You are on page 1of 13

BAB 2.

KAJIAN TEORITIS

2.1 Pengertian Gastritis atau yang lebih dikenal dengan magh berasal dari bahasa Yunani yaitu gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi atau peradangan. Gastritis adalah inflamasi mukosa yang melapisi lambung. Gastritis dapat akut maupun kronis. Gastritis merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik difus, atau local. Dua jenis gastritis yang paling sering terjadi adalah gastritis superfisialis akut dan gastritis atrofik kronik (Silvia A. Price dkk, 1994). Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 127), gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. Secara hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel. Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh

ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi (Brunner, 2000 : 187). Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Gastritis merupakan gangguan kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik karena diagnosisnya sering hanya berdasarkan gejala klinis bukan pemeriksaan histopatologi (Hirlan, 2006). Gastritis atau penyakit maag adalah radang mukosa lambung disebabkan kelebihan asam lambung dengan gejala nyeri serta rasa panas pada ulu hati dan dada, mual, muntah, dan kembung. Menurut Dr. H. Slamet Suyono (2001), gastritis adalah segala radang mukosa lambung dan inflamasi pada lambung mukosa dan sub mukosa lambung.

Gastritis berarti peradangan mukosa lambung. Peradangan dari gastritis dapat hanya superficial atau dapat menembus secara dalam ke dalam mukosa lambung, dan pada kasus-kasus yang berlangsung lama menyebabkan atropi mukosa lambung yang hampir lengkap. Pada beberapa kasus, gastritis dapat menjadi sangat akut dan berat, dengan ekskoriasi ulserativa mukosa lambung oleh sekresi peptik lambung sendiri (Guyton, 2001). Secara garis besar, gastritis dapat dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan pada manifestasi klinis, gambaran hispatologi yang khas, distribusi anatomi, dan kemungkinan patogenesis gastritis. Didasarkan pada manifestasi klinis, gastritis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Harus diingat, bahwa walaupun dilakukan pembagian menjadi akut dan kronik, tetapi keduanya tidak saling berhubungan. Gastritis kronik bukan merupakan kelanjutan gastritis akut (Suyono, 2001). a. Gastritis Akut Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan sembuh sempurna (Prince, 2005: 422). Gastritis akut terjadi akibat respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal. Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus merupakan penyakit yang ringan.

b. Gastritis Kronik Disebut gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi pada lamina propria dan daerah intra epitelial terutama terdiri atas sel-sel radang kronik, yaitu limfosit dan sel plasma. Gastritis kronis didefenisikan secara histologis sebagai peningkatan jumlah limfosit dan sel plasma pada mukosa lambung. Derajat paling ringan gastritis kronis adalah gastritis superfisial kronis, yang mengenai bagian sub epitel di sekitar cekungan lambung. Kasus yang lebih parah juga mengenai kelenjar-kelenjar pada mukosa yang lebih dalam, hal ini biasanya berhubungan dengan atrofi kelenjar (gastritis atrofi kronis) dan metaplasia intestinal (Chandrasoma, 2005 : 522).

2.2 Epidemiologi Berdasarkan data yang diperoleh dari medical record Rumah Sakit Hospital pada tahun 2010 ditemukan jumlah pasien yang dirawat dengan penyakit infeksi pada saluran pencernaan adalah 55% dengan diare, 34.5% dengan gastritis, 4% dengan infeksi usus, 3.5% dengan peritonitis, dan 3% dengan penyakit infeksi lainnya. Rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia menjaga kesehatan lambungnya, menyebabkan jumlah penderita gastritis mengalami grafik kenaikan. Di penjuru dunia saat ini penderita gastritis mencapai 1.7 miliar. Hasil penelitian riset Brain & Co dengan PT. Kalbe Farma tahun 2010, terhadap 1.645 responden di Medan, Jakarta, Surabaya dan Denpasar mengungkapkan 60% dari jumlah responden menderita gastritis. Menurut Dr.Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH MMB dari Divisi

Gastroenterologi- Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/ RSUPN Cipto Mangunkusumo, dari hasil penelitian yang dilakukan RSCM pada sekitar 100 pasien dengan keluhan dispepsia, didapatkan 20% penderita yang mengalami kelainan organik. Kelainan ini ditemukan setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan menggunakan endoskopi. Suatu penelitian lain dengan junlah pasien yang cukup besar dan melibatkan pusat endoskopi pada beberapa kota di Indonesia juga menunjukkan tingginya penderita gastritis kronis. Dari 7.092 kasus dispepsia yang dilakukan endoskopi, ditemukan 86.41% pemderita mengalami dispepsia fungsional. Data-data penelitian dari luar negeri juga menunjukkan angka yang tidak terlalu berbeda. Gastritis dapat terjadi pada masa kanak-kanak dan remaja (umur kurang dari 20) ini lebih dari 50% kasus. Frekuensi kasus akan lebih tinggi di usai dini dari pada orang dewasa. Kasus gastritris 5,3-15,4% diantaranya ditemukan pada usia di bawah 5 tahun.

2.3 Etiologi Etiologi atau penyebab dari gastritis adalah sebagai berikut: a. Pola Makan Menurut Yayuk Farida Baliwati (2004), terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan jumlah makanan, sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat. 1) Frekuensi Makan Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik kualitatif dan kuantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika rata-rata, umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya lambung (Okviani, 2011). Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit gastritis. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri (Ester, 2001). Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi. Jika hal itu berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala tersebut bisa naik ke kerongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar (Nadesul, 2005). Produksi asam lambung diantaranya dipengaruhi oleh pengaturan sefalik, yaitu pengaturan oleh otak. Adanya makanan dalam mulut secara refleks akan merangsang sekresi asam lambung. Pada manusia, melihat dan memikirkan makanan dapat merangsang sekresi asam lambung (Ganong 2001).

2) Jenis Makanan Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, dan diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang. Menyediakan variasi makanan bergantung pada orangnya, makanan tertentu dapat menyebabkan gangguan pencernaan, seperti halnya makanan pedas (Okviani, 2011). Gastritis dapat disebabkan pula dari hasil makanan yang tidak cocok. Makanan tertentu yang dapat menyebabkan penyakit gastritis, seperti buah yang masih mentah, daging mentah, kari, dan makanan yang banyak mengandung krim atau mentega. Bukan berarti makanan ini tidak dapat dicerna, melainkan karena lambung membutuhkan waktu yang labih lama untuk mencerna makanan tadi dan lambat meneruskannya kebagian usus selebih-nya. Akibatnya, isi lambung dan asam lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama sebelum diteruskan ke dalam duodenum dan asam yang dikeluarkan menyebabkan rasa panas di ulu hati dan dapat mengiritasi (Iskandar, 2009). 3) Porsi Makan Porsi atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang dikonsumsi pada tiap kali makan. Setiap orang harus makan makanan dalam jumlah benar sebagai bahan bakar untuk semua kebutuhan tubuh. Jika konsumsi makanan berlebihan, kelebihannya akan disimpan di dalam tubuh dan menyebabkan obesitas (kegemukan). Selain itu, Makanan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi lambung, yang pada akhirnya membuat kekuatan dinding lambung menurun. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan peradangan atau luka pada lambung (Baliwati, 2004).

b.

Teh Hasil penelitian Hiromi Shinya, MD., dalam buku The Miracle of Enzyme

menemukan bahwa orang-orang Jepang yang meminum teh kaya antioksidan lebih dari dua gelas secara teratur, sering menderita penyakit yang disebut gastritis. Sebagai contoh Teh Hijau, yang mengandung banyak antioksidan dapat

membunuh bakteri dan memiliki efek antioksidan berjenis polifenol yang mencegah atau menetralisasi efek radikal bebas yang merusak. Namun, jika beberapa antioksidan bersatu akan membentuk suatu zat yang disebut tannin. Tannin inilah yang menyebabkan beberapa buah dan tumbuh-tumbuhan memiliki rasa sepat dan mudah teroksidasi (Shinya, 2008).

c.

Stress Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi

yang

menakutkan,

mengejutkan,

membingungkan,

membahayakan

dan

merisaukan seseorang. Definisi lain menyebutkan bahwa stress merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Potter, 2005). 1) Stress Psikis Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan stress, misalnya pada beban kerja berat, panik dan tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang meningkat dapat mengiritasi mukosa lambung dan jika hal ini dibiarkan, lamakelamaan dapat menyebabkan terjadinya gastritis. 2) Stress Fisik Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar, refluks empedu atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan juga ulkus serta pendarahan pada lambung. Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis dan ulkus peptik. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung (Anonim, 2010).

d.

Helicobacter pylori Helicobacter pylori adalah kuman Gram negatif, basil yang berbentuk kurva

dan batang. Helicobacter pylori adalah suatu bakteri yang menyebabkan peradangan lapisan lambung yang kronis (gastritis) pada manusia. Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri Helicobacter pylori yang hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi Helicobacter pylori sering terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan. Infeksi Helicobacter pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya ulkus peptikum dan penyebab tersering terjadinya gastritis (Prince, 2005).

e.

Usia Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis

dibandingkan dengan usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya usia mukosa gaster cenderung menjadi tipis sehingga lebih cenderung memiliki infeksi Helicobacter Pylory atau gangguan autoimun daripada orang yang lebih muda. Sebaliknya,jika mengenai usia muda biasanya lebih berhubungan dengan pola hidup yang tidak sehat. Kejadian gastritis kronik, terutama gastritis kronik antrum meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Di negara Barat, populasi yang usianya pada dekade ke6 hampir 80% menderita gastritis kronik dan menjadi 100% pada saat usia mencapai dekade ke-7. Selain mikroba dan proses imunologis, faktor lain juga berpengaruh terhadap patogenesis Gastritis adalah refluks kronik cairan penereatotilien, empedu dan lisolesitin (Suyono, 2001).

10

2.4 Tanda dan Gejala Sindrom dispepsia berupa berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disesuaikan dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih dalam, tanpa riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu (Suyono, 2001). Ulserasi superfisial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi, ketidaknyamanan abdomen (dengan sakit kepala, mual dan anoreksia) dan dapat terjadi muntah, serta cegukan beberapa pasien adalah asimtomatik, kolik dan diare dapat terjadi jika makanan pengiritasi tidak dimuntahkan, tetapi jika sudah mencapai usus besar, pasien biasanya sembuh kira-kira dalam sehari meskipun nafsu makan kurang atau menurun selama 2 sampai 3 hari (Ester, 2001).

2.5 Patofisiologi Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan faktor agresif (asam lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan mukosa). Penggunaan aspirin atau obat anti inflamasi non steroid (AINS) lainnya, obatobatan kortikosteroid, penyalahgunaan alkohol, menelan substansi erosif, merokok, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat mengancam ketahanan mukosa lambung. Gastritis dapat menimbulkan gejala berupa nyeri, sakit, atau ketidaknyamanan yang terpusat pada perut bagian atas (Brunner, 2000). Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh berbagai faktor endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya, seperti asam lambung, pepsinogen/pepsin dan garam empedu. Sedangkan faktor eksogennya adalah obat-obatan, alkohol dan bakteri yang dapat merusak integritas epitel mukosa lambung, misalnya Helicobacter pylori. Oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor yang sangat melindungi integritas mukosanya,yaitu faktor defensif dan faktor agresif. Faktor defensif meliputi produksi mukus yang didalamnya terdapat prostaglandin yang memiliki peran penting baik dalam mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa lambung, kemudian sel-sel

11

epitel yang bekerja mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan produksi asam bikarbonat serta sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai komponen utama yang menyediakan ion HCO3- sebagai penetral asam lambung dan memberikan suplai mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek toksik metabolik yang merusak mukosa lambung. Gastritis terjadi sebagai akibat dari mekanisme pelindung ini hilang atau rusak, sehingga dinding lambung tidak memiliki pelindung terhadap asam lambung (Prince, 2005) Obat-obatan, alkohol, pola makan yang tidak teratur, stress, dan lain-lain dapat merusak mukosa lambung, mengganggu pertahanan mukosa lambung, dan memungkinkan difusi kembali asam pepsin ke dalam jaringan lambung, hal ini menimbulkan peradangan. Respons mukosa lambung terhadap kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah dengan regenerasi mukosa, karena itu gangguangangguan tersebut seringkali menghilang dengan sendirinya. Dengan iritasi yang terus menerus, jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan. Masuknya zat-zat seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif mengakibatkan peradangan dan nekrosis pada dinding lambung. Nekrosis dapat mengakibatkan perforasi dinding lambung dengan akibat berikutnya perdarahan dan peritonitis. Gastritis kronik dapat menimbulkan keadaan atropi kelenjar-kelenjar lambung dan keadaan mukosa terdapat bercak-bercak penebalan berwarna abuabu atau kehijauan (gastritis atropik). Hilangnya mukosa lambung akhirnya akan mengakibatkan berkurangnya sekresi lambung dan timbulnya anemia pernisiosa. Gastritis atropik boleh jadi merupakan pendahuluan untuk karsinoma lambung. Gastritis kronik dapat pula terjadi bersamaan dengan ulkus peptikum (Suyono, 2001).

12

2.6 Komplikasi dan Prognosis 2.6.1 Komplikasi

a. Gastritis Akut Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh gastritis akut adalah perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir sebagai syock hemoragik. Khusus untuk perdarahan SCBA, perlu dibedakan dengan tukak peptik. Gambaran klinis yang diperlihatkan hampir sama. Namun pada tukak peptik penyebab utamanya adalah H. pylory, sebesar 100% pada tukak duodenum dan 60-90 % pada tukak lambung. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan endoskopi.

b. Gastritis Kronis Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik, yaitu gangguan penyerapan vitamin B 12, akibat kurang pencerapan, B 12 menyebabkan anemia pernesiosa, penyerapan besi terganggu dan penyempitan daerah antrum pylorus. Gastritis Kronis juka dibiarkan dibiarkan tidak terawat, gastritis akan dapat menyebabkan ulkus peptik dan pendarahan pada lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis dapat meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung. 2.6.2 Prognosis a. Gastritis akut umumnya sembuh dalam waktu beberapa hari. b. Insidensi ulkus lambung dan kanker lambung meningkat pada gastritis kronis tipe A. c. Gastritis dapat menimbulkan komplikasi pedarahan saluran cerna dan gejala klinis yang berulang.

13

2.7 Pengobatan a. Cara Perawatan Gastritis 1) Ketika sedang sakit, makanlah makanan yang lembek yang mudah dicerna dan tidak merangsang asam lambung. 2) Hindari makanan yang merangsang pengeluaran asam lambung, seperti makanan pedas, makanan yang asam, tinggi serat, zat tepung. 3) Hindari minuman yang merangsang pengeluaran asam lambung seperti teh kopi, alkohol 4) Makan secara teratur 5) Minum obat secara teratur 6) Hindari stress fisik dan psikologis b. Pemberian Obat-obatan Pengobatan yang dilakukan terhadap Gastritis bergantung pada

penyebabnya. Pada banyak kasus Gastritis, pengurangan asam lambung dengan bantuan obat sangat bermanfaat. Antibiotik untuk menghilangkan infeksi. Penggunaan obat-obatan yang mengiritasi lambung juga harus dihentikan. Pengobatan lain juga diperlukan bila timbul komplikasi atau akibat lain dari Gastritis.

Kategori obat pada Gastritis adalah: 1) Antasid: menetalisir asam lambung dan menghilangkan nyeri. 2) Acid blocker: membantu mengurang jumlah asam lambung yang diproduksi. 3) Proton pump inhibitor: menghentikan produksi asam lambung dan menghambat H.pylori.

14

2.8 Pencegahan Agar kita terhindari dari penyakit gastritis, sebaiknya kita mengontrol semua Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya gastritis, dengan melakukan tindakan pencegahan seperti dibawah ini:

a. Makan yang teratur b. Hindari alcohol c. Makan dalam porsi kecil dan sering d. Menghindari stress e. Mengunyah 32 kali f. Menghindari rokok

15

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous,

2010.

Gastritis.

http://bluebear.student.umm.ac.id/2010/07/14/-

gastritis-magh. Diakses tanggal 20 februari 2014, 09.04 WIB. Beyer. 2004. Medical Nutrition Therapy for Upper Gastrointestinal Tract Disorders. Philadelphia: Saunders Brooker, Chris. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC Brunner dan Suddart. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Chandrasoma, Parakrama. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi Edisi 2. Jakarta: EGC Departemen Kesehatan RI. 2001. Rencana Pengembangan Lima Tahun VI Bidang Kesehatan. http://www.depkes.go.id. Diakses tanggal 20 februari 2014, 08:35 WIB. Guyton, Arthur C., John E. Hall. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC Iskandar, H. Yul. 2009. Saluran Cerna. Jakarta: Gramedia Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktek. Jakarta: EGC Prince, Sylvia A., Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC Priyanto & Lestari. 2009. Endoskopi Gastrointestinal. Jakarta: Salemba Medika Shinya, Hiromi. 2008. The Miracle of Enzyme : Self-Healing Program. Bandung: Qanita Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI

You might also like