You are on page 1of 28

Kekuasaan,Kewenangan, Tanggung jawab, &Delegasi

Dalam bab sebelumnya telah diterangkan mengenai desain organisasi sebagai bagian dari proses pengorganisasian dari organisasi,khususnya organisasi bisnis. Apa pun pendekatan yang diambil dalam menyusun desain organisasi, kesemuanya melahirkan empat konsep yang juga penting dalam struktur organisasi, yaitu kekuatan (power),kewenangan(authority),tanggung jawab(responsibility), dan pelimpahan wewenang (delegation). Setiap bagian dalam suatu organisasi memiliki kekuasaan,kewenangan,serta tanggung jawab tidak dapat sepenuhnya dipegang oleh seseorang,maka dapat dilakukan apa yang dinamakan sebagai pelimpahan kekuasaan dan kewenangan sekaligus juga tanggung jawab atau apa yang dinamakan sebagai delegation.

KEKUASAAN (POWER) Kekuasaan sering kali dikonotasikan negatif jadi dikaitkan dengan isu politik padahal dalam pengertian yang paling sederhana, kekuasaan atau power berarti suatu kemampuan untuk mempengaruhi orang atau merubah orang atau situasi jika perubahan pada orang atau situasi adalah perubahan yang baik, tentunya power tersebut memberikan konotasi yang positif bahkan sangat diperlukan.Konotasi negatif dari kekuasaan sering kali muncul dikarenakan terdapat berbagai kasus di mana seseorang atau sebuah organisasi yang diberi kekuasaan tidak mengunakannya untuk hal yang positif.

Kekuasaan sesungguhnya merupakan konsikuensi logis yang muncul dari setiap organisasi yang di dalamnya terdapat pimpinan dan bawahan, atau manajemen puncak dan manajemen tingkat bawah. Karena organisasi merupakan kumpulan orang dalam pencapaian tujuan, maka organisasi ditujukan untuk mengubah situasi melalui orang orang agar perubahan terjadi. Agar perubahan ini dapat dapat terjadi, maka kekuasaan di perlukan

FAKTOR YANG MENDASARI ADANYA KEKUASAAN Menurut French dan Raven, sebagaimana dikutip oleh stoner,freeman dan gibert (1995), terdapat lima faktor yang mendasari lahirnya sebuah kekuasaan (sources of power) . kelima faktor tersebut adalah reward power,coercive power,legitimate power, expert power, dan referent power. REWARD POWER Reward power atau kekuasaan untuk memberikan penghargaan adalah kekuasaan yang muncul sebagai akibat dari seseorang yang posisinya memungkinkan dirinya untuk memberikan penghargaan terhadap orang- orang yang berada dibawahnya.sebagai contoh adalah kekusaan yang dimiliki oleh seseorang manejer personalia atau manejer SDM.Disebabkan posisi dirinya membawahi seluruh sumber daya manusia organisasi atau tenaga kerja dari sebuah perusahaan misalnya, maka seorang manajer personalia memiliki reward power dikarenakan bagian yang lebih tinggi dari manajer personalia tersebut akan menanyakan mengenai kinerja tenaga kerja perusahaan melalui manajer personalia tersebut.Akibatnya, manajer personalia memiliki keuasaan tersebut.Orang-orang

atau tenaga kerja yang berada dibawah manajer personalia, sehingga dengan sendirinya memiliki semacam ketergantungan terhadap manajer personalia,sehingga manajer personalia tersebut dapat dikatakan memiliki semacam kekuasaan yang dinamakan sebagai reward power karena penghargaan terhadap kinerja SDM dapat dikatakan sangat tergantung kepada penilaian dari manajer personalia tersebut. Coercive power Coercive power atau kekuasaan untuk memberikan hukuman adalah kebalikan atau sisi negatif dari reward power, kekuasaan ini merupakan kekuasaan seseorang untuk memberikan hukuman atas kinerja buruk yang ditujukan oleh SDM atau tenaga kerja dalam sebuah organisasi. Setiap pimpinan pada dasarnya memiliki reward sekaligus coercive power ini. Oleh karena itu setiap pimpinan perlu untuk sangat berhati-hati dalam mengunakan jenis kekusaan ini, karena pada dasarnya setiap manusia tidak ada yang mengiginkan untuk menerima hukuman.

Legimitate power Legimitate power atau kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang muncul sebagai akibat dari suatu legimitasi tertentu. Misalnya, seseorang yang diangkat menjadi pempin,secara otomatis dia memiliki semacam kekuasaan yang sah atau terlegitimasi Demikian pula seseorang yang diangkat menjadi manajer,direktur,dan hierarki pimpinan lainya

Expert power Expert power atau kekuasaan yang berdasarkan keahlian atau kepakaran adalah kekuasaan yang muncul akibat dari kepakaran atau keahlian yang dimiliki oleh seseorang.Seorang dokter,misalnya,memiliki semacam kekuasaan ini,dikarenakan dirinya memiliki keahlian dalam mendiagnosa suatu penyakit, maka secara sadar mau pun tidak sadar,seorang pasien yang berkonsultasi kepada dokter akan mengikuti apa saja yang diusulkan atau dianjurkan oleh sang dokter sejauh hal tersebut bisa membantu sang pasien untuk sembuh dari penyakitnya.Demikian pula dengan pakar pakar di bidang lainya. Referent Power Referent power adalah kekuasaan yang muncul akibat adanya karakteristik yang diharapkan oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang yang memiliki pengaruh terhadap seseorang atau sekelompok orang tersebut.Ketika rakyat menginginkan seorang pemimpin yang jujur misalnya, maka ketika ada sosok calon presiden yang dikenal sebagai seorang yang jujur dengan sendirinya sang calon presiden tersebut memiliki apa yang dinamakan sebagai referent power tersebut dikarenakan orang orang tengah menginginkan karakteristik yang dimiliki oleh sang calon presiden tersebut, yaitu kejujuran. Setiap bagian dari struktur organisasi sebagaimana diterangkan di bagian awal bab ini memiliki jenis kekuasaanya masing-masing.terutama di bagian yang berada pada hieraki yang paling tinggi dalam suatu organisasi,seperti direktur presiden ,direktur dan sejenisnya.Pada umumnya kekuasaan tersebut lebih disebabkan karena legimitasi tertentu yang ditentukan oleh mekanisme dalam organisasi. Kekuasaan tersebut meliputi kekuasaan untuk memerintah,mengkoreksi,atau pun mengkordinasikan bagian yang berada di bawahnya.Namun,dikarenakan

kekuasaan pengertianya sangat luas dan lebih banyak diggunakan dalam istilah politik, maka dalam organisasi,istilah kekuasaan cenderung jarang dipergunakan,Sebagai gantinya istilah kewenangan atau authority lebih sering dipergunakan.

Kewenangan (Authority) Kewenangan atau authorithy pada dasarnya merupakan bentuk lain dari kekuasaan yang sering kali dipergunakan dalam sebuah organisasi,Kewenangan merupakan kekuasaan formal atau terlegitimasi dalam sebuah organisasi.seseorang yang ditunjuk atau dipilih untuk memimpin suatu organisasi,bagian atau departemen memiliki kewenangan atau kekuasaan yang terlegimitasi .seseorang yang ditunjuk untuk menjadi manajer personalia dengan sendirinya terlegimitasi untuk memiliki kewenangan dalam mengatur berbagai hal yang terkait dengan sumber daya manusia atau orang-orang yang terdapat di dalam organisasi

DUA PANANGAN MENGENAI KEWENANGAN FORMAL Terdapat dua pandangan mengenai kewenangan formal,yaitu pandangan klasik (classical view) dan pandangan berdasarkan penerimaan (acceptance view). PANDANGAN KLASIK Pandangan klasik mengenai kewenangan formal menerangkan bahwa kewenangan pada dasarnya terlahir sebagai akibat adanya kewenangan yang lebih tinggi dari kewenangan yang diberikan misalnya saja ,seorang manajer

mendapatkan kewenangan formal akibat adanya pemberian kewenangan dari pihak yang memiliki kewenangan yang lebih tinggi,misalnya saja direktur utama. Seorang kapten dalam tradisi militer memiliki kewenangan formal untuk memerintah para prajurit dikarnakan kewenangan tersebut diterimanya dari seseorang yang memiliki kewenangan yang lebih tinggi darinya misalnya dari jenderal. Dengan demikian,kewenangan formal menurut pandangan klasik bersifat pendekatan top-down,atau dari hierarki yang atas ke hierarki yang lebih bawah

PANDANGAN BERDASARKAN PENERIMAAN Pandangan kedua cenderung berbeda dengan pandangan yang pertama. Tidak setiap kewenangan yang bersifat top-down serta-merta akan dijalankan oleh bawahan.Kadangkala kita mendapati apa yang diperintahkan oleh atasan misalnya tidak dijalankan oleh bawahan.Hal tersebut barangkali bukan disebakan bahwa sang atasan tidak memiliki kewenangan, akan tetapi apa yang kemudian dilakukan oleh atasan tidak dapat diterima bawahan.Pandangan yang berdasarkan penerimaan (acceptance view) memandang bahwa kemenangan formal akan cenderung dijalankan atau diterima oleh bawahan tergantung dari beberapa persyaratan,persyaratan tersebut sebagaimana dikemukakan oleh chester Barnard terdiri dari empat hal yaitu (1)bawahan dapat memahami apa yang diinginkan atau dikomunikasikan oleh pimpinan atau pun atasan,(2) pada saat sang bawahan memutuskan ntuk menjalankan apa yang diperintahkan oleh atasanya,dia meyakini bahwa apa yang diperintahkan konsisten mendukung nilai,misi,maupun motif

pribadi atau kelompoknya dan (4) sang bawahan mampu secara mental maupun fisik menjalankan apa yang diperintahkanya. Berdasarkan kedua pandangan ini,bisa dikatakan bahwa tidak setiap kewenangan dapat mengubah situasi ke aarah yang diinginkan. Berbagai jenis organisasi tentunya memiliki keikhlasanya sendiri .apakah cenderung mengikuti pandangan klasik atau pandangan yang berdasarkan penerimaan Hal tersebut bergantung pada berbagai faktor internal dan external yang dihadapi oleh organisasi

BEBERAPA JENIS KEWENANGAN DALAM ORGANISASI Kewenangan dalam sebuah organisasi bisa dibedakan menjadi kewenangan lini (line authority), kewenangan staf (staff authority), dan kewenangan fungsional (functional authority) perbedaan dari ketiganya terletak pada jenis keleluasaan dan kekuasaan yang dimilikinya berdasarkan posisinya masing masing dalam organisasi.

Kewenangan lini Kewenangan Lini atau line authority adalah mereka yang dalam organisasi bertanggung jawab terhadap berbagai kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi jika kita kembali mengingat bagan organisasi dalam bab sebelumnya ,maka kewenangan garis ini direprentasikan oleh chain of command dari mulai hierarki yang tertinggi (direktur misalnya) hingga hierarki yang terendah seperti buruh atau pekerja langsung yang melakukan kegiatan teknis opersional di lapangan.

Sebagaimana dapat dilihat pada gambar 9.1 garis tegas (bukan putus-putus)dari bagan organisasi tersebut menunjukan kewenangan garis dari setiap bagian yang ada Kepala restoran misalnya memiliki kewenangan untuk melakukan koordinasi anatara bagian keuangan,pelayanan dan dapur sedangkan kepala bagian pelayanan memiliki kewenangan untuk melakukan koordinasi dan menjalankan tugas yang terkait dengan pelayanan,dan seterusnya.Keseluruhan bagian maupun subbagian tersebut secara keseluruhan saling mendukung dalam pencapaian tujuan

organisasi,yang dalam hal ini

kepala sekolah

Bagian keuangan

bagian pelayanan

bagian dapur

belanja

memasak

pelayan 1

pelayan 2

pelayan 3

Kewenangan staf

Kewenangan staf Atau staff authority adalah mereka yang ditunjuk oleh memiliki kewenangan lini. Oleh karena itu,mereka yang memiliki kewenangan staff adalah mereka yang membantu organisasi dalam pencapaian tujuanya, hanya saja dengan cara tidak langsung,Bentuknya dapat melalui pemberian jasa advokasi bagi direktur(misalnya konsultan manajemen),maupun bagian keuangan (misalnya konsultasi pajak), dan lain sebagainya. Dalam organisasi pemerintahan misalnya ada yang dinamakan sebagai staf ahli.staf ahli ini berfungsi untuk membantu organisasi pemerintahan dalam pencapaian tujuanya,hanya saja dalam praktiknya staf ahli ini tidak turun langsung dalam mengerjakan beberapa pekerjaan organisasi.jika kita asumsikan bahwa bisnis restoran yang dijalankan memerlukan konsultan pajak dan konsultan manajemen, maka posisi dari mereka yang diberi kewenangan staff adalah sebagaimana diiperlihatkan dalam gambar 9.2 di halaman berikut ini.

KEWENANGAN FUNGSIONAL Kewenangan fungsional atau functional authority adalah mereka yang berada dalam bagian tertentu dalam di organisasi, memiliki kewenangan lini maupun staf,namun juga dikarenakan tugsanya diberi kewenangan untuk melakukan control atau kordinasi dengan bagian lainya sebagai contoh bagian keuangan sekalipun hanya

kepala sekolah

konsultan manajemen pajak,dll

Bagian keuangan

bagian pelayanan

bagian dapur

belanja

memasak

pelayan 1

pelayan 2

pelayan 3

Bertanggung jawab di bagian pencatatan berbagai transaksi,namun juga memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap bagian

lainya yang terkait dengan tugasnya di bagian keuangan.bagian pemasaran yang akan menambah biaya promosi akan berhubungan dengan bagian keuangan.bagian personalia yang menghadapi tuntutan adanya kenaikan gaji dari para pegawai juga perlu pulaberhubungan dengan bagian keuangan.Dalam contoh bisnis restoran, sebagaimana digambarkan dalam gambar9,2 karena bagian dapur membutuhkan koordinasi dengan bagian keuangan yang mengatur anggaran untuk bagian dapur,maka bagiankeuangan memiliki kewenangan untuk menanyakan anggaran untuk bagian dapur.Demikian pula dengan kepala restoran, sekalipun tidak berarti dirinya harus turun ke bagian pelayanan yang terkait dengan tugas tugas pelayanan ataupun tugas tugas memasak di dapur,namun selain kepala bagian pelayanan dan kepala bagian dapur dirinya memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan dan koordinasi langsung dengan pelayan ataupun juru masak di bagian memasak.Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa apa yang telah dilakukan oleh pegawai tingkat teknis operasional benar-benar bisa mendukung pencapaian tujuan organisasi.contoh lain,misalnya seorang konsultan pajak bagi perusaaan berkewenangan untuk memeriksa sebagai catatan transaksi dari berbagai departemen dalam di memenuhi persyaratan perpajakan atau tidak,dan seterusnya

KONFLIK LINI DAN STAFF

Adakalanya konflik terjadi antara mereka yang berada di bagian lini kadangkala merasa bahwa dirinya lebih mengetahui apa yang terjadi di lapangan sehingga ketika misalnya taerdapat masukan dari mereka yang memiliki kewenangan staff (misalnya konsultan manajemen bagi perusahaan) mereka yang berada dibagian lini tidak dengan serta merta mengikuti apa yang dianjurkan oleh

konsultan tersebut. Adakalanya juga konflik terjadi tidak hanya antara lini dan staff,mungkin juga antarlini atau antarstaf.konflik dapat saja disebabkan oleh perbedaan usia,pengalaman,pendidikan,atau juga dikeranakan faktor perilaku dari orang orang yang berada di perusahaan.kesemua persoalan tersebut adalah persoalan yang lumrah terjadi dalam setiap organisasi dan menjadi tantangan bagi manajer untuk dapat mengendalikanya. TANGGUNG JAWAB (RESPONSIBILITY) Setiap bagian atau departemen yang telah dibentuk atau ditentukan serta di hubungkan melalui garis garis kewenangan maupun garis perintah memiliki satu konsikuensi penting lainya dalam sebuah organisasi,yaitu apa yang dinamakan sebagai tanggung jawab. Mereka yang diposisikan dalam suatu bagian atau departemen tertentu tidak hanya diberikan kewenangan,namun juga tanggung jawab. Jika kewenangan merupakan kekuasaan untuk melakukan sesuatu,tanggung jawab justru memberikan arah untuk apa dan kemana semestinya kekuasaan itu dipergunakan.Dengan kata lain, tanggung jawab mengingatkan orang orang untuk tidak saja mempergunakan kewenangan yang dimilikinya, tetapi juga melaporkan apa saja yang telah dilakukan sehubungan dengan kewenangan yang telah diberikan kepadanya.Apakah kewenangan yang telah diberikan misalnya telah mendukung pencapaian tujuan organisasi atau sebaliknya.

Kadangkala orang orang melupakan esensi dari tanggung jawab sebagai bagian dari jabatan atau tugas yang diemban ketika menduduki suatu bagian atau departemen tertentu. Pada beberapa kasus,orang orang sangat berkeinginan untuk memiliki karir yng bagus untuk mencapai posisi puncak dalam organisasi,lebih didorong karena kewenanganya,bukan karena tanggung jawabnya.Artinya jika

seseorang tersebut menjadi pemimpin,maka dirinya dapat berbuat a,b,c,dan seterusnya.Namun,jika disadari bahwa ketika dirinya berposisi sebagai pemimpin juga berarti bahwa dirinya harus memperanggungjawabkan a,b,c,dan seterusnya sesunggunya menjadi pemimpin atau berada pada Hierarki atas dari sebuah organisasi bukan merupakan sesuatu yang mudah. Oleh karena itu, perlu disadari bahwa setiap bagian dalam organisasi memiliki kewenangan sekaligus juga tanggung jawab dalam pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu, berbagai persyarat kemampuan tentunya dibutuhkan untuk menduduki posisi posisi tertentu dalam sebuah organisasi. PELIMPAHAN WEWENAN DAN TANGGUNG JAWAB (DELEGATION) Adakalanya seseorang yang berada di suatu posisi memiliki berbagai keterbatasan dalam melakukan suatu pekerjaan. keterbatasan ini dapat dilihat dari ketersediaan waktu pengerjaan, jumlah pekerjaan, keahlian yang dimiliki, maupun berbagai faktor lainnya. Jika keterbatasan ini tidak dapat ditanggulangi olehnya akan memperburuk kinerja organisasi,maka perlu dilakukan apa yang dinamakan sebagai pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atau lebih dikenal dengan istilah delegation. Pelimpahan wewnang pada dasarnya merupakan proses pengalihan tugas pada orang lain yang sah atau terlegimitasi (menurut mekanismetertentu dalam organisasi) dalam melakukan berbagi aktivitas yang ditunjukan untuk pencapaian tujuan organisasi yang jika tidak dilimpahkan akan menghambat proses pencapaian tujuan tersebut. Maanfaat Pelimpahan Wewenang

Terdapat beberapa manfaat dari pelimpahan wewenang. Yang petama adalah pelimpahan wewenang memungkinkan subbagian atau bawahan mempelajari sesuatu yang baru dan memperoleh kesempatan untuk melakukan sesuatu yang baru tesebut. Keadaan ini memungkinkan bawahan untuk belajar bertanggung jawab akan sesuatu yang baru. Manfaat kedua adalah bahwa pelimpahan wewenang mendorong tercapainya keputusan yang lbih baik dalam berbagai hal. Adanya pelimpahan wewenang kepada bawahan, misalnya dalam hal hal di mana bawahan lebih mengetahui keadaannya, akan mendorong hasil yang dicapai dari pekrjaan tersebut menjadi lebih baik dikarenakan pekerjaan diberikan atau dilimpahkan ke bagian yang lebih mengetahui keadaan sebenanya di lapangan. Manfaat ketiga adalah penyelesaian pekerjaan akan dapat dilakukan dengan lebih cepat sekiranya pelimpahan wewenang tersebut berjalan sebagaimana mestinya dan diberikan kepada orang yang berangung jawab. Kendala dalam Pelimpahan Wewenang Sekalipun pelimpahan wewenang memiliki manfaat, namun juga tidak terlepas dari kendala dalam pelaksanaannya. Staf yang tidak memiliki kemampuan atau kapabilitas untuk menerima dan menjalankan sesuatu yang didelegasikan kepadanya justru akan menghambat pencapain ke arah yang lebih baik. Di sisis lain, pelimpahan wewenang juga akan berdampak pada kurang bertanggung jawabnya atasan terhadap apa yang senestinya dia lakukan. Pada beberapa kasus, pelimpahan wewenang sering kali dilakukan bukan sebagai proses pembelajaran dan pemberian kepercayaan dari atasan kepada bawahan, akan tetapi lebih sebagai pelarian tanggung jawab dari atasn kepada bawahan. Oleh karena itu, perlu sekali digarisbawahi bahwa pelimpahan wewenang tidak berarti juga terjadi pelimpahan tanggung jawab. Pelimpahan wewenang bisa jadi hanya merupakan pelimpahan

beberapa hal yang dapat dikerjakan oleh bawahan kita, akan tetapi tanggung jawab sepenuhnya masih berada di tangan pihak yang melimpahan wewenang. Kunci Pokok Agar Pelimpahan Wewenang Efektif Agar pelimpahan wewenang dapat berjalan secara efektif, maka ada 3 kunci pokok yang perlu diperhatikan, yaitu pertama adalah kepercayaaan manajer terhadap bawahan dalam melimpahkan wewenang perlu diiringi dengan pemberian kebebasan kepada bawahan untuk menjalankan kewenangannya menurut caranya sendiri. Artinya, pelimpahan wewenang akan berjalan efektif apabila pihak yang diberi wewenang oleh manajer diberikan kebebasan untuk menjalankan kewenangannya susuai dengan caranya sendiri. Hal ini disebabkan bahwa setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam melakukan sesuatu. Kepercayaan dalam memberikan limpahan wewenang juga harus diartikan sebagai kepercayaan kepada bawahan untukmungkin sajamelakukan kekeliruan dalam

menjalankan kewenangannya, namun sejauh itu dapat menjadikan bawahan untuk belajar dan bertindak kreatif, maka sebaiknya dibiarkan saja. Kunci kedua agar pelimpahan wewenang berjalan efektif adalah adanya komunikasi yang terbuka antara manajer dan bawahan. Keterbukaan dalam berkomunikasi selain akan memberikan kejelasan akan keinginan dari kedua belah pihak, juga akan meminimalkan presepsi persepsi yang keliru akan berbagai hal yang terkai dengan pekerjaan. Kunci ketiga yang perlu diperhatikan agar pelimpahan wewenang berjalan secara efektif adalah kemampuan manajer dalam memahami tujuan organisasi, tuntutan dari setiap pekerjaan, dan kemampuan bawahan. Tanpa pemahaman yang baik mengenai ketiga hal ini, bias jadi manajer salah dalam melakukan pelimpahan

wewenang. Sesuatu yang semestinya dilimpahkan misalnya, tidak dilimpahkan dn sebaliknya sesuatu yang semestinya dilimpahkan justru dilimpahkan. Selain ketiga kunci pokok tersebut di atas, Stoner memberikan prinsip klasik mengenai dasar agar pelimpahan wewenang menjadi efektif. Ketiga prinsip klasik tersebut adalah: (1) Prinsip skalar; (2) Prinsip kesatuan perintah; dan (3) Tanggung jawab, wewenang, dan akuntabilitas. Prinsip Skalar (Scalar Principle) Prinsip skalar merujuk kepada pedoman bahwa dalam sebuah proses pendelegasian atau pelimpahan wewenang, harus ada garis wewenang yang jelas dari hierarki yang tertinggi hingga hierarki terendah. Garis wewenang yang jelas akan memberikan kemudahan mengenai kepada siapa delegasi harus diberikan, siapa yang akan memberikan delegasi, dan kepada siapa pertanggungjawaban harus dilakukan. Garis wewenang ini juga dimaksudkan agar terhindar dari (a) kesenjangan (gap) di mana tugas tugas tidak ada yang mengerjakan; (b) tumpang tindih (overlaps) di mana tugas tugas saling bertindihan dalam hal pengerjaannya; serta (c) perintah berganda (splits of command) di mana tugas tugas yang sama diberikan kepada bagian organisasi yang berbeda-beda. Prinsip Kesatuan Perintah (Unity Of Command) Prinsip ini merujuk kepada pandangan bahwa setiap bawahan smestinya melapor atau mempertanggungjawabkan hanya kepada satu atasan yang memberikan kewenangan kepadanya, oleh karena itu juga, perintah semestinya berasal dari satu sumber, agar jelas siapa yang memberikan kewenangan dan kepada siapa harus dipertanggungjawabkan. Tanggung Jawab, Kewenangan, dan Pertanggungjawaban

Prinsip ini beranggapan bahwa pelimpahan wewenang dilakkan untuk memperjelas siapa yang akan bertanggung jawab atas suatu pekerjaan dan dengan kewenangan seperti apa. Dengan adanya kejelasan seperti ini, maka proses pertanggungjawaban dari apa yang telah didelegasikan juga akan menjadi lebih mudah dan jelas. Tindakan Agar Pelimpahan Wewenang Berjalan Efektif Ketiga kunci pokok sebagaimana diterangkan di atas dapat mendorong pelimpahan wewenang menjadi lebih efektif jika diiringi oleh beberapa tindakan sebagai berikut : PENENTUAN HAL HAL YANG DAPAT DIDELEGASIKAN. Manajer harus mampu membedakan hal hal yang bias dan tidak bias di delegasikan. Termasuk di dalamnya juga tujuan dari manajer ketika melakukan pendelegasian itu untuk apa, mengapa, dan seterusnya. PENENTUAN ORANG YANG LAYAK MENERIMA DELEGASI. Manajer juga harus mampu menetukan siapa yang memiliki keampuan untuk menerima pelimpahan wewenang. Siapa yang mampu ini dapat dilihat dari segi prilaku, ketersediaan waktu, maupun kesiapannya untuk bekerja sama. PENYEDIAAN SUMBER DAYA YANG DIBUTUHKAN. Agar

pelimpahan wewenang berjalan efektif, maka berbagai sumber daya yang dibutuhkan oleh bawahan untuk menjalankan wewenang yang didelegasikan perlu untuk disediakan. Sumber daya ini dari mulai informasi, financial, maupun sumber daya lainnya yang terkait dengan pelimpahan wewenang yang dilakukan. PELIMPAHAN TUGAS YANG AKAN DIBERIKAN. Kadangkala kekurangpercayaan manajer terhadap bawahan justru akan menghambat dalam

keefektifan pelimpahan wewenang. Oleh karena itu berikan tugas yang akan dilimpahkan tersebut sepenuhnya dan jika masih terdapat keraguan, jelaskan hasil yang ingin dicapai dari pelimpahan wewenang tersebut, dan bukan caranya. Sebab, cara pengerjaan sangat berbeda dari satu orang ke orang lainnya. INTERVENSI PADA SAAT DIPERLUKAN. Sudah menjadi hal yang lumrah jika kadangkala apa yang didelegasikan ternyata tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ketika hal tersebut terjadi, maka intervensi kadangkala diperlukan agar kegiatan yang telah didelegasikan berikut kewenangannya tetap dalam jalur pencapaian tujuan organisasi.

SENTRALISASI PENGORGANISASIAN

DAN

DESENTRALISASI

DALAM

Sebagai konsekuensi logis adanya pelimpahan wewenang, maka terdapat dua cara pokok dalam menjalankan fungsi pengorganisasian. Yaitu dengan cara sentralisasi dan desentralisasi. Sentralisasi merujuk kepada cara pengorganisasian di mana keseluruhan tugas, tanggung jawab, dan perintah dipusatkan dari hierarki yang paling tinggi untuk kemudian hierarki yang di bawahnya menerjemahkan dalam bentuk tindak lanjut dari apa yang telah diputuskan dari hierarki yang tertinggi. Dengan kata lain, sentralisasi adalah pemusatan kekuasaan dan wewenang pada hierarki atas dari suatu organisasi. Adapun desentralisasi merujuk kepada konsep pengorganisasian yang

memandang bahwa apa yang terjadi di lapangan atau dala kenyataan sering kali tidak sesuai dengan apa yang dipahami oleh hierarki tertinggi dari sebuah organisasi, oleh karena itu perlu ada pembagian porsi dalam pengambilan keputusan dan kebijakan yang menyangkut dengan cara bagaimana organisasi

dijalankan. Desentralisasi memandang bahwa dikarenakan hierarki yang di bawah adalah mereka yang akan berhadapan langsung dengan kenyataan, maka hierarki yang di bawah tersebut perlu diberi keleluasaan untuk bisa memutuskan cara yang terbaik dalam melakukan pekerjaan, dan tidak harus diputuskan dari hierarki yang lebih tinggi darinya. Dengan kata lain, desentralisasi merupakan representasi dari wujud adanya pelimpahan kewenangan dari hierarki yang lebih tinggi kepada hierarki yang lebih rendah dalam hal pengambilan keputusan dan penentuan dengan cara bagaimana kegiatan akan dijalankan. Sedangkan sentralisasi memandang bahwa dikarenakan tujuan organisasi secara keseluruhan perlu dipastikan agar bisa tercapai, oleh karena itu segala keputusan hingga kebijakan dengan cara bagaimana sebaiknya organisasi dijalankan perlu diputuskan dari hierarki yang paling tinggi tersebut adalah mereka yang paling bertanggung jawab akan tercapai tidaknya tujuan dari organisasi secara keseluruhan. Sentralisasi vs. Desentralisasi Berangkat dari pengertian di atas mengenai sentralisasi dan desentralisasi dalam menjalankan fungsi pengorganisasian, terdapat beberapa kelebihan dan keterbatasan bagi masing-masing pendekatan tersebut. Di antara kelebihan penggunaan pendekatan desentralisasi adalah keedekatan sasaran, pengetahuan lokal atau lapangan, penerimaan dari pihak sasaran, dan keputusan yang fleksibel. Kedekatan dengan pihak sasaran Kedekatan desentralisasi memungkinkan organisasi untuk lebih dekat dengan pihak sasaran. Bagi organisasi bisnis, jika pendekatan desentralisasi dilakukan, maka suborganisasi yang menjalankan perusahaan di daerah akan lebih mudah mengenali dibandingkan dengan, misalnya, pihak pusat yang berlokasi di

tempat yang berbeda. Kedekatan dengan pihak sasaran ini akan lebih memudahkan organisasi untuk menjawab kebutuhan dari pihak sasaran. Pengetahuan lokal atau lapangan Desentralisasi menggambarkan adanya cara pengorganisasian yang

berbasiskan pengetahuan lokal atau lapangan secara lebih baik. Kita dapat bayangkan jika sebuah perusahaan yang memilik cabang di 10 kota yang berbeda menggunakan pendekatan yang sama untuk kesepuluh kota tersebut. Bisa jadi ada beberapa hal yang mengalami ketidaksesuaian dengan lapangan, karena umumnya pendekatan yang sama bagi berbagai tempat lebih bersifat uum dan belum tentu menyentuh apa yang diperlukan di pasar sasaran atau di lapangan. Penerimaan dari pihak sasaran Jika desentralisasi dilakukan, maka perusahaan, misalnya, dapat melakukan pendekatan berdasarkan daerah di mana pasar sasaran dituju. Untuk masyarakat Sumatra barangkali pendekatan budaya Sumatra perlu dilakukan. Demikian halnya dengan daerah sasaran lainnya. Pendekatan ini akan membantu perusahaan untuk lebih dapat diterima oleh pihak sasaran atau pasar sasaran. Keputusan yang fleksibel Sebagai konsekueensi logis dari desentralisasi, maka keputusan yang diambil oleh organisasi akan lebih fleksibel karena sangat disesuaikan dengan kondisi local di mana organisasi tersebut berada. Selain beberapa kelebihan tersebut di atas, terdapat juga beberapa keterbatasan dari desentralisasi, misalnya saja yang terkait dengan kualitas yang mungkin berbeda dari satu daerah ke daerah lainnya, biaya yang relative lebih tinggi dikarenakan adanya berbagai keragaman dalam hal cara pengelolaan,

pengambilan keputusan, yang juga berdampak kepada aspek pembiayaan yang juga beragam. Ada beberapa alasan mengapa sebagian organisasi masih mempertahankan pendekatan sentralisasi. Di antara alasan yang dapat dikemukakan adalah sifat keumuman dari suatu cara pengelolaan, efisiensi biaya, kesamaan kualitas, serta adanya kemajuan teknologi. Sifat keumuman dari cara pengelolaan Organisasi yang masih mempertahankan cara sentralisasi memandang bahwa pada dasarnya cara mengelola sebuah organisasi umumnya sama dari satu organisasi ke organisasi yang lain. Konsumen di mana pun menurut kelompok ini dianggap memiliki berbagai kesamaan sekalipun berada di lokasi yang berbeda beda. Umumnya konsumen menginginkan harga yang murah, kualitas, dan pelayanan yang memuaskan. Kesemua itu bersifat umum di seluruh pasar sasaran. Efisiensi biaya Desentralisasi berarti adanya staf tambahan, regulasi tambahan, bangunan tambahan, dan dengan demikian juga berarti adanya biaya tambahan. Tambahan biaya ini menyebabkan organisasi cenderung mengalami inefisiensi. Sedanakan pendekatan sentralisasikarena cara pengelolaannya langsung dari pusat atau dari hierarki yang tertinggitidak memiliki konsekunsi-konsekuensi tambahan biaya sebagaimana desentralisasi, dan dengan demikian cenderung untuk lebih efisien dari segi biaya. Kesamaan kualitas Sentralisasi dapat menjamin terpeliharanya kualitas dari apa yang diberikan oleh organisasi. Jika sentralisasi dilakukan, maka hierarki yang di bawah

diharuskan mengikuti ketentuan yan telah ditentukan oleh hierarki yang lebih ats. Sekalipun yang sama dari apa yang diberikan oleh organisasi. Adanya kemajuan teknologi Akibat adanya kemajuan teknologi, sentralisasi tidak selalu berarti lambat dalam berbagai hal. Berbagai keputusan, kebijakan, hingga cara pengerjaan dari organisasidengan adanya kemajuan Dallam teknologi informasi dapat

dilakukan dengan lebih cepat. Transformasi inforasi dari hierarki tertinggi hingga terrendah bisa dengan cepat diakses seiring adanya penggunaan teknologi informasi yang berbasi computer misalnya. Pendekatan manakah yang lebih baik di antara sentralisasi dan desentralisasi ? Manajemen adlah ilmu social, di mana salah satu karakteristik dari ilmu social adalah bersifat difergen dan dinamis. Oleh karenanya, pendekatan dalam ilmu social sangat dinamis, tidak terkecuali juga pendekatan dalam pengorganisasian. Sentralisasi dan desentralisasi tentunya memiliki berbagai kelebihan sekaligus juga keterbatasan. Namun demikian, beberapa factor yang dijadikan pertimbangan dalam menentukan apakah sebaiknya pendekatan sentralisai atau desentralisasi yang dilakukan paling tidak dapat dilihat dari factor-faktor yang terdiri dari: (1) biaya dan resiko yang terkait dengan keputusan sentralisasi atau desentralisasi. Kadangkala desentralisasi sekalipun akan memberikan hasil yang lebih baik dan lebih cepat tetap tidak dapat dijalankan ketika desentralisasi tersebut akan mengakibatkan naiknya biaya serta resiko yang akan ditanggung oleh organisasi, terutam organisasi bisnis yang sangat mempertimbangkan aspek biaya dan resiko; (2) kecenderungan manajer dalam memandang bawahannya. Desentralisasi hanya mungkin dilakukan jika manajer beranggapan bahwa bawahannya memiliki kapasitas dan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang akan dilimpahkan.

Kepercayaan manajer terhadap bawahan akan sangat menentukan apak desentralisasi akan dilakukan ataukah tidak; (3) budaya organisasi. Budaya organisasi yang dibangun perusahaan sangat menentukan apakah perusahaan tersebut siap untuk menjalankan desentralisasi ataukah justru sebaliknya. Jika perusahaan terbiasa untuk mengambil keputusan yang bersifat demokratis atau bersifat bottom-up, den kemudian perusahaan memberikan porsi yang lebih luas bagi pngembangan para pekerjanya dari hierarki yang tertinggi hingga terendah , maka desentralisasi barangkali bukan merupakan pilhan yang sulit untuk dijalankan. Sebaliknya, sekrianya perusahaan lebih terbiasa mengahasilkan

keputusan yang sifatnya top-down dan segala kebijakan selalu menunggu dari hierarki yang teratas untuk kemudian dijalankan, maka disentralisasi merupakan pilihan yang sulit untuk dijalankan; dan terakhir (4) kemampuan dari manajer level bawah atau bawahan untuk menjalankan tanggung jawab sekiranya desentralisasi dilakukan. Kadangkala, sekalipun manajer memiliki perhatian bagi pengembangan tenaga kerjanya, ketidak siapan dari bawahan justru juga dapat menghambat pilihan untuk melakukan desentralisasi. Tenaga kerja yang cenderung memiliki karakteristik bertipe-X, sebagaimana menurut kategorinya McGregor, maka agak sulit untuk menjalankan desentralisasi. MENDESAIN PEKERJAAN (JOB DESIGN) Jika pilihan cara pengorganisasian telah dilakukan apakah bersifat sentralisasi atau desentralisasi, bagian-bagian dalam organisasi telah ditetapkan yang bersifat lini, staf maupun fungsional sebagaimana digambarkan oleh struktur organisasinya maka langkah berikutnya adalah bagaimana pekerjaan menurut bagian-bagiannya tersebut didesain untuk dikerjakan oleh orang-orang tertentu yang telah ditetapkan.

Sebagaimana telah diterangkan dalam bab sebelumnya bahwa salah satu bentu kegiatan yang dilakukan dalam fungsi pengorganisasian adalah adanya pembagian kerja atau job division. Proses pembagian kerja ini dinamakan pula sebagai desain pekerjaan atau job design. Desain pekerjaan pada dasarnya merupakan pembagian kerja-kerja yang akan dilakukan organisasi kepada seluruh anggota organisasi. Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995) menjelaskan bahwa terdapat tiga pendekatan dalam melakukan desain pekerjaan, yaitu pendekatan mekanis, pendekatan motivasi, dan pendekatan biologis. Ketiga pendekatan ini digunakan secara berbeda-beda untuk berbagai jenis organisasi dan pekerjaan yang berbedabeda pula. Pendekatan Mekanis Menurut pendekatan ini, pekerjaan dibagi berdasarkan beban pekerjaannya apakah yang bersifat rutin dan tidak bersifat rutin. Setelah pekerjaan dibagi menjadi rutin dan tidak rutin, maka selanjutnya orang-orang dalam peusahaan dapat ditempatkan sesuai dengan desain pekerjaan yang telah dibuat tersebut. Ada yang ditempatkan untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang rutin, dan ada pula yang tidak. Karena sifat kerutinannya, maka dikenal istilah mekanis, karena mekanis merujuk kepada cara kerja mesin yang cenderung rutin dan tetap. Seorang yang bertugas hanya menyeterika baju yang telah jadi dalam sebuah perusahaan garmen adalah salah satu contoh pekerjaan yang dibagi berdasarkan pendekatan mekanis. Tugas menyeterika baju tersebut cenderung tetap dan monoton selam perusahaan tersebut menjalankan bisnis yang sama. Pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya teknis oprasional adalah contoh-contoh lain pekerjaan yang dibagi berdasarkan pendekatan mekanis.

Pendekatan Motivasi Menurut pendekatan ini, pekerjaan harus pula didesain dan dibagi berdasarkan motif yang berbeda-beda yang dimiliki oleh para pekerja. Pekerja yang memiliki motivasi yang tinggi untuk melakukan kontak social barangkali dapat ditempatkan dalam pekerjaan di bagian pemasyaran atau yang terkait dengan hubungan masyarakat. Pekerja yang memiliki motivasi yang tinggi untuk melakukan inovasi mengenai produk barangkali dapat diberikan pekerjaan dibagian riset dan pengembangan dan seterusnya. Selain pembagian pekerjaan ini dilakukan berdasarkan motif dari setiap pekerjaan, pendekatan ini juga diaksudkan agar pekerjaan yang sifatnya rutin dan mekanis menjadi sesuatu yang memotivasi para pekerja agar menjadi lebih baik dengan pekerjaannya. Sehingga sekalipun pekerjaan yang dilakukan katakanlah bersifat monoton dan mekanis, maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan motivasi para pekerja dalam

menjalankannya. Di antara upaya yang dapat dilakukan adalah apa yang dinamakan sebagai job enlargement dan jo enrichment. Job enlargement atau perluasan pekerjaan adalah upaya yang dilakukan oleh manajer dengan memperluas pekerjaan yang harus dilakukan oleh seorang pekerja pada level pekerjaan yang sama menjadi satu pekerjaan. Misalnya sajakembali ke bisnis restoranpara pelayan yang biasanya hanya bertugas menyatat menu saja, pekerjaannya dikombinasikan dengan mengambil makanan, membersihkan piringpiring bekas pelanggan, sehingga pekerja tersebut tidak mengalami kebosanan dan mengalami dinamika secara lebih baik dalam pekerjaannya. Adapun job enrichment atau pemerkayaan pekerjaan merupakan perluasan dari seorang

pekerja untuk melakukan suatu pekerjaan yang berbeda atau mungkin lebih luas dari keadaan pekerjaannya semula. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan misalnya dengan melakukan job rotation atau rotasi tenaga kerja. Kita tempatkan

tenaga kerja kita pada posisi yang berbeda-beda menurut periode waktu yang berbeda-beda pula. Hal ini dilakukan agar pekerja tidak merasa bosan atas pekerjaannya pada saat yang sama mendapatkan kesempatan untuk memiliki pengalaman baru melalui pengerjaan tugas-tugas yang lain. Berangkat dari hal tersebut, maka upaya job enlargement dan job enrichment terkait dengan upaya yang harus dilakukan oleh manajer terkait dengan pengembangan para tenaga kerjanya sehingga selain mereka dapat bekerja dengan baik bagi perusahaan, juga motivasi mereka untuk mendapatkan keadaan yang lebih baik agar dapat diakomodasi oleh perusahaan. Pembahasan mengenai hal tersebut akan lebih panjang diuraikan dalam bab selanjutnya mengenai sumber daya manusia. Pendekatan Biologis Menurut pendekatan ini, pekerjaan juga harus didesain sedemikian rupa agar mempertimbangkan aspek biologis dari para tenaga kerja atau orang-orang yang ada dalam organisasi. Factor-faktor yang terkait dengan aspek biologis dari tenaga kerja adalah factor keamanan gender (yang terkait dengan isu pelecehan seksual), keamanan lingkungan (ventilasi yang baik dalam ruang tempat keja) serta berbagai isu lainnya. Ketiga pendekatan tersebut pada praktiknya dijadikan pertimbangan oleh perusahaan secara bersamaan ketika mereka akan mendesain dan menetapkan pekerjaan-pekerjaan yang akan dijalankan dala sebuah perusahaan. Lebih lanjut lagi adalah bagaiman keudian organisasi atau perusahaan mendapatkan orangorang untuk menempati jenis-jenis pekerjaan yang berbeda menurut bagian-bagian yang berbeda dalam sebuah perusahaan? Pembahasan mengenai hal ini akan

dibahas dalam bab selanjutnya mengenai manajemen sumber daya manusia sebagai ujung dari fungsi pengorganisasian.

Ringkasan
salah satu kosekuensi logis dari adanya struktur organisasi adalah terdapatnya bagian-bagian dalam sebuah organisasi yang ke seluruh bagian tersebut terdiri dari hierarki yang tertinggi hingga hierarki yang terendah. Selain struktur organisasi menggambarkan adanya hierarki tertinggi hingga terendah, struktur organiasi juga menggambarkan terdapatnya kekuasaan, wewenang, tanggung jawab dari setiap bagain dalam sebuah organisasi. Wewenang pada dasarnya merupakan kekuasaan yang terlegimitasi menurut mekanisme tertentu dalam sebuah organisasi. Secara garis besar terdapat 3 jenis wewenang, yaitu wewenang lini, staf, dan fungsional. Manajer dapat melakukan pelimpahan wewenang atas dasar pertimbangan pengembangan tenaga kerja, pengalihan sebagian tanggung jawab pelaksanaan kepada hierarki yang lebih bawah, atau sebagai upaya perbaikan pola pengorganisasian dari yang sifatnya sentralistik kepada desentralistik.

Kuis
1. Apakah yang dimaksud dengan kekuasaan? jelaskan empat factor yang mendasari lahirnya sebuah kekuasaan!

You might also like