You are on page 1of 10

Skenario 1 Seorang laki-laki, 60 tahun dibawa ke ruang gawat darurat dengan diagnosis peritonitis e.c.suspek appendiksitis perforasi.

.Saat dibawa ke RS, pasien muntah-muntah dan nyeri perut hebat. Pemeriksaan vital sign didapatkan tensi 95/55 mmHg, nadi

122x/menit,respirasi 26x/menit,suhu badan 39,50C. Riwayat penyakit dahulu : pasien menderita penyakit jantung (menurut keterangan dokter jantung yang merawat pasien), dan pasien berobat teratur ke dokter jantung tapi pasien lupa nama obat jantung yang didapatkan. Dari hasil pemeriksaan darah rutin (sebelumnya pasien sempat dibawa ke rumah sakit tipe D & sempat diperiksa laboratorium) didapatkan angka leukosit 24.000/mm3. Pasien direncanakan akan dilakukan laparatomi emergensi dan akan dikonsulkan ke bagian anestesi. Satu jam kemudian,sementara dalam persiapan untuk operasi (masih diruang gawat darurat belum dioperasi),tensi semakin turun menjadi 80/45 mmHg, nadi kecil, lemah, laju nadi 130x/menit, dan respirasi 30 x/menit. Kata Sulit : Kata Kunci : Seorang laki-laki, 60 tahun Diagnosis peritonitis e.c.suspek appendiksitis perforasi. Pasien muntah-muntah dan nyeri perut hebat Tensi 95/55 mmHg, nadi 122x/menit,respirasi 26x/menit,suhu badan 39,50C. Riwayat penyakit dahulu : pasien menderita penyakit jantung Pemeriksaan darah rutin (sebelumnya pasien sempat dibawa ke rumah sakit tipe D & sempat diperiksa laboratorium) didapatkan angka leukosit 24.000/mm3. Pasien direncanakan akan dilakukan laparatomi emergensi dan akan dikonsulkan ke bagian anestesi. sementara dalam persiapan untuk operasi (masih diruang gawat darurat belum dioperasi),tensi semakin turun menjadi 80/45 mmHg, nadi kecil, lemah, laju nadi 130x/menit, dan respirasi 30 x/menit.

Masalah Dasar : Seorang laki-laki 60 tahun, di diagnosis peritonitis e.c.suspek appendiksitis perforasi. sementara dalam persiapan untuk operasi tensi semakin turun menjadi 80/45 mmHg, nadi kecil, lemah, laju nadi 130x/menit, dan respirasi 30 x/menit. Pertanyaan dan Pembahasaan 1. Anamnesis - Identitas - Keluhan utama - Riwayat penyakit sebelumnya - Riwayat medikamentosa -Riwayat Keluarga Pertanyaan: 1. Apakah ada nyeri perut? 2. Letak nyeri, apakah hanya di bagian tertentu atau meluas, atau berpindahpindah? 3. Onset nyeri, sudah berapa lama terjadi? 4. Bagaimana sifat nyeri, apakah nyeri tumpul, tertusuk-tusuk, seperti di sayatsayat 5. Apakah nyeri terjadi mendadak atau berlahan-lahan, apakah nyeri hilang timbul? 6. Apakah gerak tubuh seperti bernapas, batuk akan mnanmbah instensitas nyeri? 7. Apakaha ada nyeri tekan? 8. Apakah ada mual, muntah, atau perut kembung? 9. Apakah ada kelainan defekasi atau terjadi sembelit? 10. Apakah BAK atau BAB lancar? 11. Apakah ada demam? 12. Apakah ada tanda-tanda syok? 13. Apakah mengonsumsi obat secara rutin? 14. Apakah ada nyeri dada, sesak napas, atau berdebar-debar? PEMERIKSAAN FISIK Status generalis Keadaan umum : tanpak sakit sedang Kesadaran: E4V5M6=15 A. Tanda vital: Nadi Respirasi Suhu aksila

B. Pemeriksan Fisik Umum : Kepala-leher: Thorax-Cardiovascular: Abdomen: Ekstremitas atas: Ekstremitas bawah Pemeriksan Fisik lokal (Status lokalis) : Abdomen

PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Evaluasi laboratotium hanya dilakukan jika adanya hubungan antara riwayat penyakit dengan pemeriksaan fisik. Tes yang paling sederhana dilakukan adalah termasuk hitung sel darah dan urinalisis. Pada kasus peritonitis hitung sel darah putih biasanya lebih dari 20.000/mm3, kecuali pada penderita yang sangat tua atau seseorang yang sebelumnya terdapat infeksi dan tubuh tidak dapat mengerahkan mekanisme pertahanannya (Cole et al,1970). Pada perhitungan diferensial menunjukkan pergeseran ke kiri dan didominasi oleh polimorfonuklear yang memberikan bukti adanya peradangan, meskipun jumlah leukosit tidak menunjukkan peningkatan yang nyata (Schwartz et al, 1989). Analisa gas darah, serum elektrolit, faal pembekuan darah serta tes fungsi hepar dan ginjal dapat dilakukan (Doherty, 2006). Radiologi Pemeriksaan radiologi pada kebanyakan kasus peritonitis hanya mencakup foto thorak PA dan lateral serta foto polos abdomen. Pada foto thorak dapat memperlihatkan proses pengisian udara di lobus inferior yang menunjukkan proses intraabdomen. Dengan menggunakan foto polos thorak difragma dapat terlihat terangkat pada satu sisi atau keduanya akibat adanya udara bebas dalam cavum peritoneum daripada dengan menggunakan foto polos abdomen (Cole et al,1970). Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis, usus halus dan usus besar mengalami dilatasi, udara bebas dapat terlihat pada kasus perforasi. Foto polos abdomen paling tidak dilakukan dengan dua posisi, yaitu posisi berdiri/tegak lurus atau lateral decubitus atau keduanya. Foto harus dilihat ada tidaknya udara bebas. Gas harus dievaluasi dengan memperhatikan pola, lokasi dan jumlah udara di usus besar dan usus halus (Cole et al,1970). 2. Diagnosis : Peritonitis e.c suspek appendiksitis perforasi dan terjadi syok septik saat operasi

3. Etiologi Akibat Peritonitis sekunder Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid) akibat divertikulitis, volvulus, kanker serta strangulasi usus halus (Brian,2011). Etiologi Syok Septik Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu respon imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok, yaitu peningkatan permeabilitas kapiler, yang mengarah pada perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi. Bakteri gram negatif menyebabkan infeksi sistemik yang mengakibatkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai udem. Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman. Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar. 4. Epidemiologi Peritonitis Meskipun jarang ditemui bentuk infeksi peritoneal tanpa komplikasi, insiden terjadi peritonitis tersier yang membutuhkan IVU akibat infeksi abdomen berat tergolong tinggi di USA, yakni 50-74%. Sindrom dari peritonitis bakterial spontan umumnya terjadi pada peritonitis akut pada pasien dengan dasar sirosis. Epidemiologi Syok Septik Dalam kurun waktu 23 tahun yang lalu bakterimia karena infeksi bakteri gram negatif di ASyaitu antara 100.000-300.000 kasus pertahun, tetapi sekarang insiden ini meningkat antara 300.000-500.000 kasus pertahun. 5. Patofisiologi

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus (Fauci et al, 2008). Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalamikebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapatmenimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia (Fauci et al, 2008). Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebutmeninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi (Fauci et al, 2008). Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus (Fauci et al, 2008). Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis (Fauci et al, 2008).

Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi apendiks tersebut mempunyai menyebabkan keterbatasan mukus yang diproduksi peningkatan mukosa tekanan mengalamibendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding sehingga menyebabkan intralumen dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general. 6. Patogenesis Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan rangsangan endo atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil, sehingga terjadi disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang menyebabkan organ gangguan perfusi ke berbagai gram jaringan negative dan yang disfungsi/kegagalan multipel.Penyebaraninfeksibakteri

beratpotensialmemberikansindromklinik yang dinamakansyok septic. Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis. - Pada bakteri gram negatif yang berperan adalah lipopolisakarida (LPS). LPS masuk ke dalam sirkulasi, sebagian akan diikat oleh faktor inhibitor dalam serum seperti lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan dimetabolisme. Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP(Lipopolysacharide binding protein) sehingga mempercepat ikatan dengan CD14. Kompleks CD14-LPS menyebabkan transduksi sinyal intraseluler melalui nuklear factor kappaB (NFkB), tyrosin kinase(TK), protein kinase C (PKC), suatu faktor transkripsi yang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel. Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like receptor-2 (TLR2). - Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri berupa Lipoteichoic acid (LTA) dan peptidoglikan (PG) merupakan induktor sitokin. Bakteri gram positif menyebabkan sepsis melalui 2 mekanisme: eksotoksin sebagai superantigen dan komponen dinding sel yang menstimulasi imun. Superantigen berikatan dengan molekul MHC kelas II dari antigen presenting cells dan V-chains dari reseptor sel T, kemudian akan mengaktivasi sel T dalam jumlah besar untuk memproduksi sitokin proinflamasi yang berlebih. Peran sitokin pada sepsis

Mediator inflamasi merupakan mekanisme pertahanan pejamu terhadap infeksi dan invasi mikroorganisme. Pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator inflamasi yang berlebih, yang mencakup sitokin yang bekerja lokal maupun sistemik, aktivasi netrofil, monosit, makrofag, sel endotel, trombosit dan sel lainnya, aktivasi kaskade protein plasma seperti komplemen, pelepasan proteinase dan mediator lipid, oksigen dan nitrogen radikal. Selain mediator proinflamasi, dilepaskan juga mediator antiinflamasi seperti sitokin antiinflamasi, reseptor sitokin terlarut, protein fase akut, inhibitor proteinase dan berbagai hormon. Pada sepsis berbagai sitokin ikut berperan dalam proses inflamasi, yang terpenting adalah TNF-, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12 sebagai sitokin proinflamasi dan IL-10 sebagai antiinflamasi. Pengaruh TNF- dan IL-1 pada endotel antara lain: - permeabilitas endotel meningkat, - penurunan regulasi trombomodulin sehingga meningkatkan efek prokoagulan, - ekspresi molekul adhesi (ICAM-1, ELAM, V-CAM1, PDGF, hematopoetic growth factor, uPA, PAI-1, PGE2 dan PGI2), - pembentukan endothelin-1 - pembentukan NOyang berperan dalam mengatur tonus vaskular, dapat menekan kontraktilitas myocard jantung, serta menyebabkan gangguan hemodinamik berupa hipotensi., TNF-, IL-1, IL-6, IL-8 yang merupakan mediator primer akan merangsang pelepasan mediator sekunder seperti prostaglandin E2 (PGE2), tromboxan A2 (TXA2), Platelet Activating Factor (PAF), peptida vasoaktif seperti bradikinin dan angiotensin, intestinal vasoaktif peptida seperti histamin dan serotonin di samping zat-zat lain yang dilepaskan yang berasal dari sistem komplemen. Awal sepsis dikarakteristikkan dengan peningkatan mediator inflamasi, tetapi pada sepsis berat pergeseran ke keadaan immunosupresi antiinflamasi. Peran komplemen pada sepsis Fungsi sistem komplemen: melisiskan sel, bakteri dan virus, opsonisasi, aktivasi respons imun dan inflamasi dan pembersihan kompleks imun dan produk inflamasi dari sirkulasi. Pada sepsis, aktivasi komplemen terjadi terutama melalui jalur alternatif, selain jalur klasik. Potongan fragmen pendek dari komplemen yaitu C3a, C4a dan C5a (anafilatoksin) akan berikatan pada reseptor di sel menimbulkan respons inflamasi berupa: kemotaksis dan adhesi netrofil, stimulasi pembentukan radikal oksigen, ekosanoid, PAF, sitokin, peningkatan permeabilitas kapiler dan ekspresi faktor jaringan. Peran netrofil pada sepsis

Pada keadaan infeksi terjadi aktivasi, migrasi dan ekstravasasi netrofil dengan pengaruh mediator kemotaktik. Pada keadaan sepsis, jumlah netrofil dalam sirkulasi umumnya meningkat, walaupun pada sepsis berat jumlahnya dapat menurun. Netrofil seperti pedang bermata dua pada sepsis. Walaupun netrofil penting dalam mengeradikasi kuman, namun pelepasan berlebihan oksidan dan protease oleh netrofil dipercaya bertanggungjawab terhadap kerusakan organ. Fase-fase Dalam syok septik terjadi 2 fase yang berbeda yaitu : a. Fase pertama disebut sebagai fase hangat atau hiperdinamik ditandai oleh tingginya curahjantung dan fase dilatasi. Pasien menjadi sangat panas atau hipertermi dengan kulit hangat kemerahan. Frekuensi jantung dan pernafasan meningkat. Pengeluaran urin dapat meningkat atau tetap dalam kadar normal. Status gastroinstestinal mungkin terganggu seperti mual, muntah, atau diare. b. Fase lanjut disebut sebagai fase dingin atau hipodinamik, yang ditandai oleh curah jantung yang rendah dengan fase kontriksi yang mencerminkan upaya tubuh untuk mengkompensasi hipofolemia yang disebabkan oleh kehilangan volume intravsakular melalui kapiler. Pada fase ini tekanan darah pasien turun, dan kulit dingin dan serta pucat. Suhu tubuh mungkin normal atau dibawah normal. Frekuensijantung dan pernafasan tetap cepat. Pasien tidak lagi membentuk urin dan dapat terjadi kegagalan organ multipel. 7. Manifestasi Klinis Peritonitis Manifestasi klinis dapat dibagi menjadi (1) tanda abdomen yang berasal dari awal peradangan dan (2) manifestasi dari infeksi sistemik. Penemuan lokal meliputi nyeri abdomen, nyeri tekan, kekakuan dari dinding abdomen, distensi, adanya udara bebas pada cavum peritoneum dan menurunnya bising usus yang merupakan tanda iritasi dari peritoneum parietalis dan menyebabkan ileus. Penemuan sistemik meliputi demam, menggigil, takikardi, berkeringat, takipneu, gelisah, dehidrasi, oliguria, disorientasi dan pada akhirnya dapat menjadi syok (Doherty, 2006). Manifestasi Klinis Syok Septik Tanda karakteristik sepsis berat dan syok-septik pada awal adalah hipovolemia, baik relatif (oleh karena venus pooling) maupun absolut (oleh karena transudasi cairan).Kejadian ini mengakibatkan status hipodinamik, yaitu curah jantung rendah, sehinggaapabila volume intravaskule adekuat, curah jantung akan meningkat. Pada sepsis beratkemampuan kontraksi otot jantung melemah, mengakibatkan fungsi jantung intrinsik (sistolik dan diastolik) terganggu.Meskipun curah jantung meningkat (terlebih karena takikardia daripada peningkatanvolume sekuncup), tetapi aliran darah perifer

tetap berkurang. Status hemodinamika padasepsis berat dan syok septik yang dulu dikira hiperdinamik (vasodilatasi danmeningkatnya aliran darah), pada stadium lanjut kenyataannya lebih mirip statushipodinamik (vasokonstriksi dan aliran darah berkurang).Tanda karakterisik lain pada sepsis berat dan syok septik adalah gangguan ekstraksioksigen perifer. Hal ini disebabkan karena menurunnya aliran darah perifer, sehinggakemampuan untuk meningkatkan ekstraksi oksigen perifer terganggu, akibatnya VO2 (pengambilan oksigen dari mikrosirkulasi) berkurang. Kerusakan ini pada syok septicdipercaya sebagai penyebab utama terjadinya gangguan oksigenasi jaringan. 8. Penatalaksanaan Khusus untuk Peritonitis Tatalaksana utama pada peritonitis antara lain pemberian cairan dan elektrolit, kontrol operatif terhadap sepsis dan pemberian antibiotik sistemik (Doherty, 2006). Penanganan Preoperatif Resusitasi Cairan Oksigen dan Ventilator Penanganan Operatif Kontrol Sepsis Pengananan Postoperatif

Penanganan Syok Septik Untuk penanganan dan pengobatan sepsis dan syok sepsis diperlukan tindakan yangagresif terhadap penyebab infeksi, hemodinamik, fungsi respirasi. Untuk memperbaiki perfusi dan oksigenasi organ vital. Jika perlu dipasang CVP untuk mengukur secara akurat volume cairan, cardiac output, dan resistensi perifer sehingga dapat dimonitorpemberian cairan dan tekanan darah (Root, 1991).Perbaikan sepsis tergantung pada seberapa berat penyakit penyebab. Pasien yang dapat imunosupresan, perbaikan baru terlihat bila dosis imunosypresan diturunkan atau dihentikan. Pada pasen dengan netropeni atau disfungsi netropilmungkin memerlukan transfusi granulosit. Perlu juga diperhatikan adalah penggantian kateter intra vena, kateter Folley. Sedangkan untuk fungsi respirasi perlu dimonitor saturasi oksigenarteri tetap 95% dan jika terjadi respiratory failure perlu dipasang intubasi.Untuk pengobatan shock sepsis perlu diperhatikan obat yang esensial (hemodinamik,antibiotik, vasopressor), kontroversial (kortikosteroid, heparin dan opiat antagonis),masa mendatang(antibodi monoklonal). Perbaikan hemodinamik Banyak pasien shock sepsis terjadi penurunan volume intravaskuler, sebagai respon pertama harus diberikan cairan jika terjadi penurunan tekanan darah. Cairan koloid dan

kristaloid tak diberikan. Jika disertai anemia berat perlu transfusi darah dan CVP dipelihara antara 10-12 mmHg. Pemakaian Antibiotik Setelah diagnose sepsis ditegakkan, antibiotik harus segera diberikan, dimana sebelumnya harus dilakukan kultur darah,cairan tubuh, dan eksudat. Pemberian antibiotik tak perlu menunggu hasil kultur. Untuk pemilihan antibiotik diperhatikan dari mana kuman masuk dandimana lokasi infeksi, dan diberikan terapi kombinasi untuk gram positif dan gram negatif. 9. Prognosis Keseluruhan angka kematian pada pasien dengan syok menurun dan sekarang rata-rata 40%. Hasil yang buruk seiring mengikuti kegagalan dalam terapi agresif awal. Setelah laktat asidosis berat dengan asidosis metabolik decompensated menjadi mapan, terutama dalam hubungannya dengan kegagalan multiorgan, syok septik cenderung ireversible dan fatal. 10. Komplikasi Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah dan hipoksia jaringan yang berkepanjangan Sindrom distres pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler karena hipoksia KESIMPULAN Seorang laki-laki, 60 tahun dibawa ke ruang gawat darurat dengan diagnosis peritonitis e.c.suspek appendiksitis perforasi disertai komplikasi Syok Septik sebelum operasi.

You might also like