Professional Documents
Culture Documents
BAB I
KETENTUAN UMUM
Penjelasan Pasal 1
Yang dimaksud dengan tahun pajakdalam Undang-undang ini adalah tahun takwim, namun
Wajib Pajak dapat menggunakantahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim, sepanjang
tahun buku tersebutmeliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
BAB II
SUBYEK PAJAK
Pasal 2
Penjelasan Pasal 2
Ayat (1)
Pengertian Subjek Pajak meliputi orang pribadi, warisan yangbelum terbagi sebagai satu
kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap.
Huruf a
Orang pribadi sebagai Subjek Pajakdapat bertempat tinggal atau berada di Indonesiaataupun di
luar Indonesia. Warisan yangbelum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan Subjek Pajak
pengganti,menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukanwarisan yang belum
terbagi sebagai Subjek Pajak pengganti dimaksudkan agarpengenaan pajak atas penghasilan
yang berasal dari warisan tersebut tetap dapatdilaksanakan.
Huruf b
Badan Usaha MilikNegara dan Daerah merupakan Subjek Pajak tanpa memperhatikan nama
danbentuknya, sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnyalembaga, badan,
dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat danPemerintah Daerah yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan untukmemperoleh penghasilan merupakan Subjek Pajak.
Unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria berikuttidak termasuk sebagai
Subjek Pajak, yaitu:
Sebagai Subjek Pajak, perusahaanreksadana baik yang berbentuk perseroan terbatas maupun
bentuk lainnya termasukdalam pengertian badan.
Huruf c
Lihatketentuan dalam ayat (5) dan penjelasannya.
Ayat (2)
SubjekPajak dibedakan antara Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri. Subjek
Pajak dalamnegeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh
penghasilanyang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, sedangkan Subjek
Pajakluar negeri sekaligus menjadi Wajib Pajak, sehubungan dengan penghasilan yangditerima
dari sumber penghasilan di Indonesia atau diperoleh melalui bentukusaha tetap di Indonesia.
Dengan perkataan lain WajibPajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi
kewajiban subjektifdan objektif. Sehubungan dengan pemilikan NPWP, Wajib Pajakorang
pribadi yang menerima penghasilan di bawah PTKP tidak perlu mendaftarkandiri untuk
memperoleh NPWP.
Perbedaan yang pentingantara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri terletak
dalampemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain:
a. Wajib Pajak dalam negeridikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh
dariIndonesia dan dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeridikenakan pajak
hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilandi Indonesia.
b. Wajib Pajak dalamnegeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif
umum,sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilanbruto
dengan tarif pajak sepadan.
c. Wajib Pajak dalamnegeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan sebagai sarana
untukmenetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajakluar
negeri tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan, karenakewajiban pajaknya
dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
Bagi Wajib Pajak luarnegeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usahatetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan
denganpemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana diatur
dalamUndang-undang ini dan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata
CaraPerpajakan.
Ayat (3)
Huruf a
Pada prinsipnya orangpribadi yang menjadi Subjek Pajak dalam negeri adalah orang pribadi
yangbertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasukdalam pengertian orang pribadi yang
bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niatuntuk bertempat tinggal di
Indonesia.Apakah seseorang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia ditimbang
menurutkeadaan.
Keberadaan orangpribadi di Indonesia lebihdari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari tidaklah
harus berturut-turut,tetapi ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia
dalamjangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak kedatangannya di Indonesia.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Warisan yang belumterbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri
dianggapsebagai Subjek Pajak dalam negeri dalam pengertian Undang-undang ini
mengikutistatus pewaris. Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan kewajibanperpajakannya,
warisan tersebut menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak.Apabila warisan tersebut
telah dibagi, maka kewajibanperpajakannya beralih kepada ahli waris.
Warisan yang belumterbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai Subjek Pajak luar
negeriyang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usahatetap
di Indonesia, tidak dianggap sebagai Subjek Pajak pengganti karenapengenaan pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud melekatpada objeknya.
Ayat (4)
Subjek Pajak luarnegeri adalah orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau
bertempatkedudukan di luar Indonesiayang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia, baik melalui ataupuntanpa melalui bentuk usaha tetap. Orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia,tetapi berada di Indonesia kurang dari 183 (seratus delapan
puluh tiga) haridalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, maka orang tersebut adalah
SubjekPajak luar negeri.
Apabila penghasilanditerima atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap, maka terhadap orang
pribadiatau badan tersebut dikenakan pajak melalui bentuk usaha tetap, dan orangpribadi atau
badan tersebut statusnya tetap sebagai Subjek Pajak luar negeri. Dengandemikian bentuk usaha
tetap tersebut menggantikan orang pribadi atau badansebagai Subjek Pajak luar negeri dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya di Indonesia.
Dalamhal penghasilan tersebut diterima atau diperoleh tanpa melalui bentuk usaha tetap, maka
pengenaan pajaknyadilakukan langsung kepada Subjek Pajak luar negeri tersebut.
Ayat (5)
Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanyasuatu tempat usaha (place of
business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanahdan gedung termasuk juga mesin-mesin dan
peralatan.
Tempat usaha tersebutbersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatandari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak
didirikandan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
Pengertian bentuk usahatetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang
kedudukannyatidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orangpribadi atau badan yang
tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukandi Indonesia.Orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dantidak bertempat kedudukan di Indonesia
tidak dapat dianggap mempunyai bentukusaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau
badan dalam menjalankanusaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen,
broker atauperantara yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen atau perantara tersebut
dalam kenyataannyabertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri.
Ayat (6)
Penentuan tempattinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan penting untuk
menetapkanKantor Pelayanan Pajak mana yang mempunyai yurisdiksi pemajakan
ataspenghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan tersebut.
Padadasarnya tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditentukanmenurut
keadaan yang sebenarnya. Dengan demikian penentuan tempat tinggal atautempat kedudukan
tidak hanya didasarkan pada pertimbangan yang bersifat formal, tetapi lebih didasarkan pada
kenyataan.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh DirekturJenderal Pajak dalam menentukan
tempat tinggal seseorang atau tempat kedudukanbadan tersebut antara lain domisili, alamat
tempat tinggal, tempat tinggalkeluarga, tempat menjalankan usaha pokok atau hal-hal lain yang
perludipertimbangkan untuk memudahkan pelaksanaan pemenuhan kewajiban pajak.
(1) Kewajiban pajak subjektif orang pribadisebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf
a dimulai pada saat orangpribadi tersebut dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat
tinggal diIndonesia dan berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan
Indonesiauntuk selama-lamanya.
(2) Kewajiban pajak subyektif badansebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b
dimulai pada saat badantersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan
berakhir pada saatdibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.
(3) Kewajiban pajak subyektif orangpribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
ayat (4) huruf adimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha
ataumelakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) dan berakhirpada
saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentukusaha tetap.
(4) Kewajiban pajak subyektif orangpribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (4) huruf bdimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau
memperolehpenghasilan dari Indonesia dan berakhir pada saat tidak lagi menerima
ataumemperoleh penghasilan tersebut.
(5) Kewajiban pajak subyektif warisanyang belum terbagi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (1) huruf a angka2) dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut
danberakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagi.
(6) Apabila kewajiban pajak subyektiforang pribadi yang bertempat tinggal atau yang berada di
Indonesiahanya meliputi sebagian dari tahun pajak, maka bagian tahun pajak
tersebutmenggantikan tahun pajak.
Penjelasan Pasal 2A
Pajak Penghasilanmerupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada
SubjekPajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak tersebut dimaksudkan untuktidak
dilimpahkan kepada Subjek Pajak lainnya. Oleh karena itudalam rangka memberikan kepastian
hukum, penentuan saat mulai dan berakhirnyakewajiban pajak subjektif menjadi penting.
Ayat (1)
Kewajiban pajaksubjektif orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesiadimulai pada saat
ia lahir di Indonesia. Untuk orang pribadi yangberada di Indonesia lebihdari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)bulan, kewajiban pajak subjektifnya
dimulai sejak hari pertama ia berada di Indonesia.Kewajiban pajaksubjektif orang pribadi
berakhir pada saat ia meninggal dunia atau meninggalkanIndonesiauntuk selama-lamanya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Bagiorang pribadi yang tidak bertempat tinggal dan berada di Indonesia tidak lebihdari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari, dan badan yang tidak didirikan dantidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukankegiatan di Indonesia melalui
suatu bentuk usaha tetap, kewajiban pajaksubjektifnya dimulai pada saat bentuk usaha tetap
tersebut berada di Indonesiadan berakhir pada saat bentuk usaha tetap tersebut tidak lagi berada
diIndonesia.
Ayat (4)
Orangpribadi yang tidak bertempat tinggal atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga)hari dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesiadan tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetapdi Indonesia, adalah Subjek Pajak luar negeri sepanjang orang pribadi ataubadan tersebut
mempunyai hubungan ekonomis dengan Indonesia. Hubunganekonomis dengan
Indonesiadianggap ada apabila orang pribadi atau badan tersebut menerima atau
memperolehpenghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
Kewajibanpajak subjektif orang pribadi atau badan tersebut dimulai pada saat orangpribadi
atau badan mempunyai hubungan ekonomis dengan Indonesia, yaitu menerimaatau
memperoleh penghasilan dari sumber-sumber di Indonesia dan berakhir padasaat orang pribadi
atau badan tersebut tidak lagi mempunyai hubungan ekonomisdengan Indonesia.
Ayat (5)
Kewajiban pajak subjektif warisan yang belum terbagidimulai pada saat timbulnya warisan
yang belum terbagi tersebut, yaitu padasaat meninggalnya pewaris. Sejak saat itu pemenuhan
kewajibanperpajakannya melekat pada warisan tersebut. Kewajibanpajak subjektif warisan
berakhir pada saat warisan tersebut dibagi kepada paraahli waris. Sejak saat itu pemenuhan
kewajibanperpajakannya beralih kepada para ahli waris.
Ayat (6)
Dapatterjadi orang pribadi menjadi Subjek Pajak tidak untuk jangka waktu satu tahunpajak
penuh, misalnya orang pribadi yang mulai menjadi Subjek Pajak padapertengahan tahun pajak,
atau yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanyapada pertengahan tahun pajak.
Jangka waktu yang kurang darisatu tahun pajak tersebut dinamakan bagian tahun pajak yang
menggantikan tahunpajak.
Pasal 3
Penjelasan Pasal 3
Pengecualian sebagai Subjek Pajakbagi pejabat-pejabat tersebut tidak berlaku apabila mereka
memperoleh penghasilanlain di luar jabatannya atau mereka adalah WargaNegara Indonesia.
Dengan demikian apabila pejabatperwakilan suatu negara asing memperoleh penghasilan lain
di Indonesia di luarjabatan atau pekerjaannya tersebut, maka ia termasukSubjek Pajak yang
dapat dikenakan pajak atas penghasilan lain tersebut.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
BAB III
OBYEK PAJAK
Pasal 4
(1) Yang menjadi Objek Pajak adalahpenghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperolehWajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia,yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib
Pajakyang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :
a. penggantian atau imbalanberkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasukgaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi,
uangpensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalamUndang-
undang ini; (UU No 10 Tahun 1994)
b. hadiah dari undian ataupekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; (UU No 10 Tahun
1994)
c. laba usaha; (UU No 10 Tahun1994)
d. keuntungan karena penjualanatau karena pengalihan harta termasuk : (UU No 10 Tahun
1994)
1) keuntungan karena pengalihanharta kepada perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya sebagai penggantisaham atau penyertaan modal;
2) keuntungan yang diperolehperseroan, persekutuan dan badan lainnya karena
pengalihan harta kepadapemegang saham, sekutu, atau anggota;
3) keuntungan karena likuidasi,penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau
pengambilalihanusaha;
4) keuntungan karena pengalihanharta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali
yang diberikan kepadakeluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,
dan badankeagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha
keciltermasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidakada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antarapihak-pihak
yang bersangkutan;
e. penerimaan kembali pembayaranpajak yang telah dibebankan sebagai biaya; (UU No
10 Tahun 1994)
f. bunga termasuk premium, diskonto,dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
(UU No 10 Tahun 1994)
g. dividen, dengan nama dan dalambentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegangpolis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; (UU No 10
Tahun 1994)
h. royalti; (UU No 10 Tahun 1994)
i. sewa dan penghasilan lainsehubungan dengan penggunaan harta; (UU No 10 Tahun
1994)
j. penerimaan atau perolehanpembayaran berkala; (UU No 10 Tahun 1994)
k. keuntungan karena pembebasan utang,kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan PeraturanPemerintah; (UU No 17 Tahun 2000)
l. keuntungan karena selisih kursmata uang asing; (UU No 10 Tahun 1994)
m. selisih lebih karena penilaian kembaliaktiva; (UU No 10 Tahun 1994)
n. premi asuransi; (UU No 10 Tahun1994)
o. iuran yang diterima ataudiperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib
Pajak yangmenjalankan usaha atau pekerjaan bebas; (UU No 17 Tahun 2000)
p. tambahan kekayaan neto yang berasaldari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
(UU No 10 Tahun 1994)
(2) Atas penghasilan berupa bungadeposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari
transaksi saham dan sekuritaslainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta
berupa tanah danatau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya
diaturdengan Peraturan Pemerintah. (UU No 10 Tahun 1994)
(3) Yang Tidak termasuk sebagai ObjekPajak adalah :
a. 1) bantuan sumbangan, termasuk zakatyang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga
amil zakat yang dibentukatau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang
berhak;
2) harta hibahan yang diterima oleh keluargasedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, dan oleh badan keagamaanatau badan pendidikan atau badan sosial atau
pengusaha kecil termasukkoperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan ;
sepanjang tidak ada hubungan denganusaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
antara pihak-pihak yangbersangkutan;(UU No 17 Tahun 2000)
b. warisan; (UU No 7 Tahun 1983)
c. harta termasuk setoran tunai yangditerima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) huruf bsebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan
modal; (UU No 10Tahun 1994)
d. penggantian atau imbalansehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh dalambentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah;
(UU No 10Tahun 1994)
e. pembayaran dari perusahaanasuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan,asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
(UU No 10 Tahun1994)
f. dividen atau bagian laba yangditerima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib
Pajak dalam negeri,koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik
Daerah, daripenyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan diIndonesia dengan syarat : (UU No 17 Tahun 2000)
1) dividen berasal dari cadanganlaba yang ditahan; dan
2) bagi perseroan terbatas, BadanUsaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah
yang menerima dividen,kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen
paling rendah 25% (duapuluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus
mempunyai usaha aktifdi luar kepemilikan saham tersebut;
g. iuran yang diterima ataudiperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
MenteriKeuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; (UU No
10Tahun 1994)
h. penghasilan dari modal yangditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada
huruf g, dalambidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan; (UUNo 10 Tahun 1994)
i. bagian laba yang diterima ataudiperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atassaham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi;
(UU No 10 Tahun1994)
j. bunga obligasi yang diterima ataudiperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima) tahun
pertama sejak pendirianperusahaan atau pemberian ijin usaha; (UU No 10 Tahun 1994)
k. penghasilan yang diterima ataudiperoleh perusahaan modal venturaberupa bagian laba
dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankanusaha atau kegiatan di
Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
1) merupakan perusahaan kecil,menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-
sektor usaha yangditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan
2) sahamnya tidak diperdagangkan di bursaefek di Indonesia.(UU No 10 Tahun 1994)
Penjelasan Pasal 4
Ayat (1)
Undang-undang ini menganut prinsip pemajakan atas penghasilandalam pengertian yang luas,
yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahankemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak dari manapunasalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau
menambah kekayaan WajibPajak tersebut.
- penghasilan daripekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji,
honorarium,penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara,
dansebagainya;
- penghasilan dariusaha dan kegiatan;
- penghasilan dari modal,yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak seperti bunga,
dividen,royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakanuntuk
usaha, dan lain sebagainya;
- penghasilan lain-lain, sepertipembebasan utang, hadiah, dan lain sebagainya.
Dilihat daripenggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula
ditabunguntuk menambah kekayaan Wajib Pajak.
Karena Undang-undangini menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis
penghasilan yangditerima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk
mendapatkandasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satutahun pajak suatu
usaha atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugiantersebut dikompensasikan dengan
penghasilan lainnya (kompensasi horisontal),kecuali kerugian yang diderita di luar negeri.
Namun demikian, apabilasuatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat
final ataudikecualikan dari Objek Pajak, maka penghasilan tersebut tidak bolehdigabungkan
dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum.
Huruf a
Semua pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan,seperti upah, gaji, premi
asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan yang dibayaroleh pemberi kerja, atau imbalan dalam
bentuk lainnya adalah Objek Pajak.
Pengertian imbalan dalam bentuk lainnya termasuk imbalandalam bentuk natura yang pada
hakekatnya merupakan penghasilan.
Huruf b
Dalam pengertian hadiah termasuk hadiah dari undian,pekerjaan, dan kegiatan seperti hadiah
undian tabungan, hadiah daripertandingan olahraga dan lain sebagainya. Yang dimaksud
dengan penghargaan adalah imbalan yang diberikansehubungan dengan kegiatan tertentu,
misalnya imbalan yang diterima sehubungandengan penemuan benda-benda purbakala.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebihtinggi dari nilai sisa buku atau
lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan,maka selisih harga tersebut merupakan keuntungan.
Dalam halpenjualan harta tersebut terjadi antara badan usaha dengan pemegang
sahamnya,maka harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan keuntungan
daripenjualan tersebut adalah harga pasar.
MisalnyaPT S memiliki sebuah mobil yang digunakan dalam kegiatan usahanya dengan
nilaisisa buku sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). Mobil tersebut dijual
dengan harga Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Dengandemikian keuntungan PT S
yang diperoleh karena penjualan mobil tersebut adalahRp 20.000.000,00 (dua puluh juta
rupiah). Apabilamobil tersebut dijual kepada salah seorang pemegang sahamnya dengan harga
Rp50.000.000,00 (limapuluh juta rupiah), maka nilai jualmobil tersebut tetap dihitung
berdasarkan harga pasar sebesar Rp 60.000.000,00(enam puluh juta rupiah). Selisih sebesar Rp
20.000.000,00(dua puluh juta rupiah) merupakan keuntungan bagi PT S, dan bagi pemegang
saham yang membelimobil tersebut selisih sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
merupakanpenghasilan.
Apabila suatu badandilikuidasi, keuntungan dari penjualan harta, yaitu selisih antara harga
jualberdasarkan harga pasar dengan nilai sisa buku harta tersebut, merupakan ObjekPajak.
Demikian juga selisih lebih antara harga pasardengan nilai sisa buku dalam hal terjadi
penggabungan, peleburan, pemekaran,pemecahan, dan pengambilalihan usaha merupakan
penghasilan.
Dalam hal terjadipengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, maka
keuntunganberupa selisih antara harga pasar dari harta yang diserahkan dengan nilaibukunya
merupakan penghasilan.
Keuntungan berupa selisih antaraharga pasar dengan nilai perolehan atau nilai sisa buku atas
pengalihan hartaberupa hibah, bantuan atau sumbangan dianggap sebagai penghasilan bagi
pihakyang mengalihkan, kecuali harta tersebut dialihkan kepada keluarga sedarahdalam garis
keturunan lurus satu derajat, serta badan keagamaan atau badanpendidikan atau badan sosial
termasuk yayasan atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan olehMenteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikanatau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Huruf e
Pengembalian pajak yang telahdibebankan sebagai biaya pada saat menghitung Penghasilan
Kena Pajak, merupakanObjek Pajak.
Sebagai contoh, PajakBumi dan Bangunan yang sudah dibayar dan dibebankan sebagai biaya,
yang karenasesuatu sebab dikembalikan, maka jumlah sebesar pengembalian tersebut
merupakanpenghasilan.
Huruf f
Dalam pengertian bunga termasuk pula premium, diskonto danimbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang.
Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atasnilai nominalnya sedangkan
diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilainominalnya. Premium tersebut
merupakan penghasilan bagi yangmenerbitkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan
bagi yang membeli obligasi.
Huruf g
Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegangsaham atau pemegang polis asuransi
atau pembagian sisa hasil usaha koperasiyang diperoleh anggota koperasi. Termasuk dalam
pengertian dividen adalah:
1) pembagian laba baik secaralangsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam
bentuk apapun;
2) pembayaran kembalikarena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
3) pemberian saham bonusyang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang
berasal darikapitalisasi agio saham;
4) pembagian laba dalambentuk saham;
5) pencatatan tambahanmodal yang dilakukan tanpa penyetoran;
6) jumlah yang melebihi jumlahsetoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang
saham karena pembeliankembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;
7) pembayaran kembaliseluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam
tahun-tahunyang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu
adalahakibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
8) pembayaran sehubungandengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai
penebusan tanda-tandalaba tersebut;
9) bagian labasehubungan dengan pemilikan obligasi;
10) bagian laba yangditerima oleh pemegang polis;
11) pembagian berupa sisahasil usaha kepada anggota koperasi;
12) pengeluaran perusahaan untuk keperluanpribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai
biaya perusahaan.
Huruf h
Padadasarnya imbalan berupa royalti terdiri dari tiga kelompok, yaitu imbalan
sehubungandengan penggunaan:
1) hak atas harta tak berwujud,misalnya hak pengarang, paten, merek dagang, formula, atau
rahasiaperusahaan;
2) hak atas harta berwujud,misalnya hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu
pengetahuan. Yang dimaksuddengan alat-alat industri, komersial dan ilmu pengetahuan
adalah setiapperalatan yang mempunyai nilai intelektual, misalnya peralatan-peralatan
yangdigunakan di beberapa industri khusus seperti anjungan pengeboran minyak (drilling
rig), dan sebagainya;
3) informasi, yaitu informasi yang belumdiungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum
dipatenkan, misalnyapengalaman di bidang industri, atau bidang usaha lainnya. Ciri dari
informasidimaksud adalah bahwa informasi tersebut telah tersedia sehingga pemiliknyatidak
perlu lagi melakukan riset untuk menghasilkan informasi tersebut. Tidaktermasuk dalam
pengertian informasi di sini adalah informasi yang diberikan oleh misalnya akuntan
publik,ahli hukum, atau ahli teknik sesuai dengan bidang keahliannya, yang dapatdiberikan
oleh setiap orang yang mempunyai latar belakang disiplin ilmu yangsama.
Huruf i
Dalampengertian sewa termasuk imbalan yang diterima atau diperoleh dengan nama dan dalam
bentuk apapun sehubungan dengan penggunaanharta gerak atau harta tak gerak, misalnya sewa
mobil, sewa kantor, sewa rumah,dan sewa gudang.
Huruf j
Huruf k
Pembebasan utang olehpihak yang berpiutang dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang
semulaberutang, sedangkan bagi pihak yang berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya.
Namun demikian, denganPeraturan Pemerintahdapat ditetapkan bahwa pembebasan utang
debiturkecil misalnya Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha
Tani(KUT), kredit untuk perumahan sangat sederhana, serta kredit kecil lainnyasampai dengan
jumlah tertentu dikecualikan sebagai Objek Pajak.
Huruf l
Keuntungan karena selisih kurs dapat disebabkan fluktuasikurs mata uang asing atau adanya
kebijaksanaan Pemerintah di bidang moneter. Atas keuntunganyang diperoleh karena fluktuasi
kurs mata uang asing, pengenaan pajaknyadikaitkan dengan sistem pembukuan yang dianut
oleh Wajib Pajak dengan syaratdilakukan secara taat asas.
Huruf m
Selisihlebih karena penilaian kembali aktiva sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19merupakan
penghasilan.
Huruf n
Huruf o
Cukup jelas
Huruf p
Tambahan kekayaan neto pada hakekatnya merupakan akumulasipenghasilan baik yang telah
dikenakan pajak dan yang bukan Objek Pajak sertayang belum dikenakan pajak. Apabila
diketahui adanya tambahankekayaan neto yang melebihi akumulasi penghasilan yang telah
dikenakan pajakdan yang bukan Objek Pajak, maka tambahan kekayaan neto tersebut
merupakanpenghasilan.
Ayat (2)
Sesuai dengan ketentuandalam ayat (1), penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan
lainnya,penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek,penghasilan dari
pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, sertapenghasilan tertentu
lainnyamerupakanObjek Pajak. Tabungan masyarakat yang disalurkan melalui perbankan dan
bursaefek merupakan sumber dana bagi pelaksanaanpembangunan, sehingga pengenaan pajak
atas penghasilan yang berasal daritabungan masyarakat tersebut perlu diberikan perlakuan
tersendiri dalampengenaan pajaknya.
Pertimbangan-pertimbangan yang mendasaridiberikannya perlakuan tersendiri dimaksud antara
lainadalah kesederhanaan dalam pemungutan pajak, keadilan dan pemerataan dalampengenaan
pajaknya serta memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter. Pertimbangan tersebut
juga mendasari perlunya pemberian perlakuantersendiri terhadap pengenaan pajak atas
penghasilan dari pengalihan hartaberupa tanah dan atau bangunan, serta jenis-jenis penghasilan
tertentu lainnya.Oleh karena itu pengenaan Pajak Penghasilan termasuk sifat, besarnya, dan
tatacara pelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau pemungutan atas jenis-jenis penghasilan
tersebut diatur tersendiri dengan PeraturanPemerintah.
Ayat (3)
Huruf a
Bantuan atau sumbanganbagi pihak yang menerima bukan merupakan Objek Pajak sepanjang
diterima tidakdalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan,
atauhubungan penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Zakat yang diterimaoleh
badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan olehPemerintah dan
para penerima zakat yang berhak diperlakukan samaseperti bantuan atau sumbangan. Yang
dimaksud dengan zakatadalah zakat sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 38
Tahun 1999 tentangPengelolaan Zakat.
Hubungan usaha antarapihak yang memberi dan yang menerima dapat terjadi, misalnya PT A
sebagaiprodusen suatu jenis barang yang bahan bakuutamanya diproduksi oleh PT B. Apabila
PT B memberikan sumbangan bahan baku kepada PT A, maka sumbangan bahan baku yang
diterima oleh PT A merupakan ObjekPajak.
Harta hibahan bagi pihak yang menerima bukan merupakan Objek Pajak apabila diterima oleh
keluarga sedarah dalam garisketurunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau
badan pendidikanatau badan sosial termasuk yayasan atau pengusaha kecil termasuk koperasi
yangditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang diterima tidak dalam rangkahubungan kerja,
hubungan usaha, hubungan kepemilikan, atau hubungan penguasaanantara pihak-pihak yang
bersangkutan.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Pada prinsipnya harta, termasuk setoran tunai, yangditerima oleh badan merupakan tambahan
kemampuan ekonomis bagi badan tersebut. Namun karenaharta tersebut diterima sebagai
pengganti saham atau penyertaan modal, makaberdasarkan ketentuan ini, harta yang diterima
tersebut bukan merupakan ObjekPajak.
Huruf d
Apabila yang memberi imbalan berupa natura ataukenikmatan tersebut bukan Wajib Pajak atau
Wajib Pajak yang dikenakan PajakPenghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak
Penghasilanberdasarkan norma penghitungan khusus deemed profit,maka imbalan dalam
bentuk natura atau kenikmatan tersebut merupakan penghasilanbagi yang menerima atau
memperolehnya.
Huruf e
Penggantian atau santunan yangditerima oleh orang pribadi dari perusahaan asuransi
sehubungan dengan polisasuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, danasuransi bea siswa, bukan merupakan Objek Pajak. Halini selaras dengan
ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d, yaitu bahwa premiasuransi yang dibayar oleh Wajib
Pajak orang pribadi untuk kepentingan dirinyatidak boleh dikurangkan dalam penghitungan
Penghasilan Kena Pajak.
Huruf f
Berdasarkan ketentuanini, dividen yang dananya berasal dari laba setelah dikurangi pajak
danditerima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri,koperasi, dan
Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, daripenyertaannya pada badan
usaha lainnya yang didirikan dan bertempat kedudukandi Indonesia, dengan penyertaan
sekurang-kurangnya 25% (dua puluh lima persen),dan penerima dividen tersebut memperoleh
penghasilan dari usaha riil di luarpenghasilan yang berasal dari penyertaan tersebut, tidak
termasuk Objek Pajak. Yang dimaksud dengan Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha
MilikDaerah dalam ayat ini antara lain adalah perusahaan perseroan (Persero),
bankpemerintah, bank pembangunan daerah, dan Pertamina.
Perluditegaskan bahwa dalam hal penerima dividen atau bagian laba adalah Wajib Pajakselain
badan-badan tersebut di atas, seperti orang pribadi baik dalam negerimaupun luar negeri, firma,
perseroan komanditer, yayasan dan organisasi sejenisdan sebagainya, maka penghasilan berupa
dividen atau bagian laba tersebut tetapmerupakan Objek Pajak.
Huruf g
Pengecualiansebagai Objek Pajak berdasarkan ketentuan ini hanya berlaku bagi dana pensiun
yang pendiriannya telah mendapat pengesahandari Menteri Keuangan. Yang dikecualikan dari
Objek Pajakadalah iuran yang diterima dari peserta pensiun, baik atas beban sendiri
maupunyang ditanggung pemberi kerja. Pada dasarnya iuran yang diterima oleh dana pensiun
tersebut merupakan dana milik dari pesertapensiun, yang akan dibayarkan kembali kepada
mereka pada waktunya. Pengenaan pajak atas iuran tersebut berarti mengurangi hak
parapeserta pensiun, dan oleh karena itu iuran tersebut dikecualikan sebagai ObjekPajak.
Huruf h
Huruf i
Huruf j
Huruf k
Perusahaan modal ventura adalah suatuperusahaan yang kegiatan usahanya membiayai badan
usaha (sebagai pasanganusaha) dalam bentuk penyertaan modal untuk suatu jangka waktu
tertentu.Berdasarkan ketentuan ini, bagian laba yang diterima atau diperoleh dariperusahaan
pasangan usaha tidak termasuk sebagai Objek Pajak, dengan syaratperusahaan pasangan usaha
tersebut merupakan perusahaan kecil, menengah, atauyang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan dalam sektor-sektor tertentuyang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan saham
perusahaan tersebut tidakdiperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
a. penghasilan dari usaha ataukegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang
dimiliki ataudikuasai;
b. penghasilan kantor pusat dariusaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa
di Indonesia yang sejenis dengan yangdijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha
tetap di Indonesia;
c. penghasilan sebagaimana tersebut dalamPasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor
pusat, sepanjang terdapathubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau
kegiatan yangmemberikan penghasilan dimaksud.
(2) Biaya-biaya yang berkenaan denganpenghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b dan huruf c bolehdikurangkan dari penghasilan bentuk usaha tetap.
(3) Dalam menentukan besarnya labasuatu bentuk usaha tetap :
a. biaya administrasi kantor pusatyang diperbolehkan untuk dibebankan adalah biaya yang
berkaitan denganusaha atau kegiatan bentuk usaha tetap, yang besarnya ditetapkan
olehDirektur Jenderal Pajak;
b. pembayaran kepada kantor pusatyang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya
adalah :
1) royalti atau imbalan lainnyasehubungan penggunaan harta, paten, atau hak-hak
lainnya;
2) imbalan sehubungan denganjasa manajemen dan jasa lainnya;
3) bunga, kecuali bunga yangberkenaan dengan usaha perbankan;
c. pembayaran sebagaimana tersebut padahuruf b yang diterima atau diperoleh dari kantor
pusat tidak dianggapsebagai Obyek Pajak, kecuali bunga yang berkenaan dengan
usahaperbankan."
Penjelasan Pasal 5
Orangpribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidakbertempat
kedudukan di Indonesiayang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk
usaha tetapdi Indonesia, dikenakan pajakdi Indonesiamelalui bentuk usaha tetap tersebut.
Ayat (1)
Huruf a
Bentuk usaha tetap dikenakan pajak atas penghasilan yangberasal dari usaha atau kegiatan dan
dari harta yang dimiliki atau dikuasainya. Dengan demikiansemua penghasilan tersebut
dikenakan pajak di Indonesia.
Huruf b
Berdasarkan ketentuanini penghasilan kantor pusat yang berasal dari usaha atau kegiatan,
penjualanbarang dan pemberian jasa, yang sejenis dengan yang dilakukan oleh bentuk
usahatetap dianggap sebagai penghasilan bentuk usaha tetap, karena pada hakekatnyausaha
atau kegiatan tersebut termasuk dalam ruang lingkup usaha atau kegiatandan dapat dilakukan
oleh bentuk usaha tetap.
Usaha atau kegiatanyang sejenis dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap, misalnya
terjadiapabila sebuah bank di luar Indonesia yang mempunyai bentuk usaha tetap diIndonesia,
memberikan pinjaman secara langsung tanpa melalui bentuk usahatetapnya kepada perusahaan
di Indonesia.
Penjualan barang yangsejenis dengan yang dijual oleh bentuk usaha tetap, misalnya
kantorpusat di luar negeri yang mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia menjual produk
yang sama dengan produkyang dijual oleh bentuk usaha tetap tersebut secara langsung tanpa
melaluibentuk usaha tetapnya kepada pembeli di Indonesia.
Pemberian jasa olehkantor pusat yang sejenis dengan jasa yang diberikan oleh bentuk usaha
tetap,misalnya kantor pusat perusahaan konsultan di luar Indonesiamemberikan konsultasi
yang sama dengan jenis jasa yang dilakukan bentuk usaha tetap tersebut secara langsung tanpa
melalui bentuk usahatetapnya kepada klien di Indonesia.
Huruf c
Penghasilan sepertidimaksud dalam Penjelasan Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor
pusat dianggap sebagai penghasilan bentuk usaha tetapdi Indonesia,apabila terdapat hubungan
efektif antara harta atau kegiatan yang memberikanpenghasilan dengan bentuk usaha tetap
tersebut.
Misalnya, X Inc.menutup perjanjian lisensi dengan PT Y untuk mempergunakan merek dagang
X Inc.Atas penggunaan hak tersebut X Inc. menerima imbalan berupa royalti dari PT
Y.Sehubungan dengan perjanjian tersebut X Inc. juga memberikan jasa manajemenkepada PT
Y melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, dalam rangkapemasaran produk PT Y yang
mempergunakan merek dagang tersebut. Dalam hal demikian, penggunaan merek dagang oleh
PT Y mempunyaihubungan efektif dengan bentuk usaha tetap di Indonesia, dan oleh karena
itupenghasilan X Inc. yang berupa royalti tersebut diperlakukan sebagaipenghasilan bentuk
usaha tetap.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Pada dasarnya bentuk usaha tetap merupakan satu kesatuan dengan kantorpusatnya, sehingga
pembayaran oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya,seperti royalti atas penggunaan
harta kantor pusat, merupakan perputaran danadalam satu perusahaan. Oleh karena itu,
berdasarkan ketentuan ini pembayaranbentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya
beruparoyalti, imbalan jasa, dan bunga tidak boleh dikurangkan dari penghasilanbentuk usaha
tetap. Namun apabila kantor pusat danbentuk usaha tetapnya bergerak dalam bidang usaha
perbankan, maka pembayaranberupa bunga pinjaman dapat dibebankan sebagai biaya.
Pasal 6
(1) Besarnya Penghasilan Kena Pajakbagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
ditentukan berdasarkanpenghasilan bruto dikurangi :
a. biaya untuk mendapatkan, menagih,dan memelihara penghasilan, termasuk biaya
pembelian bahan, biaya berkenaandengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus,gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga,
sewa,royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi,
biayaadministrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan; (UU No 17 Tahun 2000)
b. penyusutan atas pengeluaran untukmemperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperolehhak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 (satu) tahunsebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A; (UU 10
Tahun 1994)
c. iuran kepada dana pensiun yangpendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
(UU 10 Tahun 1994)
d. kerugian karena penjualan ataupengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yangdimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan; (UU 10 Tahun1994)
e. kerugian dari selisih kurs matauang asing; (UU No 17 Tahun 2000)
f. biaya penelitian dan pengembanganperusahaan yang dilakukan di Indonesia;(UU 10
Tahun 1994)
g. biaya bea siswa, magang, danpelatihan; (UU 10 Tahun 1994)
h. piutang yang nyata-nyata tidak dapatditagih, dengan syarat : (UU No 17 Tahun 2000)
Penjelasan Pasal 6
Ayat (1)
Beban-beban yang dapat dikurangkandari penghasilan bruto dapat dibagi dalam 2 (dua)
golongan, yaitu beban ataubiaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun
dan yangmempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. Beban yang mempunyaimasa
manfaat tidak lebih dari 1 (satu)tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan,
misalnya gaji, biayaadministrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah dan sebagainya.
Sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1(satu) tahun,
pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melaluiamortisasi. Disamping itu apabila
dalam suatu tahunpajak didapat kerugian karena penjualan harta atau karena selisih kurs,
makakerugian-kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Huruf a
Biaya-biayayang dimaksud dalam ayat ini lazim disebut biaya sehari-hari yang
bolehdibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankansebagai biaya, pengeluaran-
pengeluaran tersebut harus mempunyai hubunganlangsung dengan usaha atau kegiatan untuk
mendapatkan, menagih, dan memeliharapenghasilan yang merupakan Objek Pajak.
Contoh:
Demikian pula bunga atas pinjaman yang dipergunakanuntuk membeli saham tidak dapat
dibebankan sebagai biaya sepanjang dividen yangditerimanya tidak merupakan Objek Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat(3) huruf f. Bunga pinjaman yang tidak boleh
dibiayakan tersebut dapatdikapitalisasi sebagai penambah harga perolehan saham.
Selanjutnya lihat ketentuandalam Pasal 9 ayat (1) huruf f dan Pasal 18 beserta penjelasannya.
Huruf b
Selanjutnyalihat ketentuan Pasal 9 ayat (2), Pasal 11, dan Pasal 11A besertapenjelasannya.
Huruf c
Iurankepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkanoleh Menteri Keuangan boleh
dibebankan sebagai biaya, sedangkan iuran yangdibayarkan kepada dana pensiun yang
pendiriannya tidak atau belum disahkan olehMenteri Keuangan tidak boleh dibebankan sebagai
biaya.
Huruf d
Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yangmenurut tujuan semula tidak
dimaksudkan untuk dijual atau dialihkan yangdimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan
atau yang dimiliki untukmendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan dapat
dikurangkan daripenghasilan bruto.
Kerugian karenapenjualan atau pengalihan harta yang dimiliki tetapi tidak digunakan
dalamperusahaan, atau yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk mendapatkan,menagih dan
memelihara penghasilan, tidak boleh dikurangkan dari penghasilanbruto.
Huruf e
Kerugian karena selisih kurs matauang asing dapat disebabkan oleh adanya fluktuasi kurs yang
terjadisehari-hari, atau oleh adanya kebijaksanaan Pemerintah di bidang moneter. Kerugian
selisihkurs mata uang asing yang disebabkan oleh fluktuasi kurs, pembebanannyadilakukan
berdasarkan sistem pembukuan yang dianut, dan harus dilakukan secarataat asas. Apabila
Wajib Pajak menggunakan sistempembukuan berdasarkan kurs tetap (kurs historis),
pembebanan kerugian selisihkurs dilakukan pada saat terjadinya realisasi atas perkiraan mata
uang asingtersebut.
Huruf f
Huruf g
Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan beasiswa, magangdan pelatihan dalam rangka
peningkatan kualitas sumber daya manusia dapatdibebankan sebagai biaya perusahaan, dengan
memperhatikan kewajaran dankepentingan perusahaan.
Huruf h
Piutang yang nyata-nyata tidakdapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang Wajib
Pajak telahmengakuinya sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial dan telah
melakukanupaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir.
Tata cara pelaksanaanpersyaratan yang ditentukan dalam ayat (1) huruf h ini diatur lebih lanjut
oleh DirekturJenderal Pajak.
Ayat (2)
Contoh:
Rugi fiskal tahun 1995 sebesar Rp 100.000.000,00yang masih tersisa pada akhir tahun 2000
tidak boleh dikompensasikan lagidengan laba fiskal tahun 2001, sedangkan rugi fiskal tahun
1997 sebesar Rp300.000.000,00 hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2001
dantahun 2002, karena jangka waktu lima tahun yang dimulai sejak tahun 1998berakhir pada
akhir tahun 2002.
Ayat (3)
Dalam menghitung Laba Kena PajakWajib Pajak orang pribadi dalam negeri, kepadanya
diberikan pengurangan berupaPenghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksuddalam Pasal 7.
Pasal 7
a. Rp 2.880.000,00 (dua juta delapanratus delapan puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib
Pajak orang pribadi;
b. Rp 1.440.000,00 (satu jutaempat ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib
Pajak yang kawin;
c. Rp 2.880.000,00 (dua jutadelapan ratus delapan puluh ribu rupiah) tambahan untuk
seorang isteri yangpenghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana
dimaksud dalamPasal 8 ayat (1);
d. Rp 1.440.000,00(satu juta empat ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk
setiapanggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurusserta
anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3(tiga) orang untuk
setiap keluarga.
(2) Penerapan ayat (1) ditentukan olehkeadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun
pajak. (UU No 10 Tahun1994)
(3) Penyesuaian besarnya PenghasilanTidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan denganKeputusan Menteri Keuangan. (UU No 17 Tahun 2000)
Penjelasan Pasal 7
Ayat (1)
Untuk menghitung besarnyaPenghasilan Kena Pajak dari Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri, penghasilan netonya dikurangi dengan jumlahPenghasilan Tidak Kena Pajak.
Disamping untuk dirinya, kepada WajibPajak yang sudah kawin diberikan tambahan
Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Bagi Wajib Pajak yang isterinyamenerima atau memperoleh penghasilan yang digabung
dengan penghasilannya, makaWajib Pajak tersebut mendapat tambahan Penghasilan Tidak
Kena Pajak untukseorang isteri sebesar Rp 2.880.000,00 (dua jutadelapan ratus delapan puluh
ribu rupiah).
Wajib Pajak yangmempunyai anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan
lurus yangmenjadi tanggungan sepenuhnya, misalnya orang tua, mertua, anak kandung,
anakangkat, diberikan tambahan PenghasilanTidak Kena Pajak untuk paling banyak 3 (tiga)
orang. Yang dimaksud dengananggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya adalah
anggota keluargayang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung
olehWajib Pajak.
Contoh:
Wajib Pajak A mempunyai seorang isteri dengan tanggungan 4 (empat)orang anak. Apabila
isterinya memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerjayang sudah dipotong Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak adahubungannya dengan usaha suami atau
anggota keluarga lainnya, maka besarnyaPenghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada
Wajib Pajak A adalah sebesarRp 8.640.000,00 {Rp 2.880.000,00 + Rp 1.440.000,00 + (3 x Rp
1.440.000,00)}.Sedangkan untuk isterinya, pada saat pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21
olehpemberi kerja diberikan Penghasilan Tidak Kena Pajak sebesar Rp2.880.000,00. Apabila
penghasilan isteri harus digabung dengan penghasilansuami, maka besarnya Penghasilan Tidak
Kena Pajak yang diberikan kepada WajibPajak A adalah sebesar Rp11.520.000,00
(Rp8.640.000,00+ Rp 2.880.000,00).
Ayat (2)
Penghitungan besarnyaPenghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditentukanmenurut keadaan Wajib Pajak pada awal tahun pajak atau pada awal bagian
tahunpajak.
Misalnya,pada tanggal 1 Januari 2001 Wajib Pajak B berstatus kawin dengan tanggungan
1(satu) orang anak. Apabila anak yang kedua lahir setelah tanggal 1 Januari 2001,maka
besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak Buntuk tahun
pajak 2001 tetap dihitung berdasarkan status kawin dengan 1 (satu)anak.
Ayat (3)
(1) Seluruh penghasilan atau kerugianbagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau
pada awal bagiantahun pajak, begitu pula kerugiannya yang berasal dari tahun-tahun
sebelumnyayang belum dikompensasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2)
dianggapsebagai penghasilan atau kerugian suaminya, kecuali penghasilan tersebutsemata-
mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telahdipotong pajak
berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidakada hubungannya dengan usaha
atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluargalainnya.
(2) Penghasilan suami-isteridikenakan pajak secara terpisah apabila :
Penjelasan Pasal 8
Ayat (1)
Penghasilanatau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau pada
awalbagian tahun pajak dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya dandikenakan
pajak sebagai satu kesatuan. Penggabungan tersebut tidak dilakukandalam hal penghasilan
isteri diperoleh dari pekerjaan sebagai pegawai yangtelah dipotong pajak oleh pemberi kerja,
dengan ketentuan bahwa:
Contoh:
Apabila selain menjadipegawai, isteri A juga menjalankan usaha, misalnya salon kecantikan
denganpenghasilan sebesar Rp 75.000.000,00, maka seluruh penghasilan isteri sebesarRp
125.000.000,00 (Rp 50.000.000,00 + Rp75.000.000,00)digabungkan dengan penghasilan A.
Dengan penggabungan tersebut A dikenakanpajak atas penghasilan sebesar Rp225.000.000,00
(Rp100.000.000,00 +Rp50.000.000,00 + Rp 75.000.000,00). Potongan pajak atas penghasilan
isteritidak bersifat final, artinya dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutangatas penghasilan
sebesar Rp225.000.000,00 tersebutyang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan.
Contoh:
Dari contoh pada ayat(1), apabila isteri menjalankan usaha salon kecantikan, pengenaan
pajaknyadihitung berdasarkan jumlah penghasilan sebesar Rp 225.000.000,00.
- Suami : 100.000.000,00
x Rp 56.250.000,00= Rp 25.000.000,00
225.000.000,00
- Isteri : 125.000.000,00
x Rp 56.250.000,00= Rp 31.250.000,00
225.000.000,00
Ayat (4)
Penghasilananak yang belum dewasa yang tidak digabung dengan penghasilan orang
tuanyahanya penghasilan yang berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya
denganusaha atau kegiatan dari orang yang mempunyai hubungan istimewa dengan
anaktersebut.
Yang dimaksud dengananak yang belum dewasa adalah anak yang belum berumur 18 (delapan
belas) tahun danbelum pernah menikah.
Apabila seoranganak belum dewasa, yang orang tuanya telah berpisah, menerima atau
memperolehpenghasilan maka pengenaan pajaknya digabungkan dengan penghasilan ayah
atauibunya berdasarkan keadaan sebenarnya.
Pasal 9
(1) Untuk menentukan besarnyaPenghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetaptidak boleh dikurangkan :
a. pembagian laba dengan nama dan dalambentuk apapun seperti dividen, termasuk
dividen yang dibayarkan olehperusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usahakoperasi;
b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkanuntuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu, atau anggota;
c. pembentukan atau pemupukan danacadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih
untuk usaha bank dan sewaguna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi,
dan cadanganbiaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dansyarat-
syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; (UU No 17Tahun 2000)
d. premi asuransi kesehatan,asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa,yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar
olehpemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi WajibPajak
yang bersangkutan; (UU No 10 Tahun 1994)
e. penggantian atau imbalan sehubungandengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dankenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawaiserta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di
daerahtertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkandengan
Keputusan Menteri Keuangan; (UU No 17 Tahun 2000)
f. jumlah yang melebihi kewajaranyang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada
pihak yang mempunyaihubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yangdilakukan; (UU No 10 Tahun 1994)
g. harta yang dihibahkan, bantuanatau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (3)huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-
nyatadibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atauWajib
Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islamkepada badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkanoleh Pemerintah; (UU No 17
Tahun 2000)
h. Pajak Penghasilan; (UU No 10Tahun 1994)
i. biaya yang dibebankan ataudikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau
orang yang menjaditanggungannya; (UU No 10 Tahun 1994)
j. gaji yang dibayarkan kepadaanggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer
yang modalnya tidakterbagi atas saham; (UU No 10 Tahun 1994)
k. sanksi administrasi berupa bunga,denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda
yang berkenaan dengan pelaksanaanperundang-undangan di bidang perpajakan. (UU No
10 Tahun 1994)
(2) Pengeluaran untuk mendapatkan,menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1(satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus,
melainkandibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud
dalamPasal 11 atau Pasal 11 A. (UU No 10 Tahun 1994)
Penjelasan Pasal 9
Ayat (1)
Pada prinsipnya biaya yang bolehdikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang
mempunyai hubunganlangsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan
memeliharapenghasilan yang merupakan Objek Pajak yang pembebanannya dapat dilakukan
dalamtahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut. Pengeluaran
yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan brutomeliputi pengeluaran yang sifatnya adalah
pemakaian penghasilan, atau yangjumlahnya melebihi kewajaran.
Huruf a
Pembagianlaba dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk pembayaran dividen kepada
pemilikmodal, pembagian sisa hasil usaha koperasi kepada anggotanya, dan
pembayarandividen oleh perusahaan asuransi kepadapemegang polis, tidak boleh dikurangkan
dari penghasilan badan yangmembagikannya karena pembagian laba tersebut merupakan
bagian dari penghasilanbadan tersebut yang akan dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang
ini.
Huruf b
Huruf c
Huruf d
Premi untuk asuransikesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak orangpribadi tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto, dan pada saat orangpribadi dimaksud menerima
penggantian atau santunan asuransi, penerimaantersebut bukan merupakan Objek Pajak.
Apabilapremi asuransi tersebut dibayar atau ditanggung oleh pemberi kerja, maka bagipemberi
kerja pembayaran tersebut boleh dibebankan sebagai biaya dan bagipegawai yang
bersangkutan merupakan penghasilan yang merupakan Objek Pajak.
Huruf e
Sebagaimanatelah diuraikan dalam penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf d, penggantian atau
imbalandalam bentuk natura dan kenikmatan dianggap bukan merupakan Objek Pajak.
Selarasdengan hal tersebut maka dalam ketentuan ini, penggantian atau imbalan dimaksud
dianggap bukanmerupakan pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya bagi pemberi
kerja.Namun, dalam rangka menunjang kebijaksanaan pemerintah untuk
mendorongpembangunan di daerah terpencil, berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan,penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang
diberikanberkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tersebut, boleh dikurangkandari
penghasilan bruto pemberi kerja.
Huruf f
Huruf g
Huruf h
Yang dimaksudkan dengan PajakPenghasilan dalam ketentuan ini adalah Pajak Penghasilan
yang terutang olehWajib Pajak yang bersangkutan.
Huruf i
Biayauntuk keperluan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya,
padahakekatnya merupakan penggunaan penghasilan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan.
Olehkarena itu biaya tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan brutoperusahaan.
Huruf j
Anggota firma, persekutuan danperseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham
diperlakukansebagai satu kesatuan, sehingga tidak ada imbalan sebagai gaji. Dengan
demikiangaji yang diterima oleh anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditeryang
modalnya tidak terbagi atas saham, bukan merupakan pembayaran yang bolehdikurangkan dari
penghasilan bruto badan tersebut.
Huruf k
Cukup jelas
Ayat (2)
(1) Harga perolehan atau harga penjualandalam hal terjadi jual beli harta yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewasebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) adalah
jumlah yang sesungguhnyadikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila terdapat hubungan
istimewaadalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima.
(2) Nilai perolehan atau nilaipenjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah jumlah
yang seharusnyadikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.
(3) Nilai perolehan atau pengalihan hartayang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan,
peleburan, pemekaran,pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang
seharusnyadikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lainoleh
Menteri Keuangan.
(4) Apabila terjadi pengalihan harta:
a. yang memenuhi syaratsebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf
b, maka dasarpenilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan nilai sisa buku dari
pihakyang melakukan pengalihan atau nilai yang ditetapkan oleh Direktur
JenderalPajak;
b. yang tidak memenuhi syaratsebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a, maka
dasar penilaianbagi yang menerima pengalihan sama dengan nilai pasar dari harta
tersebut.
(5) Apabila terjadi pengalihan hartasebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c,
maka dasar penilaianharta bagi badan yang menerima pengalihan sama dengan nilai pasar
dari hartatersebut.
(6) Persediaan dan pemakaianpersediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan
harga perolehanyang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan
yangdiperoleh pertama.
Penjelasan Pasal 10
Ayat (1)
Pada umumnyadalam jual beli harta, harga perolehan harta bagi pihak pembeli adalah
hargayang sesungguhnya dibayar dan harga penjualan bagi pihak penjual adalah hargayang
sesungguhnya diterima. Termasuk dalam harga perolehan adalah harga beli dan biaya yang
dikeluarkan dalam rangka memperoleh hartatersebut, seperti bea masuk, biaya pengangkutan
dan biaya pemasangan.
Dalam jual beli yang dipengaruhihubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (4), maka bagi pihakpembeli nilai perolehannya adalah jumlah yang seharusnya dibayar
dan bagi pihakpenjual nilai penjualannya adalah jumlah yang seharusnya diterima. Adanya
hubungan istimewa antara pembeli dan penjual dapatmenyebabkan harga perolehan menjadi
lebih besar atau lebih kecil dibandingkandengan jika jual beli tersebut tidak dipengaruhi oleh
hubungan istimewa.Oleh karena itu dalam ketentuan ini diatur bahwa nilaiperolehan atau nilai
penjualan harta bagi pihak-pihak yang bersangkutan adalahjumlah yang seharusnya
dikeluarkan atau yang seharusnya diterima.
Ayat (2)
Contoh:
PT A PT B
(Harta X) (Harta Y)
Nilai sisa buku Rp 10.000.000,00 Rp 12.000.000,00
Harga pasar Rp 20.000.000,00 Rp 20.000.000,00
Selisihantara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dipertukarkan
merupakankeuntungan yang dikenakan pajak. PT A memperoleh keuntungan
sebesarRp10.000.000,00 (Rp20.000.000,00 - Rp10.000.000,00)dan PT B memperoleh
keuntungan sebesar Rp8.000.000,00 (Rp20.000.000,00 - Rp12.000.000,00).
Ayat (3)
Contoh:
PT A danPT B melakukan peleburan dan membentuk badan baru, yaitu PT C. Nilai sisa
bukudan harga pasar harta dari kedua badan tersebut adalah sebagai berikut:
PT A PT B
Nilai sisa buku Rp 200.000.000,00 Rp 300.000.000,00
Harga pasar Rp 300.000.000,00 Rp 450.000.000,00
Ayat (4)
Dalam hal terjadi penyerahan hartakarena hibah, bantuan, sumbangan yangmemenuhi syarat
dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a atau warisan, maka nilaiperolehan bagi pihak yang menerima
hartaadalah nilai sisa buku harta dari pihak yang melakukan penyerahan. Apabila Wajib Pajak
tidak menyelenggarakan pembukuan sehingga nilaisisa buku tidak diketahui, maka nilai
perolehan atas harta ditetapkan olehDirektur Jenderal Pajak.
Dalam hal terjadipenyerahan harta karena hibah, bantuan, sumbangan yang tidak memenuhi
syaratsebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a, maka nilai perolehan bagipihak
yang menerima harta adalah harga pasar.
Ayat (5)
Penyertaan WajibPajak dalam permodalan suatu badan dapat dipenuhi dengan setoran tunai
atau pengalihanharta.
Ketentuan ini mengaturtentang penilaian harta yang diserahkan sebagai pengganti saham atau
penyertaanmodal dimaksud, yaitu dinilai berdasarkan nilai pasar dari harta yang
dialihkantersebut.
Contoh:
Wajib Pajak Xmenyerahkan 20 unit mesin bubut yang nilai bukunya adalah Rp
25.000.000,00kepada PT Y sebagai pengganti penyertaan sahamnya dengan nilai nominal
Rp20.000.000,00.
Harga pasar mesin-mesin bubuttersebut adalah Rp40.000.000,00. Dalam hal ini PT Yakan
mencatat mesin bubut tersebut sebagai aktiva dengan nilai Rp 40.000.000,00 dan sebesar nilai
tersebut bukan merupakanpenghasilan bagi PT Y.
Selisih antara nilai nominal sahamdengan nilai pasar harta, yaitu sebesar Rp 20.000.000,00(Rp
40.000.000,00 - Rp 20.000.000,00) dibukukan sebagai agio. Bagi Wajib PajakX selisih sebesar
Rp 15.000.000,00 (Rp 40.000.000,00 -Rp 25.000.000,00) merupakan Objek Pajak.
Ayat (6)
Pada umumnya terdapat 3(tiga) golongan persediaan barang, yaitu barang jadi atau barang
dagangan,barang dalam proses produksi, bahan baku dan bahan pembantu.
Ketentuanpada ayat ini mengatur bahwa penilaian persediaan barang hanya bolehmenggunakan
harga perolehan. Penilaian pemakaian persediaan untukpenghitungan harga pokok hanya boleh
dilakukan dengan cararata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang didapat
pertama("first-in first-out atau disingkat FIFO"). Sesuai dengan kelaziman, cara penilaian
tersebut juga diberlakukan terhadapsekuritas.
Contoh:
Penghitungan harga pokok penjualandan nilai persediaan dengan menggunakan cara FIFO
misalnyasebagai berikut:
SekaliWajib Pajak memilih salah satu cara penilaianpemakaian persediaan untuk penghitungan
harga pokok tersebut, maka untuktahun-tahun selanjutnya harus digunakan cara yang sama.
Pasal 11
Penjelasan Pasal 11
Pengeluaran untukmemperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
(satu) tahunharus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memeliharapenghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluarantersebut selama masa
manfaat harta tersebut melalui penyusutan.Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah
hak milik, termasuk tanahberstatus hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai yang
pertama kalitidak boleh disusutkan, kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan
dalamperusahaan atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan dengan syarat nilai
tanahtersebut berkurang karena penggunaannya untuk memperoleh penghasilan, misalnyatanah
dipergunakan untuk perusahaan genteng, perusahaan keramik atau perusahaanbatu bata.
Yang dimaksud denganpengeluaran untuk memperoleh tanah hak guna bangunan, hak guna
usaha dan hakpakai yang pertama kali adalah biaya perolehan tanah berstatus hak guna
bangunan, hak guna usaha atau hak pakai dari pihak ketiga danpengurusan hak-hak tersebut
dari instansi yang berwenang untuk pertama kalinya.Sedangkan biaya perpanjangan hak guna
bangunan, hak guna usaha dan hak pakaidiamortisasikan selama jangka waktu hak-hak
tersebut.
a. dalam bagian-bagianyang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta
tersebut(metode garis lurus atau straight-line method); atau
b. dalam bagian-bagian yang menurundengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa
buku (metode saldomenurun atau declining balance method).
Untuk harta berwujudberupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus.
Harta berwujudselain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode
saldomenurun.
Dalamhal Wajib Pajak memilih menggunakan metode saldo menurun, nilai sisa buku
padaakhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus.
Sesuai dengan pembukuanWajib Pajak, alat-alat kecil (small tools) yang samaatau sejenis
dapat disusutkan dalam satu golongan.
Sebuah mesin yangdibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2000 dengan harga perolehan
sebesarRp 150.000.000,00. Masa manfaat darimesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau
tarif penyusutan misalnyaditetapkan 50% (limapuluh persen), maka penghitungan
penyusutannya adalah sebagai berikut:
Tahun Tarif Penyusutan Nilai Sisa Buku
Harga Perolehan 150,000,000.00
2000 50% 75,000,000.00 75,000,000.00
2001 50% 37,500,000.00 37,500,000.00
2002 50% 18,750,000.00 18,750,000.00
2003 Disusutkan sekaligus 18,750,000.00 0
Yang dimaksud denganmulai menghasilkan dalam ketentuan ini dikaitkan dengan saat mulai
berproduksidan tidak dikaitkan dengan saat diterima atau diperolehnya penghasilan.
Contoh1.
Contoh2.
Sebuah mesin yangdibeli dan ditempatkan pada bulan Juli 2000 dengan harga perolehan
sebesar Rp100.000.000,00. Masa manfaat darimesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau
tarif penyusutan misalnyaditetapkan 50% (limapuluh persen), maka penghitungan
penyusutannya adalah sebagai berikut:
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Untuk memberikankepastian hukum bagi Wajib Pajak dalam melakukan penyusutan atas
pengeluaranharta berwujud, ketentuan ini mengatur kelompok masa manfaat harta dan tarif
penyusutanbaik menurut metode garis lurus maupun saldo menurun.
Yang dimaksud denganbangunan tidak permanen adalah bangunan yang bersifat sementara dan
terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunanyang dapat dipindah-pindahkan, yang
masa manfaatnya tidak lebih dari 10(sepuluh) tahun. Misalnya, barak atau asrama yang dibuat
darikayu untuk karyawan.
Ayat (7)
Padadasarnya keuntungan atau kerugian karena pengalihan harta dikenakan pajak dalamtahun
dilakukannya pengalihan harta tersebut.
Apabila harta tersebut dijual atauterbakar, maka penerimaan neto dari penjualan harta tersebut,
yaitu selisihantara harga penjualan dengan biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan
penjualantersebut dan atau penggantian asuransinya dibukukan sebagai penghasilan padatahun
terjadinya penjualan atau tahunditerimanya penggantian asuransi, dannilai sisa buku dari harta
tersebut dibebankan sebagai kerugian dalam tahunpajak yang bersangkutan.
Dalam hal penggantianasuransi yang diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di
masakemudian, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur JenderalPajak
agar jumlah sebesar kerugian tersebut dapat dibebankan dalam tahunpenggantian asuransi
tersebut.
Ayat (10)
Menyimpang dariketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), dalam hal pengalihan
hartaberwujud yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) hurufa
dan huruf b, nilai sisa bukunya tidak boleh dibebankan sebagai kerugian olehpihak yang
mengalihkan.
Ayat (11)
Pasal 11A
(1) Amortisasi atas pengeluaran untukmemperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya
termasuk biayaperpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang
mempunyaimasa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan untuk
mendapatkan,menagih, dan memelihara penghasilan, dilakukan dalam bagian-bagian yang
samabesar atau dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yangdihitung
dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tersebutatau atas nilai sisa buku
dan pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligusdengan syarat dilakukan secara taat
asas. (UU No 17 Tahun 2000)
(2) Untuk menghitung amortisasi, masamanfaat dan tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut :
(UU No 10 Tahun1994)
Penjelasan Pasal 11
Ayat (1)
Khusus untuk amortisasiharta tak berwujud yang menggunakan metode saldo menurun, pada
akhir masamanfaat nilai sisa buku harta tak berwujud atau hak-hak tersebut
diamortisasisekaligus.
Ayat (2)
Penentuan masa manfaat dantarif amortisasi atas pengeluaran harta tak berwujud dimaksudkan
untukmemberikan keseragaman bagi Wajib Pajak dalam melakukan amortisasi. WajibPajak
dapat melakukan amortisasi sesuai dengan metode yang dipilihnyasebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) berdasarkan masa manfaat yang sebenarnyadari tiap harta tak berwujud. Tarif
amortisasi yangditerapkan didasarkan pada kelompok masa manfaat sebagaimana yang diatur
dalamketentuan ini. Untuk harta tidak berwujud yang masamanfaatnya tidak tercantum pada
kelompok masa manfaat yang ada, maka WajibPajak menggunakan masa manfaat yang
terdekat. Misalnyaharta tak berwujud dengan masa manfaat yang sebenarnya 6 (enam) tahun
dapatmenggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun atau 8 (delapan) tahun.Dalam hal
masa manfaat yang sebenarnya 5 (lima) tahun, maka harta takberwujud tersebut diamortisasi
dengan menggunakan kelompok masa manfaat 4(empat) tahun.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Metode satuan produksidilakukan dengan menerapkan persentase amortisasi yang besarnya
setiap tahunsama dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan
gasbumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandunganminyak dan
gas bumi di lokasi tersebut yang dapat diproduksi.
Apabila ternyata jumlahproduksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga
masihterdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh hak atau pengeluaran lain, maka atassisa
pengeluaran tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yangbersangkutan.
Ayat (5)
Pengeluaran untukmemperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak
pengusahaan hutan,atau hasil alam lainnya seperti hak pengusahaan hasil laut
diamortisasiberdasarkan metode satuan produksi dengan jumlah paling tinggi 20% (dua
puluhpersen) setahun.
Contoh:
Ayat (6)
Ayat (7)
Contoh:
PT X mengeluarkan biaya untukmemperoleh hak penambangan minyak dan gas bumi di suatu
lokasi sebesar Rp500.000.000,00. Taksiran jumlahkandungan minyak di daerah tersebut adalah
sebanyak 200.000.000 (dua ratusjuta) barel. Setelah produksi minyak dan gas bumi mencapai
100.000.000(seratus juta) barel, PT X menjual hak penambangan tersebut kepada pihak lain
dengan harga sebesar Rp300.000.000,00. Penghitungan penghasilan dan kerugiandari
penjualan hak tersebut adalah sebagai berikut:
Harga perolehan Rp 500.000.000,00
Amortisasi yang telah dilakukan
Ayat (8)
Cukup jelas
dihapus.
dihapus.
Pasal 14
(1) Norma Penghitungan Penghasilan Netountuk menentukan penghasilan neto, dibuat dan
disempurnakan terus-menerusserta diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. (UU No 17
Tahun 2000)
(2) Wajib Pajak orang pribadi yangperedaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah), boleh menghitung penghasilanneto dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimanadimaksud dalam ayat
(1), dengan syarat memberitahukan kepada DirekturJenderal Pajak dalam jangka waktu 3
(tiga) bulan pertama dari tahun pajakyang bersangkutan. (UU No 17 Tahun 2000)
(3) Wajib Pajak sebagaimana dimaksuddalam ayat (2) yang menghitung penghasilan netonya
dengan menggunakan NormaPenghitungan Penghasilan Neto, wajib menyelenggarakan
pencatatan sebagaimanadiatur dalam Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan.(UU No 17 Tahun 2000)
(4) Wajib Pajak sebagaimana dimaksuddalam ayat (2) yang tidak memberitahukan kepada
Direktur Jenderal Pajak untukmenghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma
Penghitungan PenghasilanNeto, dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan. (UU No
17 Tahun 2000)
(5) Wajib Pajak yang wajibmenyelenggarakan pembukuan, termasuk Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud dalam ayat(3) dan ayat (4), yang ternyata tidak atau tidak sepenuhnya
menyelenggarakanpencatatan atau pembukuan atau tidak memperlihatkan pencatatan atau
pembukuanatau bukti-bukti pendukungnya, maka penghasilan netonya dihitung
berdasarkanNorma Penghitungan Penghasilan Neto atau cara lain yang ditetapkan
denganKeputusan Menteri Keuangan. (UU No 17 Tahun 2000)
(6) Dihapus. (UU No 17 Tahun 2000)
(7) Besarnya peredaran brutosebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diubah dengan
Keputusan Menteri Keuangan.(UU No 10 Tahun 1994)
Penjelasan Pasal 14
Informasiyang benar dan lengkap tentang penghasilan Wajib Pajak sangat penting untukdapat
mengenakan pajak yang adil dan wajar sesuai dengan kemampuan ekonomisWajib Pajak.
Untuk dapat menyajikan informasi dimaksud,Wajib Pajak harus menyelenggarakan
pembukuan. Namun disadari bahwa tidaksemua Wajib Pajak mampu menyelenggarakan
pembukuan. Semua WajibPajak badan dan bentuk usaha tetap diwajibkan menyelenggarakan
pembukuan.Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha ataumelakukan pekerjaan
bebas dengan jumlah peredaran tertentu, tidak diwajibkanuntuk menyelenggarakan
pembukuan.
Untuk memberikankemudahan dalam menghitung besarnya penghasilan neto bagi Wajib Pajak
yangmenjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto tertentu,Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan normapenghitungan.
Ayat (1)
a. tidak terdapat dasarpenghitungan yang lebih baik, yaitu pembukuan yang lengkap; atau
b. pembukuan atau catatan peredaranbruto Wajib Pajak ternyatadiselenggarakan secara tidak
benar.
Norma Penghitungandisusun sedemikian rupa berdasarkan hasil penelitian atau data lain, dan
dengan memperhatikan kewajaran.
Norma Penghitungan Penghasilan Netohanya boleh digunakan oleh Wajib Pajak orang pribadi
yang peredaran brutonya kurangdari jumlah Rp600.000.000,00. Untukdapat menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto tersebut Wajib Pajakorang pribadi harus
memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangkawaktu 3 (tiga) bulan pertama
dari tahun pajak yang bersangkutan. Wajib Pajak orang pribadi yang menggunakan Norma
PenghitunganPenghasilan Neto tersebut wajib menyelenggarakan pencatatan tentang
peredaranbrutonya sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan
TataCara Perpajakan. Pencatatan tersebut dimaksudkan untuk memudahkanpenerapan norma
dalam menghitung penghasilan neto.
Apabila Wajib Pajakorang pribadi yang berhak bermaksud untuk menggunakan Norma
PenghitunganPenghasilan Neto, tetapi tidak memberitahukannya kepada Direktur Jenderal
Pajakdalam jangka waktu yang ditentukan, maka Wajib Pajak tersebut dianggap
memilihmenyelenggarakan pembukuan.
Ayat (5)
sehingga karena itumengakibatkan peredaran bruto yang sebenarnya tidak diketahui, maka
penghasilannetonya dapat dihitung dengan cara lain yang ditetapkan dengan KeputusanMenteri
Keuangan.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Menteri Keuangan dapat menyesuaikan besarnya batas peredaran bruto sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) denganmemperhatikan perkembangan ekonomi dan kemampuan masyarakat
Wajib Pajak untukmenyelenggarakan pembukuan.
Norma Penghitungan Khusus untuk menghitungpenghasilan netto dari Wajib Pajak tertentu
yang tidak dapat dihitungberdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) ditetapkan
MenteriKeuangan.
Penjelasan Pasal 15
Ketentuan ini mengatur tentangNorma Penghitungan Khusus untuk golongan Wajib Pajak
tertentu, antara lainperusahaan pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan asuransi
luarnegeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagangasing,
perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah("build, operate, and
transfer").
Untuk menghindari kesukaran dalam menghitung besarnyaPenghasilan Kena Pajak bagi
golongan Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkanpertimbangan praktis, atau sesuai dengan
kelaziman pengenaan pajak dalambidang-bidang usaha tersebut, MenteriKeuangan diberi
wewenang untuk menetapkan Norma Penghitungan Khusus gunamenghitung besarnya
penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu tersebut.
BAB IV
CARA MENGHITUNG PAJAK
(1) Penghasilan Kena Pajak sebagaidasar penerapan tarif bagi Wajib Pajak dalam negeri dalam
suatu tahun pajakdihitung dengan cara mengurangkan dari penghasilan sebagaimana
dimaksud dalamPasal 4 ayat (1) dengan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat(1) dan ayat (2), Pasal 7 ayat (1), dan Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d,dan huruf e.
(2) Penghasilan Kena Pajak bagi WajibPajak orang pribadi dan badan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14, dihitungdengan menggunakan Norma Penghitungan sebagaimana dimaksud
dalam pasaltersebut, dan untuk Wajib Pajak orang pribadi dikurangi dengan
PenghasilanTidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
(3) Penghasilan Kena Pajak bagi WajibPajak luar negeri yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melaluisuatu bentuk usaha tetap di Indonesia dalam suatu tahun pajak
dihitung dengancara mengurangkan dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat(1) dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) dengan
pengurangansebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 6 ayat (1)dan
ayat (2), dan Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e.
(4) Penghasilan Kena Pajak bagi WajibPajak orang pribadi dalam negeri yang terutang pajak
dalam suatu bagian tahunpajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2A ayat (6) dihitung
berdasarkanpenghasilan netto yang diterima atau diperoleh dalam bagian tahun pajak
yangdisetahunkan.
Penjelasan Pasal 16
Bagi Wajib Pajak dalamnegeri pada dasarnya terdapat dua cara untukmenentukan besarnya
Penghasilan Kena Pajak, yaitu penghitungan dengan carabiasa dan penghitungan dengan
menggunakan Norma Penghitungan.
(1) Wajib Pajak luar negeriyang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu
bentuk usahatetap di Indonesia;
(2) Wajib Pajak luarnegeri lainnya.
Ayat (1)
Ayat (2)
Bagi Wajib Pajak orang pribadiyang berhak untuk tidak menyelenggarakan pembukuan,
Penghasilan Kena Pajaknyadihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto dengan contohsebagai berikut:
misalnya 20%
- Penghasilan neto lainnya Rp 5.000.000,00
- Jumlah seluruh penghasilan neto Rp 65.000.000 00
- Penghasilan Tidak Kena Pajak(isteri
+ 3anak) (Rp 5.184.000,00)
- Penghasilan Kena Pajak Rp 59.816.000,00
Ayat (3)
Bagi Wajib Pajak luarnegeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu
bentukusaha tetap di Indonesia,cara penghitungan Penghasilan Kena Pajaknya padadasarnya
sama dengan cara penghitungan Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajakbadan dalam negeri.
Oleh karena bentuk usaha tetap berkewajiban untukmenyelenggarakan pembukuan, maka
Penghasilan Kena Pajaknya dihitung dengan cara penghitungan biasa.
Contoh:
- Peredaran bruto Rp
400.000.000,00
- Biaya untuk mendapatkan, menagih Rp
dan memelihara penghasilan 275.000.000,00(-)
Rp
125.000.000,00
- Penghasilan bunga Rp 5.000.000,00
- Penjualan langsung barang oleh
kantor pusatyang sejenis dengan Rp
barang yang dijual bentukusaha tetap 200.000.000,00
- Biaya untuk mendapatkan, menagih
dan Rp
150.000.000,00
memelihara penghasilan (-)
Rp 50.000.000,00
- Dividen yang diterima atau diperoleh
kantorpusat yang mempunyai
hubungan efektif dengan Rp 2.000.000,00
bentukusaha tetap (+)
Rp
182.000.000,00
- Biaya-biaya menurut Pasal 5 ayat (3) Rp 7.000.000,00
(-)
- Penghasilan Kena Pajak Rp
175.000.000,00
Ayat (4)
Contoh:
Misalnyaorang pribadi tidak kawin yang kewajiban pajak subjektifnya sebagai Subjek
Pajakdalam negeri adalah 3 (tiga) bulan, dan dalam jangka waktu tersebut
memperolehpenghasilan sebesar Rp 10.000.000,00 maka penghitungan Penghasilan
KenaPajaknya adalah sebagai berikut:
Pasal 17
(1 Tarif pajak yang diterapkan atasPenghasilan Kena Pajak bagi : (UU No 17 Tahun 2000)
)
a. Wajib Pajak orang pribadi dalamnegeri adalah sebagai berikut :
Penjelasan Pasal 17
Ayat (1)
Huruf a
Huruf b
Contoh penghitungan pajak terutang untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha
tetap:
Pajak Penghasilanterutang:
Ayat (2)
Perubahan tarifsebagaimana dimaksud dalam ayat ini akan diberlakukan secara nasional,
dimulai per1 (satu) Januari dan diumumkan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum
tarifbaru itu berlaku efektif, serta dikemukakan oleh Pemerintah kepada DewanPerwakilan
Rakyat Republik Indonesia, untuk dibahas dalam rangka penyusunanRancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
Ayat (3)
Besarnya lapisanPenghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tersebut akan
disesuaikan dengan faktor penyesuaian, antara laintingkat inflasi. Menteri Keuangan diberi
wewenangmengeluarkan keputusan yang mengatur tentang faktor penyesuaian tersebut.
Ayat (4)
Contoh:
Contoh :
PenghasilanKena Pajak setahun (dihitung sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 16 ayat (4)):Rp
34.816.000,00
Pajak Penghasilansetahun:
5% x Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% x Rp 9.816.000,00 = Rp 981.600,00(+)
Rp 2.231.600,00
Ayat (7)
Ketentuan dalam ayat ini memberiwewenang kepada Pemerintah untuk menentukan tarif pajak
tersendiri yang dapat bersifatfinal atas jenis penghasilan tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat(2), sepanjang tidak lebih tinggi dari tarif pajak tertinggi sebagaimana diaturdalam
ayat (1). Penentuan tarif pajak tersendiri tersebutdidasarkan atas pertimbangan kesederhanaan,
keadilan dan pemerataan dalampengenaan pajak.
Pasal 18
a. besarnya penyertaan modal WajibPajak dalam negeri tersebut paling rendah 50% (lima
puluh persen) dari jumlah saham yangdisetor; atau
b. secara bersama-sama dengan WajibPajak dalam negeri lainnya memiliki penyertaan
modal paling rendah 50% (lima puluh persen)dari jumlah saham yang disetor.
(3) Direktur Jenderal Pajak berwenanguntuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan
pengurangan sertamenentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya
Penghasilan KenaPajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan
Wajib Pajaklainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak
dipengaruhioleh hubungan istimewa. (UU No 10 Tahun 1994)
(3a) Direktur Jenderal Pajak berwenangmelakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan bekerja
sama dengan pihakotoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksiantar pihak-
pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalamayat (4), yang
berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasipelaksanaannya serta melakukan
renegosiasi setelah periode tertentu tersebutberakhir. (UU No 17 Tahun 2000)
(4) Hubungan istimewa sebagaimanadimaksud dalam ayat (3) dan (3a), Pasal 8 ayat (4), Pasal
9 ayat (1) huruf f,dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila : (UU No 17 Tahun 2000)
a. Wajib Pajak mempunyai penyertaanmodal langsung atau tidak langsung paling rendah
25% (dua puluh limapersen) pada Wajib Pajak lain, atau hubungan antara Wajib Pajak
denganpenyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib
Pajakatau lebih, demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih
yangdisebut terakhir; atau
b. Wajib Pajak menguasai WajibPajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di
bawah penguasaanyang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
c. terdapat hubungan keluarga baik sedarahmaupun semenda dalam garis keturunan lurus
dan atau ke samping satuderajat.
(5) dihapus. (UU No 17 Tahun 2000)
Penjelasan Pasal 18
Ayat (1)
Undang-undang ini memberiwewenang kepada Menteri Keuangan untuk memberi keputusan
tentang besarnyaperbandingan antara utang dan modal perusahaan yang dapat dibenarkan
untukkeperluan penghitungan pajak. Dalam dunia usaha terdapattingkat perbandingan tertentu
yang wajar mengenai besarnya perbandingan antarautang dan modal (debt to equity ratio).
Apabila perbandinganantara utang dan modal sangat besar melebihi batas-batas kewajaran,
maka pada umumnya perusahaan tersebut dalam keadaan tidak sehat. Dalam haldemikian,
untuk penghitungan Penghasilan Kena Pajak,Undang-undang ini menentukan adanya modal
terselubung.
Istilah modal disinimenunjuk kepada istilah atau pengertian ekuitas menurut standar
akuntansisedangkan yang dimaksud dengan kewajaran atau kelaziman usaha adalah
adatkebiasaan atau praktik menjalankan usaha atau melakukan kegiatan yang sehatdalam dunia
usaha.
Ayat (2)
Contoh:
PT A dan PT Bmasing-masing memiliki saham sebesar 40% dan 20% pada X Ltd. yang
bertempatkedudukan di negara Q. Saham X Ltd. tersebut tidak diperdagangkan di bursaefek.
Dalam tahun 2000 X Ltd.memperoleh laba setelah pajak sejumlah Rp100.000.000,00.
Dalam hal demikian,Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen dan
dasarpenghitungannya.
Ayat (3)
Maksud diadakannyaketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak, yang
dapatterjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapathubungan istimewa,
kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang darisemestinya ataupun pembebanan
biaya melebihi dari yang seharusnya. Dalam hal demikian, Direktur Jenderal Pajak berwenang
untuk menentukankembali besarnya penghasilan dan atau biaya sesuai dengan keadaan
seandainya diantara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa. Dalam
menentukan kembali jumlah penghasilan dan atau biaya tersebutdapat dipakai beberapa
pendekatan, misalnya data pembanding, alokasi lababerdasar fungsi atau peran serta dari Wajib
Pajak yang mempunyai hubunganistimewa dan indikasi serta data lainnya.
Ayat (3a)
Ayat (4)
Hubungan istimewa diantara Wajib Pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan
satudengan yang lain yang disebabkan karena:
Selain karena hal-haltersebut di atas, hubungan istimewa di antara Wajib Pajak orang pribadi
dapatpula terjadi karena adanya hubungan darah atau karena perkawinan.
Huruf a
Hubungankepemilikan seperti tersebut di atas dapat juga terjadi antara orang pribadidan badan.
Huruf b
Hubungan istimewadianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan berada di bawah
penguasaan yangsama. Demikian juga hubungan antara beberapaperusahaan yang berada
dalam penguasaan yang samatersebut.
Huruf c
Yang dimaksuddengan hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajatadalah ayah, ibu, dan anak, sedangkan hubungan keluarga sedarah dalam garisketurunan
ke samping satu derajat adalah saudara.
Yangdimaksud dengan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajatadalah
mertua dan anak tiri, sedangkan hubungan keluarga semenda dalam garisketurunan ke samping
satu derajat adalah ipar.
Ayat (5)
Cukup jelas
(1) Menteri Keuangan berwenangmenetapkan peraturan tentang penilaian kembali aktiva dan
faktor penyesuaian apabilaterjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan
penghasilan karenaperkembangan harga.
(2) Atas selisih penilaian kembaliaktiva sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan tarif
pajak tersendiridengan keputusan Menteri Keuangan sepanjang tidak melebihi tarif
pajaktertinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).
Penjelasan Pasal 19
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas
BAB V
PELUNASAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN
(1) Pajak yang diperkirakan akan terutangdalam suatu tahun pajak, dilunasi oleh Wajib Pajak
dalam tahun pajak berjalanmelalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain,serta
pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri.
(2) Pelunasan pajak sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk setiap bulan atau
masa lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
(3) Pelunasan pajak sebagaimanadimaksud pada ayat (1) merupakan angsuran pajak yang boleh
dikreditkan terhadapPajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan,
kecualiuntuk penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final."
Penjelasan Pasal 20
Ayat (1)
Agar pelunasan pajakdalam tahun pajak berjalan mendekati jumlah pajak yang akanterutang
untuk tahun pajak yang bersangkutan, maka pelaksanaannya dilakukanmelalui:
a. pemotongan pajak olehpihak lain dalam hal diperoleh penghasilan oleh Wajib Pajak dari
pekerjaan, jasaatau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, pemungutan pajak
ataspenghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dan pemotonganpajak
atas penghasilan dari modal, jasa dan kegiatan tertentu sebagaimanadimaksud dalam Pasal
23.
b. pembayaran oleh Wajib Pajaksendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.
Ayat (2)
Pada dasarnya pelunasanpajak dalam tahun berjalan dilakukan untuk setiap bulan, namun
Menteri Keuangandapat menentukan masa lain, seperti saat dilakukannya transaksiatau saat
diterima atau diperolehnya penghasilan, sehingga pelunasan pajakdalam tahun berjalan dapat
dilaksanakan dengan baik.
Ayat (3)
Pelunasan pajak dalamtahun pajak berjalan merupakan angsuran pembayaran pajak yang
nantinya bolehdiperhitungkan dengan cara mengkreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang
terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.
a. pemberi kerja yang membayargaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain
sebagai imbalansehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan
pegawai;
b. bendaharawan pemerintah yangmembayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain, sehubungandengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
c. dana pensiun atau badan lainyang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain
dengan nama apapun dalam rangkapensiun;
d. badan yang membayar honorariumatau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan jasa termasuk jasatenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas;
e. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaransehubungan dengan pelaksanaan
suatu kegiatan.
(2) Tidak termasuk sebagai pemberikerja yang wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan
pelaporan pajaksebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a adalah badanperwakilan
negara asing dan organisasi-organisasi internasional sebagaimanadimaksud dalam Pasal 3.
(3) Penghasilan pegawai tetap ataupensiunan yang dipotong pajak untuk setiap bulan adalah
jumlah penghasilanbruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun yang
besarnyaditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, iuran pensiun, dan
PenghasilanTidak Kena Pajak.
(4) Penghasilan pegawai harian,mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya yang dipotong
pajak adalah jumlahpenghasilan bruto setelah dikurangi bagian penghasilan yang tidak
dikenakanpemotongan yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
(5) Tarif pemotongan atas penghasilansebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah tarif pajak
sebagaimana dimaksuddalam Pasal 17 ayat (1) kecuali ditetapkan laindengan Peraturan
Pemerintah.
(6) dihapus.
(7) dihapus.
(8) Petunjuk mengenai pelaksanaan pemotongan,penyetoran, dan pelaporan pajak atas
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan,jasa atau kegiatan diatur dengan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak.
Penjelasan Pasal 21
Ayat (1)
Ketentuan ini mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalanmelalui pemotongan
pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh olehWajib Pajak orang pribadi dalam
negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa dankegiatan. Pihak yang wajib melakukan
pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajakadalah pemberi kerja, bendaharawan pemerintah,
danapensiun, badan, perusahaan, dan penyelenggara kegiatan.
Huruf a
Pemberi kerja yangwajib melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak adalah
orang pribadiataupun badan yang merupakan induk, cabang, perwakilan atau unit
perusahaan,yang membayar atau terutang gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan
pembayaranlain dengan nama apapun kepada pengurus, pegawai atau bukan pegawai,
sebagaiimbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan.
Dalampengertian pemberi kerja termasuk juga organisasi internasional yang tidakdikecualikan
dari kewajiban memotong pajak.
Yangdimaksud dengan pembayaran lain adalah pembayaran dengan namaapapun selain gaji,
upah, tunjangan, dan honorarium, dan pembayaran lainseperti bonus, gratifikasi, tantiem.
Yang dimaksud dengan bukan pegawai adalah orang pribadi yangmenerima atau memperoleh
penghasilan dari pemberi kerja sehubungan dengan ikatan kerja tidak tetap, misalnyaartis yang
menerima atau memperoleh honorarium dari pemberi kerja.
Huruf b
Huruf c
Dana pensiun atau badanlain seperti badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang
membayarkanuang pensiun, tunjangan hari tua, tabungan hari tua, dan pembayaran lain
yangsejenis dengan nama apapun.
Huruf d
Dalam pengertian badan termasukorganisasi internasional yang tidak dikecualikan berdasarkan
ayat (2). Termasuk tenaga ahli orang pribadimisalnya dokter, pengacara, akuntan, yang
melakukan pekerjaan bebas danbertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan
atas nama persekutuannya.
Huruf e
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Bagi pegawai tetap besarnya penghasilan yang dipotong pajak adalah penghasilan
brutodikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak KenaPajak. Dalam
pengertian iuran pensiun termasuk juga iurantunjangan hari tua atau tabungan hari tua yang
dibayar oleh pegawai.
Bagi pensiunan besarnyapenghasilan yang dipotong pajak adalah jumlah penghasilan bruto
dikurangidengan biaya pensiun dan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Dalam pengertian
pensiunan termasuk jugapenerima tunjangan hari tua atau tabungan hari tua.
Ayat (4)
Besarnya penghasilanyang dipotong pajak bagi pegawai harian, mingguan, serta pegawai tidak
tetaplainnya adalah jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan bagian penghasilanyang tidak
dikenakan pemotongan yang besarnya ditetapkan denganKeputusan Menteri Keuangan,
dengan memperhatikan Penghasilan Tidak Kena Pajakyang berlaku.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Penjelasan Pasal 22
Pasal 23
(1) Atas penghasilan tersebut di bawahini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
dibayarkan atau terutang olehbadan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan,bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
kepadaWajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihakyang
wajib membayarkan :
a. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas: (UU No 17 Tahun 2000)
1) dividen sebagaimana dimaksuddalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;
2) bunga, sebagaimana dimaksuddalam Pasal 4 ayat (1) huruf f;
3) royalti;
4) hadiah dan penghargaan selainyang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21ayat (1) huruf e;
b. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto danbersifat final atas bunga simpanan
yang dibayarkan oleh koperasi; (UU No 10Tahun 1994)
c. sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraanpenghasilan neto atas : (UU No 10 Tahun
1994)
1) sewa dan penghasilan lainsehubungan dengan penggunaan harta;
2) imbalan sehubungan dengan jasa teknik,jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain selain jasa yangtelah dipotong Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
(2) Besarnya perkiraan penghasilanneto dan jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalamayat
(1) huruf c ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. (UU No17 Tahun 2000)
(3) Orang pribadi sebagai Wajib Pajakdalam negeri dapat ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak
untuk memotong pajaksebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (UU No 10 Tahun 1994)
(4) Pemotongan pajak sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) tidak dilakukan atas : (UU No 17
Tahun 2000)
Penjelasan Pasal 23
Ayat (1)
Ketentuan dalam ayat ini mengatur pemotongan pajakatas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal,pemberian
jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajaksebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e, yang dibayarkan atauterutang oleh badan pemerintah atau
Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggarakegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya.
Dasar pemotongan pajakdalam ayat ini dibedakan antara penghasilan bruto dan perkiraan
penghasilanneto.Dasar pemotongan pajak untuk pembayaran penghasilan dalam bentuk
dividen, bunga, royalti, hadiah, danpenghargaan adalah jumlah penghasilan bruto. Dasar
pemotongan untuk sewadan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaanharta adalah
perkiraan penghasilan neto.
Penghasilan berupaimbalan jasa yang wajib dilakukan pemotongan pajak adalah jasa teknik,
jasamanajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang diterima ataudiperoleh
Wajib Pajak selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilansebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21.
Atas penghasilan berupabunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi dipotong pajak
sebesar 15% (limabelas persen) dan bersifat final. Atas penghasilan berupabunga simpanan
koperasi yang tidak melebihi batas yang ditetapkan denganKeputusan Menteri Keuangan yang
dibayarkan koperasi kepada anggotanya tidakdipotong Pajak Penghasilan Pasal 23.
Ayat (2)
Agar ketentuan inidapat dilaksanakan dengan baik dan dinamis sesuai dengan perkembangan
duniausaha, maka Direktur Jenderal Pajak diberi wewenang untuk menetapkanjenis-jenis jasa
lain dan besarnya perkiraanpenghasilan neto. Dalam menetapkan besarnya
perkiraanpenghasilan neto, Direktur Jenderal Pajak selain memanfaatkan data daninformasi
intern, dapat memperhatikan pendapat dan informasi dari pihak-pihakyang terkait.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
(1) Pajak yang dibayar atau terutangdi luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang
diterima atau diperolehWajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang
terutang berdasarkanUndang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.
(2) Besarnya kredit pajak sebagaimanadimaksud pada ayat (1) adalah sebesar pajak
penghasilanyang dibayar atauterutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi
penghitungan pajak yangterutang berdasarkan Undang-undang ini.
(3) Dalam menghitung batas jumlahpajak yang boleh dikreditkan, penentuan sumber
penghasilan adalah sebagaiberikut :
a. penghasilan dari saham dansekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang
menerbitkan saham atausekuritas tersebut bertempat kedudukan;
b. penghasilan berupa bunga,royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak
adalah negaratempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa
tersebutbertempat kedudukan atau berada;
c. penghasilan berupa sewasehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara
tempat hartatersebut terletak;
d. penghasilan berupa imbalansehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah
negara tempat pihakyang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat
kedudukan atauberada;
e. penghasilan bentuk usaha tetapadalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut
menjalankan usaha ataumelakukan kegiatan
(4) Penentuan sumber penghasilanselain penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
menggunakan prinsipyang sama dengan prinsip yang dimaksud pada ayat tersebut.
(5) Apabila pajak atas penghasilandari luar negeri yang dikreditkan ternyata kemudian
dikurangkan ataudikembalikan, maka pajak yang terutang menurut Undang-undang ini
harusditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengurangan atau pengembalian
itudilakukan.
(6) Ketentuan mengenai pelaksanaanpengkreditan pajak atas penghasilan dari luar negeri
ditetapkan dengankeputusan Menteri Keuangan.
Penjelasan Pasal 24
Padadasarnya Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan,
termasukpenghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Untukmeringankan beban
pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak ataspenghasilan yang diterima atau
diperoleh di luar negeri, ketentuan ini mengaturtentang perhitungan besarnya pajak atas
penghasilan yang dibayar atau terutangdi luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak
yang terutang atas seluruhpenghasilan Wajib Pajak dalam negeri.
Ayat (1)
Pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat
dikreditkanterhadap pajak yang terutang di Indonesiahanyalah pajak yang langsung dikenakan
atas penghasilan yang diterima ataudiperoleh Wajib Pajak.
Contoh:
Pajak Penghasilan yang dapatdikreditkan terhadap seluruh Pajak Penghasilan yang terutang
atas PT A adalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yangditerima atau diperoleh
di luar negeri, dalam contoh di atas yaitu jumlahsebesar US$ 19,760.00. Pajak Penghasilan
(Corporate income tax) atas Z Inc.sebesar US$ 48,000.00 tidak dapat dikreditkan terhadap
Pajak Penghasilan yangterutang atas PTA, karena pajak sebesar US$ 48,000.00 tersebut tidak
dikenakan langsung ataspenghasilan yang diterima atau diperoleh PT A dari luar negeri,
melainkan pajakyang dikenakan atas keuntungan Z Inc. di negara X.
Ayat (2)
Untuk memberikanperlakuan pemajakan yang sama antara penghasilan yang diterima atau
diperolehdari luar negeri dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh di Indonesia,maka
besarnya pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri dapat dikreditkanterhadap pajak yang
terutang di Indonesia tetapi tidak boleh melebihi besarnyapajak yang dihitung berdasarkan
Undang-undang ini.
Cara penghitunganbesarnya pajak yang dapat dikreditkan ditetapkan oleh Menteri Keuangan
berdasarkan wewenang sebagaimana diatur pada ayat (6).
Dalamperhitungan kredit pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luarnegeri yang
dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang menurutUndang-undang ini, penentuan sumber
penghasilan menjadi sangat penting. Selanjutnya,ketentuan ini mengatur tentang penentuan
sumber penghasilan untukmemperhitungkan kredit pajak luar negeri tersebut.
Ayat (5)
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 25
(1) Besarnya angsuran pajak dalam tahunpajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak untuk setiap bulanadalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat
PemberitahuanTahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan : (UU
No 17Tahun 2000)
Penjelasan Pasal 25
Ketentuan ini mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran bulananyang harus dibayar
oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun berjalan.
Ayat (1)
Contoh 1:
Besarnya angsuran pajak yang harusdibayar sendiri setiap bulan untuk tahun 2001 adalah
sebesar Rp1.250.000,00 (Rp15.000.000,00 dibagi 12).
Contoh 2:
Berdasarkan ketentuan ini, besarnyaangsuran pajak untuk bulan-bulan sebelum batas waktu
penyampaian SuratPemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tersebut adalah samadengan
angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu.
Contoh:
Apabila Surat Pemberitahuan TahunanPajak Penghasilan disampaikan oleh Wajib Pajak pada
bulan Maret 2001, makabesarnya angsuran pajak yang harus dibayar Wajib Pajak untuk bulan
Januari danPebruari 2001 adalah sebesar angsuran pajak bulan Desember 2000,
misalnyasebesar Rp 1.000.000,00.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Apabila dalam tahun berjalanditerbitkan suratketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu
maka angsuran pajak dihitungberdasarkan suratketetapan pajak tersebut. Perubahan angsuran
pajak tersebut berlaku mulai bulanberikutnya setelah bulan diterbitkannya surat ketetapan
pajak.
Contoh:
Berdasarkan ketentuan dalam ayatini, maka besarnya angsuran pajak mulai bulan Juli 2001
adalah sebesar Rp2.000.000,00. Penetapan besarnya angsuran pajakberdasarkan suratketetapan
pajak tersebut bisa sama, lebih besar atau lebih kecil dari angsuranpajak sebelumnya
berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Pada dasarnya besarnya pembayaranangsuran pajak oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun
berjalan sedapat mungkindiupayakan mendekati jumlah pajak yang akan terutangpada akhir
tahun. Oleh karena itu berdasarkan ketentuan ini, dalam hal-haltertentu Direktur Jenderal Pajak
diberikan wewenang untuk menyesuaikanpenghitungan besarnya angsuran pajak yang harus
dibayar sendiri oleh WajibPajak dalam tahun berjalan, apabila terdapat kompensasi kerugian,
Wajib Pajakmenerima atau memperoleh penghasilan tidak teratur, atau terjadi
perubahankeadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.
Contoh 1:
Apabila pada tahun 2000 tidak adaPajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut oleh pihak
lain dan pajak yangdibayar atau terutang di luar negeri sesuai dengan ketentuan dalam Pasal
24,maka besarnya angsuran pajak bulanan PT X tahun 2001 = 1/12 x Rp 11.000.000,00= Rp
916.666,67
(dibulatkanRp 916.666,00).
Contoh 2:
Penghasilan teratur Wajib Pajak Adari usaha dagang dalam tahun 2000 Rp 48.000.000,00 dan
penghasilan tidakteratur dari mengontrakkan rumah selama 3 (tiga) tahun yang dibayar
sekaliguspada tahun 2000 sebesar Rp 72.000.000,00. Mengingat penghasilan yang tidakteratur
tersebut sekaligus diterima pada tahun 2000, maka penghasilan yangdipakai sebagai dasar
penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 dari Wajib PajakA pada tahun 2001 adalah hanya
dari penghasilan teratur tersebut.
Contoh 3:
Perubahan keadaanusaha atau kegiatan Wajib Pajak dapat terjadi karena penurunan atau
peningkatanusaha. PT Byang bergerak di bidang produksi benang dalam tahun 2000 membayar
angsuranbulanan sebesar Rp15.000.000,00.
Dalam bulan Juni 2000 pabrik milikPT B terbakar, oleh karena itu berdasarkan Keputusan
Direktur Jenderal Pajakmulai bulan Juli 2000 angsuran bulanan PT B dapat disesuaikan
menjadi lebihkecil dari Rp 15.000.000,00.
Ayat (7)
Bagi Wajib Pajak baru yang mulaimenjalankan usaha atau melakukan kegiatan dalam tahun
pajak berjalan, perludiatur untuk menentukan besarnya angsuran pajak, karena Wajib Pajak
belummemasukkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Penentuan besarnya angsuran pajakdidasarkan atas kenyataan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.
Bagi Wajib Pajak yang bergerakdalam bidang perbankan, Badan Usaha Milik Negara dan
Badan Usaha Milik Daerah,terdapat kewajiban menyampaikan kepada Pemerintah laporan
yang berkaitan denganpengelolaan keuangan dalam suatu periode tertentu, yang dapat dipakai
sebagaidasar penghitungan untuk menentukan besarnya angsuran pajak dalam tahunberjalan.
Dalam perkembangan dunia usaha, kemungkinanterdapat bidang usaha atau Wajib Pajak
tertentu termasuk Wajib Pajak orangpribadi pengusaha tertentu yaitu Wajib Pajak orang
pribadi yang mempunyaitempat usaha tersebar di beberapa tempat, misalnya pedagang
elektronik yangmempunyai toko di beberapa pusat perbelanjaan, yang angsuran pajaknya
dapatdihitung berdasarkan data atau kenyataan yang ada, sehingga mendekatikewajaran.
Ayat (8)
Pajak yang dibayar Wajib Pajakorang pribadi yang bertolak ke luar negeri merupakan
pembayaran angsuran pajakdalam tahun berjalan yang dapat dikreditkan dengan jumlah Pajak
Penghasilanyang terutang pada akhir tahun. Berdasarkan pertimbangan tertentu, misalnya tugas
negara,pertimbangan sosial, budaya, pendidikan, keagamaan, dan kelazimaninternasional,
dengan Peraturan Pemerintah diatur tentang pengecualian darikewajiban membayar pajak
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini.
Ayat (9)
Sebagaimana dimaksud dalam ayat(7), besarnya angsuran pajak bagi Wajib Pajak orang
pribadi pengusaha tertentuyaitu Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai tempat usaha
tersebar dibeberapa tempat, misalnya pedagang elektronik yang mempunyai toko di
beberapapusat perbelanjaan, ditetapkan tersendiri dengan Keputusan Menteri
Keuangan.Angsuran pokok bagi Wajib Pajak tersebut, merupakan pelunasan pajak
yangterutang untuk tahun pajak yang bersangkutan, sepanjang Wajib Pajak tersebuttidak
menerima atau memperoleh penghasilan lain yangtidak dikenakan Pajak Penghasilan yang
bersifat final. Apabila Wajib Pajaktersebut juga menerima atau memperoleh penghasilan lain
yang tidak dikenakanPajak Penghasilan yang bersifat final, maka dalam menghitung pajaknya,
seluruhpenghasilannya digunggungkan dan dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkanketentuan
umum, sedangkan pajak yang telah dibayarmerupakan kredit pajak.
Pasal 26
(1) Atas penghasilan tersebut dibawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang
dibayarkan atau yangterutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri,
penyelenggarakegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri
lainnyakepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia,dipotong
pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihakyang wajib
membayarkan : (UU No 17 Tahun 2000)
a. dividen;
b. bunga, termasuk premium,diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalianutang;
c. royalti, sewa, dan penghasilanlain sehubungan dengan penggunaan harta;
d. imbalan sehubungan dengan jasa,pekerjaan, dan kegiatan;
e. hadiah dan penghargaan;
f. pensiun dan pembayaran berkalalainnya.
(2) Atas penghasilan dari penjualanharta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat
(2), yang diterimaatau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap
diIndonesia, dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luarnegeri,
dipotong pajak 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilanneto. (UU No 10 Tahun
1994)
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimanadimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan
Menteri Keuangan. (UU No 17Tahun 2000)
(4) Penghasilan Kena Pajak sesudahdikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di
Indonesiadikenakan pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan
tersebutditanamkan kembali di Indonesia,yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri Keuangan. (UUNo 17 Tahun 2000)
(5) Pemotongan pajak sebagaimanadimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) bersifat
final, kecuali : (UUNo 10 Tahun 1994)
a. pemotongan atas penghasilansebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan
huruf c;
b. pemotongan atas penghasilan yang diterimaatau diperoleh orang pribadi atau badan luar
negeri yang berubah statusmenjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap.
Penjelasan Pasal 26
Ataspenghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri dari Indonesia,Undang-
undang ini menganut dua sistem pengenaan pajak, yaitu pemenuhan sendirikewajiban
perpajakannya bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usahaatau melakukan kegiatan
melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, danpemotongan oleh pihak yang wajib
membayar bagi Wajib Pajak luar negeri lainnya.
Ayat (1)
Pemotongan pajak berdasarkanketentuan ini wajib dilakukan oleh badan pemerintah, Subjek
Pajak dalam negeri,penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan
luarnegeri lainnya yang melakukan pembayaran kepada Wajib Pajak luar negeri selainbentuk
usaha tetap di Indonesia, dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen)dari jumlah bruto.
1) penghasilan yang bersumber dari modaldalam bentuk dividen, bunga termasuk premium,
diskonto, premi swap sehubungandengan interest swap dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang, royalti,dan sewa serta penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
2) imbalan sehubungan dengan jasa,pekerjaan, atau kegiatan;
3) hadiah dan penghargaan dengannama dan dalam bentuk apapun;
4) pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
Sesuai dengan ketentuan ini, misalnyasuatu badan Subjek Pajak dalam negeri membayarkan
royalti sebesar Rp100.000.000,00 kepada Wajib Pajak luar negeri, maka Subjek Pajak dalam
negeritersebut berkewajiban untuk memotong Pajak Penghasilan sebesar 20% (dua
puluhpersen) dari Rp 100.000.000,00.
Sebagai contoh lain misalnyaseorang atlit dari luar negeri yang ikut mengambil bagian dalam
perlombaan larimaraton di Indonesia, dan kemudian merebut hadiah uang, maka atas
hadiahtersebut dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan sebesar 20% (dua puluh persen).
Ketentuan ini mengatur tentangpemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak luarnegeri yang bersumber di Indonesia,selain dari penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yaitu penghasilandari penjualan harta dan premi
asuransi, termasuk premi reasuransi. Atas penghasilantersebut dipotong pajak sebesar 20%
(dua puluh persen) dari perkiraanpenghasilan neto dan bersifat final. Menteri
Keuangandiberikan wewenang untuk menetapkan besarnya perkiraan penghasilan
netodimaksud, serta hal-hal lain dalam rangka pelaksanaan pemotongan pajaktersebut.
Ketentuan ini tidak diterapkandalam hal Wajib Pajak luar negeri tersebut menjalankan usaha
atau melakukankegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, atau apabila
penghasilandari penjualan harta tersebut telah dikenakan pajak berdasarkan ketentuan Pasal4
ayat (2).
Ayat (4)
Atas Penghasilan Kena Pajak sesudahdikurangi pajak dari bentuk usaha tetap di Indonesia
dipotong pajak sebesar20% (dua puluh persen).
Contoh:
Ayat (5)
Pada prinsipnya pemotongan pajakatas Wajib Pajak luar negeri adalah bersifat final, namun
atas penghasilansebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c, dan
ataspenghasilan Wajib Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang berubahstatus menjadi
Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, pemotonganpajaknya tidak bersifat final
sehingga potongan pajak tersebut dapatdikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan.
Contoh:
A sebagai tenaga asing orangpribadi membuat perjanjian kerja dengan PT B sebagai Wajib
Pajak dalam negeriuntuk bekerja di Indonesiauntuk jangka waktu 5 (lima) bulan terhitung
mulai tanggal1 Januari 2001. Pada tanggal 20 April 2001 perjanjian kerja tersebut
diperpanjangmenjadi 8 (delapan) bulan sehingga akan berakhir padatanggal 31 Agustus 2001.
Jika perjanjian kerja tersebuttidak diperpanjang maka status A adalah tetap sebagaiWajib Pajak
luar negeri. Dengan diperpanjangnya perjanjian kerja tersebut makastatus A berubah dari
Wajib Pajak luar negeri menjadiWajib Pajak dalam negeri terhitung sejak tanggal 1 Januari
2001. Selama bulanJanuari sampai dengan Maret 2001 atas penghasilan bruto Atelah dipotong
Pajak Penghasilan Pasal 26 oleh PT B.
Berdasarkan ketentuan ini, makauntuk menghitung Pajak Penghasilan yang terutang atas
penghasilan A untuk masaJanuari sampai dengan Agustus 2001, Pajak Penghasilan Pasal 26
yang telahdipotong dan disetor PT B atas penghasilan A sampai dengan Maret tersebut,dapat
dikreditkan terhadap pajak A sebagai Wajib Pajak dalam negeri.
dihapus.
BAB VI
PERHITUNGAN PAJAK PADA AKHIR TAHUN
(1) Bagi Wajib Pajak dalam negeri danbentuk usaha tetap, pajak yang terutang dikurangi
dengan kredit pajak untuktahun pajak yang bersangkutan, berupa :
Penjelasan Pasal 28
Ayat (1)
Pajak yang telah dilunasi dalamtahun berjalan, baik yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
ataupun yangdipotong serta dipungut oleh pihak lain, dapatdikreditkan terhadap pajak yang
terutang pada akhir tahun pajak yangbersangkutan.
Contoh:
Ayat (2)
Cukup jelas
Apabila pajak yang terutang untuksuatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit
pajak sebagaimana dimaksuddalam Pasal 28 ayat (1), maka setelah dilakukan pemeriksaan,
kelebihanpembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungkan dengan utang pajak
berikutsanksi-sanksinya.
Oleh karena itu untukkepentingan pemeriksaan, Direktur Jenderal Pajak atau pejabat lain
yangditunjuk diberi wewenang untuk mengadakan pemeriksaan atas laporan keuangan,buku-
buku, dan catatan lainnya serta pemeriksaan lain yang berkaitan denganpenentuan besarnya
pajak penghasilan yang terutang, kebenaran jumlah pajak danjumlah pajak yang telah
dikreditkan dan untuk menentukan besarnya kelebihanpembayaran pajak yang harus
dikembalikan.
Maksud pemeriksaan ini untukmemastikan bahwa uang yang akan dibayar kembali
kepadaWajib Pajak sebagai restitusi itu adalah benar merupakan hak Wajib Pajak.
Apabila pajak yang terutang untuksuatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajak
sebagaimanadimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), maka kekurangan pajak yang terutang
harusdilunasi selambat-lambatnya tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga setelahtahun pajak
berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan."
Penjelasan Pasal 29
Ketentuan inimewajibkan Wajib Pajak untuk melunasi kekurangan pembayaran pajak yang
terutangmenurut ketentuan Undang-undang ini sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan
PajakPenghasilan disampaikan. Apabila tahun buku sama dengan tahun takwim
makakekurangan pajak tersebut wajib dilunasi selambat-lambatnya tanggal 25 Maretsetelah
tahun pajak berakhir, sedangkan apabila tahun buku tidak sama dengantahun takwim, misalnya
dimulai tanggal 1 Juli sampai dengan 30 Juni, makakekurangan pajak wajib dilunasi selambat-
lambatnya tanggal 25 September.
dihapus.
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
(1) Kepada Wajib Pajak yang melakukanpenanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan
atau di daerah-daerahtertentu dapat diberikan fasilitas perpajakan dalam bentuk :
a. pengurangan penghasilan netopaling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari jumlah
penanaman yang dilakukan;
b. penyusutan dan amortisasi yangdipercepat;
c. kompensasi kerugian yang lebihlama tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun; dan
d. pengenaan Pajak Penghasilanatas dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
sebesar 10% (sepuluhpersen), kecuali apabila tarif menurut perjanjian perpajakan yang
berlakumenetapkan lebih rendah;
(2) Fasilitas perpajakan sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Ayat (1)
Salah satu prinsip yangperlu dipegang teguh di dalam undang-undang perpajakan adalah
diberlakukan danditerapkannya perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau
terhadap kasus-kasus dalam bidang perpajakan yang hakekatnya sama,dengan berpegang pada
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Karena itu setiap kemudahan dalam bidang
perpajakan jikabenar-benar diperlukan harus mengacu pada kaidah di atas dan perlu dijaga
agardi dalam penerapannya tidak menyimpang dari maksud dan tujuan
diberikannyakemudahan tersebut.
Tujuan diberikannyakemudahan pajak ini adalah untuk mendorong kegiatan investasi langsung
di Indonesiabaik melalui penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri di
bidang-bidangusaha tertentu dan daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas tinggi
dalamskala nasional, khususnya penggalakan ekspor. Selain itukemudahan pajak juga
diberikan untuk mendorong pengembangan daerah terpencil,seperti yang banyak terdapat di
kawasan timur Indonesia, dalam rangka pemerataanpembangunan.
Fasilitas perangsangpenanaman ini dapat dinikmati selama 6(enam) tahun, sehingga setiap
tahunnya Wajib Pajak berhak mengurangkan daripenghasilan neto sebesar 5% (lima persen)
dari jumlah realisasi penanaman.
Demikianpula ketentuan ini dapat digunakan untuk menampung kemungkinan
perjanjiandengan negara-negara lain dalam bidang perdagangan, investasi, dan bidanglainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
(1) Wajib Pajak yang melakukanrestrukturisasi utang usaha melalui lembaga khusus yang
dibentuk Pemerintahdapat memperoleh fasilitas pajak yang bersifat terbatas baik dalam
jangkawaktu maupun jenisnya berupa keringanan Pajak Penghasilan yang terutang atas:
a. pembebasan utang;
b. pengalihan harta kepadakreditur untuk penyelesaian utang;
c. perubahan utang menjadipenyertaan modal;
(2) Fasilitas pajak sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Krisis ekonomidan moneter yang terjadi sejak tahun 1997 telah menimbulkan dampak negatif
yangluas terhadap sektor perbankan, usaha investasi, kesempatan kerja, dan makroekonomi.
Hal tersebut terjadi terutama karena banyaknya utang luar negeridan dalam negeri (dalam
valuta asing) yang mengalami kenaikan drastis sebagaiakibat terdepresiasinya secara signifikan
nilai rupiah terhadap mata uangdollar Amerika Serikat. Dalam rangka upaya
pemulihankegiatan perekonomian nasional Pemerintah perlu menempuh kebijakan
khususrestrukturisasi utang. Restrukturisasi tersebut dapatdilakukan dalam bentuk pembebasan
(sebagian atau seluruh) utang, pengalihanharta untuk penyelesaian utang, dan perubahan utang
menjadi modal.
Ayat (1)
Fasilitas pajak yang diberikan masa berlakunya terbatas hanya untuktahun-tahun pajak 2000,
2001 dan 2002. Adapun fasilitas pajak yang dimaksud adalah berupa keringanan
PajakPenghasilan dalam bentuk :
Ayat (2)
Cukup jelas
(1) Penerimaan negara dari PajakPenghasilan orang pribadi dalam negeri dan Pajak
Penghasilan Pasal 21 yangdipotong oleh pemberi kerja dibagi dengan imbangan 80% untuk
Pemerintah Pusatdan 20% untuk Pemerintah Daerah tempat Wajib Pajak terdaftar.
(2) Pembagian penerimaan PemerintahDaerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut denganPeraturan Pemerintah.
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Penjelasan Pasal 32
Cukup jelas
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
(1) Wajib Pajak yang tahun bukunya berakhir pada tanggal 30Juni 1984 serta yang berakhir
antara tanggal 30 Juni 1984 dan tanggal 31 Desember1984 dapat memilih cara menghitung
pajaknya berdasarkan ketentuan dalamOrdonansi Pajak Perseroan 1925 atau Ordonansi
Pajak Pendapatan 1944, atauberdasarkan ketentuan dalamUndang-undang ini.
(2) Fasilitas perpajakan yang telah diberikan sampai dengantanggal 31 Desember 1983, yang :
a. jangka waktunya terbatas, dapat dinikmati oleh WajibPajak yang bersangkutan sampai
selesai;
b. jangka waktunya tidak ditentukan , dapatdinikmati sampai dengan tahun pajak sebelum
tahun pajak 1984.
(3) Penghasilan Kena Pajak yang diterima atau diperolehdalam bidang penambangan minyak
dan gas bumi serta dalam bidang penambanganlainnya sehubungan dengan Kontrak Karya
dan Kontrak Bagi Hasil, yang masihberlaku pada saat berlakunya Undang-undang ini,
dikenakan pajak berdasarkanketentuan-ketentuan Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan
Undang-undang Pajakatas Bunga, Dividen dan Royalti 1970 beserta semua peraturan
pelaksanaannya.
Penjelasan Pasal 33
Ayat (1)
Bagi Wajib Pajak yang tahunberjalan merupakan tahun buku, maka ada kemungkinan bahwa
sebagian dari tahunpajak itu termasuk di dalam tahun takwim 1984. Menurut ketentuan ayat
ini, maka apabila 6 (enam) bulan dari tahun pajakitu termasuk dalam tahun takwim 1984 Wajib
Pajak diperkenankan untuk memilihapakah mau mempergunakan Ordonansi Pajak Perseroan
1925 atau Ordonansi PajakPendapatan 1944, ataupun memilih penerapan ketentuan-ketentuan
yang termuatdalam Undang-undang ini. Kesempatan memilih semacam itu berlaku pula bagi
Wajib Pajak yanglebih dari 6 (enam) bulan dari tahun pajaknya termasuk di dalam tahun
takwim1984.
Ayat (2)
Huruf a
Fasilitas perpajakan yang jangka waktunya terbatasmisalnya fasilitas perpajakan berdasarkan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1968 tentangPenanaman Modal Dalam Negeri yang sudah diberikan sampai
dengan tanggal 31Desember 1983 masih tetap dapat dinikmati sampai dengan habisnya
fasilitasperpajakan tersebut.
Hurufb
Fasilitas perpajakan yang jangka waktunya tidakditentukan, tidak dapat dinikmati lagi
terhitung mulai tanggal berlakunyaUndang-undang ini, misalnya :
Ayat (3)
Ordonansi Pajak Perseroan 1925, dan Undang-undang Pajakatas Bunga, Dividen dan Royalty
1970 beserta semua peraturan pelaksanaannyatetap berlaku terhadap Penghasilan Kena Pajak
yang diterima atau diperolehdalam bidang penambangan minyak dan gasbumi dan dalam
bidang penambangan lainnya yang dilakukan dalam rangkaperjanjian Kontrak Karya dan
Kontrak Bagi Hasil, tersebut masih berlaku padasaat berlakunya Undang-undang ini.
Ketentuan Undang-undang ini baru berlaku terhadapPenghasilan Kena Pajak yang diterima
atau diperoleh dalam bidang penambanganminyak dan gas bumi yang dilakukan dalam bentuk
perjanjian Kontrak Karya danKontrak Bagi Hasil, apabila perjanjian Kontrak Karya dan
Kontrak Bagi Hasiltersebut dibuat setelah berlakunya Undang-undang ini.
(1) Wajib Pajak yang tahun bukunyaberakhir setelah tanggal 30 Juni 1995 wajib menghitung
pajaknya berdasarkan ketentuanUndang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah
diubah terakhir denganUndang-undang ini.
(2) Wajib Pajak yang memperolehfasilitas perpajakan dan telah mendapat keputusan tentang
saat mulai berproduksisebelum tanggal 1 Januari 1995, maka fasilitas perpajakan dimaksud
dapatdinikmati sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan.
(3) Fasilitas perpajakan yang telahdiberikan, berakhir pada tanggal 31 Desember 1994, kecuali
fasilitas sebagaimanadimaksud pada ayat (2).
(4) Wajib Pajak yang menjalankanusaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi,
pertambangan umum, danpertambangan lainnya berdasarkan Kontrak Bagi Hasil, Kontrak
Karya, atauperjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan yang masih berlaku pada
saatberlakunya Undang-undang ini, pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan dalamKontrak
Bagi Hasil, Kontrak Karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaanpertambangan tersebut
sampai dengan berakhirnya kontrak atau perjanjian kerjasamadimaksud.
Ayat (1)
BagiWajib Pajak yang tahun pajaknya merupakan tahun buku, maka ada kemungkinanbahwa
sebagian dari tahun pajak itu termasuk di dalam tahun takwim 1984. Menurut ketentuan
ayatini, maka apabila 6 (enam) bulan dari tahun pajak itu termasuk dalam tahuntakwim 1984
Wajib Pajak diperkenankan untuk memilih apakah mau mempergunakanOrdonansi Pajak
Perseroan 1925 atauOrdonansi Pajak Pendapatan 1944, ataupun memilih penerapan ketentuan-
ketentuanyang termuat dalam undang-undang ini. Kesempatan memilihsemacam itu berlaku
pula bagi Wajib Pajak yang lebih dari 6 (enam) bulan daritahun pajaknya termasuk di dalam
tahun takwim 1984.
Ayat (2)
Huruf a
Hurufb
Fasilitas perpajakan yang jangka waktunya tidakditentukan, tidak dapat dinikmati lagi
terhitung mulai tanggal berlakunyaundang-undang ini, misalnya:
Ayat (3)
Ordonansi PajakPerseroan 1925, dan Undang-undang Pajak atas Bunga, Dividen dan Royalti
1970beserta semua peraturan pelaksanaannya tetap berlaku terhadap penghasilan kenapajak
yang diterima atau diperoleh dalam bidang penambangan minyak dan gas bumidan dalam
bidang penambangan lainnya yang dilakukan dalam rangka perjanjianKontrak Karya dan
Kontrak Bagi Hasil, sepanjang perjanjian Kontrak Karya danKontrak Bagi Hasil tersebut
masih berlaku pada saat berlakunya undang-undangini.
Ketentuan undang-undang ini baruberlaku terhadap penghasilan kena pajak yang diterima atau
diperoleh dalambidang penambangan minyak dan gas bumi yang dilakukan dalam bentuk
perjanjian KontrakKarya dan Kontrak Bagi Hasil, apabila perjanjian Kontrak Karya dan
Kontrak BagiHasil tersebut dibuat setelah berlakunya undang-undang ini.
Penjelasan Pasal 34
Cukup jelas
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Hal-hal yang belumcukup diatur dalam Undang-undang ini diatur lebih lanjut dengan
PeraturanPemerintah.
Penjelasan Pasal 35
Dengan peraturan pemerintah diatur lebihlanjut hal-hal yang belum cukup diatur dalam
Undang-undang ini, yaitu semuaperaturan yang diperlukan agar Undang-undang ini dapat
dilaksanakan dengansebaik-baiknya, termasuk pula peraturan peralihan.