You are on page 1of 14

INTELEGENSI DAN PRESTASI BELAJAR

SISWA GONDOK DAN TIDAK GONDOK DI DAERAH


ENDEMIK GAKI DI KECAMATAN CANGKRINGAN
KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Oleh :
DEDEH
04/180706/EKU/0102

PROGRAM STUDI S-1 GIZI KESEHATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
TAHUN 2006
1

INTISARI

INTELEGENSI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA GONDOK DAN TIDAK GONDOK DI


DAERAH ENDEMIK GAKI KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN
YOGYAKARTA
Dedeh1), Hamam Hadi 2), Elza Ismail 2)
Latar Belakang : Kebutuhan yodium setiap hari hanya 70 – 120 μg untuk anak-anak
dan 120 μg untuk orang dewasa, tetapi jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka
akibatnya sangat fatal terutama terhadap penurunan intelegensi anak-anak sekolah
yang pasti membawa implikasi masa depan. Anak yang tinggal di daerah rawan GAKY
akan kehilangan IQ 13,5 point lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tinggal di
daerah cukup yodium.

Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui hubungan IQ, prestasi belajar pada siswa
gondok dan tidak gondok di daerah endemic GAKY berat.

Cara Penelitian : rancangan cross-sectional dengan subjek penelitian siswa kelas 4,5
dan 6 yang tinggal di kecamatan Cangkringan, untuk mengetahui grade gondok
dilakukan palpasi oleh 3 orang palpator. Intelegensi dengan cara mengambil data
sekunder skor IQ yang sudah dilakukan oleh lembaga psikologi dengan metoda CFIT
skala 2B. Prestasi belajar diukur dengan memberikan ulangan untuk pelajaran IPA,
IPS dan Matematika. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan chi-square
pada program SPSS for Window 11,5.

Hasil : dari seluruh subjek yang diteliti ( 39 ), siswa yang menderita gondok dengan
grade 1 sebanyak 28 siswa dan yang tidak gondok sebanyak 11 orang.Siswa gondok
yang memiliki IQ diatas rata-rata sebanyak 39,28%, sedangkan sisa yang tidak
gondok yang memiliki IQ diatas rata-rata hamper seimbang yaitu (36,36%). Tidak ada
hubungan antara IQ dengan status gondok (p = 0,870). Prestasi belajar siswa yang
tidak gondok berada diatas rata-rata sebanyak (63,64%) sedangkan pada siswa
gondok ( 42,86%).Tidak terdapat hubungan antara Prestasi belajar dengan status
gondok (p = 0,243).Terdapat hubungan antara IQ dan prestasi belajar dengan (p =
0,0014). Faktor pendukung prestasi belajar berupa bimbingan belajar di rumah dan
kelengkapan buku tidak berhubungan dengan IQ dan prestasi belajar siswa, kesukaan
terhadap mata pelajaran IPA dan IPS tidak berhubungan dengan IQ dan prestasi
tetapi kesukaan terhadap matematika memiliki hubungan dengan IQ dan prestasi dan
matematika merupakan mata pelajaran yang banyak disukai oleh siswa.

Kesimpulan : tidak ada hubungan antara gondok dengan IQ dan prestasi belajar.
Tidak ada hubungan antara factor pendukung prestasi belajar dan ada hubungan
antara prestasi belajar dengan IQ serta ada hubungan antara kesukaan siswa
terhadap mata pelajaran matematika dengan IQ dan prestasi.

Katakunci : gondok, defisiensi yodium, Intelegensi, prestasi belajar.


1)
Mahasiswa Program Stusi Gizi Kesehatan FK-UGM Yogyakarta
2)
Dosen Program Stusi Gizi Kesehatan FK-UGM Yogyakarta
2

PENDAHULUAN

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) masih merupakan masalah gizi


diantara 4 masalah gizi utama di Indonesia. Luas dan beratnya masalah GAKI seperti
fenomena gunung es 1% – 10% terjadi kretinisme, 5%–10% kerusakan sebagian otak
dan 30%-70% kurang enegi karena hipothiroid. Prevalensi GAKI tingkat nasional
pada tahun 1998 sudah menurun , tetapi di Yogyakarta khususnya di kecamatan
Cangkringan prevalensi TGR mencapai 39,5% berdasarkan survey GAKI tahun 1998
( Dinkeskab, 2003).

Defisiensi Iodium berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM)


secara luas, meliputi tumbuh kembang termasuk perkembangan otak. Seorang anak
yang menderita kretinisme mempunyai bentuk tubuh yang abnormal dan IQ tertinggal
sekitar 20. Kekurangan Iodium pada anak menyebabkan kemampuan belajar rendah
(Almatsier, 2004)

Kekurangan Iodium sebagai zat gizi yang banyak sekali perannya dalam tubuh
dapat menyebabkan anak-anak mengalami penurunan dalam tingkat kesegaran
jasmani, emosi, tingkat intelegensi dan prestasi belajar. Penduduk yang tinggal di
daerah endemik akan mengalami defisit IQ sebesar 13,5 point dibanding dengan
penduduk yang tinggal di daerah yang cukup iodium.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah observasional dengan rancangan cross sectional,


yaitu mengukur hubungan antara dua variabel dalam satu waktu dan dalam populasi
yang sama.

Subyek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 4 ,5 dan 6 SD Pangukrejo di kecamatan
Cangkringan kabupaten Sleman Yogyakarta, sedangkan jumlah sampel dalam
penelitian ini sama dengan jumlah populasi yaitu sebanyak 39 siswa meliputi siswa
kelas 4, 5 dan 6.
3

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN

Gambaran Umum Sampel

Sampel pada penelitian adalah siswa-siswi kelas 4, 5 dan 6 SD Pangukrejo


yang terletak di desa Umbulharjo yang berusia sekitar 8 - 13 tahun. Total sampel
adalah total populasi sebanyak 39 siswa dengan rincian siswa tidak gondok
sebanyak 11 siswa (28,20%) dan siswa yang gondok grade 1 sebanyak 28 (71,8%) .

Tabel 1. Karakteristik sampel


Variabel normal gondok total Nilai p
Sex
Laki-laki 5 (45,45%) 18 (64,28%) 23
perempuan 6 (54,54%) 10 (35,72%) 16 0,282
Usia (thn)
8 0 ( 0%) 1 ( 3,57%) 1
9 4 (36,36%) 9 (32,14%) 13
10 0 ( 0%) 4 (14,28%) 4
11 7(63,63%) 12 (42,85%) 19
12 0 ( 0%) 1 ( 3,57%) 1
13 0 ( 0%) 1 ( 3,57%) 1 0,625

Subjek penelitian terdiri dari 23 siswa laki-laki, 64,28% dari jumlah tersebut
menderita gondok, sedangkan dari 16 siswa perempuan yang menjadi subjek
35,72% yang menderita gondok. Siswa laki-laki lebih banyak yang menderita gondok
daripada siswa perempuan. Hasil uji chi-square tidak ada hubungan antara
pembesaran kelenjar gondok dengan jenis kelamin siswa SD dengan nilai p = 0,282
(p > 0,05).

Pembesaran gondok paling banyak ditemukan pada anak usia 12 tahun


(42,85%), pada usia 9 tahun (32,14%) , usia 10 tahun (14,28%) , 3,57% pada usia
8,12 dan 13 tahun. Hasil uji chi-square ternyata tidak ada hubungan antara usia
dengan gondok dengan p = > 0,625 (p > 0,05).
4

Tabel 2. Distribusi rata-rata IQ


Keterangan normal gondok p
Normal 7 (63.64%) 17 (60.72%)
> rata-rata 4 ( 36.36%) 11 (39.28%) 0.870
Jumlah 11 (100%) 28 (100%)

Dari total 28 siswa yang menderita gondok, terdapat 17 (60.72%) siswa gondok
yang memliliki IQ normal dan 11 (39.28%) siswa gondok yang memiliki IQ diatas rata-
rata. Pada 11 siswa yang tidak menderita gondok terdapat 7 ( 63.64%) siswa memiliki
IQ normal dan 4 ( 36.36%) yang memiliki IQ diatas rata-rata. Hasil uji chi-square tidak
terdapat hubungan antara IQ dengan status gondok dengan nilai p= 0,870.

Tabel 3.Distribusi rata-rata Prestasi Belajar


Keterangan normal gondok p
< rata-rata 4 (36.36%) 16 (57.14%)
> rata-rata 7 (63.64%) 12(42.86%) 0.243
11 (100%) 28 (100%)

Dari tabel diatas tampak bahwa prestasi belajar pada siswa yang menderita
gondok terdapat 16 ( 57.14%) ada di bawah rata-rata, sedangkan pada anak yang tidak
gondok terdapat 7(63.64%) siswa yang memiliki prestasi belajar diatas rata-rata. Hasil
uji chi-square tidak terdapat hubungan antara Prestasi belajar dengan status gondok
dengan nilai p = 0,243.

Hubungan antara IQ , Prestasi Belajar dan Gondok

Setelah melihat hasil rata-rata IQ dan prestasi pada siswa kelas 4, 5 dan 6
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tidak hubungan antara IQ dan prestasi pada
anak gondok dengan yang tidak menderita gondok dengan nilai p > 0,05 yaitu 0,870
untuk IQ dan p >0.254 untuk prestasi belajar. Dengan uji beda dipeoleh juga bawa tidak
ada perbedaan IQ dan prestasi belajar dengan status gondok siswa.
5

Tabel 4.Uji t test antara IQ dan Prestasi belajar dengan gondok


Variabel N Rata-rata SD + SE t p
IQ normal 11 106.7 5.06 + 1.52
gondok 28 107 5.01 + 0.94 - 0.152 0.881
Prestasi
Normal 11 5.9 1.51 + -.45
gondok 28 5.8 1.76 + 0.3 0.155 0.878

Hubungan antara IQ dan Prestasi Belajar

Hubungan antara IQ dan prestasi belajar tanpa mempertimbangkan status


gondok siswa, maka dari 39 siswa yang menjadi subjek penelitian didapatkan
kesimpulan bahwa ada hubungan yang signifikan (p = 0,000) antara IQ dan prestasi
belajar .

Tabel 5. Korelasi antara IQ dan Prestasi Belajar


Variabel Mean p
IQ 106.9
Prestasi belajar 5.85 0,000

Faktor – faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar

Fakor-faktor pendukung yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa yang


diamatai dalam penelitian ini adalah kesukaan siswa terhadap mata pelajaran,
kelengkapan buku dan pembimbing belajar siswa di rumah.
6

Tabel 6 .Data pendukung yang mempengaruhi prestasi belajar

Sikap siswa terhadap Pelajaran


pelajaran
IPA IPS Matematika
Kesukaan
- suka 22 15 25
- biasa 10 15 9
- tidak suka 1 4 2
- tidak menjawab 6 5 3
Paling disukai 14 4 20

Dari data pendukung mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar


yang berkaitan dengan kesukaan siswa terhadap pelajaran dapat dilihat bahwa mayoritas
siswa menyukai mata pelajaran matematika dan matematika merupakan pelajaran yang
paling disukai oleh siswa kelas 4, 5 dan 6 di SD Pangukrejo.

Tabel 7. Bimbingan belajar dan kelengkapan buku pelajaran


Faktor pendukung gondok normal
Pembimbing di rumah
Bapak 9 4
Ibu 8 5
Sendiri 10 2
Tidak menjawab 1
Kelengkapan buku
Lengkap 22 7
Tidak lengkap 5 4
Tidak menjawab 0 1

Faktor pendukung lain yang diperoleh bahwa siswa mendapat bimbingan belajar di
rumah oleh orang tuanya baik oleh ibu atau oleh ayahnya, namun masih ada siswa yang
belajar di rumah tanpa bimbingan ayah/ibu tetapi belajar secara mandiri. Mayoritas siswa
memiliki fasilitas buku yang lengkap karena fihak sekolah menyediakan sarana buku untuk
masing-masing siswa dari bantuan.
7

Faktor pendukung tentang kesukaan siswa terhadap mata pelajaran dan kaitannya
dengan IQ dan prestasi belajar dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 8. Kesukaan terhadap IPA


Prestasidibawah rata2 Prestasidiatas rata-rata Jumlah
IQ normal 10 (45,45%) 5(22,73%) 15 (68,18%)
IQ diatas rata-rata 2 (9,09) 5 (22,73%) 7 (31,82%)
12 (54,54%) 10 (45,46%) 22 (100%)

Dari 22 siswa yang menyukai mata pelajaran IPA terdapat 12 siswa yang memiliki
prestasi dibawah rata-rata dan 10 siswa memiliki prestasi diatas rata-rata , sedangkan IQ
siswa yang menyukai IPA dalam kategoi normal sebanyak 15 siswa dan 7 siswa yang
memiliki nilai IQ diatas rata-rata. Dari hasil analisa statistik dengan chi-square dan korelasi
tidak terdapat hubungan antara kelompok siswa yang menyukai mata pelajaran IPA
dengan IQ dan prestasi belajar karena p > 0,05 yaitu 0,095 .
Tabel 9. Kesukaan terhadap IPS
Prestasidibawah rata2 Prestasidiatas rata-rata Jumlah
IQ normal 4 (26,66%) 6 (40%) 10 (66,66%)
IQ diatas rata-rata 2 (13,34%) 3 (20%) 5 (33,34%)
6 (40%) 9 (60%) 15 (100%)

Dari 15 siswa yang menyukai mata pelajaran IPS terdapat 4 siswa yang
memiliki prestasi dibawah rata-rata dan 6 siswa memiliki prestasi diatas rata-rata ,
sedangkan IQ siswa yang menyukai IPS dalam kategoi normal sebanyak 4 siswa dan 2
siswa yang memiliki nilai IQ diatas rata-rata. Dari hasil analisa statistik dengan chi-square
dan korelasi tidak terdapat hubungan antara kesukaan siswa terhadap mata pelajaran IPS
dengan IQ dan prestasi belajar karena p = 1.
8

Tabel 10. Kesukaan terhadap Matematika


Prestasidibawah rata2 Prestasidiatas rata-rata Jumlah
IQ normal 11 (44%) 4 (16%) 15 (60%)
IQ diatas rata-rata 2 (8%) 8 (32%) 10 (40%)

13 (52%) 12 (48%) 25 (100%)

Dari 25 siswa yang menyukai mata pelajaran Matematika terdapat 11 siswa yang
memiliki prestasi dibawah rata-rata dan 4 siswa memiliki prestasi diatas rata-rata ,
sedangkan IQ siswa yang menyukai Matematika dalam kategoi normal sebanyak 2 siswa
dan 8 siswa yang memiliki nilai IQ diatas rata-rata. Dari hasil analisa statistik dengan chi-
square dan korelasi terdapat hubungan yang signifikan antara kesukaan siswa terhadap
mata pelajaran matematika dengan IQ dan prestasi belajar dengan p = 0,005 dengan
kekuatan hubungan yang sedang r = 0.523.

Pembahasan

Prevalensi Gondok di SD Pangukrejo, hasil tes Intelegensi dan Prestasi belajar

Prevalensi gondok anak sekolah di SD Pangukrejo sudah tinggi , ini sejalan


dengan angka prevelensi GAKY di Kecamatan Cangkringan yang sudah termasuk
endemik berat. Palpasi yang dilakukan secara Triplo yaitu oleh 3 orang tenaga yang
sudah terlatih melakukan palpasi.

Test Intelegensi dengan metoda CFIT skala 2 bentuk B yang dalam hal ini
mengungkapkan kemampuan umum (faktor G) yaitu mengukur kemampuan mengingat,
mempersepsi, kecepatan, penalaran, pemahaman, berhitung, komunikasi dan persepsi
mengenai ruang . Test ini menggunakan waktu 12,5 menit sebanyak 46 item. Alat test
sudah memiliki validitas yang tinggi dan pelaksana test adalah para psikolog yang sudah
kompeten di bidangnya, tetapi IQ merupakan suatu hal pengukuran yang juga
dipengaruhi oleh kesalahan-kesalahan dalam pengukuran. Secara umum siswa kelas
4,5 dan 6 SD Pangukrejo masuk dalam kategori kecerdasan rata-rata atau normal.

Prestasi belajar siswa dari hasil ulangan tanpa mempertimbangkan tingkat


kehadiran dan nilai prilaku lebih menggambarkan kemampuan siswa terhadap materi
yang sudah diberikan. Soal yang dibuat peneliti berdasarkan materi yang sudah diberikan
, dikonsultasikan terlebih dahulu kepada guru wali kelas dan hasil ulangan diperiksa tidak
9

oleh peneliti sehingga faktor subyektifitas tidak terjadi. Prestasi belajar pada anak yang
tidak gondok memiliki presentasi yang cukup tinggi yaitu 63.63%, sedangkan pada anak
yang menderita gondok terdapat 57.14% anak yang memiliki prestasi di bawah rata-rata.

B.2. Hubungan IQ,Prestasi belajar dan gondok

Hasil uji chi-square dan t-test antara IQ, Prestasi belajar dan gondok pada siswa
dalam penelitian ini tidak terdapat perbedaaan yang bermakna, hal ini dihubungkan
dengan perjalanan terjadinya kekurangan gizi terhadap perkembangan intelegensi, bila
seseorang anak baru mengalami kekurangan gizi setelah masa perkembangan otak yang
pesat, maka gangguan perkembangan intelegensi tidak terjadi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi hal tersebut tidak digali secara mendalam dalam penelitian ini karena
rancangan penelitian berupa cross sectional.

Perbedaan angka IQ yang diperoleh dari test intelegensi yang dijalani pada
waktu berbeda tidak selalu menjadi bukti adanya perubahan IQ , perbedaan yang terjadi
dapat dikembalikan penyebabnya pada keterbatasan tes IQ yang dipergunakan,
kekurangfahaman subjek terhadap tes sewaktu dikenai tes atau tidak adanya motivasi
subjek dalam menjawab (Azwar, 2004).

Dari penelitian yang dilakukan Erasmus (2003) juga menyatakan tidak ada
perbedaan bermakna penambahan IQ point antara kelompok yang diberi suplementasi
yodium selama 4 bulan, kemudian hasil penelitian oleh Dhini Anden di Palangkaraya
pada tahun 2003 juga memberikan hasil yang tidak berbeda pada intelegensi dan
prestasi belajar pada anak stunted dan non stunted.

Test IQ yang sudah dilakukan oleh tenaga ahli di bidangnya banyak dipengaruhi
oleh faktor internal siswa seperti motivasi mengerjakan test IQ , suasana psikologis yang
kurang mendukung dan dapat terjadi karena siswa kurang faham terhadap instruksi test.
Menurut Bambang Hartono dalam penelitiannya tentang Perkembangan fetus dalam
kondisi defisiensi Yodium dan cukup yodium tahun 2001 dingkapkan, bila derajat
defisiensinya lebih ringan, seperti yang banyak dialami oleh penduduk yang tinggal di
daerah defisiensi yodium, mereka menderita gangguan fungsi kognitif dan psikomotor
dalam derajat yang lebih ringan, yaitu dalam derajat ringan sampai dengan sedang.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa mereka memiliki kapasitas mental yang
subnormal, gangguan-gangguan keseimbangan, kecekatan, ketrampilan, koordinasi
10

visuomotorik, perseptual, fungsi verbal, daya ingat, kecepatan reaksi, serta terganggunya
pengolahan informasi di otak. Penemuan-penemuan ini sebagian besar dilakukan melalui
riset pada anak usia sekolah. Bagaimana patogenesisnya, masih belum jelas benar.

Lemahnya hubungan antara IQ dan prestasi belajar pada penelitian ini dapat
disebabkan karena jumlah sampelnya yang relatif sedikit atau mungkin juga karena
banyak faktor yang dapat mempengaruhi kedua hal diatas tidak diamati dalam penelitian
ini. Telah banyak dikemukakan bahwa IQ dan prestasi merupakan dua ukuran yang
cukup ada keterikatan dan tidak dapat dilihat saling lepas meskipun sebagai 2 dimensi
yang berbeda dari fungsi kognitif, sedangkan yang diramalkan mengalami gangguan
taraf kecerdasan adalah penderita gondok yang berat. Pada penelitian ini siswa gondok
yang menjadi subjek penelitian memiliki gondok grade 1 dan tidak ada yang menderita
gondok grade 2 . Sejalan dengan penelitian terakhir di kecamatan Cangkringan pada
tahun 2005 oleh Jefi Hamamah bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara IQ
dan prestasi belajar antara siswa gondok dan tidak gondok.

B.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

Kuesioner data pendukung yang mempengaruhi prestasi belajar ternyata tidak


ada hubungan antara kelengkapan buku pelajaran dan pembimbing saat belajar di rumah
dengan prestasi belajar siswa SD di Pangukrejo. Faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar siswa berkaitan dengan faktor internal dan faktor eksternal, dalam
penelitian ini banyak dari faktor keduanya yang tidak digali secara mendalam.

Hubungan antara kesukaan siswa terhadap mata pelajaran IPA dan IPS tidak
berhubungan dengan prestasi belajar dan IQ , tetapi memiliki hubungan yang signifikan
pada kesukaan siswa terhadap mata pelajaran matematika. Siswa yang memiliki tingkat
kecerdasan yang relatif lebih tinggi akan lebih mudah menangkap dan mencerna
pelajaran-pelajaran yang diberikan di sekolah dibandingkan dengan anak-anak yang
memiliki tingkat kecerdasan lebih rendah. Siswa yang memiliki intelegensi tinggi tentu
akan lebih mudah dalam menyesuaikan diri dengan situasi sekolah dan mengerjakan
tugas-tugas sekolah dengan hasil yang lebih baik. Pada umumnya, apa yang dicapai
oleh tes prestasi adalah semacam estimasi mengenai posisi relatif (relative standing)
atau jenjang urutan individu menurut tingkat kemampuan atau tingkat performansinya
pada suatu tugas yang kadang-kadang tidak dibatasi dengan jelas (Azwar, 2005).
11

Penelitian Ning tahun 2000 mendapatkan bahwa prestasi matematika anak sekolah
dasar di tiga daerah endemik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna.

Test prestasi lebih mengukur kawasan kognitif mengenai fungsi fikir atau aspek
intelektualitas disamping kawasan afektif yang berkenaan dengan minat dan sikap dan
kawasan psikomotor mengenai aspek keterampilan motorik. Prestasi belajar matematika
mengukur kawasan kognitif pada siswa sehingga memberikan gambaran yang
berhubungan dengan performance IQ dan prestasi belajar. Test intelegensi memberi
gambaran mengenai kelemahan dan kekuatan di berbagai bidang yang dimiliki
seseorang diantara teman sekelompoknya, akan tetapi tidak benar untuk mengatakan
bahwa tes dapat memberikan gambaran keseluruhan mengenai seseorang. Banyak
deskripsi individu yang hanya dapat digali melalui observasi dan cara-cara
pengungkapan yang lain, masih banyak aspek psikologis dalam diri manusia yang masih
belum mampu diungkapkan oleh tes dan oleh instrumen buatan manusia (Azwar,2004).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Tidak ada hubungan antara intelegensi dan prestasi pada anak gondok dan yang
tidak menderita gondok
2. Terdapat hubungan antara intelegensi dan prestasi belajar pada seluruh siswa
3. Tidak terdapat hubungan antara faktor kesukaan siswa terhadap pelajaran IPA dan
IPS dengan intelegensi dan prestasi belajar
4. Terdapat hubungan antara kesukaan siswa terhadap mata pelajaran matematika
dengan intelegensi dan prestasi belajar
5. Prevalensi gondok anak sekolah di SD Pangukrejo sudah tinggi , ini sejalan
dengan angka prevelensi GAKY di Kecamatan Cangkringan yang sudah termasuk
endemik berat.

Saran

Sebaiknya rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah case-control


dengan membandingkan intelegensi dan prestasi belajar anak yang menderita gondok
dan anak yang tidak menderita gondok di daerah endemis ringan, sedang dan berat.
12

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Tama. 2003.

Aritonang,E.Y, Dampak Defisiensi Iodium pada berbagai tahapan Perkembangan Manusia


dan Upaya Penanggulangannya. Bogor. Program Pasca Sarjana (S3) IPB, 2003.

Aswin Soedjono, Metodologi Penelitian Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas


Gadjah Mada. Yogyakarta. 1997.

Azwar,S. Pengantar Psikologi Intelegensi. Yogyakarta : Balai Pustaka Pelajar Offset,


1999.

Azwar,S. Tes Prestasi Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi


Belajar.Yogyakarta : Balai Pustaka Pelajar, 2005.

Depkes,RI. Survai Nasional Pemetaan Gangguan Akibat Kekurangan yodium (GAKY).


Jakarta. 1998.

Depkes,RI. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium


(GAKY).http//www.promosikesehatan.com,2003.

Djokomoeljanto R. Editor. Seminar Nasional I Gondok dan Kretin Endemik,


Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/RS Dr. Kariadi, Semarang,
1978

Djokomoeljanto,R. Evaluasi masalah GAKY di Indonesia.net,2003


Greenspan, F, John,DB, dalam terjemahan Caroline W,.Endokrinologi dasar & Klinik.
Jakarta:EGC. 2000.

Haditono,S.R., Monks,F.J., Knoers,A.M.P. Psikologi Perkembangan Pengantar dalam


Berbagai Bagiannya.ygyakarta : UGM. 1984.

Hariwijaya,M. Tes IQ. Pustaka Pelajar. 2005

Hetzel,B.S. , Dunn, J.T., Stanbury,J.B. The Prevention and Control of Iodine Deficiency
Disorder. Amsterdam: Elsevier, 1987

Kaplan, Sadock,.Sinopsis Psikiatri .Edisi ke tujuh.1997

Kartini Kartono,. Psikologi Anak (Psikologi perkembangan).Bandung. Penerbit


Mandar Maju 1995.
13

Khomsan.Ali. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Gramedia Widiasarana
Indonesia, Jakarta. 2004.

Kristianti & Yayi. Gondok dan Kecerdasan Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Ngablak,
Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Berita Kedokteran Masyarakat, 1990. VI
930 : 235-37.

Irawan.P.W. Kesulitan Belajar dan Gangguan Bicara . 1991. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro Semarang
Lehninger, A.L., 1982. Dasar - Dasar Biokimia. Thena Wijaya, M., 1982

(alih bahasa). Jakarta; Penerbit Erlangga

Murray, Robert K.. Biokimia Harper. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. 2003

Saparinah,Sadli. Intelegensi bakat dan Test IQ. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia,
Jakarta.1991.

Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Anak . Lab Ilmu Kesehatan Anak. Unair,


Surabaya. 1998.

Sugiyono. Statistika untuk Penelitian. Alfabeta.Bandung.2004


WHO. Assesment of Iodine Deficiency Disorser and Monitoring their Elimination, A Guid
forProgramme Managers, 2nd Edition, Conference Jenewa, WHO,
UNICEF,ICCIDD. 2001.

You might also like