You are on page 1of 4

Patofisiologi Tekanan Darah pada Lansia Penyakit kardiovaskuler merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan peningkatan kematian

pada usia dewasa. Salah satu penyebab utama tren penyakit kardiovaskuler adalah perubahan pola tekanan darah dan meningkatnya prevalensi hipertensi karena usia. Menurut Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC-7), hipertensi terjadi pada lebih dari 2/3 individu yang berumur lebih dari 65 tahun. Sedngkan data dari Framingham Heart Study, laki-laki dan perempuan yang tidak menderita hipertensi pada umur 55 tahun diprediksi beresiko menjadi hipertensi 93% dan 91% menjadi hipertensi pada umur 80 tahun. Pada orang lanjut usia, jenis hipertensi yang sering terjadi adalah hipertensi sistolik. Hal itu karena tekanan darah sistolik (TDS) meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Berbeda dengan peningkatan tekanan darah diastolik (TDD) yang seiring peningkatan TDS hanya sampai usia 55 tahun dan kemudian menurun karena proses kekakuan arteri akibat aterosklerosis. Sekitar usia 60 tahun, dua pertiga pasien hipertensi menderita hipertensi sistolik terisolasi (HST) sedangkan di atas 75 tahun tiga perempat pasien mempunyai hipertensi sistolik. Hipertensi sistolik terisolasi didefinisikan sebagai TDS 140 mHg dengan TDD 90 mmHg, diakibatkan oleh kehilangan elastisitas arteri karena proses menua. Kekakuan aorta akan meningkatkan TDS dan pengurangan volume aorta, yang pada akhirnya akan menurunkan TDD. Semakin besar perbedaan TDS dan TDD semakin besar risiko kardiovaskuler. Tekanan nadi yang meningkat pada usia lanjut dengan HTS berkaitan dengan besarnya kerusakan pada organ target seperti jantung, otot, dan ginjal. Pada usia lanjut, hasil pengobatan tidak hanya diukur oleh keberhasilan penurunan tekanan darah pada morbiditas dan mortalitas kardiovaskular, tetapi juga oleh berbagai hal seperti efek terhadap diabetes, pencegahan demensia atau penurunan kognitif, dan pengaruhnya terhadap indeks massa tubuh (IMT atau obesitas). Pasien DM mempunyai risiko kardiovaskuler yang lebih besar dibandingkan tanpa DM. Sedangkan untuk masalah indeks massa tubuh diketahui bahwa pasien hipertensi yang gemuk mempunyai prognosis baik dibandingkan yang kurus. Penurunan kognitif atau demensia bisa didapatkan pada hipertensi kronik. Keadaan ini terjadi karena penyempitan dan sklerosis arteri kecil di daerah

subkortikal, yang mengakibatkan hipoperfusi, kehilangan autoregulasi, penurunan sawar otak, dan pada akhirnya terjadi proses demielinisasi, mikroinfark, dan penurunan kognitif. Pengelolaan hipertensi pada dasarnya sama pada setiap tingkat usia kecuali adanya perbedaan seperti yang dibicarakan di atas. Direkomendasikan tekanan darah dapat mencapai kurang dari 140/90 mmHg. Pada pasien DM, sasaran tekanan darah adalah kurang dari 130/85 mmHg, sedangkan pada gagal jantung atau ginjal, sasaran yang dicapai adalah TD paling rendah yang dapat ditolerir. 1. Patofisiologi a. Kekakuan arteri Arteri yang elastis akan berubah seiring bertambahnya usia, yaitu dilatasi atau mengeras (kaku). Fraktur dari elastic lamellae terlihar di aorta yang menua dan dapat terjadi baik pada dilatasi atau pada pengerasan arteri. Kekakuan arteri kebanyakan disebabkan karena hiperplasia dari tunika intima. Arteri yang kaku akan menurunkan kapasintasi dan keterbatasan recoil dan menyebabkan arteri tidak mampu menampung selama siklus jantung. Selain itu, selama sistole pembuluh darah arteriosklerotik gagal untuk mengembang dan gagal untuk mengimbangi tekanan yang ditimbulkan jantung, sehingga tekanan darah sistolik naik. Di sisi lain, kehilangan recoil selama diastole menyebabkan penurunan diastole. Kekakuan pada arteri tidak hanya disebabkan karena penebalan dinding arteri tapi juga dikarenakan

endothelium-derived vasoactive mediators seperti endothelin 1 dan penurunan bioaviability dari NO (Nitric Oxide), yang berperan dalam disfungsi endotel). b. Neurohormonal dan disregulasi autonomic Mekanisme neurohormonal seperti sistem renin-angiotensin-aldosteron akan menurun seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini berhubungan dengan efek umur dan efek nefrosklerosis pada aparatus jugstaglomular. Selain itu kadar aldosteron plasma juga menurun jika umur bertambah. Akibatnya pasien geriatri dengan hipertensi akan lebih beresiko hiperkalemi karena obat. Konsentrasi norepinefrin plasma akan meningkat 2x pada geriatri, yang dikarenakan adanya mekanisme kompensasi dari penurunan -adrenergic karena reaksi penuaan c. Penuaan ginjal

Penuaan ginjal ditandai dengan berkembangnya glomerulosklerosis dan fibrosis interstitial, yang mana berhubungan dengan penurunan GFR dan penurunan mekanisme hemostatik lain. umur berkaitan dengan menurunnya aktivitas pompa sodium/potasium kalsium dan dan pompa sodium kalsium ADP yang

menyebabkan

kelebihan

intraseluler,

sehingga

meningkatkan vasokonstriksi dan retensi vaskular. Peningkatan sensitivitas garam ditandai dengan peningkatan tekanan darah yang mana merupakan respon dari overload sodium pada lansia dan obesitas sebagai akibat dari keterbatasan fungsi ginjal untuk mngeluarkan overload sodium. Soenarto. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing

Rasionalisasi obat pada usia lanjut a. Rejimen pengobatan: 1) periode pengobatan jangan dibuat terlalu lama; 2) jumlah/jenis obat harus dibuat seminimal mungkin; 3) obat harus diberikan atas diagnosis pasti; 4) harus diketahui dengan jelas efek obat, mekanisme kerja, dosis dan efek samping yang mungkin timbul; 5) apabila diperlukan pemberian polifarmasi, prioritaskan pemberian obat yang ditujukan untuk mengurangi gangguan fungsional; 6) pemberian obat harus dimulai dari dosis kecil, kemudian dititrasi setelah berapa hari (kecuali anti-infeksi harus dosis optimal; 7) frekuensi pemberian obat diupayakan sesedikit mungkin, kalau mungkin sekali sehari. b. Pengurangan dosis: dosis awal obat adalah kira-kira lebih sedikit dari separuh dosis yang diberikan pada usia muda. c. Peninjauan ulang: perlu dilaksanakan pada setiap kunjungan ulang atau bila terjadi episode penyakit akut. d. Kepatuhan penderita: harus diupayakan penjelasan pada penderita, pemilihan preparat dan wadah obat yang tepat, diberi label, bantuan mengingat, dan pengawasan minum obat oleh keluarga dan lain-lain. Setiap efek samping hendaknya harus diminta untuk dilaporkan.

Martono H, Nasution I (2010). Penggunaan obat secara rasional pada usia lanjut. Dalam: Martono H, Pranarka K (eds). Buku ajar boedhi-darmojo: Geriatri edisi ke-4. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp: 779-789.

Polifarmasi merupakan penggunaan obat: berlebihan oleh pasien, penulisan obat berlebihan oleh dokter, pasien menerima > dari 4 jenis obat sekaligus 1 x kunjungan ke dokter, pemberian lebih dari 1 obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan 1 jenis obat. Meskipun manfaat dari rencana pengobatan yg optimal terbukti, banyak pasien yang tdk mendptkan tx yang tepat.

You might also like