini karena keluhan nyeri ulu hati pada pasien ini. Nyeri ulu hati pada pasien ini mungkin disebabkan karena asupan oral yang tidak adekuat akibat infeksi kronis yang dialami oleh pasien. Pengaturan diet pada pasien ini adalah diet tinggi karbohidrat tinggi protein, karena pada pasien ini terjadi proses infeksi kronik sehingga terjadi peningkatan energy expenditure. Di samping itu, terjadi anoreksia pada pasien ini akibat penyakit kronik yang dialaminya, sehingga terjadi penurunan intake pada pasien ini. Pemeriksaan laboratorium yang lain menunjukkan kadar gula darah sewaktu yang meningkat, oleh karena itu pasien didiagnosis sebagai DM tipe 2 non obese. Risiko penyakit TB meningkat pada pasien-pasien DM karena adanya kerusakan imunitas seluler, adanya defisiensi mikronutrient, dan adanya mikroangiopati pulmoner. Kriteria diagnosis DM menurut ADA 2010 adalah sebagai berikut: Gejala klinis + GDP > 126 mg/dl Gejala klinis + GDS > 200 mg/dl TTGO > 200 mg/dl GDP > 126 mg/dl (minimal 2 kali pemeriksaan) HbA1C > 6,5 Untuk mengobati keadaan hiperglikemia pada pasien ini, diberikan insulin karena pasien ini sedang mengalami proses infeksi yang berat. Pemberian insulin lebih dianjurkan daripada pemberian obat hipoglikemik oral, karena pada penyakit-penyakit infeksi kronis seperti pada pasien ini, produksi insulin tertekan akibat meningkatnya kadar hormon-hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin (seperti hormon adrenalin, kortisol), sehingga perlu tambahan insulin dari luar untuk mengatasi keadaan hiperglikemia pada pasien ini. Penentuan kadar insulin yang diberikan berdasarkan berat badan pasien. Jika berat badan pasien ini 50 kg, maka kebutuhan

insulin per hari pada pasien ini adalah 500,5=25 IU/hari, terdiri atas 40% insulin kerja panjang (Humulin N), dan 60% insulin kerja cepat (Humulin R). Pengendalian kadar gula darah dilakukan dengan memonitor kadar GDP/hari pada pasien ini. Pada hari kedua pemberian insulin, kadar gula darah puasa masih relatif tinggi, sehingga perlu peningkatan dosis pada pemberian insulin. Perlu juga dilakukan pemeriksaan kadar HbA1C pada pasien ini. Tetapi, pemeriksaan ini tidak dilakukan karena pemeriksaan ini tidak tersedia di rumah sakit yang bersangkutan. Pemeriksaan hemoglobin terglikasi (HbA1C), disebut juga glycohemoglobin atau disingkat sebagai A1C, merupakan salah satu pemeriksaan darah yang penting untuk mengevaluasi pengendalian gula darah. Hasil pemeriksaan A1C memberikan gambaran rata-rata gula darah selama periode waktu enam sampai dua belas minggu dan hasil ini dipergunakan bersama dengan hasil pemeriksaan gula darah sebagai dasar untuk melakukan penyesuaian terhadap pengobatan diabetes yang dijalani. Hemoglobin adalah salah satu substansi sel darah merah yang berfungsi untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Ketika gula darah tidak terkontrol (yang berarti kadar gula darah tinggi) maka gula darah akan berikatan dengan hemoglobin (terglikasi). Oleh karena itu, rata-rata kadar gula darah dapat ditentukan dengan cara mengukur kadar HbA1C. Bila kadar gula darah tinggi dalam beberapa minggu, maka kadar HbA1C akan tinggi pula. Ikatan HbA1C yang terbentuk bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan usia sel darah merah). Kadar HbA1C akan mencerminkan rata-rata kadar gula darah dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan. Semakin tinggi kadar HbA1C, semakin tinggi kemungkinan terjadinya komplikasi.

You might also like