You are on page 1of 33

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ca VESIKA URINARI

KONSEP DASAR PENYAKIT A. Definisi Neoplasma adalah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus menerus secara terbatas, tidak berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya da n tidak berguna bagi tubuh (dr. Achmad Tjarta dalam nurse87, 2009). Kanker adalah Istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan gangguan pertumbuh an selular dan merupakan kelompok penyakit dan bukan hanya penyakit tunggal (Mar ilynn E. Doenges dalam nurse87, 2009) Cancer adalah Istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan malignan dalam setia p bagian tubuh. Pertumbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit dan berkembang dengan mengorbankan manusia yang menjadi hospesnya. Sedangkan Carsinoma adalah pertumbuhan kanker pada jaringan epitel.(Sue Hinchlif dalam nurse87, 2009). Buli buli adalah tempat penampungan urine yang berasal dari ginjal. Kanker buli-buli adalah tumor ganas yang didapatkan dalam buli-buli (kandung kem ih) (nurse87, 2009) Dinding vesika urinaria dilapisi oleh sel transisional dan sel skuamosa. Lebih d ari 90% kanker vesika urinaria berasal dari sel transisional dan disebut karsino ma sel transisional, sisanya adalah karsinoma sel skuamosa. B. Etiologi Penyebab yang pasti dari kanker vesika urinaria tidak diketahui. Tetapi peneliti an telah menunjukkan bahwa kanker ini memiliki beberapa faktor resiko: 1. Usia, resiko terjadinya kanker kandung kemih meningkat sejalan dengan pertambahan usia. 2. Merokok,merupakan faktor resiko utama 3. Lingkungan kerja Beberapa pekerja memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita kanker ini ka rena di tempatnya bekerja ditemukan bahan-bahan karsinogenik (penyebab kanker). Misalnya pekerja industri karet, kimia, kulit. 4. Infeksi, terutama infeksi parasit (skistosomiasis). 5. Pemakaian siklofosfamid atau arsenik untuk mengobati kanker dan penyakit lainnya.\ 6. Ras, orang kulit putih memiliki resiko 2 kali lebih besar, resiko terkec il terdapat pada orang Asia.Pria, memiliki resiko 2-3 kali lebih besar. 7. Riwayat keluarga Orang-orang yang keluarganya ada yang menderita kanker kandung kemih memiliki re siko lebih tinggi untuk menderita kanker ini. Peneliti sedang mempelajari adanya perubahan gen tertentu yang mungkin meningkatkan resiko terjadinya kanker ini. C. Anatomi dan fisiologi 1. Anatomi sistem perkemihan Sistem perkemihan atau sistem urinaria terdiri atas , dua ginjal, yang fungsinya membuang limbah dan substansi berlebihan dari darah, dan membentuk kemih, dan d ua ureter, yang mengangkut kemih dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria), maka kandung kemih ini berfungsi sebagai reservoar bagi kemih , dan uretra, yan g mengantar kemih dari kandung kemih keluar tubuh sewaktu berkemih. Setiap hari ginjal menyaring 1700 L darah. Setiap ginjal mengandung lebih dari 1 juta nefron , yaitu satuan fungsional ginjal ini lebih dari cukup untuk tubuh, bahkan satu g injal pun sudah mencukupi. Pembentukan kemih pada garis besarnya, pertama, merek a menyaring air dan bahan terlarut dari darah. Kedua, secara selektif mengadakan reabsorbsi sebagian zat kembali kedarah. Setiap harinya rata-rata seorang dewas a memasukkan 2,7 L air. Sebagian besar dari minuman dan makanan. Normalnya sejumlah air yang sama dikeluarkan, seperti berupa insensible Losser

melalui paru dan kulit, sisanya berupa kemih dan tinja. Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira-kira 12 cm dan lebar 2,5 cm pada bag ian paling tebal. Ginjal terletak retroperitoneal dibagian belakang abdomen. Gin jal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena ada hepar disisi kanan. Ginjal berbentuk kacang, dan permukaan medialnya yang cekung disebut hilus renal , yaitu tempat masuk dan keluarnya sejumlah saluran, seperti pembuluh darah, pem buluh getah bening, saraf dan ureter. Ujung ureter, yang berpangkal diginjal, berbentuk corong lebar dan disebut pelvi s renalis/renal. Pelvis renis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor yang masing-masing bercabang membentuk kaliks minor. Kaliks minor menampung urine yan g terus menerus keluar dari papilla. Dari kaliks minor urine masuk kekaliks mayo r, kepelvis renis, kemudian ke ureter, sampai akhirnya ditampung didalam kandung kemih (vesika urinaria) kalau sedang kosong atau terisi sebagian, kandung kemih ini terletak didalam pelvis, bila terisi lebih dari setengahnya teraba diatas p ubis. Uretra pria panjang 18-20 cm dan bertindak sebagai saluran untuk sistem re produksi maupun perkemihan. Pada wanita panjang uretra kira-kira 4 cm dan bertin dak hanya sebagai system Perkemihan. Uretra mulai pada orifisium uretra internal dari kandung kemih dan berjalan turun dibelakang simpisis pubis melekat ke dind ing anterior vagina. Terdapat sfinter internal dan external pada uretra, sfingte r internal adalah involunter dan external dibawah kontrol volunter kecuali pada bayi dan pada cedera 2. Fisiologi sistem perkemihan a. Mekanisme pembentukan urin Terdapat tiga proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin,proses tersebut berupa filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Pada saat d arah mengalir melalui glomerulus, terjadi filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsul bowman, proses ini yang dikenal sebagai filt rasi glomerulus, yang merupakan langkah pertama dalam pembentukan urin. Setiap h ari terbentuk rata-rata 180 liter filtrate glomerulus. Pada saat filtrate mengal ir melalui tubulus, zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke plasma ka piler peritubulus. Perpindahan bahan bahan yang bersifat selektif dari bagian da lam tubulus(lumen tubulus) kedalam darah ini disebut sebagai reabsorbsi tubulus. Zat zat yang direabsorbsi tidak keluar dari tubuh melalui urin tetapi diangkut oleh kapiler peritubulus ke system vena dan kemudian ke jantung untuk kembali di edarkan. Sekresi tubulus yang mengacu pada perpindahan selektif zat-zat dari dar ah kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus, merupakan rute kedua bagi zat dar i darah untuk masuk ke dalam tubulus ginjal. Cara pertama zat berpindah dari pla sma ke dalam lumen tubulus melalui filtrasi glomerulus/ namun hanya sekitar bowm an, 80% sisanya terus mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler peritubu lus. Eksresi urin mengacu pada eliminasi zat zat dari tubuh di urin. Proses ini bukan suatu proses terpisah, tetapi merupakan hasil dari ketiga proses utama. Se mua konstituen plasma yang mencapai tubulus yaitu yang difiltrasi atau disekresi tetapi tidak direabsorbsi akan tetap berada dalam tubulus dan mengalir ke pelvi s ginjal untuk disekresikan sebagai urin. b. Filtrasi Glomerulus Cairan yang difiltrasi dari glomerulus kedalam kapsul bowman harus melewati tiga lapisan yang membentuk membrane glomerulus yaitu: a) Dinding kapiler glomerulus b) Lapisan gelatinosa aseluler yang dikenal sebagai membrane basal c) Lapisan dalam kapsul bowman. Secara kolektif ketiga lapisan tersebut berfungsi sebagai saringan molekul halus yang menahan sel darah merah dan protein plasma tetapi melewatkan H2O dan zat t erlarut lainnya. Faktor yang berperan dalam Filtrasi untuk melaksanakan filtrasi glomerulus harus terdapat suatu gaya yang mendorong sebagian plasma dalam glomerulus menembus lubang-lubang membrane glomerulus. Dal am perpindahan cairan tidak terdapat mekanisme transportasi aktif atau pemakaian

energy local tetapi disebabkan oleh gaya-gaya fisik pasif yang mirip dengan gay a yang terdapat di kapiler tubuh lainnya. Kecuali dua perbedaan penting yaitu ka piler glomerulus jauh lebih permeable dibandinkan dengan kapiler di tempat lain dan keseimbangan gaya-gaya di kedua sisi membrane glomerulus sehingga filtrasi b erlangsung di keseluruhan panjang kapiler. Terdapat tiga gaya fisik yang terliba t dalam filtrasi glomerulus yaitu : a) Tekanan darah kapiler glomerulus b) Tekanan osmotic koloid plasma c) Tekanan hidrostatik kapsul bowman. Tekanan darah kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang ditimbulkan oleh dar ah di dalam kapiler glomerulus yang akhirnya bergantung pada kontraksi jantung d an resistensi arteriol aferen dan eferen terhadap aliran darah. Tekanan darah ka piler glomerulus, diperkirakan bernilai rata-rata 55 mmHg, lebih tinggi dari pad a tekanan darah kapiler di tempat lain. Tekanan ini cenderung mendorong cairan k eluar dari glomerulus untuk masuk ke kapsul bowman. Sementara tekanan darah kapi ler glomerulus mendorong filtrasi kedua gaya lain yaitu tekanan osmotic koloid p lasma dan tekanan hidrostatik kapsul bowman melawan filtrasi. Tekanan osmotik ko loid plasma sekitar 30 mmHg ditimbulkan oleh distribusi protein protein plasma y ang tidak seimbang di kedua sisi membrane glomerulus. Cairan di dalam kapsul bow man menimbulkan tekanan hidristatik yang diperkirakan sekitar 15 mmHg yang cende rung mendorong cairan keluar dari kapsul bowman, melawan filtrasi cairan dari gl omerulus ke dalam kapsul bowman. dengan tekanan yang rendah menyebabkan adanya p roses filtrasi dan reabsorbsi Dikutip dari kepustakaan 3 Laju Filtrasi Glomerulu s (GFR) Terdapat ketidakseimbangan gaya gaya yang bekerja melintasi glomerulus. Gaya total yang mendorong filtrasi adalah 55 mmHg, dan jumlah total gaya yang me lawan filtrasi adalah 45 mmHg. Perbedaan netto yang mendorong filtrasi (10mmHg) disebut tekanan filtrasi netto. Laju filtrasi glomerulus bergantung tidak saja p ada tekanan filtrasi netto tapi juga pada luas permukaan glomerulus dan seberapa permeabelnya membrane glomerulus. Sifat-sifat membrane glomerulus ini disebut s ebagai koefisien filtrasi (Kf). dengan demikian 1,3 GFR = Kf x tekanan filtrasi netto c. Pengontrolan GFR Tekanan filtrasi netto yang bertanggung jawab menginduksi filtrasi glomerulus di timbulkan oleh ketidakseimbangan gaya gaya fisik yang saling bertentangan antara plasma kapiler glomerulus dan cairan kapsul bowman, perubahan pada salah satu d ari gaya fisik ini akan mempengaruhi GFR. Berbeda dengan tekanan darah kapiler g lomerulus yang dapat dikontrol untuk menyesuaikan GFR dalam memenuhi kebutuhan t ubuh. GFR dikontrol oleh dua mekanisme yang dapat menyesuaikan aliran darah glom erulus dengan mengatur kaliber dan resistensi arteriol aferen.keduanya adalah ot oregulasi dan control simpatis ekstrinsik1. Otoregulasi GFR Ginjal dapat, dalam batas batas tertentu, mempertahankan aliran darah kapiler gl omerulus yang konstan walaupun terjadi perubahan tekanan arteri. Ginjal melakuka nnya dengan mengubah tekanan arteri caliber arteriol aferen, sehingga resistensi terhadap aliran darah melalui pembuluh ini dapat disesuaikan. Mekanisme pasti y ang bertanggung jawab melaksanakan respon otoregulasi ini masih belum sepenuhnya dipahami. Saat ini diperkirakan dua mekanisme yaitu mekanisme miogenik dan meka nisme umpan balik tubule-glomerulus. d. Mekanisme miogenik Otot polos vaskuler arteriol berkontraksi secara inheren sebagai respons terhada p peregangan yang menyertai peningkatan tekanan di dalam pembuluh. Dengan demiki an arteriol aferen secara otomatis berkonstriksi sendiri jika teregang karena te kanan arteri meningkat. Respon ini membatasi aliran darah ke dalam glomerulus ke tingkat normal walaupun tekanan arteri meningkat. Sebaliknya arteriol aferen ye ng tidak teregang akan melemas sehingga aliran darah ke dalam glomerulus meningk at walaupun terjadi penurunan tekanan arteri1. e. Mekanisme umpan balik tubule-glomerulus Mekanisme ini melibatkan apparatus jukstaglomerulus yaitu kombinasi khusus sel-s

el tubulus dan vaskuler di daerah nefron tempat tubulus. Sel-sel macula densa me ndeteksi perubahan kecepatan aliran cairan di dalam tubulus yang melewati mereka . Apabila GFR meningkat akibat peningkatan tekanan arteri, cairan yang difiltras i akan mencapai tubulus distal lebih banyak dari pada normal. Sebagai respon sel sel macula densa memicu pengeluaran zat zat kimia vasoaktif dari apparatus juks taglomerulus yang kemudian menyebabkan konstriksi arteriol aferen dan menurunkan aliran darah glomerulus serta memulihkan GFR ke normal. Beberapa zat kimia berh asil di identifikasi , sebagian adalah vasokonstriktor (endotelin) dan sebagian lainnya vasodilator (bradikinin) tetapi kontribusi mereka masih perlu ditentukan lebih lanjut. Melalui apparatus juksteglomerulus, tubulus nefron mampu memantau laju perpindahan cairan didalamnya dan menyesuaikan GFR keseperlunya. Mekanisme umpan balik tubule-glomerulus ini dimulai oleh tubulus untuk membantu setiap ne fron mengatur kecepatan filtrasi melalui glomerulus masing-masing. Kontrol Simpatis Ekstrinsik GFR Selain mekanisme otoregulasi intrinsic yang dira ncang untuk menjaga agar GFR konstan,GFR juga dapat diubah-ubah secara sengaja o leh mekanisme control ekstrinsik yang mengalahkan respons otoregulasi. Control e kstrinsik atas GFR, yang diperantarai oleh masukan system saraf simpatis ke arte riol aferen, ditujukan untuk mangetur tekanan darah arteri, system saraf parasim patis tidak menimbulkan pengaruh apapun pada ginjal. Jika volume plasma menurun, tekanan darah arteri yang kemudian menurun akan dideteksi oleh baroreseptor ark us aorta dan sinus karotis yang mengawali reflex saraf untuk meningkatkan tekana n darah ke tingkat normal. Respons reflex ini dikoordinasikan oleh pusat control kardiovaskuler di batang otak dan terutama diperantarai oleh peningkatan aktivi tas simpatis ke jantung dan pembuluih darah. GFR berkurang akibat respons reflex baroreseptor terhadap penurunan tekanan darah. Selama reflex ini, terjadi vasok onstriksi yang di induksi oleh system simpatis di sebagian besar arteriol tubuh sebagai mekanisme kompensasi untuk meningkatkan resistensi perifer total. Sebali knya jika tekanan darah meningkat, baroreseptor akan mendeteksi peningkatan teka nan darah, aktivitas vasokonstriktor simpatis ke arteriol-arteriol termasuk arte riol aferen secara reflex berkurang sehingga terjadi vasodilalatasi arteriol. Ka rena darah yang masuk ke glomerulus malalui arteriol aferen yang berdilatasi leb ih banyak, tekanan darah kapiler glomerulus meningkat dan GFR juga meningkat. f. Reabsorbsi Tubulus Reabsorbsi tubulus adalah suatu proses yang sangat selektif. Setiap bahan yang d ireabsorbsi adalah jumlah yang diperlukan untuk mempertahankan komposisi dan vol ume lingkungan cairan internal yang sesuai. Tubulus memilik ketebalan satu lapis an sel dan terletak berdekatan dengan kapiler peritubulus di dekatnya. Untuk dap at direabsorbsi suatu bahan harus harus melewati lima sawar terpisah a) Bahan tersebut harus meninggalkan cairab tubulus dengan melintasi membrane lu minal sel tubulus b) Bahan tersebut harus berjalan melewati sitosol dari satu sisi sel tubulus ke sisi lainnya c) Bahan tersebut harus menyebrangi membrane basolateral sel tubulus untuk masuk ke cairan interstisium d) Bahan tersebut harus berdifusi melintasi cairan interstisium e) Bahan tersebut harus menembus dinding kapiler untuk masuk ke plasma darah Kes eluruhan langkah langkah tersebut dikenal sebagai transportasi transepitel. g. Reabsorbsi Natrium reabsorbsi natrium bersifat unik dan kompleks. Delapan puluh persen dari kebutuh an energy total ginjal digunakan untuk transportasi Na+.1 a) Reabsorbsi natrium di tubulus proksimal berperan penting dalam reabsorbsi glu kosa, asam amino,H2O,Cl-, dan urea b) Reabsorbsi natrium di lengkung henle, bersama dengan reabsorbsi Cl-, berperan penting dalam kemampuan ginjal menhasilkan urin dengan konsentrasi dan volume y ang berbeda-beda, bergantung pada kebutuhan untuk menyimpan atau membuang H2O c) Reabsorbsi natrium di bagian distal nefron bersifat variable dan berada di ba wah control hormone, menjadi penting dalam mengatur volume CES. Reabsorbsi terse but juga berkaitan dengan sekresi K- dan H+ Langkah aktif pada reabsorbsi Na+ melibatkan transport akif Na+K+ATPase yang ter

letak di membrane basolateral sel tubulus. transport ini merupakan pembawa yang sama dengan yang terdapat di semua sel dan secara aktif megeluarkan Na+ dari sel . Ginjal mensekresikan hormone renin sebagai respons terhadap penuruna NaCl,volu me CES, dan tekanan darah arteri. Renin mengaktifkan angiotensinogen menjadi ang iotensin I,kemudian dengan angiotensin converting enzim yang diproduksi di paru angiotensin I diubah menjadi angiotensin II yang dapat merangsang korteks adrena l untuk mensekresikan hormone aldosteron yang dapat merangsang reansorbsi Na+ ol eh tubulus distal dan tubulus pengumpul melalui dua cara sebagai berikut : a) Mereka terlibat dalam pembentukan saluran Na+ di membrane luminal sel tubulus distal dan pengumpul sehingga meningkatkan perpindahan pasif Na+ dari lumen ke dalam sel. b) Menginduksi sintesis pembawa Na+K+ATPase yang disisipkan ke dalam membrane ba solateral sel-sel tersebut. Hasil akhirnya adalah peningkatan reabsorbsi Na+. Ion klorida mengikuti secara p asif sesuai gradient listrik yang tercipta oleh reabsorbsi aktif Na+.1 Reabsorbs i Glukosa Sejumlah besar molekul organic yang mengandung nutrisi misalnya glukos a dan asam amino difiltrassi setiap harinya karena zat zat ini secara normal dir eabsorbsi secara total kembali ke darah oleh mekanisme yang bergantung energy da n Na+ yang terletak di tubulus proksimal. Konsentrasi glukosa normal dalam plasm a adalh 100 mg glukosa/100 ml plasma. Glukosa dan asam amino diangkut melalui pr oses transportasi aktif sekunder . gradient konsentrasi Na+ lumen ke sel-sel yan g diciptakan oleh pompa Na+K+ATPase basolatreal yang memerlukan energy ini menga ktifkan system kontransportasi ini dan menarik molekul molekul organic melawan g radient konsentrasi mereka tanpa secara langsung menggunakan energy. Pada dasarn ya glukosa dan asam amino mendapat tumpangan gratis dari proses reabsorbsi Na+ y ang mengunakan energi.1 h. Reabsorbsi urea Reabsorbsi pasif urea juga secara tidak langsung berkaitan dengan reabsorbsi akt if Na+. reabsorbsi H2O yang diinduksi secara osmotic di tubulus proksimal yang s ekunder terhadap reabsorbsi aktif Na+ menimbulkan gradient konsentrasi untuk ure a yang mendorong reabsorbsi pasif zat sisa bernitrogen ini. Konsentrasi urea sew aktu difiltrasi di glomerulus setara dengan konsentrasinya di dalam plasma yang memasuki kapiler peritubulus. Namun jumlah urea yang terdapat di dalam 125 ml ca iran filtrasi di permulaan tubulus proksimal mengalami pemekatan hamper tiga kal i lipat, akibatnya konsentrasi urea di dalam cairan tubulus menjadi jauh lebih b esar daripada konsentrasi urea dalam plasma kapiler-kapiler di sekitarnya. Denga n demikian tercipta gradient konsentrasi agar urea secara pasif berdifusi dari l umen tubulus ke dalam plasma kapiler peritubulus i. Sekresi tubulus Semua zat yang masuk ke cairan tubulus, baik melalui filtrasi glomerulus maupun sekresi tubulus dan tidak direabsorbsi akann dieliminasi di urin. Sekresi tubulu s melibatkan transportasi transepitel seperti yang dilakukan reabsorbsi tubulus, tetapi langkah-langkahnya berlawanan arah. Seperti reabsorbsi, sekresi dapat ak tif atau pasif. Bahan yang paling penting disekresikan oleh tubulus adalah ion H +,ion K+, serta anion dan kation organic yang banyak diantaranya adalah senyawasenyawa asing bagi tubuh. Sekresi ion kalium ditubulus distal dan pengumpul diga bungkan dengan reabsorbsi Na+ melalui pompa Na+K+ basolateral yang bergantung en ergy. Pompa ini tidak saja memindahkan Na+ ke luar keruang lateral tetapi juga m emindahkan K+ ke dalam sel tubulus. Konsentrasi K+ intrasel yang meningkat mendo rong difusi K+ dari sel ke dalam lumen tubulus. Perpindahan menembus lumen membr ane luminsal berlangsung secara pasif melalui sejumlah besar saluran K+ yang ter dapat di sawar tersebut. Beberapa factor mampu mengubah kecepatan sekresi K+,yan g paling penting adalah hormone aldosteron, yang merangsang sekresi K+ oles sel sel tubulus di bagian akhir nefron secara simukltan untuk meningkatkan reabsorbs i Na+ oleh sel-sel tersebut. Peningkatan konsentrasi K+ plasma secara langsung m erangsang korteks adrenal untuk meningkatkan keluaran aldosteronnya, yang kemjud ian mendorong sekresi dan eksresi kelebihan K+ . Sebaliknya, penurunan konsentra si K+ plasma menyebabkan reduksi sekresi aldosteronh sehingga sekresi K+ oleh gi njal yang dirangsang oleh aldosteron juga berkurang.

j. Eksresi dan pemekatan urin Biasanya dari 125 ml plasma yang difiltrasi permenit,124 ml/menit direabsorbsi, sehingga jumlah akhir urin yang terbentuk rata-rata adalah 1 ml/menit. Dengan de mikian urin yang dieksresikan perhari adalah 1,5 liter dari 180 liter yang difil trasi. Urin mengandung berbagai produk sisa dengan konsentrasi tinggi ditambah s ejumlah bahan, dengan jumlah bervariasi yang diatur oleh ginjal dan kelebihan ak an dikeluarkan melalui urin. Osmolaritas CES bergantung pada jumlahh relative H2 O dibanding dengan zat terlarut. Secara umum,osmolaritas CES sama di seluruh tub uh. Ginjal tidak dapat mengeksresi urin dengan konsentrasi yang lebih tinggi ata u lebih remdah dari pada cairan tubuh. Pada cairan intertisium medulla kedua gin jal terdapat gradien osmotic vertikel besar. Konsentrasi cairan intertisium seca ra progresif meningkat dari batas korteks turun ke kedalamn medulla ginjal sampa i mencapai maksimum 1.200mosm/l pada manusia ditaut dengan pelvis ginjal. Gradie nt osmotic vertical ini bersifat konstan tanpa bergantung pada keseimbangan cair an tubuh. Adanya gradient ini memungkinkan ginjal menghasilkan urin dengan konse ntrasi antara 100 sampai 1.200 mosm/l1 Tidak seperti tubulus proksimal, bagian awal tubulus pengumpul bersifat impermea ble terhadap urea. Akibatnya,urea secara progresif lebih pekat di segmen ini kar ena H2O direabsorbsi oleh keberadaan vasopressin. Urea tidak dapat keluar mengik uti penurunan gradient konsentrasi karena segmen ini impermeable terhadap urea. Urea berdifusi keluar dibagian terakhir tubulus pengumpul mengikuti penurunan gr adient konsentrasinya kedalam cairan intertisium dan bagian dasar lengkung henle karena segmen-segmen tubulus ini permeable terhadap urea. Vasopressin meningkat kan permeabilitas bagian akhir tubulus pengumpul terhadap urea. Masuknya urea ke dalam cairan intertisium ikut menentukan hipertonisitas medulla di medulla bagia n dalam. Sewaktu cairan tubulus mengalir melalui pars ascendens dan tubulus dist al, urea tidak dapat keluar karena segmen ini impermeable terhadap urea. Dengan demikian urea tidak dapat berdifusi keluar walaupun cairan melewati daerah denga n konsentrasi ura yang lebih rendah. Konsentrasi urea cairan tubulus semakin men ingkat karena air direabsorbsi sewaktu cairan sekali lagi memasuki bagian awal t ubulus pengumpul. Dengan demikian apabila terjadi sekresi vasopressin akibat def icit H2O, daur ulang urea ini secara progresif memekatkan urea di dalam vairan t ubulus yang dieksresikan sebagai urin. k. Proses Berkemih Setelah dibentuk oleh ginjal, urin disalurkan melalui ureter ke kandung kemih,al iran urin di ureter tidak semata-mata bargantung pada gaya tarik bumi. Kontraksi peristaltic otot polos di dinding urethra juga mendorong urin bergerak maju dar i ginjal ke kandung kemih. Ureter menembus kandung kemih secara obliq, melalui d inding kandung kemih beberapa sentimeter sebelum bermuara di rongga kandung kemi h. Susunan anatomis seperti ini mencegah aliran balik urin dari kandung kemih ke ginjal apabila terjadi peningkatan tekanan di kandung kemih.

Pathway buli-buli - pekerja di pabrik kimia, laboratorium - Perokok yang mengandung amin aromatic - Infeksi saluran Kemih - Kopi, pemanis buatan - Terlalu banyak mengunakan obat-obatan Ca. Buli-buli

Oklusi ureter/Pelvic Renal

Metastase

Infeksi Sekunder - Panas waktu kening - Merasa panas dan tubuh lemah - Kencing bercampur darah (Hematuria)

Invasi pada bladder

Hydronefrosis - Nyeri Suprapubik - Nyeri Pinggang

retensi urine: sulit/sukar kencing

Nyeri

Nyeri Ginjal membesar

Penatalaksanaan ______________________________________________________________

Operasi

Kemoterapi

Tak adekuat terapi

Resti Infeksia

Cemas

__________________________________________________________

Resti kerusakan membran mulut

Resti kurangya volume cairan

D. Manifestasi klinis Gejalanya bisa berupa: 1. Hematuria (adanya darah dalam kencing) 2. Rasa terbakar atau nyeri ketika berkemin 3. Desakan untuk berkemih 4. Sering berkemih terutama malam hari dan pada fase selanjutnya sukar kencin g 5. Badan terasa panas dan lemah 6. Nyeri pinggang karena tekanan saraf 7. Nyeri pada satu sisi karena hydronefrosis Gejala dari kanker vesika uranaria menyerupai gejala infeksi kandung kemih (siti tis) dan kedua penyakit ini bisa terjadi secara bersamaan. Patut dicurigai suatu kanker jika dengan pengobatan standar untuk infeksi, gejal anya tidak menghilang. E. Penatalaksanaan Medis Faktor-faktor yang mempengaruhi rencana pengobatan mliputi jenis tumor, kedalam invasi tumor dalam kandung kemih, penyebaran penyakit, dan keadan umum klien. Fa ctor-faktor tersebut penting dalam rencana perawatan klien. Reseksi transurethra l (TUR) dan vulgrasi digunakan pada karsinoma insitu atau untuk lesi permukaan y ang kecil. Karena kecepatan kambuhnya tinggi, kemoterapi intravesikal atau immun oterapi mungkin dianjurkan. Tiopeta, mitomicin, dan doksorubinsin adalah agen ya ng telah digunakan untuk pengobatan intravesikal. Terapi laser juga sebuah terap i yang mungkin untuk klien dengan lesi kecil. Reseksi kandung kemih segmental di gunakan untuk tumor besar dan tunggal pada puncak kandung kemih atau dinding lat erala atau untuk adenokarsinoma. Ketika tumor itu incasif atau tidak dapat ditangani atau dikontrol dengan pendek atan yang konservatif, sistektomi adalah pengobatan pilihan. Sistektomi sederhan a pada seorang pria meliputi pengangkatan kandung kemih, prostate dan vesicaurin aria; sedangkan pada seorang wanita meliputi pengangkatan kandung kemih dan uret ra. Iversi urinarius setelah sistektomi dapat dicapai dengan menggunakan sebuah segmen ileum untuk membentuk sebuah salauran antara ureter dan abdomen eksternal . Pilihan lain bagi klien mungkin pembentukan reservoir ileum kontinen yang tida k membutuhkan apparatus penampungan eksternal. Terapi radiasi untuk kanker kandung kemih sebagai modalitas penatalaksanaan tung gal, untuk penyakit invasive yang mempeunyai kemungkinan sembuh rta-rata 16-30%, ini lebih rendah daripada penatalaksanaan sistektomi, tetapi radiasi dapat digu nakan pada klien yang tidak ditangani dengan pembedahan. Tidak ada regimen kemot erapi pasti yang telah dianjurkan untuk pengobatan kanker kemih tahap lanjut. F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Tidak ada tes screening dini yang akurat untuk menemukan penyakit ini, na mun dapat dilakukan sitologi urine untuk melihat adanya sel kanker. Lavase kandu ng kemih dengan salin mungkin akurat. Aliran sitometri dari urine untuk memeriks a ploidi DNA. Pielogram IV untuk mengevaluasi traktus urinarius bagian atas dan pengisian kandung kemih. Biopsy pada daerah yang dicurigai. 2. Pemeriksaan air kemih menunjukkan adanya darah dan sel-sel kanker. 3. Sistografi atau urografi intravena bisa menunjukkan adanya ketidakteratur an pada garis luar dinding kandung kemih. 4. USG, CT scan atau MRI bisa menunjukkan adanya kelainan dalam kandung kemi h. 5. Sistoskopi dilakukan untuk melihat kandung kemih secara langsung dan meng ambil contoh jaringan untuk pemeriksaan mikroskopik. 6. Kadang sistoskopi digunakan untuk mengangkat kanker

ASUHAN KAPERAWATAN A. Pengkajian 1. Aktivitas/Istirahat Gejala : Merasa lemah dan letih Tanda : Perubahan kesadaran 2. Sirkulasi Gejala : Perubahan tekanan darah normal (hipertensi) Tanda : Tekanan darah meningkat, takikardia, bradikardia, disritmia 3. Integritas Ego Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian Tanda : Cemas, mudah tersinggung 4. Eleminasi Gejala : Perubahan gejala BAK Tanda : Nyeri saat BAK, Urine bewarna merah 5. Makanan & Cairan Gejala : Mual muntah Tanda : Muntah 6. Neurosensori Gejala : Kehilangan kesadaran sementara (Vertigo) Tanda : Perubahan kesadaran sampai koma, perubahan mental 7. Nyeri/Kenyamanan Gejala : Sakit pada daerah abdomen Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri 8. Interaksi Sosial Gejala : Perubahan interaksi dengan orang lain Tanda : Rasa tak berdaya, menolak jika diajak berkomunikasi 9. Keamanan Gejala : Trauma baru Tanda :Terjadi kekambuhan lagi 10. Seksualisasi Gejala : Tidak ada sedikitnya tiga silus menstruasi berturut-turut Tanda : Atrofi payudara, amenorea 11. Penyuluhan/Pembelajaran Gejala : Riwayat keluarga lebih tinggi dari normal untuk insiden depresi Tanda : Prestasi akademik tinggi B. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri (kronis) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan j aringan syaraf, infiltrasi system suplai syaraf, obtruksi jalur syaraf, inflamas i), efek samping terapi kanker ditandai dengan klien mengatakan nyeri, klien sul it tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri kelelahan. 2. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hiperm

etabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekuensi kemoterapi, radiasi, pembed ahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emosional distr ess, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri ditandai dengan klien mengatakan i ntake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap 20 % atau lebih di bawah ideal, penuru nan massa otot dan lemak subkutan, konstipasi, abdominal cramping. 3. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubu ngan dengan kurangnya informasi, interprestasi, keterbatasan kognitif ditandai d engan sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akur at dalam mengikuti intruksi/ pencegahan komplikasi. 4. Resiko tinggi kerusakan memberan mukosa mulut berhubungan dengan efek sa mping kemoterapi dan radiasi atau radioterapi. 5. Cemas/ takut berhubungan dengan situasi krisis (pre op), perubahan keseh atan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pem isahan dengan keluarga ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan mengekspr esikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat, kemampuan menolon g diri, stimulasi simpatetik. 6. Resiko tinggi kurangnya volume cairan b.d output yang tidak normal(vomit ing,diare)hiper metabolik ,kurangnya intake. C. INTERVENSI

1. Nyeri (kronis) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan j aringan syaraf, infiltrasi system suplai syaraf, obtruksi jalur syaraf, inflamas i), efek samping terapi kanker ditandai dengan klien mengatakan nyeri, klien sul it tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri kelelahan. Tujuan : a. Klien mampu mengotrol nyeri dengan melakukan aktifitas b. Melaporkan nyeri yang dialaminya c. Mengikuti program pengobatan d. Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui akti fitas yang mungkin Kriteria Hasil : nyeri klien berkurang Intervensi Rasional 1. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas. 2. Evaluasi terapi: Pembedahan, radiasi, kemoterapi, bioterapi, ajarkan kli en dan keluarga tentang cara menghadapinya. 3. Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktifitas menyenangkan seperti m endengarkan music atau nonton TV. 4. Menganjurkan tehnik pengangan stress (tehnik relaksasi, visualisai, bimb ingan), gembira dan berikan sentuhan terapeutik. 5. Evaluasi nyeri dan berikan pengobatan bila perlu 1. Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakn asuhan. 2. Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau m alah menyebabkan komplikasi. 3. Untuk meningkatkan kenyamanan dan mengalihkan a nyeri. perhatian klien dari ras

4. Meningkatkan kontol diri atas efek samping dengan dan ansietas.

menurunkan stress

5. Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sejauh mana klien mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan klien akan obat-oba tan anti nyeri. 2. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hiperm etabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekuensi kemoterapi, radiasi, pembed ahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emosional distr ess, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri ditandai dengan klien mengatakan i ntake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap 20 % atau lebih di bawah ideal, penuru nan massa otot dan lemak subkutan, konstipasi, abdominal cramping. Tujuan : a. Klien menunjukkan berat badan stabil, hasil lab normal dan tidak ada tan da malnutrisi Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat b. Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyak itnya c. Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyak itnya Kriteria Hasil : berat badan klien stabil. Intervensi Rasional 1. Monitor intake makanan setiap hari, apakah klien makan sesuai dengan keb utuhannya. 2. Timbang dan ukur berat badan, ukur trisep serta amati penurunan berat ba dan. 3. Kaji pucat, dan penyembuhan yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis. 4. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake ca iran yang adekuat. anjurkan pula makanan kecil untuk klien. 5. Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. hindarkan makan an yang terlalu manis, lemak dan pedas. 1. 2. en. 3. 4. Memberikan informasi tentang status gizi klien. Memberikan informasi tentang penambahan dan Menunjukkan keadaan gizi klien yang buruk. Kalori merupakan sumber energy. penurunan berat badan kli

5. Mencegah mual muntah, distensti berlebihan, dyspepsia yang menyebabkn pe nurunan nafsu makan seta mengurangi stimulus berhaya yang dapat meningkatkan ansietas. 3. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubu ngan dengan kurangnya informasi, interprestasi, keterbatasan kognitif ditandai d engan sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akur at dalam mengikuti intruksi/pencegahan komplikasi. Tujuan : a. Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pa da tingkatan siap b. Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alas an mengikuti prosedur tersebut.

c. Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengobatan. d. Bekerja sama dalam pengobatan. Kriteria Hasil : pengetahuan klien tentang penyakit bertambah. Intervensi Rasional 1. Review pengertian klien dan keluarga tentang pengobatan dan akibatnya 2. Tentukan persepsi klien tentang kanker dan pengobatannya 3. Membantu klien dalam memahami proses keperawatan 4. Berikan bimbingan kepada klien / sebelum mengikuti prosedur pengobatan, terapi yang lama dan pengobatan, komplkasi 5. Anjurkan klien memberikan umpan balik verbal dan mengoreksi miskonsepsi tentang penyakitnya

1. Menghindari adanya duplikasi dan pengurangan terhadap pengetahuan klien 2. Ceritakan kepada klien tentang pengalaman klien yang lain yang mendertia kanker. 3. Membantu klien dalam memahami proses penyakit 4. Jujur pada klien

5. Mengetahui sampai sejauh mana pemahaman klien dan keluarga mengenai peny akit klien. 4. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek sam ping kemoterapi dan radiasi atau radioterapi. Tujuan : a. Membran mukosa tidak menunjukkan kerusakan, terbebas dari inflasmasi dan ulerasi b. Klien mengungkapkan faktor penyebab secara verbal c. Klien mampu mendemontrasikan tehnik mempertahankan/menjaga Kriteria Hasil : membran mukosa klien tidak menunjukkan kerusakan. Intervensi Rasional 1. kaji kesehatan gigi dan mulut pada saat pertemuan dengan klien dan secar a periodic 2. Kaji rongga mulut setiap hari, amati perubahan membran mukosa.Amati tand a terbakar di mulut, perubahan suara, rasa kecap dan kekentalan ludah. 3. Diskusikan dengan klien tentang metode pemeliharaan oral hygiene 4. Intruksikan perubahan pola diet misalnya hindari makanan panas, pedas, a sam, hindarkan makanan yang keras. 5. Amati dan jelaskan pada klien tentang tanda superinfeksi oral. 1. Mengkaji proses penyembuhan dan tanda tanda dan infeksi memberikan infor masi penting untuk mengembangkan rencana keperawatan. 2. Masalah dengan kesehatan mulut mempengaruhi pemasukan makanan dan minuma n.

3. 4.

Mencari alternatif lain mengenai pemeliharaan mulut dan gigi. Mencegah rasa tidak nyaman dan iritasi lanjut pada membran mukosa.

5. Agar klien mengetahui dan segera memberitahu apabila ada tanda-tanda ter sebut. 5. Cemas/ takut berhubungan dengan situasi krisis (pre op), perubahan keseh atan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pem isahan dengan keluarga ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan mengekspr esikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat, kemampuan menolon g diri, stimulasi simpatetik. Tujuan : a. Klien dapat mengurangi rasa cemas b. Rileks dan dapat melihat dirinya secara objektif c. Menunjukkan koping yang efektif sertamampu berpartisipasi dalam pengobat an Kriteria Hasil : cemas klien berkurang Intervensi Rasional 1. Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya. 2. Berikan informasi tentang prognosis secara akurat.

3. Berikan kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, k onfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai 4. Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping, bantu klien ,mempersiapkan diri dalam pengobatan 5. Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi social, ketidak berdayaan dll. 1. Data-data mengenai pengalaman klien sebelumnya akan memberikan dasar u ntuk penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi 2. Pemberian informasi dapat membantu klien dalam memahami proses penyakitn ya. 3. Dapat menurunkan kecemasan klien.

4. gnya

Membantu klien dalam memahami kebutuhan utuk pengobatan dan efek sampin

5. Mengetahui dan menggali pola koping serta mengatasi atau memberikan solu si dalam upaya meningkatkan kekuatan dalam mengatasi kecemasan.

6.Resiko tinggi kurangnya volume cairan b.d output yang tidak normal(vomiting,di are)hiper metabolik ,kurangnya intake Tujuan :klien menunjukan keseimbangan cairan dengan tanda vital normal tidak ter lihat membrane mukosa terjadi gangguan ,turgor kulit bagus capillary feril norma l,urine output normal Criteria hasil:setelah di lakukan asuhan keperawatan selama 1x 24 jam kebutuhan cairan terpenuhi. Intervensi

rasionalisasi 1.monitor intake dan output termasuk keluaran yang tidak normal seperti emisis d iare dan drainase luka.hitung keseimbangan selama 24 jam 1.pemasukan yang tidak adekuat yang dapat menyebabkan hipovolemi 2.timbang berat badan bila di perlukan 2.dengan memonitor berat badan dapat di ketahui ketidak seimbangan cairan 3.monitor tanda tanda vital,evaluasi pulse peripheral,capillary refill 3.tanda tanda hipovolomia segara di ketahuidengan adanya takikardi,hipotensi dan suhu tubuh yang meningkat berhubungan dengan dehidrasi. 4.kaji turgor kulit dan membran mukosa.catat keadaan kehausan pada klien 4.dengan mengetahui tanda tanda dehidrasi dapat mencegah terjadinya hipovolemia 5.observasi kemungkinan perdarahan seperti perlukaan pada membrane mukosa,luka b edah,adanya ekimosis dan pethekia 5.segera di ketahui adanya perubahan keseimbangan volume cairan .

DAFTAR PUSTAKA Smeltzer C, Suzanne, Bare G Brenda, 2001. Keperawatan medikal bedah. edisi 8, vo lume 2 EGC, Jakarta. Doengoes, Marllyn. 2000. Rencana asuhan keperawatan.Edisi 3. EGC. Jakarta Hotma Rumahorbo, Skb ( Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem endokrin) . EGC. Patofisiologi (Konsep klinis proses-proses penyakit) Edisi 6

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ca VESIKA URINARI Disusun Oleh : WAHYU WIDIYASTUTI (P27220010160) KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA JURUSAN KEPERAWATAN 2010/2011

KONSEP DASAR PENYAKIT A. Definisi Neoplasma adalah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus menerus secara terbatas, tidak berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya da n tidak berguna bagi tubuh (dr. Achmad Tjarta dalam nurse87, 2009). Kanker adalah Istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan gangguan pertumbuh an selular dan merupakan kelompok penyakit dan bukan hanya penyakit tunggal (Mar ilynn E. Doenges dalam nurse87, 2009) Cancer adalah Istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan malignan dalam setia p bagian tubuh. Pertumbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit dan berkembang dengan mengorbankan manusia yang menjadi hospesnya. Sedangkan Carsinoma adalah pertumbuhan kanker pada jaringan epitel.(Sue Hinchlif dalam nurse87, 2009). Buli buli adalah tempat penampungan urine yang berasal dari ginjal. Kanker buli-buli adalah tumor ganas yang didapatkan dalam buli-buli (kandung kem ih) (nurse87, 2009) Dinding vesika urinaria dilapisi oleh sel transisional dan sel skuamosa. Lebih d ari 90% kanker vesika urinaria berasal dari sel transisional dan disebut karsino ma sel transisional, sisanya adalah karsinoma sel skuamosa. B. Etiologi Penyebab yang pasti dari kanker vesika urinaria tidak diketahui. Tetapi peneliti an telah menunjukkan bahwa kanker ini memiliki beberapa faktor resiko: 1. Usia, resiko terjadinya kanker kandung kemih meningkat sejalan dengan pertambahan usia. 2. Merokok,merupakan faktor resiko utama 3. Lingkungan kerja Beberapa pekerja memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita kanker ini ka rena di tempatnya bekerja ditemukan bahan-bahan karsinogenik (penyebab kanker). Misalnya pekerja industri karet, kimia, kulit. 4. Infeksi, terutama infeksi parasit (skistosomiasis). 5. Pemakaian siklofosfamid atau arsenik untuk mengobati kanker dan penyakit lainnya.\ 6. Ras, orang kulit putih memiliki resiko 2 kali lebih besar, resiko terkec

il terdapat pada orang Asia.Pria, memiliki resiko 2-3 kali lebih besar. 7. Riwayat keluarga Orang-orang yang keluarganya ada yang menderita kanker kandung kemih memiliki re siko lebih tinggi untuk menderita kanker ini. Peneliti sedang mempelajari adanya perubahan gen tertentu yang mungkin meningkatkan resiko terjadinya kanker ini. C. Anatomi dan fisiologi 1. Anatomi sistem perkemihan Sistem perkemihan atau sistem urinaria terdiri atas , dua ginjal, yang fungsinya membuang limbah dan substansi berlebihan dari darah, dan membentuk kemih, dan d ua ureter, yang mengangkut kemih dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria), maka kandung kemih ini berfungsi sebagai reservoar bagi kemih , dan uretra, yan g mengantar kemih dari kandung kemih keluar tubuh sewaktu berkemih. Setiap hari ginjal menyaring 1700 L darah. Setiap ginjal mengandung lebih dari 1 juta nefron , yaitu satuan fungsional ginjal ini lebih dari cukup untuk tubuh, bahkan satu g injal pun sudah mencukupi. Pembentukan kemih pada garis besarnya, pertama, merek a menyaring air dan bahan terlarut dari darah. Kedua, secara selektif mengadakan reabsorbsi sebagian zat kembali kedarah. Setiap harinya rata-rata seorang dewas a memasukkan 2,7 L air. Sebagian besar dari minuman dan makanan. Normalnya sejumlah air yang sama dikeluarkan, seperti berupa insensible Losser melalui paru dan kulit, sisanya berupa kemih dan tinja. Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira-kira 12 cm dan lebar 2,5 cm pada bag ian paling tebal. Ginjal terletak retroperitoneal dibagian belakang abdomen. Gin jal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena ada hepar disisi kanan. Ginjal berbentuk kacang, dan permukaan medialnya yang cekung disebut hilus renal , yaitu tempat masuk dan keluarnya sejumlah saluran, seperti pembuluh darah, pem buluh getah bening, saraf dan ureter. Ujung ureter, yang berpangkal diginjal, berbentuk corong lebar dan disebut pelvi s renalis/renal. Pelvis renis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor yang masing-masing bercabang membentuk kaliks minor. Kaliks minor menampung urine yan g terus menerus keluar dari papilla. Dari kaliks minor urine masuk kekaliks mayo r, kepelvis renis, kemudian ke ureter, sampai akhirnya ditampung didalam kandung kemih (vesika urinaria) kalau sedang kosong atau terisi sebagian, kandung kemih ini terletak didalam pelvis, bila terisi lebih dari setengahnya teraba diatas p ubis. Uretra pria panjang 18-20 cm dan bertindak sebagai saluran untuk sistem re produksi maupun perkemihan. Pada wanita panjang uretra kira-kira 4 cm dan bertin dak hanya sebagai system Perkemihan. Uretra mulai pada orifisium uretra internal dari kandung kemih dan berjalan turun dibelakang simpisis pubis melekat ke dind ing anterior vagina. Terdapat sfinter internal dan external pada uretra, sfingte r internal adalah involunter dan external dibawah kontrol volunter kecuali pada bayi dan pada cedera 2. Fisiologi sistem perkemihan a. Mekanisme pembentukan urin Terdapat tiga proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin,proses tersebut berupa filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Pada saat d arah mengalir melalui glomerulus, terjadi filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsul bowman, proses ini yang dikenal sebagai filt rasi glomerulus, yang merupakan langkah pertama dalam pembentukan urin. Setiap h ari terbentuk rata-rata 180 liter filtrate glomerulus. Pada saat filtrate mengal ir melalui tubulus, zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke plasma ka piler peritubulus. Perpindahan bahan bahan yang bersifat selektif dari bagian da lam tubulus(lumen tubulus) kedalam darah ini disebut sebagai reabsorbsi tubulus. Zat zat yang direabsorbsi tidak keluar dari tubuh melalui urin tetapi diangkut oleh kapiler peritubulus ke system vena dan kemudian ke jantung untuk kembali di edarkan. Sekresi tubulus yang mengacu pada perpindahan selektif zat-zat dari dar ah kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus, merupakan rute kedua bagi zat dar i darah untuk masuk ke dalam tubulus ginjal. Cara pertama zat berpindah dari pla sma ke dalam lumen tubulus melalui filtrasi glomerulus/ namun hanya sekitar bowm an, 80% sisanya terus mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler peritubu lus. Eksresi urin mengacu pada eliminasi zat zat dari tubuh di urin. Proses ini

bukan suatu proses terpisah, tetapi merupakan hasil dari ketiga proses utama. Se mua konstituen plasma yang mencapai tubulus yaitu yang difiltrasi atau disekresi tetapi tidak direabsorbsi akan tetap berada dalam tubulus dan mengalir ke pelvi s ginjal untuk disekresikan sebagai urin. b. Filtrasi Glomerulus Cairan yang difiltrasi dari glomerulus kedalam kapsul bowman harus melewati tiga lapisan yang membentuk membrane glomerulus yaitu: a) Dinding kapiler glomerulus b) Lapisan gelatinosa aseluler yang dikenal sebagai membrane basal c) Lapisan dalam kapsul bowman. Secara kolektif ketiga lapisan tersebut berfungsi sebagai saringan molekul halus yang menahan sel darah merah dan protein plasma tetapi melewatkan H2O dan zat t erlarut lainnya. Faktor yang berperan dalam Filtrasi untuk melaksanakan filtrasi glomerulus harus terdapat suatu gaya yang mendorong sebagian plasma dalam glomerulus menembus lubang-lubang membrane glomerulus. Dal am perpindahan cairan tidak terdapat mekanisme transportasi aktif atau pemakaian energy local tetapi disebabkan oleh gaya-gaya fisik pasif yang mirip dengan gay a yang terdapat di kapiler tubuh lainnya. Kecuali dua perbedaan penting yaitu ka piler glomerulus jauh lebih permeable dibandinkan dengan kapiler di tempat lain dan keseimbangan gaya-gaya di kedua sisi membrane glomerulus sehingga filtrasi b erlangsung di keseluruhan panjang kapiler. Terdapat tiga gaya fisik yang terliba t dalam filtrasi glomerulus yaitu : a) Tekanan darah kapiler glomerulus b) Tekanan osmotic koloid plasma c) Tekanan hidrostatik kapsul bowman. Tekanan darah kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang ditimbulkan oleh dar ah di dalam kapiler glomerulus yang akhirnya bergantung pada kontraksi jantung d an resistensi arteriol aferen dan eferen terhadap aliran darah. Tekanan darah ka piler glomerulus, diperkirakan bernilai rata-rata 55 mmHg, lebih tinggi dari pad a tekanan darah kapiler di tempat lain. Tekanan ini cenderung mendorong cairan k eluar dari glomerulus untuk masuk ke kapsul bowman. Sementara tekanan darah kapi ler glomerulus mendorong filtrasi kedua gaya lain yaitu tekanan osmotic koloid p lasma dan tekanan hidrostatik kapsul bowman melawan filtrasi. Tekanan osmotik ko loid plasma sekitar 30 mmHg ditimbulkan oleh distribusi protein protein plasma y ang tidak seimbang di kedua sisi membrane glomerulus. Cairan di dalam kapsul bow man menimbulkan tekanan hidristatik yang diperkirakan sekitar 15 mmHg yang cende rung mendorong cairan keluar dari kapsul bowman, melawan filtrasi cairan dari gl omerulus ke dalam kapsul bowman. dengan tekanan yang rendah menyebabkan adanya p roses filtrasi dan reabsorbsi Dikutip dari kepustakaan 3 Laju Filtrasi Glomerulu s (GFR) Terdapat ketidakseimbangan gaya gaya yang bekerja melintasi glomerulus. Gaya total yang mendorong filtrasi adalah 55 mmHg, dan jumlah total gaya yang me lawan filtrasi adalah 45 mmHg. Perbedaan netto yang mendorong filtrasi (10mmHg) disebut tekanan filtrasi netto. Laju filtrasi glomerulus bergantung tidak saja p ada tekanan filtrasi netto tapi juga pada luas permukaan glomerulus dan seberapa permeabelnya membrane glomerulus. Sifat-sifat membrane glomerulus ini disebut s ebagai koefisien filtrasi (Kf). dengan demikian 1,3 GFR = Kf x tekanan filtrasi netto c. Pengontrolan GFR Tekanan filtrasi netto yang bertanggung jawab menginduksi filtrasi glomerulus di timbulkan oleh ketidakseimbangan gaya gaya fisik yang saling bertentangan antara plasma kapiler glomerulus dan cairan kapsul bowman, perubahan pada salah satu d ari gaya fisik ini akan mempengaruhi GFR. Berbeda dengan tekanan darah kapiler g lomerulus yang dapat dikontrol untuk menyesuaikan GFR dalam memenuhi kebutuhan t ubuh. GFR dikontrol oleh dua mekanisme yang dapat menyesuaikan aliran darah glom erulus dengan mengatur kaliber dan resistensi arteriol aferen.keduanya adalah ot

oregulasi dan control simpatis ekstrinsik1. Otoregulasi GFR Ginjal dapat, dalam batas batas tertentu, mempertahankan aliran darah kapiler gl omerulus yang konstan walaupun terjadi perubahan tekanan arteri. Ginjal melakuka nnya dengan mengubah tekanan arteri caliber arteriol aferen, sehingga resistensi terhadap aliran darah melalui pembuluh ini dapat disesuaikan. Mekanisme pasti y ang bertanggung jawab melaksanakan respon otoregulasi ini masih belum sepenuhnya dipahami. Saat ini diperkirakan dua mekanisme yaitu mekanisme miogenik dan meka nisme umpan balik tubule-glomerulus. d. Mekanisme miogenik Otot polos vaskuler arteriol berkontraksi secara inheren sebagai respons terhada p peregangan yang menyertai peningkatan tekanan di dalam pembuluh. Dengan demiki an arteriol aferen secara otomatis berkonstriksi sendiri jika teregang karena te kanan arteri meningkat. Respon ini membatasi aliran darah ke dalam glomerulus ke tingkat normal walaupun tekanan arteri meningkat. Sebaliknya arteriol aferen ye ng tidak teregang akan melemas sehingga aliran darah ke dalam glomerulus meningk at walaupun terjadi penurunan tekanan arteri1. e. Mekanisme umpan balik tubule-glomerulus Mekanisme ini melibatkan apparatus jukstaglomerulus yaitu kombinasi khusus sel-s el tubulus dan vaskuler di daerah nefron tempat tubulus. Sel-sel macula densa me ndeteksi perubahan kecepatan aliran cairan di dalam tubulus yang melewati mereka . Apabila GFR meningkat akibat peningkatan tekanan arteri, cairan yang difiltras i akan mencapai tubulus distal lebih banyak dari pada normal. Sebagai respon sel sel macula densa memicu pengeluaran zat zat kimia vasoaktif dari apparatus juks taglomerulus yang kemudian menyebabkan konstriksi arteriol aferen dan menurunkan aliran darah glomerulus serta memulihkan GFR ke normal. Beberapa zat kimia berh asil di identifikasi , sebagian adalah vasokonstriktor (endotelin) dan sebagian lainnya vasodilator (bradikinin) tetapi kontribusi mereka masih perlu ditentukan lebih lanjut. Melalui apparatus juksteglomerulus, tubulus nefron mampu memantau laju perpindahan cairan didalamnya dan menyesuaikan GFR keseperlunya. Mekanisme umpan balik tubule-glomerulus ini dimulai oleh tubulus untuk membantu setiap ne fron mengatur kecepatan filtrasi melalui glomerulus masing-masing. Kontrol Simpatis Ekstrinsik GFR Selain mekanisme otoregulasi intrinsic yang dira ncang untuk menjaga agar GFR konstan,GFR juga dapat diubah-ubah secara sengaja o leh mekanisme control ekstrinsik yang mengalahkan respons otoregulasi. Control e kstrinsik atas GFR, yang diperantarai oleh masukan system saraf simpatis ke arte riol aferen, ditujukan untuk mangetur tekanan darah arteri, system saraf parasim patis tidak menimbulkan pengaruh apapun pada ginjal. Jika volume plasma menurun, tekanan darah arteri yang kemudian menurun akan dideteksi oleh baroreseptor ark us aorta dan sinus karotis yang mengawali reflex saraf untuk meningkatkan tekana n darah ke tingkat normal. Respons reflex ini dikoordinasikan oleh pusat control kardiovaskuler di batang otak dan terutama diperantarai oleh peningkatan aktivi tas simpatis ke jantung dan pembuluih darah. GFR berkurang akibat respons reflex baroreseptor terhadap penurunan tekanan darah. Selama reflex ini, terjadi vasok onstriksi yang di induksi oleh system simpatis di sebagian besar arteriol tubuh sebagai mekanisme kompensasi untuk meningkatkan resistensi perifer total. Sebali knya jika tekanan darah meningkat, baroreseptor akan mendeteksi peningkatan teka nan darah, aktivitas vasokonstriktor simpatis ke arteriol-arteriol termasuk arte riol aferen secara reflex berkurang sehingga terjadi vasodilalatasi arteriol. Ka rena darah yang masuk ke glomerulus malalui arteriol aferen yang berdilatasi leb ih banyak, tekanan darah kapiler glomerulus meningkat dan GFR juga meningkat. f. Reabsorbsi Tubulus Reabsorbsi tubulus adalah suatu proses yang sangat selektif. Setiap bahan yang d ireabsorbsi adalah jumlah yang diperlukan untuk mempertahankan komposisi dan vol ume lingkungan cairan internal yang sesuai. Tubulus memilik ketebalan satu lapis an sel dan terletak berdekatan dengan kapiler peritubulus di dekatnya. Untuk dap at direabsorbsi suatu bahan harus harus melewati lima sawar terpisah a) Bahan tersebut harus meninggalkan cairab tubulus dengan melintasi membrane lu minal sel tubulus

b) Bahan tersebut harus berjalan melewati sitosol dari satu sisi sel tubulus ke sisi lainnya c) Bahan tersebut harus menyebrangi membrane basolateral sel tubulus untuk masuk ke cairan interstisium d) Bahan tersebut harus berdifusi melintasi cairan interstisium e) Bahan tersebut harus menembus dinding kapiler untuk masuk ke plasma darah Kes eluruhan langkah langkah tersebut dikenal sebagai transportasi transepitel. g. Reabsorbsi Natrium reabsorbsi natrium bersifat unik dan kompleks. Delapan puluh persen dari kebutuh an energy total ginjal digunakan untuk transportasi Na+.1 a) Reabsorbsi natrium di tubulus proksimal berperan penting dalam reabsorbsi glu kosa, asam amino,H2O,Cl-, dan urea b) Reabsorbsi natrium di lengkung henle, bersama dengan reabsorbsi Cl-, berperan penting dalam kemampuan ginjal menhasilkan urin dengan konsentrasi dan volume y ang berbeda-beda, bergantung pada kebutuhan untuk menyimpan atau membuang H2O c) Reabsorbsi natrium di bagian distal nefron bersifat variable dan berada di ba wah control hormone, menjadi penting dalam mengatur volume CES. Reabsorbsi terse but juga berkaitan dengan sekresi K- dan H+ Langkah aktif pada reabsorbsi Na+ melibatkan transport akif Na+K+ATPase yang ter letak di membrane basolateral sel tubulus. transport ini merupakan pembawa yang sama dengan yang terdapat di semua sel dan secara aktif megeluarkan Na+ dari sel . Ginjal mensekresikan hormone renin sebagai respons terhadap penuruna NaCl,volu me CES, dan tekanan darah arteri. Renin mengaktifkan angiotensinogen menjadi ang iotensin I,kemudian dengan angiotensin converting enzim yang diproduksi di paru angiotensin I diubah menjadi angiotensin II yang dapat merangsang korteks adrena l untuk mensekresikan hormone aldosteron yang dapat merangsang reansorbsi Na+ ol eh tubulus distal dan tubulus pengumpul melalui dua cara sebagai berikut : a) Mereka terlibat dalam pembentukan saluran Na+ di membrane luminal sel tubulus distal dan pengumpul sehingga meningkatkan perpindahan pasif Na+ dari lumen ke dalam sel. b) Menginduksi sintesis pembawa Na+K+ATPase yang disisipkan ke dalam membrane ba solateral sel-sel tersebut. Hasil akhirnya adalah peningkatan reabsorbsi Na+. Ion klorida mengikuti secara p asif sesuai gradient listrik yang tercipta oleh reabsorbsi aktif Na+.1 Reabsorbs i Glukosa Sejumlah besar molekul organic yang mengandung nutrisi misalnya glukos a dan asam amino difiltrassi setiap harinya karena zat zat ini secara normal dir eabsorbsi secara total kembali ke darah oleh mekanisme yang bergantung energy da n Na+ yang terletak di tubulus proksimal. Konsentrasi glukosa normal dalam plasm a adalh 100 mg glukosa/100 ml plasma. Glukosa dan asam amino diangkut melalui pr oses transportasi aktif sekunder . gradient konsentrasi Na+ lumen ke sel-sel yan g diciptakan oleh pompa Na+K+ATPase basolatreal yang memerlukan energy ini menga ktifkan system kontransportasi ini dan menarik molekul molekul organic melawan g radient konsentrasi mereka tanpa secara langsung menggunakan energy. Pada dasarn ya glukosa dan asam amino mendapat tumpangan gratis dari proses reabsorbsi Na+ y ang mengunakan energi.1 h. Reabsorbsi urea Reabsorbsi pasif urea juga secara tidak langsung berkaitan dengan reabsorbsi akt if Na+. reabsorbsi H2O yang diinduksi secara osmotic di tubulus proksimal yang s ekunder terhadap reabsorbsi aktif Na+ menimbulkan gradient konsentrasi untuk ure a yang mendorong reabsorbsi pasif zat sisa bernitrogen ini. Konsentrasi urea sew aktu difiltrasi di glomerulus setara dengan konsentrasinya di dalam plasma yang memasuki kapiler peritubulus. Namun jumlah urea yang terdapat di dalam 125 ml ca iran filtrasi di permulaan tubulus proksimal mengalami pemekatan hamper tiga kal i lipat, akibatnya konsentrasi urea di dalam cairan tubulus menjadi jauh lebih b esar daripada konsentrasi urea dalam plasma kapiler-kapiler di sekitarnya. Denga n demikian tercipta gradient konsentrasi agar urea secara pasif berdifusi dari l umen tubulus ke dalam plasma kapiler peritubulus i. Sekresi tubulus

Semua zat yang masuk ke cairan tubulus, baik melalui filtrasi glomerulus maupun sekresi tubulus dan tidak direabsorbsi akann dieliminasi di urin. Sekresi tubulu s melibatkan transportasi transepitel seperti yang dilakukan reabsorbsi tubulus, tetapi langkah-langkahnya berlawanan arah. Seperti reabsorbsi, sekresi dapat ak tif atau pasif. Bahan yang paling penting disekresikan oleh tubulus adalah ion H +,ion K+, serta anion dan kation organic yang banyak diantaranya adalah senyawasenyawa asing bagi tubuh. Sekresi ion kalium ditubulus distal dan pengumpul diga bungkan dengan reabsorbsi Na+ melalui pompa Na+K+ basolateral yang bergantung en ergy. Pompa ini tidak saja memindahkan Na+ ke luar keruang lateral tetapi juga m emindahkan K+ ke dalam sel tubulus. Konsentrasi K+ intrasel yang meningkat mendo rong difusi K+ dari sel ke dalam lumen tubulus. Perpindahan menembus lumen membr ane luminsal berlangsung secara pasif melalui sejumlah besar saluran K+ yang ter dapat di sawar tersebut. Beberapa factor mampu mengubah kecepatan sekresi K+,yan g paling penting adalah hormone aldosteron, yang merangsang sekresi K+ oles sel sel tubulus di bagian akhir nefron secara simukltan untuk meningkatkan reabsorbs i Na+ oleh sel-sel tersebut. Peningkatan konsentrasi K+ plasma secara langsung m erangsang korteks adrenal untuk meningkatkan keluaran aldosteronnya, yang kemjud ian mendorong sekresi dan eksresi kelebihan K+ . Sebaliknya, penurunan konsentra si K+ plasma menyebabkan reduksi sekresi aldosteronh sehingga sekresi K+ oleh gi njal yang dirangsang oleh aldosteron juga berkurang. j. Eksresi dan pemekatan urin Biasanya dari 125 ml plasma yang difiltrasi permenit,124 ml/menit direabsorbsi, sehingga jumlah akhir urin yang terbentuk rata-rata adalah 1 ml/menit. Dengan de mikian urin yang dieksresikan perhari adalah 1,5 liter dari 180 liter yang difil trasi. Urin mengandung berbagai produk sisa dengan konsentrasi tinggi ditambah s ejumlah bahan, dengan jumlah bervariasi yang diatur oleh ginjal dan kelebihan ak an dikeluarkan melalui urin. Osmolaritas CES bergantung pada jumlahh relative H2 O dibanding dengan zat terlarut. Secara umum,osmolaritas CES sama di seluruh tub uh. Ginjal tidak dapat mengeksresi urin dengan konsentrasi yang lebih tinggi ata u lebih remdah dari pada cairan tubuh. Pada cairan intertisium medulla kedua gin jal terdapat gradien osmotic vertikel besar. Konsentrasi cairan intertisium seca ra progresif meningkat dari batas korteks turun ke kedalamn medulla ginjal sampa i mencapai maksimum 1.200mosm/l pada manusia ditaut dengan pelvis ginjal. Gradie nt osmotic vertical ini bersifat konstan tanpa bergantung pada keseimbangan cair an tubuh. Adanya gradient ini memungkinkan ginjal menghasilkan urin dengan konse ntrasi antara 100 sampai 1.200 mosm/l1 Tidak seperti tubulus proksimal, bagian awal tubulus pengumpul bersifat impermea ble terhadap urea. Akibatnya,urea secara progresif lebih pekat di segmen ini kar ena H2O direabsorbsi oleh keberadaan vasopressin. Urea tidak dapat keluar mengik uti penurunan gradient konsentrasi karena segmen ini impermeable terhadap urea. Urea berdifusi keluar dibagian terakhir tubulus pengumpul mengikuti penurunan gr adient konsentrasinya kedalam cairan intertisium dan bagian dasar lengkung henle karena segmen-segmen tubulus ini permeable terhadap urea. Vasopressin meningkat kan permeabilitas bagian akhir tubulus pengumpul terhadap urea. Masuknya urea ke dalam cairan intertisium ikut menentukan hipertonisitas medulla di medulla bagia n dalam. Sewaktu cairan tubulus mengalir melalui pars ascendens dan tubulus dist al, urea tidak dapat keluar karena segmen ini impermeable terhadap urea. Dengan demikian urea tidak dapat berdifusi keluar walaupun cairan melewati daerah denga n konsentrasi ura yang lebih rendah. Konsentrasi urea cairan tubulus semakin men ingkat karena air direabsorbsi sewaktu cairan sekali lagi memasuki bagian awal t ubulus pengumpul. Dengan demikian apabila terjadi sekresi vasopressin akibat def icit H2O, daur ulang urea ini secara progresif memekatkan urea di dalam vairan t ubulus yang dieksresikan sebagai urin. k. Proses Berkemih Setelah dibentuk oleh ginjal, urin disalurkan melalui ureter ke kandung kemih,al iran urin di ureter tidak semata-mata bargantung pada gaya tarik bumi. Kontraksi peristaltic otot polos di dinding urethra juga mendorong urin bergerak maju dar i ginjal ke kandung kemih. Ureter menembus kandung kemih secara obliq, melalui d

inding kandung kemih beberapa sentimeter sebelum bermuara di rongga kandung kemi h. Susunan anatomis seperti ini mencegah aliran balik urin dari kandung kemih ke ginjal apabila terjadi peningkatan tekanan di kandung kemih.

Pathway buli-buli - pekerja di pabrik kimia, laboratorium - Perokok yang mengandung amin aromatic - Infeksi saluran Kemih - Kopi, pemanis buatan - Terlalu banyak mengunakan obat-obatan Ca. Buli-buli

Oklusi ureter/Pelvic Renal

Metastase

Infeksi Sekunder - Panas waktu kening - Merasa panas dan tubuh lemah - Kencing bercampur darah (Hematuria)

Invasi pada bladder

Hydronefrosis - Nyeri Suprapubik - Nyeri Pinggang

retensi urine: sulit/sukar kencing

Nyeri

Nyeri Ginjal membesar

Penatalaksanaan ______________________________________________________________

Operasi

Kemoterapi

Tak adekuat terapi

Resti Infeksia

Cemas

__________________________________________________________

Resti kerusakan membran mulut

Resti kurangya volume cairan

D. Manifestasi klinis Gejalanya bisa berupa: 1. Hematuria (adanya darah dalam kencing) 2. Rasa terbakar atau nyeri ketika berkemin 3. Desakan untuk berkemih 4. Sering berkemih terutama malam hari dan pada fase selanjutnya sukar kencin g 5. Badan terasa panas dan lemah 6. Nyeri pinggang karena tekanan saraf 7. Nyeri pada satu sisi karena hydronefrosis Gejala dari kanker vesika uranaria menyerupai gejala infeksi kandung kemih (siti tis) dan kedua penyakit ini bisa terjadi secara bersamaan. Patut dicurigai suatu kanker jika dengan pengobatan standar untuk infeksi, gejal anya tidak menghilang. E. Penatalaksanaan Medis Faktor-faktor yang mempengaruhi rencana pengobatan mliputi jenis tumor, kedalam invasi tumor dalam kandung kemih, penyebaran penyakit, dan keadan umum klien. Fa ctor-faktor tersebut penting dalam rencana perawatan klien. Reseksi transurethra l (TUR) dan vulgrasi digunakan pada karsinoma insitu atau untuk lesi permukaan y

ang kecil. Karena kecepatan kambuhnya tinggi, kemoterapi intravesikal atau immun oterapi mungkin dianjurkan. Tiopeta, mitomicin, dan doksorubinsin adalah agen ya ng telah digunakan untuk pengobatan intravesikal. Terapi laser juga sebuah terap i yang mungkin untuk klien dengan lesi kecil. Reseksi kandung kemih segmental di gunakan untuk tumor besar dan tunggal pada puncak kandung kemih atau dinding lat erala atau untuk adenokarsinoma. Ketika tumor itu incasif atau tidak dapat ditangani atau dikontrol dengan pendek atan yang konservatif, sistektomi adalah pengobatan pilihan. Sistektomi sederhan a pada seorang pria meliputi pengangkatan kandung kemih, prostate dan vesicaurin aria; sedangkan pada seorang wanita meliputi pengangkatan kandung kemih dan uret ra. Iversi urinarius setelah sistektomi dapat dicapai dengan menggunakan sebuah segmen ileum untuk membentuk sebuah salauran antara ureter dan abdomen eksternal . Pilihan lain bagi klien mungkin pembentukan reservoir ileum kontinen yang tida k membutuhkan apparatus penampungan eksternal. Terapi radiasi untuk kanker kandung kemih sebagai modalitas penatalaksanaan tung gal, untuk penyakit invasive yang mempeunyai kemungkinan sembuh rta-rata 16-30%, ini lebih rendah daripada penatalaksanaan sistektomi, tetapi radiasi dapat digu nakan pada klien yang tidak ditangani dengan pembedahan. Tidak ada regimen kemot erapi pasti yang telah dianjurkan untuk pengobatan kanker kemih tahap lanjut. F. Pemeriksaan Diagnostik 1. Tidak ada tes screening dini yang akurat untuk menemukan penyakit ini, na mun dapat dilakukan sitologi urine untuk melihat adanya sel kanker. Lavase kandu ng kemih dengan salin mungkin akurat. Aliran sitometri dari urine untuk memeriks a ploidi DNA. Pielogram IV untuk mengevaluasi traktus urinarius bagian atas dan pengisian kandung kemih. Biopsy pada daerah yang dicurigai. 2. Pemeriksaan air kemih menunjukkan adanya darah dan sel-sel kanker. 3. Sistografi atau urografi intravena bisa menunjukkan adanya ketidakteratur an pada garis luar dinding kandung kemih. 4. USG, CT scan atau MRI bisa menunjukkan adanya kelainan dalam kandung kemi h. 5. Sistoskopi dilakukan untuk melihat kandung kemih secara langsung dan meng ambil contoh jaringan untuk pemeriksaan mikroskopik. 6. Kadang sistoskopi digunakan untuk mengangkat kanker

ASUHAN KAPERAWATAN A. Pengkajian 1. Aktivitas/Istirahat Gejala : Merasa lemah dan letih Tanda : Perubahan kesadaran 2. Sirkulasi Gejala : Perubahan tekanan darah normal (hipertensi) Tanda : Tekanan darah meningkat, takikardia, bradikardia, disritmia 3. Integritas Ego Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian Tanda : Cemas, mudah tersinggung 4. Eleminasi Gejala : Perubahan gejala BAK Tanda : Nyeri saat BAK, Urine bewarna merah 5. Makanan & Cairan Gejala : Mual muntah Tanda : Muntah 6. Neurosensori Gejala : Kehilangan kesadaran sementara (Vertigo) Tanda : Perubahan kesadaran sampai koma, perubahan mental 7. Nyeri/Kenyamanan Gejala : Sakit pada daerah abdomen

Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri 8. Interaksi Sosial Gejala : Perubahan interaksi dengan orang lain Tanda : Rasa tak berdaya, menolak jika diajak berkomunikasi 9. Keamanan Gejala : Trauma baru Tanda :Terjadi kekambuhan lagi 10. Seksualisasi Gejala : Tidak ada sedikitnya tiga silus menstruasi berturut-turut Tanda : Atrofi payudara, amenorea 11. Penyuluhan/Pembelajaran Gejala : Riwayat keluarga lebih tinggi dari normal untuk insiden depresi Tanda : Prestasi akademik tinggi B. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri (kronis) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan j aringan syaraf, infiltrasi system suplai syaraf, obtruksi jalur syaraf, inflamas i), efek samping terapi kanker ditandai dengan klien mengatakan nyeri, klien sul it tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri kelelahan. 2. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hiperm etabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekuensi kemoterapi, radiasi, pembed ahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emosional distr ess, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri ditandai dengan klien mengatakan i ntake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap 20 % atau lebih di bawah ideal, penuru nan massa otot dan lemak subkutan, konstipasi, abdominal cramping. 3. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubu ngan dengan kurangnya informasi, interprestasi, keterbatasan kognitif ditandai d engan sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akur at dalam mengikuti intruksi/ pencegahan komplikasi. 4. Resiko tinggi kerusakan memberan mukosa mulut berhubungan dengan efek sa mping kemoterapi dan radiasi atau radioterapi. 5. Cemas/ takut berhubungan dengan situasi krisis (pre op), perubahan keseh atan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pem isahan dengan keluarga ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan mengekspr esikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat, kemampuan menolon g diri, stimulasi simpatetik. 6. Resiko tinggi kurangnya volume cairan b.d output yang tidak normal(vomit ing,diare)hiper metabolik ,kurangnya intake. C. INTERVENSI

1. Nyeri (kronis) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan j aringan syaraf, infiltrasi system suplai syaraf, obtruksi jalur syaraf, inflamas i), efek samping terapi kanker ditandai dengan klien mengatakan nyeri, klien sul it tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri kelelahan. Tujuan : a. Klien mampu mengotrol nyeri dengan melakukan aktifitas b. Melaporkan nyeri yang dialaminya c. Mengikuti program pengobatan d. Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui akti fitas yang mungkin Kriteria Hasil : nyeri klien berkurang Intervensi Rasional 1. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas. 2. Evaluasi terapi: Pembedahan, radiasi, kemoterapi, bioterapi, ajarkan kli

en dan keluarga tentang cara menghadapinya. 3. Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktifitas menyenangkan seperti m endengarkan music atau nonton TV. 4. Menganjurkan tehnik pengangan stress (tehnik relaksasi, visualisai, bimb ingan), gembira dan berikan sentuhan terapeutik. 5. Evaluasi nyeri dan berikan pengobatan bila perlu 1. Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakn asuhan. 2. Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau m alah menyebabkan komplikasi. 3. Untuk meningkatkan kenyamanan dan mengalihkan a nyeri. perhatian klien dari ras

4. Meningkatkan kontol diri atas efek samping dengan dan ansietas.

menurunkan stress

5. Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sejauh mana klien mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan klien akan obat-oba tan anti nyeri. 2. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hiperm etabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekuensi kemoterapi, radiasi, pembed ahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emosional distr ess, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri ditandai dengan klien mengatakan i ntake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap 20 % atau lebih di bawah ideal, penuru nan massa otot dan lemak subkutan, konstipasi, abdominal cramping. Tujuan : a. Klien menunjukkan berat badan stabil, hasil lab normal dan tidak ada tan da malnutrisi Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat b. Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyak itnya c. Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyak itnya Kriteria Hasil : berat badan klien stabil. Intervensi Rasional 1. Monitor intake makanan setiap hari, apakah klien makan sesuai dengan keb utuhannya. 2. Timbang dan ukur berat badan, ukur trisep serta amati penurunan berat ba dan. 3. Kaji pucat, dan penyembuhan yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis. 4. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake ca iran yang adekuat. anjurkan pula makanan kecil untuk klien. 5. Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. hindarkan makan an yang terlalu manis, lemak dan pedas. 1. 2. en. 3. Memberikan informasi tentang status gizi klien. Memberikan informasi tentang penambahan dan Menunjukkan keadaan gizi klien yang buruk. penurunan berat badan kli

4.

Kalori merupakan sumber energy.

5. Mencegah mual muntah, distensti berlebihan, dyspepsia yang menyebabkn pe nurunan nafsu makan seta mengurangi stimulus berhaya yang dapat meningkatkan ansietas. 3. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubu ngan dengan kurangnya informasi, interprestasi, keterbatasan kognitif ditandai d engan sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akur at dalam mengikuti intruksi/pencegahan komplikasi. Tujuan : a. Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pa da tingkatan siap b. Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alas an mengikuti prosedur tersebut. c. Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengobatan. d. Bekerja sama dalam pengobatan. Kriteria Hasil : pengetahuan klien tentang penyakit bertambah. Intervensi Rasional 1. Review pengertian klien dan keluarga tentang pengobatan dan akibatnya 2. Tentukan persepsi klien tentang kanker dan pengobatannya 3. Membantu klien dalam memahami proses keperawatan 4. Berikan bimbingan kepada klien / sebelum mengikuti prosedur pengobatan, terapi yang lama dan pengobatan, komplkasi 5. Anjurkan klien memberikan umpan balik verbal dan mengoreksi miskonsepsi tentang penyakitnya

1. Menghindari adanya duplikasi dan pengurangan terhadap pengetahuan klien 2. Ceritakan kepada klien tentang pengalaman klien yang lain yang mendertia kanker. 3. Membantu klien dalam memahami proses penyakit 4. Jujur pada klien

5. Mengetahui sampai sejauh mana pemahaman klien dan keluarga mengenai peny akit klien. 4. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek sam ping kemoterapi dan radiasi atau radioterapi. Tujuan : a. Membran mukosa tidak menunjukkan kerusakan, terbebas dari inflasmasi dan ulerasi b. Klien mengungkapkan faktor penyebab secara verbal c. Klien mampu mendemontrasikan tehnik mempertahankan/menjaga Kriteria Hasil : membran mukosa klien tidak menunjukkan kerusakan.

Intervensi Rasional 1. kaji kesehatan gigi dan mulut pada saat pertemuan dengan klien dan secar a periodic 2. Kaji rongga mulut setiap hari, amati perubahan membran mukosa.Amati tand a terbakar di mulut, perubahan suara, rasa kecap dan kekentalan ludah. 3. Diskusikan dengan klien tentang metode pemeliharaan oral hygiene 4. Intruksikan perubahan pola diet misalnya hindari makanan panas, pedas, a sam, hindarkan makanan yang keras. 5. Amati dan jelaskan pada klien tentang tanda superinfeksi oral. 1. Mengkaji proses penyembuhan dan tanda tanda dan infeksi memberikan infor masi penting untuk mengembangkan rencana keperawatan. 2. Masalah dengan kesehatan mulut mempengaruhi pemasukan makanan dan minuma n. 3. 4. Mencari alternatif lain mengenai pemeliharaan mulut dan gigi. Mencegah rasa tidak nyaman dan iritasi lanjut pada membran mukosa.

5. Agar klien mengetahui dan segera memberitahu apabila ada tanda-tanda ter sebut. 5. Cemas/ takut berhubungan dengan situasi krisis (pre op), perubahan keseh atan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pem isahan dengan keluarga ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan mengekspr esikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat, kemampuan menolon g diri, stimulasi simpatetik. Tujuan : a. Klien dapat mengurangi rasa cemas b. Rileks dan dapat melihat dirinya secara objektif c. Menunjukkan koping yang efektif sertamampu berpartisipasi dalam pengobat an Kriteria Hasil : cemas klien berkurang Intervensi Rasional 1. Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya. 2. Berikan informasi tentang prognosis secara akurat.

3. Berikan kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, k onfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai 4. Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping, bantu klien ,mempersiapkan diri dalam pengobatan 5. Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi social, ketidak berdayaan dll. 1. Data-data mengenai pengalaman klien sebelumnya akan memberikan dasar u ntuk penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi 2. Pemberian informasi dapat membantu klien dalam memahami proses penyakitn ya. 3. Dapat menurunkan kecemasan klien.

4. gnya

Membantu klien dalam memahami kebutuhan utuk pengobatan dan efek sampin

5. Mengetahui dan menggali pola koping serta mengatasi atau memberikan solu si dalam upaya meningkatkan kekuatan dalam mengatasi kecemasan.

6.Resiko tinggi kurangnya volume cairan b.d output yang tidak normal(vomiting,di are)hiper metabolik ,kurangnya intake Tujuan :klien menunjukan keseimbangan cairan dengan tanda vital normal tidak ter lihat membrane mukosa terjadi gangguan ,turgor kulit bagus capillary feril norma l,urine output normal Criteria hasil:setelah di lakukan asuhan keperawatan selama 1x 24 jam kebutuhan cairan terpenuhi. Intervensi rasionalisasi 1.monitor intake dan output termasuk keluaran yang tidak normal seperti emisis d iare dan drainase luka.hitung keseimbangan selama 24 jam 1.pemasukan yang tidak adekuat yang dapat menyebabkan hipovolemi 2.timbang berat badan bila di perlukan 2.dengan memonitor berat badan dapat di ketahui ketidak seimbangan cairan 3.monitor tanda tanda vital,evaluasi pulse peripheral,capillary refill 3.tanda tanda hipovolomia segara di ketahuidengan adanya takikardi,hipotensi dan suhu tubuh yang meningkat berhubungan dengan dehidrasi. 4.kaji turgor kulit dan membran mukosa.catat keadaan kehausan pada klien 4.dengan mengetahui tanda tanda dehidrasi dapat mencegah terjadinya hipovolemia 5.observasi kemungkinan perdarahan seperti perlukaan pada membrane mukosa,luka b edah,adanya ekimosis dan pethekia 5.segera di ketahui adanya perubahan keseimbangan volume cairan .

DAFTAR PUSTAKA Smeltzer C, Suzanne, Bare G Brenda, 2001. Keperawatan medikal bedah. edisi 8, vo lume 2 EGC, Jakarta. Doengoes, Marllyn. 2000. Rencana asuhan keperawatan.Edisi 3. EGC. Jakarta Hotma Rumahorbo, Skb ( Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem endokrin) . EGC. Patofisiologi (Konsep klinis proses-proses penyakit) Edisi 6

Diposkan oleh w_eay medical surgical di 06.40 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Tidak ada komentar: Poskan Komentar Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom) keperawatan KMB Mengenai Saya Foto Saya w_eay medical surgical Lihat profil lengkapku Template Simple. Gambar template oleh Raycat. Diberdayakan oleh Blogger.

You might also like