You are on page 1of 30

Vivi Vionita 1102012303

Sasbel 1. Memahami dan Menjelaskan Saluran Pernafasan Bawah 1.1 Menjelaskan Anatomi Makroskopis 1.2 Menjelaskan Anatomi Mikroskopis 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pernafasan 3. Memahami dan Menjelaskan Mycobacterium Tuberculosis 3.1 Menjelaskan Morfologi 3.2 Menjelaskan Klasifikasi 3.3 Menjelaskan Sifat Biokimia 3.4 Menjelaskan Identifikasi Karakteristik 4. Memahami dan Menjelaskan Tuberkulosa Paru 4.1 Menjelaskan Definisi 4.2 Menjelaskan Etiologi 4.3 Menjelaskan Epidemiologi 4.4 Menjelaskan Klasifikasi 4.5 Menjelaskan Patofisiologi 4.6 Menjelaskan Manifestasi Klinis 4.7 Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding 4.8 Menjelaskan Penatalaksanaan 4.9 Menjelaskan Komplikasi 4.10 Menjelaskan Prognosis 4.11 Menjelaskan Pencegahan 5. Memahami dan Menjelaskan Etika Batuk Dalam Islam

Jawaban 1. Memahami dan Menjelaskan Saluran Pernafasan Bawah 1.1 Menjelaskan Anatomi Makroskopis

1) Trachea a) Trachea terdiri dari tulang rawan dan otot yang berbentuk pipa, panjangnya 12 cm untuk pria dan 10 cm untuk wanita b) terletak di tengah-tengah leher sampai incisura jugularis dibelakang manubrium sterni c) masuk ke cavum toraks melalui apertura thoracis superior,pada mediastinum superior. d) Dimulai dari bagian bawah cartilago cricoid, sampai bercabang menjadi bronkus dextra dan sinistra. e) Percabangan menuju bronkus dextra dan sinistra disebut bifurcatio trachea f) Terdiri dari 16-20 cincin berbentuk lingkaran, berhubungan dengan laring melalui lig. Cricotrachealis. g) Diantara tulang rawan terdapat jar ikat lig. Intertrachealis (lig.annulare) 2) Bronchus Terdiri dari bronchus dextra dan sinistra, brouncus akan memberikan cabat cabang ke setiap lobus paru a) Bronchus dextra, terdiri dari 10 buah cabang segmen bronchiolus / broncho pulmonalis segmen (BPS) a.1 Lobus Superior, mempunyai 3 buah BPS : Segmen apikal, posterior, anterior a.2 Lobus Media, mempunyai 2 buah BPS : Segmen lateral dan medial a.3 Lobus Inferior, mempunyai 5 buah BPS : Segmen superior, media, lateral, anterior, dan posterior

b) Bronchus sinistra, terdiri dari 9 buah cabang BPS b.1 Lobus superior, mempunyai 4 buah segmen : Cabang atas (2 buah) apico posterior dan anterior. Cabang bawah (2 buah) Segmen superior dan inferior b.2 Lobus Inferior, mempunyai 5 buah segmen : Segmen superior, mediobasal, laterobasal, anterobasal, posterobasal. 3) Paru-paru

Paru - paru (pulmo) berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis, dan terdapat bebas di dalam cavitas pleuralisnya;hanya diletakkan pada mediastinum oleh radix pulmonis. Masing-masing paru mempunyai apex pulmonis yang tumpul,yang menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 2,5 cm di atasclavicula. Basis pulmonis yang konkaf merupakan tempat yangterdapat diaphragma. Facies costalis yang konveks disebabkanoleh dinding thorax yang konkaf. Facies mediastinaliis yang konkaf merupakan cetakan pericardium dan struktur mediastinum lainnya.Di sekitar pertengahan facies mediastinalis ini, terdapat hilum pulmonis, yaitu suatu cekungan tempat masuknya bronchus, pembuluh darah, dan saraf yang membentuk radix pulmonis masukdan keluar dari paru. Margo anterior paru tipis dan meliputi jantung. Pada margoanterior pulmo sinister, terdapat incisura cardiaca pulmonissinistri. Pinggir posterior lebih tebal dan terletak di samping columna vertebralis. Pulmo dexter sedikit lebih besar dari pulmo sinister dan dibagioleh fissura obliqua dan fissura horizontalis pulmonis dextri menjadi tiga lobus: lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Fissura obliqua berjalan dari pinggir inferior ke atas dan ke belakang menyilang permukaan medial dan costalis sampai memotong pinggir posterior sekitar 6,25 cm di bawah apex pulmonis. Fissura

horizontalis berjalan menyilang permukaan costalis setinggi cartilago costalis IV dan bertemu dengan fissura obliqua pada linea axillaris media. Lobus medius merupakan lobus kecil berbentuk segitiga yang dibatasi oleh fissura horizontalis dan fissura obliqua. Pulmo sinister dibagi oleh fissura obliqua dengan cara yangsama menjadi dua lobus, lobus superior dan lobus inferior. Pada pulmo sinister, tidak terdapat fissura horizontalis. Pendarahan Paru Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima darah dari arteriae bronchiales yang merupakan cabang aorta ascendens.Venae bronchiales (yang berhubungan dengan venae pulmonales) mengalirkan darahnya ke vena azygos dan vena hemiazygos.Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteriae pulmonales. Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveoli masuk ke cabang-cabang venae pulmonales yang mengikuti jaringan ikat septaintersegmentalis ke radix pulmonis. Dua venae pulmonales meninggalkan setiap radix pulmonis untuk bermuara ke dalam atrium sinistrum cor. Persarafan Paru Pada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis yang terdiri atas serabut eferen dan aferen saraf otonom. Plexus ini dibentuk dari cabang-cabang truncus symphaticus dan menerima serabut-serabut parasimpatis dari nervus vagus. Serabut-serabut eferen simpatis mengakibatkan bronchodilatasi dan vasokonstriksi. Serabut-serabut eferen parasimpatis mengakibatkan bronchokonstrinksi, vasodilatasi, dan peningkatan sekresi kelenjar.Impuls aferen yang berasal dari mucosa bronchus dan dari reseptor regang pada dinding alveoli berjalan ke susunan saraf pusat dalam saraf simpatis dan parasimpatis.

Snell. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran

1.2 Menjelaskan Anatomi Mikroskopis 1) Trachea

Dinding trakea mempunyai empat lapisan : Mukosa dalam, submukosa, muskularis yang tidak berbatas tegas dan lapis adventisia luar. Sel epitel trakea : Epitel berlapis torak bersilia yang mengandung 6 jenis sel atau lebih, yaitu : a. Sel Goblet Mensintesis dan mensekresi butiran butiran mukus. Melalui rangsangan yang cukup, sel goblet akan melepaskan butiran mukus dan beberapa deretan sitoplasma di apikal (sekresi apokrin) b. Sel Bersilia Mempunyai sejumlah silia menonjol ke dalam mukus dan bergerak ke arah laring. c. Sel pendek yang belum derdiferensiasi, namun sel-sel ini mampu membelah dan bisa berdiferensiasi menjadi sel jenis lainnya dalam epitel

d. Dua jenis brush sel : 1. Sel sikat yang mempunyai mikrovili yang sangat panjang dipersarafi oleh serat-serat saraf aferen kecil. 2. Sel sikat yang punya sepasang sentriol apikal dan mungkin sel pendek salam proses diferensiasi menjadi sel bersilia. e. Sel bergranula kecil yang terletak di basal dipenuhi dengan granula dalam sitoplasma. Granula ini bahan seperti katekolamin yang mengatur aktivitas sekresi sel-sel goblet dan kelenjar dan yang mempengaruhi aktivitas silia. Biasanya granula terletak di bagian basal sel dekat pembuluh darah mukosa, yang diduga membawa hasil sekresinya. Dinding trakea juga mengandung tulang rawan berbentuk huruf C. Bagian terbuka dari C menghadap ke posterior, ke arah esofagus, dan dijembatani oleh jaringan ikat dan berkas serat-serat otot polos. Perikondrium tulang rawan trakea menyatu dengan jaringan ikat yang dipenuhi lemak dari tunika adventisia, yang juga mengandung pembuluh darah, saraf dan pembulu getah bening. 2) Bronkus dan Bronkiolus A. Bronkus a. Bronkus mempunyai epitel bertingkat torak bersilia dengan sel goblet, makrofag, dan fibroblas. Tunika submukosa bronkus lebih tipis dari pada trakea. b. Tulang rawannya berbentuk tidak beraturan tapi tetap membentuk rangka untuk membantu mempertahankan lumen bronkus tetap terbuka. c. Keseluruhan dinding bronkus terdiri dari serat-serat otot polos dan lempeng tulang rawan yang tidak beraturan. B. Bronkiolus a. Bronkiolus besar (primer) mempunyai epitel selapis torak bersilia. Saluran udara ini juga mengandung sel-sel otot polos yang saling bersilang dan fibroblas tapi tidak ada tulang rawan. Terdapat sel clara yaitu sel torak tidak bersilia yang berbentuk kubah untuk mengekskresi surfaktan. b. Bronkiolus terminalis c. Bronkiolus respiratorius Mempunyai alveoli pada dindingnya, maka epitelnya terputus- putus. Kadang masih terlihat epitel bersilia tapi akan menghilang semakin ke ujung. Tidak terdapat sel goblet. d. Ductus alveolaris Cabang dari bronkus respiratorius, berupa saluran dengan dinding terdiri dari alveolus. e. Atria, saccus alveoli dan alveoli Ductus alveolaris bermuara ke atria, berupa ruang tidak beraturan yang berhubungan dengan alveolus dan saccus alveolaris. Dari tiap atria muncul 2 atau lebih saccus alveolaris. Dari saccus alveolaris terbuka pintu menuju ke setiap alveolus. Alveolus berupa kantong dilapisi epitel selapis gepeng yang sangat tipis Eroschenko,P,V. (2003) Atlas Histologi di Fiore

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pernafasan Mekanisme Pernafasan Paru dan dinding dada adalah struktur elastik. Pada keadaan normal, hanya ditemukan selapis tipis cairan di antara paru dan dinding dada. Paru dengan mudah dapat bergeser sepanjang dinding dada, tetapi sukar untuk dipisahkan dari dinding dada seperti halnya dua lempengan kaca yang direkatkan dengan air dapat digeser tetapi tidak dapat dipisahkan. Tekanan di dalam ruang antara paru dan dinding dada (tekanan intrapleura) bersifat subatmosferik. Apabila dinding dada dibuka, paru akan kolaps; dan apabila paru kehilangan elastisitasnya, dada akan mengembang menyerupai bentuk gentong (barrel shaped). Inspirasi merupakan proses aktif. Kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan volume intratorakal. Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari nilai normal sekitar 2,5 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi, menjadi 6 mmHg. Jaringan paru semakin teregang. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif, dan udara mengalir ke dalam paru. Pada akhir inspirasi, daya rekoil paru mulai menarik dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi, sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya rekoil jaringan paru dan dinding dada. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih positif, dan udara mengalir meninggalkan paru. Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume intratorakal. Namun, pada awal ekspirasi, masih terdapat kontraksi ringan otot inspirasi. Kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya rekoil paru dan memperlambat ekspirasi. Volume Paru Jumlah udara yang masuk ke dalam/keluar dari paru setiap inspirasi/ekspirasi dinamakan volume alun napas (tidal volume/TV). Jumlah udara yang masih dapat masuk ke dalam paru pada inspirasi maksimal, setelah inspirasi normal disebut volume cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume/IRV). Begitu juga sebaliknya, jumlah udara yang masih dapat dikeluarkan secara aktif dari dalam paru melalui kontraksi otot ekspirasi setelah ekspirasi biasa disebut volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume/ERV), dan udara yang masih tertinggal di dalam paru setelah ekspirasi maksimal disebut volume residu (residu volume/RV). Ruang di dalam saluran napas yang berisi udara yang tidak ikut serta dalam proses pertukaran gas dengan darah dalam kapiler paru disebut ruang rugi pernapasan. Surfaktan Tegangan permukaan yang rendah pada waktu alveolus kecil disebabkan oleh adanya surfaktan (suatu lipid yang merendahkan tegangan permukaan) di dalam cairan yang melapisi alveolus. Surfaktan merupakan campuran dipalmitoilfosfatidilkolin (DPPC), berbagai lipid lain, dan protein. Apabila tegangan permukaan tersebut tidak dipertahankan rendah saat alveolus mengecil selama ekspirasi, sesuai dengan hukum LaPlace, alveolus akan kolaps. Surfaktan juga berfungsi membantu mencegah terjadinya edema paru. Surfaktan dihasilkan oleh sel epitel alveolus tipe II. Badan Lamelar spesifik, yaitu organel yang mengandung gulungan fosfolipid dan terikat pada membran sel, dibentuk dalam sel-sel tersebut dan disekresikan ke dalam lumen alveolus secara eksositosis. Surfaktan mempunyai peranan penting pada kelahiran. Janin di dalam uterus melakukan gerakan pernapasan, namun jaringan parunya tetap kolaps sampai saat kelahiran. Setelah lahir, bayi melakukan beberapa kali gerakan inspirasi kuat dan parunya akan mengembang. Adanya surfaktan mencegah agar jaringan paru tidak kolaps kembali. Defisiensi surfaktan merupakan penyebab penting

terjadinya surfaktan gawat pernapasan bayi baru lahir (IRDS = infant respiratory distress syndrome; penyakit membran hyaline), suatu penyakit paru serius yang terjadi pada bayi yang lahir sebelum sistem surfaktannya berfungsi. Proses pematangan surfaktan dalam paru juga dipercepat oleh hormon glukokortikoid. Menjelang umur kehamilan cukup bulan, didapatkan peningkatan kadar kortisol fetal dan maternal, serta jaringan parunya kaya akan reseptor glukokortikoid. Inspirasi Tepatnya proses inspirasi adalah sebagai berikut; diafragma berkontraksi, bergerak ke arah bawah, dan mengembangkan rongga dada dari atas ke bawah. Otot-otot interkosta eksternal menarik iga ke atas dan ke luar, yang mengembangkan rongga dada ke arah samping kiri dan kanan serta ke depan dan ke belakang. Dengan mengembangnya rongga dada, pleura parietal ikut mengembang. Tekanan intrapleura menjadi makin negatif karena terbentuk isapan singkat antara membran pleura. Perlekatan yang diciptakan oleh cairan serosa, memungkinkan pleura viseral untuk mengembang juga, dan hal ini juga mengembangkan paru-paru. Dengan mengembangnya paru-paru, tekanan intrapulmonal turun di bawah tekanan atmosfir, dan udara memasuki hidung dan terus mengalir melalui saluran pernapasan sampai ke alveoli. Masuknya udara terus berlanjut sampai tekanan intrapulmonal sama dengan tekanan atmosfir; ini merupakan inhalasi normal. Tentu saja inhalasi dapat dilanjutkan lewat dari normal, yang disebut sebagai napas dalam. Pada napas dalam diperlukan kontraksi yang lebih kuat dari otot-otot pernapasan untuk lebih mengembangkan paru-paru, sehingga memungkinkan masuknya udara lebih banyak. Skema mekanisme inspirasi disajikan pada Gambar 1-8.

Ekspirasi Ekspirasi atau yang juga disebut ekshalasi dimulai ketika diafragma dan otot-otot interkosta rileks. Karena rongga dada menjadi lebih sempit, paru-paru terdesak, dan jaringan ikat elastiknya yang meregang selama inhalasi, mengerut dan juga mendesak alveoli. Dengan meningkatnya tekanan intrapulmonal di atas tekanan atmosfir, udara didorong ke luar paru-paru sampai kedua tekanan sama kembali. Perhatikan bahwa inhalasi merupakan proses yang aktif yang memerlukan kontraksi otot, tetapi ekshalasi yang normal adalah proses yang pasif, bergantung pada besarnya regangan pada elastisitas normal paru-paru yang sehat. Dengan kata lain, dalam kondisi yang normal kita harus mengeluarkan energi untuk inhalasi tetapi tidak untuk ekshalasi. Namun begitu kita juga dapat mengalami ekshalasi diluar batas normal, seperti ketika sedang berbicara, bernyanyi, atau meniup balon. Ekshalasi yang demikian adalah proses aktif yang membutuhkan kontraksi otot-otot lain. Gambar 1-9 meringkaskan tentang mekanisme ekspirasi.

Cara Kerja a. Ventilasi Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli. Proses ini terdiri dari inspirasi (masuknya udara ke paru-paru) dan ekspirasi (keluarnya udara dari paru-paru). Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat inspirasi tekanan intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari atmosfer akan terhisap ke dalam paru-paru.

Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan intrapulmonal menjadi lebih tinggi dari atmosfer sehingga udaraakan tertiup keluar dari paru-paru. Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume thorax akibat kerja dari otot-otot pernafasan dan diafragma. Pada saat inspirasi terjadi kontraksi dari otot-otot insiprasi (muskulus interkostalis eksternus dan diafragma)sehingga terjadi elevasi dari tulang-tulang kostae dan menyebabkan peningkatan volume cavum thorax (rongga dada), secara bersamaan paruparu juga akan ikut mengembang sehingga tekanan intra pulmonal menurun dan udara terhirup ke dalam paru-paru. Setelah inspirasi normal biasanya kita masih bisa menghirup udara dalam-dalam (menarik nafas dalam), hal ini dimungkinkan karena kerja dari otot-otot tambahan isnpirasi yaitu muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus skalenus. Ekspirasi merupakan proses yang pasif dimana setelah terjadi pengembangan cavum thorax akibat kerja otot-otot inspirasi maka setelah otot-otot tersebut relaksasi maka terjadilah ekspirasi. Tetapi setelah ekspirasi normal, kitapun masih bisa menghembuskan nafas dalam-dalam karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu muskulus interkostalis internus dan muskulus abdominis. Kerja dari otot-otot pernafasan disebabkan karena adanya perintah dari pusat pernafasan (medula oblongata) pada otak. Medula oblongata terdiri dari sekelompok neuron inspirasi dan ekspirasi. Eksitasi neuron-neuron inspirasi akan dilanjutkan dengan eksitasi pada neuron-neuron ekspirasi serta inhibisi terhadap neuron-neuron inspirasi sehingga terjadilah peristiwa inspirasi yang diikuti dengan peristiwa ekspirasi. Area inspirasi dan area ekspirasi ini terdapat pada daerah berirama medula (medulla rithmicity) yang menyebabkan irama pernafasan berjalan teratur dengan perbandingan 2 : 3 (inspirasi : ekspirasi). Ventilasi dipengaruhi oleh : 1. Kadar oksigen pada atmosfer 2. Kebersihan jalan nafas 3. Daya recoil & complience (kembang kempis) dari paru-paru 4. Pusat pernafasan Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh surfaktan. Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori alveoli pada bagian epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan alveolus yang disebabkan karena daya tarik menarik molekul air & mencegah kolaps alveoli dengan cara membentuk lapisan monomolekuler antara lapisan cairan dan udara. Energi yang diperlukan untuk ventilasi adalah 2 3% energi total yang dibentuk oleh tubuh. Kebutuhan energi ini akan meningkat saat olah raga berat, bisa mencapai 25 kali lipat. Saat terjadi ventilasi maka volume udara yang keluar masuk antara atmosfer dan paru-paru dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi dan diekspirasi dalam pernafasan normal. IRV (volume cadangan inspirasi) adalah volume udara yang masih bisa dihirup paru-paru setelah inspirasi normal. ERV (volume cadangan ekspirasi) adalah volume udara yang masih bisa diekshalasi setelah ekspirasi normal. RV (volume sisa) adalah volume udara yang masih tersisa dalam paru-paru setelah ekspirasi kuat

b. Difusi Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial. Difusi terjadi melalui membran respirasi yang merupakan dinding alveolus yang sangat tipis dengan ketebalan rata-rata 0,5 mikron. Di dalamnya terdapat jalinan kapiler yang sangat banyak dengan diameter 8 angstrom. Dalam paru2 terdapat sekitar 300 juta alveoli dan bila dibentangkan dindingnya maka luasnya mencapai 70 m2 pada orang dewasa normal. Saat difusi terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida secara simultan. Saat inspirasi maka oksigen akan masuk ke dalam kapiler paru dan saat ekspirasi karbondioksida akan dilepaskan kapiler paru ke alveoli untuk dibuang ke atmosfer. Proses pertukaran gas tersebut terjadi karena perbedaan tekanan parsial oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru. Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan tekanan sebesar 1 mmHg disebut dengan kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen dalam keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit. Saat aktivitas meningkat maka kapasitas difusi ini juga meningkat karena jumlah kapiler aktif meningkat disertai dDilatasi kapiler yang menyebabkan luas permukaan membran difusi meningkat. Kapasitas difusi karbondioksida saat istirahat adalah 400-450 ml/menit. Saat bekerja meningkat menjadi 1200-1500 ml/menit. Difusi dipengaruhi oleh : 1. Ketebalan membran respirasi 2. Koefisien difusi 3. Luas permukaan membran respirasi* 4. Perbedaan tekanan parsial c. Transportasi Setelah difusi maka selanjutnya terjadi proses transportasi oksigen ke sel-sel yang membutuhkan melalui darah dan pengangkutan karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke kapiler paru. Sekitar 97 - 98,5% Oksigen ditransportasikan dengan cara berikatan dengan Hb (HbO2/oksihaemoglobin,) sisanya larut dalam plasma. Sekitar 5- 7 % karbondioksida larut dalam plasma, 23 30% berikatan dengan Hb(HbCO2/karbaminahaemoglobin) dan 65 70% dalam bentuk HCO3 (ion bikarbonat). Saat istirahat, 5 ml oksigen ditransportasikan oleh 100 ml darah setiap menit. Jika curah jantung 5000 ml/menit maka jumlah oksigen yang diberikan ke jaringan sekitar 250 ml/menit. Saat olah raga berat dapat meningkat 15 20 kali lipat. Transportasi gas dipengaruhi oleh : 1. Cardiac Output 2. Jumlah eritrosit 3. Aktivitas 4. Hematokrit darah Setelah transportasi maka terjadilah difusi gas pada sel/jaringan. Difusi gas pada sel/jaringan terjadi karena tekanan parsial oksigen (PO2) intrasel selalu lebih rendah dari PO2 kapiler karena O2 dalam sel selalu digunakan oleh sel. Sebaliknya tekanan parsial karbondioksida (PCO2) intrasel selalu

lebih tinggi karena CO2 selalu diproduksi oleh sel sebagai sisa metabolisme. d. Regulasi Kebutuhan oksigen tubuh bersifat dinamis, berubah-ubah dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah aktivitas. Saat aktivitas meningkat maka kebutuhan oksigen akan meningkat sehingga kerja sistem respirasi juga meningkat. Mekanisme adaptasi sistem respirasi terhadap perubahan kebutuhan oksigen tubuh sangat penting untuk menjaga homeostastis dengan mekanisme sebagai berikut : Sistem respirasi diatur oleh pusat pernafasan pada otak yaitu medula oblongata. Pusat nafas terdiri dari daerah berirama medulla (medulla rithmicity) dan pons. Daerah berirama medula terdiri dari area inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan pons terdiri dari pneumotaxic area dan apneustic area. Pneumotaxic area menginhibisi sirkuit inspirasi dan meningkatkan irama respirasi. Sedangkan apneustic area mengeksitasi sirkuit inspirasi. Daerah berirama medula mempertahankan irama nafas I : E = 2 : 3. Stimulasi neuron inspirasi menyebabkan osilasi pada sirkuit inspirasi selama 2 dan inhibisi pada neuron ekspirasi kemudian terjadi kelelahan sehingga berhenti. Setelah inhibisi hilang kemudian sirkuit ekspirasi berosilasi selama 3 dan terjadi inhibisi pada sirkuit inspirasi. Setelah itu terjadi kelelahan dan berhenti dan terus menerus terjadi sehingga tercipta pernafasan yang ritmis Ethel, Sloane. Anatomi dan Fisiologi Pemula. EGC. Jakarta Ganong,William F.2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed 22, ab. Brahmn U.Pendit.Jakarta:EGC Guyton AC, Hall JE. 2007. Fisiologi kedokteran ed XI, ab. Irawati et al. Jakarta : EGC

3. Memahami dan Menjelaskan Mycobacterium Tuberculosis 3.1 Menjelaskan Morfologi Mycobacterium adalah bakteri berbentuk batang aerob yang tidak membentuk spora. Bakteri ini tidak dapat terwarnai dengan mudah, namun sekali terwarnai, bakteri ini dapat menhan warnanya walaupun sudah diberikan asam atau alcohol, itulah yang menyebabkan bakteri ini disebut sebagai basil tahan asam. Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberculosis dan merupakan patogen manusia yang sangat penting.Mycobacterium leprae menyebabkan lepra. Mycobacterium avium-intracellular (komplek M-Avium, atau MAC) dam mikobakterium atipikal lainnya yang sering menginfeksi penderita AIDS, adalah patogen oppurtunistik pada pasien yang imunokompromais lainnya, dan kadang kadang menyebabkan penyakit pada pasien dengan system imun normal. Terdapat lebih dari 50 spesies mycobacterium, termasuk banyak yang bersifat saprofit. Mikobakterum adalah aerob obligat dan mendapatkan energy dari oksidasi banyak komponen karbon sederhana. Peningkatan tekanan CO2 mendukung pertumbuhan. Aktivitas biokimia tidak khas, dan laju pertumbuhannya lebih lambat dari kebanyakan bakteri. Waktu replikasi basilus tuberculosis sekitar 18 jam. Bentuk saprofitik cenderung untuk tumbuh lebih cepat, untuk berproliferasi dengan baik pada suhu 22-23oC, untuk memproduksi pigmen, dan tidak terlalu bersifat tahan asam bila dibandingkan dengan bentuk patogennya. Kuman penyebab tuberkulosis ini berbentuk batang ramping atau sedikit bengkok dengan kedua ujungnya membulat. Koloninya yang kering dengan permukaan berbentuk bunga kol dan berwarna

kuning tumbuh secara lambat walaupun dalam kondisi optimal. Diketahui bahwa pH optimal pertumbuhannya adalah antara 6,8-8,0. Untuk memelihara virulensinya harus dipertahankan kondisi pertumbuhannya pada pH 6,8. Sedangkan untuk merangsang pertumbuhannya dibutuhkan karbondioksida dengan kadar 5-10%. Umumnya koloni baru nampak setelah kultur berumur 8 minggu. M.tuberculosis memproduksi katalase, tetapi ia akan berhenti memproduksi bila dipanaskan pada suhu 65C selama 20 menit dalam dapar fosfat. Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis INH, tidak memproduksi katalase. Uji biokimia yang sering digunakan untuk membedakan M.tuberculosis dengan spesies lain adalah uji niasin dan nitrat. Mycobacterium tuberculosis memberikan hasil uji niasin positif serta ia juga mereduksi nitrat. Marmot merupakan hewan yang peka terhadap M.tuberculosis, maka dari itu ia sering digunakan sebagai hewan percobaan. Bila marmot disuntik dengan kuman M.tuberculosis, maka 10 hari kemudian akan nampak pembengkakan ditempat suntikan diikuti pembengkakan kelenjar limfe serta penyebaran kuman ke seluruh tubuh.

3.2 Menjelaskan Klasifikasi Kingdom: Bacteria Filum: Actinobacteria Ordo: Actinomycetales Upaordo: Corynebacterineae Famili: Mycobacteriaceae Genus: Mycobacterium Spesies: M. tuberculosis

3.3 Menjelaskan Sifat Biokimia M. tb cenderung lebih resistan terhadap bahan-bahan kimia daripada bakteri lainnya karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhannya yang berkelompok. Bahan celup ( misalnya Malakit hijau) atau zat antibakteri (misalnya penisilin) yang bersifat bakteriostatik terhadap bakteri lain dapat dimasukkan ke medium tanpa mengganggu pertumbuhan M.tb. M.tb juga tahan pengeringan dan dapat hidup di waktu yang lama dalam sputum yang dikeringkan. Struktur dinding sel Dinding sel mycobacterium dapat menginduksi hipersensitifitas lambat dan beberapa resistensi terhadap infeksi seta dapat menggantikan seluruh sel mikobakterium hanya membangkitkan reaksi hipersensitivitas lambat pada binatang yang sebelumnya disensitisasi. a. Lipid Mikobakterium kaya akan lipid, yang yang terdiri dari asam mikolat (asam lemak rantai panjang C78-C90), lilin, dan fofat. Di dalam sel lipid banyak yang terikat dengan protein dan polisakarida. Muramil peptide (peptidoglikan) yang mebuat kompleks dengan asam mikolat dapat menyebabkan pembentukan granuloma; fosfolipid penginduksi nekrosis kaseosa. Lipid pada beberapa hal bertanggung jawab pada sifat asamnya. Penghilangan lipid dengan menggunakan asam yang panas menghancurkan sifat tahan asam pada bakteri ini, yang tergantung dari integritas dinding sel dan adanya lipid-lipid tertentu. Sifat tahan asam juga dapat dihilangkan setelah sinokasi sel mikobakterium. Analisis lipid oleh kromatografi gas menunjukkan pola yang dapat membantu klasifikasi spesies yang berbeda.

Strain virulen basil tuberkel membentuk serpentine cords mikroskopik; pada bentuk ini basil tahan asam tersusun dalam untai parallel. Pembentukan cord berkaitan dengan virulensi. Sebuah factor cord (trehalosa -6,6- dimikolat) telah diekstraksi dari basil virulen dengan petroleum eter. Factor ini menghambat migrasi leukosit, menyebabkan granuloma kronis, dan dapat berfungsi sebagai adjuvant imunologik b. Protein Setiap tipe mikobakterium mengandung beberapa protein yang membangkitkan reaksi tuberculin. Protein berikatan dengan wax fraction can , setelah injeksi, akan menginduksi sensitivitas tuberculin. Protein ini juga dapat merangsang pembentukan antibodi. c. Polisakarida Mikobakterium mengandung berbagai polisakarida. Peran polisakarida dalam pathogenesis penyakit manusia tidak jelas. Polisakarida tersebut dapat menginduksi hipersensitifitas tipe cepat dan dapat berperan sebagai antigen dalam reaksi dengan serum pasien yang terinfeksi.

3.4 Menjelaskan Identifikasi Karakteristik Pada jaringan, basil tuberculosis adalah bakteri batang tipis lurus berukuran sekitar 0,4x3 m. pada medium atifisial, bentuk kokoid dan filament terlihat dengan bentuk morfologi yang bervariasi dari satu spesies ke spesies yang lainnya. Mikobakterium tidak dapat diklasifikasikan menjadi gram ppositif atau gram negative. Basil tuberculosis sejati ditandai dengan tahan asam yaotu 95% etil alcohol mengandung 3% asam hidroklorat (asam-alkohol) dengan cepat menghilangkan warna semua bakteri kecuali mikobakterium. Sifat tahan sam ini tergantung pada integritas selubung yang terbuat dari lilin. Tekhnik pewarnaan Ziehl-neelsen digunakan untuk identifikasi bakteri tahan asam. Pada sediaan apus seputum atau potongan jaringan, mikobakterium dapat ditunjukkan dengan fluorosensi kuning-orange setelah pewarnaan dengan fluorokom (misalnya : auramin, rodamin). Cara pengambilan sample : Karena basil tuberkel dapat mengenai setiap system orgammanifestasinya bervariasi. Fatigue, lemas, penurunan berat badan dan demam mungkin merupakan tanda penyakit tuberculosis. Keterlibatan pulmonal yang mengakibatkan batuk kronis dan sputum berbecak darah biasanya terjadi akibat lesi yang sudah lanjut. Meningitis atau keterlibatan traktus urinarius dapat muncul, pada saat tanda-tanda lain tuberculosis tidak dijumpai. Penyebaran melalui aliran darah menyebabkan tuberculosis militer dengan lesi pada banyak organ dan laju mortalitas yang tinggi. Uji laboratorium Diagnostik Uji tuberculin yang positif bukan merupakan bukti adanya penyakit yang aktif akibat basil tuberkel. Isolasi basi tuberkel dapat dijadikan sebagai bukti. a. Specimen Specimen terdiri dari sputum segar, hasil bilas lambung, urine, cairan pleura, cairan serebrospinal, cairan sendi, material biopsy, darah atau material lainnya yang dicurigai. b. Dekontaminasi dan konsentrasi specimen Specimen dari sputum dan tempat nonsteril lainnya harus dicairkan dengan N-asetil-L-sistein, didekontaminasai dengan NaOH (membunuh banyak bakteri dengan fungsi lainnya), dinetralisir dengan buffer, dan dikonsentrasi dengan sentrifugasi. Specimen yang diproses dengan cara ini dapat digunakan untuk pewarnaan tahan asam dan untuk biakan. Specimen dari tempat yang steril, seperti cairan

serebrospinal, tidak memerlukan prosedur dekontaminasi tetapi dapat langsung disentrifugasi, diperiksa, dan dibiakkan. c. Sediaan apus Sputum,cairan eksudasi, atau material lain diperiksa untuk basil tahan-asam dengan pewarnaan zielh_neelsen. Pewarnaan cairan hasil bilas lambung dan urine secara umum tidak direkomendasikan, karena mungkin terdapat mikobakterium saprotifik dan menunjukkan pewarnaan yang positif. Mikroskopi fluorosens dengan pewarnaan yang positif. Mikroskopi fluorosens dengan pewarnaan auramin-rodamin lebih snsitif daripada pewarnaan tahan asama. Jika organisme tahan-asam ditemukan oada specimen yang sesuai, hal ini merupakan bukti presumtif adanya infeksi mikobakterium. d. Biakan, identifikasidan uji sensitifitas e. Deteksi DNA, serologi, dan deteksi antigen Reaksi untai polymerase memberikan janji yang benar untuk deteksi cepat dan langsung M tuberculosis pada specimen klinis. Sensitivitasnya secara keseluruhan adalah 55-90% dengan spesifisitas sebesar 99%. Uji ini mempunyai sensitifitas paling tinggi ketika dipakai pada specimen yang positif pada sediaan apus untuk basil tahan asam; uji PCR disetujui untuk penggunaan ini pada specimen sputum yang bersifat positif pada pewarnaaan tahan-asam. Imunoassay enzim telah digunakan untuk mendeteksi antigen mikobakteriumn tetapi sensitifitas dan spesifisitasnya lebih rendah daripada metode lainnya. Masalahg yang sama timbul pada aplikasi EIA untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen M tuberculosis. Tidak satupun metode-metode ini yang adekuat untuk penggunaan diagnostic rutin. Brooks, Geo F, Janet S. Butel, Stephen A Morse. 2008. Jawetz, Melnick,& Adelberg Mikrobiologi Kedokteran ed.23, ab. Huriawati Hartanto, dll. Jakarta: EGC

4. Memahami dan Menjelaskan Tuberkulosa Paru 4.1 Menjelaskan Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini biasanya mengenai paru, tetapi mungkin menyerang semua organ atau jaringan ditubuh. Biasanya bagian tengah granuloma tuberkular mengalami nekrosis perkijuan.

4.2 Menjelaskan Etiologi Mikobakteri adalah organisme berbentuk batang langsing tahan asam (yaitu mengandung banyak lemak kompleks dan mudah mengikat pewarnaan Ziehl-Neelsen(karbol fuksin)dan kemudian sulit untuk didekolorisasi). M. Tuberculosis hominis merupakan penyebab sebagian besar kasus tuberkulosis, reservoar infeksi biasanya ditemukan pada manusia dengan penyakit paru aktif. Penularan biasanya langsung melalui inhalasi organisme di udara atau pajanan ke sekresi pasien yang tercemar. Tuberkulosis orofaring dan usus yang berjangkit melalui usus yang tercemar oleh M.bovis kini jarang ditemukan tapi masih ada di negara yang memiliki sapi perah yg mengidap tuberkulosis dan susu tidak sipasteurisasi. Baik spesies M.hominis dan M.bovis adalah aerob obligat yang pertumbuhanya lambat terhambat oleh pH kurang dari 6,5 dan oleh asam lemak rantai panjang. M.avium-intracellulare kuarang

vieulen dibanding M.tuberculosis namun pada pasie dengan AIDS, strain ini sering ditemukan mengenai 10% hingga 30% pasien.

4.3 Menjelaskan Epidemiologi Tuberkulosis tumbuh subur apabila terdapat kemiskinan, kepadatan penduduk dan penyakit kronis yang menyebabkan debilitas. Demikian juga, orang berusia lanjut, dengan daya tahan melemah rentan terjangkit. Keadaan sakit tertentu juga meningkatkan resiko : diabetes melitus, penyakit Hodgkin, penyaki paru kronis (terutama silikosis), gagal ginjal kronis, malnutrisi, alkoholisme dan imunosupresi. Sebagian besar infeksi berjangkit karena penularan langsung orang ke orang melalui droplet organisme di udara dari kasus aktif ke penjamu yang rentan. Pada sebagian besar orang, terbentuk fokus infeksi paru asimtomatik yang swasirna, meskipun (tetapi jarang) tuberkulosis primer menyebabkan demam dan efusi pleura. Secara umum satu satunya bukti infeksi jika terjadi adalah nodus fibrokalsifik. Organisme mungkin dorman difokus tersebut selama berpuluh tahun dan mungkin seumur hidup. Orang tersebut tidak bisa menularkan organisme ke orang lain, kecuali jika pertahanan tubuh menurun infeksi dapat mengalami reaktivasi dan menyebabkan penyakit menular. Sumber dan cara penularan Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman keudara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifanhasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkanseseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara danlamaya menghirup udara tersebut. Prinsip dasar program P2M a) Pelaksana program adalah Kelompok Puskesmas Pelaksana yang terdiri dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) dan Puskesmas Satelit (PS). Diagnosis hanya dilakukan di PRM, PS hanya membuat slide serta memfiksasi saja. b) Pencarian penderita dilakukan secara pasif di sarana kesehatan. Diagnosis BTA secara mikroskopis bila ditemukan kuman dengan 3 kali pemeriksaan dahak yang berbeda (dahak sewaktu, pagi dan sewaktu) dan paling sedikit 2 kali positif disebut kasus BTA(+). c) Kasus BTA() bila 3 kali pemeriksaan dahak hasilnya semua Negative tapi pada pemeriksaan Rntgen terdapat tanda TB aktif di parunya. d) Pengecatan dengan Ziehl Neelsen dan pemeriksaan kuman dengan mikroskop binokuler. e) Tipe kasus dibedakan kasus banu, kasus kambuh/gagal, kasus BTA() tapiRontgen f) Follow up pengobatan dilakukan secara ketat pada akhir fase intensif dan dua bulan sebelum akhir pengobatan dan akhir pengobatan, setiap follow up pemeriksaan dahak dilakukan dua kali (dahak sewaktu dari pagi).

g) Supervisi pelaksanaan program dilakukan oleh petugas tingkat II secara ketat (3 bulan sekali). Pengawasan langsung keteraturan berobat (DOTS : Directly ObservedTreatment Short- Course) oleh petugas kesehatan atau keluarganya. PENGAWASAN MINUM OBAT Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO. a. Persyaratan PMO Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien. Bersedia membantu pasien dengan sukarela. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien b. Siapa yang bisa jadi PMO Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga. c. Tugas seorang PMO Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan. Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan. d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan keluarganya: TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan) Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke UPK.

4.4 Menjelaskan Klasifikasi Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu definisi kasus yang meliputi empat hal , yaitu: 1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru; 2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA negatif; 3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat. 4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah 1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai 2. Registrasi kasus secara benar 3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif 4. Analisis kohort hasil pengobatan

Beberapa istilah dalam definisi kasus: 1. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis oleh dokter. 2. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurangkurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan untuk: 1. menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah timbulnya resistensi, 2. menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective) 3. mengurangi efek samping. a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

1) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. 2) Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru: 1) Tuberkulosis paru BTA positif. a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis. c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 2) Tuberkulosis paru BTA negatif Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi: a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis. c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan. c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit. 1) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses far advanced), dan atau keadaan umum pasien buruk. 2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu: a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin. Catatan: Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru. Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat. d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu: 1) Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). 2) Kasus kambuh (Relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). 3) Kasus setelah putus berobat (Default ) Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. 4) Kasus setelah gagal (Failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. 5) Kasus Pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya. 6) Kasus lain: Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan. Catatan: TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik.

4.5 Menjelaskan Patofisiologi Patofisiologi Pada tuberculosis, basil tuberculosis menyebabkan suatu reaksi jaringan yanga n e h d i d a l a m p a r u p a r u m e l i p u t i : p e n y e r b u a n d a e r a h t e r i n f e k s i o l e h m a k r o f a g , pembentuk an dinding di sekitar lesi oleh jaringan fibrosa untuk membentuk apa yangdisebut dengan tuberkel. Banyaknya area fibrosis menyebabkan meningkatnya usaha otot p e r n a f a s a n u n t u k v e n t i l a s i p a r u d a n o l e h k a r e n a i t u m e n u r u n k a n k a p a s i t a s v i t a l , berkurangnya luas total permukaan membrane respirasi yang menyebabkan penurunankapasitas difusi paru secara progresif, dan rasio ventilasi-perfusi yang abnormal di dalam paru-paru dapat mengurangi oksigenasi darah.

Patogenesis Patogenesis tuberkulosis pada individu imunokompeten yang belum pernah terpajan berpusat pada pembentukan imunitas selular yang menimbulka resistensi terhadap organisme dan menyebabkan terjadinya hipersensitivitas jaringan terhadap antigen tubekular. Gambaran patologik, seperti garnuloma pekijuan dan kavitasi. Setelah strain virulen mikrobakteri masuk kedalam endosom makrofag, organisme mampu menghambat respon mikrobsida dengan memanipulasi pH endosom dan menghentikan pematangan endosom, hasil akhirnya adalah gangguan pembentukan fagolisosom efektif sehingga mikrobakteri berproliferasi tanpa terhambat , dengan dibantu oleh NRAMP1 (natural resistant associated macrophage protein 1). Fase terdini pada orang yang belum terkena sensitasi ditandai dengan proliferasi basil tanpa hambatan didalam makrofag alveolus dan rongga udara, sehingga terjadi bakteremia dan penyemaian di banyak tempat (sebagian besar pada tahap ini asimtomatik atau gejala mirip flu) Timbulnya imunitas selular terjadi sekitar 3 minggu setelah pajanan. Antigen mikrobakterium yang telah diproses mencapai kelenjar getah bening regional dan disajikan dalam konteks histokompatibilitas mayor kelas II oleh makrofag sel th CD4+ . dibawah pengaruh IL12 sel Th mengalami pematangan menjadi sel T CD4+ yang mampu mengeluarka IFN alfa untuk mengaktifkan makrofag. Selain itu sel T CD 4+ juga mempermudah terbentuknya sel T sitotoksik CD8+ yang dapat mematikan makrofag yang terinfeksi oleh tuberkulosis. Makrofak yang aktif mengeluarkan TNF (merekrut monosit yang akhirnya mengalami pengaktifan dan diferensiasi menjadi histiosit sel epiteloid yang menandai respon granulomatosa) dan INF gamma bersama TNF mengaktifkan gen iNOS menyebabkan meningkatnya kadar nitrat oksida di tempat infeksi dan menimbulkan kerusakan oksidatif.

4.6 Menjelaskan Manifestasi Klinis Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat) a. Gejala respiratorik 1. batuk > 2 minggu 2. batuk darah 3. sesak napas 4. nyeri dada

Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. b. Gejala sistemik 1. Demam 2. Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun c. Gejala tuberkulosis ekstraparu Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

4.7 Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan Fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan dahak mikroskopis Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi Sewaktu (SPS), S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. 2. Pemeriksaan Biakan Peran biakan dan identifikasi M.tuberkulosis pada penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi: 1. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis 2. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak. 3. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda.

3. Pemeriksaan Tes Resistensi Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang mampu melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes resistensi sesuai standar internasional, dan telah mendapatkan pemantapan mutu (Quality Assurance) oleh laboratorium supranasional TB. Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan tersebut memberikan simpulan yang benar sehinggga kemungkinan kesalahan dalam pengobatan MDR dapat di cegah 4. Indikasi pemeriksaan foto toraks Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut: Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif. (lihat bagan alur) Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. (lihat bagan alur) Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma). Diagnosis Banding 1. Pneumonia 2. Abses paru 3. Kanker paru 4. Bronkiektasis 5. Pneumonia aspirasi

4.8 Menjelaskan Penatalaksanaan Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 510 mg/kgbb/hari. 1. Pencegahan (profilaksis) primer Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+). INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada. 2. Pencegahan (profilaksis) sekunder Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC. Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan. Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini. Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.

Dosis obat antituberkulosis (OAT) Obat Dosis harian (mg/kgbb/hari) 5-15 (maks 300 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-40 (maks. 2 g) 15-25 (maks. 2,5 g) 15-40 (maks. 1 g) Dosis 2x/minggu (mg/kgbb/hari) 15-40 (maks. 900 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 50-70 (maks. 4 g) 50 (maks. 2,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g) Dosis 3x/minggu (mg/kgbb/hari) 15-40 (maks. 900 mg) 15-20 (maks. 600 mg) 15-30 (maks. 3 g) 15-25 (maks. 2,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)

INH Rifampisin Pirazinamid Etambutol Streptomisin

Sejak 1995, program Pemberantasan Penyakit TBC di Indonesia mengalami perubahan manajemen operasional, disesuaikan dengan strategi global yanng direkomendasikan oleh WHO. Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjutiIndonesia WHO joint Evaluation dan National Tuberkulosis Program in Indonesiapada April 1994. Dalam program ini, prioritas ditujukan pada peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat yang rasional untuk memutuskan rantai penularan serta mencegah meluasnya resistensi kuman TBC di masyarakat. Program ini dilakukan dengan cara mengawasi pasien dalam menelan obat setiap hari,terutama pada fase awal pengobatan. Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk dapat mengakses pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari. Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan cepat, karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan indikator program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi dan pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka banyak pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan, dan mungkin menimbulkan kekebalan obat. Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT akan menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR(Multi-drugs Resistant). Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan TBC yaitu obat fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).

Pengobatan TBC pada orang dewasa

Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada:
o o

Penderita baru TBC paru BTA positif. Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat. Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3

Diberikan kepada:
o o o

Penderita kambuh. Penderita gagal terapi. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3

Diberikan kepada:
o

Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Pengobatan TBC pada anak Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu: 1. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH). 2. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH). Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb. Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus: TB tidak berat INH Rifampisin 5 mg/kgbb/hari 10 mg/kgbb/hari

TB berat (milier dan meningitis TBC)

INH Rifampisin Dosis prednison

10 mg/kgbb/hari 15 mg/kgbb/hari 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)

Isonoazid (INH) Farmakokinetika Absorbsi: oral & parenteral mudah, kadar max 1-2 jam setelah P.O Metab: asetilasi di hepar kecepatannya ditentukan oleh genetik Asetilator cepat eskimo, jepang T 70 menit, kadar obat 30-50% asetilator lambat Asetilator lambat: skandinavia, yahudi, kaukasia, afrika utara T 2-5 jam, masa paruh memanjang pd insuff hati Kecepatan asetilasi tdk mempengaruhi aktivitas / toksisitas INH bila diberikan setiap hari kec asetilator cepat bila mendapat obat seminggu sx penyembuhan kurang baik Efek Samping Reaksi hipersensitivitas : Demam, morbiliform, makulopapular, urtikaria Reaksi hematologik: agranulositopenia, anemia Neuritis perifer : Byk terjadi pd dosis 5mg/kgbb/hr. Neuropatologis: vesikel sinap hilang, mitokondria bengkak & pecahnya akson terminal spt defisiensi piridoksin . INH ekskresi piridoksin meningkat Terapi ajuvan: piridoksin 10mg/hari Dapat mencetus kejang pd pasien riwayat kejang Neurotoksik lain: vertigo, ataksia, parestesia, stupor, eforia, daya ingat berkurang sementara Metabolit INH asetilhidrazin dpt sebabkan kerusakan hati, terutama pd pasien gangguan fungsi hati Jarang pd pasien < 35 tahun Peningkatan enzim SGOT-SGPT s/d 4 x nilai normal asimptomatik, obat tidak perlu dihentikan Pasien risiko tinggi (peminum alkohol, insuff hati) cek SGOT-SGPt sebulan sx bila meningkat >5x nilai normal, INH distop Terjadi 4-8 minggu pengobatan dimulai

Rifampizin Farmakokinetik Kadar max 2-4 jam setelah P.O Absorbsi dihambat oleh makanan & asam paraamino salisilat (selang waktu 8-12jam) Metabolisme: termasuk drug inducer eliminasi meningkat pd pemberian berulang T eliminasi 1,5 -5 jam o Memanjang pd kelainan fungsi hati

o Memendek pd pemberian berulang 40% dlm 14 hari o Memendek pd asetilator cepat bila diberikan bersama INH Obat berdifusi baik ke berbagai jaringan termasuk ke cairan otak Luas distribusi warna oranye / merah pd urin, tinja, sputum, air mata, saliva, keringat Pasien harus diberitahu Ekskresi melalui urin 30% setengahnya merupakan rifampisin utuh pasien gangguan ginjal tdk perlu penyesuian dosis

Efek samping Jarang ES yg tidak diinginkan Sering: ruam kulit, demam, mual & muntah Hepatitis jarang terjd pd pasien dg fungsi hepar normal Lansia, gangguan fs hepar, alkoholisme insiden ikterus bertambah Keluhan SSP: lelah, mengantuk, sakit kepala, ataxia, bingung, melemahnya otot Hindari pd kehamilan dpt melewati sawar plasenta

Interaksi obat Krn mrpkan drug inducer meningkatkan metabolisme obat lain: hipoglikemik oral, kirtikosteroid, kontrasepsi oral efektifitasnya berkurang bila diberikan bersama rifampisin Mengganggu metabolisme vitamin D Ekskresi rifampisin dihambat oleh disulfiram & probenesid Obat yg sangat efektif utk pengobatan TB bersama INH

Etambutol Mek kerja: hambat sintesis metabolit sel Metabolisme terhambat sel mati Absorbsi: 70-80% stlh P.O, kadar max 2-4 jam, T eliminasi 3-4 jam Kadar pd eritrosit 1-2x > kadar plasma depot etambutol release sedikit demi sedikit Dlm 24 jam 50% diekskresikan dlm bentuk asal melalui urin Tidak dpt menembus sawar darah otak, namun pd meningitis TB dpt ditemukan etambutol pd kadar terapi di CSS Jarang menimbulkan ES pd dosis 15mg/kgBB/hr <2%; penurunan ketajaman penglihatan, ruam kulit, demam. ES lain: pruritus, nyeri sendi, gangguan GIT, malaise, sakit kepala, pening, bingung, disorientasi, kaku & kesemutan pd jari ES penting: gangguan penglihatan (neuritis retrobulbar), bilateral: turunnya tajam penglihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna, lapangan pandang menyempit, skotoma sentral / lateral Intensitas meningkat ~ dosis & lama terapi reversibel Pasien diingatkan utk lapor bila tjd gangguan pd mata Pasien dg keluhan mata sebelumnya periksa cermat sebelum mdpt etambutol Etambutol menyebabkan peningkatan asam urat pd 50% pasien Penurunan ekskresi asam urat Manfaat pd terapi TB: mencegah resistensi thdp OAT yg lain Pd pasien gangguan fs ginjal dosis perlu disesuaikan krn etambutol terakumulasi dlm tubuh

Pirazinamid Enz pirazinamidase as pirazinoat aktif sbg tuberkulostatik In vitro: menghambat pertumbuhan kuman M.tb dlm monosit bakterisid kuat utk mikobakteria dlm makrofag Mudah diabsobsri & distribusi luas, ekskresi via filtrasi glomerulus, T eliminasi 10-16jam, metabolit utama as hidropirazinoat ES: serius: bila diberikan 3g/hari 15% pasien: kelainan hati peningkatan SGOT-SGPT Pemantauan fs hati secara berkala ES: hambat ekskresi as urat pirai, atralgia, anoreksia, mual & muntah, disuria, malaise & demam

Streptomisin Bukan obat ideal sebagai obat tunggal pd terapi TB Sifat bekteriostatik & bakteriosid thdp kuman TB Resistensi meningkat ~ lama pemakaian, setelah 4 bulan 80% kuman mjd tdk sensitif lg Hampir semua streptomisin berada dlm plasma stlh penyuntikan, hanya sedikit masuk dlm eritrosit Diekskresi mll filtrasi glomerulus, 12 jam sejumlah besar obat diekskresi T 2-3 jam, memanjang pd gangguan fs ginjal ES: sakit kepala, malaise, parestesi di wajah sekitar mulut, kesemutan di tangan Reaksi hipersensitivitas pd minggu2 pertam Neurotoksin pd saraf kranial VIII ototoksik dosis besar & lama, bbrp pasien pd dosis total 10-12 gram sdh mengalami gangguan tsb Pemeriksaan audimetrik basal scr berkala Ototoksik & nefrotoksik sering pd pasien >65 th ES lain: rx anafilaktif, agranulositosis, anemia aplastik, demam obat Tdk dianjurkan diberikan pd ibu hamil trimester I Dosis total tidak boleh lebih dr 20g dlm 5 bln terakhir kehamilan utk mencegah ketulian pd janin

4.9 Menjelaskan Komplikasi Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut : 1) Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas. 2) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial. 3) Bronkiectasis dan Fibrosis pada paru. 4) Pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru. 5) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya. 6) Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency). Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit. Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simptomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik.

Komplikasi terbagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut: 1) Komplikasi dini :pleuriti, efusi pleura, emfiema, laryngitis, usus, Poncets arthropathy 2) Komplikasi lanjut : obstruksi jalan nafas SOFT (Sindrom Pasca Tuberkulosis), kerusakan perenkim berat SOPT/ fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis karsinoma paru sindrom gagal nafas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB (Aru W. Sudoyo, dkk, 2006)

4.10 Menjelaskan Prognosis Bila tidak menerima pengobatan spesifik o o o o 25 % akan meninggal dalam 18 bulan 50 % akan meninggal dalam 5 tahun 8-12,5% akan menjadi chronis execetors akan mengeluarkan basil TB dalam sputumnya. Mereka ini adalah sumber penularan. Sisanya akan mengalami penyembuhan spontan dengan bekas berupa fibrotik dan perkapuran, dapat pula kesembuhan dengan resolusi sempuran tanpa meninggalkan bekas.

Bila diberikan pengobatan spesifik Pengobatan spesifik hanya bekerja membunuh basil TB saja. Namun kelainan paru yang sudah ada pada saat pengobatan spesifik dimulai (kavitas,fibrotik,dll) tak akan hilang.

Bila pengobatan spesifik tak memenuhi syarat Dapat berkenaan dengan dosis, ritme maupun lamanya pengobatan. Basil TB yang tadinya sensitif akan menjadi resisten.penderita akan lebih sukar disembuhkan dan akan dapat menularkan basil basil resiten pada sekelilingnya.

4.11 Menjelaskan Pencegahan 1. Pencegahan Primer Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah timbulnya penyakitpada populasi yang sehat. Pengendalian melalui perundang-undangan (legislative control) : o Undang-Undang No. 14 tahun 1969 Tentang ketentuan-ketentuan pokok tenaga kerja. o Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja o Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan o Peraturan Menteri Kesehatan tentang hygiene dan saniasi lingkungan Pengendalian melalui administrasi/organisasi (administrative control): o Pesyaratan penerimaan tenaga kerja o Pencatatan pelaporan o Monitoring dan evaluasi o Pengendalian secara teknis (engineering control), antara lain : o Sistem ventilasi yang baik

Pengendalian lingkungan keja Pengendalian melalui jalur kesehatan (medical control), antara lain : Pendidikan kesehatan : kebersihan perorangan, gizi kerja, kebersihan lingkungan, caraminum obat dll. Pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus (anamnesis, pemeriksaan fisik,pemeriksaan laboratorium rutin, tuberculin test) Peningkatan gizi pekerja Penelitian kesehatan 2. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya untuk menemukan penyakit TBC sedini mungkinmencegah meluasnya penyakit, mengurangi bertambah beratnya penyakit, diantaranya: Pengawasan dan penyuluhan untuk mendorong pasien TBC bertahan pada pengobatanyang diberikan (tingkat kepatuhan) dilaksanakan oleh seorang Pengawas Obat atau juru TBC Pengamatan langsung mengenai perawatan pasien TBC di tempat kerjaCase-finding secara aktif, mencakup identifikasi TBC pada orang yang dicurigai danrujukan pemeriksaan dahak dengan mikroskopis secara berkala. Membuat Peta TBC, sehingga ada gambaran lokasi tempat kerja yang perluprioritas penanggulangan TBC bagi pekerja Pengelolaan logistic

Gunawan SG, Setiabudi R, Nafraldi. 2008. Farmakologi dan Terapi ed. 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Price , Selvia A, Lorraine M. Wilson . 2006. Patofisiologi vol 1, ed VI, ab. Brahmn U.Pendit et al. Jakarta:EGC Sudoyo W, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta : FKUI

5. Memahami dan Menjelaskan Etika Batuk Dalam Islam Batuk bukanlah suatu penyakit. Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh di saluran pernapasan dan merupakan gejala suatu penyakit atau reaksi tubuh terhadap iritasi di tenggorokan karena adanya lendir, makanan, debu, asap dan sebagainya. Batuk terjadi karena rangsangan tertentu, misalnya debu di reseptor batuk (hidung, saluran pernapasan, bahkan telinga). Kemudian reseptor akan mengalirkan lewat syaraf ke pusat batuk yang berada di otak. Di sini akan memberi sinyal kepada otot-otot tubuh untuk mengeluarkan benda asing tadi, hingga terjadilah batuk. Etika batuk : Tutup hidung dan mulut dengan tisu,saputangan atau kain. Jika tidak ada jangan tutup menggunakan tangan melainkan gunakan lengan dalam baju. Segera buang tisu yang sudah dipakai kedalam tempat sampah Cuci tangan dengan menggunakan sabun atau pencuci tangan berbasis alkohol Gunakan masker jika sedang sakit atau ada yang sakit disekitar kita Tidak sembarangan membuang dahak ataupun ludah setelah batuk

You might also like