You are on page 1of 2

IKATAN AHLI TEKNIK PERMINYAKAN INDONESIA SEKSI MAHASISWA UNIVERSITAS DIPONEGORO

Sekretariat : Jl. Prof. Soedarto. Gd. Pertamina, Tembalang, Semarang e-mail : smiatmiundip@gmail.com

PENINGKATAN PRODUKSI MIGAS NASIONAL


Energi adalah usaha yang dilakukan atau diberikan untuk menggerakkan dan menjalankan sesuatu. Contohnya adalah manusia, manusia membutuhkan energi berupa asupan makan agar bisa bergerak, berjalan dan melakukan hal-hal lainnya. Dan bahkan sebuah bangsa sekalipun, membutuhkan energi untuk menjalankan roda kehidupannya. Energi tersendiri ini ada yang bisa diperbaharui dan ada yang tidak. Energi ini sudah banyak tersebar di alam, dan sudah sewajarnya kita yang memakai dan menggunakannya berlaku bijaksana dalam pengelolaannya. Energi yang bisa diperbaharui ada banyak, seperti tenaga air, tenaga angin, tenaga surya, dan lainnya. Dan ada juga energi yang tidak dapat diperbaharui, seperti energi dari fosil yaitu gas, minyak bumi dan batubara atau juga nuklir. Untuk negara Indonesia ini sendiri, kita amat sangat tidak bijaksana dalam menggunakan energi. Terbukti dari ketidakmerataan energi yang tersebar di Indonesia ini, sebagai contoh listrik masih belom dirasakan oleh daerah-daerah pelosok Indonesia. Tidak hanya tidak merata dalam sasarannya atau bisa dibilang daerahnya, tapi juga dalam menggunakan energi yang ada. Kita telah bertumpu dan seolah memperkosa energi-energi fosil, khususnya minyak bumi dan batubara, yang katanya energi-energi fosil ini tersebar banyak di Indonesia. Kenapa disebut memperkosa? Karena kita sangat mengandalkan minyak bumi kita ini. Dari penggerak generator listrik, bahan bakar kendaraan dan hal lainnya. Padahal menurut isu-isu yang ada, kalau kita hanya bertahan pada sumur yang telah ditemukan, katanya cadangan minyak bumi Indonesia hanya bertahan sekitar 11 tahun lagi, dan untuk gas bertahan sekitar 48 tahun lagi. Dan dengan segala hormat, Indonesia telah menjadi exportir batubara nomor satu sedunia. Padahal batubara yang ada di Indonesia hanya ada 0,6% dari total batubara di dunia. Energi-energi fosil di Indonesia ini yang telah menjadi tulang punggung bangsa Indonesia tinggal menunggu ajalnya. Bila kita cermati, permasalahan yang ada sebenarnya karena borosnya si miskin ini dan juga bodohnya kebijakan yang diambilnya. Ada artikel dari tempo.com yang isinya menjelaskan borosnya orang Indonesia. berikut adalah potongan artikelnya Menurut Rida, ketergantungan Indonesia terhadap impor energi fosil sudah sangat besar. Data pemerintah menyebutkan, kebutuhan bahan bakar minyak Indonesia mencapai 1,5 juta barel per hari. Sedangkan produksi di dalam negeri hanya 870 ribu barel per hari. Agar kebutuhan tercukupi, Indonesia harus mengimpor minyak mentah maupun dalam bentuk bahan bakar. Lantaran penggunaan energi fosil cukup dominan, 96 persen dari total kebutuhan energi nasional, negara pun terbebani subsidi sebesar Rp 272 triliun pada 2013 (http://www.tempo.co/read/news/2013/12/03/092534241/Orang-Indonesia-Masih-Boros-Energi). Dan kebijakan Indonesia ini mengenai energi ini juga banyak yang non sense. Seperti ekspor batubara yang sebenarnya cadangan kita ini sedikit, lalu kita mengekspor minyak mentah dan mengimpor minyak jadi, dan banyak lainnya. Lalu bagaimana caranya agar kita dapat meningkatkan produksi migas di Indonesia, atau paling tidak menyamakan jumlah pengeluaran dan jumlah pemasukan? Pastinya kita harus berhemat dan jangan mengekspor lagi. Kita bisa mengolah energi-energi fosil ini di dalam negeri. Lalu menggunakan energi baru terbarukan, yaitu energi yang berasal dari proses alam yang

IKATAN AHLI TEKNIK PERMINYAKAN INDONESIA SEKSI MAHASISWA UNIVERSITAS DIPONEGORO


Sekretariat : Jl. Prof. Soedarto. Gd. Pertamina, Tembalang, Semarang e-mail : smiatmiundip@gmail.com

berkelanjutan (wikipedia.org). Energi baru terbarukan ini sebenarnya sudah banyak pihak yang memikirkan dan menelitinya, contohnya geothermal, minyak nabati, dan lainnya. Tetapi bila dihitung-hitung secara ekonomis, memang energi baru terbarukan ini membutuhkan usaha dan biaya yang lebih besar dibanding solar dan bbm. Sebagai contoh, dulu saat BBM masih 4500 per liter, ada lembaga yang meniliti untuk mengkonversi BBM dengan menggunakan minyak nabati. Tetapi ternyata menggunakan minyak nabati lebih mahal, yaitu 6500 per liter. Dan karena tidak ada dukungan dari pemerintah dan masyarakat secara luas, maka penelitian terebut ditinggalkan begitu saja. Mungkin masih banyak lagi contoh-contoh bahan alam yang bisa mengkonversi energi-energi fosil tetapi tidak bisa diterima masyarakat karena satu dan lain hal. Bila bangsa Indonesia bisa menargetkan penggunaan energi baru terbarukan sebanyak 25% dari seluruh penggunaan yang ada, mungkin dapat sangat menekan penggunaan energi-energi fosil ini. Isu tentang habisnya energi-energi fosil ini, khususnya minyak bumi, sebenarnya juga tidaklah perlu dikhawatirkan. Karena isu tersebut diambil dari data sumur yang telah berhasil dieksplor. Lalu bagaimana dengan minyak-minyak bumi yang belum berhasil dieksplor? Tentunya inilah tugas geolog Indonesia, jangan asing, untuk mengeksplornya lebih baik lagi. Sehingga nantinya Indonesia mempunyai cadangan energi nasional, dengan target bisa memenuhi mencapai 30-40 hari bangsa Indonesia bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

ALDO ALKAUTSAR 21100113140104

You might also like