You are on page 1of 2

PEMANTAUAN KINERJA KEJAKSAAN

Oleh. Alfons Lena Heo - Volunteer di PIAR NTT Pelayanan publik yang buruk dan korup, merupakan potret buram kinerja dan perilaku jaksa dalam proses penegakan hukum. Itulah yang membuat rakyat yang mempunyai kedaulatan di negeri ini sulit mengakses dan memperoleh keadilan di Negara sendiri. Karenanya, isu tentang pembenahan internal kejaksaan dan pembentukan komisi kejaksaan sudah didengungkan sejak awal reformasi. Komisi Kejaksaan, pembentukannya dilakaukan tujuh tahun sejak lengsernya soeharto, keberadaannya dilegitimasi dengan Perpres No. 18 Tahun 2005 tentang Komisi Kejaksaan RI. Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan PERPRES tersebut sebagai respon dari pengesahan UU No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI, setahun sebelum Komisi Kejaksaan berdiri. Saat ini keberadaan komisi kejaksaan diatur dengan Perpres RI No: 18 Tahun 2011 Tentang Komisi Kejaksaan RI. Dalam pasal 2 Perpres RI No 18 Tahun 2011 Tentang Komisi Kejaksaan RI, pada intinya mengamantkan Komisi Kejaksaan merupakan lembaga pemerintahan non struktural dalam melaksanakan tugas, fungsi, wewenangnya bersifat mandiri, bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Komisi Kejaksan bertanggung jawab kepada Presiden. Adapun tugas yang dijalankan oleh komisi kejaksaan menyangkut dalam tiga hal yakni: pengawasan, pemantauan dan penilaian (Pasal 3 Perpres No. 18 Tahun 2011). Mengingat Peran komisi kejaksaan tidak hanya terhadap kinerja atau perilaku jaksa dan pegawai kejaksaan saja juga menyangkut kondisi organisasi, kelengkapan dan sumber daya manusia, maka pemantauan masyarakat terkait Tugas, Fungsi dan Kewenangan Komisi Kejaksaan RI adalah suatu yang urgen untuk dilakukan. Pemantauan kinerja dan perilaku jaksa bukan saja merupakan peran dari Komisi kejaksaan, tetapi juga merupakan tanggungjawab masyarakat, bahkan masyarakat juga seharusnya melakukan pemantauan terhadap kinerja dari komisioner Komisi Kejaksaan. Partisipasi publik dalam penyelenggaraan Negara merupakan ciri Negara Demokrasi. Dasar Hukum Keterlibatan masyarakat dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih merupakan amanah dari produk hukum, diantaranya: Pertama, UUD 1945, Pasal 28, Pasal 28C (1), Pasal 28C (2), Pasal 28D (1), Pasal 28D (3), Pasal 28E (2), Pasal 28E (3), Pasal 28F, Pasal 28H (2), Pasal 28I (1), Pasal 28I (5). Kedua, TAP MPR No.XI Tahun 1998, Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN. Ketiga, Pasal 9 UU No. 28 Tahun 1999, Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih, Berwibawa dan Bebas dari KKN. Keempat, Pasal 41 UU No. 20 Tahun 2001, Tentang Revisi Atas UU No. 31 Tahun 1999, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kelima, UU No. 25 Tahun 2009, tentang pelayanan publik, Keenam, UU No. 14 Tahun 2008, Komisi Informasi Publik, Ketujuh, UU No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI, Kedelapan, PP No. 68 Tahun 1999, Tentang Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara. Kesembilan, PP No. 71 Tahun 1999, Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi. Kesepulu, Peraturan Jaksa Agung RI No: PER-032/A/JA/08/2010 Tentang Pelayanan Informasi Publik di Kejaksaan RI. Berkaitan dengan pemantauan kinerja dan perilaku jaksa, Paul SinlaEloE (2103) berpendapat bahwa sudah seharusnya masyarakat terlibat dan/atau dilibatkan dalam pemantauan Kinerja dan perilaku Jaksa, Artinya seluruh aktivitas berkaitan dengan pemantauan kinerja dan perilaku jaksa, masyarakat harus selalu secara sadar dilibatkan dalam setiap tahapan pemantauan. Pendapat dari Paul SinlaEloE ini bertolak pada pendekatan pemantauan yang dipergunakan secara baku oleh Pengembangan Inisiatif dan Advokasi Rakyat (PIAR NTT) yang cukup efektif untuk mengawal institusi peradilan (kepolisian, kejaksaan,kehakiman) dalam kerja-kerja penegakan hukum di NTT. PIAR NTT yang merupakan salah satu organisasi masyarakat sipil, dalam kerja advokasinya sehubungan dengan pemantauan peradilan (kepolisian, kejaksaan,kehakiman) selalu mengedepankan pendekatan berbasis masyarakat. Metode yang dipilih oleh PIAR NTT bertolaak dari bahwa kesadaran hukum masyarakat merupakan salah satu unsur penting dalam penegakan hukum. (Paul SinlaEloE, 2006). Pada akhirnya, metode pemantauan kinerja dan perilaku jaksa berbasis komunitas yang dipergunakan oleh PIAR NTT, diharapkan dapat menjadi cerita sukses dalam pembelajaran bersama untuk: Pertama, Meningkatkan peran masyarakat dalam mengawasi kejaksaan, jaksa dan pegawai kejaksaan. Kedua, Meningkatkan peran komisi kejaksaan sebagai pengawas kejaksaan dan mitra masyarakat, Ketiga, Meningkatkan kualitas kinerja kejaksaan, perilaku jaksa dan perilaku pegawai kejaksaan. Keempat, Memperkuat posisi masyarakat sipil dalam kerja untuk mewujudkan supremasi hukum. (Tulisan ini pernah di publikasikan dalam Newsletter UDIK, Edisi 05, Tahun 2, Februari 2014).

You might also like