You are on page 1of 33

LAPORAN KASUS ORTHOPEDI OSTEOMYELITIS

Disusun Oleh: A. W. INDRA C.

Pembimbing: dr.H. Risa Indrawan, Sp.OT., M.Kes.

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI RSUD 45 KUNINGAN 2014

PENDAHULUAN
Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik .

Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan bakteri, dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan oleh bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri. Penyebab osteomielitis pyogenik adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%), Escherichia coli, Pseudomonas, dan Klebsiella. Pada periode neonatal, Haemophilus influenzae dan kelompok B streptokokus seringkali bersifat patogen. Infeksi dapat mencapai tulang dengan melakukan perjalanan melalui aliran darah atau menyebar dari jaringan di dekatnya. Osteomielitis juga dapat terjadi langsung pada tulang itu sendiri jika terjadi cedera yang mengekspos tulang, sehingga kuman dapat langsung masuk melalui luka tersebut.

Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan pada bayi dan infant. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula. Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonatal adalah sekitar 1 kasus per1.000. Kejadian tahunan pada pasien dengan anemia sel sabit adalah sekitar 0,36%. Insiden osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000 penduduk. Kejadian tertinggi pada

Negara berkembang. Tingkat mortalitas osteomielitis adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat sepsis atau kondisi medis berat yang mendasari.

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Osteomyelitis

Osteomyelitis merupakan suatu proses inflamasi yang akut maupun kronis dari tulang dan strukturnya yang disertai secara sekunder oleh infeksi organism pyogenik. Infeksi yang berkaitan dengan osteomyelitis bisa lokal atau menembus periosteum, korteks, sumsum tulang di jaringan cancellous. Bakteri patogen bervariasi berdasarkan umur penderita dan mekanisme infeksi.

Epidemiologi Osteomyelitis

Morbiditas

Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonates adalah sekitar 1 kasus per 1.000 kejadian. Sedangkan kejadian pada pasien dengan anemia sel sabit adalah sekitar 0,36%. Prevalensi osteomielitis setelah trauma pada kaki sekitar 16% (30-40% pada pasien dengan DM). insidensi osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000 penduduk.

Morbiditas dapat signifikan dan dapat termasuk penyebaran infeksi lokal ke jaringan lunak yang terkait atau sendi; berevolusi menjadi infeksi kronis, dengan rasa nyeri dan kecacatan; amputasi ekstremitas yang terlibat; infeksi umum; atau sepsis. Sebanyak 10-15% pasien dengan osteomielitis vertebral mengembangkan temuan neurologis atau kompresi corda spinalis. Sebanyak 30% dari pasien anak dengan osteomielitis tulang panjang dapat berkembang menjadi trombosis vena dalam (DVT). Perkembangan DVT juga dapat menjadi penanda adanya penyebarluasan infeksi.

Komplikasi

vaskular

tampaknya

lebih

umum

dijumpai

dengan

Staphylococcus Aureus yang resiten terhadap methacilin yang didapat dari komunitas (Community-Acquired Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus / CA-MRSA) dari yang sebelumnya diakui.

Mortalitas

Tingkat mortalitas rendah, kecuali yang berhubungan dengan sepsis atau keberadaan kondisi medis berat yang mendasari. Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan pada bayi dan infant. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula.

Etiologi Osteomyelitis

Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan bakteri, dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan oleh bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri. Penyebab osteomielitis pyogenik adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%), Escherichia coli, Pseudomonas, dan Klebsiella. Pada periode neonatal, Haemophilus influenzae dan kelompok B streptokokus seringkali bersifat patogen.

Bakteri penyebab osteomielitis akut dan langsung meliputi:

1. Osteomielitis hematogenus akut 1. Bayi baru lahir ( kurang dari 4 bulan) : S. Aureus, Enterobacter, dan kelompok Streptococcus dan . 2. Anak-anak (usia 4 bulan sampai 4 tahun) : Streptococcus dan , Haemophilus influenzae, dan Enterobacter.

3. Remaja (usia 4 tahun sampai dewasa) : S. aureus (80%), kelompok Streptococcus , H influenzae, dan Enterobacter 4. Dewasa: S aureus dan kadang-kadang Enterobacter dan

Streptococcus. 2. Osteomielitis langsung

umumnya disebabkan oleh S. Aureus, spesies enterobacter, dan spesies pseudomonas.

Tusukan melalui separtu atletik : s. aureus dan spesies pseudomonas. Penyakit sel sabit : staphylococcus dan salmonella.

Klasifikasi Osteomyelitis

Beberapa sistem klasifikasi telah digunakan untuk mendeskripsikan ostemielitis. Sistem tradisional membagi infeksi tulang menurut durasi dari timbulnya gejala : akut, subakut, dan kronik. Osteomielitis akut diidentifikasi dengan adanya onset penyakit dalam 7-14 hari. Infeksi akut umumnya berhubungan dengan proses hematogen pada anak. Namun, pada dewasa juga dapat berkembang infeksi hematogen akut khususnya setelah pemasangan prosthesa dan sebagainya.

Durasi dari osteomielitis subakut adalah antara 14 hari sampai 3 bulan. Sedangkan osteomielitis kronik merupakan infeksi tulang yang perjalanan klinisnya terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini berhubungan dengan adanya

nekrosis tulang pada episentral yang disebut sekuester yang dibungkus involukrum.

Sistem

klasifikasi

lainnya

dikembangkan

oleh

Waldvogel etiologi

yang dan

mengkategorisasikan

infeksi

muskuloskeletal

berdasarkan

kronisitasnya : hematogen, penyebaran kontinyu (dengan atau tanpa penyakit vaskular) dan kronik. Penyebaran infeksi hematogen dan kontinyu dapat bersifat akut meskipun penyebaran kontinyu berhubungan dengan adanya trauma atau infeksi lokal jaringan lunak yang sudah ada sebelumnya seperti ulkus diabetikum.

Cierny-Mader mengembangkan suatu sistem staging untuk osteomielitis yang diklasifikasikan berdasarkan penyebaran anatomis dari infeksi dan status fisiologis dari penderitanya. Stadium 1 medular, stadium 2 korteks superfisial, stadium 3 medular dan kortikal yang terlokalisasi, dan stadium 4 medular dan kortikal difus.

Osteomielitis hematogenik akut.

Osteomielitis akut hematogen merupakan infeksi serius yang biasanya terjadi pada tulang yang sedang tumbuh. Penyakit ini disebut sebagai osteomielitis primer karena kuman penyebab infeksi masuk ke tubuh secara langsung dari infeksi lokal di daerah orofaring, telinga, gigi, atau kulit secara hematogen. Berbeda dengan osteomielitis primer, infeksi osteomielitis sekunder berasal dari infeksi kronik jaringan yang lebih superfisial seperti ulkus dekubitum, ulkus

morbus hensen ulkus tropikum, akibat fraktur terbuka yang mengalami infeksi berkepanjangan, atau dari infeksi akibat pemasangan protesis sendi.

Pada awalnya terjadi fokus inflamasi kecil di daerah metafisis tulang panjang. Jaringan tulang tidak dapat meregang, maka proses inflamasi akan menyebabkan peningkatan tekanan intraoseus yang menghalangi aliran darah lebih lanjut. Akibatnya jaringan tulang tersebut mengalami iskemi dan nekrosis. Bila terapi tidak memadai, osteolisis akan terus berlangsung sehingga kuman dapat menyebar keluar ke sendi dan sirkulasi sistemik dan menyebabkan sepsis. Penyebaran ke arah dalam akan menyebabkan infeksi medula dan dapat terjadi abses yang akan mencari jalan keluar sehingga membentuk fistel. Bagian tulang yang mati akan terlepas dari tulang yang hidup dan disebut sebagai sekuester. Sekuester meninggalkan rongga yang secara perlahan membentuk dinding tulang baru yang terus menguat untuk mempertahankan biomekanika tulang. Rongga ditengah tulang ini disebut involukrum.

Penderita kebanyakan adalah anak laki-laki. Lokasi infeksi tersering adalah di daerah metafisis tulang panjang femur, tibia, humerus, radius, ulna dan fibula. Daerah metafisis menjadi daerah sasaran infeksi diperkirakan karena :

1) daerah metafisis merupakan daerah pertumbuhan sehingga sel-sel mudanya rawan terjangkit infeksi;

2) dan metafisis kaya akan rongga darah sehingga risiko penyebaran infeksi secara hematogen juga meningkat;

10

3) pembuluh darah di metafisis memiliki struktur yang unik dan aliran darah di daerah ini melambat sehingga kuman akan berhenti di sini dan berproliferasi.

Secara klinis, penderita memiliki gejala dan tanda dari inflamasi akut. Nyeri biasanya terlokalisasi meskipun bisa juga menjalar ke bagian tubuh lain di dekatnya. Sebagai contoh, apabila penderita mengeluhkan nyeri lutut, maka sendi panggul juga harus dievaluasi akan adanya arthritis. Penderita biasanya akan menghindari menggunakan bagian tubuh yang terkena infeksi.Etiologi tersering adalah kuman gram positif yaitu Staphylococcus aureus. . Gejala klinis

osteomielitis akut sangat cepat, diawali dengan nyeri lokal hebat yang terasa berdenyut. Pada anamnesis sering dikaitkan dengan riwayat jatuh sebelumnya disertai gangguan gerak yang disebut pseudoparalisis. Dalam 24 jam akan muncul gejala sistemik berupa seperti demam, malaise, cengeng, dan anoreksia. Nyeri terus menghebat dan disertai pembengkakan. Setelah beberapa hari, infeksi yang keluar dari tulang dan mencapai subkutan akan menimbulkan selulitis sehingga kulit akan menjadi kemerahan. Oleh karenanya, setiap selulitis pada bayi sebaiknya dicurigai dan diterapi sebagai osteomielitis sampai terbukti sebaliknya.

Pada pemeriksaan laboratorium darah, dijumpai leukositosis dengan predominasi sel-sel PMN, peningkatan LED dan protein reaktif-C (CRP). Aspirasi dengan jarum khusus untuk membor dilakukan untuk memperoleh pus dari subkutan, subperiosteum, atau fokus infeksi di metafisis. Kelainan tulang baru tampak pada foto rongent akan tampak 2-3 minggu. Pada awalnya tampak reaksi periosteum yang diikuti dengan gambaran radiolusen ini baru akan tampak setelah

10

11

tulang kehilangan 40-50% masa tulang. MRI cukup efektif dalam mendeteksi osteomielitis dini, sensitivitasnya 90-100%. Skintigrafi tulang tiga fase dengan teknisium dapat menemukan kelainan tulang pada osteomielitis akut, skintigrafi tulang khusus juga dapat dibuat dengan menggunakan leukosit yang di beri label galium dan indium. Osteomielitis akut harus diterapi secara agresif agar tidak

menjadi osteomielitis kronik. Diberikan antibiotik parenteral berspektrum luas berdosis tinggi selama 4-6 minggu. Selain obat-obatan simtomatik untuk nyeri, pasien sebaiknya tirah baring dengan memperhatikan kelurusan tungkai yang sakit dengan mengenakan bidai atau traksi guna mengurangi nyeri, mencegah kontraktur, serta penyebaran kuman lebih lanjut. Bila setelah terapi intensif 24 jam tidak ada perbaikan, dilakukan pengeboran tulang yang sakit di beberapa tempat untuk mengurangi tekanan intraoseus. Cairan yang keluar dapat dikultur untuk menentukan antibiotik yang lebih tepat.

Diagnosis banding pada masa akut yaitu demam reumatik, dan selulitis biasa. Setelah minggu pertama, terapi antibiotik dan analgetik sudah diberikan sehingga gejala osteomielitis akut memudar. Gambaran rongent pada masa ini berupa daerah hipodens di daerah metafisis dan reaksi pembentukan tulang subperiosteal. Gambaran rongent dan klinis yang menyerupai granuloma eosinofilik, tumor Ewing, dan osteosarkoma. Komplikasi dini osteomielitis akut yaitu berupa abses, atritis septik, hingga sepsis, sedangkan komplikasi lanjutnya yaitu osteomielitis kronik, kontraktur sendi, dan gangguan pertumbuhan tulang.

Osteomielitis Subakut.

11

12

Infeksi subakut biasanya berhubungan dengan pasien pediatrik. Infeksi ini biasanya disebabkan oleh organisme dengan virulensi rendah dan tidak memiliki gejala. Osteomielitis subakut memiliki gambaran radiologis yang merupakan kombinasi dari gambaran akut dan kronis. Seperti osteomielitis akut, maka ditemukan adanya osteolisis dan elevasi periosteal. Seperti osteomielitis kronik, maka ditemukan adanya zona sirkumferensial tulang yang sklerotik. Apabila osteomielitis subakut mengenai diafisis tulang panjang, maka akan sulit membedakannya dengan Histiositosis Langerhans atau Ewings Sarcoma.

Osteomielitis Kronik

Osteomielitis kronis merupakan hasil dari osteomielitis akut dan subakut yang tidak diobati. Kondisi ini dapat terjadi secara hematogen, iatrogenik, atau akibat dari trauma tembus. Infeksi kronis seringkali berhubungan dengan implan logam ortopedi yang digunakan untuk mereposisi tulang. Inokulasi langsung intraoperatif atau perkembangan hematogenik dari logam atau permukaan tulang mati merupakan tempat perkembangan bakteri yang baik karena dapat melindunginya dari leukosit dan antibiotik. Pada hal ini, pengangkatan implan dan tulang mati tersebut harus dilakukan untuk mencegah infeksi lebih jauh lagi. Gejala klinisnya dapat berupa ulkus yang tidak kunjung sembuh, adanya drainase pus atau fistel, malaise, dan fatigue. Penderita osteomielitis kronik mengeluhkan nyeri lokal yang hilang timbul disertai demam dan adanya cairan yang keluar dari suatu luka pascaoperasi atau bekas patah tulang. Pemeriksaan rongent memperlihatkan gambaran sekuester dan penulangan baru.

12

13

Penanganan osteomielitis kronik yaitu debridemant untuk mengeluarkan jaringan nekrotik dalam ruang sekuester, dan penyaliran nanah. Pasien juga diberikan antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur. Involukrum belum cukup kuat untuk menggantikan tulang asli yang telah hancur menjadi sekuester sehingga ekstrimitas yang sakit harus dilindungi oleh gips untuk mencegah patah tulang patologik, dan debridement serta sekuesterektomi ditunda sampai involukrum menjadi kuat.

Chronic Recuiment Multifocal Osteomielitis.

Pada dasarnya hal ini sudah menjadi pembahasan umum bahwa orang yang sudah terkena penyakit osteomielitis akan sulit untuk sembuh. Walaupun sudah diberikan antibiotik yang bagus. Hal ini dikaitkan dari pathogenesis osteomielitis itu sendiri. Kuman yang masuk ke dalam tubuh melalui hematogen menyebabkan suatu kondisi untuk mempredisposisikan bakteri bermigras melalui celah endotel dan melekat pada matriks tulang. Selain itu rendahnya tekanan oksigen pada daerah ini juga akan menurunkan aktivitas fagositik dari sel darah putih. Infeksi hematogen ini akan menyebabkan terjadinya thrombosis pembuluh darah local yang pada akhirnya menciptakan suatu area nekrosis avaskular yang kemudian akan menjadi abses. Pada awalnya terjadi inflamasi kecil di daerah metafisi tulang panjang. Jaringan tulang tidak dapat meregang, maka proses inflamasi akan menyebabkan peningkatan intraoseus yang menghalangi aliran darah lebih lanjut. Akibatnya jaringan tulang tersebut mengalami nekrosis dan iskemi. Sehingga akan terbentuknya sekuster. Sekuester yang berada di

13

14

lingkungan

yang

avaskular

dan

nekrotik

akan

menjadi

tempat

yang

menguntungkan untuk berkembangbiak bakteri.

Dimana tempat avaskular tersebut tidak mampu dijangkau oleh antibiotik dan sel-sel fagositik. Setelah fase akut terlewati, tidak menutup kemungkinan untuk muncul sequelae infeksi di tulang dari sequestrumnya yang belum tuntas.Karena orang yang terkena penyakit osteomielitis biasanya pada orangorang yang memiliki immunokompremise.

Patogenesis

Patogenesis dari osteomielitis telah dieksplorasi pada berbagai hewan percobaan; pada studi ini ditemukan bahwa tulang yang normal sangat tahan terhadap infeksi, yang hanya bisa terjadi sebagian besar diakibatkan oleh inokulum, trauma, atau adanya benda asing.

Kuman bisa masuk tulang dengan berbagai cara, termasuk beberapa cara dibawah ini :

Melalui aliran darah.

Kuman di bagian lain dari tubuh misalnya, dari pneumonia atau infeksi saluran kemih dapat masuk melalui aliran darah ke tempat yang melemah ditulang. Pada anak-anak, osteomielitis paling umum terjadi di daerah yang lebih lembut, yang

14

15

disebut lempeng pertumbuhan,di kedua ujung tulang panjang pada lengan dan kaki.

Dari infeksi di dekatnya.

Luka tusukan yang parah dapat membawa kuman jauh di dalam tubuh. Jika luka terinfeksi, kuman dapat menyebar ke tulang di dekatnya.

Kontaminasi langsung

Hal ini dapat terjadi jika terjadi fraktur sehingga terjadi kontak langsung tulang yang fraktur dengan dunia luar sehingga dapat terjadi kontaminasi langsung. Selain itu juga dapat terjadi selama operasi untuk mengganti sendi atau memperbaiki fraktur.

Beberapa penyebab utama infeksi, seperti s.aureus, menempel pada tulang dengan mengekspresikan reseptor (adhesins) untuk komponen tulang matriks (fibronektin, laminin, kolagen, dan sialoglycoprotein tulang); Ekspresi kolagenbinding adhesin memungkinkan pelekatan patogen pada tulang rawan.

Fibronektin-binding adhesin dari S. Aureus berperan dalam penempelan bakteri untuk perangkat operasi yang akan dimasukan dalam tulang, baru-baru ini telah dijelaskan S. Aureus yang telah dimasukan ke dalam kultur osteoblas dapat bertahan hidup secara intraseluler. Bakteri yang dapat bertahan hidup secara intraseluler (kadang-kadang merubah diri dalam hal metabolisme, di mana mereka muncul sebagai apa yang disebut varian koloni kecil) dapat menunjukan adanya infeksi tulang persisten.

15

16

Ketika mikroorganisme melekat pada tulang pertama kali, mereka akan mengekspresikan fenotip yang resiten terhadap pengobatan antimikroba, dimana hal ini mungkin dapat menjelaskan tingginya angka kegagalan dari terapi jangka pendek.

Remodeling ulang yang normal membutuhkan interaksi koordinasi yang baik antara osteoblas dan osteoklas. Sitokin (seperti IL-1, IL-6, IL-15, IL 11dan TNF) yang dihasilkan secara lokal oleh sel inflamasi dan sel tulang merupakan factor osteolitik yang kuat. Peran dari faktor pertumbuhan tulang pada remodeling tulang normal dan fungsinya sebagai terapi masih belum jelas. Selama terjadi infeksi, fagosit mencoba menyerang sel yang mengandung

mikroorganisme dan, dalam proses pembentukan radikal oksigen toksik dan melepaskan enzim proteolitik yang melisiskan jaringan sekitarnya. Beberapa komponen bakteri secara langsung atau tidak langsung digunakan sebagai factorfaktor yang memodulasi tulang (bone modulating factors).

Kehadiran metabolit asam arakidonat, seperti prostaglandin E, yang merupakan agonis osteoklas kuat dihasilkan sebagai respon terhadap patah

tulang, menurunkan jumlah dari inokulasi bakterial yang dibutuhkan untuk menghasilkan infeksi.

Nanah menyebar ke dalam pembuluh darah, meningkatkan tekanan intraosseus dan mengganggu aliran darah. Nekrosis iskemik tulang pada hasil pemisahan fragmen yang mengalami devaskularisasi, disebut sequestra. Mikroorganisme, infiltrasi neutrofil, dan congesti atau thrombosis pembuluh

16

17

darah merupakan temuan histologis utama dalam osteomielitis akut. Salah satu penampakan yang membedakan dari osteomielitis kronis adalah tulang yang mengalami nekrotik, yang dapat diketahui dengan tidak adanya osteosit yang hidup.

Patofisiologi Osteomyelitis

Kuman dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka penetrasi langsung, melalui penyebaran hematogen dari situs infeksi didekatnya ataupun dari struktur lain yang jauh, atau selama pembedahan dimana jaringan tubuh terpapar dengan lingkungan sekitarnya.

Secara singkat, patofisiologi osteomyelitis tergantung dari derajat kerusakan jaringan lunak dan ketidak mampuan suplai darah, instabilitas fragmen fraktur, inokulasi flora bakteri dan sistem imun dari penjamu (host).

Tahap Perkembangan Osteomyelitis Inflamasi tahap ini mewakili peradangan awal dengan kongesti vaskuler dan tekanan intraosseus yang meningkat. Obstruksi dari aliran darah mencul pada trombosis intravaskuler.

17

18

Supurasi nanah di dalam tulang memaksakan jalannya menuju sistem havers dan membentuk abses subperiosteal dalam 2-3 hari.

Sekuestrum Meningkatnya tekanan, obstruksi vaskuler, dan trombus yang infektif di sekitar pembuluh darah periosteal dan endosteal, menyebabkan nekrosis tulang dan formasi sekuestrum sekitar 7 hari.

Involukrum ini adalah formasi tulang baru dari permukaan periosteum. Resolusi atau progresi menuju komplikasi dengan antibiotik dan terapi pembedahan pada awal dari penyakit, osteomielitis dapat sembuh tanpa komlikasi sama sekali.

Brodie Abses.

18

19

Lesi ini, awalnya ditemukan oleh Brodie pada tahun 1832, merupakan bentuk lokal osteomielitis subakut, dan sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Insiden tertinggi (sekitar 40%) pada dekade kedua. Lebih dari 75% kasus terjadi pada pasien laki-laki. Onset ini sering membahayakan, dan untuk manifestasi sistemik pada umumnya ringan atau tidak ada. Abses, biasanya terlokalisasi di metaphysis dari tibia atau tulang paha, dan dikelilingi oleh sclerosis reaktif. Sesuai teori tidak terdapatnya sekuester, namun gambaran radiolusen mungkin akan terlihat dari lesi ke lempeng epifisis. Abses tulang mungkin menyebrang ke lempeng epifisis namun jarang terlokalisir.

Abses Brodie adalah bentuk terlokalisir dari osteomyelitis yang muncul pada tahap subakut tanpa melewati gejala akut. Evaluasi histologi menunjukkan kavitas abses intraoseus tergaris oleh jaringan granulasi.

Diagnosis Osteomyelitis

Anamnesa

Riwayat trauma pada daerah yang bersangkutan, riwayat infeksi di tempat lain (paru paru, ISK dll), demam, malaise, anoreksia, nyeri, bengkak, pada anak anak dapat ditemukan gangguan pertumbuhan.

Pemeriksaan Fisik

19

20

Bengkak, nyeri tekan, kemerahan dan rasa hangat pada daerah yang terkena, kadang disertai limfadenopati regional.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan darah lengkap:

Jumlah leukosit mungkin tinggi, tetapi sering normal. Adanya pergeseran ke kiri biasanya disertai dengan peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear. Tingkat C-reaktif protein biasanya tinggi dan nonspesifik; penelitian ini mungkin lebih berguna daripada laju endapan darah (LED) karena menunjukan adanya peningkatan LED pada permulaan. LED biasanya meningkat (90%), namun, temuan ini secara klinis tidak spesifik. CRP dan LED memiliki peran terbatas dalam menentukan osteomielitis kronis seringkali didapatkan hasil yang normal.

Kultur :

Kultur dari luka superficial atau saluran sinus sering tidak berkorelasi dengan bakteri yang menyebabkan osteomielitis dan memiliki penggunaan yang terbatas. Darah hasil kultur, positif pada sekitar 50% pasien dengan osteomielitis hematogen. Bagaimanapun, kultur darah positif mungkin menghalangi kebutuhan untuk prosedur invasif lebih lanjut untuk mengisolasi organisme. Kultur tulang dari biopsi atau aspirasi memiliki hasil diagnostik sekitar 77% pada semua studi.

20

21

Radiografi

Bukti radiografi dari osteomielitis akut pertama kali diusulkan oleh adanya edema jaringan lunak pada 3-5 hari setelah terinfeksi. Perubahan tulang tidak terlihat untuk 14-21 hari dan pada awalnya bermanifestasi sebagai elevasi periosteal diikuti oleh lucencies kortikal atau meduler. Dengan 28 hari, 90% pasien menunjukkan beberapa kelainan. Sekitar 40-50% kehilangan fokus tulang yang menyebabkan terdeteksinya lucency pada film biasa.

MRI

MRI efektif dalam deteksi dini dan lokalisasi operasi osteomyelitis. Penelitian telah menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan radiografi polos, CT, dan scanning radionuklida dan dianggap sebagai pencitraan pilihan. Sensitivitas berkisar antara 90-100%. Tomografi emisi positron (PET) scanning memiliki akurasi yang mirip dengan MRI.

Radionuklida scanning tulang

Tiga fase scan tulang, scan gallium dan scan sel darah putih menjadi pertimbangan pada pasien yang tidak mampu melakukan pencitraan MRI. Sebuah fase tiga scan tulang memiliki sensitivitas yang tinggi dan spesifisitas pada orang dewasa dengan temuan normal pada radiograf. Spesifisitas secara dramatis

21

22

menurun

dalam

pengaturan

operasi

sebelumnya

atau

trauma

tulang.

Dalam keadaan khusus, informasi tambahan dapat diperoleh dari pemindaian lebih lanjut dengan leukosit berlabel dengan 67 gallium dan atau indium 111.

CT scan

CT scan dapat menggambarkan kalsifikasi abnormal,pengerasan, dan kelainan intracortical. Hal ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin untuk mendiagnosis osteomyelitis tetapi sering menjadi pilihan pencitraan ketika MRI tidak tersedia.

Ultrasonografi

Teknik sederhana dan murah telah menjanjikan, terutama pada anak dengan osteomielitis akut. Ultrasonografi dapat menunjukkan perubahan sejak 1-2 hari setelah timbulnya gejala. Kelainan termasuk abses jaringan lunak atau kumpulan cairan dan elevasi periosteal. Ultrasonografi memungkinkan untuk petunjuk ultrasound aspirasi. tulang. Tidak memungkinkan untuk evaluasi korteks

22

23

Pemeriksaan Radiologi

Osteomyelitis vertebra

Osteomyelitis tulang panjang

23

24

Osteomyelitis pelvis

Diagnosis banding pada osteomielitis

Osteomielitis mudah didiagnosis secara klinis, pemeriksaan radiologis dan tambahan seperti CT dan MRI jarang diperlukan. Namum demikian, seringkali osteomielitis memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan yang lain. Khususnya dalam keadaan akut, gejala klinis yang muncul sama seperti pada histiocytosis sel Langerhans atau sarkoma Ewing. Perbedaan pada setiap masingmasing kondisi dari jaringan lunak. Pada osteomielitis, jaringan lunak terjadi pembengkakan yang difus. Sedangkan pada sel langerhan histiocytosis tidak terlihat secara signifikan pembengkakan jaringan lunak atau massa. Sedangkan pada ewing sarkoma pada jaringan lunaknya terlihat sebuah massa. Durasi gejala

24

25

pada pasien juga memainkan peranan penting untuk diagnostik. Untuk sarkoma ewing dibutuhkan 4-6 bulan untuk menghancurkan tulang sedangkan osteomielitis 4-6 minggu dan histiocytosis sel langerhans hanya 7-10 hari.

Gout dan Pseudogout. Neoplasma, pada tulang belakang. Kelumpuhan pada masa anak-anak. Osteosarkoma. Tumor Ewing. Infeksi pada saraf spinal.

Penatalaksanaan Osteomyelitis

Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan pemberian antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena Staphylococcus merupakan kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang dipilih harus memiliki spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah negatif, maka diperlukan aspirasi subperiosteum atau aspirasi intramedula pada tulang yang terlibat. Pasien diharuskan untuk tirah baring, keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan, diberikan antipiretik bila demam, dan ekstremitas diimobilisasi dengan gips. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian antibiotika. Jika tidak ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah.

25

26

Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu untuk memantau keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan CRP yang persisten pada masa akhir pemberian antibiotik yang direncanakan mungkin memiliki infeksi yang tidak dapat ditatalaksana secara komplit. C-Reactive Protein (CRP) Adalah suatu protein fase akut yang diproduksi oleh hati sebagai respon adanya infeksi, inflamasi atau kerusakan jaringan. Inflamasi merupakan proses dimana tubuh memberikan respon terhadap injury . Jumlah CRP akan meningkat tajam beberapa saat setelah terjadinya inflamasi dan selama proses inflamasi sistemik berlangsung. Sehingga pemeriksaan CRP kuantitatif dapat dijadikan petanda untuk mendeteksi adanya inflamasi/infeksi akut. Berdasarkan penelitian, pemeriksaan Hs-CRP dapat mendeteksi adanya inflamasi lebih cepat dibandingkan pemeriksaan Laju Endap Darah (LED). Terutama pada pasien anakanak yang sulit untuk mendapatkan jumlah sampel darah yang cukup untuk pemeriksaan LED.

Sedangkan LED adalah merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk darah. Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan memasukkan darah kita ke dalam tabung khusus selama satu jam. Makin banyak sel darah merah yang mengendap maka makin tinggi LED-nya. Tinggi ringannya nilai pada LED memang sangat dipengaruhi oleh keadaan tubuh kita, terutama saat terjadi radang. Nilai LED meningkat pada keadaan seperti kehamilan ( 35 mm/jam ), menstruasi, TBC paru-paru ( 65 mm/jam ) dan pada keadaan infeksi terutama yang disertai dengan kerusakan jaringan. Jadi pemeriksaan LED masih

26

27

termasuk pemeriksaan penunjang yang tidak spesifik untuk satu penyakit. Bila dilakukan secara berulang laju endap darah dapat dipakai untuk menilai perjalanan penyakit seperti tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. LED yang cepat menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan LED dibandingkan sebelumnya menunjukkan proses yang meluas, sedangkan LED yang menurun dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan.

Perbedaan pemeriksaan CRP dan LED:


Hasil pemeriksaan Hs-CRP jauh lebih akurat dan cepat Dengan range pengukuran yang luas, pemeriksaan Hs-CRP sangat baik dan penting untuk: Mendeteksi Inflamasi/infeksi akut secara cepat (6-7 jam setelah inflamasi)

Hs-CRP meningkat tajam saat terjadi inflamasi dan menurun jika terjadi perbaikan sedang LED naik kadarnya setelah 14 hari dan menurun secara lambat sesuai dengan waktu paruhnya.

Pemeriksaan Hs-CRP dapat memonitor kondisi infeksi pasien dan menilai efikasi terapi antibiotika.

Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi antibiotik dianjurkan. Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan adjuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat

27

28

sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.Pada beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat dan luas sehingga satu-satunya tindakan terbaik adalah amputasi dan pemasangan prothesa. Bila proses akut telah dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam rentang gerakan diberikan. Kapan aktivitas penuh dapat dimulai tergantung pada jumlah tulang yang terlibat. Pada infeksi luas, kelemahan akibat hilangnya tulang dapat mengakibatkan terjadinya fraktur patologis.

Indikasi dilakukannya pembedahan ialah :

1. Adanaya sequester.

2. Adanya abses.

3. Rasa sakit yang hebat.

4 Bila mencurigakan adanya perubahan kearah Epidermoid).

keganasan (karsinoma

Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal

28

29

selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi ini.

Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang. Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum telah cukup kuat; mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan.

Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh :

1. Pemberian penyebabnya

antibiotik

yang

tidak

cocok

dengan

mikroorganisme

2. Dosis yang tidak adekuat 3. Lama pemberian tidak cukup 4. Timbulnya resistensi 5. Kesalahan hasil biakan 6. Pemberian pengobatan suportif yang buruk

29

30

7. Kesalahan diagnostik 8. Pada pasien yang imunokempremaise

Komplikasi

Komplikasi dari osteomielitis antara lain:

1. Kematian tulang (osteonekrosis)

Infeksi pada tulang dapat menghambat sirkulasi darah dalam tulang, menyebabkan kematian tulang. Jika terjadi nekrosis pada area yang luas, kemungkinan harus diamputasi untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi.

1. Arthritis septic

Dalam beberapa kasus, infeksi dalam tuolang bias menyebar ke dalam sendi di dekatnya.

2. Gangguan pertumbuhan

Pada anak-anak lokasi paling sering terjadi osteomielitis adalah pada daerah yang lembut, yang disebut lempeng epifisis, di kedua ujung tulang panjang pada lengan dan kaki. Pertumbuhan normal dapat terganggu pada tulang yang terinfeksi.

3. Kanker kulit

30

31

Jika osteomielitis menyebabkan timbulnya luka terbuka yang menyebabkan keluarnya nanah, maka kulit disekitarnya berisiko tinggi terkeba karsinoma sel skuamosa.

Dalam kepustakaan lain, disebutkan bahwa osteomielitis juga dapat menimbulkan komplikasi berikut ini :

1. Abses tulang 2. Bakteremia 3. Fraktur 4. Selulitis

31

32

KESIMPULAN

Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik.

Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan bakteri, dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan oleh bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri. Penyebab osteomielitis pyogenik adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%), Escherichia coli, Pseudomonas, dan Klebsiella. Infeksi dapat mencapai tulang dengan melakukan perjalanan melalui aliran darah atau menyebar dari jaringan di dekatnya. Osteomielitis juga dapat terjadi langsung pada tulang itu sendiri jika terjadi cedera yang

mengekspos tulang, sehingga kuman dapat langsung masuk melalui luka tersebut.

Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan pada bayi dan infant. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula. Kejadian tertinggi pada Negara berkembang. Tingkat mortalitas ost

Penatalaksanaannya harus secara komprehensif meliputi pemberian antibiotika, pembedahan, dan konstruksi jaringan lunak, kulit, dan tulang.

32

33

DAFTAR PUSTAKA
Adam, Greenspan. Orthopedic Imaging: A Practical Approach, 4th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. USA. 2004. Anonym, Osteomyelitis.2011. Available http://www.mayoclinic.com/health/ osteomyelitis/DS00759 from:

Anonym, OSTEOMIELITIS : Perkembangan 10 tahun Terakhir. Available from: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_023_sendi_&_tulang.pdf Daniel, Lew, et al. 2012. Review Article Current Concepts OSTEOMYELITIS available from : http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/nejm199704033361406 David R, Barron BJ, Madewell JE. Osteomyelitis, acute and chronic. Radio Clin North Am 1987;25:1171-1201. David C. Dugdale, 2009. http://www.umm.edu/imagepages/9712.htm Hidyaningsih, Referat Osteomielitis. Jakarta:2012. h : 10-24. Randall W King, MD, FACEP; Chief Editor: Rick Kulkarni. Osteomyelitis in Emergency Medicine. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview#showall Robin, Cotrans. Pathologic Basis of Disease 7th Edition. 2007 Sjamsuhidajat, Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi revisi Song, Kit M ; Sloboda, John F. Journal of the American Academy of Orthopaedic Surgeons. 2001.

33

You might also like