You are on page 1of 30

STATUS PASIEN

I.

Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Status Perkawinan Pekerjaan Agama Suku Bangsa Alamat Tanggal Masuk RS Jam Masuk Tanggal Periksa Jam Periksa : Tn. AK : 44 Tahun : Laki-laki : Menikah : Wiraswasta : Islam : Sunda : Ds. Cikalong-Tomo, Kuningan Jawa Barat : 14 Februari 2014 : 04.00 WIB : 19 Februari 2014 : 12.35 WIB

II. Anamnesa (Autoanamnesa) A. Keluhan Utama Batuk berdarah B. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke RS Paru Sidawangi dengan keluhan batuk berdarah yang berulang sejak 1 setengah bulan yang lalu. Batuk darah yang dialami makin lama makin banyak, semula hanya bercak-bercak darah bercampur dengan dahak warna putih agak kekuningan. Namun sejak sebulan yang lalu, keluar darah segar tanpa dahak yang tampak berbuih dengan jumlah 150-200 cc. Batuk darah yang dialami kurang lebih 2-3 kali sehari, sebelum mengeluarkan darah tersebut pasien batuk terus-menerus dalam waktu 5-10 menit. Lima hari sebelum masuk rumah sakit, pasien datang diantar oleh keluarganya ke IGD RS Paru Sidawangi setelah batuk berdarah sebanyak 2 kali dirumah dengan jumlah lebih dari setengah gelas belimbing setiap kali batuk berdarah.

1 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

Darah yang keluar berwarna merah segar dan berbuih. Setelah dua hari rawat inap, keluhan batuk berdarah berkurang, darah yang keluar hanya berupa bercak warna agak kecoklatan yang bercampur dengan dahak. Satu bulan yang lalu pasien pertama kali dirawat di RS Paru Sidawangi karena batuk berdarah. Setelah 11 hari dirawat keluhan batuk berdarah berkurang dan pasien minta pulang paksa. Pada saat ini, Pasien telah didiagnosa menderita penyakit tuberkulosis dan telah diberikan obat antituberkulosis untuk pertama kalinya. Kurang lebih 50 hari yang lalu pasien mengeluh batuk-batuk yang awalnya adalah batuk kering, setelah beberapa hari kemudian batuk disertai dahak warna putih agak kekuningan, tidak disertai dengan bau busuk yang menyengat. Batuk-batuk juga disertai dengan panas badan yang tidak terlalu tinggi dan sering berkeringat terutama pada malam hari. Terkadang batuk juga disertai sesak napas, yang tidak berhubungan dengan aktivitas dan posisi tubuh. Kemudian pasien memeriksakan dirinya ke klinik-klinik swasta. Setelah itu, dahak yang dikeluarkan oleh pasien bercampur dengan bercak-bercak darah berwarna merah segar. Selama kurang lebih dua setengah bulan terakhir ini pasien mengeluh nafsu makan yang menurun disertai penurunan berat badan 9 kg. Pasien juga mengeluh sering merasa mual tetapi tidak mengeluh adanya muntah-muntah. Buang air besar dan buang air kecil pasien seperti biasa. C. Riwayat Penyakit Dahulu Tidak ada riwayat penyakit jantung, kencing manis, asma, darah tinggi atau penyakit hati. D. Riwayat Pengobatan Pasien belum pernah minum obat antituberkulosis sebelumnya. E. Riwayat Pekerjaan Pasien bekerja sebagai pedagang di warungnya dipinggir jalan, kebanyakan pembeli biasanya supir truk atau angkot.

2 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

F. Riwayat Habituasi Pasien berhenti merokok semenjak satu setengah bulan yang lalu. Sebelumnya pasien adalah seorang perokok yang menghabiskan satu bungkus rokok selama dua hari. G. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit yang sama dengan pasien. H. Riwayat Alergi Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan maupun cuaca dingin.

III. Pemeriksaan Fisik (Tanggal 19 Februari 2014) A. Keadaan Umum B. Kesadaran C. Tanda-tanda Vital : Tampak sakit sedang : Compos mentis : Tekanan darah Nadi Pernapasan Suhu : 110/70 mmhg : 84 x/menit, reguler, isi cukup : 15 x/menit : 36.1 0C

Kesimpulan : tanda vital dalam batas normal D. Status Gizi 1. Berat Badan 2. Tinggi Badan : 68 kg : 169 cm

Indeks Massa Tubuh (IMT) = 68 / (169)2 = 23.8 kg/m2 Kesimpulan status gizi baik E. Status Generalis 1. Kepala a. Bentuk b. Rambut c. Mata : Normocephali : Hitam, lebat dan tidak mudah dicabut

3 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

Conjungtiva Sklera Pupil Refleks Cahaya d. Hidung Deviasi Septum

: Ananemis/ananemis : Anikterik/anikterik : Isokor : Positif/positif (+/+)

: Tidak ada deviasi

Pernapasan Cuping Hidung : Negatif/negatif (-/-) e. Mulut f. Telinga : Mukosa bibir kering, tidak sianosis : Tidak ditemukan adanya kelainan

Kesimpulan kepala dalam batas normal 2. Leher a. Jugular Venous Pressure b. Trakea c. Pembesaran Kelenjar : JVP tidak meningkat (+1 cm H2O) : Di tengah : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening Kesimpulan leher dalam batas normal 3. Thorax a. Dinding dada Bentuk Jejas Statis Dinamis Retraksi : Normal, anterolateral > anteroposterior : Tidak ada : asimetris, dada kanan lebih tinggi dari dada kiri : Asimetris, dada kiri tertinggal : Negatif/negatif (-/-)

Kesimpulan dinding dada asimetris b. Mammae c. Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Iktus kordis tak terlihat : Iktus kordis tak teraba : Tidak ditemukan adanya kelainan

4 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

Jantung kanan Jantung kiri Pinggang jantung

: Batas jantung kanan sonor ke ICS 4 garis parasternal dextra

redup

: Batas jantung kiri sonor ke redup ICS 5 garis axila sinistra : sonor ke redup ICS 3 garis parasternal sinistra

Auskultasi Bunyi jantung Murmur Gallop : S I dan II reguler : tidak ada : tidak ada

Kesimpulan Jantung dalam batas normal d. Paru-paru Anterior Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Posterior Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Pergerakan tidak simetris, dada kiri tertinggal : Vokal fremitus kiri meningkat : Redup seluruh lapang paru : Rhonki (+/+), amforik (-/+), apex paru wheezing (-/-) Kesimpulan Paru kiri tidak dalam batas normal e. Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi : Datar, sikatriks bekas operasi tidak ada : Bising usus (+) normal : Soepel, Nyeri tekan epigastrium tidak ada, hepar 5 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru : Pergerakan tidak simetris, dada kiri tertinggal : Vokal fremitus kiri meningkat : Sonor seluruh lapang paru : Rhonki (+/+), amforic (-/+), wheezing (-/-)

dan lien tidak teraba, turgor kulit normal. Perkusi : Timpani

Kesimpulan Abdomen dalam batas normal f. Ektremitas Akral : Hangat

Edema Capillary refill Jari tabuh Kekuatan otot

: : < 2 detik : Tidak ada : Dalam batas normal

Kesimpulan Extremitas dalam batas normal IV. Resume A. Anamnesa Seorang laki-laki berusia 44 tahun dengan keluhan batuk berdarah yang berulang sejak satu setengah bulan yang lalu. Setelah batuk terus-menerus selama 5-10 menit diikuti keluar darah 150-200 cc sebanyak 2-3 kali dalam sehari. Batuk juga disertai dengan panas badan yang tidak terlalu tinggi dan sering berkeringat terutama pada malam hari. Terkadang batuk juga disertai sesak napas, yang tidak berhubungan dengan aktivitas dan posisi tubuh. Pasien sekarang dalam pengobatan tuberkulosis dan telah berjalan 1 bulan. Selama dua setengah bulan terakhir nafsu makan menurun dan pasien mengalami penurunan berat badan 9 kg. B. Pemeriksaan Fisik Pada inspeksi pergerakan dinding dada tidak simetris, dada kiri tertinggal. Pada palpasi didapatkan vokal fremitus kiri meningkat. Perkusi paru sonor dan kanan. pada auskultasi didapatkan rhonki kiri dan kanan dan terdengar suara amforik pada bagian apeks paru kiri. Kesimpulan terdapat kelainan yang patologis terutama pada paru kiri.

6 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

V.

Assessment Hemoptoe et causa suspek tuberkulosis paru dd karsinoma bronkogenik

VI. Planning diagnosa Pemeriksaan BTA sputum (SPS) Pemeriksaan rontgen thorax postero-anterior Pemeriksaan darah lengkap o Hematologi hemoglobin Hematokrit Leukosit Eritorsit Trombosit Laju endap darah Faal hemostasis o Faal hati SGOT SGPT o Glukosa darah VII. Planning Terapi Nonmedikamentosa: Tirah baring Memberikan edukasi pada pasien berbaring pada posisi bagian paru yang sakit Menenangkan pasien dan edukasi cara batuk yang benar dan pastikan pasien tidak takut untuk membatukkan darahnya. Pemantauan hemaptoe

Medikamentosa: IVFD Ringer laktat 20 tetes/menit. Lanjutkan OAT FDC 1 ( 14 tablet) Kodein 310 mg Vitamin K 3 1

7 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

VIII. Pemeriksaan Penunjang A. Hasil pemeriksaan foto rontgen PA

Interpretasi Kondisi foto baik, posisi PA Trachea di tengah Cor Pulmo : : dalam batas normal corakan bronkovaskuler bertambah. Tampak

perselubungan berawan pada lapang paru kiri. Sudut costophrenicus kanan dan kiri tajam Kesan Tuberkulosis paru kiri aktif B. Hasil Laboratorium Hematologi Hemoglobin Leukosit Eritrosit Trombosit Laju endap darah : 11.3 gr% : 7600/mm3 : 3.440.000/mm3 : 165.000/mm3 : 127 mm/jam

Kesimpulan Laju endap darah meningkat

8 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

Faal Hati SGOT SGPT : 15 U/I : 15 U/I

Kesimpulan SGOT dan SGPT dalam batas normal Glukosa Darah Puasa 2 jam posprandial : 104 mg/dl :125 mg/dl

Kesimpulan Glukosa darah dalam batas normal IX. Assesment Hemoptoe et causa Tuberkulosis aktif X. Planning diagnosa Pemeriksaan BTA sputun (SPS) XI. Planning Terapi Nonmedikamentosa: XII. Tirah baring Memberikan edukasi pada pasien berbaring pada posisi bagian paru yang sakit Menenangkan pasien dan edukasi cara batuk yang benar dan pastikan pasien tidak takut untuk membatukkan darahnya. Pemantauan hemaptoe

Medikamentosa: IVFD Ringer laktat 20 tetes/menit. Lanjutkan OAT FDC 1 ( 14 tablet) Vitamin K 31 Kodein 310 mg

Prognosis Quo ad vitam Quo ad functionam : ad bonam : dubia ad malam

9 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesa dari keterangan pasien, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, didapatkan Permasalahan utama pada pasien ini adalah : 1. Batuh berdarah 2. Tuberkulosis Hemoptisis atau batuk darah merupakan salah satu keadaan kegawatan dalam bidang kedokteran yang harus mendapatkan pertolongan segera. Oleh karena batuk darah mempunyai potensi untuk terjadi kegawatan akibat perdarahan yang terjadi, bila tidak segera ditangani secara tepat dan intensi f, batuk darah yang masif akan menyebabkan angka kematian yang tinggi.1 Pada umumnnya, pasien dengan batuk darah telah mempunyai penyakit yang mendasari dengan gejala lain sebelumnya, seperti batuk atau sesak. Tetapi gejala ini tidak sampai mendorong pasien untuk datang berobat. Hingga muncul gejala batuk darah, yang merupakan keadaan yang m enakutkan bagi pasien dan keluarga, hingga akan mendorong pasien untuk datang berobat. 1 Angka kejadian hemoptisis di klinik paru berkisar antara 10 sampai 15 persen dan untuk negara dengan angka kejadian tuberkulosis yang tinggi merupakan penyebab terjadinya hemoptisis masif sebesar 20 persen. Sedangkan yang disebabkan oleh bronkiektasis sebesar 45 persen dan pada tumor sebesar 10 persen.1 Komplikasi yang sering terjadi adalah akibat hemoptisis masif yang dapat menyebabkan sesak nafas yang berat, kehilangan darah yang banyak dalam waktu singkat dan

10 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

penyebaran penyakit ke jaringan paru yang sehat. Batuk darah sendiri terkadang sulit didiagnosis, salah satu faktor penyebabnya adalah akibat ketakutan pasien mengenai gejala ini hingga terkadang pasien akan menahan batuknya,hal ini akan memperburuk keadaan karena akan timbul penyulit. Oleh sebab itu pengertian yang seksama mengenai hemoptisis diharapkan mampu memberikan penatalaksanaan yang optimal pada penderita.2,3 A. Hemoptisis 1. Definisi Sinonim batuk darah adalah hemoptoe atau hemoptysis, berasal dari bahasaYunani yaitu haima yang berarti darah, dan ptysis yang berarti diludahkan.1 Hemoptysis atau batuk darah merupakan keadaan batuk dengan ekspektorasi atau dahak yang mengandung darah yang berasal dari saluran nafas di bawah glottis atau pita suara, bukan berasal dari saluran nafas atas maupun saluran pencernaan. Untuk itu harus dapat dibedakan dengan muntah darah.1 2. Klasifikasi Hemoptysis a. Berdasarkan jumlah darah, Pursel membaginya sebagai :1 1) Derajat 1 : bloodstreak 2) Derajat 2 : 1-30 cc 3) Derajat 3 : 30-150 cc 4) Derajat 4 : 150-500 cc 5) Massive : 500-1000 cc b. Pembagian berdasarkan kejadian, Johnson membaginya sebagai :1 1) Single hemoptysis, yaitu perdarahan berlangsung kurang dari 7 hari 2) Repaeated hemoptysis, yaitu perdarahan berlangsung lebih dari 7 hari dengan interval 2-3 hari

11 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

3) Frank hemoptysis, yaitu bila yang keluar darah saja c. Berdasarkan usia :1 1) Anak-anak dan remaja : Bronkiektasis Stenosis mitral Tuberkulosis

2) Umur 20-40 tahun : Tuberkulosis Bronkiektasis Stenosis mitral

3) Umur lebih dari 40 tahun : Karsinoma bronkogen Tuberkulosis Bronkiektasis

Pada pasien, didapatkan batuk darah yang dialami 150-200 cc setiap kali batuk, sebanyak 2-3 kali dalam sehari. Berarti termasuk derajat 4 menurut kriteria Pursel. Pada saat keluar darah yang banyak tanpa dahak artinya batuk darah berupa frank hemoptysis menurut kriteria Johnson. Pasien adalah seorang laki-laki berusia 44 tahun dan kemungkinan, oleh karena itu tidak menutup kemungkinan pasien menderita tuberkulosis. 3. Etiologi Etiologi hemoptisis adalah sebagai berikut : 4,5 a. Batuk darah idiopatik Batuk darah idiopatik adalah batuk darah yang tidak diketahui penyebabnya, dengan insiden 0,5 sampai 58% . dimana perbandingan antara pria dan wanita adalah 2:1. Biasanya terjadi pada umur 30-50 tahun kebanyakan 4060 tahun dan berhenti spontan dengan suportif terapi. b. Batuk darah sekunder

12 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

Batuk darah sekunder adalah batuk darah yang diketahui penyebabnya. c. Oleh karena peradangan, ditandai vaskularisasi arteri bronkiale > 4% (normal 1%) 1) Tuberkulosis bergumpal. 2) Bronkiektasis 3) Abses paru 4) Pneumonia : bercampur purulen. : bercampur purulen. : warna merah bata encer berbuih. : batuk sedikit - sedikit, masif perdarahannya dan

5) Bronkitis : sedikit-sedikit campur darah atau lendir. d. Neoplasma 1) Karsinoma paru. 2) Adenoma. e. Lain-lain 1) Trombo emboli paru infark paru. 2) Mitral stenosis. 3) Kelainan kongenital aliran darah paru meningkat. a) ASD b) VSD 4) Trauma dada. 4. Patogenesis Arteri bronchial merupakan sumber darah utama bagi saluran nafas (mulai dari bronkus utama hingga bronkiolus terminalis), pleura, jaringan kelnjar getah bening intrapulmonary, serta persarafan daerah hilus. Arteri pulmonaris yang membawa darah dari vena sistemik, memperdarahi jaringan parenkim paru termasuk bronkiolus respiratorius. Setiap proses yang terjadi pada paru akan

13 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

mengakibatkan hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. secara umum bila perdarahn berasal dari lesi endobronkial, maka perdarahan dari sirkulasi bronkialis, sedangkan bila lesi diparenkim paru maka perdarahan disirkulasi pulmonal. Pada keadaan kronik dimana terjadi perdarahan berulang, sering terjadi peningkatan vaskularisasi dilokasi yang terlibat. Pada pasien ini, kemungkinan besar hemoptisis terjadi karena

tuberkulosis paru. Kemungkinan proses terjadinya adalah sebagai berikut : a. Erosi arteri pulmonal bila rupture perdarahan dari sirkulasi arteri (aneurisma Rasmussen) b. Nekrosis percabangan arteri/vena (lesi parenkim akut) c. Kavitas dengan lesi fibroulseratif parenkim paru tonjolan aneurisme arteri kerongga kavitas mudah berdarah (lesi kronis) d. lesi post TB membentuk bronkolit atau predisposisi terjadinya suatu mycetoma intrakavitas perdarahan arteri bronchial batuk yang dikeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak (profus). Batuk darah jarang merupakan tanda permulaan dari penyakit TB atai initial symptom karena batuk darah merupakan tanda telah terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kavitas. Oleh karena itu, proses Tb harus cukup lanjut untuk dapat menimbulkan batuk dengan ekspektorasi. Batuk darah masif terjadi bila ada robekan dari aneurisma rasmussen pada dinding kavitas atau ada perdarahan yang berasal dari bronkiektasis atau ulserasi trakeo-bronkial.kematian sering disebabkan oleh penyumbatan saluran pernafasan oleh bekuan darah.6,7 5. Diagnosis Diagnosis hemoptoe meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (pemeriksaan dahak, radiologi, bronkoskopi dan bronkografi).1 Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus memastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari saluran pernafasan bawah, dan bukan berasal

14 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

dari nasofaring atau gastrointestinal. Dengan perkataan lain bahwa penderita tersebut benar - benar batuk darah dan bukan muntah darah.

Berikut ini adalah perbedaan batuk darah dengan muntah darah :1


No 1 Keadaan Prodromal Batuk Darah Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan 2 Onset Darah dibatukkan, dapat disertai dengan muntah 3 4 5 Tampilan Warna Isi Darah berbuih Merah segar Lekosit, mikroorganisme, hemosiderin, makrofag 6 7 Ph Riwayat penyakit dahulu (RPD) 8 9 Anemis Tinja Kadang tidak dijumpai Blood test (-) / Benzidine Test (-) Alkalis Penyakit paru Asam Peminum alkohol, ulcus pepticum, kelainan hepar Sering disertai anemis Blood Test (+) / Benzidine Test (+) Muntah Darah Darah dimuntahkan dengan rasa mual (Stomach Distress) Darah dimuntahkan, dapat disertai dengan batuk Darah tidak berbuih Merah tua Sisa makanan

Tabel 1. Perbedaan Batuk Darah dan Muntah Darah (Kepustakaan 1)

a. Anamnesis Hal-hal yang perlu ditanyakan dalam hal batuk darah adalah :5,8 1) Jumlah dan warna darah yang dibatukkan. 2) Lamanya perdarahan. 3) Batuk yang diderita bersifat produktif atau tidak. 4) Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan. 5) Ada merasakan nyeri dada, nyeri substernal atau nyeri pleuritik. 6) Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu. b. Pemeriksaan fisik

15 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

1) Periksa tanda vital 2) Pemeriksaan pada hidung, mulut, faring posterior, dan laring termasuk pemeriksaan laringoskopi. 3) Pemeriksaan leher, dada, jantung dan paru.1 c. Pemeriksaan penunjang Foto toraks dalam posisi PA dan lateral hendaklah dibuat pada setiap penderita hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan tempat perdarahannya. Pemeriksaan bronkografi untuk mengetahui adanya bronkiektasis, sebab sebagian penderita bronkiektasis sukar terlihat pada pemeriksaan X-foto toraks.1 Pemeriksaan dahak baik secara bakteriologi maupun sitologi (bahan dapat diambil dari dahak dengan pemeriksaan bronkoskopi atau dahak langsung).1 d. Pemeriksaan bronkoskopi Bronkoskopi dilakukan untuk menentukan sumber perdarahan dan sekaligus untuk penghisapan darah yang keluar, supaya tidak terjadi penyumbatan. Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan demikian sumber perdarahan dapat diketahui.1 Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :1 1) Bila radiologik tidak didapatkan kelainan 2) Batuk darah yang berulang 3) Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik

6.

Penatalaksanaan Tujuan terapi hemoptysis yang sedang berlangsung adalah menghentikan perdarahan, mencegah aspirasi, mencegah kemungkinan penyebaran infeksi,

16 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

obstruksi jalan nafas oleh bekuan darah, dukungan terhadap fungsi vital dan terapi penyakit dasar.1,9 a. Terapi Konservatif 1) Memperbaiki keadaan umum penderita a) Penderita diminta untuk tirah baring atau istirahat total b) Pemberian oksigen c) Pemasangan IV line atau IVFD untuk pengantian cairan maupun untuk jalur pemberian obat parenteral d) Transfusi darah diberikam dengan target mempertahankan hematokrit di atas 30%. e) Memperbaiki keseimbangan asam basa f) Bila perlu bisa ditambahkan obat sedatif ringan. 2) Mencegah penyumbatan jalan napas Menjaga jalan napas agar tetap terbuka, kemudian nilai reflex batuk a) Jika reflex batuk baik : posisi duduk/setengah duduk; batukkan darah; tidak boleh menahan batuk b) Reflex batuk kurang baik: Menenangkan penderita dan memberitahukan penderita agar jangan takut untuk membatukkan darahnya; Posisi tidur miring kea rah lesi yang sakit (asal batuk darah), sedikit trendelenberg agar bagian yang sehat bebas bernafas dan tidak masuk ke yang sakit karena dapat menyebabkan asfiksia dan sufokasi; Pasang intubasi bila ada tanda-tanda sesak Isap bekuan darah melalui ETT 3) Menghentikan perdarahan Jika hemoptisis berlangsung terus-menerus, upaya-upaya yang dapat dilakukan adalah : a) Dada dikompres dengan es kap, hal ini biasanya menenangkan penderita.

17 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

b) Pemberian obat obat penghenti perdarahan (obat obat hemostasis), misalnya vit. K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom. g) Antitusif kuat (kodein) harus diberikan bila batuk sangat berat dengan perdarahan hanya sedikit untuk mencegah tercetusnya perdarahan baru. Akan tetapi, pada saat keluar darah yang banyak antitusif tidak diberikan karena akan mengakibatkan kegagalan reflex pembersihan saluran nafas dari bekuan darah. h) Ekspektoran bila batuk berlebihan terutama bila perdarahan telah berhenti. 4) Mengobati penyakit yang dasar Pada penderita tuberkulosis, disamping pengobatan tersebut diatas selalu diberikan secara bersama tuberkulostatika. Kalau perlu diberikan juga antibiotika yang sesuai. b. Penatalaksanaan Bedah Indikasi tindakan bedah menurut Busroh :1 1) Hemoptoe > 600 cc/24 jam dan batuk darah tidak berhenti . 2) Hemoptoe 250-600 cc/24 jam, Hb<10 gr% dan batuk darah berlangsung terus. 3) Hemoptoe 250-600 cc/24 jam Hb>10gr%, observasi 48 jam perdarahan tidak berhenti . Tindakan bedah yang dilakukan dapat berupa :1 1) Reseksi paru 2) Terapi kolaps frenikolisis 3) Lainnya 7. Komplikasi Komplikasi dari hemoptisis berupa :1,9 a. Sufokasi bahaya utama yang sering fatal dengan tersumbatnya trakea atau saluran pernafasan sentral dimana penderita tampak sianosis, hal ini biasanya terjadi pada hemoptysis massif. b. Pneumonia aspirasi karena terhisapnya darah ke bagian paru-paru yang sehat : embolisasi artificial. : lobektomi, pneumonektomi : pneumoperitoneum, pneumotoraks artificial, torakoplasti,

18 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

c. Atelektasis karena tersumbatnya saluran pernafasan sehingga bagian paru-paru kolaps. d. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya batuk darah dapat menimbulkan syok hipovolemik, terutama pada perdarahan masif. 8. Prognosis Prognosis batuk darah idiopatik prognosisnya baik, kecuali jika penderita mengalami batuk darah yang rekuren. Prognosis batuk darah sekunder tergantung pada : a. Derajat batuk darah. Pada single hemoptysis mempunyai prognosis baik, sedang batuk darah yang massif dan bergumpal-gumpal prognosisnya jelek. b. Macam penyakit dasar. Pada Ca bronkogenik prognosisnya jelek c. Kecepatan dalam penatalaksanaan hemoptoe masif. Menurut Crocco, pasien dengan batuk darah massif (600 ml) dalam waktu kurang dari 4 jam mempunyai mortality rate 71%; 4-16 jam mortality rate 22% dan 16-48 jam mortality rate 5%.1 B. Tuberkulosis Paru Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab kematian kedua setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992 disebutkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian kedua, sementara SKRT 2001 menyebutkan bahwa tuberkulosis adalah penyebab kematian pertama pada golongan penyakit infeksi. Sementara itu dari hasil laporan yang masuk ke subdit TB P2MPL Departemen Kesehatan tahun ,2001 terdapat 50.443 penderita BTA positif yang diobati (23% dari jumlah perkiraan penderita BTA positif ). Tiga perempat dari kasus TB ini berusia 15 49 tahun. Pada tahun 2004 WHO memperkirakan setiap tahunnya muncul 115 orang penderita tuberkulosis paru menular (BTA positif) pada setiap 100.000 penduduk. Saat ini Indonesia masih menduduki urutan ke-3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan China.10 1. Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex.10

19 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

2. Klasifikasi Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) TB paru dibagi dalam :10 a. Tuberkulosis Paru BTA (+) 1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif 2) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif 3) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif. b. Tuberkulosis paru BTA negatif 1) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas 2) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.tuberculosis positif 3) Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa. 3. Patogenesis Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :

20 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum) b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus) c. Menyebar dengan cara : a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis. b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan : a) Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,

tuberkuloma ) atau b) Meninggal Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.

21 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut : a. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat b. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar. c. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini : 1) Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan diatas. 2) Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang

22 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).10 4. Diagnosis Standar diagnosis tuberkulosis berdasarkan International Standard of TB Care (ISTC) tahun 2009, yaitu :11 a. Standar 1 : setiap orang dengan keluhan batuk produktif selama 2-3 minggu atau lebih, yang tidak jelas penyebabnya harus dievaluasi untuk TB. b. Standar 2 : semua pasien dengan batuk produktif yang diduga menderita TB paru harus melakukan pemeriksaan dahak sekurang-kurangnya 2 kali yang diperiksa di laboratorium yang kualitasnya terjamin. Jika

memungkinkan satu spesimen harus berasal dari dahak pagi hari. c. Standar 3 : semua pasien dengan kecurigaan TB ekstra paru, harus diambil spesimen dari bagian yang dicurigai tersebut untuk pemeriksaan mikroskopis, kultur dan histopatologis. d. Standar 4 : semua orang dengan kecurigaan TB berdasarkan foto thorak harus melakukan pemeriksaan sputum secara mikroskopis. e. Standar 5 : diagnosis TB paru BTA (-) harus berdasarkan criteria yaitu minimal 2 kali pemeriksaan dahak negative, temuan foto thoraks konsisten dengan TB, dan tidak ada respon terhadap antibiotic spectrum luas. f. Standar 6 : diagnosis TB intrathoraks (paru, pleura, KGB hilus/mediatinalis) pada anak konfirmasi bakteriologis harus dilakukan dengan pemeriksaan dahak untuk pemeriksaan mikroskopis. g. Standar 7 : setiap petugas yang mengobati pasien TB dianggap menjalankan fungsi kesehatan masyarakat yang penting untuk mencegah penularan infeksi lebih lanjut dan terjadinya resistensi obat. h. Standar 8 : semua pasien yang belum pernah diobati harus diberi paduan obat yang disepakati secara internasional menggunakan obat yang bioavailabilitasnya diketahui. i. Standar 9 : membina dan menilai kepatuhan terhadap pengobatan, j. Standar 10 : respon pengobatan terapi pada pasien TB harus dimonitor dengan pemeriksaan dahak mikroskopis berkala waktu fase inisial selesai. k. Standar 11 : penilaian kemungkinan resistensi obat 23 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

l. Standar 12 : pasien yang menderita kemungkinan besar menderita TB MDR/XDR, seharusnya diobati dengan paduan obat khusus yang mengandung OAT lini kedua m. Standar 13 : rekaman tertulis tentang pengobatan, respon bakteriologis dan efek samping seharusnya disimpan untuk semua pasien. n. Standar 14-17 : standar untuk penanganan TB dengan infeksi HIV dan komorbid-komorbid lain o. Standar 18-21 : standar untuk kesehatan masyarakat. Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik. a. Gejala Respiratorik 1) Batuk 3 minggu 2) Batuk darah 3) Sesak napas 4) Nyeri dada Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.10 b. Gejala Sistemik 1) Demam 2) Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun. 24 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

Penderita dengan gejala tersebut dianggap sebagai curiga tuberkulosis dan harus diperiksakan dahaknya. Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali (pagisewaktu-pagi/SPS) dengan pewarnaan.1 lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila : a. 2 kali positif, 1 kali negatif Mikroskopik positif b. 1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali , kemudian 1) Bila 1 kali positif, 2 kali negatif Mikroskopik positif 2) Bila 3 kali negatif Mikroskopik negatif Gambaran radiologis yang dicurigai lesi TB aktif :10 a. Bayangan berawan/nodular di segmen apical dan posterior lobus atas dan segmen superior lobus bawah paru. b. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau noduler. c. Bayangan bercak milier. d. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang) Gambaran radiologis yang dicurigai TB inaktif :10 a. Fibrotik pada segmen apikal atau posterior lobus atas b. Kalsifikasi atau fibrotik c. Kompleks ranke d. Fibrotoraks/fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura Luas proses yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dintyatakan sebagai berikut : a. Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari datu atau dua paru dengan luas lesi tidak melebihi dari volume paru yang terletak di atas chondrosternal junction dari iga kedua dan prosessus spinosus vertebra thorakalis IV, tidak dijumpai adanya kaviti.

25 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

b. Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal 5. Pengobatan Tuberkulosis Paru Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut : a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi. Pemakaian OAT-KDT lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan b. Untuk menjamin kepatuhan meminum obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT) oleh PMO c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.10 Obat yang dipakai: a. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: 1) Rifampisin 2) INH 3) Pirazinamid 4) Streptomisin 5) Etambutol b. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari : 1) Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan 2) Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg c. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) 1) Kanamisin 2) Kuinolon 3) Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat 4) Derivat rifampisin dan INH Paduan OAT yang digunakan di Indonesia a. Kategori 1 (2HRZE/4H3R3), paduan obat ini diberikan untuk pasien baru: 26 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

1) Pasien baru TB paru BTA positif 2) Pasien TB paru BTA negative foto toraks positif 3) Pasien TB ekstra paru.
Tahap intensif, tiap hari Berat badan selama 56 hari RHZE(150/75/400/275) 30-37 kg 38-54 kg 55-70 kg >71 kg 2 tablet 4 KDT 3 tablet 4 KDT 4 tablet 4 KDT 5 tablet 4 KDT Tahap lanjutan, 3x seminggu selama 16 minggu RH (150/150) 2 tablet 2 KDT 3 tablet 2 KDT 4 tablet 2 KDT 5 tablet 2 KDT

Tabel 2. Dosis untuk paduan OAT KDT kategori I (Kepustakaan 1,10)

b. Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3), paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya : 1) Pasien kambuh 2) Pasien gagal pengobatan 3) Pasien dengan pengobatan setelah putus obat (default)

Tahap intensif tiap hari RHZE Berat badan (150/75/400/275) + S Selama 56 hari 2 tablet 4KDT+500 mg streptomisin inj 3 tablet 4KDT+750 mg streptomisin inj 4 tablet 55-70 kg 4KDT+1000 mg streptomisin inj 5 tablet >71 kg 4KDT+1000 mg streptomisin inj 5 tab 4 kDT 4 tab 4KDT Selama 28 hari

Tahap lanjutan 3 kali seminggu RH (150/150) +E (400) selama 20 minggu

30-37 kg

2 tab 4 KDT

2 tab 2KDT+2 tab etambutol

38-54 kg

3 tab 4 KDT

3 tablet 2KDT+3 tab etambutol

4 tablet 2KDT+4 tab etambutol

5 tablet 2KDT+5 tab etambutol

Tabel 3. Dosis untuk paduan OAT kategori 2 (Kepustakaan 1,10)

27 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

c. OAT Sisipan (HRZE) Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari). Adapun efek samping ringan yang biasa terjadi setelah penggunaan OAT adalah sebagai berikut
Efek Samping Tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut Nyeri sendi Penyebab Rifampisin, Pirazinamid, INH Pirazinamid Penatalaksanaan Semua OAT diminum malam sebelum tidur Beri aspirin, NSAID atau parasetamol Kesemutan sampai dengan rasa terbakar di kaki Warna kemerahan pada urin Rifampisin Cukup penjelasan, tidak perlu diberi apa-apa Flu like syndrome Dosis rifampisin intermiten Ubah pemberian dari intermiten ke harian Tabel 4. Efek Samping Ringan OAT (Kepustakaan 1,10) INH Beri vitamin B6 100 mg/hari

6. Evaluasi Pengobatan Setelah pengobatan perlu dilakukan evaluasi sebagai berikut :10 a. Evaluasi klinik (setiap 2 minggu 1 bulan pertama, berikutnya setiap bulan) b. Evaluasi bakteriologik (0-2-6/9) c. Evaluasi radiologik (0-2-6/9) d. Evaluasi efek samping secara klinik (pemeriksaan fungsi hati dan ginjal) e. Evaluasi Keteraturan berobat (penyuluhan atau edukasi) f. Evaluasi penderita yang telah sembuh (mikroskopis dan radiologis)

28 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

DAFTAR PUSTAKA

1. M. Jusuf, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Batuk Darah. Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair-RSUD Dr. Soetomo Surabaya. 2010. Hal ; 78-91. 2. Jean, Eddy. Management of Hemoptysis in the Emergency Departement. Medical Article. January 2005. Available at : http://www.turner2014

white.com/memberfile.php?PubCode=hp_jan05_manage.pdf. Accessed February 20.

3. Ward JPT, Ward J, Leach RM, Wiener CM. Tuberkulosis paru dalam buku at a glance Sistem Respirasi. Jakarta: Erlangga; 2008.hal ; 80-81. 4. Arief, Nirwan. 2009. Kegawatdaruratan Paru. Jakarta: Departemen

Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI. http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/27bdd48b1f564a5010f814f09f2373 c0d805736c.pdf. Diakses pada tanggal 20 Februari 2014. 5. Pitoyo CW. Hemoptisis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid II, edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006 6. Snell, SS. Thorak dalam buku anatomi klinik. Jakarta: EGC; 2006.Hal : 9495 7. Amin Z dan Bahar A. Tuberkulosis paru. Dalam : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi ke-IV. Jakarta: Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam FKUI; 2006. Hal 988-93.

29 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

8. PAPDI. 2006. Hemoptisis. Dalam: Rani Aziz, Sugondo Sidartawan, Nasir Anna U.Z., Wijaya Ika Prasetya, Nafrialdi, Mansyur Arif. Panduan pelayanan medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 9. Sudarto & Ahmad. Tatalaksana Penyakit Respirasi dan Kritis Paru. Jilid II. Bandung; PERPARI; 2012. 10. PDPI. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia . 2006. Situs : http://klikpdpi.com/konsensus/Xsip/tb.pdf. Diakses Tanggal 27 Februari 2014. 11. ISTC. International Standard of Tuberculosis Care. 2009. Situs : http://parupadang.com/unduh/2012/International_Standards_For_TB_Care.pdf. Diakses Tanggal 27 Februari 2014.

30 Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru

You might also like