You are on page 1of 10

Merokok, Menstruasi Dini dan Paritas Yang Rendah sebagai Faktor Resiko

Independen untuk Kanker Ginekologi pada Orang Jepang : Sebuah Kasus Studi
Kontrol.
MEGUMI FUJITA,1,2 TORU TASE,3 YOICHIRO KAKUGAWA,4
SHIGEKO HOSHI,5 YOSHIKAZU NISHINO,6 SATORU NAGASE,1
KIYOSHI ITO,1 HITOSHI NIIKURA,1 NOBUO YAEGASHI1 dan
YUKO MINAMI7

Divisi Ginekologi, Departemen Kesehatan Reproduksi dan


Perkembangan, Lulusan Kedokteran Universitas Tohoku, Sendai,
Jepang.
2

Departemen keperawatan, Fakultas Ilmu kedokteran, Universitas Tohoku


Fukushi, Sendai, Jepang
3

Divisi of Ginekologi, Rumah Sakit Pusat Kanker Miyagi, Natori, Jepang

Divisi Bedah, Rumah Sakit Pusat Kanker Miyagi, Natori, Jepang

Divisi Keperawatan , Rumah Sakit Pusat Kanker Miyagi, Natori, Jepang

Divisi Epidemologi, Institut Penelitian Pusat Kanker Miyagi, Jepang

Divisi Kesehatan Masyarakat, Universitas Ilmu Kesehatan Tohoku, Sendai, Jepang

Selama beberapa dekade terakhir ini, kejadian kanker ginekologi, seperti kanker leher
rahim,endometrium,indung telur, telah meningkat di Jepang. Namun, faktor resiko kanker
ginekologi belum jelas secara keseluruhan. Untuk menyelidiki faktor resiko umum dan
spesifik di antara kanker-kanker ginekologi, kami melakukan studi kasus kontrol berdasarkan
rumah sakit. Kasus-kasus tersebut antara lain, 151 kasus kanker leher rahim, 103 kasus
kanker endometrium dan 141 kasus kanker dan kontrol (n=2016) dipilih dari pasien wanita
yang berumur 30 atau lebih, yang terdaftar disebuah rumah sakit di Prefektur Miyagi dari
tahun 1997-2003. Informasi tentang faktor reproduksi, penggunaan hormon exogenous, dan
gaya hidup termasuk merokok dikumpulkan menggunakan sebuah kuesioner yang diisi
sendiri. Merokok secara signifikan berkaitan dengan meningkatnya resiko kanker leher
rahim. Hubungan respon dosis dengan jumlah rokok per hari juga diteliti (p untuk
kecenderungan= 0,004). Usia yang lebih menstruasi yang lebih tua dikaitkan dengan
menurunnya resiko dari kanker endometrium dan kanker indung telur. Untuk kanker ini,
resiko yang menurun dideteksi dengan meningkatnya jumlah paritas (endometrium, p untuk
kecenderungan = 0,0001; indung telur, p= 0,0002). Tidak terdapat keterkaitan yang signifikan
antara penggunaan hormon exogenous dan resiko kanker ginekologi. Hasil tersebut

mengindikasikan bahwa merokok adalah faktor resiko utama dari kanker leher rahim.
Selanjutnya, faktor hormonal, yang berhubungan dengan awal menstruasi dan paritas rendah,
merupakan faktor resiko yang umum untuk kanker endometrium dan kanker indung telur.
Peningkatan pada jumlah perokok wanita dan penurunan tingkat kesuburan mungkin
berperan dalam peningkatan kejadian kanker ginekologi di Jepang.

Kanker leher rahim, kanker endometrium, kanker indung telur; faktor reproduksi: merokok.

Lebih dari beberapa dekade yang lalu, kecenderungan kejadian kanker ginekologi telah
berubah di Jepang. Meskipun Jepang dikenal sebagai negara yang memiliki resiko yang lebih
rendah pada kasus kanker endometrium dan kanker indung telur dibandingkan dengan
negara-negara barat, tingkat kejadian kanker endometrium meningkat tiga kali lipat selama
1975-2000 ( Marugame dkk.2006). Kejadian kanker leher rahim menurun pertengahan waktu
, namun kecenderungan meningkat saat muncul beberapa waktu ini (Marugame dkk.,2006).
Meskipun kecenderungan dalam kejadian kanker yang spesifik mungkin dipengaruhi oleh
perbaikan prosedur diagnosa dan penyebaran penapisan kanker, penyaluran faktor resiko
pada populasi dengan kata lain perubahan gaya hidup dan perilaku pada wanita Jepang, akan
memberikan dampak yang lebih besar pada kejadian. Studi epidemiologi sebelumnya, yang
banyak dilakukan di negara-negara barat, menunjukkan bahwa faktor reproduksi dan
penggunaan hormon exogenous mungkin terkait dengan resiko kanker endometrium dan
kanker indung telur (Whittemore dkk., 1992; Kelsey dkk., 1994; McPherson dkk. 1996;
Persson 2000). Untuk kanker leher rahim, infeksi Human Papillomavirus (HPV) dan gaya
hidup seperti merokok dijelaskan sebagai faktor-faktor resiko (Winkelstein 1990; Zur hausen
1991; Schiffman dkk.1995). Namun,itu bukanlah sesuatu yang pasti apakah penemuan
epidemologis yang diperoleh dinegara-negara Barat disamaratakan dengan orang-orang
Jepang. Sedikit studi epidemologis yang dilakukan di Jepang (Inoue dkk. 1994; Hirose dkk.
1996; Mori dkk.1998; Hirose dkk. 1999; Okamura dkk.2006). Dengan demikian, faktor
resiko dari kanker ginekologi tidak jelas secara keseluruhan pada populasi Jepang.

Untuk menjelaskan faktor-faktor resiko kanker ginekologi antara lain kanker leher rahim,
kanker endometrium dan kanker indung telur, kami melaksanakan studi kasus kontrol
berbasis rumah sakit. Sejak sebuah protokol umum digunakan untuk mengumpulkan data dan
menganalisa masing-masing kanker, studi kasus kontrol memungkinkan kita untuk

membandingkan

karakteristik

di

antara

masing-masing

kanker

ginekologi.

Kami

memfokuskan pada dampak gaya hidup termasuk merokok dan minum minuman beralkohol,
faktor reproduksi dan penggunaan hormon exogenous dan penilaian faktor resiko umum dan
spesifik pada kanker ginekologi.

BAHAN DAN METODE


Desain Studi dan Prosedur Pengumpulan Data
Pada Januari 1997, kami mulai dengan survei kuesioner dalam hubungan dengan studi
sekarang. Informasi tentang gaya hidup dikumpulkan dari semua pasien pada ijin masuk
pertama mereka ke Rumahsakit Pusat Kanker Miyagi (MCCH), menggunakan kuesioner
yang diisi sendiri. Kuesioner dibagikan kepada pasien pada hari reservasi di hari pertama
mereka masuk yakni pada 10-15 hari sebelum hari masuk dan dikumpulkan pada hari masuk
oleh perawat. MCCH terletak di Kota Natori, yang berada di bagian sebelah selatan dari
prefektur Miyagi, dan berfungsi sebagai rumah sakit untunk penyakit kanker dan benigna.
Rincian dari survei kuesioner telah dijelaskan pada bagian lain (Minami dkk., 2003; Minami
dkk.2008).

Kuesioner mencakup hal-hal dalam karakteristik demografis, riwayat pribadi dan keluarga
untuk kanker dan penyakit lain, gaya hidup yang umum sebelum perkembangan gejala
sekarang termasuk riwayat merokok dan minum minuman beralkohol, status perkawinan,
riwayat reproduksi dan penggunaan hormon exogenous. Masing-masing hal tersebut
berkaitan dengan dasar rujukan (dengan atau tanpa rujukan, dari penapisan, dan lainnya) juga
diikutsertakan. Riwayat reproduksi termasuk usia menstruasi, riwayat kehamilan, usia
melahirkan pertama kali dan jumlah paritas. Mengenai penggunaan hormon exogenous,
pasien ditanya secara singkat apakah mereka pernah menggunakan alat kontrasepsi oral
(OCs) dan hormon wanita exogenous lainnya. Informasi tentang infeksi HPV tidak tersedia
dalam studi ini. Antara Januari 1997 dan Desember 2003, kuesioner diberikan kepada 12.292
pasien yang pertama masuk dan 11.682 responden. ( tingkat respon 90,4). Studi ini disetujui
oleh Badan Pemeriksaan dari Pusat Kanker Miyagi.

Subjek Studi

Kasus dan kontrol dipilih dari pasien wanita berumur 30 tahun dan lebih yang merespon ke
survei kuesioner diatas. Untuk mengidentifikasi kasus kejadian kanker, sebuah daftar pasien
yang dihubungkan dengan berkas registrasi kanker berbasis rumahsakit. Register mencatat
semua kasus kanker yang ditetapkan oleh tes klinik, sitologi dan/atau hispatologi pada
MCCH. Pasien dengan tumor in situ di keluarkan pada studi saat ini. Sebagai
konsekuensinya, pasien kanker leher rahim 151, kanker endomatrium 103, dan kanker indung
telur 141 diidentifikasi sebagi kasus.

Kontrol dipilih dari pasien bukan penderita kanker tanpa riwayat kanker sebelumnya. Pasien
dengan tumor benigna diklasifikasikan sebagai pasien bukan penderita kanker dalam studi
sekarang. Oleh karena itu, 2016 pasien bukan penderita kanker diidentifikasi sebagai kontrol.
Diagnosa pada kontrol adalah sebagai berikut : tumor benigna 1112(55,2%), penyakit jantung
110 (5,4%), penyakit saluran pencernaan

288 (14,3%), penyakit saluran pernafasan

93(4,6%), penyakit urologi-ginekologi 131(6,5%), penyakit benigna lain 161(8,0%) dan


penemuan non-ketidaknormalan 121 (6,0%). Tempat tumor benigna pada saluran digestif
393, organ ginekologis 321, organ urologi 15, dada 15, tulang atau saraf penghubung 271,
dan lainnya 96. Rincian diagnosa pada tumor benigna dalam organ ginekologi adalah mioma
uterin 164, displasia leher rahim 17, hiperplasia endometrium 2, tumor indung telur benigna
131 dan lainnya 7.

Tingkat respon untuk tempat masing-masing kanker adalah 92.1 % pada leher rahim. 88,8 %
pada endometrium, dan 94,6 pada indung telur, dan pada kelompok kontrol adalh 90,5%.

Analisa Statistik

Untuk masing-masing tempat, rasio selisih (ORs) dan interval kepercayaan (95%CIs) untuk
merokok aktif atau pasif, minun alkohol, status perkawinan, faktor reproduksi dan
penggunaan hormon exogenous yang diperkirakan dengan penyesuaian umur, tahun
penelitian, pekerjaan dan faktor lainnya yang terkait termasuk riwayat kelurga mengenai
kanker pada kedua orang tua dan saudara, menggunakan model regresi logistik tanpa syarat
(Breslow dan day 1980). Mengenai merokok aktif , ORs dan 95%CIs untuk usia merokok

pemula dan jumlah rokok per hari juga diperhitungkan. Data pada usia monopause alami
tidak lengkap dalam data kita, oleh karena itu tidak termasuk dalam analisa. Titik pintas
untuk faktor reproduksi ditentukan secara berubah-ubah, berdasarkan penyaluran subjek
kontrol.

HASIL

Tabel 1 menunjukkan penyaluran karakterisktik latar belakang pada subjek studi. Kasus
kanker endometrium lebih dahulu daripada kasus kanker leher rahim atau kanker indung
telur. Beberapa perbedaan dalam penyaluran area dari penduduk diteliti antara kasus dan
kontrol. Sekitar 80% kasus didaftarkan dengan rujukan. Enam persen dari kasus kanker leher
rahim diperoleh dari penapisan. Beberapa perbedaan dalam riwayat pekerjaan juga diteliti
antara kasus dan kontrol. Dalam kasus kanker endometrium, sebagai contoh, frekuensi
profesional atau pekerja klerk yang tinggi.

Tabel 2 menunjukkan ORs dan 95% CIs dari merokok aktif dan pasif dan meminum
minuman alkohol tergantung pada tempatnya. OR disesuaikan dengan usia, tahun penelitian,
faktor reproduksi dan variabel terpaut lainnya, beberapa diantaranya dipilih berdasarkan
karakteristik di antara subjek studi yang ditampilkan pada Tabel 1. Merokok aktif secara
signifikan berkaitan dengan peningkatan resiko kanker leher rahim. Hubungan respon dosis
yang signifikan antara jumlah rokok perhari dan OR juga diteliti (p untuk kecenderungan =
0,004). Dalam permulaan wanita yang merokok sebelum usia 20 tahun, OR yang tinggi untuk
kanker leher rahim diteliti(OR=3,20). Untuk kanker endometrium, pengurangan resiko yang
signifikan berhubungan dengan merokok pasif. OR yang kecil juga diteliti untuk merokok
aktif (OR=0,54), namun secara statistik tidak signifikan. Meminum minuman beralkohol
secara signifikan juga mempengaruhi pengurangan resiko kanker indung telur.

Tabel 3 menunjukkan ORs dan 95% CIs dari status perkawinan dan faktor reproduksi
berdasarkan pada tempatnya. OR secara teratur disesuaikan dengan variabel terpaut. Status
lajang secara signifikan berkaitan dengan peningkatan resiko kanker pada semua tempat.
Sebaliknya, analisa terbatas pada wanita yang sudah menikah menunjukkan keterkaitan yang
berbeda pada usia pernikahan pertama disemua tempat; dengan meningkatnya umur pada
pernikahan pertama, resiko kanker leher rahim menurun dan resiko kanker endometrium dan

indung telur meningkat. Usia menstruasi juga memiliki keterkaitan yang berbeda dengan
resiko kanker diantara semua tempat; usia menstruasi yang lebih tua terkait dengan
menurunnya resiko kanker endometrium dan kanker indung telur(endometrium p untuk
kecenderungan=0,06, indung telur p untuk kecenderungan =0,003). Dalam kanker lehr rahim,
tidak ada keterkaitan dengan usia menstruasi yang diteliti. Menurut riwayat paritas, resiko
yang naik untuk nulliparity secara konsisten diteliti pada semua tempat. Untuk kanker
endometrium dan kanker leher rahim, resiko yang menurun secara signifikan berkaitan
dengan meningkatnya jumlah paritas yang diteliti ( endometrium p untuk kecenderungan=
0,0001, indung telur p untuk kecenderungan = 0,0002). Kecenderungan yang serupa juga
diteliti untuk kanker leher rahim, namun secara umum signifikan (p untuk kecenderungan
=0,07).

Tabel 4 menunjukkan ORs dan 95%CSi dari penggunaan hormon exogenous. Meskipun tidak
ada keterkaitan yang signifikan antara penggunaan hormon exogenous dan resiko kanker, OR
untuk penggunaan kontrasepsi oral sangat kecil dalam kanker indung telur (OR=0,46)

PEMBAHASAN

Studi sekarang memaparkan karakteristik dari kanker ginekologi seperti kanker leher rahim,
kanker endometrium dan kanker indung telur pada populasi Jepang. Faktor resiko untuk
masing-masing kanker ginekologi diidentifikasi, dan persamaan serta perbedaan dalam faktor
resiko pada tempat-tempat tersebut dijelaskan.

Sebelum menerjemahkan hasilnya, permasalahan metodologi mendukung pertimbangan.


Pada studi kasus kontrol berbasis rumah sakit, beberapa permasalahn metodologi termasuk
kedua pembatasan dan manfaat yang sangat mempengaruhi hasil. Pertama, kami
mempertimbangkan masalah dalam memilih kasus dan kontrol. Secara teoritis, pemenuhan
syarat kriteria untuk kasus menetapkan populasi sumber dalam studi kasus kontrol, dimana
kontrol seharusnya dipilih. Yakni, jika kasus kanker yang telah ditangani merupakan sampel
penyimpangan dari populasi umum, kontrol seharusnya juga menjadi sebuah penyimpangan
pada cara yang sama (Rothman dan Greenland 1998). Pada kasus sekarang, kami memilih
kontrol dari pasien yang masuk pada rumah sakit yang sama sebagai kasus, meskipun pada
studi yang lain kontrol dipilih dari pasien yang mengunjungi pusat penapisan kanker. Untuk

memperbaiki perbandingan antara kasus dan kontrol, analisa statistik secara tepat
mengendalikan karakteristik latar belakang seperti daerah asal penduduk dan pola rujukan di
antara para subjek studi. Kedua, ini merupakan kemungkinan bahwa inklusi dari tumor
benigna dalam kelompok kontrol akan mengubah hasil karena pasien dengan benigna tumor
mungkin memiliki latar belakang yang sama dengan pasien yang menderita kanker. Untuk
mengatasi masalah ini, kami menyajikan analisa tambahan sebagai berikut : pasien dengan
benigna tumor di tempat tertentu dikeluarkan dari kontrol dari tempatnya dan ORs juga
dievaluasi ulang. Pengeluaran dari benigna tumor tidak memberikan efek pada OR(data tidak
ditampilkan dalam tabel). Ketiga, ini merupakan kemungkinan jika dugaan informasi akan
mengubah hasil. Namun, karena kuesioner dikumpulkan sebelum diagnosa tertentu atau
perawatan pada MCCH, akan terdapat pengulangan dugaan yang kecil. Keempat, kami
mempertimbangkan manfaat dari metode studi kasus kontrol. Secara umum, para ahli
epidemologi mempertimbangkan keunggulan studi kohort terhadap studi kontrol kasus.
Namun, kejadian kasus dari kanker ginekologi relatif lebih baru daripada kasus lain ditempat
lain( Marugama dkk., 2006). Oleh karean itu kejadian kasus dari kanker ginekologi mungkin
tidak secara lengkap tercakup dalam studi kohort yang menargetkan subjek usia setengah
baya sebagai dasarnya. Sebaliknya, studi kasus kontrol dapat mengidentifkasi kasus yang
lebih muda sebaik identifikasi pada kasus yang lebih tua. Dengan demikian, studi kontrol
kasus, diharapkan menjadi metode yang lebih efisien untuk menyelidiki faktor resiko dari
kanker ginekologi.

Studi saat ini memaparkan keterkaitan merokok dan minum minuman beralkohol dengan
resiko kanker ginekologi. Eksposur tembakau dari merokok aktif secara signifikan
meningkatkan resiko kanker leher rahim. Hubungan respon dosis dengan jumlah rokok per
hari juga diteliti. Selanjutnya, wanita yang mulai merokok pada usia dini akan memiliki
resiko yang lebih tinggi menderita kanker leher rahim. Sebaliknya, penurunan resiko
berkaitan dengan merokok pasif yang diteliti untuk kanker endometrium, dan penurunan
resiko berkaitan dengan minuman beralkohol yang ditemukan untuk kanker indung telur. Di
negara-negara Barat, keterkaitan yang sama telah diteliti (Lyon, dkk.1983; Baron
dkk.1986;Kjaer dkk. 1996; Terry dkk.2002; Viswanathan dkk.2005). di negara Jepang,
meskipun terdapat bukti jarang, Hirose dkk., telah melaporkan peningkatan resiko kanker
leher rahim pada perokok aktif dan pasif, dan Kato dkk. Menemukan bahwa penurunan
resiko terkait dengan minum minuman beralkohol pada penderita kanker indung telur (Kato

dkk., 1989; Hirose dkk., 1996). Studi sebelumnya ini dan hasil kami mengindikasikan bahwa
merokok dan minum minuman beralkohol secara berbeda berhubungan dengan resiko kanker
ginekologi. Kemasukakalan mensugestikan peran yang berbeda dari merokok dan minum
minuman beralkohol yang ada seperti dibawah ini. Produk tembakau mengandung lebih dari
50 kumpulan atau penyebab kanker yang teridentifikasi, beberapa yang mungkin terlibat
dalam perkembangan kanker leher rahim (Zaridze dkk. 1986). Larangan imun lokal
diproduksi oleh merokok tembakau, yang mungkin meningkatkan ketahanan HPV, yang juga
mempengaruhi perkembangan kanker leher rahim (Burger dkk. 1993). Hubungan antara
merokok dan resiko kanker endometrium mungkin berhubungan dengan efek anti-estrogenik
dari merokok (Terry dkk. 2002; Viswanatahn dkk.2005). Estrogen mungkin akan
meningkatkan perkembangan kanker endometrium. Merokok dapat mengurangi efek dari
estrogen melalui perubahan metabolisme steroid (Michnovicz dkk.1988). Menurunnya resiko
kanker pada penderita kanker indung telur berkaitan dengan minum minuman beralkohol
akan dijelaskan dengan reduksi dari gonadotropin pada peminum alkohol (Lagiou dkk.2001),
meskipun efek dari asupan alkohol masih hipotetis (Kato dkk.1989; Kushi dkk.1999).
keterkaitan eksposur ke level yang tinggi dari gonadotropin dan resiko kanker indung telur
yang telah dipaparkan oleh Stadel(Stadel 1975).

Studi saat ini juga memaparkan hubungan status perkawinan dan faktor reproduksi dengan
resiko kanker ginekologi. Peningkatan resiko dengan bertambahnya usia pada pernikahan
pertama dan menurunnya resiko dengan bertambahnya usia menstruasi dan jumlah paritas
yang secara konsisten diselidiki untuk kanker endometrium dan kanker indung telur. Untuk
kanker leher rahim, menurunnya resiko dengan bertambahnya usia pada perkawinan pertama
ditemukan. Diantara mereka, persamaan dalam faktor resiko reproduksi antara kanker
endometrium dan kanker indung telur yang telah diteliti dalam studi epidemologi sebelumnya
dari negara-negara Barat (Baron dkk. 1986; Brinton dkk.1992; Whittemore dkk. 1992; Adami
dkk.1994; kelsey dkk.1994; Hankinson dkk.1995; Mc Pherson dkk.1996; Lambe dkk.1999;
Greggi dkk. 2000; Persson 2000; Riman dkk 2002; Xu dkk.2004; Zhang dkk.2004). Beberapa
studi orang Jepang juga mendukung persamaan; Hirose dan Okamura menunjukkan
pengurangan resiko kanker endometrium terkait dengan meningkatnya jumlah paritas (Hirose
dkk.1999; Okamura dkk.2006), dan Mori dkk. Menunjukkan keterkaitan dengan jumlah
paritas pada kanker indung telur (Mori dkk. 1998). Berdasarkan hasil sebelumnya dan hasil
kita sebelumnya, eksposur hormonal yang berhubungan dengan menstruasi dan kelahiran

yang mungkin menimbulkan resiko kanker endometrium dan kanker indung telur. Sebagai
contoh, peningkatan resiko kanker diantara wanita nulliparous yang akan dijelaskan oleh
mekanisme biologi termasuk eksposur yang berkelanjutan pada estrogen tanpa progesteron
(Key dkk.1988). Efek perlindungan dari paritas menghadapi kanker indung telur mungkin
dikarenakan hambatan dari gonadotropin kelenjar pituitari selama kehamilan ( Stadel 1975).
Dengan demikian, ada kemungkinan bahwa kanker endometrium dan kanker indung telur
berkaitan dengan hormon (Persson 2000). Sebaliknya, keterkaitan usia pada pernikahan
pertama dalam kanker leher rahim bisa mencerminkan peran dari perilaku seksual dalam
perkembangan kanker leher rahim. Meskipun studi saat ini tidak termasuk analisa terperinci
dari perilaku seksual, efek dari usia pada pernikahan pertama dapat dibandingkan dengan usia
pada saat melakukan hubungan seksual pertama kali. Perilaku seksual pada wanita yang telah
menikah dapat mempengaruhi perkembangan penyakit melalui infeksi HPV (Schiffman
dkk.1995). Mengenai kanker leher rahim, resiko yang meningkat berkaitan dengan wanita
yang belum menikah dan nullipariti juga diselidiki. Penelitian ini, mirip dengan mereka yang
terdapat dalam kanker endometrium dan kanker indung telur, yang tidak konsisten dengan
hasil yang diperoleh studi sebelumnya (Hirose dkk. 1996; Kolaborasi Internasional dari Studi
Epidemilogi dari kanker leher rahim 2006). Kami mengira bahwa efek dari status perkawinan
dan paritas pada resiko kanker leher rahim pada studi kali ini dapat dijelaskan bukan oleh
faktor etologi tetapi lebih kepada faktor tertentu yang berhubungan dengan perilaku sehat;
sebagai contoh, wanita yang belum menikah atau nulliparous, yang mungkin kurang
memperhatikan penyakit ginekologi, akan jarang mengunjungi klinik ginekologi dan pusat
penapisan kanker (Kato dkk. 1987; Ikeda dkk. 2007). Wanita tersebut kehilangan kesempatan
untuk perawatan displasia atau karsinoma in situ dan kemungkinan akan menjadi korban
untuk penyakit yang lebih parah seperti kanker invasif. Karena adanya sedikit bukti yang
menunjukkan hubungan faktor reproduksi dengan resiko kanker leher rahim di Jepang,
penafsiran ini spekulatif. Namun, hal ini memperlihatkan kemungkinan perilaku sehat yang
mencakup penapisan yang mempengaruhi perkembangan kanker leher rahim tidak akan
ditolak.

Tidak ada hubungan yang signifikan antara penggunaan hormon exogenous dan resiko
kanker ginekologi. Namun,analisa pada kanker indung telur menunjukkan OR yang kecil
untuk penggunaan OC. Kami mempertimbangkan penemuan ini harus diteliti lebih lanjut. Di
negara-negara Barat, menurunnya resiko terkait dengan penggunaan OC secara konsisten

diteliti untuk kanker indung telur (Hankinson dkk. 1995; Greggi dkk 2000; Persson 2000;
Riman dkk. 2002). Ini adalah hipotesa yang menyatakan bahwa perlindungan dari kanker
indung telur dengan menggunakan OC mungkin akan menyebabkan supresi pada plasma
gonadotropin kelenjar pituitari atau pencegahan ovulasi (Stadel 1975; Persson 2000). Dari
sudut pandang kanker yang terkait dengan hormon diatas, terdapat kemungkinan hormon
exogenous seperti jenis OC yang akan mempengaruhi resiko terkena kanker indung telur.
Kecenderungan kejadian kanker ginekologi di Jepang akan dijelaskan berdasarkan penemuan
sekarang. Di Jepang, kelaziman wanita yang tidak menikah dan wanita nulliparous
meningkat, dan tingkat kesuburan total menurun (Departemen Informasi dan Statistik,
Menteri Kesekretariatan, Kementerian Kesehatan, Buruh dan Kesejahteraan 2006;
Departemen Informasi dan Statistik, Menteri Kesekretariatan, Kementerian Kesehatan, Buruh
dan Kesejahteraan 2007). Karakteristik ini, yang dibandingkan dengan faktor resiko kanker
endometrium, kanker indung telur dan kanker leher rahim, yang menghasilkan sebuah
kecenderungan terhadap meningkatnya resiko kanker ginekologis pada populasi. Sebagai
tambahan, kelaziman wanita perokok muda semakin meningkat ( Kementerian Kesehatan,
Buruh dan Kesejahteraan 2006), yang mungkin berperan pada peningkatan kejadian kanker
leher rahim.

Ringkasan, studi kasus kontrol berbasis rumah sakit memaparkan faktor resiko umum dan
khusus pada kanker ginekologi. Merokok secara signifikan berkaitan dengan resiko
meningkatnya kanker leher rahim. Hubungan respon dosis dengan jumlah rokok per hari juga
diteliti. Peningkatan resiko berkaitan dengan bertambahnya usia pada pernikahan pertama
dan menurunnya resiko berkaitan dengan bertambahnya usia menstruasi dan jumlah paritas
diteliti untuk kanker endometrium dan kanker indung telur. Resiko yang meningkat berkaitan
dengan status tidak menikah dan nullipariti secara konsisten diteliti pada semua tempat.
Hasilnya mengindikasikan bahwa merokok adalah faktor resiko yang utama untuk kanker
leher rahim dan bahwa faktor hormon berkaitan dengan menstruasi pertama kali dan paritas
rendah merupakan resiko umum pada kanker endometrium dan kanker indung telur.
Peningkatan perokok wanita dan penurunan tingkat kesuburan mungkin berhubungan dengan
meningkatnya kejadian kanker ginekologi.

You might also like