You are on page 1of 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komponen Imunitas Rongga Mulut 1. Mekanisme Pertahanan ingi!a a. "eskumasi #pitel $an Keratinisasi Se%ara kontiniu pa$a epitel berlangsung proses pembaharuan epitel, yang dimulai dari daerah basal menuju ke permukaan luar. Proses ini diikuti oleh deskuamasi epitel yang paling superfisial. Di samping itu, dengan proses keratinisasi terjadi pembentukan lapisan keratin atau parakeratin pada lapisan superfisial dari epitel gingiva. Deskuamasi epitel dalam rangka pembaharuan sel dan pembentukan keratin tersebut merupakan mekanisme pertahanan gingiva yang paling sederhana (Lamford, 1995). &. 'airan Sulkular Keberadaan cairan sulkular atau cairan sulkus gingiva sebenarnya masih dipertanyakan, apakah suatu transudat yang secara kontiniu diproduksi, atau merupakan eksudat inflamasi. Komposisi cairan sulkular adalah (Lamford, 1995): Elemen seluler : bakteri, sel epitel deskuamasi, limfosit polimorfonuklear!"P#, imfosit dan monosit $ Elektrolit : kalium, natrium, dan kalsium %ahan organik : karbohidrat dan protein Produk metabolik dan produk bakterial : asam laktat, urea, hidroksiprolin, endotoksin, substansi sitotoksik, hidrogen sulfida, dan faktor antibakterial. En&im : ' glukuronidase, yang merupakan en&im lisosomal(dehidrogenase asam laktat yang merupakan en&im sitoplasmik( kolagenase, yang bisa diproduksi oleh fibroblas atau "P#, atau diekskresi oleh bakteri( posfolipas, suatu en&im lisosomal tetapi yang bisa juga diproduksi oleh bakteri. Peranan cairan sulkus sebagai mekanisme pertahanan ada ) yaitu (Lamford, 1995): *. +ksi membilas ,. Kandungan sel protektif leukosit

). -emproduksi en&im %. (eukosit pa$a "aerah "entogingi!al "eukosit dijumpai dalam sulkus gingiva yang secara klinis sehat, meskipun dalam jumlah yang sedikit. "eukosit tersebut berada ekstravaskular di jaringan dekat ke dasar sulkus (Lamford, 1995). Komposisi leukosit pada sulkus gingiva yang sehat adalah (Lamford, 1995): .*,, / "P# 0,120,0 / sel mononukleus : terdiri dari 10 / limfosit %, ,3 / limfosit 4, dan *0 / fagosit mononukleus. "eukosit yang dijumpai dalam keadaan hidup dan memiliki kemampuan memfagositosa dan membunuh. Dengan demikian lekosit pada daerah dentogingival tersebut merupskan mekanisme protektif utama mela5an serangan plak ke sulkus gingiva (Lamford, 1995). $. Sali!a 6ekresi saliva bersifat protektif karena jaringan mulut dalam keadaan yang fisiologis. Pengaruh saliva terhadap plak adalah (Lamford, 1995) : +ksi pembersihan mekanis terhadap permukaan oral -enjadi buffer bagi asam yang diproduksi bakteri -engontrol aktivitas bacterial )aktor * )aktor Anti&akterial 6aliva mengandung berbagai bahan anorganik dan organic. %ahan 7 bahan organicnya meliputi ( ion, gas, bikarbonat, natrium, kalium, posfat, kalsium, fluor, ammonia, dan karbondioksida. Kandungan organiknya antara lain adalah lisosim, laktoferin, mieloperoksidase, laktoperoksidase, aglutinin seperti glikoprotein, mucin, ',2makroglobulin, fibronektin $ dan antibody (Lamford, 1995).

Anti&o$i sali!a 6aliva mengandung banyak antibody, terutama immunoglobulin +. antibody saliva disintesis secara local terbukti dari tidak bereaksinya antibody saliva terhadap strein bakteri yang khas pada usus. %anyak bakteri yang terdapat dalam saliva yang dibalut oleh 8g+, dan deposit bacterial pada permukaan gigi mengandung 8g+ dan 8g9. Diduga 8g yang ada pada saliva parotis dapat menghambat perlekatan spesies 6treptococcus ke sel2sel epitel. %eberapa peneliti melaporkan adanya peningkatan konsentrasi en&im saliva pada 5aktu berjangkitnya penyakit periodontal. En&im dimaksud adalah hialuronidase, lipase, '2gluronidase, kondroitin sulfatase, dekarboksilase asam amino, katalase, peroksidase, dan kolagenase.En&im proteolitik yang ada dalam saliva dihasilkan oleh pejamu maupun bakteri. En&im2en&im tersebut berperan dalam memulai dan berkembangnya penyakit periodontal. :ntuk mela5an en&im tersebut, saliva mengandung (Lamford, 1995): o +ntiprotease yang mengahambat protease sistein seperti katepsin o +ntileukoprotease yang mengahambat elastase (ekosit Kandungan lekosit saliva yang terutama adalah lekosit morfonukleus dengan jumlah yang bervariasi antar individu, antar 5aktu dalam sehari, dan meningkat dalam gingivitis. "ekosit mencapai rongga mulut dengan jalan migrasi menembus sulkus gingiva. "ekosit saliva yang hidup dinamakan orogranulosit, dan laju migrasi ke rongga mulut dinamakan laju migrasi orogranulosit (Lamford, 1995). 2. Respon Sel In+lamasi a. Sel,sel -ang terli&at 6el2sel yang terlibat ada 1 yaitu : *. 6el -ast ,. #etrofil "eukosit Polimorfonuklear$ ). -akrofag 3. "imfosit 1. 6el plasma (Lamford, 1995).

&. Respon Umum Sel In+lamasi +pabila terjadi serangan bakteri, sel2sel inflamasi akan merespon serangan tersebut dengan jalan migrasi khemotaksis dan berkumpul pada daerah tertentu dimana sel2sel tersebut akan memfagositosa bakteri dan komponen bacterial atau menyingkirkan jaringan yang telah rusak. 6ebagian sel2sel tersebut seperti limfosit 4 dan % membelah diri dan bertambah jumlahnya dengan jalan blastogenesis. 6el2sel lain melepas produk vasoaktif, sedangkan sel2sel lain menghasilkan substansi seperti sel2sel plasma dan makrofag yang menyebabkan atau membantu lisis sel 7sel pejamu yang lainnya atau destruksi tulang alveolar (Lamford, 1995). %. Respon Khas $ari Sel Mast 6el mast akan mengalami degranulasi akibat reaksi hipersensitif tipe anafilaksis, yaitu bilamana antigen bereaksi dengan antibody imunoglobulin E 8gE$. Pada 5aktu sel ini degranulasi maka granul sitoplasmiknya akan melepas histamin, slo52reacting substance of anaphyla;is 6<62+$, heparin, eosinofil chemotactic factor of anaphyla;is, dan bradikinin ke jaringan gingival. Dilepas pula interleukin yang efeknya meningkatkan aktivitas kolagenase, dan heparin yang terkandung di granul lainnya$ yang efeknya meningkatkan resorpsi tulang dengan jalan memperhebat efek hormon paratiroid (Lamford, 1995). $. Respon Khas $ari Netro+il #eutrofil atau leukosit polimorfonuklear penting dalam pertahanan pejamu mela5an cedera dan infeksi, dan juga berperan penting dalam penyakit periodontal. 6el ini melalui proses khemotaksis akan menuju daerah yang mengalami cedera atau infeksi lalu menelan fagositosis$ dan akhirnya mencerna dan membunuh mikroorganisme serta menetralisis substansi toksik lainnya. 6elain bersifat protektif, neutrofil bisa pula menyebabkan kerusakan pada jaringan pejamu. 9ranulnya mengandung substansi yang dapat membunuh, mencerna dan menetralisir mikroorganisme dan atau produknya. 9ranulnya juga mengandung lisosim, hidrolase asam, mieloperoksidase, kolagenase 8 dan 888, katepsin D, katepsin 9, elastase, dan laktoferin. %ila neutrofil abnormal, misalnya cacat khemotaksis, defisiensi daya

adhesinya, dan kurangnya granul tertentu dapat menyebabkan penyakit periodontal yang lebih parah (Lamford, 1995). e. Respon Khas $ari Makro+ag 6el ini berdsifat fagositik, dan aktivitasnya diperhebat oleh reseptor permukaan terhadap bagian =c dari imunoglobulin 9. bersama2sama dengan limfosit 4, makrofag akan memproses antigen bagi limfosit %. Pada lesi inflamasi, makrofag dibentuk dengan jalan diferensiai monosit yang diangkut oleh darah ke daerah lesi. 6el mononukleus tertarik ke sisi yang terinflamasi oleh limfokin substansi yang dilepas oleh limfosit$ atau sekarang sering disebut sitokin, misalnya interferon2 8=#2$ dan factor komplemen misalnya >1a$. makrofag juga mensekresikan 8"2*, 8"2?, 8"20, 8"2*@, tumor necrosis factor2 4#=2$, insulin2like gro5th factor, 8=#2 , dan 8=#2, dan factor2faktor stimulator, inhibitor dan pertumbuhan lainnya. -akrofag juga memproduksi prostaglandin, cyclic adenosine monophosphate c+-P$, dan kolagenase sebagai respon terhadap stimulasi dari endotoksin bakteri, kompleks imun, atau limfokin!interleukin. Kolagenase yang berasal dari makrofag diduga berperan penting dalm proses penghancuran kolagen pada periodonsium yang terinflamasi (Lamford, 1995). +. Respon Khas $ari (im+osit +da ) tipe limfosit yaitu limfosit 4 atau sel 4 yang berasal dari timus dan berperan pada imunitas yang diperantai sel, limfosit % atau sel % yang berasal dari hati, limfa, dan sumsum tulang, merupakan precursor sel plasma dan berperan pada imunitas humoral, dan sel natural killer sel #K$ dan sel killer sel K$. sel 4 terdiri dari banyak subset diantaranya yaitu *$sel24, penolong2penginduksi helper2inducer 4 cells$, disingkat dengan sel 4A, yang membantu respon seluler sel % berdiferensiasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibody, dan ,$sel 4 supresor2sitotoksik suppressor2cytoto;ic 4 cells$, disingkat dengan sel 4, yang menstimulasi aktivitas mikrobisidal sel2sel imunitas. 6el 4A dapat melepas 8"2, dan 8=#2g, sedangkan sel 4 melepas 8"23 dan 8"21. 6el % biasanya dikenali dari imunoglobulinpada permukaan selnya, yang biasanya berupa 8g- atau 8gD. 8munoglobulin permukaan

ini bertindak sebagai reseptor bagi antigen. 6el #K ditandai dari tidak adanya reseptor dan imunoglobulin permukaan. 8nteraksi antara antigen dengan makrofag, yang dinamakan pemrosesan antigen, akan menyebabkan pengaktifan sel #K (Lamford, 1995). .. Sistem Komplemen 6ekuens aktivasi komplemen adalah rangkaian gerbong kereta dan mirip dengan system koagulasi darah. 6etelah salah satu komponen dari system komplemen diikat oleh bagian fc dari antibodi dalam kompleks antigen2antibodi, komponen lain dari system dari komponen bereaksi dalam sekuens yang berurutan. 6ecara umum, setiap 1995). a. Akti!asi sistem komplemen /alur langsung Balur klasik!langsung diaktifkan oleh reaksi antigen dengan antibodi dulu dikenal sebagai polisakarida$ seperti dekstran, dinding sel jamur dan ragi, beberapa virus, parasit, dan substansi lain yang merupakan activator memulai sekuens komplemen dengan jalan mengaktifkan secara langsung komponen ketiga dari komplemen >)$ tanpa memulai rangkaian dari komponen >*. jalur alternative dimulai dengan pembelahan >) setelah konversi proaktivator >). sekuens selanjutnya setelah aktivasi >) adalah serupa sengan pada jalur klasik: >1, >?, >C, >0, dan >. (Lamford, 1995). &. Akti!asi sistem komplemen /alur alternati+ +ntibodi 8g9, 8g+, 8gE teragregasi, endotoksin, lipo2oligosakarida seperti dekstran, dinding sel jamur dan ragi, beberapa virus, parasit, dan substansi lainnya yang merupakan aktivator memulai sekuens komplemen dengan mengaktifkan secara langsung komponen ketiga dari komplemen >)$ tanpa memulai rangkaian dari komponen >*. Balur alternatif dimulai dengan pembelahan >) setelah konversi proaktivator >). 6ekuens selanjutnya setelah aktivasi >) adalah serupa dengan pada jalur klasik >1,>?,>C,>0,>. (Lamford, 1995). komplemen yang teraktivasi akan membelah komponen2komplemen berikutnya menjadi fragmen, sampai seluruh rangkaian terselesaikan (Lamford,

0. Tipe Reaksi Imunitas *. 4ipe 8 anafilaksis$ Pada reaksi anafilaksis antibody 8gE melekat erat ke bagian =c dari reseptor antibody yang terdapat pada sel mast dan leukosit basofilik. +ntibody 8gE pesensitisasi dinamakan antibody homositotropik karena mengikatkan diri pada sel pejamu tertentu, dalam hal ini sel mast dan leukosit basofilik. <eaksi anafilaksis terjadi apabila , antibody 8gE yang melekat ke sel mast atau basofil bereaksi dengan antigen pesensitisasi melalui bagian =ab dari antibody. <eaksi antigen2antibodi menyebabkan dilepasnya substansi farmakologis aktif dari sel yang tersensitisasi. 6ubstansi tersebut berpotensi menginduksi kerusakan jaringan pada penyakit periodontal (Lamford, 1995). ,. 4ipe 88 reaksi sitotoksik$ Pada rekasi tipe 88 antibody bereaksi secara langsung dengan antigen yang terikat erat ke sel. +ntibody yang terlibat pada reaksi sitotoksik adalah 8g9 atau 8g-. Disamping menyebabkan lisisnya sel, antibody sitotoksik bisa menyebabkan kerusakan jaringan dengan jalan meningkatkan sintesa dan pelepasan en&im lisosomal oleh leukosit polimorfonuklear yang telah dibalut antigen. Pada saat ini masih belum ada bukti mengenai pentingnya peranan reaksi sitotoksik pada gingivitis dan periodontitis (Lamford, 1995). ). 4ipe 888 reaksi kompleks imun! arthus$ +pabila antigen dalam level tinggi tidak disingkirkan, kompleks antigen2 antibodi 8g9 dan 8g-$ mengendap di dalam dan di sekeliling pembuluh darah halus dan dengan aktivasi komplemen yang berlangsung kemudian akan menyebabkan kerusakan jaringan pada daerah di mana terjadi reaksi. Perusakan jaringan adalah diakibatkan oleh pelepasan en&im lisosomal dari leukosit polimorfonuklear, aktivasi sel mast, aglutinasi platelet, pembentukan mikrotrombin, dan khemotaksis neutrofil. <eaksi tersebut dinamakan kompleks imun immune comple;$ atau reaksi arthus arthus reaction$. +ntigen bakteri pada gingival yang berasal dari gingival yang terinflamasi akan berkontak dengan cairan gingival! sulkular yang mengandung

antibody sehingga menimbulkan reaksi imun kompleks. <eaksi arthus buatan pada gingival monyet, menunjukan keadaan yang sama dengan yang terjadi pada manusia penderita periodontitis. <eaksi yang berulang2ulang akan menjurus ke pembentukan infiltrat inflamasi oleh makrofag, limfosit, dan sel2sel plasma yang kemudian diikuti oleh penghancuran kolagen dan resorpsi tulang osteoklastik (Lamford, 1995). 3. 4ipe 8D imunitas diperantai sel! hipersensitivitas lambat$ 8munitas diperantai sel!selular tidak melibatkan antibody, tetapi didasarkan pada interaksi antigen dengan permukaan limfosit 4. <eaksi diperantai sel diduga melepas limfokin, sekarang disebut sitokin, seperti E+= osteoclast activating factor$ yang berperan mengaktifkan osteoklast. 8munitas diperantai sel yang diinduksi secara eksperimental pada monyet ditandai dengan penghancuran jaringan yang mencakup kehilangan tulang yang hebat, pengurangan jumlah fibroblas, dan degradasi kolagen. Diduga bah5a kehilangan tulang pada reaksi diperantai sel adalah sebagai akibat langsung dari efek sel 4 atau aktivasi sel % yang meningkat (Lamford, 1995). 1. Sitokin a. Pengertian Sitokin 6itokinin yaitu suatu seri protein dengan berat molekul rendah yang memperantarai interaksi kompleks antara limfosit, sel2sel inflamasi, dan elemen seluler lain di jaringan ikat serta membantu pengaturan dan perkembangan sel2sel efektor imunitas, komunikasi antar sel, dan mengarahkan fungsi efektor (Lamford, 1995). &. Sitokin I(,1 4erdiri dari 8"2*F dan 8"2*'. -erupakan sitokin pleotropik proinflamasi yang multifungsi. +ktivitas biologisnya memungkinkan bergeraknya sel2sel inflamasi ke sisi yang terinfeksi( meningkatkan resorpsi tulang( menstimulasi ke P9E, yang dilepas monosit dan fibroblas( menstimulasi pelepasan metaloproteinase matriks yang mendegradasi protein matriks ekstraseluler( dan berpartisipasi dalam banyak aspek respon imun (Lamford, 1995).

8"2* disekresi oleh monosit, makrofag, sel2%, fibroblas, netrofil, sel2sel epitel dan beberapa tipe sel lainnya yang distimulasi. Pada periodonsium tipe yang dominan adalah 8"2*F yang diproduksi terutama oleh makrofag (Lamford, 1995). %. Sitokin I(,2 8nterleukin yang terdiri atas 8"2,F dan 8"2,' ini pada mulanya diberi nama 42 cell gro5th factor karena efeknya terhadap sel24 pengaktif mitogen atau antigen sel2 4 dan sel 4G$. 8"2, berperan pada respon imun, disamping menstimulasi aktivitas fungsional makrofag, memodulasi fungsi sel #K, dan menginduksi proliferasi sel #K. 6itokin ini disekresi oleh sel24 dan sel #K, dan meningkat jumlahnya pada peridontitis (Lamford, 1995). $. Sitokin I(,0 Dulunya disebut %>9=2* karena mengaktifkan sel2%, dan kemungkinan mencakup -8= . 8"23 ini berperan dalam aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi sel2%( pertumbuhan sel24( fungsi makrofag( pertumbuhan sel mast( dan intesa 8gE. 8nterleukin ini disekresikan sel24A, dan jumlahnya pada periodonsium meningkat pada periodonsium meningkat menjadi periodontitis (Lamford, 1995). e. Sitokin I(,2 -enstimulasi sel plasma memproduksi imunoglobulin,dan bersama2sama dengan 8"2* mrngaktifkan produksi sel24A. Diduga 8"2? berperan dalam resopsi tulang. 8"2? disekresi oleh sel24A, makrofag, monosit, fibroblas, dan sel2sel endotel. "evel 8"2? meningkat pada sisi gingiva yang terinflamasi, lebih tinggi pada periodontitis dibandingkan dengan pada gingivitis, dan lebih tinggi pada cairan sulkular pasien periodontitis refraktori (Lamford, 1995). +. Sitokin I(,3 8nterleukin ini khemotaksis bagi netrofil dan meningkatkan adhesi netrofil ke sel2sel endotel. Disamping itu, 8"20 secara selektif menstimulasi aktivitas

meraloproteinase matriks dari netrofil, sehingga turut berperan dalam penghancuran kolagen pada lesi periodontitis (Lamford, 1995). Bumlahnya meningkat pada lesi periodontitis, dan levelnya dalam cairan sulkular adalah lebih tinggi pada penderita periodontitis dibandingkan dengan individu dengan periodonsium sehat. 8"20 disekresi oleh monosit sebagai respon terhadap "E6, dan tumor necrosis factor alpha 4#=2F$ (Lamford, 1995). g. Sitokinin I(,14 8nterleukin ini menghambat kemampuan pengenal antigen dari monosit. 8"2*@ yang disekresi oleh sel24A akan ditekan oleh sel24A,8=#7H yang diproduksi oleh sel #K dengan diinduksi oleh 8"2, (Lamford, 1995). h. Interne+ron 5I)N6 4erdiri atas 8=#2F$ 8=#2', dan 8=#2 H adalah glikoprotein yang diproduksi oleh lekosit, fibroblas, dan limfosit 4. 8=# menimbulkan aktivitas antivirus, meningkatkan aktifitas makrofag, aktivitas dari sel24 dan sel #K. 8=#2H berperan dalam resorpsi tulang dengan menghambat proliferasi dan diferensiasi progenitor osteoklas (Lamford, 1995). i. Tumor Ne%rosis )aktor 5TN)6 4#= atau tumor necrosis factor yang terdiri atas 4#=2F dan 4#=2 'menyebabkan nekrosis tumor tertentu. 4#=2F diproduksi oleh makrofag setelah distimulasi oleh bakteri gram2negatif, termasuk lipopolisakarida "P6$. 4#=2' yang dulu dikenal dengan nama lymphoto;in "4$ diproduksi oleh sel24. 4#=2F dan 4#=2 ' berperan dalam aktivasi osteoklas dan menstimulasinya untuk menyebabkan resorpsi tulang. 4#=2F juga membantu lekosit untuk mengadhesi ke sel2sel endotel dan meningkatkan kemampuan fagositosis dan khemotaksisnya. Perubahan tersebut, bersama2sama dengan efeknya terhadap makrofag menujurus ke angiogenesis yang diinduksi makrofag, diduga berperan dalam perubahan vascular yang terlihat pada penyakit periodontal (Lamford, 1995).

/. Prostaglan$in #2 5P #26 P9E, adalah eikosanoid vasoaktif yang diproduksi monosit dan fibroblast. Prostaglandi E, menginduksi resorpsi tulang dan sekresi metalloproteinase matriks. "evel P9E, adalah mengikat pada jaringan maupun cairan sulkular pada keadaan periodonsium yang terinflamasi (Lamford, 1995). 2.2 angguan Imunitas Rongga Mulut 2.2.1 Autoimun Pada sebagian kecil populasi terjadi suatu penyakit yang dikenal sebagai Penyakit auto imun. Dalam hal ini tanda tanda pokok adalah injuri jaringan yang disebabkan oleh reaksi imun hospes dengan jaringannya sendiri, pada kebanyakan individu , di dalam hospes ada pengenal terhadap self antigen dan toleransi terhadap semua komponen komponen tubuh, namun pada penyakit autoimun ada suatu keadaan penyimpangan yang disebut Elrich sebagai horror autoto;ius yang merupakan a5al proses penghancuran sel tubuh sendiri yang dilakukan oleh sistem imun orang itu sendiri (Weetman, 2008). Dalam kaitannya dengan fenomena autoimun tersebut harus dibedakan antara pengertian respon autoimun dengan penyakit autoimun. <espon autoimun selalu dikaitkan dengan didapatkannya autoantibodi atau reaktifitas limfosit terhadap antigen. <espon autoimun tidak selalu harus mempunyai kaitan dengan penyakit autoimun yang diderita ,bahkan respon autoimun tidak selalu menampakkan gejala penyakit autoimun (Weetman, 2008). +utoimunitas dapat dipandang sebagai manifestasi tersier dari respon imun yang mengarah pada pemorosesan yang tidak tepat dan menimbulkan penghancuran jaringan hospes. 4erdapat tiga hipotesis yang mencoba menjelaskan fenomena autoimunitas yaitu: Teori klon terlarang 5+or&i$$en %lone theor-6 4eori ini didasarkan atas anggapan bah5a pada keadaan biasa, apabila terjadi mutasi somatik dari limfosit, antigen yang terdapat pada permukaan sel limfosit mutan tersebut akan dikenal oleh sistem imunnya sebagai hal yang asing. Dengan

segera mutan baru ini akan dihancurkan oleh limfosit dari sitem imun sehingga tidak akan memba5a efek apa apa terhadap tubuh, namun apabila kebetulan mutan tersebut tidak memperagakan antigen yang dikenal asing oleh sistem imun pada permukaanya, maka limfosit mutan tersebut merupakan klon yang tidak dikehendaki yang tetap hidup forbidden clone $. Klon yang hidup ini bahkan akan mengenal sel jaringan sendiri sebagai antigen asing, sehingga terjadilah respon imun terhadap sel jaringan tubuh sampai dapat menimbulkan kerusakan (Weetman, 2008). Teori antigen terasing. 5se7ueste$ antigen theor-6 4eori ini didasarkan atas timbulnya fenomena toleransi pada fetus. -enurut teori ini, semasa embrio semua jaringan yang dipaparkan kepada sistem imun akan dikenal sebagai dirinya. +pabila pada masa embrio tersebut terdapat sel atau jaringan yang tidak sempat dipaparkan kepada sistem imun, maka sel tersebut tidak akan dikenal sebagai dirinya. Baringan semacam itu misalnya lensa mata, sistem saraf pusat, dan kelenjar tiroid yang memiliki barier peredaran darah. +pabila di kemudian hari, misalnya oleh suatu sebab, antigen organ tersebur terpapar kepada sistem imun, maka akan dikenal asing, sehingga menyebabkan timbulnya respon imun (Weetman, 2008). Teori $e+isiensi imun 5immunologi% $e+i%ien%- theor-6 +danya kerusakan jaringan dijelaskan bah5a, dengan adanya defisiensi imun terjadi mutasi pada sel2sel limfosit sehingga tidak menyebabkan musnahnya mutan yang merupakan klon terlarang tersebut.. 6ehingga nantinya limfosit tersebut akan dapat menyerang jaringan tubuh yang merupakan sel sasaran ataupun mikroba yang menempel pada sel sasaran tersebut (Weetman, 2008). +khirnya setiap konsep yang menjelaskan perkembangan keadaan autoimun haruslah diperhitungkan faktor genetik yang mengendalikan sistem imun (Weetman, 2008). %erdasarkan uraian diatas tampak bah5a sebab terjadinya respon autoimun bermacam2macam. Ialaupun belum ada bukti2bukti yang memastikan patogenitas penyakit autoimun, tetapi diduga kerusakan jaringan terjadi dengan beberapa mekanisme (Weetman, 2008).

a. In$uksi Autoimun Melalui Peniruan Molekuler. -enurut hipotesis ini, cara peniruan molekuler suatu antigen tertentu adalah melalui suatu derajat keasaman yang besar antara struktur antigen bakteriatau virus dengan struktur molekul antigen endogen self antigen$, kemudian antigen bakteri atau virus melakukan reaksi silang dengan antigen endogen. Karena kesalahan dalam mengenali self antigen, maka sel tubuh akan diserang oleh sel limfosit 4 yang aktif sebagai molekul asing ketika diinfeksi kembali dengan antigen asing (Weetman, 2008). &. In$uksi Reaksi Autoimun Setelah In+eksi 8irus Karena Pen-impangan Antigen M9' Kelas II. Pada banyak penyakit autoimun, antigen J"+ kelas 88 ditemukan pada sel target yang seharusnya tidak ditemukan pada sistem imun orang yang normal. Pelepasan 8=#2H dihubungkan sebagai suatu mekanisme yang mungkin menyebabkan penyimpangan ekspresi antigen J"+ kelas 88. 6uatu virus menginfeksi sekelompok sel, kemudian molekul virus tersebut dikenal sebagai antigen asing oleh limfosit 4. 6elama proses pertahanan, limfosit 4 mengeluarkan 8=#2H yang memimpin pelepasan dari antigen J"+ kelas 88. Penyimpangan dari ekspresi gen J"+ kelas 88 mungkin mendorong autoreaktifnyua sel 4, sehingga mengenali autoantigen pada permukaan sel sebagai antigen asing dan pada akhirnya sel tersebut akan dihancurkan (Weetman, 2008). Penyakit auto imun dikelompokkan menjadi , kelompok yaitu penyakit imun sistemik dan penyakit imun spesifik organ. Penyakit autoimun spesifik organ adalah penyakit autoimun yang pengaruh utamanya melibatkan satu organ. 6edangkan penyakit autoimun sistemik adalah penyakit autoimun yang pengaruh utamanya lebih dari satu organ. >ontoh penyakit autoimun sistemik ini adalah "upus Eritematosus 6istemik "6E$, <heumatid +rthritis, 6jorgen 6yndrom, Polimiositis!dermatomiositis dan 6kleroderma. Pada bidang kedokteran gigi penyakit yang sangat memberikan efek yang cukup besar terhadap perubahan di dalam rongga mulut adalah sjorgen syndrom (Weetman, 2008).

Sin$roma S/:gren 6indrom 6jKgren adalah sebuah kelainan otoimun di mana sel imun menyerang dan menghancurkan kelenjar eksokrin yang memproduksi air mata dan liur. 6indrom ini dinamakan dari seorang ahli penyakit mata Jenrik 6jKgren *0..2 *.0?$ dari 65edia, yang pertama kali memaparkan penyakit ini. 6indrom 6jKgren selalu dihubungkan dengan kelainan rheumatik seperti arthritis rheumatoid, dan terdapat faktor rheumatoid positif pada .@ persen dari jumlah kasus (Hartono, 1995) Penetapan diagnosis sindrom 6jKgren cukup sulit dengan gejala2gejala yang bervariasi. Kombinasi beberapa tes dapat membantu untuk menetapkan sindrom 6jKgren (Hartono, 1995) 4es darah dapat membantu untuk menentukan apakah pasien memiliki tingkat antibodi tinggi yang dapat menandakan penyakitnya, seperti antibodi anti2nuklear +#+, +nti2nuclear +ntibody$ dan faktor rheumatoid. Keduanya berkaitan dengan tanda penyakit otoimun. Pola +#+ pada sindrom 6jKgren tipikal adalah 66+!<o dan 66%!"a. 66%!"a memiliki keunggulan yakni lebih spesifik, sedangkan 66+!<o dapat dihubungkan dengan penyakit otoimun lainnya, namun sering menandakan sindrom 6jKgren (Hartono, 1995) 4es 6chirmer dapat mengukur produksi dari air mata, dengan menggunakan sebuah lembar strip kertas penyaring yang diletakkan pada ba5ah kelopak mata selama lima menit. Kemudian dilakukan pengukuran jumlah pembasahaan kertas dengan penggaris. 6ebuah lampu pemeriksaan dapat digunakan untuk menentukan tingkat kekeringan pada permukaan mata (Hartono, 1995) =ungsi kelenjar liur dapat diuji dengan pengumpulan air liur dan menentukan jumlah produksinya. 6ebuah tindakan biopsi bibir dapat menentukan apakah terdapat pengumpulan limfosit pada kelenjar liur, dan merusak kelenjar2kelenjar karena reaksi radang (Hartono, 1995) 6ebuah tindakan prosedur radiologis dapat digunakan untuk mendiagnosis sindrom 6jKgren. Kontras disuntikkan ke duktus 6tensen misalnya, duktus parotis$. +danya genangan kontras pada kelenjar dapat menandakan sindrom 6jKgren (Hartono, 1995)

2.2.2 9ipersensiti!itas Jipersensitivitas atau reaksi hipersensitivitas$ adalah reaksi berlebihan, tidak diinginkan merusak, menghasilkan ketidaknyamanan, dan terkadang berakibat fatal$ yang dihasilkan oleh sistem kekebalan normal. %erdasarkan mekanisme dan 5aktu yang dibutuhkan untuk reaksi, hipersensitivitas terbagi menjadi empat tipe: tipe 8, tipe 88, tipe 888, dan tipe 8D. Penyakit tertentu dapat dikarenakan satu atau beberapa jenis reaksi hipersensitivitas (Sarjadi, 1995) Tipe,Tipe 9ipersensiti!itas; 1. 9ipersensiti!itas Tipe I Jipersensitifitas tipe 8 disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung atau anafilaktik. <eaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal. <eaksi ini dapat mengakibatkan gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga kematian. Iaktu reaksi berkisar antara *12)@ menit setelah terpapar antigen, namun terkadang juga dapat mengalami keterlambatan a5al hingga *@2*, jam. Jipersensitivitas tipe 8 diperantarai oleh imunoglobulin E 8gE$. Komponen seluler utama pada reaksi ini adalah mastosit atau basofil. <eaksi ini diperkuat dan dipengaruhi oleh keping darah, neutrofil, dan eosinofil (Sarjadi, 1995) :ji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas tipe 8 adalah tes kulit tusukan dan intradermal$ dan E"86+ untuk mengukur 8gE total dan antibodi 8gE spesifik untuk mela5an alergen antigen tertentu penyebab alergi$ yang dicurigai. Peningkatan kadar 8gE merupakan salah satu penanda terjadinya alergi akibat hipersensitivitas pada bagian yang tidak terpapar langsung oleh alergen$. #amun, peningkatan 8gE juga dapat dikarenakan beberapa penyakit non2atopik seperti infeksi cacing, mieloma, dll. Pengobatan yang dapat ditempuh untuk mengatasi hipersensitivitas tipe 8 adalah menggunakan anti2histamin untuk memblokir reseptor histamin, penggunaan 8munoglobulin 9 8g9$, hyposensiti&ation imunoterapi atau desensiti&ation$ untuk beberapa alergi tertentu (Sarjadi, 1995)

2. 9ipersensiti!itas Tipe 2 Jipersensitivitas tipe 88 diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin 9 8g9$ dan imunoglobulin E 8gE$ untuk mela5an antigen pada permukaan sel dan matriks ekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada sel atau jaringan yang langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada umumnya, antibodi yang langsung berinteraksi dengan antigen permukaan sel akan bersifat patogenik dan menimbulkan kerusakan pada target sel (Sarjadi, 1995) Jipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen atau reaksi silang$ yang berikatan dengan antibodi sel sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan jaringan. %eberapa tipe dari hipersensitivitas tipe 88 adalah: Pemfigus 8g9 bereaksi dengan senya5a intraseluler di antara sel epidermal$, +nemia hemolitik autoimun dipicu obat2obatan seperti penisilin yang dapat menempel pada permukaan sel darah merah dan berperan seperti hapten untuk produksi antibodi kemudian berikatan dengan permukaan sel darah merah dan menyebabkan lisis sel darah merah$, dan 6indrom 9oodpasture 8g9 bereaksi dengan membran permukaan glomerulus sehingga menyebabkan kerusakan ginjal$ (Sarjadi, 1995) .. 9ipersensiti!itas Tipe . Jipersensitivitas tipe 888 merupakan hipersensitivitas kompleks imun. Jal ini disebabkan adanya pengendapan kompleks antigen2antibodi yang kecil dan terlarut di dalam jaringan. Jal ini ditandai dengan timbulnya inflamasi atau peradangan. Pada kondisi normal, kompleks antigen2antibodi yang diproduksi dalam jumlah besar dan seimbang akan dibersihkan dengan adanya fagosit. #amun, kadang2kadang, kehadiran bakteri, virus, lingkungan, atau antigen spora fungi, bahan sayuran, atau he5an$ yang persisten akan membuat tubuh secara otomatis memproduksi antibodi terhadap senya5a asing tersebut sehingga terjadi pengendapan kompleks antigen2 antibodi secara terus2menerus. Jal ini juga terjadi pada penderita penyakit autoimun. Pengendapan kompleks antigen2antibodi tersebut akan menyebar pada membran sekresi aktif dan di dalam saluran kecil sehingga dapat memengaruhi beberapa organ,

seperti kulit, ginjal, paru2paru, sendi, atau dalam bagian koroid pleksus otak (Sarjadi, 1995) Patogenesis kompleks imun terdiri dari dua pola dasar, yaitu kompleks imun karena kelebihan antigen dan kompleks imun karena kelebihan antibodi. Kelebihan antigen kronis akan menimbulkan sakit serum serum sickness$ yang dapat memicu terjadinya artritis atau glomerulonefritis. Kompleks imun karena kelebihan antibodi disebut juga sebagai reaksi +rthus, diakibatkan oleh paparan antigen dalam dosis rendah yang terjadi dalam 5aktu lama sehingga menginduksi timbulnya kompleks dan kelebihan antibodi (Sarjadi, 1995) 0. 9ipersensiti!itas Tipe 0 Jipersensitivitas tipe 8D dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai sel atau tipe lambat delayed2type$. <eaksi ini terjadi karena aktivitas perusakan jaringan oleh sel 4 dan makrofag. Iaktu cukup lama dibutuhkan dalam reaksi ini untuk aktivasi dan diferensiasi sel 4, sekresi sitokin dan kemokin, serta akumulasi makrofag dan leukosit lain pada daerah yang terkena paparan. %eberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe 8D adalah hipersensitivitas pneumonitis, hipersensitivitas kontak kontak dermatitis$, dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat kronis delayed type hipersensitivity, D4J$ (Sarjadi, 1995) 2.2.. "e+isiensi Imun +dalah sekumpulan keadaan yang berlainan, dimana sistem kekebalan tidak berfungsi secara adekuat, sehingga infeksi lebih sering terjadi, lebih sering berulang, luar biasa berat dan berlangsung lebih lama dari biasanya. Bika suatu infeksi terjadi secara berulang dan berat pada bayi baru lahir, anak2 anak maupun de5asa$, serta tidak memberikan respon terhadap antibiotik, maka kemungkinan masalahnya terletak pada sistem kekebalan. 9angguan pada sistem kekebalan juga menyebabkan kanker atau infeksi virus, jamur atau bakteri yang tidak biasa (wiki edia, 2008)

You might also like