You are on page 1of 2

Nama NIM Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Jenis

: Marco Darmansyah : 11/316492/GE/07071 : Pengembangan Sumberdaya Ekonomi Lokal : GPW3314 : Tugas Harian

Kegiatan Ekonomi Lokal dan Peranannya


Pengembangan sumberdaya ekonomi lokal saat ini menjadi kecenderungan baru dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah. Faktor lokalitas menjadi penekanan baik terkait dengan sumberdaya alam (bahan baku) maupun sumberdaya manusianya (pengusaha, tenaga kerja). Pengembangan Sumberdaya Ekonomi Lokal (Local Economic Resource Development) pada dasarnya merupakan suatu proses yang berbasis komunitas atau kelompok dalam mengelola wilayah sesuai dengan sumberdaya yang ada, dalam mewujudkan peningkatan pendapatan ekonomi lokal, pertumbuhan wilayah, serta menumbuhkan lapangan pekerjaan baru. Unsur yang harus ditonjolkan adalah unsur lokal yang merupakan karakteristik masing-masing wilayah. Konsep PSEL/LERD ini merupakan gagasan dari sebuah respon keadaan pembangunan ekonomi yang tidak merata akibat pendekatan top-down, dimana negara lebih menjamin keberlanjutan ekonomi makro yang sangat pro terhadap investasi dan pertumbuhan wilayah secara general, namun tidak menguntungkan bagi pertumbuhan perekonomian secara mikro. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Nomor 24 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Daerah antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004 telah memberikan landasan legal bagi terwujudnya otonomi daerah di Indonesia. Desentralisasi kewenangan yang terjadi dalam otonomi daerah bermakna pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab lebih besar dalam membangun daerahnya masing-masing. Konsekuensi dari perubahan sistem pemerintahan (dari sentralistik menjadi desentralistik) ini tidaklah seragam: beberapa dampak positif bermunculan dan dapat diambil sebagai pembelajaran yang baik, begitupun dengan beberapa konsekuensi negatif yang perlu menjadi perhatian bersama. Salah satu konsekuensi negatif dari pelaksanaan otonomi daerah ini adalah banyak daerah bertindak seolah mereka adalah kerajaan-kerajaan kecil (Firman 2010). Akhirnya PSEL muncul dalam pendekatan bottom-up untuk menyeimbangkan konsep pembangunan ekonomi sebelumnya. Dalam rangka untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan daerah, tiap-tiap daerah sudah barang tentu berupaya untuk menggali potensi-potensi pengembangan ekonomi berbasis sumberdaya lokal. Bagi wilayah yang kaya akan sumberdaya ekonomi potensial akan menjadi lebih mudah dalam menciptakan produk-produk ekonomi unggulan, namun bagi wilayah-wilayah marginal, baik dari sisi keterbatasan kondisi fisik maupun sumberdaya manusia maka upaya untuk menggali potensi ekonomi unggulan merupakan satu pekerjaan yang menuntut kerja keras, kreativitas dan dukungan dari segala pihak, baik dari pemerintah, masyarakat maupun swasta. Beberapa hal penting dalam upaya pengembangan ekonomi lokal adalah bagaimana menjadikan produk ekonomi yang ada di suatu wilayah agar supaya memiliki nilai jual, mampu bersaing dengan wilayah lain dan memiliki jaringan pemasaran yang baik. Kabupaten Lumajang merupakan kabupaten yang memiliki potensi di bidang pertanian dan perkebunan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat Lumajang bergerak dalam bidang pertanian seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, dan pisang. Kabupaten Lumajang dikenal sebagai Kota Pisang karena Lumajang merupakan penghasil pisang yang terdiri dari berbagai jenis pisang, seperti Pisang Agung, Pisang Kayu, Pisang Susu, dan Pisang Raja Nagka, serta Pisang Mas Kirana yang merupakan produk

pisang unggulan Lumajang. Dengan adanya potensi dibidang pertanian ini memunculkan berbagai jenis kegiatan ekonomi lokal berskala mikro yang bergerak di bidang pengolahan hasil pertanian. Kelompok Wanita Mandiri Mawar Indah yang terletak di Dusun Gencono, Desa Jambekumbu, Kecamatan Pasrujambe, Kabupaten Lumajang merupakan salah satu jenis industri rumah tangga yang bergerak di bidang pengelohan hasil pertanian. Kelompok ini terdiri dari dua puluh orang yang semua anggotanya adalah perempuan. Berdirinya kelompok ini merupakan hasil dari program yang dicanangkan oleh pemerintah (PNPM Mandiri Perdesaan) yang mengharapkan adanya partisipasi masyarakat lokal dalam berbagai jenis kegiatan pembangunan desa sehingga dapat meningkatkan kapabilitas dan kesejahteraan masyarakat. Latar belakang munculnya kelompok ini karena pisang dan hasil pertanian lainnya merupakan produk yang cepat mengalami pembusukan sehingga perlu adanya inovasi supaya produk hasil pertanian ini dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama, salah satunya adalah dengan merubahnya menjadi produk olahan keripik. Berbagai produk yang dihasilkan dikelompok ini ialah keripik pisang mas kirana, keripik pisang agung, kripik pisang kayu, kripik ketela, kripik talas, kripik, singkong dang berbgai jenis olahan lainnya. Sumberdana dari kelompok ini awalnya ialah swadaya dari anggota kelompok dalam bentuk simpanan wajib. Setelah adanya UPK (Unit Pengelola Kegiatan) yang merupakan salah satu produk dari PNPM Mandiri Peerdesaan di Kecamatan Pasrujambe membuka peluang kelompok ini untuk mendapatkan pinjaman modal sehingga kelompok ini dapat berkembang, bersaing dengan usaha lainnya dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini terbukti dengan adanya kelompok Mawar Indah selain mengolah hasil pertanian (local resources ), kelompok ini memberikan kesempatan bagi masyarakat di Dusun Gencono khususnya golongan ibu-ibu untuk memiliki kesempatan kerja sehingga dapat meningkatkan penghasilan rumah tangganya. Seiring dengan berjalannya waktu, kelompok ini terus mengalami perkembangan yang dapat dilihat dari segi pemasarannya. Hingga saat ini, pemasaran produk hasil olahan kripik kelompo Mawar Indah sudah tersebar di berbagai kota di sekitarnya, meliputi Jember, Probolinggo, Pasuruan, Bondowoso, Malang, dan Banyuwangi. Pemasaran produk kelompok ini melalui PT. Indomarco Indomaret Cabang Jember. Sumber bacaan: Firman T. 2010. Multi local-government under Indonesias decentralization reform: he case of Kertamantul (he Greater Yogyakarta). Habitat International. 32 (4): 400405.

You might also like