You are on page 1of 21

UPAYA PENGOBATAN DASAR

TONSILITIS KRONIS DENGAN


OTITIS MEDIA AKUT STADIUM PERFORASI

OLEH:
dr. Umam Fazlurrahman

PENDAMPING
dr. Dwi Retno S

UPTD PUSKESMAS AMBARAWA


KABUPATEN SEMARANG
2014

HALAMAN PENGESAHAN
Nama

: dr. Umam Fazlurrahman

Judul Laporan UKM

: Tonsilitis kronis dengan Otitis media akut stadium


perforasi

Ambarawa, Maret 2014


Peserta

Pendamping

dr. Umam Fazlurrahman

dr. Dwi Retno S


NIP 19740313 200604 2 017

Mengetahui,

Kepala UPTD Puskesmas Ambarawa

drg. Djuwinarti
NIP 19600825 198903 2 002
dr. Hj. K. Ullin Noor, MM

STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: An. T

Umur

: 7 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Pendidikan

: SD

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Pelajar

Alamat

: Kerjo RT I / RW V

Dikirim oleh

: Diantar orang tua

Nomor CM

: 01442

Tanggal periksa

: 22 Februari 2014

II. SUBYEKTIF
ANAMNESA
A. Keluhan utama
Keluar cairan dari telinga kiri
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Puskesmas ambarawa diantar kedua orang tuanya dengan
keluhan keluar cairan dari telinga kanan sejak 3 hari yang lalu. Cairan berwarna
jernih dan agak kental, tapi tidak berbau. 4 hari yang lalu pasien merasakan nyeri
pada telinga kiri disertai demam, namun sejak keluar cairan dari telinga kiri nyeri
dan demam dirasakan sudah berkurang. Pasien juga mengaku sekarang
pendengaran telinga kiri menurun.
Pasien juga mengeluhkan demam sejak 6 hari yang lalu, demam mendadak,
naik-turun, disertai batuk, pilek, dengan dahak wana kuning kehijauan dan nyeri
menelan. Pasien sudah berobat sebelumnya ke bidan, namun tidak membaik, obat
habis 1 hari sebelum pasien periksa ke puskesmas.

Pasien sering sakit batuk, pilek disertai nyeri menelan. Dalam 6 bulan terakhir,
pasien sudah berobat 4 kali.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat dengan keluhan yang sama : disangkal
b. Riwayat Alergi makanan : disangkal
c. Riwayat Asma: disangkal
d. Riwayat alergi obat disangkal
e. Riwayat mondok disangkal
f. Riwayat operasi disangkal
D. Riwayat Keluarga
a. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal
b.Riwayat Alergi

: disangkal

c. Riwayat asma

: disangkal

E. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal bersama orang tua dan 1 saudaranya.Ayah pasien bekerja sebagai
karyawan pabrik dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Kesan ekonomi mengengah
kebawah dan biaya pengobatan ditanggung pemerintah secara gratis
III.OBYEKTIF
Status Pasien
Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: compos mentis

Vital sign
Tekanan darah

: - mmHg

Nadi

: 84 x/menit

RR

: 22 x/menit

Suhu

: 37,8o C

TB

: 120 cm

BB

: 22 kg

Status Generalis
4

1. Pemeriksaan Kepala
Bentuk kepala : Mesocephal, simetris
Rambut

: Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata

Mata

: Simetris, edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera


ikterik (-/-), refleks pupil (+/+) normal isokor 3 mm,

Telinga

: Nyeri tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), Serumen (+/+),


discharge (-/+), hiperemis

(-/-), deformitas

(-), perforasi

membrana timpani (-/+) aktif, reflek cahaya (-/+).


Hidung

: Deformitas (-), nafas cuping hidung (-), dicharge (+/+), hiperemi


(-/-), hipertrofi konka media (-/-), hipertrofi konka inferior (-/-)

Mulut

: Bibir kering (-), bibir pucat (-), sianosis (-), lidah kotor (-) atrofi
papil lidah (-), tonsil T3/T3 hiperemis, kripte (+/+), detritus (-/-).

2. Pemeriksaaan Leher
Inspeksi

: deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)

Palpasi

: JVP normal

3. Pemeriksaan Toraks
Pulmo
Inspeksi

: Dinding dada simetris, retraksi interkostal (-), ketinggalan gerak (-),


jejas

Palpasi

: Vokal fremitus paru kanan sama dengan paru kiri

Perkusi

: Hipersonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Suara Dasar Vesikuler (+), RBH (-/-), RBK (+/+), Wh (-/-), ekspirasi
memanjang (+)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tampak SIC V 2 jari lateral LMCS
Palpasi

: ictus cordis teraba pada SIC V 2 jari lateral LMCS, kuat angkat (-)

Perkusi

: batas jantung tidak melebar

Auskultasi : S1 > S2, regular, murmur (-), gallop (-)


4. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi

: datar, spider nevi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) Normal


Perkusi

: Tympani, tes pekak alih (-), pekak sisi (-)

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-)


5

Hepar

: tidak teraba

Lien

: tidak teraba

5. Pemeriksaan Ekstremitas
Superior : oedem (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-)
Inferior : oedem (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-), refleks fisiologis
(+/+), refleks patologis (-/-)
Status THT
Telinga
Telinga kanan

Telinga kiri

Aurikula

Edema (-), hiperemi (-),

Edema (-), hiperemi (-), massa

Preaurikula

massa (-).
Edema (-), hiperemi (-),

(-).
Edema (-), hiperemi (-), massa

Retroaurikula

massa (-), fistula (-), abses (-).


Edema (-), hiperemi (-),

(-), fistula (-), abses (-).


Edema (-), hiperemi (-), massa

Palpasi

massa (-), fistula (-), abses (-).


Nyeri pergerakan aurikula (-),

(-), fistula (-), abses (-).


Nyeri pergerakan aurikula (-),

nyeri tekan tragus (-).

nyeri tekan tragus (-).

MAE

Edema (-), hiperemi (-),

Edema (+), hiperemi (-),

Membran timpani

serumen (+), furunkel (-).


Intak, berwarna putih, reflek

serumen (+) kental, furunkel (-)


Perforasi (+) , aktif, reflek

cahaya (+).

cahaya (-).

Hidung
Rinoskopi anterior

Cavum nasi kanan

Cavum nasi kiri

Mukosa hidung

Hiperemi (+), sekret (+)

Hiperemi (+), sekret (+)

Septum

mukus purulen, massa (-).


Deviasi (-), dislokasi (-).

mukus purulen, massa (-).


Deviasi (-), dislokasi (-).

Konka inferior
Meatus inferior dan

Edema (+), hiperemi (+).


Sekret (+), polip (-)

Edema (+), hiperemi (+).


Sekret (+), polip (-).

media

Tenggorok
Keterangan

Mukosa

Hiperemi (+), edema (-).

Tonsil

T3-T3, hiperemis, kripte (+), detritus (-)

RINGKASAN
a. Anamnesa
Pasien datang ke Puskesmas ambarawa dengan keluhan keluar cairan dari telinga
kiri sejak 4 hari yang lalu. Sebelumnya didahului nyeri telinga dan demam tinggi
yang berkurang setelah keluar cairan. Pasien demam sejak 6 hari yang lalu disertai
batuk pilek. Pasien sering sakit batuk-pilek, dalam 6 bulan terakhir, sudah 4 kali
berobat.
b. Pemeriksaan Fisik
Vital sign

: T: 37,8oC

Pemeriksaan THT:
Telinga kiri: Membrana timpani perforasi, aktif, tampak discharge, mukoserous,
warna kuning jernih, nyeri tekan (-)
Hidung: Meatus nasi hiperemis, secret (+)
Tenggorokan: Hiperemis, tonsil T3-T3, kripte (+), detritus (-)
IV. DIAGNOSIS
Tonsilitis kronis dengan Otitis Media Akut stadium perforasi
V. DIAGNOSIS BANDING
1. Otitis Media Efusi
2. Otitis eksterna
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah rutin
2. Radiologi
VII.

PENATALAKSANAAN
a. Promotif
Memberikan penyuluhan mengenai Tonsilitis kronis dan komplikasinya, serta
otitis media dan bagaimana mencegah serangan berulang.
b. Preventif
1. Fokus Keluarga

Keluarga harus menjalankan pola hidup bersih dan sehat yaitu makan
bergizi.
2. Fokus lingkungan
Menjaga kebersihan lingkungan.
c. Kuratif
1. Medikamentosa
Amoxicilin syr 3 x 1 ct
Indikasi : Amoxicilin merupakan antibiotic golongan penisilin yang
merupakan lini pertama pada infeksi saluran nafas atas pada anak,
termasuk tonsilitis kronis dan otitis media akut.
Dosis : 15-25mg/kbBB
Efek samping : alergi, gangguan saluran cerna
Metylprednisolon 2 x 2mg
Metil prednisolone merupakan kortikosteroid sistemik. Sediaan oral 4,8-18
mg, sedangkan vial injeksi 125 mg. Metilprednisolene memiliki efek
minerakortikoid minimal, waktu paruh pendek dan efek striae pada otot
minimal.
Efek samping : osteoporosis, hipertensi, diabetes mellitus, supresi aksis
adrenal pituitary hipotalamus, katarak, galukoma, obesity, penipisan kulit,
striae dan kelemahan otat.
Kontra indikasi : Pada penderita imunosupresi, seperti tuberculosis paru,
infeksi parasit, osteoporosis
Antihistamin 3 x 2 mg
Antihistamin bekerja dengan cara mengeblok reseptor histamin secara
antagonis. Sehingga menurunkan sekresi mukus dan menurunkan
inflamasi.
Efek samping:
Dosis : 3 x 2 mg
Parasetamol 3 x 250 mg
Parasetamol merupakan anti inflamasi non steroid dan memiliki fungsi anti
piretik, anti inflamasi, analgetik. Pada pasien ini pemberian parasetamol
diharapkan dapat mengurangi keluhan demam dan nyeri pada pasien.
9

Efek samping: Alergi, gangguan saluran cerna


Dosis : 3 x 500 mg, pada anak-anak 20-25 mg/kbBB
2. Operatif
Dilakukan operasi tonsilektomi setelah fase akut terlewati.
d. Rehabilitatif
1. Menyarankan kepada pasien untuk minum air putih, terutama yang hangat,
mengurangi makanan yang berminyak, menjaga higien makanan dan
minuman.
2. Pemberian nutrisi yang cukup bagi tubuh dengan tinggi lemak, rendah
karbohidrat
VIII. PROGNOSIS
Qua Ad Vitam

: ad bonam

Qua Ad Fungsionam

: dubia ad bonam

Qua ad Sanam

: ad bonam

VIII. KOMPLIKASI
Komplikasi dari Tonsilitis Kronis adalah
a. Otitis Media
b. Rhinosinusitis kronis
c. Obstructive sleep apneu syndrome
Komplikasi dari otitis media akut adalah
a. Otitis media supuratif kronik
b. Mastoiditis
c. Meningitis

10

TINJAUAN PUSTAKA
1. Otitis Media Akut
a. Definisi
Otitis media akut ialah peradangan telinga tengah yang mengenai sebagian atau
seluruh periosteum dan terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu.
b. Etiologi
Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media.
Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga pencegahan
invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA juga merupakan
salah satu faktor penyebab yang paling sering.
Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus
hemoliticus, Haemophilus Influenzae (27%), Staphylococcus aureus (2%), Streptococcus
Pneumoniae (38%), Pneumococcus.
Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan
terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba
eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.
c. Patogenesis
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat
bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya
sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri
dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam
telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius
menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang
gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena
gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ
pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang
dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak
11

dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan


normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang
terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.
OMA dapat berkembang menjadi otitis media supuratif kronis apabila gejala berlangsung
lebih dari 2 bulan, hal ini berkaitan dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi
yang terlambat, pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan tubuh yang kurang baik.
OMA memiliki beberapa stadium klinis antara lain:
1. Stadium oklusi tuba eustachius
a. Terdapat gambaran retraksi membran timpani.
b. Membran timpani berwarna normal atau keruh pucat.
c. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa virus.
2. Stadium hiperemis
a. Pembuluh darah tampak lebar dan edema pada membran timpani.
b. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa
sehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
a. Membran timpani menonjol ke arah luar.
b. Sel epitel superfisila hancur.
c. Terbentuk eksudat purulen di kavum timpani.
d. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga
tambah hebat.
4. Stadium perforasi
a. Membran timpani ruptur.
b. Keluar nanah dari telinga tengah.
c. Pasien lebih tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.
5. Stadium resolusi
a. Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal
kembali.
b. Bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan mengering.
c. Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila virulensi rendah dan daya
tahan tubuh baik.

12

d. Diagnosis
Pada anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh tinggi
serta ada riwayat batuk pilek sebelumnya. Anak juga gelisah, sulit tidur, tiba-tiba menjerit
waktu tidur, diare, kejang-kejang, dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit.
Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh
turun, dan anak tertidur tenang.
Pada anak yang lebih besar atau dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan
pendengaran dan rasa penuh dalam telinga.
Diagnosis terhadap OMA tidak sulit, dengan melihat gejala klinis dan keadaan
membran timpani biasanya diagnosis sudah dapat ditegakkan. Penilaian membran timpani
dapat dilihat melalui pemeriksaan lampu kepala dan otoskopi. Perforasi yang terdapat
pada membran timpani bermacam-macam, antara lain perforasi sentral, marginal, atik,
subtotal, dan total.
e. Penatalaksanaan
Terapi OMA tergantung pada stadiumnya. Pada stadium oklusi, tujuan terapi
dikhususkan untuk membuka kembali tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl
efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam
larutan fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn atau dewasa.. selain itu, sumber
infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.
Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik.
Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi.
Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika terdapat resistensi, dapat
diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi awal
diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan
minimal selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin
4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.
Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk
dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik juga perlu
diberikan agar nyeri dapat berkurang.
Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H 2O2 3% selama 3-5 hari serta
antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.

13

Stadium resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir keluar. Pada keadaan ini
dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih keluar sekret diduga
telah terjadi mastoiditis.
e. Komplikasi
Sebelum ada antibiotik, komplikasi paling sering pada OMA ialah abses
subperiosteal sampai komplikasi yang berat seperti meningitis dan abses otak. Otitis
media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan kehilangan pendengaran permanen.
f. Pencegahan
Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah:
1. Pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak.
2. Pemberian ASI minimal selama 6 bulan.
3. Penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring.
4. Penghindaran pajanan terhadap asap rokok.
2. Tonsilitis Kronik
a. Definisi
Tonsilitis adalah peradangan tonsila palatina yang merupakan bagian dari cincin
waldeyer. Tonsilitis kronik adalah peradangan tonsil yang menetap sebagai akibat dari
infeksi akut atau subklinis yang berulang. Tonsilitis akut rekuren yang pada pemeriksaan
fisik didapatkan tanda-tanda kronik juga dikategorikan sebagai tonsilitis kronik. Tonsilitis
akut rekuren yaitu tonsilitis yang mengalami 7 kali episode akut dalam 1 tahun, 5 episode
dalam 2 tahun terakhir, atau 3 episode dalam 3 tahun terakhir. Tanda dan gejala tonsilitis
kronik/ tonsilitis persisten antara lain radang tenggorok, nafas berbau, debris tonsil
berlebihan (tonsilolith), eritema peritonsil, chronic sore throat, nafas berbau, pembesaran
limfonodi leher yang persisten, jika tidak ada sumber radang yang lain (sinusitis atau
tonsilitis lingualis).
b. Etiologi
Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptanya secara
aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian
nasofaring terus masuk ke tonsil Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan
14

ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil, atau
kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna.
Beberapa organisme dapat menyebabkan infeksi pada tonsil, termasuk bakteri
aerobik dan anaerobik, virus, jamur, dan parasit. Pada penderita tonsilitis kronis jenis
kuman yang paling sering adalah Streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA).
Streptokokus grup A adalah flora normal pada orofaring dan nasofaring. Namun dapat
menjadi pathogen infeksius yang memerlukan pengobatan. Selain itu infeksi juga dapat
disebabkan Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, S. Pneumoniae dan
Morexella catarrhalis.
Infeksi

virus

biasanya

ringan

dan

dapat

tidak

memerlukan

pengobatan yang khusus karena dapat ditangani sendiri oleh ketahanan tubuh. Penyebab
penting dari infeksi virus adalah adenovirus, influenza A, dan herpes simpleks (pada
remaja). Selain itu infeksi virus juga termasuk infeksi dengan coxackievirus A, yang
menyebabkan timbulnya vesikel dan ulserasi pada tonsil. Epstein-Barr yang
menyebabkan infeksi mononukleosis, dapat menyebabkan pembesaran tonsil secara cepat
sehingga mengakibatkan obstruksi jalan napas yang akut.
c. Patogenesis
Tonsillitis berawal dari penularan yang terjadi melalui droplet dimana kuman
menginfiltrasi lapisan epitel. Adanya infeksi berulang pada tonsil menyebabkan pada
suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian
bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah
menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan suatu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke
seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun. Bila epitel terkikis
maka jaringan limfoid superkistal bereaksi dimana terjadi pembendungan radang dengan
infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Karena proses radang berulang yang timbul maka
selain epitel mukosa juga jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan
mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh
detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya
menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris. Pada anak disertai
dengan pembesaran kelenjar limfa submadibularis.

15

d. Gejala Klinik
Manifestasi klinik sangat bervariasi. Tanda-tanda bermakna adalah nyeri
tenggorokan yang berulang atau menetap dan obstruksi pada saluran cerna dan saluran
napas. Gejala-gejala konstitusi dapat ditemukan seperti demam, namun tidak mencolok.
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata,
kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Terasa ada yang mengganjal di
tenggorokan, tenggorokan terasa kering dan napas yang berbau. Pada tonsillitis kronik
juga sering disertai halitosis dan pembesaran nodul servikal. Pada umumnya terdapat dua
gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan kedalam kategori tonsillitis kronik
berupa (a) pembesaran tonsil karena hipertrofi disertai perlekatan kejaringan sekitarnya,
kripta melebar di atasnya tertutup oleh eksudat yang purulent. (b) tonsil tetap kecil,
bisanya mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam dalam tonsil bed dengan bagian
tepinya hiperemis, kripta melebar dan diatasnya tampak eksudat yang purulent.

Gambar 1. Tonsillitis kronik


Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur
jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua
tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi:
T0 : Tonsil masuk di dalam fossa
T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

16

Gambar 2. (A) Tonsillar hypertrophy grade-I tonsils. (B) Grade-II tonsils. (C)
Grade-IIItonsils. (D) Grade-IV tonsils (kissing tonsils)
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk tonsillitis kronik terdiri atas terapi medikamentosa dan
operatif.
1. Medikamentosa
Terapi ini ditujukan pada hygiene mulut dengan cara berkumur atau obat isap,
pemberian antibiotic, pembersihan kripta tonsil dengan alat irigasi gigi atau oral.
Pemberian antibiotika sesuai kultur. Pemberian antibiotika yang bermanfaat pada
penderita Tonsilitis Kronis Cephaleksin ditambah metronidazole, klindamisin
(terutama jika disebabkan mononukleosis atau abses), amoksisilin dengan asam
klavulanat ( jika bukan disebabkan mononukleosis).
2. Operatif
Untuk terapi pembedahan dilakukan dengan mengangkat tonsil (tonsilektomi).
Tonsilektomi dilakukan bila terapi konservatif gagal. Adapun indikasi
tonsilektomi menurut The American of Otolaryngology-head and Neck Surgery
Clinical Indicators Compendium 1995 adalah:
a. Serangan tonsillitis lebih dari 3x pertahun walaupun telah mendapat terapi
yang adekuat
b. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofacial

17

c. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan
napas, sleepapneu, gangguan menelan, gangguan berbicara dan cor pulmonale.
d. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
berhasil hilang dengam pengobatan
e. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
f. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Streptokokus beta
hemolitikus
g. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
h. Otitis media efusa/otitis media supuratif
f. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada tonsilitis kronik yaitu:
a) Abses peritonsil.
Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan sekitarnya.
Abses biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan otot-otot yang
mengelilingi faringeal bed. Gejala penderita adalah malaise yang bermakna, odinofagi
yang berat dan trismus. Diagnosa dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi abses.
b) Abses parafaring.
Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar angulus
mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring sehingga
menonjol kearah medial. Abses dapat dievakuasi melalui insisi servikal.
c) Abses intratonsilar.
Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil. Biasanya diikuti
dengan penutupan kripta pada Tonsilitis Folikular akut. Dijumpai nyeri lokal dan
disfagia yang bermakna. Tonsil terlihat membesar dan merah.
d) Tonsilolith (kalkulus tonsil).
Tonsililith dapat ditemukan pada Tonsilitis Kronis bila kripta diblokade oleh
sisa-sisa dari debris. Garam inorganik kalsium dan magnesium kemudian tersimpan yang
memicu terbentuknya batu. Batu tersebut dapat membesar secara bertahap dan kemudian
dapat terjadi ulserasi dari tonsil. Tonsilolith lebih sering terjadi pada dewasa dan

18

menambah rasa tidak nyaman lokal atau foreign body sensation. Hal ini didiagnosa
dengan mudah dengan melakukan palpasi atau ditemukannya permukaan yang tidak rata
pada perabaan.
3. Diskusi
Otitis media merupakan suatu peradangan pada telingah tengah. Otitis dapat
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yang paling sering ialah sumbatan tuba
eustachius akibat infeksi. Selain itu, otitis media dapat juga merupakan suatu komplikasi
akibat penyakit lain misalnya rhinitis, sinusitis, faringitis, otitis eksterna, dan lain-lain.
Gejala yang sering ditimbulkan pada otitis media biasanya ialah rasa nyeri, pendengaran
berkurang, demam, pusing, juga kadang disertai mendengar suara dengung (tinitus).
Pada kasus di atas, pasien mengalami gejala nyeri pada telinga kiri sejak 3 hari,
yang disertai dengan batuk pilek berulang sejak lama. Pasien juga mengeluhkan adanya
keluar cairan jernih dari telinga kirinya. Untuk menegakkan diagnosis otitis media, perlu
dilakukan pemeriksaan otoskopi. Ditemukan adanya perforasi sentral pada membran
telinga kiri yang disertai adanya pengeluaran cairan. Kemungkinan stadium otitis
medianya ialah stadium perforasi.
Penyebab yang mungkin sebagai pencetus otitis media pada pasien di atas ialah
rhinitis yang sudah lama dialami. Pasien mengalami batuk pilek sudah lama. Dari
pemeriksaan rinoskopi anterior didapatkan konka nasalis inferior mengalami edema &
hiperemi yang disertai adanya cairan mukus purulen. Kemungkinan pasien mengalami
rhinitis kronis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyebab dari otitis medianya ialah
komplikasi dari rhinitis kronis.
Pengobatan yang diberikan pada pasien di atas ialah pemberian antibiotik
(Bellamox sirup), kortikosteroid (Somerol), analgesik, antihistamin (Salbutamol), dan
dekongestan (Lapifed). Kemudian pasien diminta untuk kontrol lagi 1 minggu jika gejala
tidak hilang.

19

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Otitis Media Akut. Accessed:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/1092.htm.
Revai, Krystal et al. 2007. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis Complicating
Upper Respiratory Tract Infection: The Effect of Age. PEDIATRICS Vol. 119 No.
6 June 2007, pp. e1408-e1412.
Moses, Scott. 2008. Otitis Media. Accessed: www.fpnotebook.com.
Djaafar, ZA. 2006. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Telinga Hidung Tenggorokan,
cetakan ke-5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

20

21

You might also like