You are on page 1of 1

Zonasi Rawan Disalahgunakan Di Raperda RDTR, Nasib Area GBK Bisa Berubah Penerapan pengaturan zonasi pada Rancangan

Peraturan Daerah Rencana Detail Tata Ruang DKI Jakarta 2010-2030 dinilai rawan disalahgunakan. Hal ini disebabkan pengaturan zonasi memungkinkan penerapan pemanfaatan kawasan tertentu secara fleksibel.
Kehadiran Raperda RDTR dianggap bisa mengancam keberlangsungan lahan hijau di Ibu Kota, antara lain di kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, dan Taman Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, karena ada yang berubah menjadi lahan komersial. Hasil analisis Litbang Kompas terhadap Raperda RDTR 2010-2030, Senin (24/3), kawasan GBK, Senayan, yang termasuk wilayah Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, dalam Raperda RDTR, misalnya, kini beralih jadi berwarna ungu muda. Secara umum, penetapan warna itu menunjukkan kawasan tersebut sebagai sarana rekreasi dan olahraga, zona hijau rekreasi, dan zona taman kota/lingkungan. Daerah sekeliling fasilitas olahraga dan pameran ditetapkan sebagai subzona hijau rekreasi dan taman kota/lingkungan. Namun, dalam Raperda RDTR, kawasan tersebut juga masuk kategori pengaturan zonasi: bonus, pengalihan hak membangun, dan pengendalian pertumbuhan. Yang disebut bonus adalah ada kemungkinan diperbolehkan meningkatkan luas lantai bangunan (KLB). Pengalihan hak adalah pengalihan hak membangun pada suatu persil ke persil lain sesuai kesepakatan bersama. Sementara pengendalian pertumbuhan adalah pertumbuhan daerah tersebut dikendalikan karena karakteristik kawasan. Kesimpulannya, dibandingkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan RDTR 2005, memang secara umum tidak ada perubahan zonasi kawasan. Akan tetapi, pada Raperda RDTR baru kali ini di kawasan GBK dimungkinkan terjadi perubahan, terlebih ada ketentuan pengalihan hak dan pemberian bonus. Kelonggaran dalam pemanfaatan kawasan GBK itu bertolak belakang dengan ketentuan ketiga, yaitu GBK sebagai kawasan pengendali pertumbuhan. Akibatnya, dikhawatirkan tidak ada lagi jaminan kawasan Senayan akan tetap menjadi ruang terbuka hijau yang berfungsi ekologis sebagai paru-paru kota. Sementara itu, Koordinator Pengelola Taman Tugu Proklamasi Rudi Noviar berharap fungsi kawasan bersejarah itu tidak diubah. Kawasan hijau seperti ini sudah sulit di Jakarta. Karena itu, saya ingin agar Pemprov tidak mengusik keberadaan taman ini. Selain itu, taman ini juga merupakan titik nol bangsa Indonesia karena di sini dibacakan teks proklamasi, ujar Rudi. Ratusan pohon tinggi, seperti mahoni, salam, dan flamboyan, menghijaukan taman seluas 5 hektar itu. Rerumputan hijau juga menutupi seluruh lahan kosong di taman itu.

Harus jelas
Arsitek lanskap dan penggerak kota hijau, Nirwono Joga, punya kekhawatiran serupa. Baginya, fungsi ruang terbuka hijau, khususnya taman, harus jelas dengan warna hijau. Taman harus jelas dengan warna hijau. Tidak bisa dengan warna ungu yang berarti taman bisa untuk kepentingan selain RTH atau kawasan bebas bangunan, kata Nirwono. Begitu pula komposisi RTH tetap harus berlaku 20 persen disediakan di lahan umum dan 10 persen di lahan privat. Nirwono juga melihat pada RDTR terbaru ini megaproyek giant sea wall, deep tunnel, enam ruas jalan layang non-tol tetap diadopsi seperti sebelumnya. Padahal, proyek besar ini perlu dikaji ulang dan pembangunannya tidak bisa dipercepat tanpa dasar penelitian yang tepat. Tanpa menjamin sungai-sungai yang melintasi Jakarta dinormalisasi, sistem pembuangan sampah yang baik, hingga memperbanyak tandon air berupa ruang terbuka hijau dan ruang biru (waduk, situ, danau), megaproyek itu tetap tidak akan menjamin Jakarta keluar dari masalah banjir sampai kesulitan air bersih, katanya. Menepis kekhawatiran Nirwono, penerapan teknik zonasi dimaksudkan untuk memperjelas peruntukan kawasan. Sekretaris Dinas Tata Ruang DKI Jakarta Izhar Chaidir mengatakan, teknik zonasi dengan warna ataupun arsiran disajikan untuk memberikan informasi selengkap mungkin ke warga. Namun, teknik pewarnaan kali ini lebih detail dengan varian warna lebih banyak. Prinsipnya bagi wilayah yang ditandai dengan warna, kawasan ini tidak boleh berubah, paling tidak lima tahun ke depan, kata Izhar Chaidir. Sementara tanda arsiran pada teknik zonasi memberi kesempatan perubahan peruntukan sesuai jenisnya. Jenis wilayah yang diarsir ini terbagi dalam tujuh macam, yakni teknik bonus, teknik pengalihan hak, zona permufakatan, zona pengendalian pertumbuhan, kawasan pemerintahan, zona pertampalan, dan zona cagar budaya. Perubahan peruntukan di kawasan itu tidak sembarangan sebab harus mendapat persetujuan gubernur, kata Izhar.

Sumber: Kompas/25 Maret/2014

You might also like