You are on page 1of 8

3.9 Traumatic ulser 3.9.

1 Etiologi Penyebab traumatic dari ulserasi mulut bias berupa trauma fisik, trauma kimiawi, dan trauma thermis. Kerusakan fisik pada mukosa mulut dapat disebabkan oleh permukaan tajam, sepererti cengkraman atau tepi-tepi protesa, peralatan ortodontik, kebiasaan menggigit pipi, atau gigi yang fraktur. Suntikan gigi juga dianggap berkaitan dengan ulserasi traumatic yang dapat dijumpai pada bibir bawah pada anak anak yang menggigit bibirnya setelah perawatan gigi selesai dilakukan. Sebagai tambahan dari cedera gigi tiruan, anak kecil dan bayi rentan terhadap ulkus traumatikus palatum lunak akibat dari menghisap ibu jari, yang disebut apthae bednar. Ulserasi oral yang timbul karena tergigit sewaktu kejang sangat dikenal pada penderita epileptik yang tak terkontrol. Walaupun jarang ulserasi mulut dapat timbul dengan sendirinya (stomatitisartefakta), sama halnya dengan lesi kulit pada dermatitis artefakta. Iritasi kimiawi pada mukosa mulut dapat menimbulkan ulserasi. Penyebab umum dari ulserasi jenis ini adalah tablet aspirin atau krm sikat gigi yang diletakkan pada gigi-gigi yang sakit atau di bwah protesa yang tidak nyaman. Sedangkan trauma thermis dapat berupa panas atau dingin (Miler,1998) 3.9.2 Patogenesis Trauma mekanis dapat terjadi karena cengkeram atau tepi-tepi protesa gigi mengenai jaringan lunak rongga mulut. Trauma kimia dapat terjadi karena bahan-bahan kimia yang digunakan dalam rongga mulut dapat berakibat pada penurunan jumlah, sifat dan fungsi dari sel makrofag, sehingga sel pada rongga mulut tidak peka terhadap perubahan, selain itu penggunaan aspirin dapat menurunkan sintesis prostaglandin sehingga ketahanan mukosa juaga akan turun karena prostaglandin merupakan barier pertahanan dalam mukosa rongga mulut (Sadikin, 1987, Rusyanti, 1991:39). 3.9.3 Manifestasi klinis Ulser dengan permukaan yang dikelilingi oleh garis berupa erythematous mucous. Permukaan dibungkus oleh pseudomembran berwarna kuning. Traumatic ulser yang lebih besar akan menjadi traumatic ulcerated granulomas. Terdapat pada lidah, bibir, mucosa bukal, palatum durum, gingival dan vestibulum mucosa. Setelah pengaruh traumatic hilang, ulkus akan sembuh dalam waktu 2 minggu, jika tidak maka penyebab lain harus dicurigai dan dilakukan biopsy. (Miller, 1998) Ulser ini dibedakan menjadi: a. Ulser reaktif akut - Membran mukosa rongga mulut (sakit,kemerahandanbengkak) - Ulser ditutupi eksudat fibrinous berwarna kekuningan putih dan dikelilingi oleh erythematous a. Ulser reaktif kronis - Sedikit dan tidak sakit - Ulser ditutupi membrane berwarna kekuningan dan dikelilingi hyperkeratosis - Formasi scar dan infiltrasi sel radang kronis

3.9.4 Gambaran HistoPatologisAnatoni 1. Ulser akut - Epitel permukaan menipis dan diganti dengan jaringan fibrin yang mengandung banyak neutrofil - Regenerasi dimulai dari margin ulser dengan proliferasi sel, dasar jaringan granulasi dan fibrin clot 2. Ulser kronis - Dasar jaringan granulasi dengan scar ditemukan lebih dalam pada jaringan - Infiltrasi sel radang - Regenerasi epitel kadang tidak dapat terjadi karena trauma yang terus-menerus atau karena factor local yang tak menguntungkan - Adhesi molekul ekspresi tidak sesuai - Reseptor matriks ekstraseluler untuk integrin keratinosit tidak adekuat - Pada traumatic granulomas, jejas jaringan dan inflamasi meluas sampai otot skeletal - Infiltrasi padat makrofag dengan eosinofil Lewis, MAO. 1998. Tinjauan Klinis Penyakit Mulut. Jakarta:Widya Medika Willian Lawder. 1992. Buku Pintar Patologi untuk Kedokteran Gigi. Jakarta:EGC ETIOLOGI Etiologi leukoplakia belum diketahui dengan pasti sampai saat ini. Menurut beberapaahli klinik, predisposisi leukoplakia terdiri atas beberapa faktor yang multipel yaitu : faktorlokal, faktor sistemik, dan malnutrisi vitamin. Faktor Lokal Biasanya merupakan segala macam bentuk iritasi kronis, antara lain : a.Trauma Trauma karena gigitan tepi atau akar gigi yang tajam Iritasi dari gigi malposisi Pemakaian protesa yang kurang baik sehingga menyebabkan iritasi Adanya kebiasaan menggigit jaringan mulut, pipi dan lidah.b. Kemikal atau termal TembakauTerjadinya iritasi pada jaringan mukosa mulut tidak hanya disebabkan olehasap rokok dan panas yang terjadi pada waktu merokok, tetapi dapat jugadisebabkan oleh zat-zat yang terdapat di dalam tembakau yang ikutterkunyah. Banyak peneliti yang berpendapat bahwa pipa rokok jugamerupakan benda yang berbahaya, sebab dapatmenyebabkan lesi yang spesifik pada palatum yang disebut Stomatitis nicotine. Pada lesi ini, dijumpai adanya warna kemerahan dan timbul pembengkakanpadapalatum. Selanjutnya, palatum akan berwarna kepucatan, serta terjadi penebalan yang sifatnya merata. Ditemukan pula adanya multinodular dngan bintik-bintik kemerahan pada pusat noduli. Kelenjar saliva yangmembengkak dan terjadi perubahan di daerah sekitarnya. Banyak penelitian yang kemudian berpendapat bahwa lesi ini merupakan salahsatu bentuk dari leukoplakia.

AlkoholTelah banyak diketahui bahwa alkohol merupakan salah satu faktor yangmemudahkan terjadinya leukoplakia, karena pemakaian alkohol dapatmenimbulkan iritasi pada mukosa. Bakteri Leukoplakia dapat terjadi karena adanya infeksi bakteri, enyakit periodotalyang disertai kebersihan mulut yang kurang baik. 2.Faktor Sistemik Selain dan faktor yang terjadi seara lokal diatas, kondisi dari membran mukosa mulutyang dipengaruhi oleh penyakit lokal maupun sistemik berperan penting dalammeningkatkan efektifitas yag bekerja secara lokal. Penyakit sistemik, penyakit sistemik yang berhubungan dengan leukoplakia antaralain adalah sifilis tertier, anemia sidrofenik, dan xeroftalmia yang disebabkan olehpenyakit kelanjar saliva.b. Bahan-bahan yang diberikan secara sistemik seperti alkohol, obat-obatantimetabolit, dan serum antilimfosit spesifik. Faktor malnutrisi vitamin4. Defisiensi vitamin A diperkirakan dapat mengakbatkan metaplasia dan kreatinisasidari susunan epitel, terutama epitel kelenjar dan epitel mukosa respiratorius. Beberapaahli menyatakan bahwa leukoplakia di uvula merupakan manifestasi dari pemasukkanvitamin A yang tidak cukup. Apabila kelainan tersebut parah, gambarannya miripdengan leukoplakia. Selain itu, pada percobaan ddengan menggunakan binatang tikus,dapat diketahui bahwa kekurangan vitamin B kompleks akan menimbulkan perubahanhiperkeratotik. PATOFISIOLOGI Pasien dengan idiopatik leukoplakia memiliki resiko tinggi untuk berkembang menjadikanker. Penelitian pada sejumlah pasien leukoplakia, 4%-17% lesi bertransformasi menjaditumor maligna pada kurun waktu 20 tahun.Dasar perubahan molekular pada leukoplakia sampai saat ini masih belum diketahui. Namu,beberapa data dari hasil penelitian pada penyakit ini disebabkan oleh transformasi displastik.Perubahan patologi yang utama pada leukoplakia diperlihatkan oleh diferensiasi epitel yangabnormal dengan peningkatan permukaan keratinisasi menghasilkan penampakan mukosayang putih. Hal ini diikuti pula oleh penebalan pada epitelium, bahkan epitel bisa menjadiatrofi atau akantosis (perubahan loapisan tanduk)Banyak penelitian memperlihatkan adanya perubahan genetika akan mempengaruhiperubahan pada ekspresi gen keratin, perubahan silus sel, dan peningkatkan ekspresi sel yangkehilangan sifat heterozigotnya. Stres oksidatif dan kerusakan DNA akibat produk nitrogen reaktif,seperti induksi nitrit oksida dan mekanisme inflamasi, juga memiliki implikasi padaleukoplakia dan transformasinya dari displasia menjadi karsinooma. Penelitiann padapenanda molekular memperlihatkan bahwa lesi jiak meningkat pada sel yang telahmengalami cacat pada selp53 dn pada antigen proliferation marker proliferating cellnuclear KLASIFIKASI leukoplakia secara klinis dibagi menjadi :1. Acute leukoplakiaOnsetnya mulai dari hari, minggu, bulan. Lesi ini berkembang dengan cepat,terdapat penebalan berupa kerucut, beberapa kasus menunjukan adanya ulserasiatau pembentukan papilloma. Leukoplakia jenis ini memiliki kemungkinana lebihbesar untuk menjadi malignan dibandingkan dengan chronic leukoplakia.2. Chronic leukoplakiaOnsetnya dapat terjadi sepuluh, lima belas, atau dua puluh tahun. Leukoplakia tipeini memiliki penampakkan yang menyebar dan tipis, seperti selaput putih

padapermukaan dari membrane mucus. Pada palatum mungkin didapatkan lesi merahkecil seukuran kepala peniti seperti kawah kecil. Di bagian tengahnya terdapattumpukkan kapiler yang akan mengalami perdarahan walau dengan trauma yangringan, leukoplakia jenis ini jarang menjadi ganas.3. Tipe IntermediateDapat dikatakan juga sebagai leukoplakia sub akut. Kemungkinan merupakanbentuk awal dari leukoplakia kronik dan berada antara tipe akut dan kronik. Gambaran Klinik Dari pemeriksaan klinik, ternyata oral leukoplakia mempunyai bermacam-macam bentuk. Secara klinis lesi ini sukar dibedakan dan dikenal pasti karena banyak lesi lain yang memberikan gambaran yang serupa serta tanda-tanda yang hampir sama. Pada umumnya, lesi ini lebih banyak ditemukan pada penderita dengan usia di atas 40 tahun dan lebih banyak pria daripada wanita. Hal ini terjadi karena sebagian besar pria merupakan perokok berat. Lesi ini sering ditemukan pada daerah alveolar, mukosa lidah, bibir, palatum lunak dan keras, daerah dasar mulut, gingival, mukosa lipatan bukal, serta mandibular alveolar ridge. Bermacam-macam bentuk lesi dan daerah terjadinya lesi tergantung dari awal terjadinya lesi tersebut, dan setiap individu akan berbeda. Secara klinis, lesi tampak kecil, berwarna putih, terlokalisir, barbatas jelas, dan permukaannya tampak melipat. Bila dilakukan palpasi akan terasa keras, tebal, berfisure, halus, datar atau agak menonjol. Kadang-kadang lesi ini dapat berwarna seperti mutiara putih atau kekuningan. Pada perokok berat, warna jaringan yang terkena berwarna putih kecoklatan. Ketiga gambaran tersebut di atas lebih dikenal dengan esbutan "speckled leukoplakia" Gambaran Histopatologik Pemeriksaan mikroskopis akan membantu menentukan penegakan diagnosis leukoplakia. Bila diikuti dengan pemeriksaan histopatologi dan sitologi, akan tampak adanya perubahan keratinisasi sel epitelium, terutama pada bagian superfisial. Secara mikroskopis, perubahan ini dapat dibedakan menjadi 5 bagian, yaitu: 1. Hiperkeratosis Proses ini ditandai dengan adanya suatu peningkatan yang abnormal dari lapisan ortokeratin atau stratum corneum, dan pada tempat-tempat tertentu terlihat dengan jelas. Dengan adanya sejumlah ortokeratin pada daerah permukaan yang normal maka akan menyebabkan permukaan epitel rongga mulut menjadi tidak rata, serta memudahkan terjadinya iritasi. 2. Hiperparakeratosis Parakeratosis dapat dibedakan dengan ortokeratin dengan melihat timbulnya pengerasan pada lapisan keratinnya. Parakeratin dalam keadaan normal dapat dijumpai di tempat-tempat tertentu di dalam rongga mulut. Apabila timbul parakeratosis di daerah yang biasanya tidak terdapat penebalan lapisan parakeratin maka penebalan parakeratin disebut sebagai parakeratosis. Dalam pemeriksaan histopatologis, adanya ortokeratin dan parakeratin, hiperparakeratosis kurang dapat dibedakan antara satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian, pada pemeriksaan yang lebih teliti lagi akan ditemukan hiperortokeratosis, yaitu keadaan di mana lapisan granularnya terlihat menebal dan sangat dominan. Sedangkan hiperparakeratosis sendiri jarang ditemukan, meskipun pada kasus-kasus yang parah.

3. Akantosis Akantosis adalah suatu penebalan dan perubahan yang abnormal dari lapisan spinosum pada suatu tempat tertentu yang kemudian dapat menjadi parah disertai pemanjangan, penebalan, penumpukan dan penggabungan dari retepeg atau hanya kelihatannya saja. Terjadinya penebalan pada lapisan stratum spinosum tidak sama atau bervariasi pada tiap-tiap tempat yang berbeda dalam rongga mulut. Bisa saja suatu penebalan tertentu pada tempat tertentu dapat dianggap normal, sedang penebalan tertentu pada daerah tertentu bisa dianggap abnormal. Akantosis kemungkinan berhubungan atau tidak berhubungan dengan suatu keadaan hiperortikeratosis maupun parakeratosis. Akantosis kadang-kadang tidak tergantung pada perubahan jaringan yang ada di atasnya. 4. Dysplasia Pada diskeratosis, terdapat sejumlah kriteria untuk mendiagnosis suatu displasia epitel. Meskipun demikian, tidak ada perbedaan yang jelas antara displasia ringan, displasia parah, dan atipia yang mungkin dapat menunjukkan adanya suatu keganasan atau berkembang ke arah karsinoma in situ. Kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis adanya displasia epitel adalah: adanya peningkatan yang abnormal dari mitosis; keratinisasi sel-sel secara individu; adanya bentukan "epithel pearls" pada lapisan spinosum; perubahan perbandingan antara inti sel dengan sitiplasma; hilangnya polaritas dan disorientasi dari sel; adanya hiperkromatik; adanya pembesaran inti sel atau nucleus; adanya dikariosis atau nuclear atypia dan "giant nuclei"; pembelahan inti tanpa disertai pembelahan sitoplasma; serta adanya basiler hiperplasia dan karsinoma intra epitel atau carcinoma in situ. Pada umumnya, antara displasia dan carsinoma in situ tidak memiliki perbedaan yang jelas. Displasia mengenai permukaan yang luas dan menjadi parah, menyebabkan perubahan dari permukaan sampai dasar. Bila ditemukan adanya basiler hiperlpasia maka didiagnosis sebagai carcinoma in situ. Carsinoma in situ secara klinis tampak datar, merah, halus, dan granuler. Mungkin secara klinis carcinoma in situ kurang dapat dilihat. Hal ini berbeda dengan hiperkeratosis atau leukoplakia yang dalam pemeriksaan intra oral kelainan tersebut tampak jelas. Diagnosis dan Diferensial Diagnosis Untuk menetapkan diagnosis oral leukoplakia, perlu pemeriksaan dan gambaran histopatologis. Hal ini untuk mengetahui adanya proses diskeratosis. Meskipun pada pemeriksaan histopatologis tampak adanya proses diskeratosis, masih sulit dibedakan dengan carsinoma in situ, karena di antara keduanya tidak memiliki batasan yang jelas. Pemeriksaan histopatologis juga diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya sel-sel "atypia" dan infiltrasi sel ganas yang masuk ke jaringan yang lebih dalam. Keadaan ini biasanya ditemukan pada squamus sel carsinoma karsinoma sel skuamosa. Karsinoma sel skuamosa merupakan kasus tumor ganas rongga mulut yang terbanyak dan lokasinya pada umumnya di lidah. Penyebab yang pasti dari karsinoma sel skuamosa belum diketahui, tetapi banyak lesi yang merupakan permulaan keganasan dan faktor-faktor yang mempermudah terjadinya karsinoma tersebut. Lesi pra-ganas dan factor-faktor predisposisi itu adalah leukoplakia, perokok, pecandu alkohol, adanya iritasi setempat, defisiensi vitamin A,B, B12, kekurangan gizi, dll. Seperti halnya lesi pra-ganas rongga mulut lainnya, dalam stadium dini karsinoma ini tidak memberikan rasa sakit. Rasa sakit baru terasa apabila terjadi infeksi sekunder. Oleh karena itu, apabila ditemukan adanya lesi pra-ganas dalam rongga mulut, terutama leukoplakia, sebaiknya dilakukan pemeriksaan histopatologi.

Leukoplakia memiliki gambaran klinis yang mirip dengan beberapa kelainan. Oleh karena itu, diperlukan adanya "diferensial diagnosi" atau diagnosis banding untuk membedakan apakah kelainan tersebut adalah lesi leukoplakia atau bukan. Pada beberapa kasus, leukoplakia tidak dapat dibedakan dengan lesi yang berwarna putih di dalam rongga mulut tanpa dilakukan biopsy. Jadi, cara membedakannya dengan leukoplakia adalah dengan pengambilan biopsi. Ada beberapa lesi berwarna putih yang juga terdapat dalam rongga mulut, yang memerlukan diagnosis banding dengan leukoplakia. Lesi tersebut antara lain: syphililitic mucous patches; "lupus erythematous" dan " white sponge nevus"; infeksi mikotik, terutama kandidiasis; white folded gingivo stomatitis; serta terbakarnya mukosa mulut karena bahan-bahan kimia tertentu, misalnya minuman atau makanan yang pedas. DAFTAR PUSTAKA Eversole; Sol Silverman, Essentials of Oral Medicine, 10th ed.. Greenberg, M.S and Glick, M. Burkets Oral Medicine. 10th ed. 2003.; BC Decker Inc. Spain Langlais, R.P. & C.S. Miller. 2000. Altas Berwarna Kelainan Rongga Mulut Yang Lazim. Alih Bahasa drg. Budi Susetyo. Hipokrates: Jakarta Linea Alba(7) Seorang peneliti mengemukakan bahwa linea alba disebabkan oleh muskulus buksinatorius yang menekan mukosa melalui tonjolan-tonjolan (cusp) gigi posterior rahang atas ke dalam garis oklusi. Linea alba juga seningkali dikaitkan dengan creanated tongue dan dapat merupakan tanda dan bruksisme, clenching, atau tekanan mulut yang negatif. Linea alba tampak kurang lebih sebagai suatu garis tebal bergelombang pada mukosa pipi setinggi bidang okiusi dengan panjang yang bervariasi. Biasanya terlihat bilateral, cukup jelas pada beberapa orang dan berwarna kelabu pucat atau putih. Secara umum kelainan bertanduk tanpa gejala ini lebarnya 1 sampai 2 mm dan memanjang dan mukosa pipi daerah molar kedua sampai ke kaninus (Gambar 3.7).

Gambar 3.7 Linea alba Perubahan-perubahan epitel yang menebal yang terdiri atas jaringan hiperkeratotik yang merupakan suatu respon terhadap gesekan pada gigi-gigi. Gambaran klinisnya menunjukkan ciri diagnostik sehingga mudah didiagnosa. Linea alba merupakan variasi normal dan tidak memerlukan perawatan. Leukoedema(7) Etiologinya tidak diketahui, dipekirakan berkaitan dengan faktor herediter atau kerusakan stratified squamous epithelium pada saat proses maturasi. Leukoedema juga diperkirakan dapat terjadi sebagai hasil dan fungsi mastikasi dan berkaitan dengan kebersihan mulut yang buruk.

Leukoedema secara signifikan lebih prevalen di antara orang-orang yang mempunyai kebiasaan merokok sehari-hari daripada di antara yang tidak merokok. Leukoedema adalah suatu variasi mukosa yang umum dan berkaitan dengan orang-orang berkulit gelap, tetapi kadang-kadang dapat dijumpai pada orang-orang berkulit putih. Insiden leukoedema cenderung meningkat dengan bertambahnya usia dan 50% dan anak-anak kulit hitam dan 92% orang dewasa kulit hitam menderitanya. Leukoedema tidak menunjukkan gejala apapun dan biasanya ditemukan selama pemeriksaan mulut rutin. Leukoedema biasanya dijumpai bilateral pada mukosa pipi sebagai suatu film tipis yang opak, putih atau abu-abu. Pada mukosa bibir dan palatum molle jarang ditemukan. Leukoedema seringkali pucat dan sulit dilihat. Menonjolnya lesi berhubungan dengan derajat pigmentasi melanin di bawahnya, derajat kebersihan mulut, dan banyaknya merokok. Pemeriksaan yang cermat dan leukoedema menunjukkan garis-garis putih halus, kerutankerutan dan lipatan-lipatan jaringan yang menumpuk. Tepi-tepi lesi tidak teratur dan difus; lesi tersebut memudar ke jaringan disekitarnya sehingga sulit untuk menentukan dimana lesi mulai dan berakhir. Diagnosis didapat dengan cara meregang mukosanya, menyebabkan tampak putih hilang sama sekali dalam beberapa kasus. Menggosok lesi tidak akan menghilangkannya (Gambar 3.6).

Gambar 3.6 Leukoedema Epitel tampak lebih tebal daripada normalnya dan disertai dengan tonjolan rete pegs yang lebar. Sel-sel dalam bagian superfisial stratum spinosum tampak bervakuola dalam inti yang diwarnai dengan hematoksilin dan eosin (H&E), karena mengandung glikogen dalam jumlah besar. Sel-sel pada permukaannya mungkin menjadi gepeng, akan tetapi tetap memiliki nukleus piknotik, dan biasanya rnemperlihatkan keratinisasi yang nyata.

Lesi yang biasanya membingungkan diagnosa dengan leukoedema adalah leukoplakia, cheek-biting, dan white sponge nevus. Diskusi diagnosa banding dan lesi-lesi ini dapat dilihat pada diagnosa banding leukoplakia. Sejak leukoedema diketahui merupakan variasi normal, pengenalan lesi tersebut adalah penting sebab leukoedema tidak membutuhkan perawatan. Lesi Putih Traumatic (Chemical Burn)(7) Chemical burn seringkali ditemukan pada pasien yang menggunakan analgesik, seperti aspirin atau asetaminofen dengan meletakkannya pada mukosa yang berdekatan dengan gigi yang sakit. Kasus lain dapat terjadi pada praktek dokter gigi yang memberikan obat-obat kaustik ke mukosa mulut pasien secara tidak hati-hati. Selain itu, chemical burn juga dapat terjadi pada penggunaan obat-obat tetes untuk sakit gigi yang mengandung creosote, gulacol, atau derivat fenol; penggunaan obat kumur yang berlebihan; larutan etil alkohol 70%; dan kokain yang ditempatkan pada mukosa mulut. Chemical burn dapat terjadi bila senyawa analgesik yang mengandung asam asetil salisilat diletakkan dalam lipatan mukobukal untuk meredakan pulpitis, periostitis, atau abses periapikal. Lesi pseudomembranous yang sangat sakit berwarna putih dan berbentuk tidak teratur, akan timbul di daerah-daerah di mana obat-obatan tersebut berkontak dengan mukosa mulut (Gambar 3.16). Seluruh mukosa pipi mungkin akan terserang secara difus. Jaringan akan terasa sakit dan daerah bekas kauterisasi yang berwarna putih dapat diangkat dengan mudah dan meninggalkan daerah perdarahan yang kasar dan sangat sakit. Obat tetes untuk sakit gigi yang tersedia di pasaran yang mengandung creosote, guiacol, atau derivat fenol juga memiliki aksi kaustik pada mukosa mulut. Karena obat-obat yang meringankan sakit gigi ini jarang akan berada tetap di dalam lesi karies, maka luka bakar mukosal akan terjadi bila obat ini digunakan oleh pasien. Pada beberapa pasien aplikasi larutan etil alkohol 70% akan mengakibatkan pengelupasan mukosa mulut. Pelunakan dan pengelupasan dari mukosa yang tidak berkeratinisasi juga dapat terjadi dengan pemakaian obat kumur secara berlebihan.

You might also like