You are on page 1of 16

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Makanan merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh manusia dan hewan untuk melangsungkan kehidupannya. Namun, makanan dapat menjadi sumber penyakit jika tidak memenuhi kriteria sebagai makanan baik, sehat dan aman. Berbagai kontaminan dapat mencemari bahan pangan dan pakan sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Fungsi makanan yaitu menjaga keberlangsungan hidup dan menjaga agar makhluk hidup sehat lahir dan bathin. Selain itu, kualitas makanan yang dikonsumsi dapat berpengaruh terhadap kualitas hidup dan perilaku makhluk hidup itu sendiri. Oleh karena itu, setiap makhluk hidup selayaknya berusaha untuk mendapatkan makanan yang baikseperti dinyatakan dalam FirmanNya: Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepadaNya saja kamu menyembah (QS Al-Baqarah: 172). Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rizkikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepadaNya (QS Al- Maidah: 88). Dari ayat-ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa makanan yang dikonsumsi harus baik ditinjau dari segi fisik dan psikologis, karena kualitas makanan berpengaruh terhadap kualitas makhluk hidup, terutama manusia.

Kualitas makanan atau bahan makanan di alam ini tidak terlepas dari berbagai pengaruh seperti kondisi dan lingkungan, yang menjadikan layak atau tidaknya suatu makanan untuk dikonsumsi. Berbagai bahan pencemar dapat terkandung di dalam makanan karena penggunaan bahan baku pangan terkontaminasi, proses pengolahan, dan proses penyimpanan.

Oleh karena alasan tersebut di atas, maka perlunya meningkatkan kewaspadaan dalam memilih bahan makanan atau makanan olahan yang akan dikonsumsi dan tidak mengkonsumsi makanan yang sudah kadaluarsa atau yang disimpan terlalu lama.

Label pada kemasan produk pangan bukan sekadar hiasan. Di atasnya terkandung banyak "cerita" tentang produk di dalam kemasannya bagi calon pembeli. Cerita itu pula yang membantu calon pembeli untuk memutuskan membeli atau tidak.

Setiap kali hendak membeli pangan dalam kemasan, yang pertama kali dilihat calon konsumen adalah kemasan dan labelnya. Kemasan itu sangat beragam bentuk dan bahannya. Namun, yang lebih penting adalah label yang terdapat pada kemasan itu. Dari label inilah konsumen mengetahui banyak hal soal produk di dalam kemasan itu.

Setidaknya, ada delapan jenis informasi yang bisa diketahui dari label kemasan produk pangan. Yakni sertifikasi halal, nama produk, kandungan isi, waktu kedaluwarsa, kuantitas isi, identifikasi asal produk, informasi gizi, dan tanda-tanda k, kualitas lainnya. Informasi-informasi ini mesti diperhatikan dengan seksama supaya konsumen tidak salah beli.

Selain itu, ada pula informasi yang tidak boleh dicantumkan pada label kemasan. Informasi itu menyangkut hal-hal yang membingungkan dan membuat rancu konsumen. Juga, informasi tentang sesuatu ciri khas yang sebenarnya dimiliki oleh produk pangan sejenis. Umpamanya, tulisan tanpa zat pewarna untuk produk yang memang dilarang menggunakan zat pewarna. Informasi efek pengobatan atau penyembuhan penyakit tertentu, juga tidak boleh dicantumkan pada label kemasan produk pangan bukan dietetik. Supaya tahu harga zat gizinya

Sertifikasi halal untuk Indonesia yang sebagian besar penduduknya muslim memang sangat penting. Karena itu, produk makanan dalam kemasan yang beredar di Indonesia sekarang harus halal seperti dicantumkan pada labelnya. Kehalalan ini sebenarnya tidak terbatas pada bahannya saja, tetapi juga pemrosesannya. Dengan begitu kehalalan mencerminkan tingkat sanitasi dan higiene optimal produk itu. Ini jelas

menguntungkan pengusaha karena pasarnya menjadi terbuka lebar, tidak Cuma terbatas pada konsumen muslim.

Pada setiap kemasan nama produk pada labelnya merupakan informasi utama yang memungkinkan konsumen mengidentifikasi jenis produk itu. Penamaannya dapat karena aturan, macam susu, mentega, atau minyak goreng. Atau, karena penggunaan komersialnya, seperti tepung telur, tepung ikan, atau hati bebek Barbarie. Penamaan secara fantasi tidaklah mencukupi dan harus mengidentifikasikan keadaan sebenarnya atau perlakuan yang diperolehnya.

Contohnya, susu bubuk, gula pasir, sayuran terliofilisasi, susu UHT (ultra high temperature), atau susu pasteurisasi. Terkadang, untuk maksud dikenal, penamaan dilakukan dengan dua nama mirip namun berbeda. Contohnya yoghurt (Anglo-saxon) dan yaourt (Prancis). Yaourt adalah susu fermentasi yang menggunakan hanya dua macam bakteri, S.thermophilus dan L. delbrueckii subsp. Bulgaricus. Sedangkan pada yoghurt, di samping dua bakteri tadi diizinkan pula penambahan mikroba macam Bifidobacterium longum atau L. acidophilus.

Sekarang ini seiring dengan meningkatnya tingkat kesibukan , masyarakat kini cenderung kurang memperhatikan makanan yang mereka makan. Baik itu dari segi kebersihan, kesehatan, atau kandungan gizi yang terkandung dalam makanan, kecenderungan orang hanya memikirkan dari segi ekonomis dan kepraktisannya saja. Salah satu contohnya adalah makanan kaleng .Makanan kaleng adalah sumber utama senyawa beracun dari mikroba bakteri Clostridium botulinum yang dapat menyebabkan keracunan botulinin. Biasanya bakteri ini tumbuh pada makanan kaleng yang tidak sempurna atau adanya sisa mikroorganisme yang masih bertahan hidup setelah proses pemanasan pengolahannya atau pada kaleng yang bocor, sehingga makanan di dalamnya terkontaminasi udara dari luar. Berdasarkan uraian di atas tersirat bahwa senyawa beracun dari mikroba bakteri Clostridium botulinum ini sangat membahayakan bagi kehidupan manusia sekarang ini yang menuntut kepraktisan dalam mengonsumsi makanan.Oleh karena itu penyusun tertarik untuk menyikapi permasalahan tersebut dikaji lebih lanjut dalam bentuk karya tulis yang berjudul Keracunan Pangan Akibat Oleh Toksin Botulinin.

1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari makalah ini antara lain : 1. Bagaimana kriteria makanan yang aman untuk dikonsumsi ? 2. Apa saja contoh senyawa beracun yang tergolong alamiah, sintesis, dari mikroba, serta residu pencemaran akibat makanan kadaluarsa? 3. Bagaimana cara menanggulangi bahaya toksin botulinin yang terdapat dalam makanan?

1.3 Tujuan Adapun tujuan penulisan dari makalah ini antara lain : 1. Mengetahui karakteristik senyawa beracun dalam makanan kaleng yaitu mikroba bakteri Clostridium botulinum. 2. Mengetahui dampak kesehatan dari pencemaran senyawa beracun dalam makanan khususnya dari mikroba bakteri Clostridium botulinum 3. Mengetahui cara menanggulangi bahaya dari toksin botulinin dalam makanan.

1.4. Manfaat Adapun manfaat dari makalah ini adalah memberikan informasi mengenai senyawa beracun dalam makanan kaleng khususnya dari mikroba bakteri Clostridium botulinum, dampaknya bagi kesehatan, serta cara menanggulangi bahaya dari senyawa-senyawa beracun tersebut dalam makanan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Senyawa Kimia Beracun


Pengertian bahan kimia beracun dapat didefinisikan sebagai bahan kimia yang dalam jumlah kecil menimbulkan keracunan pada manusia atau mahluk hidup lainnya. Keracunan diakibat dari aktivitas mikroorganisme dibedakan menjadi food intoxication dan food infection. Food intoxication terjadi karena makanan tercemar oleh toksin, sedangkan food infection terjadi karena makanan terkontaminasi oleh parasit, protozoa atau bakteri patogen. Keracunan makanan yang sering terjadi umumnya disebabkan karena makanan mengandung eksotoksin, yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum atau enterotoksin yang dihasilkan oleh Staphyilococci.Hal itu menyebabkan terjadinya intoksikasipada manusia atau mahluk hidup lainnya, intoksikasiyaitu keracunan yang disebabkan oleh bahan pangan yang mengandung senyawa beracun. Sedangkan kriteria suatumakanan yang aman adalah yang tidak tercemar, tidak mengandung mikroorganisme atau bakteri dan bahan kimia berbahaya, telah diolah dengan tata cara yang benar sehingga sifat dan zat gizinya tidak rusak, serta tidak bertentangan dengan kesehatan manusia. Karena itu, kualitas makanan, baik secara bakteniologi, kimia, dan fisik, harus selalu diperhatikan. Kualitas dari produk pangan untuk konsumsi manusia pada dasarnya dipengaruhi oleh mikroorganisme.

2.2 Clostridium botulinum


Clostridium botulinum merupakan bakteri berbentuk batang, bersifat anerob yang berarti organisme-organisme ini tumbuh paling baik pada tingkat-tingkat oksigen yang rendah atau ketidakhadiran oksigen, Gram-positif, dapat membentuk spora, dan dapat memproduksi racun syaraf yang kuat. Sporanya tahan panas dan dapat bertahan hidup dalam makanan dengan pemrosesan yang kurang sesuai atau tidak benar. Bakteri clostridium botulinum membentuk sel reproduksi yang disebut spora. Seperti biji, spora bisa hidup di bagian yang tidak aktif untuk beberapa tahun, dan mereka sangat bersifat melawan terhadap kerusakan. Ketika kelembaban dan bahan bergizi ada dan oksigen tidak ada (seperti pada usus atau botol atau kaleng bersegel), spora tersebut mulai

bertumbuh dan menghasilkan racun. Beberapa racun dihasilkan oleh Clostridium botulinum tidak dihancurkan oleh enzim pelindung usus. KLASIFIKASI Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Species : Bacteria : Firmicutes : Clostridia : Clostridiales : Clostridiaceae : Clostridium : Clostridium botulinum

Gambar 1.Clostridium botulinum

2.3 Ekologi Clostridium Botulinum Penyebaran bakteri Clostridium botulinummelalui spora yang dihasilkan oleh bakteri tersebut. Spora Clostridium botulinumdapat ditemukan di saluran pencernaan manusia, ikan, burung, dan hewan ternak. Selain itu, spora Clostridium botulinumjuga dapat ditemukan di tanah, pupuk organik, limbah, dan hasil panen. Spora tersebut dapat berakhir di usus hewan yang memakan hewan atau tumbuhan yang terkontaminasi spora tersebut kemudian memasuki rantai makanan manusia. Jika spora memasuki lingkungan yang anaerob, misalnya pada kaleng makanan, spora spora tersebut akan tumbuh menjadi bakteri yang dapat menghasilkan neurotoksin. Pada makanan yang tertutup dan pH nya rendah (lebih dari
6

4,6) merupakan tempat pertumbuhan bakteri C. botulinum yang kemudian dapat memproduksi racun. Faktor lain yang mendukung tumbuhnya spora menjadi sel vegetatif adalah kadar garam yang di bawah 7%, kandungan gula di bawah 50%, temperatur 4oC 49oC (suhu kamar), kadar kelembapan tinggi, serta sedikitnya kompetensi dengan bakteri flora.

2.4 Toksin Clostridium botulinum Clostridium botulinum menghasilkan toksin yang disebut neurotoksin atau BoNT (botulinum neurotoxin). Neurotoksin ini merupakan eksotoksin karena toksin dikeluarkan oleh bakteri ke lingkunganserta neurotoxinpaling kuat yang pernah ditemukan. Toksin botulinum ini memiliki struktur dan fungsi yang sama dengan toksin tetanus. Namun, toksin botulinum mempengaruhi syaraf periferi karena memiliki afinitas untuk neuron pada persimpangan otot syaraf. Terdapat tujuh macam toksin yang berbeda beda yang dihasilkan oleh C. botulinum, yaitu tipe A, B, C, D, E, F, dan G. Tipe A, B, E, dan F dapat menyebabkan botulisme pada manusia. Tipe C dan D menyebabkan sebagian besar botulisme pada hewan. Hewan yang paling sering terinfeksi adalah unggas liar dan unggas ternak, sapi, kuda, dan beberapa jenis ikan. Walaupun tipe G telah diisolasi dari tanah di Argentina, belum ada kasus yang diketahui disebabkan oleh strain ini.

2.5 Neurotoksin Neurotoksin merupakan jenis racun yang menyerang system saraf. Aktivitas neurotosin dapat dicirikan oleh kemampuan untuk menghambat neuron kontrol atas ion konsentrasi di seluruh sel membran, atau komunikasi antara neuron di seluruh sinaps. Dengan menghambat kemampuan untuk neuron untuk menjalankan fungsi yang diharapkan mereka intraseluler, atau lulus sinyal ke sel tetangga, neurotoksin dapat menyebabkan penangkapan sistem saraf sistemik seperti dalam kasus dari toksin botulinum, atau bahkan kematian jaringan saraf. Para waktu yang dibutuhkan untuk timbulnya gejala setelah terpapar racun saraf dapat bervariasi antara racun yang berbeda, berada di urutan jam untuk toksin botulinum.

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Keracunan Makanan oleh Clostridium botulinum


Bakteri Clostridium botulinum ditemukan dimana-mana, dalam tanah, sedimen didasar laut, usus dan kotoran binatang. Clostridium botulinum adalah bakteri anaerobik, gram positif, membentuk spora, berbentuk batang dan relatif besar. Spora bakteri dapat terhirup atau termakan, atau dapat menginfeksi luka terbuka. Walaupun demikian bakteri dan sporanya tidak berbahaya. Gejala botulism disebabkan oleh toksin yang diproduksi oleh bakteri tersebut. Toksin botulism merupakan toksin yang berbahaya, dengan dosis mematikan 200-300 pg/kg, yang berarti bila melebihi 100 gram dapat membunuh setiap manusia didunia (Anonimus 2006a). Terdapat tujuh strain botulism, masing masing memproduksi protein yang berpotensi sebagai neurotoxin. Tipe A, B, E dan F menyebabkan botulism pada manusia. Tipe C-alpha menyebabkan botulism pada unggas domestik dan liar. Tipe Cbeta dan D menyebabkan botulism pada ternak. Tipe ketujuh dari botulism, strain G, telah diisolasi dari contoh tanah, tetapi jarang dan belum menunjukkan hubungan yang menyebabkan botulism manusia atau binatang. Tipe A dan beberapa tipe B dan tipe F mendekomposisikan protein binatang dan menyebabkan bau dari makanan yang membusuk, dan daging busuk. Tipe E dan beberapa tipe B,C, D dan F tidak proteolytic (mereka tidak mencerna protein binatang). Ketika muncul, tipe botulism ini tidak dapat terdeteksi dengan bau yang kuat (Anonimus 2006a). Bakteri clostridium merupakan bakteri yang heat resistant dan dapat bertahan dari perebusan yang lama. Untuk menghancurkan spora yang ada, makanan harus dipanaskan hingga temperatur 120oC atau lebih, seperti dalam penggunaan pressure cooker. Racun yang diproduksi oleh bakteri dapat dihancurkan oleh panas. Untuk menghancurkan toxin yang bersumber dari makanan, makanan harus dipanaskan hingga 85oC atau lebih selama lima menit, atau merebus sedikitnya selama 10 menit. Bakteri botulinum akan berbahaya bila aktif secara metabolisme dan memproduksi racun botulinus. Dalam keadaan spora, botulinum tidak berbahaya. Panas dapat memungkinkan spora aktif dan berkecambah dan panas juga dapat

membunuh bakteri lain yang menjadi saingan dengan Clostridium Botulinum dalam mendapatkan host (Anonimus 2006a). Waktu inkubasi Clostridium botulinum adalah 12 sampai 36 jam. Gejala klinis yang disebabkan intoksikasi diantaranya adalah gangguan pencernaan akut yang diikuti oleh pusing-pusing dan muntah-muntah, bisa juga diare, lelah, pening dan sakit kepala. Gejala lanjut konstipasi, kesulitan menelan dan berbicara, lidah bisa membengkak dan tertutup, beberapa otot lumpuh, dan kelumpuhan bisa menyebar kehati dan saluran pernafasan. Kematian bisa terjadi dalam waktu tiga sampai enam hari (Siagian 2002). Menurut Bayrak AO and Tilky HE (2006), gejala klinis akan muncul 2- 36 jam setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi Clostridium botulinum.

Bakteri Clostridium botulinum umum terdapat pada makanan kaleng dengan pH lebih dari 4,6. Kerusakan makanan kaleng dipengaruhi oleh jenis makanan dan jenis mikroba yang terdapat didalamnya. Pada dasarnya makanan kaleng dibedakan atas tiga kelompok berdasarkan keasaman, yaitu:

Makanan kaleng berasam rendah (pH>4,6), misalnya produk-produk daging dan ikan, beberapa sayuran (jagung, buncis), dan masakan yang terdiri dari campuran daging dan sayuran (lodeh, gudeg, opor, dan lain-lain). Makanan kaleng asam (pH 3,7-4,6), misalnya produk-produk tomat, pear, dan produk-produk lain. Makanan kaleng berasam tinggi (pH<3,7), misalnya buah-buahan dan sayuran kaleng seperti jeruk, pikel, sauerkraut, dan lain-lain (Siagian 2002).

Kerusakan bahan pangan termasuk makanan dalam kaleng dapat dideteksi dengan beberapa cara, yaitu:
9

Uji organoleptik dengan melihat tanda-tanda kerusakan seperti perubahan tekstur atau kekenyalan, kekentalan, warna bau, pembentukkan lendir, dan lain-lain. Uji fisik untuk melihat perubahan-perubahan fisik yang terjadi karena kerusakan oleh mikroba maupun oleh reaksi kimia, misalnya perubahan pH, kekentalan, tekstur, indeks refraktif, dan lain-lain. Uji kimia untuk menganalisa senyawa-senyawa kimia sebagai hasil pemecahan komponen pangan oleh mikroba atau hasil dari reaksi kimia. Uji mikrobiologis, yang dapat dilakukan dengan metode hitungan cawan, MPN, dan mikroskopis. Keracunan oleh mikroba adalah jenis keracunan yang paling banyak dan sering ditemui di masyarakat. Makanan menjadi beracun karena telah terkontaminasi dengan jenis bakteri tertentu, yang karena dibiarkan tumbuh dan berkembang biak selama penyimpanan, sehingga dapat membahayakan konsumen. Keracunan akibat tercemar oleh bakteri Clostridium botulinum sering terjadi dalam kehiduan seharihari. Racun yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum akan diserap di dalam lambung, duodenum dan bagian pertama jejunum. Kemudian akan diedarkan oleh darah dan menyerang saraf. Gejala akibat keracunan dimulai 18 24 jam setelah makan makanan yang terkontaminasi Clostridium botulinum. Gejala gejalanya yaitu : bibir kering, gangguan penglihatan (inkoordinasi otot otot mata, penglihatan ganda), ketidakmampuan menelan, sulit berbicara; tanda tanda paralisis bulbar berlangsung secara progresif, dan kematian terjadi karena paralisis pernapasan atau jantung berhenti. Gejala gejala gastrointestinal biasanya tidak menonjol. Tidak ada demam. Penderita tetap sadar segera sebelum mati.

3.2. Mekanisme racun Botulinin Pada siklus yang normal, asetilkolin neurotransmitter akan dilepaskan oleh vesikel di junction pada ujung serabut saraf. Asetilkolin akan memasuki sinapsis dan memfasilitasi transfer impuls saraf dengan membuat jembatan pada gap antara ujung serabut saraf dengan sel reseptor otot sehingga komunikasi sel dapat berlangsung.

10

Gambar 2. Trasmisi Saraf Normal

Pada orang yang mengalami keracunan akibat toksin botulinin, racun akan memasuki deaerah membran sel ujung serabut saraf. Molekul molekul toksin tersebut akan menutupi permukaan bagian dalam dari membran sel tersebut sehingga menghalangi vesikel yang akan melepaskan asetilkolin. Terjadi paralisis.

Gambar 3. Racun Botulinin Menghambat Transmisi Saraf

11

3.3 Bahan Makanan Yang Tercemar Oleh Bakteri C. botulinum Bakteri Clostridium botulinum ditemukan dimana-mana, dalam tanah, sedimen didasar laut, usus dan kotoran binatang. Clostridium botulinum adalah bakteri anaerobik, gram positif, membentuk spora, berbentuk batang dan relatif besar. Spora bakteri dapat terhirup atau termakan, atau dapat menginfeksi luka terbuka. Walaupun demikian bakteri dan sporanya tidak berbahaya. Gejala botulism disebabkan oleh toksin yang diproduksi oleh bakteri tersebut. Toksin botulism merupakan toksin yang berbahaya, dengan dosis mematikan 200-300 pg/kg, yang berarti bila melebihi 100 gram dapat membunuh setiap manusia didunia. Penyebaran bakteri Clostridium botulinum melalui spora yang dihasilkan oleh bakteri tersebut. Spora Clostridium botulinum dapat ditemukan di saluran pencernaan manusia, ikan, burung, dan hewan ternak. Selain itu, spora Clostridium botulinum juga dapat ditemukan di tanah, pupuk organik, limbah, dan hasil panen. Spora tersebut dapat berakhir di usus hewan yang memakan hewan atau tumbuhan yang terkontaminasi spora tersebut kemudian memasuki rantai makanan manusia. Jika spora memasuki lingkungan yang anaerob, misalnya pada kaleng makanan, spora spora tersebut akan tumbuh menjadi bakteri yang dapat menghasilkan neurotoksin. Bakteri Clostridium botulinum umum terdapat pada makanan kaleng dengan pH lebih dari 4,6. Kerusakan makanan kaleng dipengaruhi oleh jenis makanan dan jenis mikroba yang terdapat didalamnya. Pada dasarnya makanan kaleng dibedakan atas tiga kelompok berdasarkan keasaman, yaitu: 1. Makanan kaleng berasam rendah (pH>4,6), misalnya produk-produk daging dan ikan, beberapa sayuran (jagung, buncis), dan masakan yang terdiri dari campuran daging dan sayuran (lodeh, gudeg, opor, dan lain-lain). 2. Makanan kaleng asam (pH 3,7-4,6), misalnya produk-produk tomat, pear, dan produk-produk lain. 3. Makanan kaleng berasam tinggi (pH<3,7), misalnya buah-buahan dan sayuran kaleng seperti jeruk, pikel, sauerkraut, dan lain-lain (Siagian 2002) Kerusakan bahan pangan termasuk makanan dalam kaleng dapat dideteksi dengan beberapa cara, yaitu: 1. Uji organoleptik dengan melihat tanda-tanda kerusakan seperti perubahan tekstur atau kekenyalan, kekentalan, warna bau, pembentukkan lendir, dan lain-lain.

12

2. Uji fisik untuk melihat perubahan-perubahan fisik yang terjadi karena kerusakan oleh mikroba maupun oleh reaksi kimia, misalnya perubahan pH, kekentalan, tekstur, indeks refraktif, dan lain-lain. 3. Uji kimia untuk menganalisa senyawa-senyawa kimia sebagai hasil pemecahan komponen pangan oleh mikroba atau hasil dari reaksi kimia. 4. Uji mikrobiologis, yang dapat dilakukan dengan metode hitungan cawan, MPN, dan mikroskopis. Tanda-tanda kerusakan pada makanan kaleng yang disebabkan oleh Clostridium botulinum diantaranya adalah produk mengalami fermentasi, bau asam, bau keju atau bau butirat, pH sedikit di atas normal dengan tekstur rusak. Penampakan pada keleng memperlihatkan bahwa kaleng menggembung. Jika dibiarkan terus menerus mungkin bisa meledak.

3.4 Pengobatan Akibat Keracunan Makanan oleh Clostridium botulinum Penderita botulisme (keracunan akibat toksin botulinin) harus segera dibaw ke rumah sakit. Pengobatannya harus segera dilakukan meskipun belum diperoleh hasil laboratorium untuk memperkuat diagnosis. Langkah-langkah untuk mengeluarkan toksin agar tidak diserap ialah: Perangsangan muntah. Pengosongan lambung melalui lavase lambung. Pemberian obat pencahar untuk mempercepat pengeluaran isi usus.

Bahaya terbesar akibat keracunan ini ialah masalah pernafasan. Tanda-tanda vital seperti tekanan darah denyut nadi, frekuensi nafas dan suhu harus diukur secara cara rutin. Jika gangguan pernafasan muali terjadi, penderita harus dibawa ke ruang intesif dan mendapatkan alat bantu pernafasan. Perawatan intensif telah mengurangi angka kematian akibat keracunan toksin botulinin, dari 90% pada awal tahun 1900 sekarang menjadi 10%. Mungkin pemberian makanan harus dilakukan melalui infus. Pemberian Antitoksin tidak dapat menghentikan kerusakan secara langsung, tetapi dapat memperlambat atau menghentikan fisik dan mental yang lebih lanjut, sehingga tubuh dapat mengadakan perbaikan selama beberapa bulan. Anti toksin diberikan sesegera mungkin setelah didiagnosis, pemberian ini umumnya efektif bila dilakukan dalam waktu 72 jam setelah terjadinya gejala. Antitoksin tidak dianjurkan untuk diberikan kepada bayi, karena efektivitasnya pada infant botulism masih belum terbukti.

13

3.5 Tindakan Pencegahan Terhadap Racun Botulinin Dalam dunia industri dilakukan strategi penghambat pada bakteri yang bersifat merugikan (patogen) salah satunya adalah Clostridium botulinum, dengan melakukan pengemasan (packaging). Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengemasan tersebut harus memiliki sifat-sifat meliputi permeabel

terhadap udara (oksigen dan gas lainnya), bersifat non-toksik dan inert (tidak bereaksi dan menyebabkan reaksi kimia) sehingga dapat mempertahankan warna, aroma, dan cita rasa produk yang dikemas, kedap air (mampu menahan air atau kelembaban udara sekitarnya), kuat dan tidak mudah bocor, relatif tahan terhadap panas dan mudah dikerjakan secara massal dan harganya relatif murah. Makanan adalah produk yang membutuhkan perawatan dan pengemasan khusus. Dalam mengemas makanan, kita tak boleh salah pilih, karena jika makanan dikemas dengan asal-asalan, hasilnya akan berantakan. Makanan jadi cepat membusuk dan masa simpannya lebih pendek. Untuk mengemas makanan, anda memerlukan mesin pengemas kedap udara. Dengan pengemas kedap udara (vacuum), bakteri-bakteri yang menyukai tempat seperti makanan akan dapat dihindari. Beberapa pencegahan yang bisa dilakukan oleh konsumen diantaranya adalah selalu memperhatikan batas kadaluarsa makanan kaleng serta memasak pangan kaleng dengan seksama (rebus dan aduk selama 15 menit), simpan pangan dalam lemari pendingin terutama untuk pangan yang dikemas hampa udara dan pangan segar atau yang diasap. Hindari pula mengkonsumsi pangan kaleng yang kemasannya telah menggembung. Uji bau dapat dilakukan dengan cara mencium bau makanan tersebut, jika baunya sudah menglami perubahan lebih baik tidak mengkonsumsi makanan kaleng tersebut.

14

BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan Racun botulinin merupakan racun yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium Botulinum.Bakteri ini terdapat secara luas di alam,kadang ada di dalam feses binatang.Terdapat enam tipe berdasarkan toksin,yaitu A,B,C,D,E,F. Pada manusia terdapat tipe A,B,dan E. Kerja toksin ini adalah memblokir pembentukan atau pelepasan asetilkolin pada hubungan saraf otot sehingga terjadi kelumpuhan otot. Tanda-tanda keracunan botulinin antara lain tenggorokan kaku, mata berkunangkunang, dan kejang-kejang yang menyebabkan kematian karena sukar bernapas. Biasanya bakteri ini tumbuh pada makanan kaleng yang tidak sempurna pengolahannya atau pada kaleng yang bocor, sehingga makanan di dalamnya terkontaminasi udara dari luar. Botulinin merupakan sebuah molekul protein dengan daya keracunan yang sangat kuat. Satu mikrogram botulinin sudah cukup mematikan manusia. Untungnya karena merupakan protein, botulinin bersifat termolabil dan dapat diinaktifkan dengan pemanasan pada suhu 80 derajat Celsius selama 30 menit. Garam dengan konsentrasi 8 persen atau lebih serta pH 4,5 atau kurang dapat menghambat pertumbuhan Clostridium botulinum, sehingga produksi botulinin dapat dicegah.

4.2. Saran Untuk dapat menghambat pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum dan menghindari risiko keracunan racun botulinin. Makanan yang diawetkan di rumah harus dimasak secara baik sehingga dapat membunuh spora dan makanan harus dimasak sebelum dimakan.Makanan rumah yang harus diperhatikan adalah: kacang-kacangan, jagung, ikan asap atau ikan segar dalam plastic. Makanan yang mengandung toksin tidak selalu kelihatan atau menimbulkan bau yang berbeda dari makan yang tidak tercemar

15

DAFTAR PUSTAKA

duniaveteriner. (2010, Maret 18). Disadur Maret 03, 2012, Dari Clostridium Botulinum Sebagai Penyebab Keracunan Pada makanan: http://duniaveteriner.com/2010/03/clostridiumbotulinum-sebagai-penyebab-keracunan-pada-makanan/print aguskrisno in KAJIAN MIKROBIOLOGI INDUSTRI. (2011, Januari 11). Disadur Maret 31, 2012, Dari STRATEGI INHIBITOR PERTUMBUHAN Clostridium botulinum PADA PRODUK BAHAN PANGAN DALAM INDUSTRI KALENGAN SERTA PENANGANAN MEDIS PADA BOTULISME: http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/01/11/strategi-inhibitorpertumbuhan-clostridium-botulinum-pada-produk-bahan-pangan-dalam-industri-kalenganserta-penanganan-medis-pada-botulisme/ BoNa LIN_TONG-RAMpah. (2011, Juni 06). Disadur Maret 31, 2012, Dari BAKTERI PATOGEN PADA MAKANAN: http://bonfreehsbmine.blogspot.com/2011/06/bakteri-patogen-padamakanan.html Fairus Ratna Amalia . (2011, Januari 04). Disadur Maret 03, 2012, Dari Kuman-kuman Anaerob pada makanan kaleng: http://iyuztyasient.blogspot.com/2011/01/jumat-13-maret-2009clostridium.html HASTOMO.SST . (2011, April 11). Disadur Maret 31, 2011, Dari BOTULISME, INTESTINAL BOTULISM,sebelumnya dikenal sebagai Botulisme anak.: http://hastomodjogja.blogspot.com/2011/04/botulisme-intestinal-botulismsebelumnya.html Joglosemar. (2010, Juni 16). Disadur Maret 03, 2012, Dari Keracunan Makanan karena Bakteri Botulinum: http://harianjoglosemar.com/berita/keracunan-massal-karena-bakteri-botulinum17856.html Mediscastore. (n.d.). Disadur Maret 03, 2012, Dari Botulisme: http://medicastore.com/penyakit/456/Botulisme.html Sandi's Blog. (2009, 09 04). Disadur 03 31, 2012, Dari Bakteri Dalam Makanan Kaleng: http://koesandi.wordpress.com/tag/bakteri-clostridium-botulinum/ sunshine46 . (2012, Februari 02). Disadur 03 31, 2012, Dari Bahaya Dibalik Makanan (bagian 2): http://id.shvoong.com/lifestyle/food-and-drink/2257518-bahaya-dibalik-makanan-bagian/

16

You might also like