You are on page 1of 21

Skenario IV :

Mala minta Suntik

Nyonya Mala, 30 tahun datang ke Praktek Dokter untuk mengobati nyeri sendi yang sedang dialaminya. Nyeri sendi dirasakan didaerah lutut terutama pada pagi hari. Mala juga merasakan kedua lututnya bengkak. Selain di lutut Mala juga merasakan nyeri sendi di daerah tangan dan bahu. Setelah ditelusuri riwayat penyakit sebelumnya Mala mengatakan sering mengalami batuk pilek dan sakit tenggorokan. Karena sudah malas untuk minum obat, Mala minta untuk disuntik penghilang rasa sakit. Setelah sebelumnya dokter menanyakan riwayat alergi obat dan disangkal. Mala disuntik obat penghilang rasa sakit. Beberapa saat setelah jarum suntik dicabut, Mala merasakan pusing, mata berkunang-kunang dan sulit bernafas.. Apa yang sebenarnya terjadi pada Mala..

STEP 1
(Tidak ada kata-kata yang tidak dimengerti)

STEP 2
1. 2. 3. 4. Apakah diagnosis untuk kasus di atas? Bagaimana Etiologi, Manifestasi Klinik dan Patofisiologi penyakit pada skenario di atas? Apa saja Diagnosis Banding dan Bagaimana Pemeriksaan penunjang serta Penatalaksanaan untuk kasus di atas? Apa saja obat-obatan yang dapat menyebabkan reaksi alergi?

STEP 3
1. DIAGNOSIS : Rheumatoid Arthritis disertai dengan Reaksi Hipersensitivitas tipe 1

2. ETIOLOGI a. Infeksi Streptokokus hemolitikus dan Streptokokus non-hemolitikus. b. Endokrin. c. Autoimun. d. Metabolik. e. Faktor genetik serta faktor pemicu lingkungan.

GEJALA KLINIK Kekauan sendi biasanya paling sering di pagi hari (lebih dari 1 jam) Malaise, penurunan berat badan, rasa capek, sedikit demam, dan Anemia. Pembengkakan, nyeri dan gangguan gerak pada sendi metakarpofalangeal Poliarthritis Tenosinovitis pada daerah ekstensor pergelangan tangan dan fleksor jari-jari Deformitas reumatoid

PATOFISIOLOGI Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang.

Akibatnya

adalah

menghilangnya

permukaan

sendi

yang

akan

mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot. Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus.

3. DIAGNOSIS BANDING Arthritis rheumatoid harus dibedakan dengan kelainan-kelainan lain yang menyebabkan poli-artritis yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Poli-artritis seronegatif yang ditemukan pada arthritis psoriatic, penyakit still, lupus eritematous sistemik Ankilosing spondilitis Penyakit reiter Arthritis gout Penyakit deposisi kalsium pirofosfat Artropati Heberden Sarkoidosis Reumatik polimialgia Demam reumatik

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Radiologis

PENATALAKSANAAN Pada prinsipnya pengobatan yang diberikan bertujuan untuk: Membantu penderita mengetahui / mengenal penyakit arthritis rheumatoid yang dideritanya Memberikan dukungan psikologis

Meringankan rasa nyeri sehingga aktivitas pendertia tidak terganggu Menekan terjadinya reaksi inflamasi Mempertahankan fungsi sendi dan mencegah terjadinya deformitas Mengoreksi deformitas yang telah ada Membantu meningkatkan fungsi anggota gerak yang terganggu Rehabilitasi penderita

Metode pengobatan yang diberikan meliputi: 1. 2. 3. Dukungan psikologis bagi penderita Istirahat dan pengobatan konstitusional Pemberian obat-obatan yang terdiri atas: Obat-obat anti-inflamasi non-steroid Obat-obat kortikosteroid Garam-garam emas dan penisilamin Injeksi intra-artikuler dengan hidrokortison dapat dipertimbangkan Pemberian alat-alat bantu ortopedi, misalnya bidai Fisioterapi dan terpai okupasi Operasi dan rekonstruksi Bila kelainan terbatas pada sinovia, maka dilakukan sinovektomi dan bila terjadi rupture tendo dilakukan penjahitan tendo Pada tingkat lanjut dimana terdapat kerusakan tulang dan tulang rawan, maka dilakukan osteotomi, artrodesis atau artroplasti tergantung tingkat kerusakannya.

4. 5. 6.

4. OBAT YANG ALERGEN Antibiotik Analgetik

STEP 4
1. Cukup Jelas

2. ETIOLOGI Penyebab utama kelanan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai penyebab arthritis rheumatoid, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. Infeksi Streptokokus hemolitikus dan Streptokokus non-hemolitikus Endokrin Autoimun Metabolic Factor genetic serta factor pemicu lingkungan

Pada saat ini arthritis rheumatoid diduga disebabkan oleh factor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; factor infeksi mungkin disebabkan oleh virus dan organism mikoplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen kolagen tipe II dari tulang rawan sendi penderita. Beberapa factor yang dapat mempengaruhi perkembangan penyakit antara lain: 1. Sosioekonomi 2. Psikologis 3. Gaya hidup (merokok, dan pengaruh lingkungan)

PATOFISIOLOGI Rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit sistemik kronis dengan etiologi yang tidak diketahui. Karakteristik dari rheumatoid arthritis adalah adanya suatu peradangan sendi synovial, keterlibatan sendi yang simetris. Tanda khas dari penyakit ini adalah adanya peradangan sendi synovial yang menyebabkan kerusakan dari tulang rawan dan erosi tulang, dimana hal ini berakibat pada perubahan integritas sendi. Proses inflamasi pada celah sendi synovial dan cairan persendian menyebabkan gejala nyeri pada sendi dan pembengkakan. Hal ini merupakan akibat dari pelepasan prostaglandin dan leukotrien dari sel polymorphonuclear. Penghancuran tulang rawan dan tulang disebabkan oleh adanya inflammatory proteinases dan prostanoids yang diaktifkan oleh limfosit dan monosit.

Dipercayai bahwa sel T adalah pencetus dalam proses pathogenesis rheumatoid arthritis.adanya interaksi antara sel T dan dendritic sel pada kelenjar limfe akan mengaktifasi lebih jauh sel T dan menyebabkan peningkatan populasi sel T dan kemudian akan mengaktifkan sel B. sel T kemudian bermigrasu menuju jaringan synovial, lebih lanjut lagi peningkatan sel T dan aktifasi sel B akan menghasilkan antibody seperti rheumatoid factor dan anticyclic citrullinated peptide (CCP) antibody.

Gambar 1. Patophysiology rheumatoid arthritis

Produksi interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor- (TNF- ) oleh monosit merupakan proses sentral dalam peradangan. Dalam kenyataannya, IL-1 bertanggung jawan dalam menstimulasi pelepasan prostaglandin E2 (PGE2), sedangkan TNF- merupakan kunci dalam proses pengaktifan matriks proteinase. Jaringan synovial yang terprolifikasi setelah diaktifkan selanjutnya akan menginvasi struktur tulang rawan dan tulang dan kemudian bersifat sebagai tumor invasive local. Sitokin seperti IL-6, terinduksi oleh IL-1 dan TNF- , sedangkan IL1 sendiri berperan dalam fitur-fitur sistemik antara lain demam, nyeri otot, dan penurunan berat badan.

Gambar 2. Proses Inflamasi akut dan kronis

Pada rheumatoid arthritis terjadi penumpukan dari IL-1 pada permukaan dinding sendi synovial. Karena potensinya sebagai mediator kerusakan sendi, IL-1 menjadi bagian dalam terjadinya rheumatoid arthritis. IL-1 adalah sitokin yang memiliki aktifitas immunologis dan pro-inflamasi dan memiliki kemampuan untuk menginduksi dirinya secara otomatis.

Gambar 3. Peranan IL-1

Didapatkan kenyataan bahwa tingkat aktifitas penyakit dalam rheumatoid arthritis dan kerusakan sendi yang progresif berhubungan dengan kadar IL-1 dalam plasma can cairan snovial. IL-1 menstimulasi PGE2 dan nitiric oxide dan matrix metalloprotease dimana kemudian mengkaibatkan degradasi sendi.

Gambar 4. Proses kerusakan sendi pada rheumatoid arthritis

10

GEJALA KLINIK Gambaran klinis arthritis rheumatoid sangat bervariasi tergantung dari onset, distribusi, stadium dan progresivitas penyakit. Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poli-artritis rheumatoid. Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan, pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku, pergelangan kaki, sendi bahu serta sendi panggul dan biasanya bersifar bilateral / simetris. Tetapi kadang-kadang arthritis rheumatoid dapat terjadi hanya pada satu sendi dan disebut arthritis rheumatoid mono-artrikuler. Stadium awal biasanya ditandai dengan gangguan keadaan umum berupa malaise, penurunan berat badan, rasa capek, sedikit demam dan anemia. Gejala lokal yang berupa pembengkakan, nyeri dan gangguan gerak pada sendi metakarpofaligeal. Pada pemeriksaan fisik mungkin ditemukan tenosinovitis pada daerah ekstensor pergelangan tangan dan fleksor jari-jari. Pada sendi besar (misalnya sendi lutut) gejala peradangan lokal berupa pembengkakan, nyeri serta tanda-tanda efusi sendi. Kurang lebih 25% dari penderita akan mengalami remisi, tetapi serangan akan timbul kembali seperti semula. Pada stadium lanjut terjadi kerusakan sendi dan deformitas yang bersifat permanen, selanjutnya timbul ketidakstabilan sendi akibat ruptur tendo/ligament yang menyebabkan deformitas rheumatoid yang khas berupa deviasi ulnar jari-jari, deviasi radial / volar pergelangan tangan serta valgus lutut dan kaki. Gambaran ekstra-artikuler yang khas adalah ditemukannya nodul subkutan yang merupakan tanda patognomonik dan ditemukan pada 25% dari penderita arthritis rheumatoid. Gejala-gejala lain yang dapat dijumpai adalah atrofi otot, limfadenopati, skleritis, sindroma jepitan saraf, atrofi dan ulserasi kulit. Beberapa pasien mengalami remisi pada tahun pertama dan hidup dengan beberapa gejala. Sementara sisanya mengalami kerusakan yang permanen dimana penyakitnya berkembang sampai pada kerusakan dari sendi.

3. DIAGNOSIS BANDING (Cukup Jelas)

11

PENEGAKAN DIAGNOSIS Kriteria diagnosis arthritis rheumatoid adalah terjadi poli-artritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu, atau bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen. Kriteria diagnosis arthritis rheumatoid menurut American Rheumatism Assciation (ARA) pada tahun 1958 adalah: 1. Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari (morning stiffness) 2. Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya pada satu sendi 3. Pembengkakan (oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan) pada salah satu sendi secara terus-menerus sekurang-kurangnya selama 6 minggu. 4. Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi 5. Pembengkakan sendi yang bersifat simetris 6. Nodul subkutan pada daerah tonjolan tulang di daerah ekstensor 7. Gambaran foto rontgen yang khas pada arthritis rheumatoid 8. Uji aglutinasi faktor rheumatoid 9. Pengendapan cairan musin yang jelek 10. Perubahan karakteristik histologik lapisan synovial 11. Gambaran histologik yang khas pada nodul. Berdasarkan kriteris ini maka disebut: Klasik, bila terdapat 7 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu Definitif, bila terdapat 5 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu Kemungkinan rheumatoid, bila terdapat 3 kriteria dan sudah berlangsung sekurang-kurangnya 4 minggu.

Pembagian AR sebagai classic, definite dan probable, secara klinis juga dianggap tidak relevan lagi. Hal ini disebabkan karena dalam praktek sehari hari, tidak perlu dibedakan penata-laksanaan AR yang classic dari AR definite. Selain itu seringkali penderita yang terdiagnosis sebagai menderita AR probable ternyata menderita jenis artritis yang lain. Kriteria ARA 1987: 1. Kaku pagi hari: kekakuan pada pagi hari di persendian dan sekitarnya, sekurang-kurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal

12

2. Artritis pada 3 daerah: pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau efusi pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan yang diobservasi oleh seorang dokter. Dalam kriteria ini 14 persendian yang memenuhi kriteria, yaitu: PIP(proximal interphalangeal joints), MCP (metacarpophalangeal joints), pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki, MTP (metatarsophalangeal joints) kanan dan kiri. 3. Artritis pada pergelangan tangan: sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan seperti pada nomer 2 4. Artritis simetris: keterlibatan sendi yang sama seperti nomer 2, pada kedua sisi (keterlibatan MCP, PIP atau MTP bilateral dapat ditermia meskipun tidak mutlak bersifat simetris) 5. Nodul Reumatoid: nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor atau daerah juksta artikuler yang diobservasi oleh seorang dokter. 6. Faktor rheumatoid serum: terdapat titer abnormal faktor rematoid serum yang diperiksa yang memberikan hasil postif < 5% kelompok control yang diperiksa. 7. Perubahan gambaran radiologis: gambaran radiologis yang khas pada tangan posteroanterior dan pergelangan tangan menunjukan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada daerah sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi. Seorang dinyatakan Reumatoid Artritis bila sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria Kriteria 1-4 harus terdapat minimal selama 6 minggu. Pada tahun 2010, diperkenalkan 2010 ACR / EULAR Rheumatoid Arthritis Clasification Criteria. Dibagi menjadi 4 domain: Domain Keterlibatan Sendi: o 1 sendi sedang dan besar (0 poin) o 2-10 sendi sedang dan besar (1 poin) o 1-3 sendi kecil (2 poin) o 4-10 sendi kecil (3 poin) o Lebih dari 10 sendi kecil (5 poin) Domain Serology o Negative pada rheumatoid factor ataupun Anti-citrullinated protein antibody (0 poin) o Paling sedikit satu dari dua test diatas postitif pada titer rendah (lebih dari batas atas nilai normal tetapi tidak sampai 3 kali dari nilai atas normal) (2 poin) o Palings sedikit satu dari dua test positif dengan titer tinggi (lebih dari 3 kali dari nilai normal) (3 poin) Domain Durasi dari sinovitis
13

o Kurang dari 6 minggu (0 poin) o 6 minggu atau lebih (1 poin) Domain Acute phase reactans o Baik C-reactive protein maupun LED dalam batas normal (0 poin) o Abnormal CRP atau abnormal LED (1 poin)

Pasien secara definitive didiagnosa RA apabila scorenya 6 atau lebih berdasarkan kriteria diatas. American Rheumatism Association juga mengklasifikasikan kapasitas fungsional pasien sebagai berikut: (Canalle, S.T dan Beaty J.H, 2007) Kelas I: pasien dapat melakukan semua aktifitas hariannya tanpa keterbatasan. Kelas II: pasien dapat melakukan aktifitas normalnya meskipun terdapat keterbatasan berupa ketidaknyamanan atau gerakan yang terbatas pada satu atau beberapa sendi. Kelas III: pasien terbatas untuk melakukan beberapa aktifitas kesehariannya. Kelas IV: pasien tidak dapat melakuan kegiatan, memakai kursi roda, dan hanya dapat melakukan kegiatan keseharian yang terbatas atau tidak dapat melakukan kegiatan keseharian sama sekali.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan: 1. 2. 3. 4. Peningkatan laju endap darah. Anemia normositik hipokrom Reaksi C protein positif dan mukoprotein yang meninggi Faktor rheumatoid positif 80% (uji Rose-Waaler) dan antinuclear faktor positif 80%, tetapi kedua uji ini tidak spesifik. 5. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau artroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak leukosit dan kurang kental dibanding cairan sendi yang normal. Pemeriksaan Radiologis Foto polos Pada tahap awal penyakit, foto rontgen tidak menunjukkan kelainan yang menyolok. Pada tahap selanjutnya terlihat rarefaksi

14

korteks sendi yang difus dan disertai trabekulasi tulang, obliterasi ruang sendi yang memberikan gambaran perubahan-perubahan degenerative berupa densitas, iregularitas, permukaan sendi serta marginal spurring. Selanjutnya bila terjadi destruksi tulang rawan, maka akan terlihat penyempitan ruang sendi dengan erosi pada beberapa tempat. Pemeriksaan radio-isotop Pada pemeriksaan radio-isotop, konsentrasi zat radio-isotop terlihat meninggi pada daerah sendi yang mengalami kelainan.

PENATALAKSANAAN Oleh karena kausa pasti arthritis rheumatoid tidak diketahui maka tidak ada pengobatan kausatif yang dapat menyembuhkan penyakit ini. Hal ini harus benar-benar dijelaskan kepada penderita sehingga ia tahu bahwa pengobatan yang diberikan bertujuan mengurangi keluhan / gejala, memperlambat progresivitas penyakit dan yang lebih penting mencegah terjadinya deformitas sehingga penderita tidak harus mengalami kecacatan. Pada prinsipnya pengobatan yang diberikan bertujuan untuk: Membantu penderita mengetahui / mengenal penyakit arthritis rheumatoid yang dideritanya Memberikan dukungan psikologis Meringankan rasa nyeri sehingga aktivitas pendertia tidak terganggu Menekan terjadinya reaksi inflamasi Mempertahankan fungsi sendi dan mencegah terjadinya deformitas Mengoreksi deformitas yang telah ada Membantu meningkatkan fungsi anggota gerak yang terganggu Rehabilitasi penderita

Untuk pengobatan arthritis rheumatoid diperlukan pengobatan yang bersifat multidisipliner yang tergabung sebagai satu tim antara lain: Ahli penyakit dalam (rheumatologist) Ahli bedah ortopedi Ahli rehabilitasi medik Ahli fisioterapi dan terapi okupasi

15

Pengobatan pada awal penyakit adalah dengan obat-obatan, meskipun fisioterapi dan okupasional terapi dapat membantu. Agen farmakologis yang digunakan adalah Non Steroidal Anti Inflamatory Drugs, kortikosteroid, metrotrexate, dan agen biologis. Agen biologis adalah rekombinan protein yang secara umum menyerang inflammatory sitokin seperti tumor nekroting factor. Diharapkan dengan agen ini dapat mengurangi atau menghilangkan kebutuhan untuk pembedahan pada pasien, akan tetapi agen ini menghalangi sistem imun penderita dan dapat menyebabkan peningkatan resiko infeksi pada pasien yang meminumnya. Metode pengobatan yang diberikan meliputi: o Dukungan psikologis bagi penderita o Istirahat dan pengobatan konstitusional o Pemberian obat-obatan yang terdiri atas: Obat-obat anti-inflamasi non-steroid Obat-obat kortikosteroid Garam-garam emas dan penisilamin Injeksi intra-artikuler dengan hidrokortison dapat dipertimbangkan o Pemberian alat-alat bantu ortopedi, misalnya bidai o Fisioterapi dan terpai okupasi o Operasi dan rekonstruksi Bila kelainan terbatas pada sinovia, maka dilakukan sinovektomi dan bila terjadi rupture tendo dilakukan penjahitan tendo Pada tingkat lanjut dimana terdapat kerusakan tulang dan tulang rawan, maka dilakukan osteotomi, artrodesis atau artroplasti tergantung tingkat kerusakannya. Menurut Sones, Operasi pada rheumatoid arthritis harus memenuhi satu atau lebih dari tujuan berikut: meredakan nyeri, mencegah kerusakan kartilago atau tendon, atau memperbaiki fungus sendi dengan meningkatkan atau menurunkan pergerakan, memperbaiki deformitas, meningkatkan stabilitas, memperbaiki kekuatan otot yang efektif, atau kombinasi dari yang disebut diatas. Synovectomy telah menjadi peran penting dalam pengobatan rheumatoid arthritis dalam beberapa tahun. Indikasinya sebagian besar untuk nyeri pada pasien dengan kerusakan structural yang minimal pada sendi yang sulit disembukan dengan agen farmakologis. Synovectomy terbuka mulai jarang dilakukan karena arthrosopic synovectomy mulai dikenal, teruama pada sendi lutut.

16

Dengan teknik total joint arthroplasty, terapi operatif untuk pengobatan rheumatoid arthritis pada orang dewasa menjadi berkembang. Pada pasien dengan kerusakan kartilago dan tulang subchondral sedang sampai berat, total joint arthroplasty dapat meredakan nyeri dan memperbaiki fungsi pada kebanyakan sendi.

Management pada sendi lutut Pada rheumatoid arthritis, flexi kontraktur pada kedua sendi sering terjadi (ketika kedua sendi lutut melebih 30o, pasien biasanya menggunakan kursi roda). Prosedur operasi yang berguna pada rheumatoid arthritis: (1) arthroscopic synovectomy, (2) open synovectomy, (3) proximal tibial osteotomy, (4) arthrodesis, and (5) total joint arthroplasty. 1. Arthroscopic synovectomy Indikasi dari synovectomy pada rheumatoid arthritis adalah kegagalan penyakit untuk merespon pengobatan medis yang sesuai setelah 6 bulan. Jika operasi ini berhasil, penyakit dapat dibatasi hampir pada seluruh membrane synovial dengan keterlibatan minimal dari kartilago atau tulang dan keterlibatan minimal pada bukti radiographic pada celah sendi. Keterlibatan dua sendi atau lebih dan terdapat inflamasi akut tidak dipikirkan lagi sebagai kontraindikasi dari synovectomy. Keuntungan Arthroscopic Synovectomy: Reseksi synovial lebih lengkap Insisi minimal Otot quadriceps tetap intak Insidensi infeksi menurun Range of motion dapat dijaga atau menurun Lebih efektif dalam pembiayaan dikarenakan merupakan prosedur rawat jalan Terapi fisik post operatif minimal atau tidak diperlukan Meniscus tidak rusak Persetujuan pasien terhadap tindakan ini tinggi

2. Open synovectomy Open synovectomy telah dilakukan sejak akhir tahun 1800an. Meskipun secara sementara meredakan symptom, range of motion biasanya menurun dan progresi dari penyakit jarang terpengaruh. Meskipun demikian, keuntungan paliatif sering menjadikan metode ini tetap dilakukan. Doets, Bierman, and von Soesbergen menyimpulkan pada penelitiannya bahwa meskipun perubahan pada lutut pasien rheumatoid tidak dapat dicegah dengan synovectomy awal, efek paliatif masih dapat dicapai; Namun, mereka tidak dapat membenarkan

17

peggunaan prosedur ini untuk profilaksis untuk mengubah progresi natural dari penyakit ini. Late synovectomy dilakukan pada lutut dengan perubahan arthritis tingkat lanjut memiliki tingkat kegagalan yang tinggi dan tidak disarankan. 3. Proximal Tibial Osteotomy Proximal Tibial Osteotomy berguna untuk mengkoreski kelainan varus atau valgus dari lutut yang arthritis sebagai hasil dari unicompartmental arthritis. Hal ini merubah alignment dari weight bearing axis melewati lutut untuk distribusi kekuatan dari berat ke compartment yang kurang terlibat atau tidak terlibat. Operasi ini jarang diindikasikan pada pasien dengan rheumatoid arthritis karena proses penyakit yang cenderung lebih merata antara kompartmen medial dan lateral dan artikulasi patellofemoral. Selain itu, tulang osteoporotic pada pasien rheumatoid membuat prosedur lebih dibutuhkan daripada pada pasien osteoarthritis, dengan peluang peningkatan fraktur ke dalam sendi ketika osteotomy, avulse dari tendon patellar, atau kehilangan fiksasi. 4. Arthrodesis Arthrodesis menawarkan keuntungan daristabilitas dan kebebasan dari rasa sakit. Dengan kemajuan total joint arthroplasty, arthrodesis jarang diindikasikan kecuali pada keterlibatan sendi unilateral yang parah pada pasien muda yang aktif. Jika terdapat kecurigaan adanya keterlibatan sendi pinggul kontralateral, arthrodesis lutut dikontraindikasikan. 5. Arthroplasty or Reconstruction Perkembangan pada total knee arthroplasty membuat pengobatan operatif menjadi pilihan kebanakan pasien rheumatoid arthritis dengan keterlibatan sendi lutut. Pada penyakit lanjut ketika synovectomy tidak bermanfaat, total joint arthroplasty dapat meredakan nyeri dan pada kasus tertentu terjadi peningkatan pergerakan. Teknik ini cocok untuk pasien kelas III atau kelas IV dengan keterlibatan beberapa sendi, terutama pinggul ipsilateral atau pergelangan kaki atau keduanya, ketika keterlibatan sendi lain tidak menghalangi rehabilitasi yang memadai. Dengan kombinasi total knee dan total hip arthroplastym, Conaty dan Nickel dan lainnya dapat mengkonversi 30% pasien kelas III dan IV ke tingkat yang lebih fungsional. Hasil dari total knee arthroplasty baik dengan design posterior cruciate-retaining dan posterior cruciate sacrificing. Meskipun laporan sebelumnya tentang total knee arthroplasty pada pasien dengan rheumatoid arthritis lebih menguntungkan, laskin dan OFlynn melaporkan 50% ketidakstabilan pada bidang sagital. Komplikasi mungkin lebih sering pada total knee arthroplasty pada pasien dengan rheumatoid arthritis daripada pada pasien dengan osteoarthritis karena a. Penyembuhan jaringan yang buruk

18

b. Infeksi luka yang dalam c. Kontraktur fleksi yang parah d. Kelemahan sendi yang parah e. Osteopenia yang parah f. Keterlibatan beberapa sendi lain yang membatasi rehabilitasi. Untuk membantu mengurang masalah pada pasien dimana total knee arthroplasty direncanakan, dicoba untuk meningkatkan status nutrisi preoperative, penggunaan antibiotic yang mengandung semen tulang dan penggunaan stemmed component pada primary arthroplasty pada pasien dengan osteopenia yang parah. Management pada sendi pinggul Pada pasien dengan rheumatoid arthritits, pinggul sering terlibat, meskipun sinovitis dan arthritis mungkin subklinis pada awal proses penyakit. Prosedur berikut sudah terbukti berguna: synovectomy, arthrodesis, total hip arthroplasty dan reseksi dari femoral head dan neck. Sinovitis pinggul sulit untuk didiagnosis dengan pemeriksaan klinis. Pada saat pinggul menunjukkan gejala, perubahan radiografik dapat terlihat pada sendi pinggul. Albright, Albright, dan Ogden melaporkan perbaikan gejala sementara dan perbaikan fungsi pada serangkaian kecil synovectomy. Para penulis menyimpulkan bahwa meskipun synovectomy dapat meredakan nyeri untuk beberapa saat, karena pergerakan pinggul dan kapasitas berjalan yang buruk, synovectomy dapat dianggap sebagai prosedur untuk memperoleh waktu sehingga arthroplasti dapat ditunda selama beberapa tahun. Total hip arthroplasty pada rheumatoid arthritis merupakan prosedur pilihan untuk nyeri yang parah dan limitasi dari sendi pinggul. Total hip arthroplasti dapat dilakukan ketika pinggul dan lutut kontralateral dan lutut ipsilateral rusak parah. Total hip arthroplasty pada rheumatoid arthritis onset dewasa adalah metode yang dapat diandalkan menghilangkan rasa sakit dan mengembalikan fungsi. Sejumlah penelitian menunjukan hasil yang baik dengan menggunakan teknik semen. Sekelompok kecil pasien dengan rheumatoid arthritis yang parah dan kontraktur dari beberapa sendi bukan merupakan kandidat dari hip arthroplasty. Ketika terdapat peningkatan nyeri dan ketika deformitas mengganggu perineal hygiene, prosedur yang kurang ekstensif diindikasikan.

19

Managemen Rheumatoid Arthritis pada Vertebra Rheumatoid arthritis mempengaruhi vertebra cervicalis melalui 3 cara: invaginasi basilar, ketidakstabilitasan atlantoaxial, and ketidakstabilitasan subaxial. Biasanya intervensi bedah jarang dibutuhan, tetapi saat melakukan intubasi perlu perhatian khusus agar tidak mengganggu persarafan. Management Rheumatoid Arthritis pada Ekstremitas Atas Ada beberapa alasan mengapa pembedahan perlu dilakukan pada stadium aktif rheumatoid arthritis. Awalnya pengobatan dengan mengistirahatkan suatu bagian sendi yang mengalami nyeri, namun kenyataannya seringkali proses ini menyebabkan kehilangan fungsi, karena selain sendi yang terkena, sendi-sendi lain juga terpengaruh dengan adanya tindakan ini. Penatalaksanaan berkepanjangan dengan cara mengistirahatkan juga menyebabkan nyeri sekunder yang berasal dari bursitis dan fascilitis, yang kemudian akan melimitasi fungsi sendi. Adanya spasme otot yang bersifat protektif mengakibatkan adanya rotasi interna dan adduksi yang kemudian mengakibatkan deformitas pada sendi bahu, deformitas flexi pada sendi siku, limitasi dari pronasi dan supinasi, deformitas flexi pada sendi pergelangan tangan, deviasi ulnar, deviasi flexi pada jari-jari. Penatalaksanaan awal dengan bedah pada sendi seringkali disarankan sebelum fase kerusakan sendi

4. OBAT YANG ALERGEN o Antibiotik Alergi Penisilin & Amoksisilin Penisilin merupakan salah satu golongan antibiotika yang cukup sering menimbulkan reaksi alergi pada orang-orang yang sensitive. Bagi mereka yang memiliki riwayat alergi penisilin sebaiknya juga menghindari obat-obat yang satu golongan dengannya antara lain : amoksisilin, ampisilin, penisilin prokain, phenoxymethylpenicilin. Bentuk alergi yang muncul biasanya berupa gatal-gatal, kemerahan di kulit, Stevens Johnson Syndrome, atau syok anafilaksi bila obat yang diberikan berupa injeksi. Alergi Sulfa Antibiotika golongan lain yang juga cukup sering menimbulkan reaksi alergi adalah golongan sulfa. Yang termasuk dalam golongan Sulfa ini antara lain : Cotrimoxazole, Sulfadoxin (biasanya kombinasi dengan Pyrimethamine untuk pengobatan malaria), Sulfadiazine, Sulfasalazine.

20

o Analgetik Antalgin, salah satu obat pengurang rasa sakit, juga termasuk salah satu obat yang cukup sering menimbulkan reaksi alergi. Alergi antalgin ini cukup unik, karena bentuk alergi yang muncul cukup khas yaitu bengkak pada pelupuk mata, dan terkadang disertai sesak nafas, namun ada pula yang mengalami alergi antalgin dengan bentuk gatalgatal atau kemerahan di kulit. Bagi mereka yang memiliki riwayat alergi antalgin dengan bentuk alergi bengkak pada pelupuk mata dan sesak nafas, sebaiknya menghindari obat-obat yang termasuk analgetik-antiradang, seperti : Asam Mefenamat, Diklofenak, Piroxicam, Ketoprofen, Ketorolac, Dexketoprofen. Karena obat-obat ini potensial menimbulkan reaksi alergi yang sama dengan alergi antalgin.

21

You might also like