You are on page 1of 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.OSTEOARTRITIS Osteoartritis didefinisikan sebagai penyakit yang diakibatkankejadian biologik dan mekanik yang menyebabkan gangguan keseimbangan antara proses degradasi dan sintesis dari kondrosit, matriks ekstraseluler tulang rawan sendi dan tulang subkondral.1 2.1.1. Patologi dan patogenesis OA Rawan sendi normal terdiri dari tulang rawan (kondrosit) dan matriks tulang rawan. Matrik tulang rawan dibentuk oleh proteoglikan dan serabut kologen. Proteoglikan tersusun atas inti protein dengan glikosaminoglikan yang melekat pada inti protein tersebut. Glikosamiglikan yang banyak menyusun matrik tulang rawan adalah kondroitin sulfat dan keratan sulfat. Proteoglikan akan membentuk agregat bersama dengan asam hialuronat dan agregat ini mempunyai kemampuan untuk mengisap air sampai 50 kali volumenya, sehingga dapat mengembang dan berfungsi sebagai bantalan. Kolagen yang menyusun matrik tulang rawan terutama terdiri dari kolagen tipe II, IX dan XII. Kolagen ini tidak elastis dan berfungsi untuk menahan agar proteoglikan tidak berkembang berlebihan. 14-16 Kondrosit adalah sel rawan sendi yang terbenam didalam matrik rawan sendi. Fungsi kondrosit adalah untuk mensintesis matrik rawan sendi, termasuk kolagen, proteoglikan dan berbagai proteinase. 15 Dengan bertambahnya usia, terjadi perubahan pada rawan sendi, glikosaminoglikan menjadi memendek, sehingga kemampuan proteoglikan untuk menahan air menjadi berkurang. Akibatnya, fungsi rawan sendi sebagai bantalan terhadap beban pada sendi akan berkurang. Selain itujaringan kolagen juga menjadi patah-patah yang mengakibatkan timbulnya fisur pada rawan sendi. 14,15 Rawan sendi merupakan jaringan yang avaskukular. Nutrisi untuk rawan sendi diperoleh dari cairan sendi dengan cara difusi. Beban yang hilang timbul pada rawan sendi sangat baik untuk peredaran nutrisi dan pembuangan hasil metabolisme dari rawan sendi. Osteoartritis terjadi akibat kondrosit gagal mensintesis matriks yang berkualitas dan gagal memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler. Perubahan kualitas matrik tersebut termasuk produksi kolagen tipeI, III,VI dan X yang berlebihan dan sintesis proteoglikan yang pendek. 14,15 Gangguan keseimbangan antara sintesis dan degradasi matriks termasuk peningkatan produksi berbagai proteinase yang akan merusak kolagen dan proteoglikan dan penurunan sintesis inhibitor proteinase yaitu tissue inhibitor proteinases (TIMPs). Sintesis kondrosit abnormal ini disebabkan oleh berbagai sitokin, mediator lipid (prostaglandin), radikal bebas (NO, H202) dan konstituen matriks itu sendiri yaitu fragmen fibronektin. Kondrosit yang teraktifasi ini memiliki kemampuan untuk mensintesis berbagai proteinase dan mediator proinflamasi. 14,15

Proteinase yang banyak perperan pada kerusakan rawan sendi adalah matriks metalo proteinases (MMPs), yang sampai saat ini telah ditemukan minimal 18. Kerja MMPs akan dikontrol oleh TIMPs. Keseimbangan antara MMPs dan TIMPs sangat penting untuk menghindari kerusakan rawan sendi. MMPs merupakan salah satu kelas enzim yang termasuk metaloproteinase. 14,15 MMPs diproduksi oleh kondrosit kemudian diaktifkan melalui kaskade yang melibatkan proteinase serin (aktivator, plasminogen,plasminogen, plasmin), radikal bebas dan beberapa MMPs tipe membran. Kaskade enzimatik ini dikontrol oleh berbagai inhibitor, termasuk TIMPs dan inhibitor aktivator plasminogen. 14,15 Enzim lain yang turut merusak kolagen tipe II dan proteoglikan adalah katepsin, yang bekerja pada pH rendah, proteinase haspartat dan proteinase sistein yang disimpan didalam lisosom kondrosit. Hialuronidase tidak terdapat didalam rawan sendi tetapi glikosidase lain turut berperan merusak proteoglikan. 14,15 Selain kondrosit, sinoviosit juga berperan pada patogenesis osteoartritis, terutama setelah terjadi sinovitis. Sinovisit yang mengalami peradangan akan menghasilkan MMPs dan berbagai sitokin yang akan dilepaskan kedalam rongga sendi dan merusak matriks rawan sendi serta mengaktifkan kondrosit. Pada akhirnya tulang subkondral juga ikut berperan, dimana osteoblas akan merangsang dan menghasilkan enzim proteolitik. 14,15 Berbagai sitokin turut berperan merangsang kondrosit untuk menghasilkan enzim perusak rawan sendi. Sitokin yang terpenting adalah IL-1 yang juga berperan menurunkan sintesis kolagen tipe II dan XI dan meningkatkan sintesis kolagen tipe I dan III, sehingga menghasilkan matriks rawan sendi yang bersifat buruk. 14-16 Oksidanitrat (NO) diketahui berperan pada penghambatan sintesis glikosida minoglikan dan kolagen dan merangsang sintesis mRNA, MMP dan protein yang berperan pada kematian kondrosit, tetapi NO juga memiliki efek anabolik dan antikatabolik. 14-16

2.1.2. Faktor resiko Osteoatritis Harus diingat bahwa masing-masing sendi mempunyai biomekanik, cedera dan persentase gangguan yang berbeda, sehingga peran faktor resiko tersebut untuk masing-masing OA tertentu berbeda. Secara garis besar faktor resiko untuk timbulnya OA adalah seperti dibawah ini, yaitu:17,18 a. Umur Dari semua faktor resiko untuk timbulnya OA, faktor ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat dengan bertambahnya umur. OA hampir tidak pernah pada anakanak, jarang pada umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun. Akan tetapi harus diingat bahwa OA bukan akibat ketuaan saja, perubahan tulang rawan sendi pada ketuaan berbada dengan perubahan pada OA. b. Jenis kelamin Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan lelaki lebih sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan, di bawah 45 tahun frekuensi OA kurang lebih sama pada laki dan wanita, tetapi diatas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi OA lebih sering pada wanita dari pada pria. Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesa OA. c. Suku bangsa Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada OA nampaknya terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa. d. Genetik Faktor herediter juga berperan pada timbulnya OA misalnya, pada ibu dari seorang wanita dengan OA pada sendi interfalang distal terdapat 2 kali lebih sering OA pada sendi tersebut, dan anak- anaknya perempuan cendrung mempunyai 3 kali lebih sering, dari pada ibu dan anak perempuan dari wanita tanpa OA tersebut. e. Kegemukan dan penyakit metabolik Berat badan yang berlebih berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya OA baik pada wanita atau pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan OA pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan OA sendi lain. Oleh karena itu di samping faktor mekanis yang berperan, diduga terdapat faktor metabolik yang berperan. f. Cedera sendi, pekerjaan dan olah raga Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus berkaitan dengan peningkatan resiko OA tertentu. Beban benturan yang berulang dapat menjadi suatu faktor penentu lokasi pada orang-orang yang mempunyai predisposisi OA dan dapat berkaitan dengan perkembangan dan beratnya OA.

g. Kelainan pertumbuhan Kelainan kogenital dan pertumbuhan telah dikaitkan dengan timbulnya OA pada usia muda. h. Faktor lain Tingginya kepadatan tulang dapat meningkatkan resiko timbulnya OA, karena tulang yang lebih padat tak mampu membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek. Merokok menjadi faktor yang melindungi untuk timbulnya OA, meskipun mekanismenya belum jelas. 2.1.3. Manifestasi klinis Manifestasi klinis yang palin sering ialah nyeri sendi yang mengganggu aktivitas. Awitan penyakit samar-samar, perjalanan penyakit lambat. Nyeri sendi bervariasi dari ringan sampai berat, bertambah pada aktivitas dan membaik jika istirahat. Terdapat kaku sendi pagi hari yang biasanya kurang dari 30 menit. Sendi yang sering terkena ialah sendi lutut, pinggul, kaki dan vertebra lumbosakral. Biasanya unilateral tanpa manifestasi sistemik. Pada pemeriksaan jasmani didapatkan pembesaran tulang yang mengakibatkan nyeri pada tepi sendi dan tempat perlekatan kapsul sendi serta tendo periartikular. Gerakan sendi terbatas dan mungkin juga ditemukan instabilitas sendi dan locking pada waktu sendi digerakkan. Krepitasi yang dirasakan pada gerakan pasif merupakan akibat iregularitas rawan sendi yang berhadapan. Tanda ini terdapat pada lebih dari 90% pasien lutut. Lebih dari 50% pasien OA lutut menunjukkan malaligment sendi. Kadang terdapat tanda peradangan lokal berupa panas dan pembengkakan jaringan lunak akibat efusi sendi.17-20 2.1.4. Diagnosis Diagnosis OA biasanya sudah dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyaki dan pemeriksaan jasmani. Pemeriksaan laboratorium rutin hasilnya normal. Pemeriksan penunjang yang dapat membantu ialah pemeriksaan radiologis. Kelainan radiologis yang tampak berupa osteofit pada tepi sendi, penyempitan celah sendi yang asimetris, sklerosis subkondral, kista subkhondral dan perubahan bentuk sendi. Untuk penyeragaman diagnosis dipergunakan beberapa kriteria, yaitu: 17-20 a. Klinis: 1. nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria dibawah ini: 2. krepitus saat gerakan aktif 3. kaku sendi < 30 menit 4. umur > 50 tahun 5. pembesaran tulang sendi lutut 6. nyeri tekan tepi tulang 7. tidak teraba hangat pada sendi lutut

diagnosis OA jika: Bila ditemukan nyeri sendi serta osteofit dari gambaran radiologik dan 3 dari kriteria 2-7. Sensitivitas 95% dan spesifitas 69%. b. Klinis dan radiologis: 1.nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini: 2.kaku sendi < 30 menit 3.umur > 50 tahun 4.krepitus pada gerakan sendi aktif Diagnosis OA jika didapatkan butir 1 disertai osteofit pada gambaran radiologik disertai kriteria 2,3 atau 4. Paling sedikit satu kriteria 2-4 harus ditemukan. sensitivitas 91% dan spesifitas 86%. c. Klinis dan laboratoris: 1.nyeri sendi di tambah adanya 5 dari kriteria dibawah ini: 2.usia > 50 tahun 3.kaku sendi < 30 menit 4.krepitus 5.nyeri tekan tepi tulang 6.pembesaran tulang 7.tidak teraba hangat pada sendi terkena 8.LED < 40 mm/jam 9.RF < 1:40 10.analisa cairan sinovium sesuai OA Diagnosis OA ditegakkan bila ditemukan nyeri sendi lutut diserrtai 5 dari kriteria 2-10. Sensitivitas 92% dan spesifitas 75%.

2.2 Osteophyte Osteofit (Bone Spur) merupakan taji atau penonjolan tulang yang terbentuk di sepanjang sendi. Osteofit biasanya terbentuk akibat kerusakan pada permukaan sendi. Hal tersebut menyebabkan batasan pada pergerakan sendi bersamaan dengan berbagai tingkatan rasa sakit. Terdapat tiga tipe osteofit yang diketahui, yaitu; Traction Spur pada insersi tendon dan ligamen, inflammatory spur yang ditandai oleh syndesmophyte pada insersi tendon dan ligamen ke tulang seperti yang nampak pada ankylosing spondylosis, dan genuine osteophyte atau osteochondrophyte yang muncul di dalam periosteum diatas permukaan tulang dan pada sambungan antara kartilago dan tulang. Pembentukan osteofit merupakan tanda lain dari osteoarthritis selain penyempitan celah sendi, subchondral sclerosis, pembentukan kista subchondral. Osteofit merupakan tanda utama pada osteoarthritis dan sangant penting dalam penentuan diagnosis penyakit tersebut. Osteofit dapat terbentuk diawal perkembangan penyakit OA dan dapat muncul sebelum adanya penyempitan celah sendi. Osteofit memiliki dampak klinis yang signifikan dan dapat menjadi sumber nyeri dan hilangnya fungsi terutama akibat kompresi saraf. Osteofit juga dapat muncul pada lutut setelah cedera ligamentum cruciatum anterior, osteofit muncul di anterior dan posterior untuk menstabilkan sendi. Tetapi osteofit pada OA lutut dapat menimbulkan keterbatasan gerak pada sendi lutut.

You might also like