You are on page 1of 70

PRAKTIKUM FISIOLOGI I

I. LENSA TIPIS

1. Tujuan Percobaan Menentukan jarak fokus lensa cembung (konvergen) dan cekung (divergen) serta sifat bayangan

2. Alat-alat Percobaan a. Bangku optik yang berbentuk rel berskala dengan tiang statif tempat lensa, benda, cermin, dan tabir (layar) b. Lensa cembung dan cekung c. Tabir, cermin, benda berbentuk panah, dan penggaris berskala d. Lampu proyektor sebagai sumber cahaya

3. Teori Dasar 3-1. Rumus Gauss Benda nyata yang terletak didepan lensa konvergen dapat membentuk bayangan nyata dibelakang lensa. Bayangan ini dapat ditangkap oleh tabir dibelakang lensa sehingga dapat terlihat. Secara sederhana pembentukan bayangan tersebut diperhatika pada gambar 1.

Gambar 1. Diagram pembentukan bayangan oleh lensa konvergen. f = titik fokus, O = pusat sumbu optik lensa.

Jika tebal lensa diabaikan maka dapat dibuktikan bahwa = + f= (1) Persamaan ini berlaku umum dengan ketentuan f = jarak titik fokus lensa, bertanda (+) untuk lensa konvergen dan (-) untuk divergen

v = jarak benda terhadap pusat sumbu optik lensa, bertanda (+) untuk benda nyata dan (-) untuk benda maya b = jarak bayangan terhadap pusat sumbu optik lensa, bertnda (=) untuk bayangan nyata dan (-) untuk bayangan maya Bayangan nyata terletak dibelakang lensa dan dapat ditangkap oleh tabir sementara benda maya terletak di depan lensa dan tidak ditangkap oleh tabir. Selanjutnya benda maya terletak dibelakang lensa dan biasanya dihasilkan oleh bayangan komponen optik lainnnya (lensa dan cermin) Disamping itu perbesaran yang didefinisikan sebagai perbandingan besar bayangan terhadap objek dapat diperoleh dari persamaan M= (2) Munculnya tanda negatif hanya karna keinginan agar jika m positif untuk bayangan tegak dan negatif untuk bayangan terbalik. Jika dihilangkan tanda negatif dari rumus (2) maka perjanjiannnya akan terblik. =-

3-2. Rumus Bessel Jika jarak antara benda dan tabir dibuat teteap dan lebih besar dari 4f maka terdapat dua kedudukan lensa positif yang akan menghasilkan bayangan tajam diperkecil dan diperbesar pada tabir, lihat gambar 2.

Gambar 2. Kedudukan lensa positif yang membentuk bayangan tajam pada tabir Pada gambar tersebut, posisi-b dan posisi-k masing-masing menyatakan posisi lensa yang menghasilkan bayangan tajam diperbesar dan diperkecil, sedangkan = jarak benda ke tabir d = jarak antara dua kedudukan lensa yang menghasilkan bayangan tajam yang diperbesar dan diperkecil = jarak benda ke lensa yang menghasilkan bayangan diperbesar = jarak bayangan ke lensa yang menghasilkan bayangan diperbesar = jarak benda ke lensa yang menghasilkan bayangan diperkecil = jarak bayangan ke lensa yang menghasilkan bayangan diperkecil

Mengacu pada gambar 2 terlihat bahwa d= = = (3a) (3b) (3c)

Mengingat bahwa = = (4)

maka diperoleh

Substitusi persamaan (4) ke persamaan (1) mnghasilkan f (5) Perhatikan bahwa dan d selalu positif =

3-3. Gabungan Lensa dengan Cermin Datar Misalkan benda diletakkan pada bidag fokuss lensa dan dibelakang lensa terdapat cermin datar, lihat gambar 3.

Gambar 3. Menentukan panjang fokus lensa (+) dengan bantuan cermin datar Oleh lensa, berkas sinar yang berasal dari benda akan dibiaskan dalam berkas sejajar sehingga terbentuk bayangan ditempat tak terhingga. Selanjutnyaoleh cermin datar berkas ini akan dipantulkan dan kemudian dibiaskan kembali oleh lensa sehinga terbentuk bayangan sama besar pada bidang fokus/benda.

3-4. Rumus lensa Gabungan Untuk tujuan tertentu sering digunakan gabungan beberapa lensa. Dalam analisis pembentukan bayangan lensa gabungan ini dapat dibayangkan seolah-olah menjadi sebuah lensa dengan jarak fokus = (6) Dengan t adalah jarak dua smbu ooptik lensa. Jika kedua lensa itu tipis dan diimpitkan maka t = 0 sehingga = (7)
4

. Untuk gabngan dua lensa

dirumuskan sebagai

3-5. Pembentukan Bayangan Oleh Gabungan Lensa Konvergen-Divergen Lensa negatif akan selalu membentuk bayangan maya dari benda nyata tetapi dari benda maya dapat dibentuk bayangan nyata. Atas dasar ini maka diperlukan bantuan lensa positif dengan susunan seperti gambar berikut.

4. Jalannya Percobaan 4-1. Menentukan Jarak Focus Lensa Kovergen Merujuk pada teori di atas maka penentuan jarak focus lensa kovergen dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu Bessel, Gauss, dan berbantuan cermin datar. 4-1-A. Cara Gauss 1. Ambil benda berbentuk panah dan ukur tingginya sebanyak 5 kali. isikan pada tabel data. 2. ambil tabir dan lensa konvergen yang akan diukur jarak focusnya. 3. letakkan benda, lensa, dan tabir rel optik sehingga terbentuk susunan seperti gambar 1. 4. atur posisi benda, lensa, tabir sehingga terbentuk bayangan tajam diperkecil. 5. ukurlah v,b,tinggi bayangan h', dan posisi bayangan apakah tegak atau terbalik. Isikan hasil ini pada tabel data. 6. Geser lensa mendekati benda sejarak 2cm dan atur posisi tabir sehingga terbentuk bayangan tajam. Lakukan pengukuran seperti langkah 5. 7. ulangi langkah 6 terus menurus selama masih mungkin.
5

4-1-B. Cara Bassel 1. Ukurlah tinggi benda yang terbentuk anak panah dan catat hasilnya. ulangi pengukuran ini sampai 5 kali. 2. tempatkan benda di depan lampu sorot. 3. tempatkan tabir sejarak sekitar 100 cm di belakang benda. 4. tempatkan lensa yang akan diukur jarak focusnya diantara lensa dan tabir susunan posisi benda, lensa dan tabir akan seperti gambar 2. 5. Geser-geser lensa untuk melihat sekilas apakah terbentuk bayangan tajam diperbesar dan diperkecil. jika tidak terjadi anda mungkin perlu

menaikan/menurunkan posisi lensa dan benda agar sinar dari benda tepat jatuh pada lensa atau menggeser posisi tabir. 6. jika langkah 5 berhasil, maka aturlah posisi lensa secara halus untuk medapatkan bayangan tajam diperbesar dan diperkecil. 7. catat kedua posisi lensa (vb dan bk), tinggi bayangan dan catat apakah bayangan terbalik atau tegak. 8. isikan hasil pengukuran ini pada tabel data. 9. ulangi langkah 6 dan 7 sampai 5 kali. pada setiap pengulangan posisi lensa harus digeser-geser. 4-1-C. Dengan bantuan Cermin datar 1. tempatkan benda, lensa (+) dan tabir sehingga terbentuk susunan seperti gambar 3. 2. geserlah posisi benda sehinga pada bidang benda terbentuk bayangan yang sama besar dengan benda 3. catat jarak benda ke lensa (lihat tabel data) 4. ulangi percobaan ini sampai 5 kali. 4-2. Menentukan Jarak Fokus Lensa Divergen 1. ambil lensa konvergen dan lensa divergen yang akan ditentukan jarak focusnya 2. tempatkan benda, lensa kovergen, dan tabir di belakang lensa 3. aturlah posisi lensa dan tabir sehingga terbentuk bayangan tajam pada tabir. 4. catat posisi benda, lensa, dan tabir

5. letakkan lensa divergen di antara tabir dan lensa kovergen. perhatikan bayangan pada tabir akan kabur atau hilang. 6. atur posisi lensa divergen dan tabir sehingga terbentuk bayangan tajam. 7. catat posisi lensa divergen dan tabir 8. berdasarkan data posisi ini maka hitunglah v+, b+, d, b+, dan b- dan hasilnya diisikan pada tabel data. variabel d adalah jarak antara lensa kovergen dan divergen. 9. ulangi percobaan di atas sebanyak sampai 5 kali.

5. Tugas Pada Laporan Akhir 5-1-A. Cara Gauss 1. Hitung m berdasarkan perbandingan tinggi benda dan bayangan. 2. Hitung m berdasarkan persamaan (2) dan berdasarkan hasil ini tentukan posisi bayangan (tegak atau terbalik). 3. Buatlah table ringkasan perhitungan tugas 1 dan 2. 4. Buat table harga 1/v dan 1/b 5. Buat grafik 1/v terhadap 1/b. 6. Berdasarkan grafik tersebut tetukan f lensa. 5-1-B. Cara Bessel Berdasarkan data percobaan, hitung jarak focus lensa dengan persamaan (5). 5-1-C. Dengan Bantuan Cermin Datar Berdasarkan data jarak benda, anda langsung mendapatkan jarak focus, f=v. buat table ringkasan hasil perhitungan jarak focus kekuatan lensa (dalam Dioptri) dari ketiga cara di atas. Beri catatan/ulasan mengapa terjadi perbedaan hasil dari ketiga cara di atas. Catatan: 1 dioptri = 100 , jadi lensa dengan f = 25 cm akan berkekuatan 4 dioptri. f[cm] 5-2 Jarak Fokus Lensa Divergen Tentukan f lensa divergen hasil percobaan.

6. Hasil Percobaan 1. Menentukan jarak focus lensa konvergen a. Cara gauss Tinggi benda h = 4 No. v (cm) b (cm) h (cm) Tegak/terbalik Mt = h/h M = - b/v 1 55 33 1,5 Terbalik 0,375 -0,6 2 33 55 4 Terbalik 1 -1,67 3 34 53 1,5 Terbalik 0,375 -1,56 Kesimpulan: Percobaan lensa konvergen cara gauss, didapat hasil percobaan sesuai dengan sifat dari lensa konvergen. Yaitu didapat bayangan yang nyata, terbalik dan juga diperbesar.

b. Cara Bessel No. 1 2 a (cm) 90 90 vb (cm) 33 31 vk (cm) 60 58 D 27 27 f (cm) 20,47 20,47

Kesimpulan : Percobaan lensa konvergen dengan cara Bessel, pada a (jarak tabir dan benda), 90 cm, terdapat dua jenis bayangan yaitu bayangan besar dan kecil dengan jarak vb dan vk berbeda. Semakin jauh lensa digeser ke arah tabir maka akan semakin kecil bayangan yang didapat, begitu juga sebaliknya.

c. Dengan cermin datar v (cm) f(cm) 10 10 21 21 Kesimpulan : Percobaan lensa konvergen dengan cermin datar. Didapatkan v=f, karena sifat cermin datar memantulkan bayangan yang tegak, bayangan yang dihasilkan sama besar dengan benda, jarak benda sama dengan jarak bayangan, maka bayangan yang dihasilkan merupakan bayangan semu karena seperti hasil pantulan.

d. Lensa divergen No. v+ (cm) b+ (cm) v- (cm) d (cm) b- (cm) f- (cm) 1 27 70 -4 65 5 -5 2 27 70 -8 61 17 -9 Kesimpulan : Percobaan lensa divergen mendapatkan focus lensa divergen negative (-), karena lensa divergen bersifat menyebar cahaya.

II.

PENGLIHATAN I: Uji Visus dan Buta Warna

UJI VISUS MATA

I.

Tujuan percobaan Untuk mengetahui ketajaman penglihatan

II.

Dasar Teori Rumus visus: V = Keterangan: V : Visus atau ketajaman d : jarak optotype snellen dengan objek (3.5 m) D : skala sejauh mana mata normal masih bisa terbaca. Mata kanan: V = Mata kiri: V = Cara baca rumus adalah dengan jarak 3.5 m subjek bisa melihat sampai dengan skala 15. Penglihatan normal disebut emetropi. Bila benda yang dilihat jatuh di depan fovea sentralis disebut rabun jauh (myopi) dan dapat diatasi dengan lensa cekung (negatif), bila benda yang dilihat jatuh di belakang fovea sentralis disebut rabun dekat (hypermetropi), dapat diatasi dengan lensa cembung (positif) Untuk dapat melihat benda stimulus berupa cahaya harus jatuh di reseptor (penerima) yang selanjutnya di teruskan ke pusat penglihatan (fovea sentralis) dan diperlukan ketajaman (visus) penglihatan. Visus sangat dipengaruhi sifat fisis mata (aberasi mata = kegagalan sinar untuk berkonvergensi/bertemu di titik identik), besarnya pupil, komposisi cahaya, mekanisme akomodasi, elastisitas otot, faktor stimulus (warna yang kontras, besar kecilnya stimulus, durasi, intensitas cahaya, serta faktor retina (semakin kecil dan rapat sel kerucut), maka semakin kecil minimum separabel (separable minimum) Bila seseorang mengalami rabun jauh dan juga rabun dekat secara bersamaan disebut astigmatisma maka dapat diperbaiki dengan kacamata jenis silindaris yang berfungsi untuk mengatasi kedua rabun tersebut, tetapi bila elastisitas lensa kristalina menurun karena usia

10

dan pengapuran menyebabkan presbyopia. Pengapuran ini dapat terjadi buramnya/kaburnya penglihatan yang disebut sebagai katarak. Visus adalah sebuah ukuran kuantitatif suatu kemampuan untuk mengidentifikasi simbolsimbol berwarna hitam dengan latar belakang putih dengan jarak yang telah distandardisasi serta ukuran dari simbol yang bervariasi. Ini adalah pengukuran fungsi visual yang tersering digunakan dalam klinik. Istilah visus 20/20 adalah suatu bilangan yang menyatakan jarak dalam satuan kaki yang mana seseorang dapat membedakan sepasang benda. Satuan lain dalam meter dinyatakan sebagai visus 6/6. Dua puluh kaki dianggap sebagai tak terhingga dalam perspektif optikal (perbedaan dalam kekuatan optis yang dibutuhkan untuk memfokuskan jarak 20 kaki terhadap tak terhingga hanya 0.164 dioptri). Untuk alasan tersebut, visus 20/20 dapat dianggap sebagai performa nominal untuk jarak penglihatan manusia; visus 20/40 dapat dianggap separuh dari tajam penglihatan jauh dan visus 20/10 adalah tajam penglihatan dua kali normal. Untuk menghasilkan detail penglihatan, sistem optik mata harus memproyeksikan gambaran yang fokus pada fovea, sebuah daerah di dalam makula yang memiliki densitas tertinggi akan fotoreseptor konus/kerucut sehingga memiliki resolusi tertinggi dan penglihatan warna terbaik. Ketajaman dan penglihatan warna sekalipun dilakukan oleh sel yang sama, memiliki fungsi fisiologis yang berbeda dan tidak tumpang tindih kecuali dalam hal posisi. Ketajaman dan penglihatan warna dipengaruhi secara bebas oleh masing-masing unsur. Cahaya datang dari sebuah fiksasi objek menuju fovea melalui sebuah bidang imajiner yang disebut visual aksis. Jaringan-jaringan mata dan struktur-struktur yang berada dalam visual aksis (serta jaringan yang terkait di dalamnya) mempengaruhi kualitas bayangan yang dibentuk. Struktur-struktur ini adalah; lapisan air mata, kornea, COA (Camera Oculi Anterior = Bilik Depan), pupil, lensa, vitreus dan akhirnya retina sehingga tidak akan meleset ke bagian lain dari retina. Bagian posterior dari retina disebut sebagai lapisan epitel retina berpigmen (RPE) yang berfungsi untuk menyerap cahaya yang masuk ke dalam retina sehingga tidak akan terpantul ke bagian lain dalam retina. RPE juga memiliki fungsi vital untuk mendaur-ulang bahan-bahan kimia yang digunakan oleh sel-sel batang dan kerucut dalam mendeteksi photon. Jika RPE rusak maka kebutaan dapat terjadi.

11

Seperti pada lensa fotografi, ketajaman visus dipengaruhi oleh diameter pupil. Aberasi optik pada mata yang menurunkan tajam penglihatan ada pada titik maksimal jika ukuran pupil berada pada ukuran terbesar (sekitar 8 mm) yang terjadi pada keadaan kurang cahaya. Jika pupil kecil (1-2 mm), ketajaman bayangan akan terbatas pada difraksi cahaya oleh pupil. Antara kedua keadaan ekstrim, diameter pupil yang secara umum terbaik untuk tajam penglihatan normal dan mata yang sehat ada pada kisaran 3 atau 4 mm. Korteks penglihatan adalah bagian dari korteks serebri yang terdapat pada bagian posterior (oksipital) dari otak yang bertanggung-jawab dalam memproses stimuli visual. Bagian tengah 100 dari lapang pandang (sekitar pelebaran dari makula), ditampilkan oleh sedikitnya 60% dari korteks visual/penglihatan. Banyak dari neuron-neuron ini dipercaya terlibat dalam pemrosesan tajam penglihatan. Perkembangan yang normal dari ketajaman visus tergantung dari input visual di usia yang sangat muda. Segala macam bentuk gangguan visual yang menghalangi input visual dalam jangka waktu yang lama seperti katarak, strabismus, atau penutupan dan penekanan pada mata selama menjalani terapi medis biasanya berakibat sebagai penurunan ketajaman visus berat dan permanen pada mata yang terkena jika tidak segera dikoreksi atau diobati di usia muda. Penurunan tajam penglihatan direfleksikan dalam berbagai macam abnormalitas pada sel-sel di korteks visual. Perubahanperubahan ini meliputi penurunan yang nyata akan jumlah sel-sel yang terhubung pada mata yan terkena dan juga beberapa sel yang menghubungkan kedua bola mata, yang bermanifestasi sebagai hilangnya penglihatan binokular dan kedalaman persepsi atau streopsis. Segala macam bentuk proses patologis pada sistem penglihatan baik pada usia tua yang merupakan periode kritis, akan menyebabkan penurunan tajam penglihatan. Maka, pengukuran tajam penglihatan adalah sebuah tes yang sederhana dalam menentukan status kesehatan mata, sistem penglihatan sentral, dan jaras-jaras penglihatan menuju otak. Berbagai penurunan tajam penglihatan secara tiba-tiba selalu merupakan hal yang harus diperhatikan. Penyebab sering dari turunnya tajam penglihatan adalah katarak, dan parut kornea yang mempengaruhi jalur penglihatan, penyakit-penyakit yang mempengaruhi retina seperti degenarasi makular, dan diabetes, penyakit-penyakit yang mengenai jaras optik menuju otak seperti tumor dan sklerosis multipel, dan penyakit-penyakit yang mengenai korteks visual seperti stroke dan tumor.
12

PEMERIKSAAN VISUS SATU MATA Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kaca mata. Setiap mata di periksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam penglihatan kanan dahulu. Pada pemeriksaan tajam penglihatan di gunakan kartu baku / standar misalnya kartu baca snellen.Dengan kartu snellen dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan melihat seseorang, seperti : - Bila tajam penglihatan 6/6 maka ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter. - Bila pasien membaca hanya sebatas huruf baris yang menunjukkan angka 30, tajam penglihtan pasien adalah 6/30. - Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada jarak 6 meter yang pada orang normal dapat dilihat pada jarak 60 meter. - Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu snellen maka dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter. - Bila pasien hanya dapat melihat jari pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam penglihatan adalah 3/60. Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60, yaitu menghitung jari pada jarak 1 meter. - Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien lebih buruk dari 1/60. orang normal dapat melihat lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila pasien hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam penglihatan 1/300. - Kadang-kadang mata hanya dapat melihat sinar. Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/~. - Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal sinar maka penglihatan adalah 0 (buta total).

13

Snellen chart Bila seseorang diragukan apakah penglihatanya berkurang akibat kelaianan refraksi, maka dilakukan uji pinhole. Bila dengan pinhole penglihatan lebih baik, maka berarti ada kelainan refraksi yang masih dapat dikoreksi dengan kacamata. Bila penglihatan berkurang dengan diletakkan nya pinhole di depan mata berarti ada kelainan organik atau kekeruhan media penglihatan yang mengakibatkan penglihatan menurun.

III.

Tata Kerja 1. Minta o.p. untuk duduk pada jarak yang ditentukan (6 m) dari Snellen Chart 2. Ukur jarak pupil untuk penglihatan jauh 3. Pasang trial frame, atur jarak pupil 4. Tutup mata kiri dengan okluder. 5. Periksa tajam penglihatan pasien. 6. Tambahkan lensa S + 0,50 pada mata kanan. 7. Tanyakan apakah penglihatan bertambah jelas atau tidak 8. Bila bertambah jelas, tambahkan terus lensa sferis positif hingga tercapai tajam penglihatan terbaik. Pilih lensa sferis positif terbesar yang memberi tajam penglihatan yang terbaik. 9. Bila dengan langkah 6, penglihatan bertambah kabur, tambahkan lensa S -0,50. Bila bertambah jelas, tambahkan terus lensa negatif hingga tercapai tajam penglihatan terbaik. Pilih lensa sferis negatif terkecil yang memberikan tajam penglihatan terbaik. 10. Ulangi langkah 4-9 untuk mata kiri. 11. Periksa kembali tajam penglihatan dua mata menggunakan lensa koreksi.
14

12. Minta o.p. berdiri dan berjalan, tanyakan apakah merasa pusing

IV.

Hasil Percobaan dan Analisa Nama OP : Rhemenda tanpa lensa mata kanan : 20/100 tanpa lensa mata kiri : 20/50 Mata kanan -0,5 = 20/70 -0,75 = 20/20 Koreksi lensa sferis o.p.: OD: -0,75, OS: -0,5 Mata kiri -0,5 = 20/20

V. Kesimpulan Pemeriksaan Visus mata adalah pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Tajam penglihatan perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan keluhan mata. Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan dengan kartu Snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur dengan menentukan kemampuan melihat jumlah jari (hitung jari), ataupun proyeksi sinar. Untuk besarnya kemampuan mata membedakan bentuk dan rincian benda ditentukan dengan kemampuan melihat benda terkecil yang masih dapat dilihat pada jarak tertentu. Biasanya pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan dengan melihat kemampuan membaca huruf-huruf berbagai ukuran pada jarak baku untuk kartu. Pasiennya dinyatakan dengan angka pecahan seperti 20/20 untuk penglihatan normal. Pada keadaan ini, mata dapat melihat huruf pada jarak 20 kaki yang seharusnya dapat dilihat pada jarak tersebut. Tajam penglihatan normal rata-rata bervariasi antara 6/4 hingga 6/6 (atau 20/15 atau 20/20 kaki). Tajam penglihatan maksimum berada di daerah fovea, sedangkan beberapa faktor seperti penerangan umum, kontras, berbagai uji warna, waktu papar, dan kelainan refraksi mata dapat merubah tajam penglihatan mata.

15

Tes Buta Warna I. Tujuan Praktikum Untuk mengetahui apakah seseorang mengalami kelainan buta warna atau tidak

II. Alat yang diperlukan - Buku ishihara 38 plate III. Teori Dasar Buta warna adalah ketidakmampuan seseorang untuk membedakan warna tertentu. Pada retina manusia normal terdapat 2 jenis sel yang sensitif terhadap cahaya. Yaitu sel batang (rod cell) yang aktif pada cahaya rendah dan sel kerucut (cone cell) yang aktif pada cahaya intensitas tinggi / terang. Sel kerucut ini yang membuat kita dapat melihat warna dan membedakan warna. Pada kondisi normal sel kerucut mempunyai spectrum terhadap 3 warna dasar yaitu merah, hijau, biru. Orang normal sel kerucutnya sensitive untuk 3 jenis warna ini. Pada orang tertentu mungkin hanya 2 atau 1 atau bahkan tak ada sel krucut yang sensitive terhadap warna-warna tersebut. Pada kasus ini orang ini akan menderita buta warna. Jadi buta warna biasanya menyangkut warna merah, biru, hijau. Meski demikian ada juga orang yang sama sekali tak bisa melihat warna, atau hanya tampak sebagai hitam dan putih. Namun kasus seperti ini jarang terjadi. Buta warna dapat terjadi karena faktor keturunan atau karena memang kita mengalami kelainan pada retina, saraf optic dan mungkin juga pada otak kita. Sifat penurunannya bersifat X-linked recessive. Artinya diturunkan melalui khromosom X. Hal ini menjelaskan bahwa buta warna selalu ditemukan pada lelaki, sedangkan perempuan berfungsi sebagai carrier (pembawa sifat tapi tidak terkena). Ada 3 jenis buta warna, yaitu : - Trikromasi, jenis buta warna yang diderita banyak orang. - Protanomali, seorang buta warna yang lemah mengenal warna merah. - Deuteromali, seorang buta warna yang lemah mengenal warna hijau. - Trinomali (low blue) , buta warna lemah mengenal warna biru. - Dikromasi atau buta warna parsial, keadaan ketika 1 dari 3 sel kerucut tidak ada - Protanopia, sel kerucut warna merah tidak ada sehingga tingkat kecerahan warna merah /perpaduannya kurang. - Deuteranopia. Retina tidak memiliki sel kerucut yang peka terhada hijau. - Tritanopia, sel kerucut biru tidak ditemukan. - Monokromasi atau buta warna total, retina mata mengalami kerusakan total dalam merespon warna. Tandanya dengan hilangnya/berkurangnya semua penglihatan warna. Yang terlihat hanya warna hitam dan putih. Buta warna jenis ini prevalensinya sangat jarang. Metode Ishihara Menurut Guyton (1997) Metode ishihara yaitu metode yang dapat dipakai untuk menentukan dengan cepat suatu kelainan buta warna didasarkan pada penggunaan kartu bertitik-titik, seperti gambar 1. Kartu ini disusun dengan menyatukan titik-titik yang mempunyai bermacam-macam warna. Pada gambar 1. orang normal akan
16

melihat angka 74, sedangkan penderita buta warna merah-hijau akan melihat angka 21.

gambar 1 Tes buta warna Ishihara terdiri dari lembaran yang didalamnya terdapat titik-titik dengan berbagai warna dan ukuran. Titik berwarna tersebut disusun sehingga membentuk lingkaran. Warna titik itu dibuat sedemikian rupa sehingga orang buta warna tidak akan melihat perbedaan warna seperti yang dilihat orang normal (pseudo-isochromaticism). Dalam tes buta warna ishihara ini digunakan 38 plate atau lembar gambar. Dimana gambar-gambar tersebut memiliki urutan 1 sampai 38. IV. Tata Kerja - Perlihatkan satu-persatu gambar yang terdapat dalam buku Ishihara. - Suruh o.p mengenali angka atau gambar yang terdapat di dalam buku ishihara. - Catat dan analisis hasil pemeriksaan. V. Hasil Praktikum Nama OP Ratna (20 tahun) Rendi (20 tahun) Keterangan :

Hasil

a. (-) artinya tidak mengalami buta warna atau normal b. (+) artinya mengalami buta warna

VI.

Pembahasan Metode Ishihara ini di kembangkan menjadi Tes Buta Warna Ishihara oleh Dr. Shinobu Ishihara. Tes ini pertama kali dipublikasi pada tahun 1917 di Jepang dan terus digunakan di seluruh dunia, sampai sekarang. Tes buta warna Ishihara terdiri dari lembaran yang didalamnya terdapat titik-titik dengan berbagai warna dan ukuran. Titik berwarna tersebut disusun sehingga membentuk lingkaran. Warna titik itu dibuat sedemikian rupa sehingga orang buta warna tidak akan melihat perbedaan warna seperti yang dilihat orang normal (pseudo-isochromaticism). Dalam tes buta warna ishihara ini digunakan 38 plate atau lembar gambar.Dimana gambar-gambar tersebut memiliki urutan1 sampai 38. Pada pemeriksaan tes buta warna yang
17

dilakukan pada o.p pertama maupun o.p kedua hasilnya normal atau tidak mengalami buta warna. Yang perlu diperhatikan saat pemeriksaaan tes buta warna adalah ruangan pemeriksaan harus cukup pencahayaan serta lama pengamatan untuk membaca angka masing-masing lembar maksimal 10 detik. Buta warna terjadi karena retina penangkap cahaya tidak dapat menangkap panjang gelombang warna tertentu sehingga pasien sulit membaca atau membedakan warna. Persepsi warna merupakan respon otak atas stimulus yang diterima oleh retina.

Pada tes pembacaan buku Ishihara dapat disimpulkan : 1. Normal 2. Buta warna Parsial - Bila plateno. 1 sampai dengan no 17. hanya terbaca 13 plate atau kurang. - Bila terbaca angka-angka pada plate no. 18, 19, 20 dan 21 lebih mudah atau lebih jelas dibandingkan dengan plate no. 14, 10, 13, dan 17. - Bila ragu-ragu kemungkinan buta warna parsial dapat dites dengan: Membaca angka-angka pada plate no. 22, 23, 24, dan 25. Pada orang normal, akan terbaca dengan benar angka-angka pada plate-plate tersebut diatas secara lengkap (dua rangkap). Pada penderita buta warna parsial hanya terbaca satu angka pada tiap-tiap plate tersebut diatas. Menunjuk arah alur pada plate no. 26, 27, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, dan 38. Untuk orang normal bisa menunjuk alur secara benar sedangkan untuk buta warna parsial dapat menunjukkan adanya alur dari satu sisi yang lainnya.

18

3. Buta warna total Pada plate no. 28 dan 29, untuk orang normal, tidak bisa menunjukkan adanya alur, sedangkan untuk penderita buta warna parsial dapat menunjukkan adanya alur dari satu sisi ke sisi yang lainnya. Kesimpulan Tes Buta warna total Buta warna parsial Pengambilan Kesimpulan 1. Jika gambar 1 salah dan jawaban gambar lain diabaikan 1. Jika gambar 1 benar, gambar 2 sampai gambar 16 ada salah lebih dari 3 atau 2. Jika gambar 1 benar, gambar 22 sampai gambar 24 jawaban hanya benar pada salah satu gambar atau 3. Jika gambar 1 benar, jika gambar 18 sampai gambar 21 terlihat angka. 1. Jika gambar 1 sampai gambar 17 benar, atau gambar 1 harus benar dan lebih dari 13 gambar dijawab benar. 2. Gambar 22 sampai gambar 24 benar atau 2 gambar benar.

Normal

19

III. PENGLIHATAN II: Pemeriksaan Luas Lapang Pandang (Perimeter)

I. Dasar Teori

Mata adalah struktur khusus tempat reseptor-reseptor peka cahaya yang penting untuk persepsi penglihatan yaitu, sel kerucut dan sel batang ditemukan di lapisan retina. Iris mengontrol ukuran pupil dan mengatur jumlah cahaya yang diperbolehkan masuk ke mata. Kornea dan lensa adalah struktur refraktif utama yang membelokkan berkas cahaya masuk agar bayangan terfokus di retina. Kornea merupakan penentu utama kemampuan refraktif mata. Kekuatan lensa dapat diubah-ubah melalui kerja otot siliaris agar mata dapat berakomodasi untuk penglihatan jauh atau dekat. Sel batang dan kerucut diaktifkan apabila fotopigmen yang mereka miliki menyerap berbagai panjang gelombang cahaya. Penyerapan cahaya menyebabkan perubahan biokimiawi pada fotopigmeen yang akhirnya dikonversikan menjadi perubahan kecepatan perambatan potensial aksi di jalur penglihatan yang meninggalkan retina. Pesan visual di salurkan ke korteks penglihatan di otak untuk pengolahan perceptual. Sel kerucut memperlihatkan ketajaman yang tinggi, tetapi hanya dapat digunakan untuk penglihatan di siang hari, karena memiliki kepekaan yang rendah terhadap cahaya. Penglihatan warna ditimbulkan oleh bermacam-macam rasio stimulasi terhadap ketiga jenis sel kerucut oleh berbagai panjang gelombang cahaya. Sel batang menghasilkan penglihatan yang samar berupa rona abu-abu, tetapi karena sangat peka terhadap cahaya, sel-sel batang dapat digunakan untuk melihat pada malam hari (Sherwood, L. 2001) Lapangan pandang mata adalah luas lapangan penglihatan seorang individu. Terdapat tiga jenis lapangan pandang; lapangan makular yaitu lapangan pandang yang paling jelas dilihat oleh kedua mata, lapangan binokular yang dilihat oleh kedua mata secara umumnya dan lapangan monokular yaitu kawasan yang bisa dilihat oleh salah satu mata saja. Jaringan neural penglihatan terjadi apabila cahaya yang masuk ke dalam mata sampai ke fotoreseptor di retina.Setelah itu, transmisi impuls pada nervus optikus kepada kiasma optik. Traktus optikus, yaitu serabut saraf optik dari kiasma optik, membawa impuls ke lobus serebral dimana penglihatan diinterpretasikan.

20

Untuk suatu objek terfokus ke atas retina, semakin jauh objek itu, semakin menipis lensa mata untuk memfokusnya. Pengubahan bentuk lensa dikawal oleh otot siliari yang terdapat pada badan siliari, disebut akomodasi. Apabila terjadi kontraksi, fiber dalam ligamen suspensori meregang dan menyebabkan lensa menebal dan menjadi lebih konveks.

PEMERIKSAAN LAPANGAN PANDANG Pemeriksaan lapang pandangan sentral dan perifer dipergunakan untuk tiga alasan yaitu mendeteksi kelainan tajam penglihatan, mencari lokasi kelainan disepanjang jaras saraf penglihatan, melihat besar kelainan mata dan perubahannya dari waktu ke waktu atau follow up. Pemeriksaan ini dipergunakan untuk mengeliminir differential diagnosis dan dipergunakan untuk melihat progresifitas penyakit, dan biasanya menyertai pemeriksaan lain misalnya: pemeriksaan ketajaman penglihatan, penglihatan warna atau pemeriksaan mata lainnya. Pemeriksaan lapang pandangan dapat dilakukan dengan berbagai cara, dari yang sangat sederhana bahkan tanpa alat, sampai dengan pemakaian alat canggih. Pemeriksaan ini selalu dilakukan pada satu mata baru kemudian dilakukan pada mata yang lain. Pemeriksaan lapang pandangan bisa dilakukan dengan cara yaitu dengan uji konfrontasi dan kisi Amsler, atau dengan cara yang lebih canggih (dengan perimeter Goldmann). Pemeriksaan lapang pandangan sederhana apabila dikerjakan dengan benar dan didukung dengan pemahaman teori yang memadai, akan dapat mengungkapkan berbagai kelainan lintasan visual. Bila kita memfiksasi pandangan kita ke satu benda, benda ini terlihat nyata, sedangkan benda-benda di sekitarnya tampak kurang tajam. Seluruh lapangan yang terlihat, bila kita memfiksasi mata ke satu benda disebut lapangan pandang. Pada pemeriksaan lapangan pandang, kita menentukan batas perifer dari penglihatan, yaitu batas sampai mana benda dapat dilihat, jika mata difiksasi pada satu titik. Sinar yang datang dari tempat fiksasi jatuh di makula, yaitu pusat melihat jelas (tajam), sedangkan yang datang dari sekitarnya jatuh di bagian perifer retina. Lapangan pandang yang normal mempunyai bentuk tertentu, dan tidak sama ke semua arah. Seseorang dapat melihat ke lateral sampai sudut 90-100 derajat dari titik fiksasi, ke medial 60
21

derajat, ke atas 50-60 derajat dan ke bawah 60-75 derajat. Ada tiga metode standar dalam pemeriksaan lapang pandang yaitu dengan metode konfrontasi, perimeter, dan kampimeter atau tangent screen. Perimeter Perimeter adalah penggunaan alat untuk memeriksa lapangan pandang dengan mata terfiksasi sentral. Penilaian lapangan pandang merupakan hal yang penting ditakukan pada keadaan penyakit yang mempunyai potensi terjadinya kebutaan. Pada glaukoma pemeriksaan ini berguna dalam pengobatan penyakit dan pencegahan kebutaan. Perimeter adalah setengah lingkaran yang dapat diubah-ubah letaknya pada bidang meridiannya. Cara pemakaiannya serta cara melaporkan keadaan sewaktu pemeriksaan sama dengan kampimeter. Pemeriksaan lapang pandangan dilakukan dengan Perimeter, merupakan alat yang dipergunakan untuk menentukan luas lapang pandangan. Alat ini berbentuk setengah bola dengan jari- jari 30 cm, dan pada pusat parabola ini penderita diletakkan untuk diperiksa. Batas lapang pandangan perifer adalah 90o temporal, 75o inferior, 60o nasal, dan 60o superior. Dapat dilakukan pemeriksaan statik ataupun kinetik. Pemeriksaan ini berguna untuk : o Membantu diagnosis pada keluhan penglihatan o Melihat progresifitas turunnya lapang pandangan o Merupakan pemeriksaan rutin pada kelainan susunan saraf pusat o Memeriksa adanya histeria atau malingering. Dikenal 2 cara pemeriksaan Perimeter, yaitu : a) Perimeter kinetik yang disebut juga perimeter isotropik dan topografik, dimana pemeriksaan dilakukan dengan objek digerakkan dari daerah tidak terlihat menjadi terlihat oleh pasien. b) Perimeter statik atau perimeter profil dan perimeter curve differential threshold, dimana pemeriksaan dengan tidak menggerakkan objek akan tetapi dengan menaikkan intensitas objek sehingga terlihat oleh pasien.

22

Uji konfrontasi

II. Pelaksanaan Praktikum

Tujuan: Pada akhir latihan ini, mahasiswa harus dapat: 1. Menimbulkan peristiwa fosfen tekan dan menyebutkan hukum serta fenomena yang berhubungan dengan peristiwa tersebut 2. Memeriksa luas lapangan pandang untuk beberapa macam warna dengan menggunakan perimeter 3. Menimbulkan peristiwa diplopia dan menerangkan mekanisme nya 4. Memeriksa refleks pupil langsung dan tidak langsung dengan refleks pupil pada akomodasi 5. Menyatakan adanya bintik buta dengan menggambarkan proyeksinya di kertas 6. Melihat gerakan eritrosit retina sendiri

Alat yang diperlukan: 1. Perimeter + Formulir 2. Lampu senter + Kaca biru atau kaca ungu

Tata Kerja: 1. Suruh op duduk membelakangi cahaya menghadap alat perimeter 2. Tutup mata op dengan sapu tangan 3. Letakan dagu op ditempat sandaran dagu yang dapat diatur tingginya, sehingga tepi bawah mata kanannya terletak setinggi bagian tas batang vertikal sandaran dagu 4. Pasang formulir untuk mata kanan disebelah belakang piringan perimeter. Sebagai berikut: a. Putar busur perimeter sehingga letaknya horizontal dan penjepit berada dibagian atas perimeter b. Jepit formulir tersebut pada piringan sehingga garis 180-0 formulir letaknya berimpit dengan garis 0-180, dan lingkaran konsentris formulir letaknya skala perimeter 5. Suruh op memusatkan penglihatannya pada titik fiksasi ditengah perimeter. Selama
23

pemeriksaan, penglihatan op harus tetepa dipusatkan pada titik fiksasi tersebut 6. Gunakan beda yang dapat digeserpada busur perimeter untuk pemeriksaan luas lapang pandang. Pilih bulatan berwarna putih dengan diameter sedang (+5mm) pada benda tersebut. P-VI 3.3 Bagaimana caranya memilih warna dan mengatur diameter bulatan? 7. Gunakan perlahan bulatan putih itu menyusuri busur di tepi kiri op ketengah tepat saat op melihat bulatan putih tersebut penggeseran benda dihentikan. 8. Baca tempat penghentian itu pada busur dan catat pada formulir dengan tepat. P-VI 3.4 Bagaimana caranya mencatat tempat itu pada formulir? 9. Ulangi tindakan no 7 dan 8 pada sisi busur yang berlawanan tanpa mengubah posisi busur 10. Ulangi tindakan no 7, 8, dan 9 setelah busur tiap kali diputar 30 derajat sesuai arah jarum dari pemeriksa sampai posisi busur vertikal 11. Kembalikan busur pada posisi horizontal seperti semula, pada posisi ini tidak perlu dilakukan pencatatan lagi. 12. Ulangi tindakan no 7, 8, dan 9 setelah busur tiap kali diputar 30 derajat sesuai arah jarum dari pemeriksa sampai tercapai posisi busur 60 derajat dari bidang horizontal 13. Periksa juga lapang op untuk berbagai warna lain : Merah, Hijau, Kuning dan Biru seperti cara diatas. 14. Lakukan juga pemeriksaan lapang pandang untuk mat akiri hanya dengan bulatan berwarna putih P-VI.3.5 Apa kriteria lapang pandang yang normal untuk cahaya putih dan berwarna?

24

Gambar 1 Lapang pandang baku (Visual Standart) mata kiri dan kanan Batas minimal lapang pandang normal: Temporal Temporal Bawah Bawah Nasal Bawah 85 derajat 85 derajat 65 derajat 50 derajat Nasal Nasal atas Atas Temporal Atas 60 derajat 55 derajat 45 derajat 55 derajat

Luas lapang pandang total : 500 derajat

II. Hasil Praktikum dan Analisa Data

1) Mata Kiri (Putih) Searah Jarum Jam Sudut 180o 150o 120o 90o Temporal 80 80 70 70 Nasal 75 70 65 60

Berlawanan Jarum Jam Sudut 30o 60o Temporal 65 50 Nasal 80 75

2) Mata Kanan (Kuning) Searah Jarum Jam Sudut Temporal o 180 70 150o 80 o 120 80 90o 70 Berlawanan Jarum Jam Sudut 30o 60o Temporal 70 65 Nasal 75 60 55 55 Nasal 60 70

25

3) Mata Kanan (Hijau) Searah Jarum Jam Sudut Temporal 180o 85 o 150 85 120o 80 o 90 60 Berlawanan Jarum Jam Sudut 30o 60o Temporal 80 60 Nasal 75 75 65 55 Nasal 75 65

4) Mata Kanan (Biru) Searah Jarum Jam Sudut Temporal o 180 70 150o 70 o 120 70 o 90 45 Berlawanan Jarum Jam Sudut 30o 60o Temporal 65 60 Nasal 65 45 50 50 Nasal 65 70

5) Mata Kanan (Merah) Searah Jarum Jam Sudut Temporal 180o 90 o 150 80 o 120 80 90o 55 Berlawanan Jarum Jam Sudut 30o 60o Temporal 80 60 Nasal 75 70 55 70 Nasal 70 70

26

6) Mata Kanan (Putih) Searah Jarum Jam Sudut Temporal 180o 80 o 150 80 120o 75 o 90 65 Berlawanan Jarum Jam Sudut 30o 60o Temporal 70 65 Nasal 80 70 60 75 Nasal 70 70

Dari hasil terlihat batas pandangan normal, dan mata lebih peka/batas lapang pandang lebih luas saat melihat titik berwarna dibandingkan warna gelap dan putih.

III. MENJAWAB PERTANYAAN

P-VI.3.3 Bagaimana caranya memilih warna dan mengatur diameter bulatan? Jawab: Dalam busur perimetri, sudah tersedia bulatan dengan beberapa ukuran diameter bulatan. Setiap bulatan terdiri dari beberapa warna berbeda, yaitu putih, merah, biru, kuning dan hijau. Kita hanya tinggal mencari diameter yang sesuai dan memutar warna sesuai yang kita inginkan. Dalam praktikum kali ini, kita menggunakan diameter sedang ( 5 mm) selanjutnya kita pilih warna, dengan cara memutar bulatan sampai menemukan warna yang sesuai. Sebagai contoh, kita ingin melalukan tes lapang pandang untuk mata kanan dengan warna merah. Maka kita putar bulatan tersebut hingga tampak warna merah pada bulatan. P-VI 3.4 Bagaimana caranya mencatat tempat itu pada formulir? Jawab: Dengan cara memperlihatkan besar sudut Perimeter P-VI.3.5 Apa kriteria lapang pandang yang normal untuk cahaya putih dan berwarna? Jawab: pada pemeriksaan lapang pandang, kita menentukan batas perifer dari penglihatan, yaitu bats sampai dimana benda dapat dilihat jika mata difiksasi pada satu titik. Lapang
27

pandang normal adalah memiliki bentuk tertentu, dan tidak sama kesemua arah.Ada 4 fotopigmen berbeda, 1 di sel batang dan masing masing di 3 sel kerucut rodopsin. Fotopigmen menyerap semua panjang gelombang cahaya, oleh karena itu sel batang hanya mendeteksi perbedaan intensitas, memberi bayangan abu-abu. Tanpa mendekripsikan perbedaan warna. Sedangkan foto pigmen diketiga jenis sel kerucutkerucut merah, hijau, biru berespon selektif terhadap berbagai gelombang cahaya, sel kerucut inilah yang menyebabkan kita dapat membedakan berbagai warna.

IV. Kesimpulan Lapangan pandang mata adalah luas lapangan penglihatan seorang individu. Terdapat tiga jenis lapangan pandang; lapangan makular yaitu lapangan pandang yang paling jelas dilihat oleh kedua mata, lapangan binokular yang dilihat oleh kedua mata secara umumnya dan lapangan monokular yaitu kawasan yang bisa dilihat oleh salah satu mata saja. Pada pemeriksaan lapangan pandang, kita menentukan batas perifer dari penglihatan, yaitu batas sampai mana benda dapat dilihat, jika mata difiksasi pada satu titik. Sinar yang datang dari tempat fiksasi jatuh di makula, yaitu pusat melihat jelas (tajam), sedangkan yang datang dari sekitarnya jatuh di bagian perifer retina. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah dengan Perimeter. Pada Perimeter, pemeriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis pada keluhan penglihatan, melihat progresifitas turunnya lapang pandangan, merupakan pemeriksaan rutin pada kelainan susunan saraf pusat, memeriksa adanya histeria atau malingering. Konsep warna tergantung dalam benak yang melihat. Sebagian besar kita lihat, karena kita memiliki jenis sel-sel kerucut yang sama dan menggunakan jalur-jalur saraf yang sama untuk membandingkan keluaran mereka. Lapang pandang menjadi lebih luas ketika harus melihat objek berwarna karena lebih terang untuk dilihat oleh mata. Perubahan lapangan pandang yang progresif pada glaucoma simplex ada dua cara yaitu: Perubahan lapangan pandang yang tiba-tiba disebabkan oleh kerusakan serabut saraf yang baru. Perubahan yang terjadi berupa skotoma yang absolut atau relatif sesuai perubahan kerusakan serabut saraf yang terjadi,misalnya skotoma parasentral yang terpisah menjadi skotoma arkuata.
28

Kerusakan terjadi pada daerah yang berbatasan dengan kumpulan serabut saraf maka skotoma menjadi bertambah luas,dan lapangan pandang bagian perifer hilang, gambaran skotoma parasentral. Perubahan lapangan pandang yang progresif ini disebabkan oleh kenaikan TIO.

29

PRAKTIKUM FISIOLOGI II PENDENGARAN DAN KESEIMBANGAN I. Dasar Teori Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi (pemampatan) molekul-molekul udara yang berselang seling dengan daerah-daerah bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut. Sewaktu suatu gelombang suara mengenai jendela oval, tercipta suatu gelombang tekanan di telinga dalam. Gelombang tekanan menyebabkan perpindahan mirip-gelombang pada membran basilaris terhadap membrana tektorium. Sewaktu menggesek membrana tektorium, sel-sel rambut tertekuk. Hal ini menyebabkan terbentuknya potensial aksi. Apabila deformitasnya cukup signifikan, maka saraf-saraf aferen yang bersinaps dengan sel-sel rambut akan terangsang untuk melepaskan potensial aksi dan sinyal disalurkan ke otak. Frekuensi gelombang tekanan menentukan sel-sel rambut yang akan berubah dan, neuron aferen yang akan melepaskan potensial aksi. Misalnya, sel-sel rambut yang terletak dibagian membrana basilaris dekat jendela oval adalah sel-sel yang mengalami perubahan oleh suara berfrekuensi tinggi, sedangkan sel-sel rambut yang terletak dimembrana basilaris yang paling jauh dari jendela oval adalah sel-sel yang mengalami perubahan oleh gelombang berfrekuensi rendah. Otak menginterpretasikan suatu suara berdasarkan neuron-neuron yang diaktifkan. Otak menginterpretasikan intensitas suara berdasarkan frekuensi impuls neuron dan jumlah neuron aferen yang melepaskan potensial aksi. Penghantaran (konduksi) gelombang bunyi ke cairan di telinga dalam melalui membran timpani dan tulang-tulang pendengaran, yang merupakan jalur utama untuk pendengaran normal, disebut hantaran osikular. Gelombang bunyi juga menimbulkan getaran membran timpani kedua yang menutupi fenestra rotundum. Proses ini, yang tidak penting untuk pendengaran normal, disebut hantaran udara. Hantaran jenis ketiga, hantaran tulang, adalah penyaluran getaran dari tulang-tulang tengkorak ke cairan di telinga dalam. Hantaran tulang yang cukup besar terjadi apabila kita menempelkan garpu tala atau benda lain yang bergetar langsung ke tengkorak. Jaras ini juga berperan dalam penghantaran bunyi yang sangat keras.
30

Untuk memeriksa pendengaran : 1. Pemeriksaan dengan menggunakan garpu tala merupakan tes kualitatif, yaitu: a. Tes Rinne Tujuan: untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa. Cara: garpu tala digetarkan dan tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus. Setelah tidak terdengar garpu tala dipegang di depan telinga kira-kira 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne (+), bila tidak terdengar disebut Rinne (-). Dalam keadaan normal hantaran melalui udara lebih panjang daripada hantaran tulang.

b. Tes Weber Tujuan: untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan. Cara: garpu tala digetarkan dan tangkai garpu tala diletakkan di garis tengah dahi atau kepala. Bila bunyi terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut lateralisasi ke telinga tersebut. Bila terdengar sama atau tidak terdengar disebut tidak ada lateralisasi. Bila pada telinga yang sakit (lateralisasi pada telinga yang sakit) berarti terdapat tuli konduktif pada telinga tersebut,bila sebaliknya
31

(lateralisasi pada telinga yang sehat) berarti pada telinga yang sakit terdapat tuli saraf.

c. Tes Schwabach Tujuan: membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Cara: garpu tala digetarkan dan tangkai garpu tala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi kemudian dipindahkan ke prosesus mastoideus pemeriksa yang pendengarannya dianggap normal. Bila masih dapat mendengar disebut memendek atau tuli saraf, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya. Bila pasien masih mendengar, disebut memanjang atau terdapat tuli konduktif. Jika kira-kira sama mendengarnya disebut sama dengan pemeriksa.

Tes Rinne Positif

Tes Weber Tidak ada lateralisasi

Tes Schwabach Sama dengan pemeriksa

Diagnosis Normal

Positif

Tidak ada lateralisasi

Sama dengan pemeriksa

Normal

Positif

Tidak ada lateralisasi

Sama dengan

Normal

32

pemeriksa

Catatan: Pada tuli konduktif <30 dB, Rinne bisa masih positif

Secara fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai 18.000 Hz. Untuk pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2.000 Hz. Oleh karena itu untuk memeriksa pendengaran dipakai garpu tala 512, 1.024, dan 2.048 Hz. Penggunaan ketiga garpu tala ini penting untuk pemeriksaan secara kualitatif. Bila salah satu frekuensi ini terganggu penderita akan sadar adanya gangguan pendengaran. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga garpu tala itu, maka diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising disekitarnya.

2. Pemeriksaan dengan menggunakan Audiometer merupakan tes kuantitatif Audiometri nada murni Teknik untuk mengidentifikasi prilaku dari kehilangan kemampuan mendengar dan untuk mendapatkan tingkat pendengaran dengan cara merekam respon dari pasien setelah memberikan pasien tersebut rangsangan auditory dengan berbagai intensitas level. Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik AC (air conductor) yaitu dibuat dengan garis lurus penuh (intensitas yang diperiksa antara 125 8000 Hz) dan grafik BC (bone conductor) yaitu dibuat dengan garis terputus-putus (intensitas yang diperiksa 250 4000 Hz). Untuk telinga kiri dipakai warna biru, sedangkan telinga kanan warna merah. Pemeriksaan audiometri nada murni bisa didapatkan tuli sensorineural pada frekwensi tinggi (umumnya 3000 6000 Hz) dan pada frekwensi 4000 Hz sering terdapat takik (notch) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini.

33

Tes audiometri yang sederhana merupakan tes terhadap suara mesin dengan hantaran udara untuk masing-masing telinga dengan frekuensi tertentu (500, 1000, 2000, 4000 dan 6000 Hz). Tes audiometri yang kompleks dilakukan dalam ruangan kedap suara

dan masing-masing telinga dengan frekuensi (250, 500, 1000, 2000, 3000,4000, 6000 dan 8000 Hz) Pure Tone Audiometry Merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi, dinyatakan dalam jumlah getaran per detik.

Memberikan gambaran yang luas mengenai tingkat kehilangan pendengaran pasien dan penyebabnya. Pasien akan memberikan respon terhadap rangsangan tone yang diberikan. Tone yang diberikan dengan cara dari frekuensi rendah ke tinggi . Tone sebesar 30dB diberikan kepada pasien sebagai rangsangan awal, jika respon positif maka level tone diturunkan sebesar 10 dB sampai pasien tidak memberikan respon. Pada rangsangan pertama jika pasien tidak mendengar maka level tone dinaikkan 10 dB HL sampai terdengar oleh pasien kemudian diturunkan per 5 dB atau naik 5 dB HL. Frekuensi yang diujikan berkisar 125-500 Hz. Tone Decay Test (TDT) Digunakan untuk mendeteksi kelainan pada jalur sensorineural. Prosedurnya, operator memilih frekuensi kemudian pasien mendapat rangsangan dan memberikan respon lagi pada saat tidak menerima rangsangan, durasi diantara keduanya diukur. Tone yang
34

dipakai diberikan dari frekuensi, tinggi ke rendah. Dengan 30 dB pada saat pertama kemudian selama 1 menit pasien mendengarkan maka tone level diturunkan dengan skala 5 dB, hal ini diulangi sampai tone tidak terdengar selama kurang dari 1 menit Short Increment Sensitivity Index (SISI) SISI untuk mendeteksi penyakit di cochlea atau recrocochlear lesions.

Menggambarkan kapasitas pasien untuk mendeteksi perbedaan kenaikan intensitas 1 dB yang dalam rentan waktu 5 detik pada frekuensi tertentu. Operator akan menset frekuensi pada 20 dB, Tone yang diberikan dengan madulasi singkat 1 dB diatas carrier tone setiap 5 detik. Kenaikan 1 dB dipresentasikan dengan interval 300 ms, dengan rise time danfall time sebesar 50 ms. Respon pasien pada saat dapat membedakan perbedaan level adalah yang diukur. Bekesy Audiometry Test audiometry yang dijalankan secara automatis. Karena frekuensi dan intensita akanturun dan naik secara otomatis Speech Audiometry Pure tone audiometry adalah test pada sensitivitas pasien sedangkan speech audiometry mengacu pada integritas seluruh sistem auditory (mengacu kemampuan mendengarkan dan mengerti pembicaraan)

II. Pelaksanaan Praktikum

Tujuan : 1. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran. 2. Mengukur ketajaman pendengaran dengan menggunakan Audiometer (Pemeriksaan Audiometer) 3. Menmbuat kesimpulan menegenai hearing loss dari hasil pemeriksaan audiometer sehingga dapat menetapkan apakah pendengaran orang percobaan dalam batas-batas normal atau tidak

35

Alat yang diperlukan : 1. Audiometer merek ADC lengkap dengan telepon telinga dan formulir 2. Penala berfrekuensi 256 3. Kapas untuk menyumbat telinga

I. TES PENALA

A. Tata Kerja Pemeriksaan Pendengaran dengan Penala a. Cara Rinne 1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya ke telapak tangan. Jangan sekali-kali memukulkannya pada benda yang keras. 2. Tekanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga o.p. 3. Tanyakanlah kepada o.p. apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di telinga yang diperiksa, bila demikian o.p. harus segera memberi tanda bila dengungan bunyi itu menghilang. 4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari processus mastoideus o.p. dan kemudian ujung jari penala ditempatkan sedekat-dekatnya di depan liang telinga yang sedang diperiksa itu. 5. Catatlah hasil pemeriksaan Rinne sebagai berikut : Positif : Bila o.p. masih mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal. Negatif : Bila o.p. tidak mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal. b. Cara Webber 1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara seperti nomor A.1. 2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada dahi o.p. di garis median. 3. Tanyakan kepada o.p. apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama kuat di kedua telinganya atau terjadi lateralisasi. 4. Bila pada o.p. tidak terdapat lateralisasi, maka untuk menimbulkan lateralisasi secara buatan, tutuplah salah satu telinganya dengan kapas dan ulangi pemeriksaan. c. Cara Schwabach
36

1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara seperti no A.1. 2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga o.p. 3. Suruhlah o.p. mengacungkan tangannya pada saat dengungan bunyi menghilang. 4. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari processus mastoideus o.p. ke processus mastoideus sendiri. Pada pemeriksaan ini telinga si pemeriksa dianggap normal. Bila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh o.p. masih dapat didengar oleh si pemeriksa maka hasil pemeriksaan ialah Schwabach memendek. 5. Apabila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh o.p. juga tidak dapat didengar oleh si pemeriksa maka hasil pemeriksaan mungkin Schwabach normal atau Schwabach memanjang. Untuk memastikan hal ini maka dilakukan pemeriksaan sebagai berikut : Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke processus mastoideus si pemeriksa sampai tidak terdengar lagi. Kemudian ujung tangkai penala segera ditekankan ke processus mastoideus o.p.. bila dengungan (setelah dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa) masih dapat didengar oleh o.p. hasil pemeriksaan adalah Schwabach memanjang. Bila dengungan setelah dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa juga tidak dapat didengar oleh o.p. maka hasil pemeriksaan adalah Schwabach normal.

B. Hasil Pengamatan Tabel Pengamatan Pemeriksaan Pendengaran Cara Rinne Telinga (penala digetarkan pada processus mastoideus) Kanan Kiri Telinga (penala digetarkan lewat udara) Kanan Kiri Cara Schawabac h

Orang Percobaan

Cara Webber

37

Reksi (OP) 512 Hz

Lateralisasi ke kanan = kiri

Schwabach normal

+ 426 Hz

Lateralisasi ke kanan = kiri

Schwabach normal

341,3 Hz

Lateralisasi ke kanan = kiri

Schwabach normal

288 Hz

Lateralisasi ke kanan = kiri

Schwabach normal

C. Pembahasan a. Test Rinne Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien. Ada 2 macam tes rinne, yaitu : - Garputal 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya. - Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang. Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun pasien. Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus, tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal. Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki
38

garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala kedepan meatus akustukus eksternus. b. Test Weber Tujuan melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan garputala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sam-sama mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi.Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum timpani missal: otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam cavum timpani ini akan bergetar, biala ada bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan.

c. Test Swabach Bertujuan untuk membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal) dengan probandus. Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala tidak mendengar suara garputala, maka penguji akan segera memindahkan garputala itu, ke puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar suara, atau tidak mendengar suara. D. Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan pada o.p, maka didapatkan interpretasi hasil normal. Hal ini menunjukan tidak adanya kelainan pendengaran pada o.p.

39

II. AUDIOMETRI

Keterangan teknis mengenai audiometer. P.VI. 4. 1 Apa guna audiometer dan bagaimana cara kerjanya? Audiometer adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengetahui level pendengaran seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometer, maka derajat ketajaman pendengaran seseorang dapat dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yag akan bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman pendengaran. Untuk mendapatkan tingkat pendengaran dengan cara merekam respon dari pasien setelah memberikan pasien tersebut rangsangan auditory dengan berbagai intensitas level. Pada bagian muka audiometer ADC terdapat berbagai tombol dan skala (lihat gambar) yang berungsi sebagai berikut : Tombol1 (T) : tombol utama (gunanya untuk menghidupkan atau mematikan ala1). Tombol2 (T2) : tombol frekuensi nada Dengan menggunakan T2 ini kita memilih frekuensi nada yang dapat dibangkitkan oleh ala1. Frekuensi tersebut dapat dibaca pada skala (82) yang dinyatakan dalam satuan hertz. P-VIA. 2 Apa yang dimaksud dengan frekuensi hertz? hertz merupakan satuan frekuensi yang menandakan banyakanya suatu gelombang dalam 1 detik. Tombol 3 (T3) : tombol kekuatan nada. Dengan tombol ini kita dapat mengatur kekuatan nada, kekuatan nada dapat dibaca pada skala (5) yang dinyatakan dalam decibel.
40

P-VI.3 Apa yang dimaksud dengan satuan decibel? Desibel (dB) adalah satuan untuk mengukur intensitas suara. Satu desibel ekuvalen dengan sepersepuluh Bel. Huruf "B" pada dB ditulis dengan huruf besar karena merupakan bagian dari nama penemunya, yaitu Bell. Desibel juga merupakan sebuah unit logaritmis untuk mendeskripsikan suatu rasio. Rasio tersebut dapat berupa daya (power), tekanan suara (sound pressure), tegangan atau voltasi (voltage), intensitas (intencity), atau hal-hal lainnya. Terkadang. dB juga dapat dihubungkan dengan Phon dan Sone (satuan yang berhubungan dengan kekerasan suara). Tombol4 (T4) : tombol pemilih telepon telinga bila tombol ini menunjukan ke B, berarti nada yang dihantarkan ketelepon berwarnahitam (black). Bila tombol menunjukan ke G yang bekerja hanya telepon kalbu (Grey). Tombol 5 (T5) : tombol penghubung nada. Dengan memutar tombol ini kekiri, nada akan terdengar ditelepon bila tombol dilepas, nada tidak terdengar lagi. P-VIA. Apa yang dimaksud pemutus nada pemeriksaan? maksud pemutusan nada pada pemeriksaan adalah melepas tombol sehingga nada tidak terdengar lagi untuk menguji apakah o.p benar-benar mendengar atau hanya pura-pura mendengar.

A. Tata Kerja 1. Pemeriksaan menyiapkan alat sebagai berikut: a. putar tombol utama (T1) pada Off. b. putar tombol frekuensi nada (T2) pada 125. c. putar tombol kekuatan nada (T3) pada -10dp. P-VIA. 5 Apa arti fisikologis intensitas 0 dp pada alat ? 0 db sama dengan tingkat tekanan yang mengakibatkan gerakan molekul udara dalam keadaan udara diam, yang hanya dapat terdeteksi dengan menggunakan instrumen fisika, dan tidak akan terdengar oleh telinga manusia. Oleh karena itu, di dalam audiologi ditetapkan tingkat 0 yang berbeda, yang disebut 0 dB klinis atau 0 audiometrik. Nol inilah yang tertera dalam audiogram, yang merupakan grafik tingkat ketunarunguan. Nol audiometrik adalah tingkat intensitas bunyi terendah yang dapat terdeteksi oleh telinga orang rata-rata dengan telinga yang sehat pada frekuensi 1000 Hz. 2. Hubungan audiometer dengan sumbu listrik (125V) dan putar T1 ke ON, 51 dan 52 akan menyala, bila tidak demikian halnya laporkan pada supervisior. 3. Suruhlah orang percobaan duduk membelakangi audiometer dan pasanglah telepon pada telinganya sehingga telepon Black ditelinga kiri. 4. Berikan petunjuk pada orang percobaan untuk mengacungkan tangannya ke atas pada saat mulai dan selama ia mendengar nada melalui salah satu telepon, dan menurunkan tangannya pada saat nada mulai tidak terdengar lagi. 5. Tunggulah 2 menit lagi untuk memanaskan alat. 6. Putarlah T5 ke kiri dan pertahankanlah selama pemeriksaan. 7. Putarlah tombol kekuatan T3 perlahan-lahan searah dengan jarum jam sampai orang percobaan mengacungkan tangannya keatas.

41

8. Teruskanlah memutarkan tombol tersebut sebesar 10 db dan kemudian putarlah tombol T3 tersebut perlahan-lahan berlawanan dengan jarum jam sampai orang percobaan menurunkan tangannya. Catatlah angka db pada saat itu. 9. Ulangilah tindakan 7 dan 8 dua kali lagi dan ambillah angka terkecil sebagai hearing loss orang percobaan pada frequency 125 Hz. 10. Selama percobaan ini lepaskanlah sekali-kali T5 pada waktu orang percobaan mengacungkan tangannya untuk menguji apakah orang percobaan benar-benar mendengar nada atau hanya purapura mendengar. 11. Ukurlah, hearing loss untuk telinga yang sama dengan cara yang sama pula pada requency 250,500,1000,2000,4000,8000,12000 Hz dan catatlah data hasil pengukuran pada formulir yang telah disediakan. 12. Ulangi seluruh pengukuran ini untuk telinga yang lain. 13. Buatlah audiogram orang percobaan pada formulir yang telah disediakan dengan data yang diperoleh pada pengukuran

B. Hasil Pengamatan

C. Pembahasan

42

Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik AC yaitu dibuat dengan garis lurus penuh (intensitas yang diperiksa antara 125 8000 Hz) dan grafik BC yaitu dibuat dengan garis terputus-putus (intensitas yang diperiksa 250 4000 Hz). Untuk telinga kiri dipakai warna biru, sedangkan telinga kanan warna merah. Pada hasil pemeriksaan bertujuan untuk memberikan gambaran luar mengenai tingkat kehilangan pendengaran pasien dan penyebabnya. Pasien akan memberikan respon terhadap rangsangan tone yang diberikan. Tone yang diberikan dengan cara dari frekuensi rendah ke tinggi . Pada awal, tone sebesar 30dB diberikan kepada pasien sebagai rangsangan awal, jika respon positif maka level tone diturunkan sebesar 10 dB sampai pasien tidak memberikan respon. Pada rangsangan pertama jika pasien tidak mendengar maka level tone dinaikkan 10 dB HL sampai terdengar oleh pasien kemudian diturunkan per 5 dB atau naik 5 dB HL. Frekuensi yang diujikan berkisar 125-500 Hz. Diskriminasi nada (kemampuan membedakan berbagai frekuensi gelombang suara yang datang) bergantung pada bentuk dan sifat membrana basilaris yang menyempit dan kaku diujung jendela ovalnya dan lebar serta lentur di ujung helikotremanya. Berbagai daerah di membrana basilaris secara alamiah bergetar secara maksimum pada frekuensi yang berbeda.Ujung sempit paling dekat jendela oval bergetar maksimum pada nada-nada tinggi sedangkan ujung lebar paling dekat dengan helikotrema bergetar maksimum pada nada-nada rendah Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengetahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada murni. Derajat ketulian menurut ISO, yaitu : Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien pada stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.

43

D. Kesimpulan Semakin tinggi frekuensi suara maka intensitas yang dapat didengar semakin rendah. Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL. Dari hasil pemeriksaan pendengaran didapatkan bahwa orang percobaan memberikan respon terhadap rangsangan tone yang diberikan (dari frekuensi rendah ke tinggi). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa fungsi pendengaran telinga orang percobaan masih tuli ringan mild hearing loss pada saat AC telinga kanan (35dB), telinga kiri (30dB) sedangkan BC telinga kiri (35dB) (liat hasil pengamatan serta batas ambang pendengaran menurut ISO).

PRAKTIKUM FISIOLOGI III SISTEM SENSORIK Tujuan Praktikum Pada akhir latihan ini, mahasiswa harus dapat: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Membedakan perasaan subjektif panas dan dingin. Menetapkan adanya titik-titik panas, dingin, tekan dan nyeri dikulit. Memeriksa daya menentukan tempat rangsangan taktil (lokalisasi taktil). Memeriksa daya membedakan dua titik tekan (diskriminasi taktil) pada perangsangan serentak (simultan) dan perangsangan berurutan (suksetif). Menentukan adanya perasaan iringan dan menerangkan mekanisme terjadinya (after image). Memeriksa daya membedakan berbagai sifat benda: a. Kekerasan permukaan b. Bentuk c. Bahan pakaian Memeriksa daya menetukan sikap anggota tubuh. Mengukur waktu reaksi. Menyebutkan faktor-faktor sikap anggota tubuh.
44

7. 8. 9.

Alat yang diperlukan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 3 waskom dengan air bersuhu 20C, 30C dan 40C. Gelas beker dan termometer kimia. Alkohol atau eter. Es. Kerucut kuningan + bejana berisi kikiran kuningan + estesiometer rambut Frey dan jarum. Pensil + jangka + pelbagai jenis amplas + benda-benda kecil + bahan-bahan pakaian. Mistar pengukur reaksi.

Teori Dasar Fungsi sel saraf adalah mengirimkan impuls yang berupa rangsang. Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang di dalamnya terdapat sitoplasma dan inti sel. Dari badan sel keluar dua macam serabut saraf, yaitu dendrit dan akson (neurit). Setiap neuron hanya mempunyai satu akson dan minimal satu dendrit. Kedua serabut saraf ini berisi plasma sel. Pada bagian luar akson terdapat lapisan lemak disebut mielin yang merupakan kumpulan sel Schwann yang menempel pada akson. Berdasarkan struktur dan fungsinya, sel saraf dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu sel saraf sensorik, sel saraf motorik, dan sel saraf intermediet. a. Sel saraf sensorik berfungsi menghantar impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat, yaitu otak (ensefalon) dan sumsum belakang (medula spinalis). Ujung akson dari saraf sensori berhubungan dengan saraf asosiasi (intermediet). b. Sel saraf motorik berfungsi mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot atau kelenjar yang hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap rangsangan. Badan sel saraf motorik berada di sistem saraf pusat. Dendritnya sangat pendek berhubungan dengan akson saraf asosiasi, sedangkan aksonnya dapat sangat panjang. c. Sel saraf intermediet atau sel saraf asosiasi. Sel ini dapat ditemukan di dalam sistem saraf pusat dan berfungsi menghubungkan sel saraf motorik dengan sel saraf sensorik. Sel saraf intermediet menerima impuls dari reseptor sensori atau sel saraf asosiasi lainnya. Reseptor sensorik berupa sel-sel khusus atau proses sel yang memberikan informasi tentang kondisi di dalam dan diluar tubuh kepada susunan saraf pusat. Indera peraba dikulit adalah indera yang digunakan untuk merasakan sensitivitas temeperatur, nyeri, sentuhan, tekanan, getaran dan proprioseptif. Nosiseptor Reseptor nyeri /nosiseptor terletak pada daerah superficial kulit, kapsul sendi, dalam periostes tulang sekitar dinding pembuluh darah. Reseptor nyeri merupakan free nerve ending dengan daerah reseptif yang luas, sebagai hasilnya sering kali sulit membedakan sumber rasa nyeri yang tepat. Nosiseptor sensitif terhadap temperatur yang ekstrim, kerusakan mekanis dan kimia seperti mediator kimia yang dilepaskan sel yang rusak. Rangsangan pada dendrite di nosiseptor menimbulkan depolarisasi, bila segmen akson mencapai batas ambang dan terjadi potensial aksi di susunan saraf pusat. Termoreseptor Temperatur reseptor/termoreseptor merupakan free nerve ending yang terletak pada dermis, otot skeletal, liver, hipotalamus. Reseptor dingin tiga/empat kali lebih banyak daripada reseptor
45

panas. Tidak ada strukur yang membedakan reseptor dingin dan panas. Sensasi temperature diteruskan pada jalur yang sama dengan sensasi nyeri. Termoreseptor merupakan phasic reseptor, aktif bila temperatur berubah, tetapi cepat beradaptasi menjadi temperatur yang stabil. Mekanoreseptor Mekanoreseptor sangat sensitif terhadap rangsangan yang terjadi pada membran sel. Membran sel memiliki regulasi mekanis ion channel dimana bias terbuka ataupun tertutup bila ada respon terhadap tegangan, tekanan dan yang bias menimbulkan kelainan pada membrane. Terdapat tiga jenis mechanoreseptor antara lain: - Tactile reseptor memberikan sensai sentuhan, tekanan dan getaran. Sensasi sentuhan memberikan inforamsi tentang bentuk atau tekstur, dimana tekanan memberikan sensasi derajat kelainan mekanis. Sensasi getaran memberikan sensasi denyutan/ debaran. - Baroreseptor untuk mendeteksi adanya perubahan tekanan pada dinding pembuluh darah dan pada tractus digestivus, urinarius dan sistem reproduksi. - Proprioseptor untuk memonitor posisi sendi dan otot, hal ini merupakan struktur dan fungsi yang kompleks pada reseptor sensoris. Kemoreseptor Kemoreseptor tidak mengirim informasi pada korteks primer sensoris, jadi kita tidak tahu adanya sensasi yang diberikan kepada reseptor tersebut. Saat informasi datang lalu diteruskan menuju batang otak yang merupakan pusat otonomik yang mengatur pusat respirasi dan fungsi cardiovascular.

Tata Kerja I. Perasaan subyektif panas dan dingin Sediakan 3 waskom yang masing-masing berisi air dengan suhu 20C, 30C dan 40C. Masukkan tangan kanan kedalam air bersuhu 20C dan tangan kiri kedalam air bersuhu 40C untuk 2 menit. Catat kesan apa yang saudara alami. Kemudian masukkan segera kedua tangan itu serentak kedalam air bersuhu 30C. Catat kesan apa yang saudara alami. VII.1. Apakah ada perbedaan perasaan subyektif antara kedua tangan tersebut? Apa sebabnya? Tangan kanan terasa lebih panas dibandingkan dengan tangan kiri, karena perubahan suhu yang diterima oleh kulit. Tiap perlahan-lahan kulit punggung tangan yang kering dari jarak 10 cm. Basahi sekarang kulit punggung tangan tersebut dengan air dan tiup sekali lagi dengan kecepatan seperti diatas. Bnadingkan kesan yang saudara alami hasil tiupan pada sub 4 dan 5. Olesi sebagian kulit punggung tangan dengan alkohol atau eter. VII.2. Apakah ada bedanya antara ke 3 hasil tindakan pada sub 4,5 dan 6? Apa sebabnya? Ada, pada tangan yang di olesi alkohol dingin terasa lebih lama.

1. 2. 3.

4. 5. 6.

Hasil Praktikum dan Pembahasan


46

OP. Reksi (20 tahun) Dari suhu rendah (20) ke tinggi (30) terasa hangat. Dari suhu tinggi (40) ke rendah (30) terasa dingin. Hal ini terjadi karena pada saat baskom yang berisi air biasa ada pengurangan kalor pada tangan kiri (dari hangat sampai dingin) dan ada penambahan kalor pada tangan kanan (dari dingin sampai hangat). Pada kulit punggung tangan terasa lebih dingin setelah dibasahi dengan alcohol atau eter. Kesimpulan Kulit berfungsi sebagai thermoreseptor, terdapat perbedaan subyektif antara rasa panas dan dingin. Untuk mendeteksi rasa panas melalui reseptor Ruffinis dan untuk mendeteksi rasa dingin melalui reseptor Krause. Terdapat perbedaan subyektif antara rasa panas dan dingin. II. Titik-titik panas, dingin, tekan dan nyeri kulit Letakkan punggung tangan kanan saudara diatas sehelai kertas dan tarik garis pada pinggir tangan dan jari-jari sehingga terdapat lukisan tangan. Pilih dan gambarkan ditelapak tangan itu suatu daerah seluas 3 x 3 cm dan gambarkan pula daerah itu dilukisan tangan pada kertas. Tutup mata orang percobaan dan letakkan punggung tangan kanannya santai di meja. Selidiki secara teratur menurut garis-garis sejajar titik-titik yang memberikan kesan panas yang jelas pada telapak tangan tersebut dengan menggunakan kerucut kuningan yang telah dipanasi. Cara memanasi kerucut kuningan yaitu dengan menempatkannya dalam bejana berisi kikiran kuningan yang direndam dalam air panas bersuhu 50C. Tandai titik-titik panas yang diperoleh dengan tinta. Ulangi penyelidikan yang serupa pada sub. 4 dengan kerucut kuningan yang telah didinginkan. Cara mendinginkan kerucut kuningan yaitu dengan menempatkannya dalam bejana berisi kikiran kuningan yang direndam dalam air es.

1. 2. 3. 4.

5.

6. Selidiki pula menurut cara diatas titik-titik yang memberikan kesan tekan dengan menggunakan estesiometer rambut Frey dan titik-titik yang memberikan kesan nyeri pada jarum. 7. Gambarkan dengan simbol yang berbeda semua titik yang diperopleh pada lukisan tangan dikertas. VII.3. Menurut teori, kesan apakah yang akan diperoleh bila titik dingin dirangsang oleh benda panas? Bagaimana keterangannya? Tidak terdapat reaksi karena pada titik tersebut hanya terdapat reseptor dingin dimana reseptor tersebut bekerja bila diberikan rangsangan dingin. Hasil Praktikum dan Pembahasan OP. Reksi ( 20 tahun)

47

Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan pada o.p dapat menyimpukan bahwa sensasi titik panas dan dingin dapat teraba jelas berada pada daerah tengan dari pada tangan. Disini terlihat bahwa reseptorreseptor panas dan dingin pada daerah tangan terbanyak terletak pada daerah tengah, dan juga bukan karena reseptor-resptor panas dingin saja yang banyak tetapi juga karena di daerah tengah tangan sedikit lebih curam, ini menandakan disana lebih sedikit jaringan lemaknya sehingga sensasi titik panas dan dingin lebih terasa. Titik panas,dingin,tekan dan nyeri berbeda pada tiap tempat di kulit.

1. 2. 3. 4.

III. Lokalisasi Taktil Tutup mata orang percobaan dan tekankan ujung pensil pada suatu titik dikulit ujung jarinya. Suruh sekarang orang percobaan melokalisasi tempat yang baru dirangsang tadi dengan ujung sebuah pensil pula. Tetapkan jarak antara titik rangsang dan titik yang ditunjuk. Ulangi percobaan ini sampai 5 kali dan tentukan jarak rata-rata untuk kulit ujung jari, telapak tangan, lengan bawah, lengan atas dan tengkuk. VII.4. Apakah kemampuan lokalisasi taktil seseorang sama besarnya untuk seluruh bagian tubuh? Kemampuan lokalisasi taktil pada seluruh bagian tubuh berbeda-beda. Reseptor taktil adalah mekanoreseptor. Reseptor taktil yang berbeda memiliki kepekaan dan kecepatan mengirim impuls yang berbeda pula, seperti pada ujung jari dan bibir yang akan lebih sensitif terhadap rangsangan dibanding telapak tangan, lengan atas dan tengkuk. V.II.5. Apakah istilah kemampuan seseorang untuk menentukan tempat rangsangan taktil? Lokalisasi taktil/ TPL (Two Point Localization)

Hasil Praktikum dan Pembahasan


48

OP. Reksi (20 tahun) Lokalisasi taktil Jarak titik di kulit ujung jari = 0 cm Jarak titik di telapak tangan = 0,5 cm Jarak titik di lengan bawah = 1cm Jarak titik di lengan atas = 1,2 cm Jarak titik di tengkuk = 0,5 cm

Kesimpulan Kemampuan lokalisasi taktil seseorang tidak sama besar pada seluruh bagian tubuh. Reseptor taktil yang berbeda memiliki kepekaan dan kecepatan mengirim impuls yang berbeda pula. IV. Diskriminasi Taktil 1. Tentukan secara kasar ambang membedakan dua titik untuk ujung jari dengan menempatkan kedua ujung sebuah jangka secara serentak (simultan) pada kulit ujung jari. 2. Dekatkan kedua ujung jangka itu sampai dibawah ambang dan kemudian jauhkan berangsurangsur sehingga kedua ujung jangka itu tepat dapat dibedakan sebagai 2 titik. VII.6. Bagaimana caranya saudara mengatahui bahwa jarak antar kedua ujung jangka dibawah ambang diskriminasi taktil? Ketajaman taktil relatif suatu bagian dapat ditentukan dengan uji ambang diskriminasi 2 titik. Apabila 2 ujung dari jangka tersebut ditempelkan ke permukaan kulit dan merangsang 2 medan reseptif yang berbeda, maka dirasakan 2 titik terpisah. Namun jika kedua ujung jangka tersebut menempel di permukaan kulit dan merangsang medan reseptif yang sama, akan dirasakan sebagai 1 titik. Ambang 2 titik berkisar dari 2mm di ujung jari, dan 48mm di kulit betis yang diskriminasinya paling rendah. 3. Ulangi percobaan ini dari suatu jarak permulaan diatas ambang. Ambil angka ambang terkecil sebagai ambang diskriminasi taktil tempat itu. 4. Lakukan percobaan diatas sekali lagi, tetapi sekarang dengan menempatkan kedua ujung jangka secara berturut-turut (suksetif). 5. Tentukan dengan cara yang sama (simultan dan suksetif) ambang membedakan dua titik ujung jari, tengkuk, bibir, pipi dan lidah. 6. Berikan sekarang jarak kedua ujung jangka yang sebesar-besarnya yang masih dirasakan oleh kulit pipi depan telinga sebagai satu titik. Dengan jarak ini gerakan jangka itu dengan ujungnya pada kulit kearah pipi muka, bibir atas dan bibir bawah. Arah gerakan harus tegak lurus terhadap garis yang menghubungkan kedua ujung jangka. 7. Catat apa yang saudara alami. Hasil Praktikum dan Pembahasan OP. Reksi (20 tahun) Diskriminasi taktil

49

Ujung jari = 0,4 cm Tengkuk = 0,3 cm Bibir = 0,7 cm Pipi = 0,6 cm Lidah = 0,5 cm Dari data yang didapatkan dari praktikum diskriminasi taktil, apabila kedua titik menyentuh lapangan reseptif yang sama, keduanya akan dirasakan sebagai satu titik. TPL (Two Point Localization) lebih peka pada bagian yang menonjol, seperti bibir, pipi. Jarak tusuk 1 dan 2 tergantung waktu, jadi waktu mempengaruhi sehingga ada penyebaran sensasi. Kesimpulan Dikriminasi titik merupakan kemampuan membedakan rangsangan kulit oleh satu ujung benda dari dua ujung disebut diskriminasi dua titik. Berbagai daerah tubuh bervariasi dalam kemampuan membedakan dua titik pada tingkat derajat pemisahan bervariasi. V. Perasaan Iringan (After image) 1. Letakkan sebuah pensil antara kepala dan daun telinga dan biarakan ditempat itu selama saudara melakukan percobaan VI. 2. Setelah saudara selesai dengan percobaan VI angkatlah pensil dari telinga saudara dan apakah yang saudara rasakan setelah pensil itu diambil. VII.7. Bagaimana mekanisme terjadinya perasaan iringan? Hal ini dapat terjadi karena adanya reseptor fasik yang cepat beradaptasi. Karena cepatnya beradaptasi reseptor yang mencakup reseptor taktil ini, maka titik yang terus menerus diletakkan pensil atau menggunakan jam tangan, akan tidak dirasakan lagi karena sudah terbiasa dan karena adaptasi cepat reseptor ini.

Hasil Praktikum dan Pembahasan OP. Reksi ( 20 tahun) OP merasakan perbedaan pada telinga, op merasa ada yang hilang dari atas daun teling saat pensil diambil. Telinga beradaptasi dengan adanya pulpen atau pensil, daun telinga tidak terasa seperti memakai pulpen atau pensil. Ketika pulpen atau pensil dilepas seperti ada yang hilang karena beratnya sudah konstan atau sudah biasa atau sudah kembali. Adanya adaptasi reseptor terhadap rangsangan benda yang dihasilkan melalui tekanan, getaran dan sifat fisik benda, mengakibatkan kita terbiasa dalam memakai benda tersebut. Kesimpulan Sensasi merupakan suatu perasaan yang timbul sebagai akibat adanya stimulus reseptor. Sensasi yang berlangsung secara terus menerus disebut sensasi beriringan (after image). VI. Daya Membedakan Berbagai Sifat Benda
50

A. Kekasaran permukaan benda 1. Dengan mata tertutup suruh orang percobaan meraba-raba permukaan ampelas yang derajat kekasaran yang berbeda-beda. 2. Perhatikan kemampuan orang percobaanm untuk membedakan derajat kekasaran ampelas. Hasil praktikum OP. Reksi ( 20 tahun) Dari 5 kain yang diberikan op dapat menyusun letak kebenaran dari kasar sampai ke yang halus dengan benar. Sehingga dapat disimpulkan kemampuan membedakan derajat kekasaran pada op normal. Kesimpulan Kemampuan dapat membedakan berbagai sifat benda menunjukkan bahwa sifat sensoris baik. B. Bentuk benda 1. Dengan mata tertutup suruh orang percobaan memegang-megang benda-benda kecil yang saudara berikan. 2. Suruh orang percobaan menyebutkan nama/bentuk benda-benda itu. Hasil praktikum OP. Reksi ( 20 tahun) Dari 5 benda yang diberikan op dapat menyebutkan dan membedakan semua dengan benar. Sehingga dapat disimpulkan kemampuan membedakan bentuk benda pada op normal. Kesimpulan Kita dapat membedakan benda-benda tanpa melihat bentuknya. Proses berperan adalah reseptor kinaesthesi. Bentuk dan berat benda dapat dibedakan dengan reseptor tekanan yang digeserkan. Pada tempat di mana tidak ada rambut, tetapi dengan kepekaan yang besar terdapat stimulus taktil, ternyata mempunyai corpuscullum tactus.

C. Bahan pakaian 1. Dengan mata tertutup suruh orang percobaan meraba-raba bahan-bahan pakaian yang saudara berikan. 2. Suruh orang percobaan setiap kali menyebutkan jenis/bentuk benda-benda itu. VII.8. Bila orang percobaan membuat kesalahan dalam membedakan sifat benda (ukuran, bentuk, berat, permukaan), apa kelainan neurologis yang dideritanya? Terjadi lesi pada lobus parietal yang tidak dominan gangguannya disebut agnosia. Jika pasien mempunyai daya visus normal dan tidak dapat mengenali benda disebut agnosia visual. Jika ketidakmampuan seorang pasien mengenali sebuah benda dengan palpasi tanpa adanya gangguan sensorik sebut agnosia taktil. Hasil Praktikum OP. Reksi (20 tahun)
51

Dari 5 kain yang diberikan op dapat menyebutkan jenis/benda yang diberikan dengan benar. Sehingga dapat disimpulkan kemampuan membedakan pada op normal. Kesimpulan Kepekaan kulit yang berambut terhadap stimulus besar, sehingga diduga bahwa akhiran syaraf yang mengelilingi foliculus rambut adalah reseptor taktil. 1. 2. 3. 4. 5. VII. Tafsiran Sikap Suruh orang percobaan duduk dan tutup mata. Pegang dan gerakan secara pasif lengan bawah orang percobaan kedekat kepala, kedekat dadanya, kedekat lututnya dan akhirnya gantungkan disisi badannya. Tanyakan setiap kali sikap dan lokasi lengan orang percobaan. Suruh orang percobaan dengan telunjuknya menyentuh telinga, hidung dan dahinya dengan perlahan-lahan setelah setiap kali mengangkat lurus lengannya. Perhatikan apakah ada kesalahan. VII.9. Bila orang percobaan membuat kesalahan dalam melikalisasi tempat-tempat yang diminta, apa nama kelainan neurologis yang dideritanya? Apabila pasien tidak mampu mengenali tubuh pasien sendiri disebut autopagnosia. Jika pasien tidak mampu melakukan suatu gerakan volunter tanpa adanya gangguan dalam kekuatan, sensasi atau koordinasi motorik disebut apraksia, dan jika pasien dapat mendengar dan memahami perintah tetapi tidak dapat mengintegrasikan aktivitas motorik yang akan melakukan gerakan itu disebut dispraksia.

Hasil Praktikum OP. Reksi (20 tahun) Dari hasil percobaan, op bisa meniru atau mengsingkronkan gerakan dengan tangannya. Sehingga dapat disimpulkan tafsiran sikap pada op normal. Kesimpulan Seluruh mekanisme gerak yang terjadi di tubuh tak lepas dari peranan sistem saraf. Jika tafsiran sikap benar, maka daya menentukan sikap anggota tubuh baik. VIII. Waktu Reaksi Suruh orang percobaan duduk dan meletakkan lengan bawah dan tangannya ditepi meja dengan ibu jari dan telunjuk berjarak 1 cm siap menjepit. Pemeriksa memegang mistar pengukur waktu reaksi pada titik hitam dengan menempatkan garis tebal diantara dan setinggi ibu jari dan telunjuk orang percobaan tanpa menyentuh jarijari orang percobaan. Dengan tiba-tiba pemeriksa melepaskan mistar tersebut dan orang percobaan harus menangkap mistar itu dengan secepat-cepatnya. Ulangi percobaan ini sebanyak 5 kali. Tetapkan waktu reaksi orang percobaan (rata-rata dari ke 5 hasil yang diperoleh). VII.10. Apa yang menentukan waktu reaksi seseorang? Waktu reaksi seseorang dipengaruhi kecepatan dalam merespon rangsangan dari luar. Pada ujung ujung perifer, neuron aferen memiliki reseptor yang memberitahu SSP mengenai perubahan yang dapat di deteksi atau rangsangan baik dari dunia luar maupun lingkungan dalam dengan membangkitkan potensial aksi sebagai respon terhadap rangsangan.
52

1. 2.

3. 4.

Hasil Praktikum OP. Reksi (20 tahun) Lepasan 1 = 0.19 detik Lepasan 2 = 0.19 detik Lepasan 3 = 0.21 detik Lepasan 4 = 0.22 detik Lepasan 5 = 0.18 detik Rata-rata yang di peroleh =

= 0.19 detik

Dari hasil data yang didapatkan terlihat gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan gerakan terjadi tanpa dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu. Kesimpulan Waktu reaksi seseorang ditentukan oleh kecepatan dan ketanggapannya.

PERCOBAAN KESEIMBANGAN PADA MANUSIA

I.

DASAR TEORI Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan tubuh ketika di tempatkan di berbagai posisi. Definisi menurut OSullivan, keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi pada bidang tumpu terutama ketika saat posisi tegak. Selain itu menurut Ann Thomson, keseimbangan adalah kemampuan untuk

53

mempertahankan tubuh dalam posisi kesetimbangan maupun dalam keadaan statik atau dinamik, serta menggunakan aktivitas otot yang minimal. Keseimbangan juga bisa diartikan sebagai kemampuan relatif untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of support). Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh

dengan di dukung oleh sistem muskuloskleletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efisien. Keseimbangan terbagi atas dua kelompok, yaitu keseimbangan statis : kemampuan tubuh untuk menjaga kesetimbangan pada posisi tetap (sewaktu berdiri dengan satu kaki, berdiri diatas papan keseimbangan); keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk

mempertahankan kesetimbangan ketika bergerak. Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dari integrasi/interaksi sistem sensorik (vestibular, visual, dan somatosensorik termasuk proprioceptor) dan

muskuloskeletal (otot, sendi, dan jar lunak lain) yang dimodifikasi/diatur dalam otak (kontrol motorik, sensorik, basal ganglia, cerebellum, area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan kondisi internal dan eksternal. Dipengaruhi juga oleh faktor lain seperti, usia, motivasi, kognisi, lingkungan, kelelahan, pengaruh obat dan pengalaman terdahulu. Fisiologi Keseimbangan Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Tujuan dari tubuh mempertahankan keseimbangan adalah : menyanggah tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak. Komponen-komponen pengontrol keseimbangan adalah : Sistem informasi sensoris Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular, dan somatosensoris. a. Visual Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. Cratty & Martin (1969) menyatakan bahwa keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata akan
54

membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk mempertahankan keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh selama melakukan gerak statik atau dinamik. Penglihatan juga merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan memegang peran penting untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang. Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh. b. Sistem vestibular Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di dalam telinga. Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui refleks vestibulo-occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang bergerak. Mereka meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di batang otak. Beberapa stimulus tidak menuju nukleus vestibular tetapi ke serebelum, formatio retikularis, thalamus dan korteks serebri. Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth, retikular formasi, dan serebelum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada leher dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural. c. Somatosensoris Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta persepsi-kognitif. Informasi propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan talamus.
55

Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovia dan ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain , serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang. Adaptive systems Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan keluaran motorik (output) ketika terjadi perubahan tempat sesuai dengan karakteristik lingkungan. Lingkup gerak sendi (Joint range of motion) Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan mengarahkan gerakan terutama saat gerakan yang memerlukan keseimbangan yang tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan a. Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG) Pusat gravitasi terdapat pada semua obyek, pada benda, pusat gravitasi terletak tepat di tengah benda tersebut. Pusat gravitasi adalah titik utama pada tubuh yang akan mendistribusikan massa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan seimbang. Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah atau perubahan berat. Pusat gravitasi manusia ketika berdiri tegak adalah tepat di atas pinggang diantara depan dan belakang vertebra sakrum ke dua. Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu : ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan bidang tumpu, ukuran bidang tumpu, lokasi garis gravitasi dengan bidang tumpu, serta berat badan.

b. Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG) Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang tumpu adalah menentukan derajat stabilitas tubuh. c. Bidang tumpu (Base of Support-BOS) Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar
56

bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi. Keseimbangan Berdiri Pada posisi berdiri seimbang, susunan saraf pusat berfungsi untuk menjaga pusat massa tubuh (center of body mass) dalam keadaan stabil dengan batas bidang tumpu tidak berubah kecuali tubuh membentuk batas bidang tumpu lain (misalnya : melangkah). Pengontrol keseimbangan pada tubuh manusia terdiri dari tiga komponen penting, yaitu sistem informasi sensorik (visual, vestibular dan somatosensoris), central processing dan efektor. Pada sistem informasi, visual berperan dalam contras sensitifity (membedakan pola dan bayangan) dan membedakan jarak. Selain itu masukan (input) visual berfungsi sebagai kontrol keseimbangan, pemberi informasi, serta memprediksi datangnya gangguan. Bagian vestibular berfungsi sebagai pemberi informasi gerakan dan posisi kepala ke susunan saraf pusat untuk respon sikap dan memberi keputusan tentang perbedaan gambaran visual dan gerak yang sebenarnya. Masukan (input) proprioseptor pada sendi, tendon dan otot dari kulit di telapak kaki juga merupakan hal penting untuk mengatur keseimbangan saat berdiri static maupun dinamik Central processing berfungsi untuk memetakan lokasi titik gravitasi, menata respon sikap, serta mengorganisasikan respon dengan sensorimotor. Selain itu, efektor berfungsi sebagai perangkat biomekanik untuk merealisasikan renspon yang telah terprogram si pusat, yang terdiri dari unsur lingkup gerak sendi, kekuatan otot, alignment sikap, serta stamina. Postur adalah posisi atau sikap tubuh. Tubuh dapat membentuk banyak postur yang memungkinkan tubuh dalam posisi yang nyaman selama mungkin. Pada saat berdiri tegak, hanya terdapat gerakan kecil yang muncul dari tubuh, yang biasa di sebut dengan ayunan tubuh. Luas dan arah ayunan diukur dari permukaan tumpuan dengan menghitung gerakan yang menekan di bawah telapak kaki, yang di sebut pusat tekanan (center of pressure-COP). Jumlah ayunan tubuh ketika berdiri tegak di pengaruhi oleh faktor posisi kaki dan lebar dari bidang tumpu. Posisi tubuh ketika berdiri dapat dilihat kesimetrisannya dengan : kaki selebar sendi pinggul, lengan di sisi tubuh, dan mata menatap ke depan. Walaupun posisi ini dapat dikatakan

57

sebagai posisi yang paling nyaman, tetapi tidak dapat bertahan lama, karena seseorang akan segera berganti posisi untuk mencegah kelelahan.

II. TUJUAN : 1. Mendemonstrasikan kepentingan kedudukan kepala dan mata dalam mempertahankan keseimbangan badan pada manusia. 2. Mendemonstrasikan dan menerangkan pengaruh percepatan sudut : a. Dengan kursi barany terhadap : gerakan bola mata b. Dengan berjalan mengelilingi statif

III. ALAT YANG DIPERLUKAN : Kursi Brany + Tongkat/statif yang panjang

IV. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

A. Percobaan dengan kursi Barany 1 1. Tata Kerja Nistagmus a. Suruh orang percobaan duduk tegak dikursi Barany dengan kedua tangannya memegang erat tangan kursi. b. Tutup kedua matanya dengan sapu tangan dan tundukkan kepala o.p 30 derajat kedepan. P.VIA.9. Apa maksud tindakan penundukan o.p 30 derajat kedepan? c. Putarlah kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur dan tanpa sentakan d. Hentikan pemutaran kursi tiba-tiba e. Bukalah sapu tangan dan suruhlah o.p melihat jauh kedepan f. Perhatikan adanya nistagmus Tetapkanlah arah komponen lambat dan cepat nistagmus tersebut P.VIA.10. Apa yang dimaksud dengan rotatory nistagmus dan postrotatory nystagmus ? 2. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
58

Pada percobaan ini, setelah o.p diputar dengan kursi ke kanan sebanyak 10 kali. Maka pada mata o.p terjadi nistagmus Setelah berputar ke kanan, terdapat nistagmus komponen cepat ke arah kiri dan komponen lambat ke arah kanan. Hal ini disebabkan oleh adanya refleks vestibulo-okular (VOR) yang merupakan refleks gerakan mata untuk menstabilkan gambar pada retina selama gerakan kepala dengan memproduksi sebuah gerakan mata ke arah yang berlawanan dengan gerakan kepala, sehingga mempertahankan gambar untuk berada pada pusat bidang visual. 3. Menjawab Pertanyaan P.VIA.9. Apa maksud tindakan penundukan o.p 30 derajat kedepan? Jawab : Agar canalis semisirkularis anterior sejajar dengan bidang bumi P.VIA.10. Apa yang dimaksud dengan rotatory nistagmus dan postrotatory nystagmus ? Jawab: Nistagmus horizontal : nistagmus yang gerakannya berada mata disekitar aksisvisual. Post-rotatory nistagmus adalah keadaan normal yang ditemukan pada hewan pasca pemutaran yang terjadi akibat pergerakan kupula sewaktu rotasi dihentikan memilikiarah berlawanan. 4. Kesimpulan Setiap kepala berputar tiba-tiba,sinyal yang berasal dari kanalis semisirkularis menyebabkan, mata berputar dengan arah yang berlawanan dengan arah putaran kepala. Keadaan ini timbul akibat adanya refleks yang dijalarkaan melalui nuklei vestibular dan fasikulus longitudinalis medial menuju nuklei okulomotor.

B. Tes Penyimpangan Penunjukkan ( Pas Pointing Test of Barany ) 1. Tata Kerja a. Suruh OP duduk tegak dikursi Barany dan tutuplah kedua matanya dengan sapu tangan b. Periksa sendiri tepat dimuka kursi Barany sambil mengulurkan tangan ke arah OP c. Suruhlah OP menunjulurkan lengan kanannya ke depan sehingga dpt menyentuh jari tangan pemeriksa yang telah diulurkan sebelumnya
59

d. Suruhlah OP mengangkat lengan kanannya ke atas dan kemudian dengan cepat menurunkan kembali sehingga dapat menyentuh jari pemeriksa lagi. Tindakan no 1-4 merupakan persiapan untuk tes yang berikut : e. Suruhlah sekarang OP dengan kedua tangannya memegang erat tangan kursi f. Putarlah kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur tanpa sentakan. 2. Hasil Pengamatan dan Analisa Pada o.p terjadi nistagmus dan o.p masih bisa menunjuk dengan deviasi ke arah kanan. Saat mata OP dalam keadaan tertutup, terdapat koordinasi yang salah dari OP karena sensasi perputaran yang dialaminya. Namun, setelah mata dibuka, OP dapat menyentuh jari tangan yang sebenarnya bisa dilakukan dengan tepat. 3. Kesimpulan Deviasi dari tes dapat terjadi namun belum tentu karena kelainan, namun karena koordinasi yang salah C. Kesan sensasi 1. Tata Kerja a. Gunakan o.p. yang lain b. Suruh o.p duduk di kursi Barany dan tutuplah kedua matanya dengan sapu tangan c. Putarlah kursi barany ke kanan dengan kecepatan yang berangsur-angsur bertambah dan kemudian kurangilah kecepatan putarannya secara berangsur-angsur sampai berhenti. d. Tanyakan kepada o.p arah perasaan berputar 1) sewaktu kecepatan putar masih bertambah 2) sewaktu kecepatan menetap 3) sewaktu kecepatan dikurangi 4) segera setelah kursi dihentikan e. Berikan keterangan tentang mekanisme terjadinya arah perasaan berputar yang dirasakan o.p . 2. Hasil Pengamatan dan Analisa 1) sewaktu kecepatan putar masih bertambah : pusing meningkat,arah badan berlawanan arah putar 2) sewaktu kecepatan menetap : melayang 3) sewaktu kecepatan dikurangi : pusing berkurang
60

4) segera setelah kursi dihentikan : pusing meningkat 5) mekanisme terjadinya arah perasaan berputar yang dirasakan o.p.: perasaan berputar dikarenakan adanya gangguan keseimbangan pada organ tympani pada telinga. Saat kursi mulai diputar ke kanan, endolimfe akan berputar ke arah sebaliknya, yaitu ke kiri. Akibatnya, kupula akan bergerak ke kiri dan OP akan merasa berputar ke kiri. Kemudian, kupula akan bergerak ke kanan searah dengan putaran kursi sehingga OP akan merasa bergerak ke kanan. Saat kecepatan mulai konstan, kupula dalam posisi tegak sehingga OP akan merasa tidak berputar. Saat kursi dihentikan, kupula akan bergerak ke arah sebaliknya, yaitu ke kanan, sehingga OP akan merasa berputar ke kanan. Namun, pada praktikum OP masih merasa berputar ke kanan saat kecepatan sudah konstan dan OP tidak merasa berputar ke kanan saat kursi dihentikan. Hal ini mungkin disebabkan oleh persepsi keseimbangan OP yang bagus. 3. Kesimpulan Dengan adanya sensasidari arah kanan, maka reaksi tubuh pasien bergerak kesebelah kiri, namun jika konstan tidak terasa berputar, dan jika dihentikan mengikuti arah putaran.

D. Percobaan sederhana untuk kanalis semisirkularis horisontalis 1. Tata Kerja a. Suruhlah o.p. dengan mata tertutup dan kepala ditundukkan 30o , berputar sambil berpegangan pada tongkat atau statif, menurut arah jarum jam, sebanyak 10 kali dalam 30 detik b. Suruhlah o.p. berhenti, kemudian membuka matanya dan berjalan lurus ke muka c. Perhatikan apa yang terjadi d. Ulangi percobaan ini dengan berputar menurut arah yang berlawanan dengan arah jarum jam P. VI.4. 11 a. Apa yang saudara harapkan terjadi pada o.p. ketika berjalan lurus ke muka setelah berputar 10 kali searah dengan jarum jam? Jawab : o.p. akan berjalan miring ke kanan, tidak lurus ke depan b.Bagaimana keterangannya?
61

Jawab : Karena endolimf bergerak lebih lambat namun bersifat menyusul jadi ketika terdapat penghentian putaran, endolimf masih cenderung mengikuti perputaran tersebut. 2. Hasil Pengamatan dan Analisa O.P. berjalan tidak lurus dan miring hampir jatuh berlawanan dengan arah putaran, lebih merasa pusing saat diputar ke arah jarum jam (yang pertama). Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan orientasi tubuh dan bagianbagiannya dalam hubungannya dengan ruang internal. Keseimbangan tergantung pada continous visual, labirintin, dan input somatosensorius (proprioceptif) dan integrasinya dalam batang otak dan serebelum. Kanalis semisirkularis punya posisi anatomis terangkat 30 o, kalau seseorang menunduk dengan sudut 30o maka posisi kanalis semisirkularis lateral dibidang horizontal. Kesulitan berjalan lurus biasa dialami, hal ini dikarenakan cairan endolimph dan perilimph terganggu atau bergejolak. 3. Menjawab Pertanyaan a. Apa yang saudara harapkan terjadi pada o.p. ketika berjalan luru ke muka setelah berputar 10 kali searah dengan jarum jam? b. Bagaimana keterangannya? Jawab: a. OP berjalan tidak lurus ke depan tetapi mengarah ke kanan. b. Karena endolimf bergerak lebih lambat namun bersifat menyusul jadi ketikaterdapat penghentian putaran, endolimf masih cenderung mengikuti perputarantersebut. 2. KESIMPULAN Posisi berjalan dan keseimbangan dipengaruhi oleh posisi kanalis semisirkularis serta pergerakan cairan endolimph-perilimph.

V. KESIMPULAN AKHIR Aparatus vestibularis mendeteksi perubahan posisi dan gerakan kepala. Kanalis semisirkularis mendeteksi akselarasi atau deselarasi anguler atau rotasional kepala. Akselarasi atau deselarasi selama rotasi kepala ke segala arah menyebabkan pergerakan endolimfe yang awalnya tidak ikut bergerak sesuai arah rotasi kepala karena inersia.
62

Apabila gerakan kepala berlanjut dalam arah dan kecepatan yang sama, endolimfe akan menyusul dan bergerak bersama dengan kepala sehingga rambut-rambut kembali ke posisi tegak. Ketika kepala berhenti, keadaan sebaliknya terjadi. Endolimfe secara singkat melanjutkan diri bergerak searah dengan rotasi kepala sementara kepala melambat unutk berhenti. Ketika seseorang berada dalam posisi tegak, rambut-rambut pada utrikulus berorientasi secara vertikal dan rambut-rambut sakulus berjajar secara horizontal.

PRAKTIKUM FISIOLOGI IV Tujuan Praktikum Pada akhir latihan ini, mahasiswa harus dapat: *Pemahaman mengenai dasar-dasar teori mengenai fisiologi pengecapan pada manusia. Alat yang diperlukan :
63

1. Empat buah piringan kecil berisi : Larutan asam cuka Larutan NaCl 10 Larutan kopi Larutan gula 5% 2. Aplikator (batang kecil dengan salah stu ujung diberi kapas) 3. Peta rasa 4. Kertas hisap / saring Teori Dasar Reseptor adalah ujung perifer khusus neuron-neuron aferen; reseptor berespons terhadap rangsangan tertentu, mengubah bentuk energi rangsangan menjadi sinyal listrik serta bahasa sistem saraf. Reseptor untuk pengecapan adalah kuncup pengecapan, yaitu suatu kemoreseptor yang terletak terutama di lidah tetapi terdapat juga pada palatum lunak dan epiglotis. Kuncup pengecap terdapat pada tonjolan mukosa lidah yang disebut papilla. Masing-masing kuncup pengecap merupakan sekumpulan sel penunjang dan sel sensorik yang memiliki rambut dan menonjol membentuk pori-pori pengecap serta dibahasi oleh saliva. Pada papilla didapatkan taste buds yang berfungsi untuk menerima rangsangan bahan kimia dari luar. Pada sisi atas dan samping lidah banyak dijumpai papilla pengecap, yang jumlahnya ditaksir 2000 buah dan teletak tersebar di atas lidah. Tunas pengecap adalah bagian pengecap yang ada di pinggir lidah adalah kumpulan otot rangka pada bagian lantai mulut yang dapat membantu pencernaan makanan dengan mengunyah dan menelan. Lidah dikenal sebagai indra pengecap yang banyak memiliki struktur tunas pengecap. Lidah juga turut menbantu dalam tindakan berbicara. Struktur lainnya yang berhubungan dengan lidah sering disebut lingual, dari bahasa latin lingua atau glossal dari bahasa yunani. Sebagian besar lidah tersusun atas otot rangka yang teletak pada tulang hyoideus, tulang rahang bawah dan processus styloideus di tulang pelipis. Terdapat dua jenis otot lidah yaitu otot ekstinsik dan instrinsik. Lidah memiliki permukaan yang kasar karena adanya tonjolan yang disebut papilla. Papilla terdiri dari dual sel yaitu sel pengecap dan sel penyokong, sel pengecap berfungsi sebagai reseptor, sedangkan sel penyokong berfungsi sebagai menopang. Terdapat tiga jenis papilla, yaitu ; 1. Papilla filiformis (fili = benang) = berbentuk seperti benang halus. 2. Papilla sirkumvallata (sirkum = bulat) = berbentuk bulat, tersusun seperti hutuf V di belakang lidah. 3. Papilla fungiformis (fungi = jamur) = berbentuk seperti jamur. Pengecapan merupakan fungsi utama dari taste buds, tetapi indra penghidu pun sangat berperan dalam persepsi pengecapan. Indra pengecapan memungkinkan kita merasakan tekstur makanan lembut atau kasar, zat-zat yang terkandung dalam makanan, serta rasa makanan itu sendiri. Makna pentingnya adalah bahwa pengecapan memungkinkan manusia memilih makanan sesuai keinginannya. Sensasi pengecapan terjadi karena rangsangan terhadap berbagai reseptor pengecapan, ada sedikitnya 13 reseptor kimia yang ada pada sel-sel pengecap, antara lain: 2 reseptor natrium, 2 reseptor kalium,
64

1 reseptor clorida, 1 reseptor adenosine, 1 reseptor inosin, 1 reseptor manis, 1 reseptor pahit, 1 reseptor glutamate, dan 1 reseptor ion hydrogen. Kemampuan reseptor tersebut dikumpulkan menjadi 5 kategori yang umum disebut sensasi pengecapan utama tentunya disesuaikan dengan area saraf, yaitu : 1. Kuncup pengecap yang sensitif terhadap rasa manis terletak di ujung lidah. 2. Substansia asam terutama dirasakan dibagian samping lidah. 3. Substansia asin dapat dirasakan hampir pada seluruh area lidah, tetapi reseptornya berkumpul pada bagian samping lidah. 4. Substansia pahit akan menstimulsi kuncup pengecap dibagian belakang lidah Rasa umami (bahasa jepang), artinya lezat, untuk menyatakan rasa kecap yang menyenangkan secara kualitatif. Rasa ini dominan ditentukan pada L-glutamat (terdapat pada ekstrak daging dan keju). Tata Kerja 1. Meminta pasangan praktikum berkumur, kemudian mengeringkan lidahnya dengan kertas hisap 2. Mencelupkan aplikator dalam larutan asam. Membuang larutan dengan menekan isi pinggang 3. Menyentuh aplikator pada daerah ujung, sepanjang sisi, tengah dan belakang lidah pasangan praktikum 4. Menulis tanda (+) pada daerah pera yang sesuai jika praktikan merasakan larutan tersebut. Menulis tanda (-) pada daerah peta rasa yang sesuai jika daerah tersebut disentuh tidak sensitif terhadap larutan yang diuji. 5. Mengulangi prosedur diatas dengan mengunakan ketiga larutan lainnya, satu demi satu.

65

Hasil Praktikum 1. Gambarlah hasil pengamatan saudara pada kotak dibawah ini

Pahit

Asam

Asam

Asin

Asin

Manis

OP : Rhemenda (20 tahun) 2. Jelaskan mekanisme jalannya impuls pada percobaan diatas sehingga anda dapat merasakan rasa manis, asam, asin, dan lain sebagainya ! Setiap sel reseptor umumnya lebih responsif terhadap salah satu dari kelima primary taste. Sensasi asin distimulasi oleh NaCl, dimana Na+ akan masuk melalui kanal Na+ sehingga terjadi depolarisasi. Sensasi asam distimulasi oleh ion H+, dimana H+ akan memblock kanal K+ sehingga terjadi depolarisasi. Sensasi manis distimulasi oleh glukosa, sakarin, sukralosa, aspartam, maupun thaumatin. Ikatan tastant ini dengan reseptor akan menyebabkan aktivasi protein G yang selanjutnya mengaktifkan cAMP. Second-messenger ini akan menyebabkan tertutupnya kanal K+ di membran basolateral sehingga terjadi depolarisasi. Sensasi pahit distimulasi oleh alkaloid (morfin, nikotin, kafein). Sel reseptor sensasi pahit memiliki 50-100 reseptor yang berbeda. Ikatan tastant dengan reseptornya akan mengaktifkan protein G, gustducin, yang selanjutnya akan mengaktifkan fosfodiesterase sehingga terjadi penurunan cAMP intrasel. Sensasi umami distimulasi oleh asam amino, terutama glutamat. Tastant ini berikatan dengan metabotropic glutamate receptor, mGluR4. Aktivasi reseptor ini menyebabkan penutupan kanal kation sehingga terjadi depolarisasi.

66

Pembahasan Pada percobaan ini menunjukkan adanya titik rasa yang berbeda karena papilla memiliki reseptor saraf yang berbeda-beda. Adanya penyimpangan rasa yang tidak sesuai dengan teori misalnya rasa pahit yang juga berasa pada daerah ujung lidah karena pada saat pengujian, reseptor lidah sudah terkontaminasi dengan beberapa rasa yang lain saat pengujian sehingga peta ras apahit menjadi beberapa titik. Pada dasarnya, berbagai jenis rasa yang kita rasakan terdiri dari beberapa tempat pada lidah yaitu Reseptor rasa manis terletak pada ujung lidah, reseptor rasa asin terletak pada tepi depan lidah, reseptor rasa asam terletak pada tepi belakang lidah dan reseptor rasa pahit terletak pada pangkal lidah. Berikut ini merupakan penyebab adanya berbagai macam rasa. Transduksi Rasa Manis Rasa manis dimulai dengan melekatnya molekul gula pada porus perasa. Kemudian hal ini akan mengaktifkan stimulator yang tedapat pada sitoplasma yang terdapat pada membran. Stimulator (protein G) akan teraktivasi selanjutnya akan mengaktifkan enzim adenilat siklase. Enzim ini akan mengaktifkan pembentukan CAMP dari ATP. Terjadinya peningkatan CAMP akan mengakibatkan terstimulasinya enzim sitoplasma lainnya. Hal ini akan membuat ion K+ dapat keluar sehingga mengakibatkan depolarisasi pada puting pengecap. Hal ini akan mengakibatkan terlepasnya neotransmitter ke sinaps dan selanjutnya akan diteruskan ke otak. Transduksi Rasa Asin Rasa asin disebabkan masuknya ion Na. Masuknya ion Na mengakibatkan tertutupnya saluran keluar ion K. Depolarisasi mengakibatkan neotransmitter keluar, dan impuls bisa diterima oleh otak. Transduksi Rasa Pahit Transtan pahit akan berkaitan dengan reseptor pada membran. Perekatan ini akan mengakibatkan teraktivasinya protein G lainnya yang kemudian akan mengaktifkan enzim fosfolipase. Enzim ini akan membuat IP3 yang merupakan senyawa yang larut dalam sitoplasma yang terdapat dalam RE. Berikatan IP3 dengan reseptor akan membuat terbukanya ion Ca. Maka ion Ca akan keluar menuju sitplasma. Peningkatan ion Ca akan membuat saluran K terbuka dan menjadi sinaps. Transduksi Rasa Asam Tidak seperti rasa manis dan pahit, rasa asam terjadi karena konsentrasi atau ion H. Membran sangat permeable terhadap protein ini. Masuknya proton ini membuat depolarisasi akibatnya neotransmitter dilepaskan ke sinaps.

67

MODUL PRAKTIKUM FISIOLOGI PENGHIDU (Reseptor Pengecapan) Tujuan Percobaan : Untuk membuktikan bahwa zat yang dibaui adalah zat yang berupa gas, serta membedakan wewangian mulai dari bau yang tidak enak sampai yang enak. Alat yang diperlukan : Empat buah zat Parfum Teh Kopi bubuk Minyak kayu putih Alkohol Dasar Teori Sensasi wangi/bau terjadi karena adanya interaksi zat dengan reseptor indera penciuman yang diteruskan ke otak berupa sinyal listrik. Reseptor ini merupakan sel saraf yang berupa benang halus. Pada satu ujung sel saraf berinteraksi dengan zat berbau, sedangkan ujung yang lainnya berkumpul dalam suatu tulang menuju bagian otak yang bertugas menerjemahkan sensasi dari indera penciuman. Serangkaian proses terjadi dalam benang halus, dimulai dari interaksi molekul dengan reseptor sampai dihasilkannya sinyal listrik. Interaksi molekul dengan sel saraf reseptor akan menyebabkan reseptor teraktifkan. Suatu protein yang berpasangan dengan reseptor (protein G) akan teraktifkan juga. Protein G yang teraktifkan akan menstimulasi pembentukan cAMP, melalui pembentukan enzim adenylate cyclase III. cAMP merupakan suatu molekul pembawa pesan yang dapat mengaktifkan suatu mekanisme transfer ion, sehingga akhirnya dapat dikirim informasi mengenai wangi/bau molekul ke otak berupa sinyal listrik. Setiap satu sensasi wangi terdiri dari beberapa campuran zat berbau yang akan menstimulasi reseptor. Kemudian dalam otak terdapat suatu sistem pemetaan yang menerjemahkan sensasi wangi ini. Itulah sebabnya meskipun hanya ditemukan 1000 sel saraf penciuman, tapi kita dapat mengenal 10000 jenis wewangian. Indera penciuman akan cepat beradaptasi. Sering kita merasa tidak lagi mencium wangi parfum yang telah kita semprotkan, padahal orang lain yang baru bertemu dengan kita masih bisa menciumnya. Terjadinya fenomena ini dapat dijelaskan dengan mekanisme berikut. Saat transfer ion untuk pengiriman sinyal ke otak, memungkinkan masuknya ion Ca2+, ion Ca2+ akan mengikat protein calmodullin (CaM). Kompleks Ca2+/Ca Mini dapat mengaktifkan enzim PDE yang selanjutnya dapat merusak molekul cAMP (molekul pembawa pesan yang dapat mengakifkan transfer ion dan bertanggung jawab dalam pengiriman sinyal ke otak), akibatnya pengiriman sinyal ke otak yang membawa informasi sensasi wangi terhenti. Saraf cranial (olfactory) manusia dapat membedakan berbagai macam bau karena memiliki banyak reseptor pembau, namun kemampuan tersebut ditentukan oleh prinsip-prinsip komposisi (komponen principle). Organ pembau hanya memiliki 7 reseptor namun dapat membaui lebih dari 600 aroma. Sistem olfaction dapat menerima stimulus bendabenda kimia sehingga reseptornya disebut chemoreseptor. Sistem olfaction terdapat dihidung bagian atas (concha nasal superior) yang peka terhadap penciuman dan lebih dekat ke saraf olfaktorius.

68

Tata kerja: 1. Siapkan 5 jenis zat yang mempunyai bau yang berbeda 2. Baui atau ciumkan ke empat zat tersebut satu persatu 3. Catat hasilnya Hasil Praktikum 1. Gambarlah hasil pengamatan saudara pada kotak dibawah ini OP. Rhemenda (20 tahun) Parfum Teh Kopi Bubuk Minyak Kayu Bau Putih + + + + Hasil Keterangan (+) = tercium 2. Jelaskan mekanisme jalannya impuls pada percobaan diatas sehingga anda dapat mencium bau! Melalui udara inspirasi sel reseptor akan terangsang oleh partikel kecil yang berasal dari zat (Harum) Area olfaktoria Zat dilarutkan oleh sekret/mukus Kmd diabsorpsi oleh reseptor Depolarisasi Potensial Reseptor

Alkohol +

69

Daftar Pustaka Sears, dan Zemansky. Fisika untuk Universitas, jilid III repository.ui.ac.id/dokumen/lihat/2801.ppt http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23511/4/Chapter%20II.pdf Sherwood, Lauralee. 2004. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed.2. Jakarta:EGC Buku Penuntun Praktikum Mahasiswa Blok Panca Indera. 2012. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi. Ganong,.W.F. (2008), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta: EGC.

70

You might also like